PENDAHULUAN
Konsumsi gula dunia cenderung meningkat sejalan perkembangan
populasi dan peningkatan taraf hidup terutama di negara-negara maju. Di lain
pihak, dengan alasan kesehatan, konsumen berusaha mencari pemanis yang tidak
menghasilkan kalori agar mereka tetap dapat menikmati rasa manis tanpa takut
menjadi gemuk atau menimbulkan respon glikemik (peningkatan kadar gula
darah). Industri pangan dan farmasi berlomba-lomba menciptakan pemanispemanis sintetik bebas kalori. Pemanis yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat
mengganti sukrosa (gula tebu), glukosa atau gula-gula lain yang berkalori tinggi,
mendukung usaha konsumen untuk mengontrol berat badan, menekan kadar
glukosa darah, mengurangi sedapat mungkin karies gigi yang diakibatkan
konsumsi gula, akan tetapi tetap dapat menikmati rasa manis.
Evaluasi terhadap pemanis buatan sebelum dilempar ke pasaran meliputi
mutu sensorik (rasa manis, ada tidaknya rasa pahit, ada tidaknya bau), keamanan,
pengaruhnya terhadap zat-zat lain dalam bahan pangan, stabilitas dalam proses
dan pengolahan pangan. Tren terbaru, industri pangan mulai suka menggunakan
kombinasi beberapa pemanis buatan sekaligus.
Industri pangan di Indonesia sudah lama mengenal pemanis buatan
sakarin, siklamat dan aspartam. Hanya dua yang pertama penggunaannya sangat
ketat, bahkan di negara-negara tertentu sudah dilarang. Sedangkan aspartam
banyak digunakan industri pangan Indonesia, khususnya untuk produk makanan
dan minuman diet.
Aspartam adalah bahan pemanis untuk diet yang terbuat dari senyawa
pembentuk protein. Di samping merupakan bahan pemanis rendah kalori,
aspartam juga memberikan rasa manis yang sangat menyerupai rasa manis gula.
Aspartam digunakan dalam produk-produk minuman ringan, kue, dan makanan
lainnya di lebih dari 100 negara. Namun, hingga saat ini tingkat keamanan
aspartam masih diperdebatkan.
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Aspartam
Manusia selalu menginginkan makanan dengan rasa yang manis sejak
ribuan tahun yang lalu. Lukisan gua kuno di Arana Spanyol menunjukkan gambar
seorang laki-laki neolitikum mengambil madu dari sarang lebah liar. Dari situ
dapat diambil gambaran bahwa manusia purba juga menyukai rasa manis dari
makanan untuk menunjukkan makanan apa yang aman untuk dikonsumsi. Bahkan
timbul pemikiran bahwa keinginan untuk rasa manis merupakan pembawaan sifat
dari manusia. Namun sayangnya, beberapa makanan yang secara alami memiliki
rasa manis mengandung jumlah kalori dan karbohidrat yang besar. Oleh karena
itu, pemanis buatan dikembangkan untuk memperoleh rasa manis tanpa kalori.
Pemanis buatan juga memberikan nilai lebih dalam meningkatkan rasa pada obatobatan menjadi lebih baik, memberikan pertolongan pada penderita diabetes, dan
dapat menekan biaya dalam proses pembuatan makanan dan minuman tanpa gula
murni. Pemanis buatan yang ditemukan pertama kali adalah sakarin pada tahun
1879 dan telah digunakan dalam produk pasta gigi, obat kumur, dan permen karet
tanpa gula.
Rasa manis seperti gula dari aspartam ditemukan secara tidak sengaja pada
bulan Desember 1965 oleh James Schlatter, seorang ahli kimia berkebangsaan
Amerika yang bekerja pada G. D. Searle and Co. Pada saat itu ia sedang
mengerjakan suatu proyek untuk menemukan pengobatan yang terbaru untuk
penyakit tukak lambung. Untuk mencoba obat anti tukak lambung yang baru
Schlatter menggunakan tetrapeptida (empat asam amino) yang secara normal
diproduksi di dalam lambung. Schlatter mensintesis tetrapeptida ini di dalam
laboratorium dan salah satu tahap dalam pembuatannya adalah pembentukan suatu
dipeptida sebagai senyawa intermediet. Dipeptida yang dimaksud yaitu aspartilfenilalanin metil ester (Walters, 2001).
