Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Ke PDF
Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Ke PDF
PADA PEKERJA DI PROSES PRODUKSI KANTONG SEMEN PBD (Paper Bag Division)
SKRIPSI
OLEH:
MOCH NOVAL MAULUDI
(106101003694)
53
Abstraksi
Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan
dalam bekerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja.
Kelelahan kerja ditandai dengan melemahnya tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan
atau kegiatan, sehingga akan meningkatkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan dan akibat
fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja.. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan pada 10 pekerja di proses produksi PBD (Paper Bag Division ) PT. Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk, diketahui 100% pekerja mengalami kelelahan kerja, artinya dari 10
sampel diketahui seluruh pekerja mengalami kelelahan kerja.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel
penelitian sebanyak 88 orang dari total populasi sebesar 168 orang pekerja. Uji statistik
menggunakan Chi Square untuk melihat adanya hubungan antara kedua variabel.Yaitu variabel
tekanan panas, tingkat kebisingan, masa kerja, Shift kerja, usia, status perkawinan, kebiasaan
merokok, dan status gizi dihubungkan dengan kelelahan kerja pada pekerja di proses produksi
kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa yang dilaksanakan pada bulan AprilAgustus 2010.
Dari hasil uji statistik didapatkan gambaran tingkat kelelahan yang paling terbanyak
adalah kelelahan kerja ringan (KKR) sebanyak 34 pekerja (38,6 %), tingkat kelelahan kerja
sedang (KKS) sebanyak 33 orang (37,5%), sedangkan tingkat kelelahan yang paling sedikit
adalah tingkat kelelahan kerja berat (KKB) sebanyak 21 pekerja (23,9%). Dari hasil uji statistik
bivariat didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,008. Artinya pada 5 % terdapat hubungan
antara tingkat kebisingan dengan kelelahan kerja. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
probabilitas sebesar 0,014. Artinya pada 5 % terdapat hubungan antara kelompok kerja dengan
kelelahan kerja. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,045. Artinya pada
terdapat hubungan antara kelompok status perkawinan dengan kelelahan kerja.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan
antara kebisingan dengan kelelahan kerja, shift kerja dengan kelelahan kerja, dan status
perkawinan dengan kelelahan kerja. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan itu sendiri disamping
faktor-faktor yang lain. Oleh karena itu saran yang dapat diberikan adalah mengurangi paparan
54
kebisingan yang diterima pekerja salah satunya dengan cara administrative control (memberikan
pelatihan pada pekerja, menyediakan ruang kontrol sehingga pekerja bisa beristirahat), personal
protective equipment (dengan menggunakan alat pelindung diri berupa safety ear plug atau ear
muff), mengatur jam shift kerja sesuai dengan jam kerja normal yaitu dengan jam kerja 06-14-22,
dan memberikan pendidikan atau pengarahan tentang cara pengaturan waktu istirahat antara
pekerjaan dengan waktu untuk keluarga.
Daftar bacaan : (1965 - 2009)
55
56
hours, and provide education or guidance on how the timing of a break between work with time
for family.
Reading list : (1965 - 2009).
57
BAB 1
PENDAHULUAN
Kelelahan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan efisiensi dan
kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003). Riyadina (2000) kelelahan mengandung 3
pengertian yaitu terdapatnya penurunan hasil kerja sacara fisiologik, adanya perasaan
lelah dan merasa bosan bekerja. Tarwaka dkk (2004) mengatakan bahwa kelelahan
adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih
lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Sedangkan pendapat lain mengatakan
kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam
bekerja, yang dapat disebabkan sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual),
kelelahan fisik umum, kelelahan syaraf, kelelahan oleh lingkungan yang monoton dan
kelelahan oleh lingkungan kronis terus menerus sebagai faktor
secara menetap
(Sumamur, 1999).
dan
akibat
fatalnya
adalah
terjadinya
kecelakaan kerja. Menurut Rizeddin (2000) kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja
dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun dan aktivitas
58
menurun. Kelelahan kerja memperlambat waktu reaksi, merasa lelah ada penurunan
aktivitas dan kesulitan dalam mengambil keputusan yang menyebabkan menurunnya
kinerja dan menambahnya tingkat kesalahan kerja. Sehingga dengan meningkatnya
kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.
Apabila beban kerja lebih besar daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi rasa tidak
nyaman, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan produktivitas menurun
(Santoso, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja Jepang terhadap
12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut yang dipilih
secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan 65 % pekerja mengeluhkan
kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28 % mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7%
pekerja mengeluh stress berat dan merasa tersisihkan. Miranti (2008) mengutarakan hasil
penelitian yang dilakukan pada salah satu perusahaan di Indonesia tahun 2008 khususnya
pada bagian produksi mengatakan rata-rata pekerja mengalami kelelahan dengan
mengalami gejala sakit di kepala, nyeri di punggung, pening dan kekakuan di bahu.
59
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, berdiri pertama kali pada tahun 1973, dan
memulai kegiatannya dalam usaha pembuatan semen pada tahun 1975. PT. Indocement
60
Tunggal Prakarsa Tbk memiliki 12 pabrik atau plant yang tersebar ditiga lokasi yaitu 9
pabrik (plant 1-plant 8 dan plant 11 ) dengan luas area 200 Ha yang berlokasi di
Citeureup-Bogor, 2 pabrik (plant 9-plant 10) dengan luas area 37 Ha yang berlokasi di
Palimanan Cirebon, serta 1 pabrik (plant 12) dengan luas area 71 Ha di TarjunKalimantan Selatan. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk merupakan perusahaan yang
sudah modern, sehingga alat-alat yang digunakan dalam proses produksi semen sudah
dikendalikan oleh mesin, kecuali pada bagian proses tambang (maining), Engineering,
HED (Heavy Engineering Division) dan proses produksi kantong semen PBD (Paper Bag
Division) yang rata-rata memperkerjakan orang dengan jumlah pekerja yang cukup
banyak. Diantara keempat tempat tersebut PBD (Paper Bag Division) merupakan salah
satu pabrik yang menjalankan proses produksi secara terus menerus selama 24 jam
selama 5 hari dalam seminggu. Pada proses produksi pekerja bekerja 6 jam dengan
istirahat 2 jam (50%-75% kerja) dengan kondisi suhu lingkungan kerja berkisar 280 300C dan nilai tingkat kebisingannya berkisar antara 81-93 dB.
61
PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, merupakan suatu perusahaan yang
menjalankan proses produksi secara terus menerus selama 24 jam selama 5 hari dalam
seminggu. Pada proses produksi pekerja bekerja 6 jam dengan istirahat 2 jam (50%-75%
kerja) dengan kondisi suhu lingkungan kerja berkisar 280 -300C dan nilai tingkat
kebisingannya berkisar antara 81-93 dB. Berdasarkan standar TLV (Threshold Limit
Values/nilai ambang batas) tahun 2007 bahwasanya beban kerja dengan suhu 280 C
termasuk pada kategori beban kerja sedang. Sedangkan berdasarkan standar nilai ambang
batas tingkat kebisingan, nilai tingkat kebisingan sudah melebihi nilai ambang batas
tingkat kebisingan.
62
63
10. Apakah ada hubungan antara status perkawinan dengan kelelahan pada
pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal
Prakasa Tbk. tahun 2010?
11. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan pada
pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal
Prakasa Tbk. tahun 2010?
12. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja di
proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
tahun 2010?
1.4 Tujuan
1.4.1
Tujuan Umum
1.4.2
Tujuan Khusus
64
65
Manfaat Penelitian
12.2
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010. Adapun lokasinya
pada bagian proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan
pada pekerja di psoses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa
Tbk. Citeureup Bogor. Penelitian ini bersifat kuantitaif dengan desain cross sectional.
66
Sasaran penelitian adalah pekerja yang ada diarea produksi kantong semen dengan
jumlah sampel 88 orang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan
kelelahan kerja pada bagian produksi kanting semen PBD PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. Tahun 2010. Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja di proses produksi PBD PT. Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk, diketahui rata-rata seluruh pekerja mengalami kelelahan kerja.
Data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dan dikumpulkan dari objek penelitian ataupun responden selama penelitian.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari perusahaan dengan cara telaah dokumen. Data
tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik
dengan rumus chisquare untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen.
67
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kelelahan Kerja
2.2.Pengertian Kelelahan Kerja
Menurut Cameron (1973) yang dikutip oleh Rahmawati (1998) kelelahan kerja
merupakan kriteria yang kompleks yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis
dan psikologis tetapi dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya
68
Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahan
dalam bekerja, yang dapat dosebabkan oleh :
secara
69
Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja
(Nurmianto, 2003). Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya
kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (Static Muscular
Loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan
RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang
diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).
Menurut
Tarwaka
(2004)
kelelahan
merupakan
suatu
mekanisme
perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian
terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan
yang subyektif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi
dan kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003). Kelelahan kerja akan menurunkan
kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan
memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Selain itu karakteristik
kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan. Pendapat
lain mengatakan bahwasanya kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan
kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun. Rizeddin
(2000)
70
Kelelahan otot menurut Sumamur (1999) adalah tremor pada otot atau
perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Hasil percobaan yang dilakukan para
peneliti pada otot mamalia, menunjukkan kinerja otot berkurang dengan
meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan
respon tertentu. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya
tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot secara
fisiologis, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya
tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan.
2) Kelelahan Umum
Pendapat Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004), biasanya
kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja,yang
sebabnya adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik,
keadaan lingkungan, Sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai
perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada
akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik.
Pengaruhpengaruh ini seperti berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan
perasaan lelah (Sumamur, 1996). Menurut Budiono (2003), gejala umum
kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua
aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan
terebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis,
segalanya terasa berat dan merasa mengantuk.
71
a. Penurunan perhatian
b. Perlambatan dan hambatan persepsi
c. Lamban dan sukar berfikir
d. Penurunan kemampuan atau dorongan untuk bekerja
e. Kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental
Jika menderita lelah berat secara terus menerus maka akan mengakibatkan
kelelahan kronis dengangejala lelah sebelum bekerja. Jika terus berlanjut dan
menimbulkan sakit kepala, pusing, mual dan sebagainya maka kelelahan itu dinamakan
lelah klinis yang akan mengakibatkan malas bekerja (Sedarmayanti 1996).
Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena
kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan
pendekatan secara multidisiplin (Grandjean, 1993) yang dikutip oleh Tarwaka (2004).
Namun demikian diantara sejumlah metode pengukuran terhadap kelelahan yang ada,
umumnya terbagi kedalam 5 kelompok yang berbeda, yaitu:
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja
(waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap
72
2) Pengujian Psikomotorik
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu
reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang
sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji
waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau
goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk
adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.
Sanders dan Cormick (1987) yang dikutip oleh Tarwaka (2004) mengatakan
bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik
saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara
150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat;
intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan-perbedaan
individu lainnya. Setyawati (1996) yang dikutip oleh Tarwaka (2004)
melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya
73
lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli
suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur
waktu reaksi telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala
lampu dan denting suara sebagai stimuli.
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan
akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan
untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur
kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka,
2004).
5) Pengujian Mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.
Baurdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil test akan menunjukkan
bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan
74
1) Normal (N)
75
76
Tekanan panas adalah total panas tubuh seseorang yang berasal dari kombinasi
panas metabolik (internal) dan panas lingkungan (eksternal). Yang dimaksud dengan
panas metabolic adalah hasil sampingan (by-product) dari proses kimia yang terjadi pada
sel, jaringan dan organ (Fundamentals of industrial Hygiene, 4 th edition, Thermal stress).
Panas yang dihasilkan dari proses metabolisme tersebut berasal dari aktivitas manusia.
Suhu nikmat bekerja sekitar 24 - 26C bagi orang- orang Indonesia, suhu
dingin
mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas
terutama berakibat menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat hebat sesudah
32C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu
pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi
syaraf perasa dan motoris (Sumamur, 1996).
NAB (Nilai Ambang Batas) adalah standar faktor tempat kerja yang dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatakan penyakit atau gangguan kesehatan dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Biasanya ahli hygiene industry menggunakan parameter yang disebut Wet Bulb Globe
77
Thermometer (WBGT) Index atai Indeks Suhu Basah Bola dan suhu globe/radiasi.
Seseuai dengan Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang ditetapkannya syarat-syarat
keeslamatan dan kesehatan kerja, salah satu sumber bahaya yang ditemukan di tempat
kerja adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas.
Beban kerja fisik yang berat yang berhubungan dengan waktu kerja yang lebih
dari 8 jam, maka dapat menurunkan produktivitas kerja serta meningkatnya angka
kecelakaan kerja dan sakit (Budiono dkk., 2000). Setiap pekerjaan merupakan beban bagi
pelakunya. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya
dengan beban kerja. Diantara mereka ada yang lebih cocok untuk beban fisik, mental
ataupun sosial (Sumamur, 1996). Akibat beban kerja yang terlalu berat
dapat
mengakibatkan pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja (Depkes dan
Kessos RI, 2000). Bahkan banyak juga dijumpai kasus kelelahan kerja dimana hal itu
adalah sebagai akibat dari pembebanan kerja yang berlebihan ( Sugeng Budiono dkk.,
2000).
78
ketegangan otot (Anies, 2002). Setiap beban kerja harus disesuaikan dengan kemampuan
tubuh seseorang. Apabila beban kerja lebih besar dari kemampuan tubuh maka akan
terjadi rasa tidak nyaman (paling awal), kelelahan (overstress), kecelakaan, cedera, rasa
sakit, penyakit dan produktivitas menurun (paling akhir). Sebaliknya, apabila beban kerja
lebih kecil dari kemampuan tubuh maka akan terjadi understress, kejenuhan, kebosanan,
kelesuan, kurang produktif dan sakit (Santoso, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan
Paulina (2008) pada bagian produksi PT. X menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara tekanan panas dengan kelelahan kerja, dengan nilai pvaluenya 0,001.
Mungkin panas tidak dipersoalkan bila tidk ada dampak yang timbul bagi
manusia, karena pada dasarnya panas itu sangat diperlukan keberadaannya hal
tersebut erat kaitannya dengan energi. Namun demikian kenyataannya terdapat
energi panas yang belebihan yang kotak dengan manusia. Berkaitan dengan
adanya energi panas yang kontak dengan manusia, berikut ini merupakan dampak
kesehatan yang diakibatkan oleh panas yang berlebihan berdasarkan OSHA
(Ocupational Safey and Health Administration) adalah sengatan panas (Heat
stroke), Kelelahan karena panas (Heat exhaustion), Heat Collapse, kejang panas
(Heat Cramp), Heat rash, dan Heat Fatigue.
2.3.1.2.Pengukuran Panas
Berikut ini merupakan hal-hal yang harus diperhatikan daam pengukuran panas :
79
Alat ukur yang digunakan tergantung dari sampling yang akan kita ukur.
Untuk mengukur ssampling lingkungan alat yang kita gunakan adalah
Thermal Environmental Monitor atau yang biasa disebut WBGT (Wet Bulb
Globe
Temperature).
Sedangkan
untuk
pengukuran
panas
personal
Berikut ini merupakan persiapan yang dilakukan terhadap alat ukur sebelum
alat tersebut digunakan :
80
a. Letakan alt pada lokasi sampling 2 feet (-+60 cm) dari permukaan tanah,
untuk pekerja yang dominan duduk dalam bekerja.
b. Aktifkan alat (tanpa logging) selama -+ 15 menit untuk adaptasi alat.
c. Aktifkan logging data sesuai dengan waktu pengukuran yang diinginkan.
d. Matikan logging data jika selesai dan data siap untuk diproses atau
dicetak.
Tabel 2.1
Estimasi Pengukuran Panas Metabolik
A
Kcal/min*
81
Sitting
Standing
Walking
Walking uphill
0.3
0.6
2.0 -3.0
Add 0.8 per meter rise
Average
Type of work
Kcal/min
Range kcal/min
Hand work
Light
0.4
0.2 1.2
Heavy
0.9
Work one arm
Light
1.0
0.7 2.5
Heavy
1.8
Work both arms
Light
1.5
1.0 3.5
Heavy
2.5
Work whole body
Light
3.5
Moderate
5.0
2.5 9.0
Heavy
7.0
Very Heavy
9.0
1.0
C Basal metabolism
D Sample calculation**
Average Kcal/min
Assembling work with heavy hand
tools
Standing
0.6
Two arm work
3.5
Basal metabolism
1.0
Total
5.1 kcal/min
* For standard worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1.8 m2 body
surface (19.4 ft2)
** Example of measuring metabolic heat production of worker when
performing initial screening
Sumber: NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986
B
82
energi sesuai tabel perhitungan beban kerja. Pengamatan aktifitas kerja dilakukan dengan
cara pengamatan pada kategori jenis pekerjaan dan posisi badan pekerja setiap jam,
kemudian posisi dan lama gerakan tersebut dicatat dan dihitung.
Tabel 2.2
Tingkat Beban Kerja
No
Pengukuran Panas
Tingkat Beban
Metabolik
Kerja
1
< 200 kcal/jam
Ringan
2
200 - 350 kcal/jam
Sedang
3
350 - 500 kcal/jam
Berat
4
> 500 kcal/jam
Sangat Berat
Sumber : OSHA
ACGIH menetapkan nilai ambang batas paparan panas yang diperbolehkan TLV
dalam satuan C WBGT sesuai dengan tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3
Batas Pajanan Tekanan Panas untuk Pekerja
Yang Teraklimatisasi
Allocation of work
in a cycle of work
and recovery
83
75% to 100%
50% to 75%
25% to 50%
0% to 25%
31.0
31.0
32.0
32.5
28.0
29.0
30.0
31.5
27.5
29.0
30.5
28.0
30.0
Tabel 2.4
Batas Pajanan Tekanan Panas untuk Pekerja yang tidak teraklimataisasi
Allocation of
work in a cycle
of work and
recovery
75% to 100%
50% to 75%
25% to 50%
0% to 25%
Moderate Heavy
25.0
26.0
27.0
29.0
24.0
25.5
28.0
Very
Heavy
24.5
27.0
84
Menurut Sumamur (1996) bunyi didengar sebagai rangsangan pada telinga oleh
getaran- getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi- bunyi tersebut tidak
dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat dua hal yang menentukan
kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam
jumlah getaran per detik atau disebut hertz (Hz) dan intensitas atau arus energi persatuan
luas biasanya dinyatakan dalam desibel (db). Telinga manusia mampu mendengar
frekuensi- frekuensi diantara 16- 20.000 Hz.
85
antara tingkat kebisingan dengan kelelahan. Dengan nilai pvaluenya 0,000. Waktu
maksimum bekerja adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5.
NAB Kebisingan Menurut KepMenNaker NO. 51 TAHUN 1999
Jam
Intensitas Kebisingan
dalam dBA
85
88
91
94
30
Menit
97
15
100
7,5
103
3,75
106
1,88
109
0,94
112
28,12
Detik
115
14,06
118
7,03
121
3,52
124
1,76
127
0,88
130
0,44
133
0,22
136
0,11
139
2.3.2.2.Pengukuran Kebisingan
86
87
Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapat
didengar telinga.
Sedangkan jika
88
respons
detektor
yang
sesuai,
atau
untuk
bising
yang
diukur;
(e).
Selalu
gunakan windshield
luas
ruangan
atau tempat
pengukuran
dilakukan
serta
jenis
dan
nomor
seri;
(d).
Metode
kalibrasi;
(e).
2.3.3. Penerangan
89
Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi
benda- benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di
sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari
kecelakaan yang mungkin terjadi. Selain itu penerangan yang memadai memberikan
kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan
(Sumamur, 1996). Penerangan di tempat kerja merupakan salah satu faktor yang perlu
diupayakan penyempurnaannya. Penerangan yang baik mendukung kesehatan kerja dan
memungkinkan tenaga kerja bekerja dengan lebih aman dan nyaman, yang antara lain
disebabkan karena mereka dapat melihat obyek yang dikerjakan dengan jelas, cepat dan
tanpa upaya tambahan, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan
menyenangkan.
