Anda di halaman 1dari 95

ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG BAKSO

DI KOTA BOGOR JAWA BARAT

SKRIPSI

MONALISA SEMBIRING
H34076100

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
1

RINGKASAN
MONALISA SEMBIRING. Analisis Pendapatan Pedagang Bakso Di Kota
Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah Bimbingan RAHMAT
YANUAR).
Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi perlahan-lahan telah
mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Perubahan gaya
hidup dan pola konsumsi masyarakat ini melatarbelakangi berkembangnya
produsen pemasar makanan siap saji khususnya pedagang makanan salah satunya
adalah pedagang bakso. Pedagang bakso adalah salah satu jenis lapangan kerja di
sektor informal, kehadirannya sudah lama yakni dari tahun 1970an dan sampai
sekarang dapat dikatakan banyak beroperasi dan cukup popular dimasyarakat
khususnya di perkotaan
Permasalahan yang dihadapi oleh para pedagang bakso yang ada di Kota
Bogor yaitu kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki sebagai pelaku usaha
masih rendah, sehingga dalam upaya pengembangan usahanya sendiri mengalami
kesulitan untuk berkembang. Keterbatasan pengetahuan merupakan kelemahan
pelaku usaha bakso, sehingga jika ditanyakan keuntungan yang mereka dapatkan
maka seringkali para pelaku usaha tersebut tidak mengetahui berapa keuntungan
yang telah didapatkan dalam menjalankan usaha tersebut. Dengan demikian,
kondisi saat ini dirasakan telah positif pendapatannya namun belum diketahui
secara rinci pendapatan yang diterima oleh para pelaku usaha bakso tersebut. Hal
ini terkait dengan masalah lemahnya pencatatan serta belum tahu apakah usaha
tersebut sudah efisien atau tidak. Selain itu dengan perekonomian yang terjadi saat
ini, usaha bakso seperti yang dilihat masih begitu menjamur di berbagai tempat.
Akan tetapi usaha tersebut mampu bertahan dalam situasi perekonomian yang
sulit.
Tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi karakteristik
pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling di Kota Bogor (2)
menganalisis pendapatan dan efisiensi usaha dari pedagang bakso mangkal dan
pedagang bakso keliling di Kota Bogor Proses pengumpulan data dilakukan pada
bulan September hingga November 2009. Responden yang digunakan berjumlah
30 orang pedagang bakso, yakni 15 orang pedagang bakso keliling dan 15 orang
pedagang bakso mangkal. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan
penelitian yaitu menggunakan analisis tabulasi dan deskriptif, analisis keuntungan
dan uji Mann-Whithney.
Dari hasil analisis diketahui bahwa pedagang bakso di Kota Bogor umumnya
adalah laki-laki yang berumur 20 sampai 60 tahun, usia tersebut termasuk kedalam usia
produktif untuk bekerja. Pendidikan formalnya, sebagian besar pedagang bakso sapi

mangkal adalah tamatan SMP (53%). Sedangkan pedagang bakso keliling


memiliki pendidikan Sekolah Menengah Pertama 40%. Rata-rata jumlah
tanggungan keluarga pedagang bakso sapi mangkal berkisar antara 3 sampai 5
orang (54%) yang terdiri dari sepasang suami isteri dan sejumlah anak. Sedangkan
jumlah tanggungan keluarga para pedagang bakso keliling rata-rata dibawah tiga
orang yaitu sebanyak 12 responden (80%). Pengalaman usaha responden sebagai

