Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN PRODUKSI TERNAK NON

RUMIANANSIA
KOMODITI ternak itik

ANGGOTA KELOMPOK 4 :

OKA FATMA RAHMAWATI

(145050101111132)

MOHAMMAD FAIQ ADI PUTRA

( 145050101111133)

ERLANGGA PAHLAWAN

(145050101111134)

AGNI PINGKAN PERMATA

(145050101111140)

AMALIA ERMANDA

(145050101111213)

MARIANI JESIKA WIDIAWATI

(145050101111219)

MUHAMMAD RIZALDI

(145050101111256)

MELA RUVITASARI

(145050101111293)

NABILA AYUNI

(145050101111299)

ZARINA CAHYANINGTYAS

(145050107111052)

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT.atas segala rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan hasil observasi praktikum matakuliah sistem
pertanian terpadu tentang macam macam sistem usahatani di lapangan.
Terselesaikannya laporan ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk
itu melalui kata pengantar ini,perkenankanlah terlebih dahulu kami mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada kami.
2. Asisten yang telah membantu terselesaikannya laporan ini.
3. Peternak yang bertugas sebagai narasumber dalam pelengkapan laporan ini
4. Teman-teman yang berkontribusi dalam pengerjaan laporan ini
Kami mengetahui bahwa karena kurangnya pengetahuan dan perbedaan hasil di lapang
dan literatur yang kami miliki, maka wajar apabila makalah ini masih sangat jauh dari
sempurna.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun untuk perbaikan pada makalah yang selanjutnya.
Akhir kata, kami berharap semoga penulisan laporan ini berguna dan membawa manfaat
bagi semua pihak.

Malang, 14 November 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
2

COVER......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I (PENDAHULUAN).......................................................................................................1
1.1 Latar belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..........................................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................................1
1.4 Manfaat..........................................................................................................................2
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)............................................................................................3
2.1 Perkandangan...............................................................................................................3
2.2 Pakan............................................................................................................................4
2.3 Sanitasi.........................................................................................................................5
BAB III (PEMBAHASAN)......................................................................................................7
3.1 Identitas responden......................................................................................................7
3.2 Mortalitas.....................................................................................................................7
3.3 Perkandangan...............................................................................................................7
3.3.1 Dokumentasi.......................................................................................................9
3.4 Pakan...........................................................................................................................11
3.4.1 Dokumentasi......................................................................................................13
3.5 Sanitasi........................................................................................................................15
3.5.1 Dokumentasi......................................................................................................16
3.6 Hasil panen.................................................................................................................18
3.6.1 Dokumentasi......................................................................................................19
BAB IV (PENUTUP)..............................................................................................................21
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................21
4.2 Saran...........................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22

BAB I
3

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Itik dikenal juga dengan istilah bebek dalam bahasa jawa. Nenek moyang itik
berasal dari amerika utara yang merupakan itik liar Anas mascha atau mild malard yang
terus menerus dijinakkan oleh manusia sehingga jadilah itik dan dipelihara sekarang yang
disebut Aras domesticus (ternak itik). Jenis bibit unggul yang diternakkan khususnya
diindonesia adalah jenis itik petelur seperti itik tegal, itik mojosari, itik bali, itik cu 2000ina. Itik akan kami pelihara atau budidayakan secara intesnsif atau dikandangkan yang
akan memberi keuntungan yaitu itik tidak lagi digembalakn disawah untuk mencari
makan sendiri sehingga itik dapat memanfaatkan energinya secara maksimal untuk
bertelur dan memproduksi lemak.
Produksi itik terutama telur jika dipelihara secara intensif yaitu dapat mencapai 300
butir pertahun dan bila dipelihara semi intensif mampu memproduksi telur hanya sekitar
90-100 butir pertahun. Prospek dari usaha pemeliharaan itik cukup baik mengingat
konsumsi telur dari tahun ke tahun terus meningkat, pemeliharaanya sudah mengarah
pada intensif maupun semi intensif. Usaha peternakan itik di indonesia telah lama dikenal
masyarakat. Agar usaha peternakan itik dapat memberikan keuntungan yang optimal bagi
peternak maka perlu memperhatikan beberapa hal yang menyangkut manajemen
pemeliharaan ternak itik yang meliputi perkandangan, bibit, pakan sanitasi, pengolahan
dan pemasaran hasil. Misalnya bagaimana pemeliharaan anak itik umur 5-8 minggu,
pemeliharaan itik dara umur 8-20 minggu dan pemeliharaan itik peterlur umur 20 minggu
sampai pasca produksi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran dari suatu usaha peternakan itik?
2. Bagaimana mortalitas pada suatu usaha peternakan itik?
3. Bagaimana manajemen pemeliharaan pada usaha peternakan itik?
4. Apa sajakah produk yang dihasilakan dari suatu peternakan itik?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk memngetahui gambaran dari suatu usaha peternakan itik
2. Untuk mengetahui mortalitas pada suatu usaha peternakn itik
3. Untuk mengetahui manajemen pemeliharaan ternak itik yang meliputi :
Perkandangan
Pakan
sanitasi
4. Untuk mengetahui hasil panen atau produk dari suatu peternakan itik
1.4 Manfaat
1. Memberi gambaran atau pandangan tentang suatu usaha peternakan itik.
2. Memberikan pengetahuan kepada peternak itik tentang manajemen yang baik dalam
suatu usaha peternakan itik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkandangan
Selain faktor bibit dan pakan, faktor penentu lainnya yang mendukung kinerja ternak itik
adalah adalah faktor lingkungan. Adapun faktor lingkungan yang dimaksud adalah penerapan
bentuk maupun sistem perkandangan. Sistem kandang yang digunakan para peternak dalam
5

