Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

OBAT TETES MATA GENTAMISIN SULFAT

Praktikum Ke

: III

Judul materi Praktikum

: Membuat sediaan tetes mata gentamisin sulfat

Tanggal Praktikum

: 10 April 2015

Grup

:E

Kelas

: E 1-1

Anggota

:
1. Dihonita

(2011210064)

2. Sylvie Kusumastuti

(2011210242)

3. Agnes Kanjaya

(2012210010)

4. Anis siti syarah

(2012210030)

5. Arlita K.D.

(2012210040)

6. Astrid Kartika Sari

(2010210043)

7. Augustini

(2010210046)

8. Ayutria wulandari

(2012210052)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2015

I.

PENDAHULUAN

SEDIAAN TETES MATA


Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi V, Obat mata tersedia dalam berbagai
bentuk sediaan, beberapa diantaranya memerlukan perhatian khusus. Bentuk
sediaannya antara lain larutan, suspensi dan salep. Larutan obat mata adalah larutan
steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian
rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan
perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan
dasar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan
kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga dilakukan untuk sediaan hidung dan
telinga.
Nilai isotonisitas Cairan mata isotonik dengan darah dan mempunyai nilai
isotonisitas sesuai dengan larutan natrium klorida P 0,9%. Secara ideal larutan obat
mata harus mempunyai nilai isotonis tersebut, tetapi mata tahan terhadap nilai
isotonis rendah yang setara dengan larutan natrium klorida P 0,6% dan tertinggi
setara dengan larutan natrium klorida P 2,0% tanpa gangguan nyata. Beberapa larutan
obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar
bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilan efek obat yang cepat dan efektif.
Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran dengan
air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya sementara.
Tetapi penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran dengan air mata tidak berarti, jika
digunakan larutan hipertonik dalam jumlah besar sebagai koliria untuk membasahi .
Jadi yang penting adalah larutan obat obat mata untuk keperluan ini harus mendekati
isotonik.
Pendaparan Banyak Obat, khususnya garam alkaloid, paling efektif pada pH
optimal bagi pembentkan basa bebas tidak terdisosiasi. Tetapi pada pH ini obat
mungkin menjadi tidak stabil, sehingga pH harus diatur dan dipertahankan dengan
penambahan dapar. Salah satu maksud pendaparan larutan obat mata adalah untuk
mencegah kenaikan pH yang disebabkan pelepasan lambat ion hidroksil dari wadah
kaca. Kenaikan pH dapat mengganggu kelarutan dan stabilitas obat. Penambahan
dapar dalam pembuatan obat mata harus didasarkan pada beberapa pertimbangan
tertentu. Air mata normal memiliki pH lebih kurang 7,4 dan mempunyai kapasitas
dapar tertentu. Penggunaan obat mata merangsang pengeluaran air mata dan
penetralan cepat setiap kelebihan ion hidrogen atau ion hidroksil dalam kapasitas
pendaparan air mata. Jika hanya satu atau dua tetes larutan yang mengandung obat
tersebut diteteskan pada mata, pendaparan oleh air mata biasanya cukup untuk
menaikan pH sehingga tidak terlalu merangsang mata. Dalam beberapa hal, pH dapat
berkisar antara 3,5 dan 8,5.
Sterilisasi Pada larutan yang digunakan untuk mata yang luka, sterilitas adalah
yang paling penting. Sediaan steril dalam wadah khusus untuk penggunaan
perorangan pada pasien harus tersedia pada setiap rumah sakit atau instalasi lain yang
melakukan perawatan mata karena kecelakaan atau pembedahan mata. Metode untuk
mencapai sterilitas terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut (seperti yang
tertera pada Sterilisasi dan Jaminan Sterilitas Bahan Kompendia <1371>). Jika
memungkinkan, penyaringan dengan penyaring membran steril secara aseptik
merupakan metode yang lebih baik. Jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasan tidak