pedagang bakso sapi mangkal berkisar antara satu sampai tiga puluh tahun.
Sebagian besar responden mempunyai pengalaman usaha berkisar antara 0-5
tahun yaitu sebanyak 6 responden (40%). Sedangkan pengalaman usaha
responden sebagai pedagang bakso sapi keliling lebih sedikit disbanding dengan
pelaku usaha bakso mangkal. Pengalaman usaha bakso keliling yang telah
dijalankannya berkisar dari 1-5 tahun yaitu sebanyak 10 responden (67%).
Pedagang bakso sapi mangkal umumnya berasal dari daerah Jawa Tengah (60%).
Sebagian besar pedagang bakso keliling yang ditemui di Kotamadya Bogor
berasal dari daerah sekitar Bogor (60%). Usaha dagang bakso yang mereka
jalankan merupakan pekerjaan pokok karena sulitnya memperoleh lapangan kerja
di daerah perkotaan, walaupun para pedagang bakso tersebut harus bersaing
dengan pedagang bakso sapi dari luar daerah bogor yang sama-sama berprofesi
sebagai pedagang bakso.
Rata-rata pendapatan yang didapatkan pedagang bakso mangkal per bulan
dikelompokkan menjadi tiga skala berdasarkan penerimaannya yakni pedagang
bakso mangkal yang memiliki penerimaan di bawah 25 juta (skala mikro),
penerimaan pedagang bakso mangkal sebesar 25 juta hingga 100 juta (skala kecil)
dan penerimaan di atas 100 juta (skala menengah). Adapun pendapatan yang
didapatkan oleh pedagang skala mikro sebesar Rp 3.440.948, pendapatan skala
kecil Rp 42.780.947 dan skala menengah Rp 74.298.767 dengan R/C Rasio yang
diperoleh sebesar 1,66. Sedangkan rata-rata pendapatan pedagang bakso keliling
sebesar Rp 1.464.322 per bulan dengan R/C rasio 1,23. Perbedaan pendapatan
antara pedagang bakso mangkal dengan pedagang bakso keliling adalah dari
jumlah penerimaan yang didapatkan oleh pelaku usaha bakso. Harga yang
ditawarkan oleh pelaku usaha tersebut juga memiliki perbedaan. Pedagang bakso
mangkal menawarkan harga kepada konsumen mulai dari harga per mangkok Rp
6.000 hingga Rp 12.000 per mangkok. Sedangkan pedagang bakso keliling
menawarkan harga per mangkok lebih murah dibanding dengan pedagang bakso
mangkal. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 5.000 per mangkok hingga Rp
8.000. Harga kapasitas yang diproduksi juga berbeda sehingga memiliki
perbedaan jumlah yang terjual dalam satu hari tersebut juga berbeda. Dengan uji
Mann-Whithney terhadap R/C rasio yang didapatkan oleh pedagang bakso
mangkal dibandingkan dengan pedagang bakso keliling menunjukkan tingkat
keuntungan 1.66 bagi pedagang bakso mangkal sedangkal tingkat keuntungan
bagi pedagang bakso keliling sebesar 1.23. dengan uji tersebut menunjukkan
keuntungan usaha kedua kelompok pedagang tersebut berbeda nyata, lebih
menguntungkan pedagang bakso mangkal.

ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG BAKSO


DI KOTA BOGOR JAWA BARAT

MONALISA SEMBIRING
H34076100

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Skripsi

: Analisis Pendapatan Pedagang Bakso di Kota Bogor Jawa


Barat.

Nama

: Monalisa Sembiring

NIM

: H34076100

Disetujui,
Pembimbing

Rahmat Yanuar, SP, MSi


NIP. 19760101 200604 1010

Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS.


NIP. 19580908 198403 1002

Tanggal Lulus :

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis
Pendapatan Pedagang Bakso di Kota Bogor Jawa Barat adalah karya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010

Monalisa Sembiring
H34076100

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibuhuan, Kabupaten Padang Lawas, Propinsi
Sumatera Utara pada tanggal 1 Juni 1986. Penulis adalah anak pertama dari
keluarga Bapak Pandai Sembiring dan Ibu Mastianna Simatupang.
Penulis mengawali jenjang pendidikan di SDN 2 Barumun pada tahun
1992 dan lulus tahun 1998. Tahun 2001 penulis lulus dari SLTPN 1 Barumun dan
menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Barumun
pada tahun 2004.
Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Diploma III Teknologi
Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dan
memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan pada jenjang Strata Satu (S1) Program Sarjana
Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Pendapatan Pedagang Bakso di Kota Bogor Jawa Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pedagang bakso,
menganalisis pendapatan pedagang bakso di Kota Bogor serta melihat efisiensi
usaha pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2010


