Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN
Konsumsi gula dunia cenderung meningkat sejalan perkembangan
populasi dan peningkatan taraf hidup terutama di negara-negara maju. Di lain
pihak, dengan alasan kesehatan, konsumen berusaha mencari pemanis yang tidak
menghasilkan kalori agar mereka tetap dapat menikmati rasa manis tanpa takut
menjadi gemuk atau menimbulkan respon glikemik (peningkatan kadar gula
darah). Industri pangan dan farmasi berlomba-lomba menciptakan pemanispemanis sintetik bebas kalori. Pemanis yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat
mengganti sukrosa (gula tebu), glukosa atau gula-gula lain yang berkalori tinggi,
mendukung usaha konsumen untuk mengontrol berat badan, menekan kadar
glukosa darah, mengurangi sedapat mungkin karies gigi yang diakibatkan
konsumsi gula, akan tetapi tetap dapat menikmati rasa manis.
Evaluasi terhadap pemanis buatan sebelum dilempar ke pasaran meliputi
mutu sensorik (rasa manis, ada tidaknya rasa pahit, ada tidaknya bau), keamanan,
pengaruhnya terhadap zat-zat lain dalam bahan pangan, stabilitas dalam proses
dan pengolahan pangan. Tren terbaru, industri pangan mulai suka menggunakan
kombinasi beberapa pemanis buatan sekaligus.
Industri pangan di Indonesia sudah lama mengenal pemanis buatan
sakarin, siklamat dan aspartam. Hanya dua yang pertama penggunaannya sangat
ketat, bahkan di negara-negara tertentu sudah dilarang. Sedangkan aspartam
banyak digunakan industri pangan Indonesia, khususnya untuk produk makanan
dan minuman diet.
Aspartam adalah bahan pemanis untuk diet yang terbuat dari senyawa
pembentuk protein. Di samping merupakan bahan pemanis rendah kalori,
aspartam juga memberikan rasa manis yang sangat menyerupai rasa manis gula.
Aspartam digunakan dalam produk-produk minuman ringan, kue, dan makanan
lainnya di lebih dari 100 negara. Namun, hingga saat ini tingkat keamanan
aspartam masih diperdebatkan.

II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Aspartam
Manusia selalu menginginkan makanan dengan rasa yang manis sejak
ribuan tahun yang lalu. Lukisan gua kuno di Arana Spanyol menunjukkan gambar
seorang laki-laki neolitikum mengambil madu dari sarang lebah liar. Dari situ
dapat diambil gambaran bahwa manusia purba juga menyukai rasa manis dari
makanan untuk menunjukkan makanan apa yang aman untuk dikonsumsi. Bahkan
timbul pemikiran bahwa keinginan untuk rasa manis merupakan pembawaan sifat
dari manusia. Namun sayangnya, beberapa makanan yang secara alami memiliki
rasa manis mengandung jumlah kalori dan karbohidrat yang besar. Oleh karena
itu, pemanis buatan dikembangkan untuk memperoleh rasa manis tanpa kalori.
Pemanis buatan juga memberikan nilai lebih dalam meningkatkan rasa pada obatobatan menjadi lebih baik, memberikan pertolongan pada penderita diabetes, dan
dapat menekan biaya dalam proses pembuatan makanan dan minuman tanpa gula
murni. Pemanis buatan yang ditemukan pertama kali adalah sakarin pada tahun
1879 dan telah digunakan dalam produk pasta gigi, obat kumur, dan permen karet
tanpa gula.
Rasa manis seperti gula dari aspartam ditemukan secara tidak sengaja pada
bulan Desember 1965 oleh James Schlatter, seorang ahli kimia berkebangsaan
Amerika yang bekerja pada G. D. Searle and Co. Pada saat itu ia sedang
mengerjakan suatu proyek untuk menemukan pengobatan yang terbaru untuk
penyakit tukak lambung. Untuk mencoba obat anti tukak lambung yang baru
Schlatter menggunakan tetrapeptida (empat asam amino) yang secara normal
diproduksi di dalam lambung. Schlatter mensintesis tetrapeptida ini di dalam
laboratorium dan salah satu tahap dalam pembuatannya adalah pembentukan suatu
dipeptida sebagai senyawa intermediet. Dipeptida yang dimaksud yaitu aspartilfenilalanin metil ester (Walters, 2001).
Dalam rangkaian kerjanya, secara tidak sengaja ada sejumlah kecil
senyawa yang menempel pada jari Shalatter dan ia tidak menyadarinya. Kemudian
pada pagi hari ia menjilat jarinya untuk mengambil sebuah kertas timbang dan ia