memelihara ternak itik umumnya adalah sistem litter (hamparan). Bahkan kandang yang
digunakan juga tampak seadanya tanpa mempertimbangkan lebih jauh tentang rasa aman,
kebersihan kandang agar terbebas dari penyakit. Pemberian alas berupa sisa-sisa gergajian
kayu yang halus, sekam padi dan penambahan sedikit kapur merupakan hal yang sesuai untuk
kandang liiter (Purba dkk, 2001).
Ada 3 sistem dan tipe kandang yang dianjurkan menurut (Saleh, 2004), yaitu :
1. Sistem lantai (litter) adalah alternatif kandang yang digunakan didaerah yang
mempunyai kondisi tanah berpasir atau kering (daerah pesisir) atau daerah yang
memiliki tanah yang berdaya serap tinggi.
2. Sistem panggung (slat) adalah alternatif kandang yang secara modern digunakan
untuk mengatasi masalah basahnya lantai. Kandang seperti ini memiliki nilai
kesehatan tinggi sehingga sangat cocok digunakan didaerah yang mempunya kondisi
tanah basah dan kelembaban tinggi.
3. Kombinasi sistem kandang lantai dan panggung (litter dan slat) adalah sistem
kandang yang secara modern memberi dua alternatif. Kandang panggung digunakan
untuk tidur dan bertelur (sarang telur), sedangkan kandang lantai untuk bermain di
siang hari.
Luas kandang tergantung kepada jumlah dan umur itik yang dipelihara. Kepadatan
kandang untuk anak itik berumur 1-2 minggu adalah 50 ekor/m 2, umur 2-3 minggu 20
ekor/m2, umur 3-4 minggu 8-10 ekor/m2, dan umur 6-7 minggu 5-6 ekor/m2 (Ranto dan
Sitanggang, 2008 yang dikutip oleh Ali, 2009).
Perawatan kandang terdiri dari pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan dan
minum. Pembersihan dilakukan agar kondisi kandang dalam keadaan bersih serta
meminimalisir munculnya penyakit yang timbul akibat kotoran atau sisa-sisa pakan yang
memicu berkembangnya jamur maupun bakteri (Zhao et al, 2013).
Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang
lebih besar serta menciptakan efisiensi kerja. Pengembangan mesin dan peralatan dapat
berupa pembelian mesin peraduk pakan (mixer). Mesin peraduk pakan selain efektif untuk
mengurangi waktu peradukan pakan juga dapat menambah kualitas dari pemerataan

peradukan pakan. Peralatan yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha adalah mesin tetas
otomatis, alat pemanas brooding itik dan alat untuk pengangkut kotoran itik mesin tetas itik
ditujukan untuk meningkatkan daya tetas itik dari itik yang ditetaskan. Alat pemanas
brooding itik digunakan untuk memberikan suhu yang terkontrol dan stabil saat melakukan
pengopenan bibit itik. Alat pengangkutan kotoran digunakan untuk memudahkan pekerja
dalam melakukan pembersihan kandang (Huda et al, 2012).

2.2.

Pakan
Pakan yang digunakan disusun sesuai dengan kebutuhan ternak. DOD (Day Old

Duck) umur 0-2 minggu menggunakan pakan starter dengan kandungan protein kasar 21%
dan energi metabolis 2800 kkal/kg dan untuk DOD umur 3-6 minggu menggunakan pakan
finisher dengan kandungan protein kasar 19% dan energi metabolis 2900 kkal/kg. Pakan dan
minum diberikan secara adlibitum (Subekti Endah, 2015).
Pemberian pakan dilakukan setiap pagi setelah kandang dibersihkan. Pakan dan air
minum diberikan secara ad libitum dan telur dikumpulkan setiap pagi (Prasetyo L., 2000).
Wafer ransum komplit merupakan suatu bentuk pakan yang memiliki bentuk fisik
kompak dan ringkas sehingga dapat memudahkan dalam penanganan dan transportasi,
disamping itu memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, dan menggunakan teknologi yang
relatif sederhana sehingga mudah diterapkan (Daud Muhammad, 2016).
Pertumbuhan yang baik tergantung pada makanan disamping tata laksana dan
pencegahan penyakit. Bila kualitas maupun kuantitas makanan yang diberikan baik maka
hasilnya juga baik. Hasil akhir dari itik pedaging mencerminkan perilaku kita dalam
memberikan makanan dan cara kita memelihara ayam (Neves et al, 2014).
Pembatasan pakan secara kuantitatif dengan cara memberikan pakan hingga 85% ad
libitum dapat menurunkan proporsi bagian karkas dan lemak abdominal sehubungan dengan
rendahnya tingkat konsumsi energi selama pembatasan pakan. Pendekatan pembatasan pakan
melalui pembatasan waktu makan (feeding time restriction) dengan membatasi atau
mengosongkan ketersedian ransum dalam rentang waktu tertentu lebih rendah dibandingkan
dengan pembatasan ransum lainnya. Pembatasan pakan 75% ad libitum dan 50 % ad libitum
dengan periode pembatasan pada umur 5, 7 dan 9 hari mempunyai nilai kecernaan nitrogen
dan retensi nitrogen lebih tinggi daripada pemberian pakan ad libitum (Mirghelenj et al,
2009).