Monalisa Sembiring

UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada:
1. Rahmat Yanuar, SP. Msi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, waktu serta kesabaran yang telah diberikan kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator proposal penelitian serta
masukan-masukannya kepada penulis.
3. Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.
4. Ir. Harmini, Msi sebagai dosen penguji dari Komisi Pendidikan dalam sidang
skripsi yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.
5. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa
yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik
6. Para pedagang bakso yang ada di Kota Bogor yang telah membantu dan
memberikan waktunya dalam wawancara yang telah dilakukan.
7. Para Bapak dan Ibu dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota
Bogor yang telah membantu dan memberi informasi selama penelitian ini.
8. Asri, Nita, Ratih, Albar, Ardian, Rofi sebagai saudara seperjuangan dalam
menata masa depan yang kita mulai bersama.
9. Teman-temanku enin, rendrat, cici, adib, adin, kiki, banghot, bangjulianto,
amli, iqbal, rully, qq, teh ani, k.lerin dan ina atas semangat dan sharing
selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya.
10. Seluruh staf sekretariat Ekstensi AGB yang telah membantu penulis.

Bogor, Maret 2010


Monalisa Sembiring

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .. ......................................................................

vi

PENDAHULUAN ..........................................................................
1.1. Latar Belakang ........................................................................
1.2. Perumusan Masalah .................................................................
1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................
1.5. Ruang Lingkup ........................................................................

1
1
3
6
6
6

II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................


2.1. Bakso ......................................................................................
2.1.1. Bahan-bahan Pembuatan Bakso ....................................
2.2. Usaha Sektor Informal .............................................................
2.2.1. Prospek Usaha Sektor Informal ......................................
2.2.2. Karakteristik Sektor Informal ..........................................
2.2.3. Usaha Kecil Menengah .................................................
2.3. Penelitian Terdahulu ................................................................

7
7
8
10
11
12
15
16

III KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................


3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................
3.1.1. Karakteristik Individu ....................................................
3.1.2. Kegiatan Usaha sektor Informal .....................................
3.1.3. Analisis Usaha ...............................................................
3.1.4. Teori Biaya ...................................................................
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .............................................

20
20
20
21
22
23
25

IV METODE PENELITIAN .............................................................


4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................
4.3. Metode Pengambilan Sampel ..................................................
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................
4.4.1. Tabulasi dan Analisis Deskriptif ..................................
4.4.2. Analisis Biaya ............................................................
4.4.3. Analisis Pendapatan Usaha .........................................
4.4.4. Analisis R/C Ratio ......................................................
4.4.5. Uji Mann-Whithney .....................................................
4.5. Definisi Operasional ................................................................

28
28
28
29
29
30
30
31
32
32
33

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...........................


5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor ......................................
5.2. Sejarah dan Perkembangan Usaha Bakso .................................
5.3. Karakteristik Usaha Pedagang Bakso Sapi ...............................
5.4. Karakteristik Pribadi Responden ...............................................
5.4.1. Jenis Kelamin Responden ..............................................
5.4.2. Umur Responden ...........................................................
5.4.3. Tingkat Pendidikan Responden ......................................
5.4.4. Jumlah Tanggungan responden ......................................
5.4.5. Pengalaman Usaha Responden .......................................
5.4.6. Asal Daerah responden ..................................................

37
37
37
38
44
44
45
46
46
47
47

VI HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................


6.1. Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku ...................................
6.2. Analisis Pendapatan ...................................................................
6.2.1. Analisis Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal ..............
6.2.2. Analisis Pendapatan Pedagang Bakso Keliling ...............

49
49
49
49
54

VII KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................


7.1. Kesimpulan ..............................................................................
7.2. Saran .......................................................................................