mempengaruhi stabilitas sediaan, sterilisasi obat dalam wadah akhir dengan otoklaf
juga merupakan metode yang baik
TEKNIK STERILISASI
Menurut WHO dalam Annex 6 (Good Manufacturing Practices For Sterile
Pharmaceutical Products) Teknik sterilisasi dibagi menjadi 2 cara, yaitu sterilisasi
akhir (sterilisasi dengan panas basah dan panas kering, sterilisasi dengan gas,
sterilisasi dengan radiasi) dan Proses aseptis dan sterilisasi dengan filtrasi.
Bila suatu produk dimaksudkan untuk menjadi steril, maka harus disterilisasi
dengan panas dalam wadah akhir mereka. Bilamana tidak mungkin untuk
melaksanakan sterilisasi akhir dengan pemanasan akibat ketidakstabilan formulasi
atau ketidakcocokan jenis wadah (misalnya botol tetes mata plastik), keputusan harus
diambil untuk menggunakan metode alternatif sterilisasi akhir berikut yaitu filtrasi
dan / atau proses pengolahan aseptik. Sterilisasi dapat dicapai dengan menggunakan
panas lembab atau kering, dengan penyinaran dengan radiasi pengion (Dengan
catatan bahwa iradiasi ultraviolet biasanya bukan merupakan metode yang dapat
diterima untuk sterilisasi), dengan etilen oksida (atau agen sterilisasi gas lain yang
sesuai), atau dengan penyaringan dengan aseptik mengisi wadah akhir steril. Setiap
metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Bila memungkinkan dan praktis,
sterilisasi panas adalah metode pilihan. Dalam hal apapun proses sterilisasi harus
sesuai dengan kewenangan pemasaran dan manufaktur.
Tujuan dari proses aseptis adalah untuk mempertahankan sterilitas produk yang
dibuat dari komponen-komponen yang masing-masing telah disterilisasi sebelumnya
dengan menggunakan salah satu cara dari metode yang ada. Kondisi operasional
hendaklah dapat mencegah kontaminasi mikroba. Untuk menjaga sterilitas komponen
dan produk selama proses aseptis, perhatian perlu diberikan pada : lingkungan;
personil;
permukaan yang kritis;
sterilisasi wadah/ tutup dan prosedur
pemindahannya; waktu tunggu maksimum bagi produk sebelum pengisian ke dalam
wadah akhir; dan filter untuk sterilisasi.
Untuk larutan dan cairan yang tidak dapat disterilkan dalam wadah akhir dapat
disaring melalui suatu filter steril ukuran pori nominal 0,22 mikron (atau kurang),
atau dengan setidaknya setara dengan ukuran dimana mampu menahan lolosnya
mikroorganisme, ke dalam wadah yang disterilkan sebelumnya. Filter tersebut dapat
menghilangkan bakteri dan jamur, tetapi tidak semua virus atau mikoplasma.
Dianjurkan dua kali filtrasi dengan menggunakan dua filter dengan ukuran pori
nominal 0,22 m. Pertimbangan harus diberikan untuk melengkapi proses filtrasi
dengan pemberian panas. Filtrasi saja tidak dianggap cukup ketika sterilisasi dalam
wadah akhir memungkinkan. Metode yang tersedia saat ini, sterilisasi uap lebih
disukai.
FARMAKOLOGI ZAT AKTIF
Gentamisin merupakan antibiotik aminoglikosida dan memiliki aktivitas sebagai
bakterisidal melawan bakteri aerob gram-negatif dan melawan beberapa galur
Staphylococcus. Berbagai jenis bakteri gram-negatif antara lain Brucella,
Calymmatobacterium, Campylobacter, Citrobacter, Escherichia, Enterobacter,
Francisella, Klebsiella, Proteus, Providencia, Pseudomonas, Serratia, Vibrio, and
3

Yersinia. Mekanisme aksi berupa menghambat sintesis protein pada bakteri dengan
mengikat 30S subunit ribosom secara irreversible. Efek samping penggunaan
gentamisin secara topikal adalah reaksi hipersensitivitas.
Absopsi terjadi pada aqueous humor, absorpsi Gentamisin sangat baik saat kornea
mengalami luka/robek. Pemberian Gentamisin secara sistemik dapat menembus
plasenta dan distribusi ke dalam ASI.
II.