90
2.3.4. Getaran
Getaran adalah beresonansinya tubuh manusia akibat adanya sumber getaran yang
dapat menimbulkan gangguan berupa ganguan kesehatan. (Depnaker, 1993) Getaran
adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah
kedudukan kesetimbangannya. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan
motor, sehingga pengaruhnya bersifat mekanis. Menurut Budiono (2003) pengaruh
getaran pada tenaga kerja dapat dibedakan:
Getaran suatu benda dapat dihindari dengan meletakkan bahan peredam di bawah
benda yang bergetar. Bahan peredam harus jauh lebih rendah frekuensinya dari frekuensi
getaran benda. Frekuensi dari bahan peredam sebaiknya sekitar 1 Hz (Gabriel, 1997).
2.3.5. Ventilasi
91
kerja sampai batas yang tidak membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan pekerja
(Depnaker, 1993).
kelelahan tenaga kerja. Tingkat kelelahan tenaga kerja yang bekerja di malam hari akan
lebih besar jika dibanding kerja di pagi atau siang hari. Hal itu dikarenakan jumlah jam
kerja yang dipakai tidur bagi pekerja malam pada siang harinya relatif jauh lebih kecil
dari seharusnya, dikarenakan gangguan suasana siang hari seperti kebisingan, suhu,
keadaan terang, beban yang harus diselesaikan pada siang hari seperti pekerjaan rumah
dan mengurus anak dan oleh karena kebutuhan badan yang tidak dapat diubah seluruhnya
menurut kebutuhan, yaitu terbangun oleh dorongan lapar atau buang air kecil yang relatif
lebih banyak pada siang hari (Sumamur, 1996). Berdasarkan hasil peneltian yang
dilakukan oleh Febriana, (2009)
2.3.7. Psikologis
92
kerja yang berhubungan dengan hal yang sama dalam periode atau waktu yang tertentu,
dan dalam jangka waktu yang lama dan biasanya dilakukan oleh suatu produksi yang
besar (Budiono dkk, 2000). Rasa bosan merupakan manifestasi dari reaksi suasana yang
monoton (Nurmianto, 2003). Dalam hal ini kebosanan merupakan ungkapan perasaan
tidak enak secara umum, yakni suatu perasaan resah, kurang menyenangkan dan lelah
(Anies, 2002). Rasa bosan dapat dirasakan oleh siapa saja. Kebosanan biasanya banyak
dialami oleh pekerja dalam bidang industry misalnya saja operator mesin tenun, mesin
cetak dan sejenisnya yang sifatnya monoton dan berulangulang (Budiono dkk, 2000).
Menurut Budiono dkk, (2000) bila kebosanan berlangsung terus dan tidak diatasi,
maka akan timbul:
Menurut Anies (2002) upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebosanan
adalah; (1) Perlu dilakukan kesesuaian antara tenaga kerja dengan pekerjaannya; (2)
Melakukan perputaran pekerjaan (job rotation); (3) Mengubah kondisi lingkungan kerja.
93
Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentuk mengakibatkan
berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya
gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu
kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanantekanan yang tera-kumulasi setiap
harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang
berlarutlarut
mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis.
Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum
saatnya bekerja, misalnya berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan
emosi (Budiono dkk, 2003). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eraliesa
(2008)
terdapat hubungan antara masa kerja dengan tingkat kelelahan, dengan nilai
pvaluenya 0,002.
2.3.9. Usia
94
Pada usia lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan oleh jaringan ikat.
Pengerutan otot menyebabkan daya elastisitas otot berkurang (Margatan, 1996). Proses
menjadi tua diserta kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan pada
alat tubuh, sistem kardiovaskular, hormonal (Sumamur, 1996). Hasil penelitian yang
dilakukan Paulina (2008) pada bagian produksi PT. X menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara umur responden dengan kelelahan kerja, dengan nilai
pvaluenya 0,0001.
Laki laki dan wanita berbeda dalam hal kemampuan fisiknya, kekuatan kerja
ototnya. Menurut pengalaman ternyata siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi
kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan kultural. (Depnaker, 1993).
Pria dan wanita berbeda dalam kemampuan fisiknya, kekuatan kerja ototnya. Perbedaan
tersebut dapat dilihat melalui ukuran tubuh dan kekuatan otot dari wanita relatif kurang
jika dibandingkan pria. Kemudian pada saat wanita sedang haid yang tidak normal
(dysmenorrhoea), maka akan dirasakan sakit sehingga akan lebih cepat lelah (Sumamur,
1996).
95
yang sudah pernah menikah tetapi kemudian berpisah karena perceraian atau kematian.
Pernikahan menyebabkan meningkatnya tanggung jawab yang dapat membuat pekerjaan
tetap lebih berharga dan penting. Tugas- tugas perkembangan yang dimiliki oleh orang
yang sudah menikah menurut sudirman (1987):
Seseorang yang sudah menikah dan memiliki keluarga maka akan mengalami
kelelahan akibat kerja dan setelah dirumah harus melayani anak dan istrinya yang mana
waktu terebut digunakan untuk beristirahat (Irma, 2009). Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Eraliesa (2008)
Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan
otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh
seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paruparu, sehingga
kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat
kesegaran juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang
menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam
96
darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan
akhirnya timbul kelelahan (Tarwaka, 2004). Seseorang dapat diakatan perokok ringan
apabila merokok kurang dari 10 batang perhari, dikatakan perokok sedang apabila
merokok 10-20 batang perhari dan dikatakan perokok berat apabila merokok lebih dari 20
batang perhari (Bustan, 2000).
Kesehatan fisik sangat penting untuk menduduki suatu pekerjaan. Tidak mungkin
seseorang dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik jika sering sakit. (Hasibuan,
2000). Riwayat alamiah penyakit yang pernah diderita oleh karyawan juga berhubungan
dengan tingkat kelelahan kerja. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan kelelahan:
Pertama adalah penyakit jantung. Kerja fisik yang sangat berat merupakan kondisi yang
sangat menegangkan yang harus dihadapi oleh sistem sirkulasi normal. Hal ini karena
pada beberapa kondisi, aliran darah yang melalui otot dapat meningkat lebih dari 20 kali
lipat. Kenaikan dari aliran darah ini juga dapat meningkatkan aktivitas jantung lebih dari
normal. Kenaikan aliran darah ini salah satunya adalah dikarenakan berkurangnya O2
dalam jaringan otot (Guyton & Hall, 1997). Kekurangan O2 yang berkurang secara cepat
memungkinkan terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat
yang mempercepat kelelahan (Santoso, 2004). Penempatan sebelum tenaga kerja bekerja
harus disesuaikan dengan keadaan kemampuan jantung seorang tenaga kerja (Sumamur,
1996).
Kedua adalah hipertensi. Hipertensi adalah suatu penyakit dimana salah satu
penyebabnya adalah karena tekanan tinggi
97
(kenaikan tekanan darah) dan pada umumnya bersamaan dengan sakit kepala (gejala
utama) dan pada kasus-kasus berat dengan sesak nafas pada gerakan berlebihan dan
pusing (Gibson, 1985).
dihubungkan dengan pekerjaan yang perlu mengerahkan tenaga dan yang dilakukan
dalam cuaca kerja panas. Kedua-duanya mengurangi peredaran darah ke ginjal dengan
akibat gangguan penyediaan zatzat yang diperlukan oleh ginjal (Sumamur 1996:).
Kelelahan merupakan suatu gejala
98
sehari-hari dengan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, dengan pengeluaran energi
yang cukup besar guna memenuhi kebutuhan geraknya dan menikmati waktu luang serta
untuk memenuhi keperluan darurat bila sewaktu-waktu dibutuhkan (Sajoto, 1988).
kesegaran jasmani adalah kemampuan dan kesanggupan tubuh dalam penyesuaian atau
adaptasi terhadap pembebanan fisik yang diberikan kepadanya tanpa menimbulkan
kelelahan berlebihan ( Dangsina,1984 ). Jadi apabila keadaan seseorang tidak dalam
keadaan segar jasmaninya maka berpotensi terjadinya kelelahan.
2.3.15. Status Gizi
Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang.
Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan
kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan
meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan (Sumamur, 1996). Tingkat gizi,
terutama bagi pekerja kasar
kerjanya. Beban kerja yang terlalu berat sering disertai penurunan berat badan
(Sumamur, 1996).
Status gizi ini bisa dihitung salah satunya adalah dengan menghitung IMT dengan
rumus:
Berat badan (kg)
IMT =
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
: <17,0
99
3. Normal
: >18,5-25,0
: >25,0-27,0
: >27,0
Tabel 2.6.
Kerugian Berat Badan yang Kurang Ideal
Berat badan
(1)
Kurang (kurus)
Kelebihan (gemuk)
Kerugian
(2)
Penampilan cenderung kurang baik,
mudah lelah, risiko penyakit tinggi, wanita
kurus yang hamil mempunyai risiko tinggi
melahirkan bayi dengan BBLR, kurang
mampu bekerja keras.
Penampilan kurang menarik, gerakan
tidak gesit dan lamban, risiko penyakit
jantung, pada wanita dapat menyebabkan
gangguan haid.
Berat badan yang kurang ideal baik itu kurang ataupun kelebihan dapat
menimbulkan kerugian. Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa (usia
18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit
tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Akibat kekurangan zat gizi, maka
simpanan zat gizi pada tubuh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Bila hal ini
berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan terjadi kemerosotan jaringan,
dengan meningkatnya defisiensi zat gizi maka muncul perubahan biokimia dan rendahnya
zatzat gizi dalam darah, berupa rendahnya tingkat Hb, serum vitamin A dan karoten.