mendapati rasa manis pada jarinya. Rasa penasarannya menggiring ia untuk


berpikir Dari manakah rasa manis itu berasal? Hal pertama yang terlintas di
benaknya adalah karena kue donat yang telah ia makan ketika istirahat minum
kopi. Tapi ia baru ingat kalau ia sebelumnya telah pergi ke kamar mandi dan
mencuci tangannya. Kemudian ia menyimpulkan kemungkinan yang menempel di
tangannya tadi adalah senyawa intermediet yang telah ia buat, yaitu aspartilfenilalanin metil ester.
Ia telah mengetahui jika asam aspartat dan fenilalanin, yang menyusun
senyawa ini, adalah asam amino alami yang ada di semua protein. Jadi ia merasa
aman-aman saja untuk mengonsumsi senyawaan itu. Schlatter dan rekan kerjanya,
Harman Lowrie, keduanya mencoba senyawaan itu dalam 10 ml kopi hitam, dan
mereka mendapatkan rasa manis yang sempurna tanpa adanya rasa pahit pada
bagian akhir. Kemudian mereka mencatatnya pada buku kerja laboratorium
Schlatter. Atasan Schlatter, Dr. Bob Mazur, meyakinkan nilai potensi yang cukup
tinggi dari penemuan ini kepada suatu perusahaan makanan. Dua puluh tahun
kemudian rasa keingintahuan Schlatter telah menghasilkan keuntungan kurang
lebih satu miliar tiap tahunnya. Merek pemanis buatan aspartam yang beredar
secara luas saat ini contohnya adalah Canderel, Equal, dan NutraSweet.
B. Kegunaan dan Sifat Aspartam
Aspartam adalah salah satu pemanis buatan. Aspartam 200 kali lebih
manis dengan konsentrasi yang sama dengan gula, tanpa nilai energi yang tinggi
seperti gula. Aspartam, seperti peptida lainnya, memiliki nilai kalori sebesar 4
kkal (17 kilo joule) per gram. Jumlah aspartam yang dibutuhkan untuk
menghasilkan rasa manis sangat kecil, sehingga nilai kontribusi kalori bisa
diabaikan. Hal itu menyebabkan aspartam menjadi pemanis buatan yang populer
bagi orang yang menghindari konsumsi kalori dari gula. Aspartam pada umumnya
digunakan sebagai pemanis alternatif pada produk makanan, minuman, dan
farmasi. Rasa manis aspartam tidak identik dengan gula, rasa manis aspartam
terasa lebih lambat pada awalnya namun dapat bertahan lebih lama daripada gula.

Campuran aspartam dengan pemanis buatan asesulfam-K dapat memberikan rasa


manis yang lebih mirip gula murni, dan menjadi lebih manis dibandingkan
aspartam tunggal atau asesulfam-K tunggal. Adapun nilai maksimum Acceptable
Daily Intake (ADI) aspartam menurut Food and Drug Administration (FDA)
adalah sebesar 40 mg/kg berat badan.

Gambar 1. Rumus Bangun Aspartam

Nama IUPAC

: N-(L--Aspartil)-L-fenilalanin-1-metilester

Wujud

: Serbuk kristal warna putih dan tidak berbau

Rumus Molekul

: C14H18N2O5

Massa Molekul

: 294,3 g/mol

Kerapatan

: 1,347 g/cm3

Titik Leleh

: 246-247 oC

Titik Didih

: Terdekomposisi

Kelarutan dalam Air : Larut secara perlahan

Kelarutan

: Sedikit larut dalam etanol

Seperti kebanyakan peptida, aspartam dapat terhidrolisis (terurai) menjadi


konstituen asam amino pada suhu atau pH yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan
aspartam tidak bisa dipakai pada makanan yang dibakar/dipanggang dan juga