TI NJAUAN KEPUSTAKAAN
a. Zat Aktif

Gentamisin Sulfat
Sifat fisika
kimia
FI. V hlm. 481
-482
Pemerian:
Serbuk; putih
sampai
kekuningkuningan
Kelarutan: Larut
dalam air; tidak
larut dalam
etanol, aseton,
kloroform, eter
dan benzene
OTT :
Amfoterisin,
sefalosporin,
eritromisin,
heparin,
penisilin,
ampisilin,
sodium
bikarbonat
*menurunkan

Stabilitas
Martindale
ed.36 hlm. 284

Rata-rata ada
16% potensi
kerugian dari
gentamisin sulfat
dari larutan yang
mengandung 10
dan 40 mg / mL
bila disimpan
pada 4 atau 25
dalam jarum
suntik plastik
sekali pakai
selama 30 hari,
dan terbentuk
beberapa endapan
coklat.

Cara sterilisasi

USP 35 hlm.
2012
Filtrasi (Aseptis)

Khasiat dan
Dosis
Martindale
ed.36 hlm. 284
Drug
Information 2010
hlm. 2829
Khasiat: Sebagai
Antibakteri,
Antibiotik
golongan
aminoglikosida.
Pengobatan
akibat infeksi
pada mata yang
disebabkan oleh
bakteri gram
negatif

Cara
penggunaan
Drug
Information
2010 hlm. 2829
Tetes mata
1 atau 2 tetes
pada mata yang
terinfeksi setiap
4 jam

Dosis: 0,3% pada


penggunaan
secara topikal
seperti mata dan
telinga.

potensi
gentamisin
pH: antara 3,5
dan 5,5
pH sediaan: 6,5
dan 7,5
b. Zat Tambahan
Benzalkonium klorida
Sifat fisika
Stabilitas
kimia
FI. V hlm. 211
Handbook of
Handbook of
Pharmaceutical
Pharmaceutical
Excipients 6th
Excipients 6th
hlm. 57
hlm. 56
Pemerian: Gel
higroskopis,
kental atau
dipengaruhi oleh
potongan seperti cahaya, udara dan
gelatin; putih
logam.
atau kekuningan.
Biasanya berbau
aromatic lemah.
Larutan dalam air
berasa pahit, jika
dikocok sangat
berbusa dan
biasanya sedikit
alkali.
Kelarutan:
Sangat mudah
larut dalam air
dan dalam etanol;
bentuk anhidrat
mudah larut
dalam benzen
dan agak sukar

Handbook of
Pharmaceutical
Excipients 6th
hlm. 57

Kegunaan dan
Konsentrasi
Handbook of
Pharmaceutical
Excipients 6th
hlm. 56

Otoklaf suhu
1210C , selama
15 menit

Kegunaan:
Pengawet
antimikroba

Cara Sterilisasi

Konsentrasi:
0,01-0,02% b/v.

Alasan
pemilihan

Wadah tetes
mata digunakan
untuk dosis
ganda maka
untuk
mencegah
bekembang atau
masuknya
mikroorganisme
kedalam
sediaan selama
proses
penyimpanan.
Benzalkonium
klorida dipilih
karena
merupakan
pengawet yang
efektif

larut dalam eter.


pH : 5-8
Aqua pro injeksi
Sifat fisika kimia
FI. V hlm. 57
Pemerian: Cairan
jernih, tidak berwarna;
tidak berbau.

III.

Sterilisasi
Kegunaan
Martindale ed. 36
FI. V hlm. 57
hal. 2414
Dididihkan selama 30 Kegunaan: Pelarut
menit

Alasan pemilihan
karena air untuk
injeksi bebas dari
logamlogam yang
lebih aman digunakan
pada mata.