Dapat pula terjadi peningkatan beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan piruvat
pada kekurangan
100
menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa penyebab dari kelelahan
tersebut (Tarwaka, 2004). Menurut Budiono (2000) Kelelahan dapat dikurangi dengan
berbagai cara:
101
utama yang signifikan yang menyebabkan terjadinya kelelahan, meliputi : jenis kelamin,
usia, kelebihan kerja (overtime work), tempat kerja, Physically, intensitas, durasi kerja
fisik, mental, penerangan, tingkat kebisingan, status kesehatan, nutrisi, lingkungan kerja,
dan penyebab yang berkaitan dengan tempat kerja (kerja shift, suhu ruang kerja,
penerangan, kebisingan, monotoni pekerjaan dan kebosanan). Berdasarkan teori yang
telah disebutkan bahwasanya ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kelelahan. Untuk lebih mudahnya dapat dilihat kerangka teori di bawah ini :
102
Tekanan Panas
Tingkat Kebisingan
Penerangan
Getaran
Ventilasi
Shift Kerja
Kelelahan
Psikologis
Massa Kerja
Usia
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Kebiasaan Merokok
Status Kesehatan
Kesegaran Jasmani
Status Gizi
Sumber : Grandjean (1988), Setyawati (1994) Siswanto (1999), Akerstedt ed Alt (2002)
dan Tarwaka (2004).
Gambar 2.1.
Kerangka Teori
103
BAB III
variabel getaran dan penerangan tidak dilakukan karena tidak adanya alat untuk
mengukur dalam penelitian ini, sehingga hal ini menjadi salah satu kekurangan
dalam penelitian. Sedangkan untuk variabel ventilasi tidak diteliti karena area
produksi memilki ventilasi yang ada merupakan ventilasi terbuka. Faktor
psikologis merupakan faktor yang subyektif sehingga sulit didapatkannya hasil
yang pasti atau signifikan. Jenis kelamin tidak diteliti karena homogen yaitu lakilaki. Tingkat keterampilan pekerja memiliki karakteristik yang sama karena
bekerja dengan menggunakan mesin. Faktor status kesehatan merupakan
persyaratan responden yang mengisi kuesioner berada dalam kondisi yang sehat.
Adapun faktor kesegaran jasmani tidak diteliti karena faktor tersebut sudah
tergambarkan dalam variabel status keehatan.
104
Tekanan panas
Tingkat Kebisingan
Masa kerja
Shift kerja
Kelelahan Kerja
Usia
Status perkawinan
Kebiasaan merokok
Status gizi
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
54
3.2.Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No
Variabel
1. Kelelahan Kerja
Definisi
Menurunnya kapasitas kerja dan ketahanan
kerja yang ditandai oleh sensasi lelah dan
reaksi motor
Alat Ukur
Reaction
timer test
Cara Ukur
Pengukuran
lansung
Hasil Ukur
0) Kelelahan Kerja Berat
(KKB) : waktu reaksi >
580.0 milidetik
1) Kelelahan Kerja Sedang
(KKS) : waktu reaksi
410.0-<580.0 milidetik
2) Kelelahan Kerja Ringan
(KKR) : waktu reaksi
>240.0-<410.0 milidetik
3) Normal (N) : waktu
reaksi 150.0-240.0
milidetik. Koesyanto
Skala
Ordinal
(2005)
2.
Tekanan Panas
1.
Heat Pengukuran
lansung
Stress
Monitor
dengan merk
Quest Temp
34
2.
Beban
kerja
3.
Waktu
Ordinal
panas
54
55
kerja yang
dilewati
Pengukuran
langsung
0. > 85 dB
1. < 85 dB
Ordinal
Wawancara
0. > 10 tahun
1. < 10 tahun
Ordinal
Wawancara
Ordinal
Usia
Kuesioner
Wawancara
0. > 40 tahun
1. < 40 tahun
Ordinal
Status
perkawinan
Wawancara
0. Kawin
1. Belum kawin
Ordinal
Kebiasaan
Merokok
Kuesioner
Keterangan yang menunjukkan riwayat
pernikahan tenaga kerja yang terdapat pada
kartu identitas pekerja, dan dikategorikan
atas kawin dan tidak kawin.
Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
Kuesioner
dalam menghisap rokok mulai dari satu
batang ataupun lebih dalam satu hari.
Wawancara
0. Berat (> 20
batang/hari)
Ordinal
Tingkat
kebisingan
Masa Kerja
Shiftt Kerja
Bustan, (2000)
Sound Level
meter.
1. Sedang (10-20)
batang/hari)
2. Ringan (< 10 abtang
/hari)
3. Tidak merokok (0
batang/hari)
Bustan, (2000)
55
56
Status Gizi
Kuesioner,
Timbangan,
kalkulator
dan meteran
Pengukuran
lansung
Ordinal
(Supariasa dkk.,2002 )
56
57
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan pada pekerja di proses
produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun
2010.
2. Ada hubungan antara tingkat kebisingan dengan kelelahan pada pekerja di
proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
tahun 2010.
3. Ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan pada pekerja di proses
produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun
2010.
4. Ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan pada pekerja di proses
produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun
2010.
5. Ada hubungan antara usia dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi
kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010.
6. Ada hubungan antara status perkawinan dengan kelelahan pada pekerja di
proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
tahun 2010.
7. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan pada pekerja di
proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
tahun 2010.
57
58
8. Ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja di proses
produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun
2010.
58
59
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah operator yang bekerja di produksi kantong semen PBD PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, yaitu sebesar 168 orang. Sedangkan sampel yang diambil
menggunakan simple random sampling dan mengambil sampel sebanyak 88 orang pekerja yang
mewakili populasi dengan menggunakan uji beda proporsi dengan rumus sebagai berikut:
n=
(z
1-
)2
(P1- P2)2
59
60
Keterangan :
n
Besar sampel
P1
P2
z1-
z 1-
Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian
ini sebesar:
n=
(1,96
)2
(0.61-0.30)2
40
40 x 2 = 80
Untuk menghindari terjadinya drop out atau missing jawaban dari responden
maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah sampel tersebut, sehingga jumlah sampel
keseluruhan sebesar 88 orang, dengan kriteria (Hendra, 2003):
1. Tidak mempunyai riwayat penyakit jantung
2. Tidak sedang menderita sakit/demam
3. Tidak sedang mengalami kelainan fungsi ginjal
4. Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan (obat-obatan yang dikonsumsi baik
dari dokter ataupun tidak)
5. Tidak sedang menderita flue, batuk, dan asma.
60
61
4.4 Pengumpulan Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Heat Stress Monitoring Questemp
34o, Sound Level Meter untuk mengukur kebisingan, Reaction Timer Test untuk mengukur
kelelahan, timbangan dan meteran untuk mengukur IMT sedangkan kuesioner digunakan untuk
mengukur variable independen yang lain.
4.4.1 Kelelahan
Reaction Timer Test merupakan alat untuk mengukur tingkat kelelahan berdasarkan
kecepatan waktu reaksi terhadap rangsang cahaya. Prinsip kerja dari alat ini adalah
memberikan rangsang tunggal berupa signal cahaya atau lampu yang kemudian direspon
secepatnya oleh tenaga kerja, kemudian dapat dihitung waktu reaksi tenaga kerja yang
mencatat waktu yaang dibutuhkan untuk merespon signal tersebut. Pengukuran dilakukan
sebanyak 5 kali, setiap hasil pengukuran dijumlahkan, kemudian diambil nilai rata-ratanya.
Tekanan panas diketahui dengan menentukan beban kerja yaitu dengan cara
pengukuran jumlah panas metabolik berdasarkan jenis pekerjaan masing-masing. Setelah itu
61
62
mengukur suhu dengan menggunakan HSM indeks WBGT untuk mengetahui kondisi lingkungan
suhu pekerja. Kemudian setelah itu tekanan panas dapat diketahui sesuai dengan lamanya jam
kerja.
Data mengenai panas lingkungan kerja diperoleh dengan cara pengukuran langsung
pada lokasi penelitian menggunakan
merupakan alat untuk mengukur iklim kerja, adapun cara yang dapat dilakukan
adalah:
1. Persiapan pengukuran
1) Tentukan titik sampling/pengukuran
2) Siapkan alat ukur
(1) Pastikan alat ukur dalam kondisi baik dan berfungsi
(2) Lakukan kalibrasi internal menggunakan alat kalibrasi yang tersedia
(3) Tutup termometer suhu basah dengan kain katun
(4) Lakukan set-up untuk mengatur beberapa indikator pengukuran yaitu:
bahasa, satuan, tanggal/bulan/tahun, jam/menit/detik, heat index,
humidity index, dan logging rate
(5) Basahi dengan aquades dan tunggu selama 10 - 15 menit
(6) Pasang WBGT pada alat penyangga (tripod).
2. Pelaksanaan Pengukuran (Eksekusi)
1) Pastikan WBGT diletakkan pada lokasi yang tepat
2) Letak WBGT jangan sampai mengganggu proses kerja
62
63
3.5 feet ( 100 - 110 cm) dari permukaan tanah untuk pekerja yang
dominan berdiri
Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan menggunakan estimasi
pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986 yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Estimasi Pengukuran Panas Metabolik
Kcal/min*
0.3
0.6
2.0 -3.0
Add 0.8 per meter rise
Range kcal/min
0.2 1.2
63
64
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
Sumber : OSHA
64
65
Tabel 4.3
Batas Pajanan Tekanan Panas untuk Pekerja
yang Teraklimatisasi
Allocation of work
TLV (WBGT values in C)
in a cycle of work
Very
Light Moderate Heavy
and recovery
Heavy
75% to 100%
31.0
28.0
50% to 75%
31.0
29.0
27.5
25% to 50%
32.0
30.0
29.0
28.0
0% to 25%
32.5
31.5
30.5
30.0
Sumber : ACGIH TLV and Biological Exposure Indices, 2007
4.4.3 Tingkat Kebisingan
65
66
Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum
adalah 8 jam per hari. Adapun operasional pengukuran dapat dilakukan sebagaimana berikut :
l.
m. Pemeriksaan instrumen. Hal ini meliputi pemeriksaan batere sound level meter
(SLM) dan kalibrator, serta aksesories misalnya windscreen, rain cover, dan lainlain.
n. Kalibrasi instrument dilakukan selama 1 menit sebelum dan sesudah pengukuran
berlangsung.
o. Pembuatan denah lokasi dan titik dimana pengukuran dilakukan.
p. Bila pengukuran dilakukan dengan free-field microphone (standar IEC) maka
SLM diarahkan lurus ke sumber. Sedangkan jika mikropon yang digunakan
merupakan random
incidence microphone
(ANSI), maka
SLM
harus
Hindarkan refleksi baik dari tubuh operator maupun blocking suara dari arah
tertentu.