pada produk makanan atau minuman dengan pH yang tinggi karena tidak akan
bertahan lama. Daya tahan aspartam dalam panas dapat ditingkatkan dengan
mencampur atau membungkus aspartam dalam lemak atau maltodekstrin.
Kelarutan aspartam dalam air tergantung pada pH dan temperatur.
Kelarutan maksimum aspartam dalam air adalah pada pH 2,2 (20 mg/ml suhu
25oC) dan kelarutan minimum aspartam adalah pada pH 5,2 (13,5 mg/ml suhu
25oC). Aspartam sangat stabil dalam bentuk kering, yaitu pada suhu 25 oC
aspartam tidak akan terdekomposisi. Pada pemanasan dengan suhu 105oC selama
100 jam jumlah aspartam berkurang sebanyak 5%. Sedangkan pada pemanasan
dengan suhu 120oC selama 80 jam jumlah aspartam berkurang sebanyak 50%.
Dalam bentuk larutan, aspartam paling stabil pada pH 4,3 dengan daya
tahan selama 300 hari pada suhu ruang. Kestabilan aspartam masih dikatakan baik
pada kisaran pH 3 5. Apabila disimpan pada suhu sekitar 30oC 80oC aspartam
akan langsung terdegradasi menjadi diketopiperazin. Pada pH dibawah 3,4
dipeptida pada aspartam akan terhdrolisis, sedangkan pada pH di atas 5 siklisasi
terjadi dengan terbentuknya senyawa diketopiperazin. Kedua kasus tersebut dapat
menyebabkan penurunan daya manis aspartam (Wahlen, 1996).

Gambar 2. Penguraian aspartam

Aspartam dalam bentuk larutannya dengan air dapat terionisasi menjadi


dua senyawa, dimana kedua senyawa tersebut merupakan residu aspartat dengan
nilai titik iso-elektrik sebesar 5,2.

Gambar 3. Ionisasi Aspartam

Dalam makanan dengan kandungan air yang rendah stabilitas maksimum


berada pada pH 5,0. Pada pH 7,0 daya tahan aspartam hanya beberapa hari.
Kebanyakan minuman ringan memiliki pH 3-5 dimana aspartam stabil pada
kisaran pH tersebut. Dalam produk yang membutuhkan daya tahan yang lama
seperti sirup aspartam biasanya dicampur dengan pemanis yang stabil, contohnya
sakarin. Dalam produk berupa minuman serbuk, amina dalam aspartam dapat
mengalami reaksi Maillard dengan kelompok aldehida yang ada dalam senyawa
pemberi aroma minuman. Hal ini dapat menyebabkan penurunan rasa manis dan
aroma dari produk tersebut. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan melindungi
aldehida dengan suatu asetal.
C. Pembuatan Aspartam
1. Bahan Baku
Aspartam pada umumnya dibuat dari suatu senyawa yang disebut asam
amino. Asam amino adalah suatu senyawa kimia yang biasa digunakan oleh
tanaman dan hewan untuk membentuk protein yang sangat penting bagi
kehidupan. Dari 20 macam asam amino alami, dua dari asam amino tersebut,
asam aspartat dan fenilalanin digunakan dalam pembuatan aspartam
(Romanowski, 2010).
Semua asam amino memiliki beberapa karakteristik yang umum. Asam
amino tersusun dari gugus amina, gugus karboksil, dan suatu rantai samping.
Hal yang membedakan sifat asam amino yang satu dengan asam amino yang