RANCANGAN FORMULA
Formula Rujukan

Drug Information 88 hal 1513


Gentamisin sulfat 0,3%
Martindale ed.36 hal. 284
Gentamisin sulfat 0,3%
Formula yang digunakan :
-

Gentamisin SO4

0,3 %

Benzalkonium klorida

0,02 %

Aqua Steril

ad 10 ml

LATAR BELAKANG PENETAPAN FORMULA


Tetes mata Gentamisin dipilih karena merupakan antibakteri utama untuk pengobatan
infeksi yang disebabkan oleh gram negative dan memiliki potensi tinggi. Jika
dibandingkan dengan streptomisin dan kanamisin yang berasal dari golongan yang sama
(aminoglikosid) efek sampingnya lebih ringan. Gentamisin digunakan dalam bentuk
garamnya, yaitu gentamisin sulfat dipilih karena kelarutannya lebih baik dalam air.
Tetes mata Gentamisin Sulfat yang dibuat dengan konsentrasi sebesar 0,3% ini ditujukan
untuk mengobati konjungtivitis (radang selaput ikat mata), blefaritis (radang kelopak
mata), blefarokonjungtivitis (radang kelopak dan selaput ikat mata), keratitis (radang
selaput kornea mata), kerato konjungtivitis (radang kornea dan selaput ikat mata),

episkleritis (radang sclera), dakrosistitis (radang kantung air mata), ulkus kornea, rongga
mata yang terinfeksi
Gentamisin sulfat bersifat larut dalam air sehingga pelarut yang digunakan adalah air.
Dipilih dosis 0,3% sesuai dengan dosis dari literatur untuk larutan tetes mata.
Benzalkonium klorida 0,01% digunakan sebagai pengawet karena sediaan tetes mata
dibuat dalam dosis ganda sehingga dikhawatirkan terjadi kontaminasi mikroba. Sediaan
akan disterilisasi akhir dengan cara filtrasi (teknik aseptis) karena Gentamisin sulfat tidak
tahan terhadap pemanasan.

IV.

PERHITUNGAN & PENIMBANGAN


Volume total
V x N + (10-30%)
10 x 2 + (30%) = 26 ml

o Gentamisin SO4

: 0,3 / 100 x 26 ml = 0,0780 g

o Benzalkonium Klorida

: 0,02 / 100 x 26 ml = 0,0052 g 5,2 mg

Pengenceran benzalkonium klorida


Ditimbang 10 mg benzalkonium klorida
Ditambahkan aqua p.i ad 10 ml
Bagian yang diambil = 5,2 mg/10 mg x 10 ml = 5,2 ml = (5 ml + 4 tetes)
o Aqua Steril

ad 26 ml

PENIMBANGAN
Nama Bahan

Bobot (gram)
Praktek

Teoritis

Gentamisin Sulfat

0,0780

0,0810

Benzalkonium Klorida

0,0100

0,0120

Aqua P.I.

Ad 26 ml

Ad 26 ml

V.

CARA PEMBUATAN
PRINSIP : TEKNIK ASEPTIS
1. Botol tetes mata dikalibrasi sebesar 10 ml dan beaker gelas dikalibrasi sebesar
26 ml, diberi tanda.
2. Alat-alat dan botol tetes mata disterilisasi sesuai dengan cara sterilisasi yang
tertera pada masing masing monografi.
3. Dibuat aqua pro injeksi, dengan cara didihkan aqua dan diamkan selama 30
menit, kemudian didinginkan.
4. Ditimbang masing-masing bahan.
5. Gentamisin sulfat dilarutkan dalam Aqua P.I. secukupnya ad larut.
6. Benzalkonium klorida diencerkan dalam Aqua P.I. dengan cara :
Larutkan 10 mg benzalkonium klorida dalam Aqua P.I. ad 5 ml, kemudian
diambil 5,2 ml (5 ml + 4 tts).
7. Benzalkonium klorida disterilisasi dengan cara Otoklaf suhu 1210C, selama 15
menit.
8. Semua bahan-bahan yang telah steril dibawa masuk ke ruang LAF (Laminar
Air Flow).
9. Dilakukan sterilisasi akhir dengan teknik aseptis, Gentasmisin sulfat dan
Bezalkonium klorida difiltrasi (DISPENSASI : filtrasi menggunakan kertas
saring biasa).
10. Tambahkan Aqua P.I. sampai mendekati tanda batas 26 ml, campuran
dihomogenkan.
11. pH larutan dicek dengan pH universal.
12. Ditambahkan Aqua P.I. ad 26 ml, dihomogenkan.
13. Larutan dimasukkan ke dalam botol tetes ad tanda, ditutup.
14. Dilakukan evaluasi.
15. Sediaan dimasukkan dalam dus, diberi etiket dan brosur, kemudian
diserahkan.
a. CARA STERILISASI ALAT & BAHAN

