Anda di halaman 1dari 9

Nama: Tindo Esa Sari

NPM: 220110120044

KASUS 3
HIPOSPADIA
Anak A, laki-laki usia 4 tahun, dirawat di ruang bedah anak. Saat ini klien memasuki hari
ketiga post operasi uretroplasty. Operasi ini merupakan operasi kedua, enam bulan
sebelumnya klien menjalani operasi chordectomy. Orang tua mengatakan sejak lahir penis
anak terlihat bengkok, anak BAK secara jongkok, BAK tidak memancar, ibu mengatakan
sebelum hamil anak A ibu sering mengalami gangguan menstruasi dan mendapatkan terapi
hormon estrogen, dan baru menyadari dirinya hamil anak A setelah kehamilannya berusia 2
bulan. Sebelum dilakukan operasi, klien menjalankan pemeriksaan urografi yang
menunjukkan klien menderita hipospadia tipe penil dengan chordae.
Hasil pemeriksaan fisik:
Kesadaran: compos mentis
HR: 100x/menit

RR: 24x/menit

suhu: 37.50C

Klien mengeluh nyeri pada penisnya. Penis tampak kemerahan dan sudah disunat, terpasang
stent dan kateter. Klien BAK melalui kateter, namun terlihat kateter sedikit rembes dan kulit
disekitar paha agak memerah. Saat ini klien dilakukan perawatan kateter dan mendapatkan
terapi:
a.
b.
c.
d.

Ceftriaxone , intravena 2x1 gr


Ketorolac, drip 3x25 mg
Ranitidine, intravena 2x25 mg
RL 1600 cc/24 jam

DEFINISI
Hipospadia merupakan kelainan perkembangan uretra anterior dimana muara uretra
terletak ektopik pada bagian ventral penis proksimal hingga glans penis. Muara uretra dapat
pula terletak pada skrotum atau perineum, dan semakin ke proksimal defek uretra maka penis
akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk curvature yang disebut chordae
(Baskin, 2006). Chordae terbentuk karena adanya perbedaan perkembangan antara jaringan
dorsal yang normal dengan jaringan ventral yang terhambat sehingga penis melengkung ke
bawah.
Pada hipospadia didapatkan tiga kelainan anatomi dari penis yaitu meatus uretra
terletak di ventral, terdapat korde, dan distribusi kulit penis di ventral lebih sedikit dibanding
di distal.

ETIOLOGI
Secara embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan penutupan yang sempurna pada
bagaian ventral lekuk uretra. Difesiensi uretra pada penis bergantung pada androgen
dihidrotestosteron (DHT). Oleh karena itu, hipospadia dapat disebabkan oleh defisiensi
produksi testosteron (T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat, atau defisiensi lokal
pada pengenalan androgen (kekurangan jumlah atau fungsi reseptor androgen).
Resiko kejadian berulang pada saudara kandung adalah 12%. Jika bapak dan anak lakilakinya terkena maka resiko untuk anak laki-laki berikutnya adalah 25%.
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang berpengaruh pada kejadian kelainan kongenital sistem urogenital pada
neonatus diantaranya:
1. Infeksi Intrauterin
Ketika infeksi-infeksi seperti virus (rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks,
varisela-zoster), sifilis dan toksoplasmosis, menyerang ibu hamil, dapat menyebabkan
kerusakan pada saluran urinarius. Infeksi pada awal kehamilan dapat menyebabkan
denervasi struktur janin dan mengakibatkan lahir cacat, sebagai akibat dari sifat
neurotropik organisme.
2. Obat-obatan
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital
pada bayinya.
3. Usia ibu
Usia ibu dapat menjadi indikator faktor biologis intrinsik dan riwayat reproduksi
sebelumnya (termasuk paritas) atau faktor ekstrinsik, seperti pendidikan, gizi status
atau pengaruh sosial dan perilaku. Jika risiko usia ibu terkait dengan faktor-faktor
ekstrinsik daripada faktor biologis intrinsik, mereka diharapkan untuk dapat merubah
baik geografis dan waktu. Risiko dapat berhubungan dengan paparan saat ini atau
masa lalu. Ibu lanjut usia mungkin juga dikaitkan dengan risiko diferensial
peningkatan keguguran janin yang terkena.
4. Gizi ibu
Malnutrisi menyeluruh pada ibu tampaknya menyebabkan retardasi pertumbuhan
intrauterin dan sedikit bukti menunjukkan bahwa malnutrisi berat pada ibu dapat
mengakibatkan retardasi pertumbuhan permanen pada sejumlah keturunan. Ibu yang
vegetarian selama kehamilan memiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan
anak laki-laki dengan hipospadia atau kelainan pada penis.
5. Riwayat obstetrik
Seorang anak yang dilahirkan dari ibu yang mempunyai siklus menstruasi yang
memanjang ( >1 minggu), berisiko menderita kelainan kongenital sistem urogenital.
Begitu pula dengan anak yang dilahirkan dari ibu yang memiliki siklus menstruasi
yang tidak teratur. Dan seorang anak yang ibunya memiliki riwayat obstetrik buruk,
yaitu pada kehamilan sebelumnya mengalami keguguran, lahir mati, kematian
perinatal, kelahiran prematur dan lahir cacat akibat asfiksia neonatal, berisiko