65
65
65

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

67

LAMPIRAN .........................................................................................

69

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Menurut Skala Usaha Tahun


2006-2007 di Indonesia .....................................................................

2. Data Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Berdarsakan


Skala Usaha Tahun 2006-2007 .........................................................

3. Ringkasan Penelitian Terdahulu ....................................................

19

4. Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian.......................

30

5. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan


Jenis Kelamin Pada Tahun 2009 .....................................................
45
6. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan
Umur Pada Tahun 2009 ..................................................................
45
7. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Pada Tahun 2009 ............................................
46
8. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan
Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Tahun 2009 ............................
47
9. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan
Lama Usaha Pada Tahun 2009 .......................................................
47
10. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan
Asal Daerah Pada Tahun 2009 ........................................................
48
11. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal Per Bulan di Kota Bogor Pada
Tahun 2009 ....................................................................................
51
12. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal < 25 Juta Rupiah Per Bulan di
Kota Bogor Pada Tahun 2009 .........................................................
51
13. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal 25 Juta- 100 Juta Rupiah Per
Bulan di Kota Bogor Pada Tahun 2009 ...........................................
52
14. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal di Atas 100 Juta Rupiah Per
Bulan di Kota Bogor Pada Tahun 2009 ...........................................
52
15. Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal Skala Mikro
Pada Tahun 2009 ............................................................................
53
16. Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal Skala Kecil

Pada Tahun 2009 ............................................................................

53

17. Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal Skala


Menengah Pada Tahun 2009 .........................................................
54
18. Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Keliling Pada Tahun
2009 ...............................................................................................
54
19. Rata-rata Biaya Variabel dan Biaya Tetap Pedagang Bakso Keliling
Per Hari dan Per Bulan Pada Tahun 2009 ......................................
55
20. Rata-rata Biaya Penerimaan Pedagang Bakso di Kota Bogor Pada
Tahun 2009 ....................................................................................
59
21. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, dan Pendapatan Bersih Pedagang
Bakso Pada Tahun 2009 .................................................................
61
22. Pengelompokan

Pedagang

Responden

Penelitian

Berdasarkan

Tingkat R/C Rasio yang diperoleh Pada Tahun 2009 .......................

62

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Nomor
1.

Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ....

27

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Nomor
1.

Kuisioner Penelitian ........

70

2.

Karakteristik Pribadi Responden Pedagang Bakso Sapi


Mangkal/Kios di Kota Bogor, 2009 .

77

Karakteristik Pribadi Responden Pedagang Bakso Sapi


Keliling di Kota Bogor, 2009 ...

78

Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Bakso Pada


Pedagang Bakso Mangkal Satu Periode (Rp/bulan) .

79

Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Bakso Pada


Pedagang Bakso Keliling Satu Periode (Rp/bulan) ..

80

3.
4.
5.

I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi perlahan-lahan telah
mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Perubahan gaya
hidup dan pola konsumsi masyarakat ini melatarbelakangi berkembangnya
produsen pemasar makanan siap saji khususnya pedagang makanan salah satunya
adalah pedagang bakso. Pedagang bakso adalah salah satu jenis lapangan kerja di
sektor informal, kehadirannya sudah lama yakni dari tahun 1970an dan sampai
sekarang dapat dikatakan banyak beroperasi dan cukup popular dimasyarakat
khususnya di perkotaan. Pedagang bakso adalah seseorang yang menjual bakso
dengan gerobak yang dilakukan secara keliling atau mangkal. Pelaku usaha bakso
tidak hanya bertindak sebagai penjual, tetapi terlibat dalam proses produksi atau
pengadaan barang dagangan. Pedagang bakso dapat dikategorikan ke dalam
Usaha Kecil Menengah (UKM). Menurut keputusan Presiden RI No.99 tahun
1998 pengertian usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dengan bidang usaha secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu
dilindungi untuk mencegah persaingan usaha tidak sehat.
Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah menjadi sangat strategis,
karena potensi yang dimiliki besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi
masyarakat dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Eksistensi dan peran UKM
pada tahun 2007 mencapai 49,84 juta unit usaha, dan merupakan 99,99 persen dari
pelaku usaha nasional1. Eksistensi dalam unit usaha tersebut juga berdampak
terhadap penyerapan tenaga kerja, sehingga kesempatan kerja terbuka untuk
mereka yang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. UKM memiliki keterkaitan
usaha dalam perkembangan pertumbuhan perekonomian dan perkembangan
pelaku usaha. Perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Guritno Kusumo. 2008. Statistik Usaha Kecil dan Menengah. http://www.depkop.go.id.