2.3.

Sanitasi
Tindakan vaksinasi dan mengobati unggas yang sakit dilakukan peternak selain untuk

mencegah penularan flu burung pada unggas yang lain yang masih sehat, juga
menggambarkan sejauh mana kepedulian peternak dapat melihat potensi bahaya/risiko
unggas yang dimilikinya dapat menyebarkan virus flu burung secara luas di masyarakat
(Kasnodiharjo, 2013).
Biosekuriti adalah suatu langkah-langkah manajemen yang harus dilakukan oleh
peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk ke dalam peternakan dan untuk mencegah
penyakit yang ada di peternakan keluar menulari peternakan yang lain atau masyarakat
sekitar. Dalam penelitian ini, penerapan biosekuriti difokuskan pada tiga tingkat yaitu, Pre
Entry, Point of Entry, dan Post Entry. Penerapan biosekuriti dilakukan pada ketiga tingkat ini
bertujuan untuk mencegah serta meminimalisir bibit penyakit masuk kedalam areal
peternakan. Dengan kata lain pencegahan pada peternakan dilakukan pada ketiga tingkat ini
dimaksudkan seandainya pada tingkat 1 (Pre Entry) bisa dilewati oleh bibit penyakit, maka
biosekuriti pada 2 tingkat berikutnya ( Point of Entry dan Post Entry) dapat diterapkan
dengan lebih ketat agar bibit penyakit jangan sampai menginfeksi ayam yang dipelihara
(Widyantara Putu, 2013).
Tindakan sanitasi

meliputi

pembersihan dan desinfeksi secara teratur terhadap

kandang, peralatan, dan kendaraan di peternakan dan memelihara kebersihan pekerja (cuci
tangan, kaki, sepatu dan lain lain. Pembersihan dan desinfeksi yang sering diberi nama
dekontaminasi adalah pembuangan

atau

netralisasi organisme penyakit (virus, bakteri,

parasit, jamur) melalui proses pembersihan dan desinfeksi. Pembersihan dan desinfeksi
merupakan komponen kunci dari biosekuriti rutin di peternakan broiler. Adapun agen yang
dapat mengendalikan organisme penyebab penyakit meliputi: (1). deterjen berfungsi sebagai
pembersih (2). desinfektan, (3). sinar matahari (sinar UV) dan (4). panas (api, uap) (Ardana
Ida, 2011).
Biosekuriti adalah pelaksanaan langkah-langkah yang mengurangi risiko penularan
dan penyebaran penyakit. Biosekuriti membutuhkan adopsi dari serangkaian sikap dan
perilaku oleh orang-orang (peternak) untuk mengurangi risiko di semua kegiatan yang
melibatkan ternak unggas agar tidak menularkan penyakit ke ternak atau peternakan lain yang
ada di sekitarnya (Ali Mahmoud et al, 2014).
Tindakan pembersihan meliputi pembuangan secara fisik materi materi asing seperti ;
debu, tanah, materi-materi organik misalnya kotoran, darah, sekret dan mikroorganisme. Bila
melakukan pembersihan secara baik maka akan mengurangi jumlah mikroorganisme
8

sebanyak 80 % Ada dua langkah proses pembersihan yaitu : 1). Pembersihan kering : yaitu
menggunakan sapu, sikat, kain atau tekanan udara untuk menghilangkan debu atau materi
organik kering. Hati hati terhadap resiko aerosolisasi virus dan 2). Pembersihan basah yaitu
menggunakan detergen/sabun dan air, dengan cara membasahi dan menggosok tempat yang
dibersihkan untuk menghilangkan materi organik serta kotoran dan lemak. Pembersihan
basah mengurangi resiko terjadinya aerosolisasi. Hasil pembersihan semakin baik dengan
menggunakan detergen/sabun, air hangat, penggosokan, penyikatan, pembersih listrik ,
penguapan dan foamer (pembusa) (Potter B. et al, 2012).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Identitas peternak/responden


a) Nama responden : Bpk swatito
b) Lama usaha : 11 tahun,
Usaha mandiri
Bidang usaha yaitu peternakan itik
c) Luas lahan : 1500 m2
9