Alat & Bahan


yang digunakan

Aqua P.I.
Gentamisin
Sulfat

Paraf Asisten
Cara sterilisasi

Pustaka

Waktu
mulai

Dididihkan selama
30 menit.

FI III hlm 114

11.50

Filtrasi
(DISPENSASI :
filtrasi
menggunakan

Paraf

Waktu
akhir

Paraf

12.20

USP 35 hlm
2012

kertas saring biasa)


di ruang LAF.
Otoklaf 121 0C, 15
menit.

Handbook of
Pharmaceutical
Excipients 6th
hlm 57

Oven 150 0C, 1


jam.

FI III hlm 18

10.55

11.55

Gelas ukur,
kertas saring.

Otoklaf 121 0C, 15


menit.

FI III hlm 18

11.35

11.50

Karet pipet tetes,


karet tutup botol
tetes mata.

Digodok air
mendidih, 30 menit.

10.50

11.25

Batang
pengaduk,
spatula, pinset,
kaca arloji,
penjepit besi,
cawan.

Direndam alkohol,
30 menit.

10.10

10.40

Sterilisasi
sediaan akhir

Teknik Aseptis
Filtrasi
(DISPENSASI :
filtrasi
menggunakan
kertas saring biasa)
di ruang LAF.

Benzalkonium
klorida
Botol tetes mata,
beaker glass,
erlenmeyer,
corong gelas,
pipet tetes.

VI.

USP 35 hlm
2012

EVALUASI
A. In Process Control
1) Uji pH ( FI IV hal 1039-1040 )
Menggunakan pH universal
2) Uji Kejernihan (Lachman hal. 1355)
Produk dalam wadah diperiksa di bawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang terhadap reflek mata, berlatar belakang hitam dan putih, dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
9

Syarat : Semua wadah diperiksa secara visual dan bahan tiap partikel yang
terlihat dibuang. USP menetapkan batas 50 partikel 10 m dan lebih besar,
serta 5 partikel 25 m dan lebih besar per ml
B. Quality Control
1) Uji Kejernihan (Lachman hal. 1355)
Produk dalam wadah diperiksa di bawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang terhadap reflek mata, berlatar belakang hitam dan putih, dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat : Semua wadah diperiksa secara visual dan bahan tiap partikel yang
terlihat dibuang. USP menetapkan batas 50 partikel 10 m dan lebih besar,
serta 5 partikel 25 m dan lebih besar per ml
2) Uji Keseragaman Volume (FI IV, hal. 1044)
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman
volume secara visual.
3) Uji Sterilitas dengan Tehnik Penyaringan (FI IV hal 861)
Bersihkan permukaan luar botol dan tutup botol dengan bahan
dekontaminasi yang sesuai.
Untuk cairan 100 ml sampai 500 ml, pindahkan secara aseptik seluruh isi
tidak kurang dari 40 wadah melalui tiap penyaring dari dua rakitan penyaring,
atau tidak kurang dari 20 wadah bila digunakan satu rakitan penyaring.
Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring melalui bantuan pompa
atau tekanan.
Secara aseptik pindahkan membran dari alat pemegang, potong menjadi
setengah bagian (jika hanya menggunakan satu), celupkan membran atau
setengah bagian membran, ke dalam 100 ml media inkubasi lalu inkubasi pada
suhu yang sesuai selama tidak kurang dari 7 hari.
4) Uji Penetapan kadar (FI. V hlm 482-485)
Tetes Mata Gentamisin Sulfat adalah larutan gentamisin sulfat steril yang
didapar dan mengandung pengawet. Mengandung tidak kurang dari 90,0%
dan tidak lebih dari 135,0% gentamisin dari jumlah yang tertera pada etiket.
Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi seperti
tertera pada Kromatografi <931>.
Larutan o-ftaldehida Larutkan 1,0 g o-ftaldehida P dalam 5 ml metanol P,
tambahkan 95 ml larutan asam borat 0,4 M yang sebelumnya telah ditambah
dengan kalium hidroksida 8 N sampai pH 10,4, kemudian tambahkan 2 ml
asam tioglikolat P. Atur pH larutan hingga 10,4 menggunakan kalium
hidroksida 8 N.
Fase gerak Buat campuran 700 ml metanol P, 250 ml air dan 50 ml asam
asetat glasial P. Larutkan 5 g natrium-1-heptansulfonat P dalam campuran
tersebut. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut Kesesuaian sistem seperti
tertera pada Kromatografi <931>.
Larutan baku Timbang saksama sejumlah Gentamisin Sulfat BPFI, larutkan
dalam air hingga kadar lebih kurang 0,65 mg per ml. Masukkan 10 ml larutan
ini ke dalam tabung reaksi yang sesuai, tambahkan 5 ml isopropanol P dan 4