menderita kelainan kongenital sistem urogenital dibandingkan yang tidak memiliki


riwayat obstetrik buruk. Temuan ini mengindikasikan bahwa siklus menstruasi ibu
dan riwayat obstetrik buruk juga merupakan faktor risiko kelainan kongenital sistem
urogenital.
6. Penyakit yang diderita ibu
Meskipun tidak selalu harus berasal dari lingkungan, faktor yang mengubah
metabolisme ibu atau yang mempengaruhi potensi reproduksi perempuan dapat
dianggap mengubah lingkungan janin intrauterin.
7. Prematur
Menurut WHO 1961, bahwa usia hamil sebagai kriteria untuk bayi prematur adalah
yang lahir sebelum 37 minggu dengan berat lahir dibawah 2500 gram. pada bayi lahir
kurang bulan/preterm/prematur pematangan organ-organ belum sempurna, sehingga
tingkat kecacatan dan kematian saat lahir tinggi.
8. Mutasi Gen
Mutasi gen memainkan peran penting dalam perkembangan urogenital dan gonad.
KLASIFIKASI
Klasifikasi hipospadia menurut Barcat (1973) berdasarkan letak ostium uretra eksterna
maka hipospadia dibagi 5 tipe yaitu :

Anterior ( 60-70 %)
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Meatus terletak pada
pangkal glands pens. Kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu
tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
o

Hipospadia tipe gland : lubang kencing sudah berada pada kepala penis hanya
letaknya masih berada di bawah kepala penisnya

Hipospadia tipe corona : lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis
(cekungan kepala penis)

Middle (10-15%)

Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal peniledan pene-escrotal. Meatus terletak
antara glads penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak
adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau
glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah
secara bertahap, megingat kulit bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada

bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan
bedah selanjutnya.
Hipospadia tipe penil : lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari

batang penis

Posterior (20%)

Posterior terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis
akan terganggu, kadang disertai dengan skrotumbifida. meatus uretra terbuka lebar dan
umumnya testis tudak turun.
o Hipospadia tipe penoscrotal : lubang kencing terletak diantara buah zakar (skrotum)
dan penis
o Hipospadia tipe scrotal: lubang kencing berada tepat di bagian depan buah zakar
(skrotum)
o Hipospadia tipe perineal : lubang kencing berada diantara anus dan buah zakar
(skrotum)

MANIFESTASI KLINIS
-

Kencing tidak memancar

Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian ventral
menyerupai meatus uretra ekternus.

Preputium tidak ada di bagian ventral, menumpuk di bagian dorsal.

Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
ke distal sampai basis glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar. Sehingga
penis jadi bengkok.

Kulit penis di bagian ventral, distal dari meatus sangat tipis.


Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada.
Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada basis dan glans penis.
Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
Sering disertai undescended testis.
Kadang disertai kelainan konginetal pada ginjal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi
Merupakan pemeriksaan yang non invasif pada bayi baru lahir untuk mengetahui
kelainan pada ginjal dan pelvis serta massa abdomen lainnya dan dapat dilakukan
walau bayi dalam keadaan sakit berat. Dari pemeriksaan USG ini dapat diketahui ada
tidaknya ginjal, melihat ukuran ginjal, serta posisinya dan mengetahui adanya massa
kistik atau solid, hidronefrosis, ginjal yang kistik atau tumor ginjal, agenesis ginjal,
hipoplasia ginjal dan kelainan obstruksi traktus urinarius.
2. Pemeriksaan voiding cysturograph
Untuk melihat kandung kemih dan uretra, apakah ada refluks vesikoureter.
3. Pemeriksaan excretory urography
Untuk melihat lebih rinci traktus urinarius bagian atas.
PENATALAKSANAAN
Tujuan fungsional terapi hipospadia adalah:
1. Kosmetik penis, sehingga fungsi miksi dan fungsi seksual normal (ereksi lurus dan
pancaran ejakulasi kuat)
2. Penis dapat tumbuh dengan normal