d) Skala usaha :
Jumlah ternak dalam satu periode yaitu 2000 ekor itik pedaging
Kapasitas kandang yaitu : kandang dibagi atas 8 petak dan dalam satu
petak dengan ukuran 4 x7 meter dapat berisi 300 ekor itik.
3.2 Mortalitas
Pada peternakan itik pak sahwani diketahui bahwa jumlah kematian betina lebih
banyak daripada itik pejantan ini sesuai dengan pernyataan dari (BRAHMANTIYO, 2002)
yang menyatakan bahwa Mortalitas itik betina lebih banyak daripada jantan karena daya
tahan dan daya adaptasi terhadap lingkungan lebih rendah. Hal ini juga dibenarkan oleh
pernyataan dari (Oguntunji, 2015) yang menyatakan bahwa hubungan antara mortalitas dan
sex mengungkapkan bahwa kejadian dari mortalitas lebih tinggi betina dua kali lipat
dibandingkan pejantan (28 vs 13%).
Pada hari ke 4, 14, dan 21 penetasan dilakukan candling untuk mengetahui
perkembangan dan mortalitas embrio pada telur, hal ini sebanding dengan pernyataan dari
(Alkhakim, 2016) yang menyatakan bahwa telur itik pada mesin tetas dibalik secara manual 3
kali sehari mulai hari ke-4 dan pembalikan dihentikan pada hari ke-25. Peneropongan telur
dilakukan pada hari ke-4, 14 dan 21 untuk mengetahui perkembangan dan mortalitas embrio.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari (Sadiah, 2015) yang menyatakan bahwa
mortalitas dapat diketahui setelah dilakukan peneropongan (candling) dan telur yang tidak
menetas selama proses penetasan.
Itik yang ditempatkan di palung terbuka memiliki resiko mortalitas yang tinggi, hal
ini sesuai dengan pernyataan dari (Schenk, 2016) yang menyatakan bahwa secara
keseluruhan kami menemukan bahwa perkandangan bebek yang dengan palung air terbuka
memiliki kualitas air yang buruk dan memiliki resiko mortalitas yang tinggi, kemungkinan
karena adanya kontaminasi air.
3.3 Perkandangan
Manajemen perkandangan merupakan salah satu faktor penting dalan pengolaan
usaha terna itik pedaging maupun petelur. sistem kandang digunakan ialah sistem litter yang
dimana lantainya diberi alas berupa sisa-sisa gergajian kayu dan kapur. Hal ini sebanding
dengan pernyataan Purba dkk (2001) bahwa sistem kandang yang digunakan para peternak
dalam memelihara ternak itik umumnya adalah sistem litter (hamparan). Bahkan kandang
yang digunakan juga tampak seadanya tanpa mempertimbangkan lebih jauh tentang rasa
aman, kebersihan kandang agar terbebas dari penyakit. Pemberian alas berupa sisa-sisa
gergajian kayu yang halus, sekam padi dan penambahan sedikit kapur merupakan hal yang
sesuai untuk kandang liiter.
Hal tersebut juga didukung oleh Saleh (20014) bahwa ada 3 sistem dan tipe kandang
yang dianjurkan, yaitu :
1. Sistem lantai (litter) adalah alternatif kandang yang digunakan didaerah yang
mempunyai kondisi tanah berpasir atau kering (daerah pesisir) atau daerah yang
memiliki tanah yang berdaya serap tinggi.

10

2. Sistem panggung (slat) adalah alternatif kandang yang secara modern digunakan
untuk mengatasi masalah basahnya lantai. Kandang seperti ini memiliki nilai
kesehatan tinggi sehingga sangat cocok digunakan didaerah yang mempunya
kondisi tanah basah dan kelembaban tinggi.
3. Kombinasi sistem kandang lantai dan panggung (litter dan slat) adalah sistem
kandang yang secara modern memberi dua alternatif. Kandang panggung
digunakan untuk tidur dan bertelur (sarang telur), sedangkan kandang lantai untuk
bermain di siang hari.
Untuk ukuran kandang menurut responden hal ini tergantung lahan dan responden
tersebut memiliki daya tampung (kapasitas) 2000 ekor itik, dan kandang tersebut juga
dilakukan pemetakan yang kurang lebih 6 petak yang didalam petakan tersebut terdiri dari
umur yang berbeda-beda. Hal tersebut sebanding dengan pernyataan Ali (2009) bahwa luas
kandang tergantung kepada jumlah dan umur itik yang dipelihara. Kepadatan kandang untuk
anak itik berumur 1-2 minggu adalah 50 ekor/m2, umur 2-3 minggu 20 ekor/m2, umur 3-4
minggu 8-10 ekor/m2, dan umur 6-7 minggu 5-6 ekor/m2.
Tempat pakan yang digunkana ialah berasal dari drum dan tempat minum yang
digunakan dari bak kecil. Sehingga untuk mengantisipasi pergantian musim dan penyakit,
maka dilakukan pembersihan secara berkala setiap hari (3x sehari/2x sehari). Hal tersebut
sebanding dengan pernyataan Zhao et al (2013) bahwa perawatan kandang terdiri dari
pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan dan minum. Pembersihan dilakukan agar
kondisi kandang dalam keadaan bersih serta meminimalisir munculnya penyakit yang timbul
akibat kotoran atau sisa-sisa pakan yang memicu berkembangnya jamur maupun bakteri.
Mesin yang digunakan yaitu mixer atau mesin peraduk pakan yang digunakan untuk
mencampur bahan pakan sebagai pakatn ternak (itik) dan mesin penggiling yang digunakan
untuk menggiling jagung atau bahan lainnya, selain itu peralatan yang digunkan juga ada
mesin pencabut bulu, mesin tetas dan juga timbangan. Hal tersebut sebanding pernyataan
Huda et al (2012) bahwa mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan
keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efisiensi kerja. Pengembangan mesin dan
peralatan dapat berupa pembelian mesin peraduk pakan (mixer). Mesin peraduk pakan selain
efektif untuk mengurangi waktu peradukan pakan juga dapat menambah kualitas dari
pemerataan peradukan pakan. Peralatan yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha adalah
mesin tetas otomatis, alat pemanas brooding itik dan alat untuk pengangkut kotoran itik
mesin tetas itik ditujukan untuk meningkatkan daya tetas itik dari itik yang ditetaskan. Alat
pemanas brooding itik digunakan untuk memberikan suhu yang terkontrol dan stabil saat
melakukan pengopenan bibit itik. Alat pengangkutan kotoran digunakan untuk memudahkan
pekerja dalam melakukan pembersihan kandang.