67
tidak terdapat perintang terhadap sumber bising yang diukur; (e). Selalu
gunakan windshield (windscreen), dan (f). Tolak pembacaan overloud.
Status gizi ini bisa dihitung salah satunya adalah dengan menghitung IMT dengan rumus:
: <17,0
: 17,0-18,5
8. Normal
: >18,5-25,0
: >25,0-27,0
: >27,0
67
68
Data mengenai berat badan diperolehnya dengan cara melakukan penimbangan berat
badan langsung menggunakan timbangan badan pada saat sebelum beraktifitas.
Langkah-langkah pengukuran tersebut adalah:
Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah
melalui tahap-tahap sebagai berikut:
68
69
a) Tekanan panas ; mengalami tekanan panas = 0, dan tidak mengalami tekanan
panas = 1.
b) Kebisingan ; > 85 dB = 0, dan < 85 dB = 1.
c) Shift kerja ; Shiftt 3 (Pukul 22-7) = 0, Shiftt 2 (Pukul 15-22) = 1, dan Shift 1
(Pukul 07-15)=2.
d) Usia > 40 tahun = 0, usia < 40 tahun = 1.
e) Status pernikahan; menikah = 0, belum menikah = 1.
f) Kebiasaan merokok; Berat (> 20 batang/hari) = 0, Sedang (10-20 batang/hari)
Memasukkan data dari hasil kuesioner yang sudah di berikan kode pada masingmasing variabel, kemudian dilakukan analisis data dengan memasukan data-data
tersebut dengan program SPSS untuk dilakukan analisi univariat (untuk mengetahui
gambaran secara umum), dan bivariat (mengetahui variabel yang berhubungan).
4.
69
70
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan kedalam program SPSS untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data
tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari
setiap variabel independen (tekanan panas, kebisingan, shift kerja, masa kerja, usia,
pendidikan, stastus perkawinan, kebiasaan merokok dan status gizi) dan variabel
dependen (kelelahan kerja) yang dikehendaki dari tabel distribusi.
4.6.2
Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan
dependen dengan melakukan uji Chi Square. Uji Chi Square untuk menghubungkan
variabel kategorik dan kategorik. Variabel yang termasuk ppada uji Chi Square yaitu
faktor tekanan panas, kebisingan, shift kerja, masa kerja, usia, pendidikan, status
perkawinan, kebiasaan merokok, dan status gizi yang akan dihubungkan dengan variabel
kelelahan.
71
X2
= Chi Square
71
72
BAB V
HASIL
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, berdiri pertama kali pada tahun 1973, dan
memulai kegiatannya dalam usaha pembuatan semen pada tahun 1975. PT. Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk memiliki 12 pabrik atau plant yang tersebar ditoga lokasi yaitu 9
pabrik (plant 1-plant 8 dan plant 11 ) dengan luas area 200 Ha yang berlokasi di
Citeureup-Bogor, 2 pabrik (plant 9-plant 10) dengan luas area 37 Ha yang berlokasi di
Palimanan Cirebon, serta 1 pabrik (plant 12) dengan luas area 71 Ha di TarjunKalimantan Selatan. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk merupakan perusahaan yang
sudah modern, sehingga alat-alat yang digunakan dalam proses produksi semen sudah
dikendalikan oleh mesin, kecuali pada bagian proses tambang (maining), Engineering,
HED (Heavy Engineering Division) dan proses produksi kantong semen PBD yang ratarata memperkerjakan orang dengan jumlah pekerja yang cukup banyak.
72
73
a. Mengamankan tenaga kerja dan orang lain yang berada di sekitar tempat
kerja.
b. Mengamankan sumber produksi dan dan fasilitas perlatan kerja.
c. Memastikan bahwa proses dapat berjalan dengan lancer.
Target utama yang ingin dicapai oleh unit K3 tersebut adalah bebas kecelakaan
dan hilangnya waktu kerja (zero accident and Loss Time Injury) melalui penekanan pada
masalah perilaku tidak aman (unsafe action) dan kondisi tidak aman (unsafe condition).
Tujuan umum dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Indocement
Tunggal Prakasrsa, Tbk. adalah :
73
74
a. Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada di wilayah tempat kerja agar
selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan
peningkatan produktivitas kerja.
b. Perlindungan terhadap setiap tamu (tamu, siswa dan mahasiswa magang atau
penelitian, pelanggan) yang berada di tempat kerja agar selalu dalam selamat,
aman dan sehat.
c. Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat digunakan
secara aman dan efesien.
Ketenagakerjaan pada bagian produksi kantone semen PBD dapat dilihat pada
table 5.1.
Tabel 5.1
Jumlah Tenaga Kerja Bagian Produksi Kantong Semen PBD
No
1
2
Tenaga Kerja
Kontrak
Karyawan Indocement
Total
Total
128
40
168
Dari data di atas diketahui bahwa dari 168 tenaga kerja pada bagian produksi
kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tenaga kerja kontrak
sebanyak 128 pekerja yang terbagi atas 4 kelompok atau group dan tenaga kerja
tetap sebanyak 40 orang.
74
75
Jadwal Shift kerja pada bagian produksi kantong semen PBD PT. Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk
1. Shift 1 (pagi)
a. Senin-kamis
b. Jumat
2. Shift 2 (sore)
a. Senin kamis : pukul 15.00 23.00
b. Jumat
3. Shift 3 (malam)
Sistem rotasi shift kerja pada bagian produksi kantong semen PBD PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, dapat dilihat pada gambar berikut:
Monday
Group A
Tuesday
Group A
75
76
Wednesday Group B
Thursday
Group B
Friday
Group C
Saturday
Group C
Sunday
Group D
Week
Gambar 5.1
Sitem rotasi Shift Kerja
Tahapan pembuatan kantong semen dimulai dari lembar kertas roll, kemudian
masuk kedalam mesin, masuk ketahap printing (pemmberian logo pada kertas)
dan setelah itu kantong semen menjadi bahan setengah jadi. Masuk kedalam
mesin bottomer untuk proses penakan, pelipatan. Phasing dan sewing merupakan
tahap akhir, phasing untuk kantong semen yang di lem, sedang sewing untuk
kantong semen yang di jahit. Adapun tahapannya dapat dilihat pada gambar 5.1.
Tubing
Printing
Bottomer
Sewing&
Pashing lem
Gambar 5.2
Proses Produksi PBD
a. Tubing
76
77
Tubing merupakan mesin yang memproses untuk kertas semen yang awalnya
berupa gulungan-gulungan kertas diubah menjadi lipatan-lipatan kertas.
b. Printing
Merupakan proses pencetakan logo atau gambar pada cover kantong semen
yang kemudian dilakukan pemotongan.
c.
Bottomer
Sewing dan Phasing merupakan tahapan akhir, sewing untuk kantong semen
dengan cara dijahit, sedangkan phasing untuk kantong semen dengan
menggunakan pelekat atau lem.
Hasil penelitian mengenai gambaran tingkat kelelahan pada tenaga kerja bagian
produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010 dapat
dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
77
78
Distribusi Frekuensi Kelelahan Pada bagian Produksi Kantong Semen PBD PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
NO
Tingkat Kelelahan
Frekuensi
Persentase (%)
KKB
21
23,9 %
KKS
33
37,5%
KKR
34
38,6
88
100
Jumlah
Tekanan panas diukur pada 36 titik yang merupakan area dimana pekerja
terpapar. Kemudian hasil pengukuran dibandingkan dengan menghitung beban kerja yang
dialami oleh pekerja. Beban kerja diukur dengan melihat keadaan dan posisi pada
masing-masing pekerja, metabolisme basal dan dikalikan waktu. Kemudian hasilnya
dibandingkan dengan standar nilai ambang batas tekanan panas berdasarkan lamanya
kerja. Hasil penelitian ini menggambarkan pekerja yang terpapar tekanan panas dan yang
tidak terpapar tekanan panas. Untuk mudahnya dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Tekanan Panas Pada Pekerja di Proses Produksi Kantong
Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
78
79
NO
Tekanan Panas
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
1,1 %
Tidak
87
98,8 %
88
100
Jumlah
Tingkat kebisingan diperoleh dari hasil pengukuran pada 36 titik yang merupakan
area dimana pekerja terpapar mesin yang berputar selama 24 jam. Kemudian hasilnya
dibandingkan dengan standar nilai ambang batas kebisingan yang diizinkan pada pekerja
yang bekerja semala 8 jam dalam sehari. Hasil penelitian ini menggambarkan pekerja
yang terpapar kebisingan > 85 dB dan < 85 dB. Untuk mudahnya dapat dilihat pada tabel
5.4.
Tabel 5.4
Distibusi Frekuensi Tingkat Kebisingan Pada bagian Produksi Kantong Semen
PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
NO
Tingkat kebisingan
Frekuensi
Persentase (%)
> 85 dB
15
17 %
< 85 dB
73
83 %
88
100
Jumlah
79
80
7.6.Gambaran Masa Kerja pada Pekerja di Proses Produksi Kantong Semen PBD
(Paper Bag Division)
Data masa kerja diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada sampel. Hasil
penelitian ini menggambarkan jumlah pekerja berdasarkan masa yang telah dilalui oleh
pekerja. Pada penelitian
berdasarkan uji normalitas diperoleh nilai pvalue sebesar 0,000. Karena data tidak
berdistribusi normal maka nilai yang digunakan adalah nilai median yaitu 10. Variable
masa kerja dikategorikan menajadi > 10 dan < 10. Untuk mudahnya dapat dilihat pada
tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pada bagian Produksi Kantong Semen PBD PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
NO
Masa Kerja
Frekuensi
Persentase (%)
> 10 tahun
42
47,7 %
< 10 tahun
46
52,3 %
88
100
Jumlah
Dari data di atas memperlihatkan bahwasanya pekerja yang melewati masa kerja
> 10 tahun sebanyak 42 orang (47,7%) sedangkan pekerja yang melewati masa kerja < 10
tahun sebanyak 46 orang (52,3%).