Ada 2 hal pokok dalam repair hipospadia yaitu:


Chordectomi , merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat ereksi.
Chordectomi komplit dilakukan untuk mengerahkan korpora kavernosum dan
memperpanjang uretra serta membawa lubang uretra ke ujung glans.
Urethroplasty , membuat osteum urethra externa diujung gland penis sehingga
pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.

Tidak dilakukan sirkumsisi pada neonatus karena perbaikan preputium diperlukan


sumber kulit ekstra.

Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan repair hipospadia agar
tujuan operasi bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia dan besarnya penis dan ada
tidaknya chorde. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia belum
sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan operasi dan
kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan repair hipospadia sudah tercapai sebelum anak
sekolah.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling sidiq- chaula, TriersschDuplay, Dennis Brown, Cecil culp. Methode Duplay untuk repair hipospadia tipe
penil.Kulit penil digunakan untuk membuat urethroplastinya atau bisa juga digunakan
kulit scrotum. Thiersche dan Duplay melakukan suatu perbaikan dua tahap dimana tahap
pertama memotong lapisan yang menyebabkan chordee dan meluruskan penis. Beberapa
bulan selanjutnya uretra dibentuk dengan melakukan pemotongan memanjang ke bawah
pada permukaan ventral dari penis untuk membentuk sebuah uretra. Kelemahan operasi
ini bahwa tekhnik tersebut tidak memperluas uretra menuju ujung glans.Cecil
memperkenalkan tekhnik perbaikan hipospadia tiga tahap dimana pada tahap ke 2 penis
dilekatkan pada skrotum. Baru pada tahap ke 3 dilakukan pemisahan penis dan skrotum.
Penatalaksanaan Pasca Bedah:
a. Anak harus dalam posisi tirah baring hingga kateter diangkat. Perhatikan agar anak
tidak menarik kateter.
b. Bekas luka harus dijaga agar tetap bersih dan kering
c. Lakukan perawatan kateter
d. Lakukan pemeriksaan urin untuk memeriksa kandungan bakteri
e. Masukan cairan yang adekuat untuk mempertahankan aliran ginjal dan
mengencerkan toksik
f. Observasi aliran urin saat mulai mengeluarkan urin melalui uretra yang baru dibentuk.
Jika anak mengalami kesukaran dapat dilakukan mandi hangat untuk membantu anak
agar lebih rileks.
g. Berikan dukungan dan bimbingan pada orang tua. Berikan penjelasan pada orang tua
mengenai luka bekas operasi atau jika anak mengalami kesulitan untuk mengeluarkan
urin, berikan pula dorongan untuk berpartisipasi dalam perawatan.
h. Observasi komplikasi. Dapat terjadi sumbatan pada kateter. Hal ini dapat dihindari
dengan perawatan kateter setiap 4 jam dan memasukan antiseptik urinarius seperti
kotrimokazol. Juga dapat terjadi penyempitan.
Farmakologi pasca operasi:
a. Ceftriaxone : Merupakan golongan antibiotik cephalosphorine
b. Ketorolac : Untuk penatalaksanaan nyeri akut yang berat jangka pendek (<5 hari)
c. Ranitidine : Untuk mengurangi sekresi asam lambung. (anti mual)

KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul pasca operasi hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik
operasi, serta perawatan pasca operasi. Macam komplikasi yang terjadi yaitu :

Perdarahan

Perdarahan pasca operasi dapat dicegah dengan mildly compressive dressings. Dapat
terjadi hematom subkutan, namun umumnya tidak diperlukan drainase.