11

3.3.1 Dokumentasi

12

13

3.4 Pakan
Pada peternakan yang dikelola oleh Bapak Suwastito ini merupkan peternakan yang
memelihara itik mulai dari penetasan sampai dengan itik afkir. Dimana pada peternakan ini
untuk ransum sendiri diberikan secara adlibitum, dengan kandungan protein yang berbeda
untuk setiap umurnya. Untuk itik umur 0-2 minggu sendiri pakan yang diberikan harus
memiliki kandungan protein kasar sebesar 21%, sedangkan untuk itik yang tealh berumur 3-6
minggu maka kandungan protein kasar yang diberikan menurun menjadi 19%. Hal tersebut
setara dengan pernyataan dari Subekti Endah (2015) yang menyatakan bahwa pakan yang
digunakan disusun sesuai dengan kebutuhan ternak. DOD (Day Old Duck) umur 0-2 minggu
menggunakan pakan starter dengan kandungan protein kasar 21% dan energi metabolis 2800
kkal/kg dan untuk DOD umur 3-6 minggu menggunakan pakan finisher dengan kandungan
protein kasar 19% dan energi metabolis 2900 kkal/kg. Pakan dan minum diberikan secara
adlibitum.
Untuk pemberian pakan sendiri pada peternakan yang dikelola oleh Bapak Suwastito
ini dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam sehari dengan cara adlibitum. Dan untuk waktu
pemberian pakan sendiri dilakukan pada waktu pagi dan sore hari. Hal tersebut tidak setara
dengan pernyataan dari Prasetyo L(2000) yang menyatakana bahwa pemberian pakan
14

dilakukan setiap pagi setelah kandang dibersihkan. Pakan dan air minum diberikan secara ad
libitum dan telur dikumpulkan setiap pagi.
Pakan yang diberikan kepada itik pedaging ini meruakn pakan yang terdiri campuran
bahan pakan berupa bekatul, snack, tepung kebi dan pakan tambahan berupa konsentrat
broiler stater.Untuk pakan tersebut diambil dari tempat penjualan pakan resmi yang ada
disekitar peternakan kemudian bahan pakan tersebut dicampur menjadi satu dengan
mengguanakan alat penggiling yang sederhana sehingga pakan tersebut dapat tercampur
dengan rata. Dimana pakan yang diberikan berupa pakan kering hal ini dilakukan untuk
mempersingkat waktu yang dibutuhkan dalam pemberian pakan kepada itik pedaging
tersebut. Kemudian bahan pakan tersebut dicampur menjadi satu kemudaian diletakkan pada
wadah pakan yang terbuat darri drum. Hal tersebut tidak setara dengan pernyataan dari Daud
Muhammad, (2016) yang menyatakan bahwa wafer ransum komplit merupakan suatu bentuk
pakan yang memiliki bentuk fisik kompak dan ringkas sehingga dapat memudahkan dalam
penanganan dan transportasi, disamping itu memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, dan
menggunakan teknologi yang relatif sederhana sehingga mudah diterapkan.