10

ml Larutan o-ftaldehida, campur, tambahkan isopropanol P hingga 25 ml.


Panaskan pada 60 di atas tangas air selama 15 menit, dinginkan.
Larutan uji Lakukan seperti tertera pada Larutan baku menggunakan zat uji.
Sistem kromatrografi Lakukan seperti tertera pada Kromatografi <931>.
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 330 nm dan
kolom 5 mm x 10 cm berisi bahan pengisi L1 dengan ukuran partikel 5 m.
Laju alir lebih kurang 1,5 ml per menit. Lakukan kromatografi terhadap
Larutan baku, rekam kromatogram dan ukur respons puncak seperti tertera
pada Prosedur. Faktor kapasitas yang ditentukan dari puncak gentamisin C1
antara 2 dan 7, efisiensi kolom yang ditentukan dari puncak gentamisin C2
tidak kurang dari 1200 lempeng teoritis: resolusi, R, antara setiap dua puncak
tidak kurang dari 1,25 dan simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang
tidak lebih dari 2,0%.
Prosedur [Catatan Gunakan tinggi puncak jika disebutkan respons puncak]
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 l) Larutan
baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur
respons puncak utama. Urutan eluasi adalah gentamisin C1, gentamisin C1a,
gentamisin C2a dan gentamisin C2. Hitung persentase kandungan gentamisin
C1, gentamisin C1a, gentamisin C2a dan gentamisin C2 dengan rumus:

rf adalah respons puncak gentamisin tertentu; rs adalah jumlah respons


keempat puncak. Kandungan gentamisin C1 antara 25% dan 50%, kandungan
gentamisin C1a antara 10% dan 35%, jumlah kandungan gentamisin C2a dan
gentamisin C2 adalah antara 25% dan 55%.
Tabel Hasil Evaluasi
a. In Process Control
Evaluasi
Uji pH
Uji Kejernihan
b. Quality Control
Evaluasi

Pustaka
FI IV hal 1039-1040
Lachman hal. 1355

Hasil
5,5
Jernih

Pustaka

Hasil
Tidak Seragam

Uji Keseragaman Volume

FI IV hal. 1044

Uji Kejernihan

Lachman hal. 1355

Uji sterilisasi dengan


teknik penyaringan

FI IV hal. 861

(bentuk botol berbeda)


Jernih
Dispensasi (penyaringan
menggunakan kertas
saring biasa)
11

Uji Penetapan Kadar


(dengan cara
Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi)

VII.