80
81
Data Shift kerja diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada sampel
dengan waktu yang berbeda-beda. Yaitu dengan membagi jumlah kuesioner berdasarkan
jumlah populasi pada masing-masing shift. Hasil penelitian ini menggambarkan pekerja
yang bekerja pada shift yang berbeda-beda. Untuk mudahnya dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Shift Kerja Pada Pekerja di proses Produksi Kantong Semen PBD PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
NO
Shift Kerja
Frekuensi
Persentase (%)
Shift 3
29
33,0 %
Shift 2
29
33,0 %
Shift 1
30
34,1 %
88
100
Jumlah
7.8.Gambaran Usia pada Pekerja di Proses Produksi Kantong Semen PBD (Paper
Bag Division)
Data usia diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada sampel. Hasil
penelitian ini menggambarkan jumlah pekerja berdasarkan usia individu masing-masing.
Pada penelitian ini usia dikategorikan berdasarkan teori. Untuk mudahnya dapat dilihat
pada tabel 5.7.
Tabel 5.7
81
82
Distribusi Frekuensi Usia Pada Pekerja di proses Produksi Kantong Semen PBD PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
NO
Usia
Frekuensi
Persentase (%)
> 40 tahun
25
28,4 %
< 40 tahun
63
71,6 %
88
100
Jumlah
Dari data di atas memperlihatkan bahwasanya pekerja yang usia > 40 tahun
sebanyak 25 orang (28,4%) sedangkan pekerja yang melewati masa kerja < 40 tahun
sebanyak 63 orang (71,6%).
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Status Perkawinan Pada Pekerja di proses Produksi Kantong
Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
NO
Status Perkawinan
Frekuensi
Persentase (%)
Kawin
75
85,2 %
Tidak Kawin
13
14,8 %
Jumlah
88
100
82
83
Dari data di atas memperlihatkan bahwasanya pekerja yang sudah kawin banyak
75 orang (85,2%) sedangkan pekerja yang tidak kawin sebanyak 13 orang (14,8%).
Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Pada Pekerja di proses Produksi Kantong
Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
NO
Kebiasaan Merokok
Frekuensi
Persentase (%)
Sedang
11
12,5 %
Ringan
36
40,9 %
Tidak merokok
41
46,6 %
Jumlah
88
100
83
84
Data status gizi diperoleh dengan cara menghitung indeks masa tubuh. Kemudian
hasilnya dikategorikan menjadi 3 kategorik, yaitu gemuk, normal dan kurus. Hasil
penelitian ini menggambarkan jumlah pekerja berdasarkan status gizi. Untuk mudahnya
dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Pekerja di proses Produksi Kantong Semen PBD PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
NO
Status Gizi
Frekuensi
Persentase (%)
Kurus
13
14,8 %
Gemuk
12
13,6 %
Normal
63
71,6 %
88
100
Jumlah
7.12. Hubungan Antara Tekanan Panas dengan Kelelahan pada Pekerja di Proses
Produksi Kantong Semen PBD (Paper Bag Division)
Tabel 5.11
Tabulasi silang Antara Tekanan Panas dengan Kelelahan Pada Pekerja di proses
Produksi Kantong Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
Kelelahan
Tekanan
KKB
panas
Terpapar
Total
KKS
Pvalue
KKR
100
100
0,430
84
85
Tidak terpapar
21
24,1
32
36,8
34
39,1
87
100
Total
21
23,9
33
37,5
23
38,6
88
100
Berdasarkan tabel di atas pekerja yang mengalami tekanan panas hanya ada pada
kelompok kelelahan kerja sedang (KKS) yaitu sebanyak 1 orang (100%), sedangkan
pekerja yang tidak terpapar tekanan panas yang mengalami tekanan KKB sebesar 24,1,
yang mengalami KKS sebesar 36,8%, dan yang mengalami KKR sebesar 39,1%. Dari
hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,430. Artinya pada 5 % tidak
ada hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja.
Tabel 5.12
Tabulasi silang Antara Tingkat Kebisingan dengan Kelelahan Pada Pekerja di proses
Produksi Kantong Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
Kelelahan
Tingkat
Kebisingan
KKB
Total
KKS
Pvalue
KKR
> 85 dB
53,3
33,3
13,3
15
100
< 85 dB
13
17,8
28
38,4
32
43,8
73
100
Total
21
23,9
33
37,5
34
38,6
88
100
0,008
Berdasarkan tabel di atas pekerja yang terpapar kebisingan (> 85 dB) dan
mengalami kelelahan kerja berat (KKB) sebesar 53,3 %, sedangkan pekerja yang tidak
terpapar kebisingan ( <85 dB) dan mengalami kelelahan kerja berat (KKB) sebesar 17,8
%. Pekerja yang terpapar kebisingan (> 85 dB) dan mengalami kelelahan kerja sedang
(KKS) sebesar 33,3 % sedangkan pekerja yang tidak terpapar kebisingan (< 85 dB) dan
85
86
mengalami KKS sebesar 38,4%. Pekerja yang terpapar kebisingan (> 85 dB) dan
mengalami kelelahan kerja ringan sebesar 13,3%, sedangkan pekerja yang tidak terpapar
kebisingan (< 85 dB) dan mengalami KKR sebesar 43,8 %. Dari hasil uji statistik
didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,008. Artinya pada 5 % terdapat hubungan antara
tingkat kebisingan dengan kelelahan kerja.
7.14. Hubungan
Tabel 5.13
Tabulasi silang Antara Shift Kerja dengan Kelelahan Pada Pekerja di Proses
Produksi Kantong Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
Kelelahan
Shift Kerja
KKB
Total
KKS
Pvalue
KKR
Shift 3
19,5
31,0
15
51,7
29
100
Shift 2
10,3
13
44,8
13
44,8
29
100
Shift 1
13
43,3
11
36,7
20
30
100
Total
21
23,9
33
37,5
34
38,6
88
100
0,014
Berdasarkan tabel di atas pekerja pada kelompok shift 3 yang kelelahan kerja
berat (KKB) sebesar 17,2 %, kelompok shift 2 yang kelelahan kerja berat (KKB) sebesar
10,3 % , dan kelompok shift 1 yang mengalami kelelahan kerja berat sebesar 13,3 %.
Kelompok shift 3 yang kelelahan kerja sedang (KKS) sebesar 31,0%, kelompok shift2
yang mengalami KKS sebesar 44,8%, dan kelompok shift 1 yang mengalami KKS
sebesar 36,7%. Sedangkan kelompok shift3 yang mengalami KKR sebesar 51,7%,
86
87
kelompok shift2 yang mengalami KKR sebesar 44,8 % dan pada kelompok shift 1 yang
mengalami KKR sebesar 20%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar
0,014. Artinya pada 5 % terdapat hubungan antara kelompok shift kerja dengan
kelelahan kerja.
7.15. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Kelelahan Pada Pekerja di Proses
Produksi Kantong Semen
Tabel 5.14
Tabulasi Silang Antara Masa Kerja dengan Kelelahan Pada Pekerja di Proses
Produksi Kantong Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
Kelelahan
Masa Kerja
KKB
Total
KKS
Pvalue
KKR
> 10 tahun
11
26,2
15
35,7
16
38,1
42
100
< 10 tahun
10
21,7
18
39,1
18
39,1
46
100
Total
21
23,9
33
37,5
34
38,6
88
100
0,880
Berdasarkan tabel di atas pekerja dengan masa kerja > 10 tahun yang mengalami
kelelahan kerja berat (KKB) sebesar 26,2% sedangkan pekerja dengan masa kerja < 10
tahun yang mengalami KKB sebesar 21,7%. Pekerja dengan masa kerja > 10 tahun yang
mengalami kelelahan kerja sedang (KKS) sebesar 35,7% sedangkan pekerja dengan masa
kerja < 10 tahun yang mengalami KKS sebesar 39,1%. Pekerja dengan masa kerja > 10
tahun yang mengalami kelelahan kerja ringan (KKR) sebesar 38,1% sedangkan pekerja
dengan masa kerja < 10 tahun yang mengalami KKR sebesar 39,1%. Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.880 Artinya pada 5 % tidak ada
hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja.
87
88
7.16. Hubungan Antara Usia dengan Kelelahan Pada Pekerja di Proses Produksi
Kantong Semen
Tabel 5.15
Tabulasi silang Antara Usia dengan Kelelahan Pekerja di Proses Produksi Kantong
Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
Kelelahan
Usia
KKB
Total
KKS
Pvalue
KKR
> 40 tahun
32,0
11
44,0
24,0
25
100
< 40 tahun
13
20,6
22
34,9
28
44,4
63
100
Total
21
23,9
33
37,5
34
38,6
88
100
0,192
Berdasarkan tabel di atas pekerja usia > 40 tahun yang mengalami kelelahan kerja
berat (KKB) sebesar 32,0%, sedangkan pekerja usia < 40 tahun yang mengalami KKB
sebesar 20,6%. Pekerja usia > 40 tahun yang mengalami kelelahan kerja sedang (KKS)
sebesar 44,0%, sedangkan pekerja usia < 40 tahun yang mengalami KKS sebesar 34,9%.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,192. Artinya pada 5 %
tidak ada hubungan antara kelompok usia dengan kelelahan kerja.
Tabel 5.16
Tabulasi Silang Antara Status Perkawinan dengan Kelelahan Pada Pekerja di
Proses Produksi Kantong Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
tahun 2010
88
89
Kelelahan
Status
Perkawinan
KKB
Total
KKS
Pvalue
KKR
Kawin
20
26,7
30
40,0
25
33,3
75
100
Tidak kawin
7,7
23,1
69,2
13
100
Total
21
23,9
33
37,5
34
38,6
88
100
0,045
Berdasarkan tabel di atas pekerja dengan status kawin yang mengalami kelelahan
kerja berat (KKB) sebesar 20%, sedangkan pekerja dengan status tidak kawin yang
mengalami KKB sebesar 7,7%. Pekerja dengan status kawin yang mengalami kelelahan
kerja sedang (KKS) sebesar 40%, sedangkan pekerja dengan status tidak kawin yang
mengalami KKS sebesar 23,1%. Pekerja dengan status kawin yang mengalami kelelahan
kerja ringan (KKR) sebesar 33,3%, sedangkan pekerja dengan status tidak kawin yang
mengalami KKR sebesar 69,2%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas
sebesar 0,045. Artinya pada 5 % terdapat hubungan antara kelompok status perkawinan
dengan kelelahan kerja.