Pertumbuhan yang baik tergantung pada makanan disamping tata laksana dan
pencegahan penyakit. Bila kualitas maupun kuantitas makanan yang diberikan baik maka
hasilnya juga baik. Hasil akhir dari itik prdaging mencerminkan perilaku kita dalam
memberikan makanan dan cara kita memelihara itik pedaging (Neves, 2014). Hal tersebut
juga berlaku pada peternakan yang dikelola oleh Bapak Suwastito dimana pada peternakan
ini pemberian pakan diberikan secara terartur dengan cara adlibitum dengna menggunakan
bahan pakan yang terdiri dari tepung kebi, snack, bekatul dan konsentrat. Bahan pakan yang
digunakan tersebut mengandung kebutuhan gizi yang tealh sesuai dengan kebutuhan itik
pedaging tersebut. Sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang baik pula. Dimana
pemanenan itik pedaging ini dilakukan setipa 40 hari sekali dengan berat rata rata itik
pedaging sekitar 1,3 kg.
Pada peternakan ini untuk pemberian pakan dilakukan secara adlibitum dan teratur
sebanyak 2- 3 kali dalam satu hari dan pakan yang diberikan berupa pakan kering. Untuk
mengurangi jumlah lemak karkas yang terkandung dalam itik maka pertnakan milik Bapak
Suwastito ini menerapkan pengurangn oakan secara adlibitum dengan cara yang berbeda.
Untuk mengurangi jumlah lemak yang terkandung dalam tubuh itik dan hambatan
pertumbuhan maka dilakukan penguranan konsumsi pakan sebanyak 15 % dari ad libitum.
Sedangkan apabila dilkukan penguranggan pakan sebanyak 5 % dari adlibitum tidak terjadi
perubahan penurunan berat badan pada itik. Sedangkan pengurangan konsumsi pakan
sebanyak 44 % dapat memperbaiki konversi pakan dan menurunkan kandungan lemak
15

karkas. Hal tersebut setara dengan pernyataan dari Mirghelenj, (2009) yang menyatakan
bahwa pembatasan pakan secara kuantitatif dengan cara memberikan pakan hingga 85% ad
libitum dapat menurunkan proporsi bagian karkas dan lemak abdominal sehubungan dengan
rendahnya tingkat konsumsi energi selama pembatasan pakan. Pendekatan pembatasan pakan
melalui pembatasan waktu makan (feeding time restriction) dengan membatasi atau
mengosongkan ketersedian ransum dalam rentang waktu tertentu lebih rendah dibandingkan
dengan pembatasan ransum lainnya. Pembatasan pakan 75% ad libitum dan 50 % ad libitum
dengan periode pembatasan pada umur 5, 7 dan 9 hari mempunyai nilai kecernaan nitrogen
dan retensi nitrogen lebih tinggi daripada pemberian pakan ad libitum.

3.4.1

Dokumentasi

16

17

3.5 Sanitasi
Menurut Kasnodiharjo (2013) bahwa tindakan vaksinasi dan mengobati
unggas yang sakit dilakukan peternak selain untuk mencegah penularan flu burung pada
unggas yang lain yang masih sehat, juga menggambarkan sejauh mana kepedulian peternak
dapat melihat potensi bahaya/risiko unggas yang dimilikinya dapat menyebarkan virus flu
burung secara luas di masyarakat. Hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapang
bahwa pada peternakan itik milik Pak Swastito dalam penerapanya tidak dilakukan recording
dan vaksinasi tetapi hanya diberikan vitamin dan antibiotic pada ternak. Pada fase starter,
vitamin dan antibiotic diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Widyantara Putu ( 2013) menjelaskan Biosekuriti adalah suatu langkah-langkah
manajemen yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk ke
dalam peternakan dan untuk mencegah penyakit yang ada di peternakan keluar menulari
18