FI IV hal. 482-485

Dispensasi (tidak ada alat


di laboratorium)

PEMBAHASAN

1. Pada praktikum ini, bahan aktif yang digunakan adalah Gentamisin Sulfat. Gentamisin
Sulfat mudah terurai oleh pemanasan. Oleh karena itu diperlukan perlakuan tertentu
untuk menjaga stabilitas, yaitu menggunakan wadah sediaan yang tidak tembus cahaya
serta menggunakan metode filtrasi untuk sterilisasi sediaan. Setiap pengerjaan sediaan
steril, harus dilakukan teknik aseptis. Semua alat disterilisasi terlebih dahulu sebelum
digunakan sesuai cara sterilisasi masing-masing, begitu juga dengan bahan yang tahan
terhadap pemanasan, juga harus disterilisasi sebelum dibuat sediaan.
2. Sediaan obat tetes mata yang dibuat adalah multiple dose sehingga memungkinkan
terjadinya kontaminasi bakteri selama pemakaian dan penyimpanan sediaan. Untuk
mengantisipasi kontaminasi tersebut maka perlu ditambahkan bahan pengawet, yang
terpilih adalah benzalkonium klorida.
3. Volume sediaan yang dibuat adalah 10 ml. Pada umumnya, volume sediaan tetes mata
tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan jaminan sterilitas sediaan tetes mata multiple
dose hanya sekitar satu bulan. Jika lebih lama dari itu, dikhawatirkan telah banyak
mikroorganisme yang mengkontaminasi sediaan sehingga akan menimbulkan efek
yang tidak diinginkan.
4. Untuk menguji sterilitas sediaan tetes mata yang telah dibuat maka dapat dilakukan
beberapa uji evaluasi, diantaranya, uji sterilitas, uji kejernihan, cek pH dan volume
sediaan akhir, serta penetapan kadar. Namun karena keterbatasan waktu dan alat,maka
uji sterilitas dan penetapan kadar tidak dilakukan.
5. Sedian tetes mata harus bebas dari parikel-partikel yang tidak larut, seperti benda
asing, terjadinya pengendapan atau pertumbuhan mikroorganisme. Uji kejernihan
dilakukan secara visual dengan segala keterbatasan indera penglihatan dan partikelpartikel yang berukuran mikro. Dalam sediaan obat tetes mata yang diproduksi terlihat
tidak adanya partikel bahan aktif maupun bahan tambahan yang tidak larut.
6. pH sediaan tetes mata harus isohidri dengan pH cairan mata, yaitu 7.0 7.4. Hal ini
sangat penting untuk menetralisasi bahan kimia menjadi pH netral untuk menghindari
iritasi pada mata. Namun sangat jarang dijumpai bahan aktif yang stabil pada pH
tersebut. Pada evaluasi cek pH, diperoleh pH sediaan sebesar 5,5 dengan
menggunakan indikator universal. Menurut monografi sediaan tetes mata gentamisin
memiliki pH 6,5 7,5.
7. Pada uji keseragaman volume, 2 wadah tetes mata yang telah terisi diperiksa secara
visual, dan didapatkan hasil volume yang secara visual tidak seragam, hal ini
disebabkan karena bentuk kedua botol tetes mata tersebut tidak sama persis, walaupun
ukuran volume botolnya sama.

12

VIII. KEMASAN (terlampir)


IX.

DAFTAR PUSTAKA
1. Charles B, Cleveland dkk. AHFS Drug Information 88: 2003.
2. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi V.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat danMakanan; 2014.
3. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi
Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press; 1994.
4. Martindale, The Extra Pharmacopoeia, 28th edition. London : The Pharmaceutical
press:1982.
5. Mc. Evory, Gerald K. 2010. American Hospital Formulary Service, Drug
Information. America Society of Hospital Pharmacist.
6. Sweetman, Sean C. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference 36th edition.
London: Pharmaceutical Press.
7. Wade Ainley dan Paul J Weller, Handbook Of Pharmaceutikal Excipients.Edisi
VI.2009
8. World Health Organization. Annex 6 WHO good manufacturing practices for
sterile pharmaceutical products. WHO Technical Report Series, No. 961, 2011

13

Anda mungkin juga menyukai