Diakses 17 juli 2009.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Menurut Skala Usaha Tahun 20062007 di Indonesia.
No
1
2
3

SKALA USAHA
Usaha Mikro
Usaha Kecil (UK)
Usaha Kecil &
Menengah (UKM)

Jumlah (Unit)
2006
2007
46.746.567 47.702.310
1.917.897
2.017.926
48.779.151 49.840.489

Perkembangan
Jumlah
(%)
955.743
2,04
100.029
5,22
1.061.338
2,18

Sumber : Departemen Koperasi dan Badan Pusat Statistik Indonesia (2008).

Pada tahun 2006 jumlah UKM mencapai 48,7 juta unit, meningkat 2,18
persen dari tahun sebelumnya. Usaha kecil dan usaha rumah tangga yang terdapat
disemua kategori lapangan usaha ekonomi selain kategori lapangan usaha
pertanian merupakan usaha yang banyak memberikan peluang tersedianya
lapangan kerja atau usaha tanpa harus mempunyai jenjang pendidikan maupun
keahlian khusus, sehingga usaha tersebut memberikan sumbangan yang besar
terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara nasional maupun regional.
Kota Bogor memiliki keadaan ekonomi yang relatif stabil dengan
pertumbuhannya yang cukup baik, hal tersebut dikarenakan struktur ekonomi kota
Bogor yang didominasi oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar
30,04% dan sektor sektor industri pengolahan sebesar 28,07 % dimana sektor ini
sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat (BPS, 2008).
Potensi strategis ini mendukung pertumbuhan ekonomi dalam mengembangkan
Kota Bogor sebagai Kota jasa, perdagangan, pemukiman, pendidikan dan
pariwisata. Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Bogor memiliki
potensi yang baik sesuai dengan perkembangan jumlah UKM yang ada di Kota
Bogor. Perkembangan jumlah UKM di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Jumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Tenaga
Kerja di Kota Bogor Tahun 2004-2008.
Jumlah
Unit UKM
Tenaga Kerja

2004
22.304
-

2005
24.534
-

Tahun
2006
31.831

2007
32.147

2008
32.256

51.798

54.388

57.107

Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor (2009).