lainnya adalah terletak pada rantai sampingnya. Karakeristik lain dari asam
amino adalah kemampuan untuk membentuk konfigurasi molekul yang
berbeda yang biasa disebut dengan isomer. Isomer ini ditandai dengan huruf
L dan D. Aspartam hanya terbuat dari isomer L, L. Tidak ada kombinasi
isomer yang lain yang dapat memberikan rasa manis. Rasa manis pada
aspartam tidak dapat diprediksi dari senyawa pembentuknya. L-asam aspartat
mempunyai rasa yang datar dan L-fenilalanin mempunyai rasa yang pahit.
Namun walaupun begitu, ketika dua senyawa tersebut secara kimia digabung
dan dengan sedikit modifikasi pada L-fenilalanin, rasa manis dapat diperoleh.
Asam aspartat adalah satu dari asam amino yang memiliki rantai
samping yang bermuatan. Rantai samping yang bermuatan pada asam aspartat
adalah CH2-COOH. Ketika berada dalam air, gugus ini akan terionisasi dan
menjadi bermuatan negatif. Fenilalanin mempunyai gugus non-polar, rantai
samping hidrofobik yang tidak dapat larut dalam air. Yaitu gugus fenil yang
terikat pada rantai utama asam amino melalui gugus CH 2. Sebelum sintesis
aspartam dilkukan, fenilalanin direaksikan dengan metanol. Reaksi ini
menambah gugus metil pada fenilalanin dengan molekul oksigen sebagai
penghubung, sehingga senyawa tersebut dikonversi menjadi suatu metil ester.
Metanol yang digunakan pada sintesis ini memiliki struktur kimia CH 3OH.
Metanol adalah bahan kimia yang umum dan digunakan secara luas oleh ahli
kimia organik untuk berbagai macam sintesis kimia.
2.

Proses Produksi
Walaupun komponen aspartam yaitu asam aspartat, fenilalanin, dan
metanol terdapat di alam, namun aspartam itu sendiri tidak terbentuk secara
alami. Oleh karena itu, aspartam harus diproduksi melalui beberapa proses.
Aspartam dapat dibuat melalui proses fermentasi, sintesis, dan pemurnian
(Romanowski, 2010).

a. Fermentasi
Fermentasi secara langsung dapat menghasilkan asam amino yang
diperlukan dalam proses pembuatan aspartam. Dalam proses ini diperlukan

bakteri spesifik penghasil asam amino dalam jumlah yang besar. Setelah
melalui serangkaian proses selama tiga hari, asam amino dipanen dan bakteri
dimusnahkan. Urutan kerjanya adalah sebagai berikut:
Untuk memulai proses fermentasi, sampel yang berasal dari biakan murni
bakteri diletakkan dalam sebuah tabung reaksi yang berisi nutrisi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Setelah inokulasi awal ini, bakteri
mulai dikembangbiakkan. Ketika populasinya sudah cukup banyak,
bakteri tersebut dipndahkan ke dalam tangki bibit. Spesies bakteri yang
digunakan untuk membuat L-asam apartat dan L-fenilalanin secara
berturut-turut adalah B. flavum dan C. glutamicum.
Tangki bibit menyediakan kondisi lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhan bakteri yang lebih banyak. Tangki bibit tersebut diisi dengan
bahan-bahan yang dapat membuat bakteri tumbuh subur, yaitu air hangat
dan karbohidrat seperti gula tebu, glukosa, atau sukrosa. Dalam tangki
juga diisi dengan sumber karbon seperti asam asetat, alkohol atau
hidrokarbon, dan sumber nitrogen seperti amonia cair atau urea. Bahanbahan tersebut dibutuhkan oleh bakteri untuk mensintesis asam amino
yang diinginkan dalam jumlah yang besar. Selain bahan-bahan utama
tersebut dibutuhkan juga vitamin, asam amino, dan nutrien lain dalam
jumlah yang kecil. Tangki bibit dilengkapi dengan sebuah mixer, yang
dapat mempertahankan madia pertumbuhan agar tetap bergerak, dan
sebuah pompa untuk memberikan udara yang bersih. Ketika jumlah
bakteri sudah cukup banyak, isi dari tangki bibit dipompa/dipindahkan ke
dalam tangki fermentasi.
Tangki fermentasi pada dasarnya adalah tangki bibit dalam bentuk yang
lebih besar. Tangki ini juga diisi dengan media pertumbuhan yang sama
dengan tangki bibit dan juga menyediakan lingkungan yang sempurna
untuk pertumbuhan bakteri. Disini bakteri dibiarkan tumbuh dan
menghasilkan asam amino dalam jumlah besar. Larutan amonia
ditambahkan ke dalam tangki jika diperlukan, karena kontrol pH
merupakan bagian yang vital untuk pertumbuhan bakteri.