peternakan yang lain atau masyarakat sekitar. Dalam penelitian ini, penerapan biosekuriti
difokuskan pada tiga tingkat yaitu, Pre Entry, Point of Entry, dan Post Entry. Penerapan
biosekuriti dilakukan pada ketiga tingkat ini bertujuan untuk mencegah serta meminimalisir
bibit penyakit masuk kedalam areal peternakan. Dengan kata lain pencegahan pada
peternakan dilakukan pada ketiga tingkat ini dimaksudkan seandainya pada tingkat 1 (Pre
Entry) bisa dilewati oleh bibit penyakit, maka biosekuriti pada 2 tingkat berikutnya ( Point of
Entry dan Post Entry) dapat diterapkan dengan lebih ketat agar bibit penyakit jangan sampai
menginfeksi ayam yang dipelihara. Ini berdasarkan hasil pengamatan dijelaskan bahwa
tindakan biosekuriti sangat penting dalam mencegah penyakit yang dapat menular ke ternak
dan menyebabkan kematian akibat penyakit tersebut pada itik maupun ayam. Penyakit yang
sering terjadi pada itik yaitu penyakit mata biru dan snot. Penyakit mata biru disebabkan oleh
virus dan sanitasi yang kurang baik serta kondisi cuaca yang buruk. Penyakit ini tidak dapat
disembuhkan, ternak sebaiknya dipindahkan ke tempat yang berpenyekat. Penyakit snot atau
pilek pada itik biasanya disebabkan oleh tempat penyimpanan air yang kotor dan suhu yang
tidak stabil. Penyakit ini biasanya dembuhkan dengan menggunkan obat Trimisin yang
dipakai umumnya vitamin dan antibiotic. Hal tersebut jga dijelaskan Ali Mahmoud (2014)
bahwa biosekuriti adalah pelaksanaan langkah-langkah yang mengurangi risiko penularan
dan penyebaran penyakit. Biosekuriti membutuhkan adopsi dari serangkaian sikap dan
perilaku oleh orang-orang (peternak) untuk mengurangi risiko di semua kegiatan yang
melibatkan ternak unggas agar tidak menularkan penyakit ke ternak atau peternakan lain yang
ada di sekitarnya.
Potter B., (2012) menjelaskan Tindakan pembersihan meliputi pembuangan secara
fisik materi materi asing seperti ; debu, tanah, materi-materi organik misalnya kotoran, darah,
sekret dan mikroorganisme. Bila melakukan pembersihan secara baik maka akan mengurangi
jumlah mikroorganisme sebanyak 80 % Ada dua langkah proses pembersihan yaitu : 1).
Pembersihan kering : yaitu menggunakan sapu, sikat, kain atau tekanan udara untuk
menghilangkan debu atau materi organik kering. Hati hati terhadap resiko aerosolisasi virus
dan 2). Pembersihan basah yaitu menggunakan detergen/sabun dan air, dengan cara
membasahi dan menggosok tempat yang dibersihkan untuk menghilangkan materi organik
serta kotoran dan lemak. Pembersihan basah mengurangi resiko terjadinya aerosolisasi. Hasil
pembersihan semakin baik dengan menggunakan detergen/sabun, air hangat, penggosokan,
penyikatan, pembersih listrik , penguapan dan foamer (pembusa). Seperti yang dijelaskan
bahwa untuk mengantisipasi pergantian musim dilakukan pembersihan secara berkala 3 atau
2 kali sehari. Pembersihan ditujukan untuk mengurangi kontaminasi bakteri dan virus
penyebab munculya penyakit pada ternak. Dengan kandang yang bersih dan kering dapat
meningkatkan produktifitas dari ternak.
Pada peternakan yang di kunjungi, pembersihan kandang dilakukan setiap kali panen
dan sisa sisa dari kotoran di buang atau diberikan ke petani. Untuk itik pedaging dipanen
pada umur 40 hari sedangkan untuk kandang petelur tidak di khususkan untuk pembersihan.
Pembersihan kandang sangat penting agar ternak dapat melakukan aktifitas produksi dengan
baik. Hal ini juga dijelaskan Ardana Ida, (2011) Tindakan sanitasi meliputi pembersihan dan
desinfeksi secara teratur terhadap kandang, peralatan, dan kendaraan di peternakan dan
memelihara kebersihan pekerja (cuci tangan, kaki, sepatu dan lain lain. Pembersihan dan
desinfeksi yang sering diberi nama dekontaminasi adalah pembuangan atau netralisasi
organisme penyakit (virus, bakteri, parasit, jamur) melalui proses pembersihan dan
19

desinfeksi. Pembersihan dan desinfeksi merupakan komponen kunci dari biosekuriti rutin di
peternakan broiler. Adapun agen yang dapat mengendalikan organisme penyebab penyakit
meliputi: (1). deterjen berfungsi sebagai pembersih (2). desinfektan, (3). sinar matahari (sinar
UV) dan (4). panas (api, uap).
4.5.1 Dokumentasi

20

4.6 Hasil panen

Pada Peternakan itik milik bapak swastito yang memiliki populasi ternak hingga 2500
ekor yang terbagi ke dalam dua jenis ternak yaitu 2000 ekor pedaging dan 500 ekor petelur.
Pemanenan untuk jenis itik pedaging dilakukan pada umur 40 hari (1x periode )
dimana, pada umur ini itik biasanya dapat mencapai bobot badan rata-rata antara 1.4 1.5
Kg. Namun, rata-rata bobot badan yang mampu dicapai oleh itik pedaging di peternakan
bapak swastito yaitu 1.36 Kg. Sistem pemanenan dilakukan dengan cara serempak sehingga
tidak disisakan satupun ternak (itik pedaging yang siap panen).
Pemanenan untuk jenis itik petelur dilakukan setiap hari sesuai dengan ketentuan
peternakan yaitu setelah itik bertelur. Dalam sehari jumlah telur yang dapat diproduksi oleh
21

itik yang telah masuk masa layer sekitar 75% dari total populasi. Sistem pemanenan dan
pemasaran telur dilakukan setiap hari.
Bentuk produk yang dihasilkan dari peternakan unggas (itik) milik bapak swastito
untuk jenis itik pedaging ada 2 macam yaitu
1. Ternak hidup yaitu Itik dibeli oleh konsumen (Pengepul, Pedagang dan
sebagainya) dalam kondisi masih hidup.
2. Karkas yaitu Itik dibeli oleh konsumen dalam bentuk potongan-potongan karkas
(daging) dan non karkas. Proses penyembelihan dari itik tersebut dilakukan di
lokasi karena di peternakan bapak swastito juga menyediakan RPA/RPU (Rumah
Potong Ayam / Rumah Potong Unggas)
Analisis Hasil Panen

Hasil Panen Itik Pedaging


Jumlah ternak
2000 ekor
Periode pemanenan
1x (saat umur 40 hari)
Cara pemanenan
(serempak)
Jadi, dalam 1x periode panen, peternakan itik bapak swastito dapat menghasilkan itik
pedaging sebanyak 2000 ekor. Namun, jumlah ini dapat berkurang sesuai
dengan
jumlah / persentase itik yang mati sebelum masa panen (Motilitas).