Dalam rangkaian kerjanya, secara tidak sengaja ada sejumlah kecil
senyawa yang menempel pada jari Shalatter dan ia tidak menyadarinya. Kemudian
pada pagi hari ia menjilat jarinya untuk mengambil sebuah kertas timbang dan ia
Nama IUPAC
: N-(L--Aspartil)-L-fenilalanin-1-metilester
Wujud
Rumus Molekul
: C14H18N2O5
Massa Molekul
: 294,3 g/mol
Kerapatan
: 1,347 g/cm3
Titik Leleh
: 246-247 oC
Titik Didih
: Terdekomposisi
Kelarutan
pada produk makanan atau minuman dengan pH yang tinggi karena tidak akan
bertahan lama. Daya tahan aspartam dalam panas dapat ditingkatkan dengan
mencampur atau membungkus aspartam dalam lemak atau maltodekstrin.
Kelarutan aspartam dalam air tergantung pada pH dan temperatur.
Kelarutan maksimum aspartam dalam air adalah pada pH 2,2 (20 mg/ml suhu
25oC) dan kelarutan minimum aspartam adalah pada pH 5,2 (13,5 mg/ml suhu
25oC). Aspartam sangat stabil dalam bentuk kering, yaitu pada suhu 25 oC
aspartam tidak akan terdekomposisi. Pada pemanasan dengan suhu 105oC selama
100 jam jumlah aspartam berkurang sebanyak 5%. Sedangkan pada pemanasan
dengan suhu 120oC selama 80 jam jumlah aspartam berkurang sebanyak 50%.
Dalam bentuk larutan, aspartam paling stabil pada pH 4,3 dengan daya
tahan selama 300 hari pada suhu ruang. Kestabilan aspartam masih dikatakan baik
pada kisaran pH 3 5. Apabila disimpan pada suhu sekitar 30oC 80oC aspartam
akan langsung terdegradasi menjadi diketopiperazin. Pada pH dibawah 3,4
dipeptida pada aspartam akan terhdrolisis, sedangkan pada pH di atas 5 siklisasi
terjadi dengan terbentuknya senyawa diketopiperazin. Kedua kasus tersebut dapat
menyebabkan penurunan daya manis aspartam (Wahlen, 1996).
lainnya adalah terletak pada rantai sampingnya. Karakeristik lain dari asam
amino adalah kemampuan untuk membentuk konfigurasi molekul yang
berbeda yang biasa disebut dengan isomer. Isomer ini ditandai dengan huruf
L dan D. Aspartam hanya terbuat dari isomer L, L. Tidak ada kombinasi
isomer yang lain yang dapat memberikan rasa manis. Rasa manis pada
aspartam tidak dapat diprediksi dari senyawa pembentuknya. L-asam aspartat
mempunyai rasa yang datar dan L-fenilalanin mempunyai rasa yang pahit.
Namun walaupun begitu, ketika dua senyawa tersebut secara kimia digabung
dan dengan sedikit modifikasi pada L-fenilalanin, rasa manis dapat diperoleh.
Asam aspartat adalah satu dari asam amino yang memiliki rantai
samping yang bermuatan. Rantai samping yang bermuatan pada asam aspartat
adalah CH2-COOH. Ketika berada dalam air, gugus ini akan terionisasi dan
menjadi bermuatan negatif. Fenilalanin mempunyai gugus non-polar, rantai
samping hidrofobik yang tidak dapat larut dalam air. Yaitu gugus fenil yang
terikat pada rantai utama asam amino melalui gugus CH 2. Sebelum sintesis
aspartam dilkukan, fenilalanin direaksikan dengan metanol. Reaksi ini
menambah gugus metil pada fenilalanin dengan molekul oksigen sebagai
penghubung, sehingga senyawa tersebut dikonversi menjadi suatu metil ester.
Metanol yang digunakan pada sintesis ini memiliki struktur kimia CH 3OH.