Ketika telah dihasilkan asam amino dalam jumlah yang cukup, isi dari
tangki fermentasi dikeluarkan sehingga proses isolasi dapat dimulai.
Proses ini dimulai dengan menggunakan pemisah sentrifugal, yang dapat
mengisolasi bakteri penghasil asam amino dalam jumlah besar. Asam
amino yang diinginkan kemudian dipisahkan dan dimurnikan dengan
menggunakan kolom penukar ion. Dari kolom ini, asam amino dipompa ke
dalam sebuah tangki kristalisasi kemudian ke dalam suatu pemisah kristal.
Asam amino tersebut kemudian dikeringkan dan disiapkan untuk proses
pembuatan aspartam selanjutnya.
b. Sintesis
Aspartam dapat dibuat melalui jalur sintesis kimia yang bervariasi.
Secara umum, aspartam dapat dibuat dengan mereaksikan fenilalanin dengan
asam aspartat dimana keduanya telah mengalami sedikit modifikasi. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Asam amino yang dihasilkan dari proses fermentasi dimodifikasi terlebih
dahulu untuk menghasilkan aspartam. Fenilalanin direaksikan dengan
metanol menghasilkan suatu senyawa yang bernama L-fenilalanin metil
ester. Asam aspartat direaksikan dengan gugus benzil untuk melindungi
gugus karboksilat pada rantai samping sehingga reaksi pembuatan
aspartam hanya terjadi pada bagian yang spesifik.
Setelah dilakukan dimodifikasi, kedua asam amino tersebut dipompa ke
dalam tangki reaktor dan dicampur dalam suhu ruang selama 24 jam. Suhu
kemudian ditingkatkan menjadi 65 oC dan dipertahankan selama 24 jam.
Reaksi ini kemudian didinginkan hingga suhu ruang. Campuran ini
kemudian dilarutkan dengan pelarut yang sesuai dan didinginkan hingga
suhu -18 oC, proses ini menyebabkan terjadinya kristalisasi. Kristal yang
terbentuk kemudian diisolasi melalui penyaringan dan pengeringan.
Kristal ini merupakan bentuk intermediet dari aspartam yang masih
membutuhkan modifikasi selanjutnya.
Bentuk intermediet ini kemudian diubah menjadi aspartam dengan cara
mereaksikannya dengan asam asetat. Reaksi ini berlangsung dalam suatu
tangki yang besar berisi larutan asam asetat, logam paladium sebagai

katalis, dan hidrogen. Campuran antara bentuk intermediet dan pereaksi


ini dibiarkan bereaksi delama 12 jam.
c. Pemurnian
Tahap terakhir dari pembuatan aspartam adalah pemurnian. Katalis
logam dipisahkan melalui penyaringan, dan pelarut didestilasi meninggalkan
residu padat. Residu ini dimurnikan dengan melarutkannya dalam larutan
etanol dan direkristalisasi. Kristal ini disaring dan dikeringkan untuk
menghasilkan produk akhir, yaitu aspartam.
Secara ringkas, reaksi yang terjadi pada proses pembuatan aspartam
ditunjukkan dalam gambar berikut ini (Ophardt, 2003):

Gambar 4. Sintesis Ester Fenilalanin dalam


Pembuatan Aspartam

10

Gambar 5. Pembentukan Ikatan Amida


dalam Pembuatan Aspartam

D. Metabolisme Aspartam dan Fenilketonuria


Aspartam dimetabolisme dalam tubuh menjadi komponen-komponen
penyusunnya, yaitu asam aspartat, fenilalanin, dan metanol. Asam aspartat
(disebut juga aspartat) adalah asam amino alami yang berperan sebagai komponen
penyusun protein. Asam aspartat diklasifikasikan sebagai asam amino nonesensial, yang mengandung arti bahwa manusia tidak membutuhkan asupan asam
amino tersebut dari luar atau dari makanan karena tubuh manusia sendiri sudah
dapat membuatnya. Asam aspartat sangat penting dalam proses sintesis DNA
baru, sintesis urea, dan sebagai neuro-transmiter dalam otak.
Metabolisme asam aspartat dalam tubuh diatur dengan baik. Jika tubuh
memerlukan lebih asam aspartat, maka asam aspartat akan disintesis lebih banyak
menggunakan oksaloasetat dari siklus asam trikarboksilat (Siklus Krebs) dalam
metabolisme energi. Jika tubuh mempunyai asupan asam aspartat yang lebih maka
kelebihan asam aspartat tersebut akan dikonversikan menjadi fumarat. Kemudian
fumarat ini masuk ke dalam siklus asam trikarboksilat dan menghasilkan energi.
Metanol secara umum biasa ditemukan dalam makanan. Tabel di bawah ini
menunjukkan jumlah metanol yang bisa kita dapatkan dari sekaleng minuman
ringan diet, dibandingkan dengan jumlah metanol yang ditemukan dalam jus
buah-buahan dalam volume yang sama.