Infeksi
Fistel urethrokutan
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya fistula uretrokutan antara lain
devaskularisasi kulit, garis jahitan yang tegang, superposisi uretra dan garis jahitan
pada kulit, infeksi luka operasi, perforasi kulit akibat jahitan, dan tepi luka operasi
yang memisah. Fistula dapat timbul segera atau beberapa tahun setelah operasi.
Fistula yang timbul segera setelah operasi akibat dari penyembuhan lokal yang buruk,
bisa karena hematom, infeksi, dan aproksimasi yang terlalu tegang. Terkadang fistula
dapat menutup spontan dengan perawatan lokal yang agresif dan disertai diversi urine.
Striktur urethra
Tempat yang paling sering mengalami pembentukkan striktur adalah meatus
dan bagian proksimal anastomosis. Pada umumnya, kasus penyempitan
meatus dapat diatasi dengan tindakan gentle dilatation pada minggu-minggu pertama
pasca operasi. Pada keadaan tertentu, perlu dilakukan meatotomi atau
meatoplasti, terutama jika terjadi fistula proximal atau divertikula neouretral.

Meatus Stenosis
Meatus Stenosis adalah suatu kondisi dimana terjadi penyempitan lubang uretra, suatu
lubang pembuangan urine (air kencing) dari tubuh. Meatal stenosis dapat disebabkan
oleh beberapa hal, namun seringnya penyakit ini terjadi karena adanya peradangan
yang disebabkan oleh kegiatan sunat.
Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum, penyempitan
uretral dan stenosis meatus.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Subjektif :
a. Identitas pasien :
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Status
5) Pendidikan
6) Agama
7) Pekerjaan
8) No Med. Rec
9) Diagnosa Medis
10) Alamat
11) Tanggal Masuk : -

: An. A
: 4 tahun
: Laki-laki
:::::: Hipospadia tipe penil dengan chordae
:-

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada penis paca post operasi uretroplasty.

2) Riwayat kesehatan sekarang


Klien mengeluh nyeri pada penisnya. Penis tampak kemerahan dan sudah disunat,
terpasang stent dan kateter. Klien BAK melalui kateter, namun terlihat kateter
sedikit rembes dan kulit disekitar paha agak memerah
3) Riwayat kesehatan dahulu
6 bulan sebelumnya klien menjalani operasi chordectomy. Orang tua mengatakan
sejak lahir penis anak terlihat bengkok, anak BAK secara jongkok, BAK tidak
memancar,
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak Terkaji
c. Data Biologis
1) Pola Kehidupan Sehari-hari
a) Nutrisi (Tidak Terkaji)
b) Cairan dan elektrolit (Tidak Terkaji)
c) Eliminasi
Sebelum di operasi, anak BAK secara jongkok dan BAK tidak memancar
d) Istirahat dan Tidur (Tidak Terkaji)
e) Personal Hygiene (Tidak Terkaji)
2) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
b) Vital sign
TD
:
Nadi
: 100 x/ menit
Suhu
: 37,50 C
RR
: 24 x/ menit
c) Pemeriksaan menyeluruh
(1) Kepala dan Leher (Tidak Terkaji)
(2) Dada (Tidak Terkaji)
(3) Abdomen ( Tidak Terkaji )
(4) Genitalia
Inspeksi: penis tampak kemerahan dan sudah disunat
(5) Eksteremitas (Tidak Terkaji)
d. Data Psikologis
(Tidak Terkaji)
e. Data Sosial, Budaya dan Spiritual
(Tidak Terkaji)
f. Data Penunjang
Pemeriksaan Urografi: Hipospadia tipe penil dengan chordee
Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur post operasi
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau
hilang.
Intervensi:
Kolaborasi untuk pemberian ketorolac
Pantau TTV untuk melihat tingkat nyeri
Usahakan anak tidak melakukan banyak mobilisasi
Distraksi nyeri dengan membaca buku bergambar atau menonton
Monitor posisi kateter dan jangan sampai ada lipatan kateter
Atur posisi tidur anak senyaman mungkin

2. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kateter


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
Intervensi:
Kolaborasi pemberian ceftriaxone
- Pertahankan kantong drainase kateter di bawah garis kandung kemih dan
pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut
Gunakan tekhnik aseptik ketika mengosongkan kantong kateter.
Pantau urin anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi.
Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangnya 60ml/jam

DAFTAR PUSTAKA
Heffner, Linda J; Schust, Danny J. (). At a glance Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga
Medical Series
Sacharin, Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Sastrasupena H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1995: 428-435.

Anda mungkin juga menyukai