Metanol adalah bahan kimia yang umum dan digunakan secara luas oleh ahli
kimia organik untuk berbagai macam sintesis kimia.
2.
Proses Produksi
Walaupun komponen aspartam yaitu asam aspartat, fenilalanin, dan
metanol terdapat di alam, namun aspartam itu sendiri tidak terbentuk secara
alami. Oleh karena itu, aspartam harus diproduksi melalui beberapa proses.
Aspartam dapat dibuat melalui proses fermentasi, sintesis, dan pemurnian
(Romanowski, 2010).
a. Fermentasi
Fermentasi secara langsung dapat menghasilkan asam amino yang
diperlukan dalam proses pembuatan aspartam. Dalam proses ini diperlukan
bakteri spesifik penghasil asam amino dalam jumlah yang besar. Setelah
melalui serangkaian proses selama tiga hari, asam amino dipanen dan bakteri
dimusnahkan. Urutan kerjanya adalah sebagai berikut:
Untuk memulai proses fermentasi, sampel yang berasal dari biakan murni
bakteri diletakkan dalam sebuah tabung reaksi yang berisi nutrisi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Setelah inokulasi awal ini, bakteri
mulai dikembangbiakkan. Ketika populasinya sudah cukup banyak,
bakteri tersebut dipndahkan ke dalam tangki bibit. Spesies bakteri yang
digunakan untuk membuat L-asam apartat dan L-fenilalanin secara
berturut-turut adalah B. flavum dan C. glutamicum.
Tangki bibit menyediakan kondisi lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhan bakteri yang lebih banyak. Tangki bibit tersebut diisi dengan
bahan-bahan yang dapat membuat bakteri tumbuh subur, yaitu air hangat
dan karbohidrat seperti gula tebu, glukosa, atau sukrosa. Dalam tangki
juga diisi dengan sumber karbon seperti asam asetat, alkohol atau
hidrokarbon, dan sumber nitrogen seperti amonia cair atau urea. Bahanbahan tersebut dibutuhkan oleh bakteri untuk mensintesis asam amino
yang diinginkan dalam jumlah yang besar. Selain bahan-bahan utama
tersebut dibutuhkan juga vitamin, asam amino, dan nutrien lain dalam
jumlah yang kecil. Tangki bibit dilengkapi dengan sebuah mixer, yang
dapat mempertahankan madia pertumbuhan agar tetap bergerak, dan
sebuah pompa untuk memberikan udara yang bersih. Ketika jumlah
bakteri sudah cukup banyak, isi dari tangki bibit dipompa/dipindahkan ke
dalam tangki fermentasi.
Tangki fermentasi pada dasarnya adalah tangki bibit dalam bentuk yang
lebih besar. Tangki ini juga diisi dengan media pertumbuhan yang sama
dengan tangki bibit dan juga menyediakan lingkungan yang sempurna
untuk pertumbuhan bakteri. Disini bakteri dibiarkan tumbuh dan
menghasilkan asam amino dalam jumlah besar. Larutan amonia
ditambahkan ke dalam tangki jika diperlukan, karena kontrol pH
merupakan bagian yang vital untuk pertumbuhan bakteri.
Ketika telah dihasilkan asam amino dalam jumlah yang cukup, isi dari
tangki fermentasi dikeluarkan sehingga proses isolasi dapat dimulai.
Proses ini dimulai dengan menggunakan pemisah sentrifugal, yang dapat
mengisolasi bakteri penghasil asam amino dalam jumlah besar. Asam
amino yang diinginkan kemudian dipisahkan dan dimurnikan dengan
menggunakan kolom penukar ion. Dari kolom ini, asam amino dipompa ke
dalam sebuah tangki kristalisasi kemudian ke dalam suatu pemisah kristal.
Asam amino tersebut kemudian dikeringkan dan disiapkan untuk proses
pembuatan aspartam selanjutnya.
b. Sintesis
Aspartam dapat dibuat melalui jalur sintesis kimia yang bervariasi.