11

Tabel 1. Kandungan Metanol dalam Beberapa Jenis Minuman


Minuman Ringan Diet (Kaleng 12 Oz)
Jus Jeruk
Jus Apel
Jus Anggur
Jus Tomat

0,024 gram
0,018 gram
0,021 gram
0,046 gram
0,085 gram
(Sumber: Walters, 2001)

Metanol dikenal secara umum bersifat racun dalam jumlah yang besar.
Jumlah yang besar tersebut mengandung arti puluhan atau ratusan gram. Hati kita
masih dapat memetabolisme dan mengekskresikan metanol dalam jumlah yang
wajar seperti yang terdapat dalam tabel. Apabila kita meminum metanol hingga
mabuk, maka hati kita akan bekerja sangat berat sehingga dapat menyebabkan
masalah yang serius bahkan dapat menyebabkan kematian.
Fenilalanin adalah salah satu dari asam amino esensial, yang berarti
manusia harus mendapatkannya dari diet (makanan) mereka. Fenilalanin
merupakan bahan baku dalam sintesis tirosin dan beberapa neuro-transmiter.
Kelebihan fenilalanin akan dipecah menjadi fumarat dan asetoasetat, keduanya
adalah bagian dari metabolisme energi yang normal.
Manusia yang kekurangan enzim untuk mengkonversi fenilalanin menjadi
tirosin tidak dapat memetabolisme fenilalanin secara alami. Kondisi ini
dinamakan fenilketonuria, karena pada penderita fenilketonuria kelebihan
fenilalanin malah dikonversi menjadi fenilketon yang muncul dalam urin. Jika
kondisi ini tidak terdeteksi dan diberi perawatan khusus dapat menyebabkan
keterbelakangan mental. Penyakit ini merupkan penyakit genetik. Penderita
Fenilketonuria pada umumnya diturunkan dari kedua orang tuanya, tidak hanya
salah satu atau berasal dari gen homozigot. Orang yang memiliki kerusakan
genetik ini harus memantau asupan fenilalanin dalam makanannya. Karena alasan
ini, maka produk yang mengandung aspartam harus diberi label informasi berupa:
Fenilketonuria: Mengandung Fenilalanin.
E. Kontroversi Keamanan Aspartam

12

Tidak peduli seberapa banyak seseorang mengkonsumsi aspartam, setelah


dikonsumsi, aspartam akan diabsorbsi ke dalam tubuh. Aspartam akan dipecah
menjadi metanol, asam aspartat, dan fenilalanin. Walaupun semua senyawa
tersebut secara alami terdapat dalam tubuh, masing-masing senyawa tersebut
dapat menyebabkan bahaya apabila dikonsumsi secara terpisah dalam dosis yang
besar. Oleh karena metabolit aspartam, bukan aspartamnya sendiri, dapat
menimbulkan bahaya maka banyak dilakukan studi keamanan aspartam. Studi
tersebut mempelajari bagaimana aspartam dapat memberikan efek terhadap
tingkatan metanol, asam aspartat, dan fenilalanin dalam tubuh. Adapun efek-efek
yang dapat terjadi dijelaskan sebagai berikut:
1.