Tabel 5. 17
Tabulasi Silang Antara Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Pada Pekerja di Proses
Produksi Kantong Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
Kelelahan
Kebiasaan
Merokok
KKB
Total
KKS
Pvalue
KKR
Sedang
9,1
36,4
54,5
11
100
Ringan
10
27,8
14
38,9
12
33,3
36
100
0,689
89
90
Tidak merokok
10
27,8
15
36,6
16
39,0
41
100
Total
21
23,9
33
37,5
34
38,6
88
100
Berdasarkan tabel di atas pekerja dengan kebiasaan merokok tingkat sedang yang
mengalami kelelahan kerja berat (KKB) sebesar 9,1 %, pekerja dengan kebiasaan
merokok tingkat ringan yang mengalami KKB sebesar 27,8%, sedangkan pekerja tidak
merokok yang mengalami KKB sebesar 27,8 %. Pekerja dengan kebiasaan merokok
tingkat sedang yang mengalami kelelahan kerja sedang (KKS) sebesar 36,4 %, pekerja
dengan kebiasaan merokok tingkat ringan yang mengalami KKS sebesar 38,9%,
sedangkan pekerja tidak merokok yang mengalami KKS sebesar 36,6 %. Pekerja dengan
kebiasaan merokok tingkat sedang yang mengalami kelelahan kerja ringan (KKR)
sebesar 54,5 %, pekerja dengan kebiasaan merokok tingkat ringan yang mengalami KKR
sebesar 33,3%, sedangkan pekerja tidak merokok yang mengalami KKR sebesar 39,0 %.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,689. Artinya pada 5 %
tidak ada hubungan antara kelompok kebiasaan merokok dengan kelelahan kerja.
7.19. Hubungan Status Gizi dengan Kelelahan Pada Pekerja di Proses Produksi
Kantong Semen
Tabel 5 .18
Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kelelahan Pada Pekerja di Proses Produksi
Kantong Semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun 2010
Kelelahan
Status Gizi
KKB
Total
KKS
Pvalue
KKR
Kurus
15,4
53,8
30,8
41
100
Gemuk
25,0
25,0
50,0
12
100
0,642
90
91
Normal
16
25,4
23
36,5
24
38,1
63
100
Total
21
23,9
33
37,5
34
38,6
88
100
Berdasarkan tabel di atas pekerja kurus yang mengalami KKB sebesar 15,4 %,
pekerja gemuk yang mengalami kelelahan kerja berat (KKB) sebesar 25,0 %, sedangkan
pekerja normal yang mengalami KKB sebesar 25,4%. Pekerja kurus yang mengalami
KKS sebesar 53,8 % Pekerja gemuk yang mengalami kelelahan kerja sedang (KKS)
sebesar 25,0 %, sedangkan pekerja normal yang mengalami KKS sebesar 36,5%. Pekerja
kurus yang mengalami KKR sebesar 30,8 %, pekerja gemuk yang mengalami kelelahan
kerja ringan (KKR) sebesar 50,0%, sedangkan pekerja normal yang mengalami KKR
sebesar 38,1%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,642. Artinya
pada 5 % tidak ada hubungan antara kelompok status gizi dengan kelelahan kerja.
91
92
BAB VI
PEMBAHASAN
13.1.
Keterbatasan Penelitian
1. Pengukuran kelelahan kerja sebagian dilakukan pada saat pekerja istirahat atau
hendak pulang. Karena hasil pengukuran kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh
segala hal yang dapat membantu pekerja menjadi segar kembali, seperti contoh :
istirahat 30 menit, cuci muka dan berwudhu.
2. Kondisi pada saat itu dalam keadaan mendung, sehingga dapat mempengaruhi hasil
pengukuran. Karena kondisi suhu di dalam ruangan dipengaruhi keadaan suhu yang
berada di luar ruangan.
3. Pengukuran kebisingan dilakukan hanya pada shift 1.
4. Pengambilan sampel terkumpul pada shift 1.
13.2.
Kelelahan Kerja
93
Secara umum gejala kelelahan kerja dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai
perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan kerja subyektif biasanya terjadi pada akhir
jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruh ini seperti
berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Sumamur, 1996). Hasil
penelitian mengenai gambaran tingkat kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi
kantong semen PBD (Paper Back Division) PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tahun
2010 cukup bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kelelahan kerja pada
pekerja bagian produksi kantong semen seluruh sampel mengalami kelelahan kerja.
Sedangkan pekerja yang terpapar tekanan panas 1 orang, terpapar kebisingan 15 orang,
yang mengalami masa kerja >10 tahun 42 orang, shift 1 30 orang, usia yang > 40 tahun
sebanyak 25 orang, status yang sudah kawin sebanyak 75 orang, yang merokok tingkat
sedang 11 orang, dan status gizi kurus sebanyak 13 orang.
Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja, menurunkan kapasitas kerja dan
ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun.
Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang
dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah dapat meningkatnya kesalahan kerja akan
memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Hal ini sesuai dengan
teori Tarwaka (2004) dan Rizeddin (2000.)
13.3.
94
lingkungan (eksternal). Panas yang dihasilkan dari proses metabolisme tersebut berasal
dari aktivitas manusia. Suhu nikmat bekerja sekitar 24 - 26C bagi orang- orang
Indonesia, suhu
koordinasi otot.
terjadinya kelelahan kerja yang berbeda. Dari hasil penelitian didapatkan pekerja yang
mengalami tekanan panas hanya ada pada kelompok kelelahan kerja sedang (KKS) yaitu
sebanyak 1 orang (100%), sedangkan pekerja yang tidak terpapar tekanan panas yang
mengalami tekanan KKB sebesar 24,1, yang mengalami KKS sebesar 36,8%, dan yang
mengalami KKR seesar 39,1%.
Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tekanan
panas dengan kelelahan kerja. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumya
yang dilakukan oleh Paulina, (2008) yang mengatakan bahwasanya ada hubungan antara
tekan panas dengan kelelahan kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi cuaca pada
saat itu dalam keadaan mendung, karena suhu di dalam ruangan sangat dipengaruhi oleh
kondisi luar lingkungan. Kesalahan mungkin dapat terjadi pada saat pengambilan sampel,
94
95
karena pada saat pengambilan sampel pada shift 1 dilakukan di tempat istirahat atau
ruang ganti sehingga hasil pengambilan sampel menjadi tidak acak atau random.
Kesalahanpun terjadi pada saat pengukuran tekanan panas, karena peneliti mengukur
tekanan panas sebanyak 36 titik dalam waktu yang bersamaan dan di ukur pada saat itu
juga. Pada waktu pengukuran, kondisi suhu lingkungan dapat berubah seiring dengan
waktu pengukuran yang berjalan. Sehingga data yang dihasilkan pada saat pengukuran
tekanan panas menjadi homogen.
Sebaiknya untuk penelitian lanjutan perlu memperhatikan teknik pengambilan
data terutama pada saat pengukuran tekanan panas dan teknik pengambilan sampel. Pada
saat pengukuran tekanan panas sebaiknya memperhatikan kondisi cuaca. Pengukuran
tekanan panas dilakukan sesuai dengan waktu yang telah dtentukan sebelumnya.
Sehingga hasil yang diinginkan sesuai dengan yang diharapkan.
13.4.
95
96
Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang signifikan antara kebisingan
dengan kelelahan kerja. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumya yang
menyatakan adanya hubungan antara tingkat kebisingan dengan kelelahan kerja (Muftia,
2005). Menurut Sutaryono (2002) setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri
terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena dimungkinkan adanya reaksi
psikologis seperti stres, kelelahan kerja, hilang efisiensi dan ketidaktenangan. Orang
yang melakukan pekerjaan disertai dengan adanya gangguan dapat menjadikan pekerja
merasa tidak nyaman dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menghindari terjadinya
kelelahan kerja akibat kebisingan yang diterima pekerja salah satunya dengan cara;
1. Administrative control ; pelatihan pada pekerja dan menyediakan ruang kontrol
sehingga pekerja bisa beristirahat dan tidak terus menerus terpapar kebisingan.
Contoh :
Dari kesemua titik pengukuran didapatkan tingkat kebisingan tertinggi ada di area
mesin tubing, yakni 87,9 dBA. Lama waktu yang diizinkan dapat menggunakan
rumus sebagai berikut:
T: Waktu
L
:
Kebisingan
Tingkat
Pada saat normal pekerja bekerja selama satu jam diarea mesin tubing selama 8 jam,
bila paparan yang diterima adalah 88 dB maka waktu yang diizinkan adalah :
96
97
T= 8/{2(88-85/3)}
= 8/2(3/3)
= 4 jam
Jadi, waktu yang di izinkan untuk bekerja di dalam ruangan yang memiliki nilai
kebisingan 88dB adalah 4 jam.
2. Personal Protective Equipment ; menggunakan Alat Pelindung Diri berupa safety ear
plug atau ear muff. Alat pelindung telinga wajib digunakan jika pekerja memasuki
area dengan intensitas kebisingan diatas 85 dBA. Adapun cara perhitungan NRR
(noise redustion rating) dalam menentukan alat pelindung telinga yang tepat sesuai
dengan nilai kebisingan yang lebih dari NAB dapat digunakan rumus.
Contoh : untuk menentukan NRR yang memiliki TWA 96 dBA, maka dapat
dimasukkan ke dalam rumus perhitungan NRR sebagai berikut :
dBA = TWA (NRR 7)
85
= 88 (NRR 7)
NRR = 10
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai paparan bising terhadap pekerja telah melebihi
ambang batas. Hal ini dapat terlihat dengan perolehan nilai paparan bising (TWA)
adalah 88 dBA. Dengan demikian diperlukan APT (alat pelindung telinga) dengan
NRR sebesar 10 dBA.