Secara umum, aspartam dapat dibuat dengan mereaksikan fenilalanin dengan
asam aspartat dimana keduanya telah mengalami sedikit modifikasi. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Asam amino yang dihasilkan dari proses fermentasi dimodifikasi terlebih
dahulu untuk menghasilkan aspartam. Fenilalanin direaksikan dengan
metanol menghasilkan suatu senyawa yang bernama L-fenilalanin metil
ester. Asam aspartat direaksikan dengan gugus benzil untuk melindungi
gugus karboksilat pada rantai samping sehingga reaksi pembuatan
aspartam hanya terjadi pada bagian yang spesifik.
Setelah dilakukan dimodifikasi, kedua asam amino tersebut dipompa ke
dalam tangki reaktor dan dicampur dalam suhu ruang selama 24 jam. Suhu
kemudian ditingkatkan menjadi 65 oC dan dipertahankan selama 24 jam.
Reaksi ini kemudian didinginkan hingga suhu ruang. Campuran ini
kemudian dilarutkan dengan pelarut yang sesuai dan didinginkan hingga
suhu -18 oC, proses ini menyebabkan terjadinya kristalisasi. Kristal yang
terbentuk kemudian diisolasi melalui penyaringan dan pengeringan.
Kristal ini merupakan bentuk intermediet dari aspartam yang masih
membutuhkan modifikasi selanjutnya.
Bentuk intermediet ini kemudian diubah menjadi aspartam dengan cara
mereaksikannya dengan asam asetat. Reaksi ini berlangsung dalam suatu
tangki yang besar berisi larutan asam asetat, logam paladium sebagai
10
11
0,024 gram
0,018 gram
0,021 gram
0,046 gram
0,085 gram
(Sumber: Walters, 2001)
Metanol dikenal secara umum bersifat racun dalam jumlah yang besar.
Jumlah yang besar tersebut mengandung arti puluhan atau ratusan gram. Hati kita
masih dapat memetabolisme dan mengekskresikan metanol dalam jumlah yang
wajar seperti yang terdapat dalam tabel. Apabila kita meminum metanol hingga
mabuk, maka hati kita akan bekerja sangat berat sehingga dapat menyebabkan
masalah yang serius bahkan dapat menyebabkan kematian.
Fenilalanin adalah salah satu dari asam amino esensial, yang berarti
manusia harus mendapatkannya dari diet (makanan) mereka. Fenilalanin
merupakan bahan baku dalam sintesis tirosin dan beberapa neuro-transmiter.
Kelebihan fenilalanin akan dipecah menjadi fumarat dan asetoasetat, keduanya
adalah bagian dari metabolisme energi yang normal.
Manusia yang kekurangan enzim untuk mengkonversi fenilalanin menjadi
tirosin tidak dapat memetabolisme fenilalanin secara alami. Kondisi ini
dinamakan fenilketonuria, karena pada penderita fenilketonuria kelebihan
fenilalanin malah dikonversi menjadi fenilketon yang muncul dalam urin. Jika
kondisi ini tidak terdeteksi dan diberi perawatan khusus dapat menyebabkan
keterbelakangan mental. Penyakit ini merupkan penyakit genetik. Penderita
Fenilketonuria pada umumnya diturunkan dari kedua orang tuanya, tidak hanya
salah satu atau berasal dari gen homozigot. Orang yang memiliki kerusakan
genetik ini harus memantau asupan fenilalanin dalam makanannya. Karena alasan
ini, maka produk yang mengandung aspartam harus diberi label informasi berupa:
Fenilketonuria: Mengandung Fenilalanin.
E. Kontroversi Keamanan Aspartam
12
Efek Metanol
Sekitar 10% dari bobot aspartam yang dikonsumsi dilepaskan atau
dipecah sebagai metanol. Dalam tubuh, metanol diubah menjadi formaldehida
dan format. Format dalam tubuh dapat menyebabkan kebutaan dan asidosis
metabolik (Tephly dan McMartin dalam Wahlen, 1998), sedangkan metanol
bersifat racun bagi manusia apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak.
Supaya tubuh dapat mengakumulasi jumlah format yang signifikan, maka
seseorang harus mengkonsumsi 200-500 mg metanol/kg berat badan dan
jumlah tersebut setara dengan meminum 600-1700 kaleng minuman ringan
diet sekaligus.