Efek Metanol
Sekitar 10% dari bobot aspartam yang dikonsumsi dilepaskan atau
dipecah sebagai metanol. Dalam tubuh, metanol diubah menjadi formaldehida
dan format. Format dalam tubuh dapat menyebabkan kebutaan dan asidosis
metabolik (Tephly dan McMartin dalam Wahlen, 1998), sedangkan metanol
bersifat racun bagi manusia apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak.
Supaya tubuh dapat mengakumulasi jumlah format yang signifikan, maka
seseorang harus mengkonsumsi 200-500 mg metanol/kg berat badan dan
jumlah tersebut setara dengan meminum 600-1700 kaleng minuman ringan
diet sekaligus.
Para peneliti telah melakukan studi untuk mengetahui apakah jumlah
metanol dalam darah meningkat secara signifikan apabila manusia
mengkonsumsi aspartam. Dalam suatu penelitian, subjek yang diberikan
asupan aspartam sebanyak 34 mg/kg berat badan tidak mengalami kenaikan
jumlah metanol dalam darah yang signifikan (Filer dan Stegink dalam
Wahlen, 1998). Penelitian yang lain menunjukkan kandungan metanol dalam
darah tidak meningkat walaupun subjek telah mengkonsumsi aspartam
sebanyak 200 mg/kg berat badan. Dalam studi jangka panjang, para peneliti
menemukan bahwa apabila manusia mengkonsumsi aspartam maka produksi
format masih dapat diseimbangkan melalui ekskresi. Jadi, jumlah format
dalam darah tidak berubah.

13

Indikasi lain yang menunjukkan bahwa manusia dapat mengkonsumsi


aspartam dengan aman adalah aspartam mengandung jumlah metanol yang
lebih sedikit dibandingkan dengan makanan alami. Sebagai contoh, jus buahbuahan mengandung metanol rata-rata sebanyak 140 mg/l, namun aspartam
hanya mengandung metanol sebanyak 56 mg/l (Kretchmer dan Hollenbeck
dalam Wahlen, 1998). Sesuai dengan data ini metanol dalam aspartam tidak
menimbulkan bahaya bagi tubuh.
2.

Efek Asam Aspartat


Dalam aspartam mengandung kurang lebih 40% asam aspartat
berdasarkan bobot. Asam aspartat berfungsi sebagai neuro-transmiter dalam
sistem saraf pusat. Namun, dalam dosis yang besar asam aspartat dapat
menyebabkan kerusakan otak. Di bawah kondisi yang normal, asam aspartat
tidak menyebabkan bahaya bagi manusia karena asam aspartat dapat
dikeluarkan dari otak melalui selaput otak. Namun, dalam dosis yang tinggi
asam aspartat dapat menembus selaput otak dan menyebabkan kerusakan
otak.
Karakter ini tidak hanya ditunjukkan oleh asam aspartat, tapi oleh asam
amino yang lain yaitu glutamat. Glutamat biasa ditemukan dalam
monosodium glutamat (MSG) dimana MSG merupakan zat tambahan
makanan yang umum digunakan. Karena manusia yang mengkonsumsi asam
aspartat dalam aspartam seperti mengkonsumsi glutamat dalam MSG, maka
para peneliti melakukan studi tentang tingkatan dosis asam aspartat dan efek
sinergisnya dengan MSG.
Dalam suatu studi mengenai asam aspartat dan glutamat, manusia yang
diberi asupan aspartam kira-kira 200 mg/kg berat badan memiliki kombinasi
jumlah asam aspartat dan glutamat dalam darah paling tinggi sebesar 7
mM/100 ml (Stegink dkk dalam Wahlen, 1998). Jumlah ini hanya 1/20 dari
jumlah yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan otak pada tikus
Kretchmer dan Hollenbeck dalam Wahlen, 1998). Sesuai dengan data ini
manusia yang mengkonsumsi aspartam tidak perlu khawatir akan bahaya

14

yang ditimbulkan oleh kombinasi jumlah asam aspartat dan glutamat dalam
tubuh.
3.

Efek Fenilalanin
Sebanyak kurang lebih 50% dari aspartam terdiri dari fenilalanin.
Senyawa kimia ini dapat menyebabkan kerusakan dan disfungsi otak bagi
manusia yang memiliki penyakit genetik fenilketonuria. Aspartam juga
diduga dapat memberikan efek yang membahayakan bagi orang yang
memiliki fenilketonuria heterozigot, yaitu gen fenilketonuria hanya berasal
dari salah satu orang tua saja. Dalam suatu percobaan, 12 orang normal (6
pria, 6 wanita) dan 8 wanita fenilketonuria heterozigot diberi asupan aspartam
sebanyak 34 mg/kg berat badan dalam suatu sajian setelah melakukan puasa.
Jumlah fenilalanin dalam darah fenilketonuria heterozigot hanya 5 M/100
ml lebih tinggi dari yang normal. Berdasarkan hasil penelitian ini,
penambahan

konsentrasi yang

kecil

fenilalanin

dalam darah pada

fenilketonuria heterozigot tidak memberikan efek yang membahayakan.