13.5.
97
98
Perbedaan waktu kerja di pagi, siang dan malam hari dapat memberikan dampak
yang berbeda kepada tenaga kerja. Tingkat kelelahan kerja tenaga kerja yang bekerja di
malam hari akan lebih besar jika dibanding kerja di pagi atau siang hari. (Sumamur,
1996). Karena tingkat kelelahan kerja tenaga kerja yang bekerja di malam hari akan
lebih besar jika dibanding kerja di pagi atau siang hari. Hal itu dikarenakan jumlah jam
kerja yang dipakai tidur bagi pekerja malam pada siang harinya relatif jauh lebih kecil
dari seharusnya.
Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang signifikan antara shift kerja
dengan kelelahan kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumya yang dilakukan oleh
Febriana, (2009) menunujukan adanya hubungan antara shift kerja dengan kelelahan
kerja.
Dalam penelitian ini kelelahan kerja berat banyak terjadi pada pekerja shift 1, hal
ini kemungkinan karena pekerja pada shift 1 memiliki beban kerja lebih berat khususnya
pada bagian sewing kantong semen. Pekerja pada bagian sewing melakukan pekerjaan
lebih lama, karena semakin banyak produksi yang dihasilkan oleh pekerja maka
pembayaran upah atau gaji akan menjadi lebih besar. Oleh karena itu terkadang pekerja
melakukan pekerjaannya lebih dari 8 jam sehingga berpotensi terjadinya kelelahan kerja
lebih banyak di antara pekerja pada shift 2 dan 3. selain hal itu, terjadinya kelelahan kerja
berat dan sedang dimungkinkan karena status perkawinan pada pekerja shift 1 seluruhnya
sudah menikah.
Karena status pekerja antara yang kawin dan tidak kawin adalah
berbeda.
Untuk mengurangi terjadinya kelelahan kerja pada shift kerja yaitu dengan
megatur jam kerja sesuai dengan jam kerja yang lebih baik sesuai dengan teori yaitu
98
99
menerapkan sistim 06-14-22. Sistim jam kerja 06-12-22 bertujuan agar pekerja yang
bekerja pada shift 2 dapat istirahat lebih cepat, sehingga waktu istirahat yang dimiliki
oleh pekerja menjadi lebih baik. Untuk mudahnya dapat dilihat pada gambar berikut:
4.
Shift 1 (pagi)
a. Senin-kamis
b. Jumat
5. Shift 2 (sore)
a. Senin kamis : pukul 14.00 22.00
b. Jumat
6. Shift 3 (malam)
13.6.
Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali masuk kerja
hingga saat penelitian. Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentuk
mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada
makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal
seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanantekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang.Pada penelitian ini masa kerja
dikategorikan berdasarkan nilai median karena pendistribusian masa kerja pada penelitian
ini tidak berdistribusi normal.
99
100
Hasil analisis menunjukan tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan
kelelahan kerja. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Eraliesa (2008)
kerja. Hal ini bisa terjadi, karena masa kerja hanya menggambarkan lama kerja yang
telah dilewati selama bertahun-tahun. Lain halnya dengan waktu kerja yang
menggambarkan lama kerja seseorang pada hari kerja, seperti contoh lembur dalam
bekerja yang beresiko terhadap terjadinya kelelahan kerja dalam bekerja.
13.7.
Proses menjadi tua diserta kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahanperubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskular, hormonal (Sumamur, 1996). Pada usia
lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan oleh jaringan ikat. Pengerutan otot
menyebabkan daya elastisitas otot berkurang. Aktivitas hidup juga berkurang, yang
mengakibatkan semakin bertambahnya ketidak mampuan tubuh dalam berbagai hal
(Margatan, 1996).
Hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara masa
kerja dengan kelelahan kerja. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan Paulina (2008) pada bagian produksi PT. X menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara umur responden dengan kelelahan kerja kerja. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena rata-rata usia pekerja dibawah 40 tahun. Dan sesuai
dengan teori yang dikatakan Hidayat (2003) mandapatkan bukti di negara Jepang
menunujukan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita
kelelahan kerja dibandingkan dengan pekerja relative lebih muda.
13.8.
101
Seseorang yang sudah menikah dan memiliki keluarga maka akan mengalami
kelelahan kerja akibat kerja dan setelah dirumah harus melayani anak dan istrinya yang
mana waktu terebut digunakan untuk beristirahat. Hasil uji statistik menunjukan adanya
hubungan antara status perkawinan denagn kelelahan kerja. kerja. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eraliesa (2008) yang mengatakan adanya
hubungan antara status perkawinan dengan tingkat kelelahan kerja. hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eraliesa,(2008) yang mengatakan adanya
hubungan antara status pekawinan dengan kelelahan kerja.
Pernikahan menyebabkan meningkatnya tanggung jawab yang dapat membuat
pekerjaan tetap lebih berharga dan penting. Karena seseorang yang sudah menikah akan
memiliki tugas- tugas seperti; belajar hidup dengan pengalaman dalam perkawinan, mulai
hidup berkeluarga, memelihara anak, mengatur rumah tangga, dan memulai dalam
pekerjaan (sudirman,1987). Sehingga seseorang yang sudah menikah akan mengalami
kelelahan kerja akibat kerja dan setelah di rumah harus melayani anak danistrinya yang
mana seharusnya waktu tersebut digunakan untuk istirahat. Oleh karena itu untuk
menghindari terjadinya kelelahan kerja sebaiknya pihak perusahaan memberikan
pendidikan atau pengarahan tentang cara pengaturan waktu istirahat antara pekerjaan
dengan waktu untuk keluarga.
13.9.
Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan
otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh
seseorang.
101
102
Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
kebiasaan merokok dengan kelelahan kerja. Dalam penelitian ini walaupun status kebiasaan
merokok tidak berhubungan kelelahan kerja, pekerja yang tidak merokok mengalami kelelahan
kerja tingkat berat. Hal ini disebabkan sebagian besar pekerja berada pada shift 1 dan sudah
kawin. Karena pekerja yang bekerja pada shift 1 dan sudah kawin memiliki resiko terjadinya
kelelahan. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang dikatakan oleh Tarwaka (2004) yang
mengatakan bahwa kebiasaan merokok akan
merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena rata-rata pekerja perokok ringan dan tidak merokok.
Untuk penelitian lanjutan sebaiknya pada variabel status merokok diperbanyak
pertanyaannya. Karena dalam hal ini peneliti mengkategorikan pekerja yang sudah berhenti
merokok masuk dalam kategori tidak merokok. Padahal tidak seharusnya seperti itu, karena orang
yang pernah merokok kemudian dia berhenti mereka memiliki kondisi yang tidak sama dengan
orang yang tidak pernah merokok sama sekali.
Berat badan yang kurang ideal baik itu kurang ataupun kelebihan dapat
menimbulkan kerugian. Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa (usia
102
103
18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit
tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja.
Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan kelelahan kerja. Dalam penelitian ini walaupun status gizi tidak berhubungan
kelelahan kerja, akan tetapi orang yang gizinya normal mengalami kelelahan kerja tingkat berat.
Hal ini terjadi karena pada saat penelitian sebagian besar pekerja dengan IMT nomal sedang
berada pada shift 1 dan statusnya sudah kawin. Oleh sebab itulah terjadi kelelahan tingkat berat
dan sedang lebih banyak terjadi pada gizi yang normal. Karena pekerja yang bekerja pada shift 1
dan status pekerja sudah kawin memiliki resiko terjadinya kelelahan. Dalam hal ini penelitian
tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eraliesa, (2008) yang
mengatakan adanya hubungan antara status gizi dengan tingkat kelelahan kerja. Hal ini
kemungkinan disebabkan rata-rata status gizi pekerja dalam keadaan normal. Karena gizi
yang baik adalah faktor penentu derajat produktivitas kerja seseorang.
103
104
BAB VII
20.1.
Kesimpulan
dengan
104
105
20.2.
Saran
20.2.1. Saran untuk pengendalian terkait dengan kebisingan, shift kerja,status perkawinan
dalah sebagai berikut :
2. Mengatur jam shift kerja sesuai dengan jam kerja normal yaitu dengan jam
kerja 06-14-22.
3. Sebaiknya pihak perusahaan memberikan pendidikan atau pengarahan tentang
cara pengaturan waktu istirahat antara pekerjaan dengan waktu untuk
keluarga.
4. Perlu diadakannya penelitian lanjutan.
105
106
106
107
DAFTAR PUSTAKA
Anies.
108
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51 tahun 1999, Nilai Ambang Batas untuk
kebisingan
Koesyanto, Herry dan Tunggul, Eram P. 2005. Panduan Praktikum Laboratorium
Kesehatan & Keselamatan Kerja, Semarang: UPT UNNES Press.
M. Sajoto, 1981, Permainan Bola Basket dan Peraturan Praktis. Semarang: Fakultas
Keguruan Ilmu Keolahragaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
NIOSH. 1986. Occupational Exposure to Hot Environments, Revised Criteria.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1997. PrinsipPrinsip Dasar Kesehatan Masyarakat, Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya: Guna
Widya
Occupational Safety and Health Service (OSHS). 1997. Guidelines For The Management
Of Work In Extremes Of Temperature. Occupational Safety and Health
ServiceDepartment of Labour. Wellington.
Oentoro, S, 2004. Kampanye Atasi Kelelahan Mental dan Fisik. Jakarta: UI Press
Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)
Sumamur .K., 1996:57) Sumamur K. K. 1996. Higiene erusahaan Dan Kesehatan
Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung
Sumamur PK. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakata: CV Haji Masagung
Sutaryono. 2002. Hubungan antara tekanan panas, kebisingan dan penerangan
dengan kelelahan pada tenaga kerja di PT. Aneka Adho Logam
Karya Ceper klaten, Skripsi. Semarang : UNDIP
Santoso, Gempur. 2004, Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan, Jakarta:
Prestasi Pustaka. OSHA (Ocupational Safey and Health Administration).
Tarwaka, et all. 2003. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan dan Produktivitas kerja.
Surakarta: UNIBA Press.
Tarwaka, Solichul, Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan Kerja
Dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.
108
109
109