Para peneliti telah melakukan studi untuk mengetahui apakah jumlah
metanol dalam darah meningkat secara signifikan apabila manusia
mengkonsumsi aspartam. Dalam suatu penelitian, subjek yang diberikan
asupan aspartam sebanyak 34 mg/kg berat badan tidak mengalami kenaikan
jumlah metanol dalam darah yang signifikan (Filer dan Stegink dalam
Wahlen, 1998). Penelitian yang lain menunjukkan kandungan metanol dalam
darah tidak meningkat walaupun subjek telah mengkonsumsi aspartam
sebanyak 200 mg/kg berat badan. Dalam studi jangka panjang, para peneliti
menemukan bahwa apabila manusia mengkonsumsi aspartam maka produksi
format masih dapat diseimbangkan melalui ekskresi. Jadi, jumlah format
dalam darah tidak berubah.
13
14
yang ditimbulkan oleh kombinasi jumlah asam aspartat dan glutamat dalam
tubuh.
3.
Efek Fenilalanin
Sebanyak kurang lebih 50% dari aspartam terdiri dari fenilalanin.
Senyawa kimia ini dapat menyebabkan kerusakan dan disfungsi otak bagi
manusia yang memiliki penyakit genetik fenilketonuria. Aspartam juga
diduga dapat memberikan efek yang membahayakan bagi orang yang
memiliki fenilketonuria heterozigot, yaitu gen fenilketonuria hanya berasal
dari salah satu orang tua saja. Dalam suatu percobaan, 12 orang normal (6
pria, 6 wanita) dan 8 wanita fenilketonuria heterozigot diberi asupan aspartam
sebanyak 34 mg/kg berat badan dalam suatu sajian setelah melakukan puasa.
Jumlah fenilalanin dalam darah fenilketonuria heterozigot hanya 5 M/100
ml lebih tinggi dari yang normal. Berdasarkan hasil penelitian ini,
penambahan
konsentrasi yang
kecil
fenilalanin
15
III. KESIMPULAN
Aspartam adalah bahan pemanis untuk diet yang terbuat dari fenilalanin,
aspartam, dan metanol. Aspartam 200 kali lebih manis dengan konsentrasi yang
sama dengan gula, tanpa nilai energi yang tinggi seperti gula. Rasa manis seperti
gula dari aspartam ditemukan secara tidak sengaja pada bulan Desember 1965
oleh James Schlatter, seorang ahli kimia berkebangsaan Amerika yang bekerja
pada G. D. Searle and Co. Pada saat itu ia sedang mengerjakan suatu proyek
untuk menemukan pengobatan yang terbaru untuk penyakit tukak lambung.
Aspartam apling stabil dalam keadaan kering, namun tidak tahan terhadap
panas. Dalam bentuk larutan, aspartam stabil pada kisaran pH 3-5 dalam suhu
ruang. Aspartam dimetabolisme dalam tubuh menjadi komponen-komponen
penyusunnya, yaitu asam aspartat, fenilalanin, dan metanol. Menurut FDA jumlah
konsumsi aspartam per hari maksimal 40 mg/kg berat badan. Tahun 1996 FDA
mengizinkan penggunaan aspartam untuk berbagai jenis makanan dan minuman,
namun sampai saat ini kontroversi mengenai tingkat keamanan aspartam masih
diperdebatkan oleh para ilmuwan.
16
DAFTAR PUSTAKA
2010.
Aspartame
Controversy.
http://
en.wikipedia.org/wiki/
2010.
Drug
Information
of
Aspartame.
http://www.
Charles
E.
2003.
Aspartame.
http://www.elmhurst.edu/%7
Perry.
2010.
Aspartame:
How
Products
Are
http://www.enotes.com/aspartame-how-poducts-are-made.htm
Made.
(diakses
D.
Eric.
2001.
Aspartame:
Sweet
Tasting
Dipeptide.
http://www.chm.bris.ac.uk/motm/aspartame/aspartameh.html
(diakses
17