Pada awal kemunculan aspartam, FDA tidak mengizinkan peredaran
aspartam dikarenakan aspartam pada saat itu diberitakan dapat menimbulkan
kanker. Setelah diadakan penelitian lebih lanjut, pada tahun 1996 FDA
mencabut semua larangan penggunaan aspartam dan mengizinkan aspartam
untuk digunakan pada semua jenis makanan. Namun walaupun begitu, sampai
sekarang masih ramai diperdebatkan tentang keamanan aspartam. Hal ini
disebabkan oleh efek-efek yang mungkin ditimbulkan oleh aspartam seperti
yang telah dijelaskan di atas.

15

III. KESIMPULAN

Aspartam adalah bahan pemanis untuk diet yang terbuat dari fenilalanin,
aspartam, dan metanol. Aspartam 200 kali lebih manis dengan konsentrasi yang
sama dengan gula, tanpa nilai energi yang tinggi seperti gula. Rasa manis seperti
gula dari aspartam ditemukan secara tidak sengaja pada bulan Desember 1965
oleh James Schlatter, seorang ahli kimia berkebangsaan Amerika yang bekerja
pada G. D. Searle and Co. Pada saat itu ia sedang mengerjakan suatu proyek
untuk menemukan pengobatan yang terbaru untuk penyakit tukak lambung.
Aspartam apling stabil dalam keadaan kering, namun tidak tahan terhadap
panas. Dalam bentuk larutan, aspartam stabil pada kisaran pH 3-5 dalam suhu
ruang. Aspartam dimetabolisme dalam tubuh menjadi komponen-komponen
penyusunnya, yaitu asam aspartat, fenilalanin, dan metanol. Menurut FDA jumlah
konsumsi aspartam per hari maksimal 40 mg/kg berat badan. Tahun 1996 FDA
mengizinkan penggunaan aspartam untuk berbagai jenis makanan dan minuman,
namun sampai saat ini kontroversi mengenai tingkat keamanan aspartam masih
diperdebatkan oleh para ilmuwan.

16

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2009. Aspartame. http:// en.wikipedia.org/wiki/Aspartame (diakses


tanggal 15 Maret 2010).
Anonimus.

2010.

Aspartame

Controversy.

http://

en.wikipedia.org/wiki/

Aspartame_controversy (diakses tanggal 15 Maret 2010).


Anonimus.

2010.

Drug

Information

of

Aspartame.

http://www.

medic8.com/medicines/Aspartame.html (diakses tanggal 5 Mei 2010).


Anonimus. 2002. Scientific Facts of Aspartame. http://www.greenfacts.org
/en/index/aspartame-1.htm (diakses tanggal 16 Maret 2010).
Iskandar, Silvia. 2003. Si Manis yang Bermasalah. http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/si_manis_yang_bermasalah/ (diakses tanggal
16 Maret 2010).
Ophardt,

Charles

E.

2003.

Aspartame.

http://www.elmhurst.edu/%7

Echm/vchembook/549aspartame.html (diakses tanggal 12 Maret 2010).


Romanowski,

Perry.

2010.

Aspartame:

How

Products

Are

http://www.enotes.com/aspartame-how-poducts-are-made.htm

Made.
(diakses

tanggal 16 Maret 2010).


Wahlen, Jeanne. 1998. Health Effects of the Artificial Sweetener Aspartame.
Undergraduate Engineering Review 1998 Edition. USA: The College of
Engineering University of Wisconsin-Madison.
Walters,

D.

Eric.

2001.

Aspartame:

Sweet

Tasting

Dipeptide.

http://www.chm.bris.ac.uk/motm/aspartame/aspartameh.html

(diakses

tanggal 5 Mei 2010).


Widodo, Richardus. 2008. Mengenal Pemanis Buatan Mutakhir. http://
www.untag-sby.ac.id/index.php?mod=berita&id=128 (diakses tanggal 16
Maret 2010).
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

17

Anda mungkin juga menyukai