Hasil Panen Itik Petelur


Jumlah ternak
Periode pemanenan
Cara pemanenan

500 ekor
1x sehari (selama masa produksi/ Layer)
Diambil dan dikumpulkan telur dari setiap itik
Bertelur dengan persentase (75%)dari populasi
itik berproduksi setiap hari.

Jadi, dalam sehari (setiap pemanenan) peternakan itik milik bapak swastito dapat
memproduksi telur sebanyak 75% dari 500 ekor itik petelur yaitu sekitar 400 butir
telur. Namun, jumlah produksi dapat berubah sesuai dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti ;
1. Jumlah ternak (total populasi itik petelur)
2. Kondisi ternak (kesehatan itik terutama reproduksi)
3. Pecah / Rusaknya telur (manajemen perkandangan)
22

4. Lainnya.

4.6.1 Dokumentasi

23

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan yaitu dalam suatu usaha peternakan itik jika ingin mencapai produksi
telur maupun daging yang optimal maka perlu adanya manajemen peternakan
yang baik yang meliputi perkandangan,pakan, dan sanitasi yang baik serta
memperhatikan mortalitas dari itik itu sendiri.
4.2 Saran
Sebaiknya untuk peternak-peternak itik yang ada di indonesia khsusunya di
daerah malang sendiri perlu menerapkan manajemen peternakan yang baik pada
peternakan mereka bukan hanya manajemen kandang, pakan dan sanitasi saja
24

melainkan semua aspek manajemen peternakan yang meliputi: bibit, pakan,


kandang, sanitasi, reproduksi, tenaga kerja, peraturan pemerintah, dll. agar
produktivitas dari ternak itik sendiri dapat optimum.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyadi, S. Nanda F. 2009. Performans Itik Pedaging (Lokal X Peking) Fase Starter Pada
Tingkat Kepadatan Kandang Yang Berbeda Di Desa Laboijaya Kabupaten Kampar.
Jumal Petemakan. Vol 6(1) : 29 35.
Ali Mahmoud Mohamed, Atif E., A., Hayfa M., I. 2014. Evaluation Of Biosecurity Measures
On Ducks Farms In Khartoum, Sudan. Jour of Vet Med & Anim Health. 6 (5) : 138144.
Ardana Ida Bagus Komang. 2011. Strategi Pencegahan Penyakit Inefeksius Pada Peternakan
Unggas Berbasis Lanoratorium. Buletin Veteriner Udayana. 3 (1) : 51-59.

25

Daud Muhammad, Mulyadi, Zahrul Fuadi. 2016. Presentase Karkas Itik Pedaging yang
Diberi Pakan dalam Bentuk Wafer Ransum Komplit Mengandung Limbah Kopi.
Agripet. 16 (1) : 62-68.
Huda Et Al. 2013. Effect Of Duck Feet Collagen Addition On Physicochemical Properties Of
Surimi. Journal Homepage Ifrj. 20(2): 537-544
Kasnodiharjo, Kenti Friskarini. 2013. Sanitasi Llingkungan Kandang, Perilaku, dan Flu
Burung. Jur Kes Mas Nas. 8 (3) : 139-144.
Maijon P., Hardi P., Bram B., . Produktivitas Dua Bangsa Itik Lokal: Alabio Dan Mojosari
Pada Sistem Kandang Battery Dan Litter. Makalah Penunjang. 158 - 162
Mirghelenj S., A., Golian. 2009. Effects of Feed Form on Development of Digestive Tract,
Performance and Carcass Traits of Ducks. Jour of Anim & Vet Adv. 8 (10) : 19111915.
Neves D., Banhazi T., M., Naas. 2014. Feeding Behaviour of Ducks: A Review on the
Biomechanical Characteristics. Braz Jour of Poultry Sci. 16 (2) : 1-6.
Potter B., D., Marcy, Owens, Slank, Goodin, J., K., Apple. 2012. Impact of Performance
Based Sanitation Systems on Microbiological Characteristics of Poultry Processing
Equipment & Carcass as Compared With Tradisional Sanitation Systems. J Appl
Poult Res. 21 : 669-678.
Prasetyo L., H., Susanti. 2000. Persilangan Timbal Balik Antara Itik Alabio dan Mojosari :
Periode Awal Bertelur. JIT & Vet. 5 (4) : 1-5.
Saleh,

Eniza. Pengelolaan Ternak Itik Di Pekarangan Rumah. Jurusan Peternakan


Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara

Subekti Endah, Dewi Hastuti. 2015. Pengaruh Penambahan Probiotik Herbal pada Ransum
erhadap Performamen Itik Pedaging. Mediagro. 11 (2) : 11-21.
Widyantara Putu R., A., IK., A., Wiyana N., Sarini. 2013. Tingkat Penerapan Biosekuriti
pada Peternakan Itik Pedaging Kemitraan di Kabupaten Tabanan dan Gianyar. Jour
of Trop Anim Sci. 1 (1) : 45-57.
Wenming Zhao, Zhengyang H, Yang C, Yang Z, Guanghui R, Chunyu M, Qi X, Guohong C,.
2013. Molecular Cloning and Functional Analysis of the Duck TLR4 Gen. Int. J. Mol.
Sci. 14, 18615-18628.

26

Anda mungkin juga menyukai