Berdasarkan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor


jumlah Usaha Kecil dan Menengah paling banyak mendominasi adalah
perdagangan. Dari tahun 2004 sampai tahun 2008 jumlah Usaha Kecil dan
Menengah ini selalu mengalami peningkatan sehingga, menimbulkan semakin
tingginya persaingan usaha antar unit. Salah satu pelaku usaha kecil menengah
yang bergerak di bidang perdagangan di Kota Bogor adalah pedagang bakso.
Pedagang bakso merupakan salah satu jenis lapangan kerja yang mudah untuk
dimasuki oleh para pelaku usaha serta keberadaan pedagang bakso saat ini dapat
dikatakan banyak beroperasi dimana saja, misalnya di pasar, disekitar pemukiman
serta di tempat lainnya. Meskipun telah banyak restoran-restoran yang
menyediakan menu bakso dengan tempat yang menyenangkan, namun pedagang
bakso yang ada di Kota Bogor yakni pedagang bakso mangkal dan pedagang
bakso keliling terlihat semakin banyak. Keberadaan mereka menunjukkan bahwa
mereka memang diperlukan oleh masyarakat.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) yang dikutip dalam
Paguyuban Pedagang Mi dan Bakso Megapolitan Indonesia (Paguyuban Miso
Indonesia), pada tahun 2006, dari 48.7 juta UKM di Indonesia, 20 persen atau
sekitar 10 juta diantaranya adalah pedagang usaha mi Bakso. Dari jumlah tersebut
jika 60 persen saja yang aktif, berarti ada sekitar 6 juta pelaku usaha Bakso di
Indonesia2. Dengan kata lain usaha Bakso merupakan mata pencarian yang
menjanjikan jika dikaitkan dengan pola konsumsi serta kondisi sosial budaya
masyarakat Indonesia. Berdasarkan Dinas Peridustrian, Perdagangan dan Koperasi
Kota Bogor jumlah pelaku pedagang bakso yang tercatat dan yang ada di data
oleh dinas sekitar 200 orang pada tahun 2006. Pelaku usaha bakso yang terdapat
dalam penelitian ini adalah pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling.
Dalam proses penyampaian barang dari produsen kepada konsumen akhir,
pedagang eceran merupakan perantara yang terdekat dengan konsumen, sehingga
respon konsumen sehingga respon konsumen sangat ditentukan oleh kemampuan

Erman Suparno. 2007. Melawan Pengangguran Dengan Gerobak Mi Bakso.


http://www.apIndonesia.com. Diakses 21 Mei 2009.

pedagang eceran dalam menyalurkan barang. Agar dapat menjangkau sebanyak


mungkin konsumen, para pedagang dituntut untuk dapat memilih lokasi dan
waktu yang strategis untuk berjualan. Dalam pemilihan lokasi dan waktu tersebut
dapat dibedakan menurut cara berdagang, yaitu pedagang mangkal dan pedagang
keliling. Pedagang bakso mangkal merupakan pedagang bakso yang berjualan
secara mangkal yang sifatnya mangkal di rumah sendiri atau bersifat kontrakan,
sedangkan pedagang bakso keliling adalah pedagang bakso yang menjual bakso
dengan berkeliling, mengunjungi langsung konsumennya. Keberadaan pedagang
bakso diperlukan oleh masyarakat. Dengan keberadaan pedagang bakso mangkal
dan pedagang bakso keliling yang memang diperlukan oleh masyarakat ternyata
dapat menciptakan lapangan usaha bagi para pedagang bakso sebagai usaha di
sektor informal yang cukup berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Pedagang bakso tidak hanya sekedar sebagai penjual tetapi juga terlibat
dalam proses produksi atau pengadaan barang. Hal ini menggambarkan aktivitas
produksi dan penjualan merupakan cerminan kegiatan ekonomi yang tidak dapat
berdiri sendiri tetapi senantiasa menunjukkan adanya saling ketergantungan satu
sama lainnya. Pedagang bakso berperan langsung antara produsen sebagai
pedagang menyalurkan langsung ke konsumen akhir. Pedagang bakso dalam
melakukan aktivitas usahanya beroperasi di daerah-daerah yang dianggap strategis
dan ramai dikunjungi konsumen. Kadangkala pedagang tidak menghiraukan
tempat-tempat yang dilarang untuk berjualan, sehingga seringkali pedagang bakso
dan umumnya pedagang keliling mendapat peringatan dan ancaman gusuran dari
petugas keamanan, karena memanfaatkan fasilitas umum untuk berjualan seperti
jalan, trotoar, dan areal parkir. Sektor usaha ini kurang mendapat perhatian dari
pemerintah, sehingga pengembangan potensi, fungsi dan mekanisme kegiatan
usaha kurang produktif dan berdayaguna. Namun alasan ekonomi menjadi lebih
penting jika pendapatan menjadi sasaran utama bagi pedagang bakso tersebut dan
hingga saat ini keberadaan para pedagang bakso masih tetap bertahan dan masih
begitu banyak ditemui dalam sejumlah tempat.
Salah satu komponen utama dalam penyeimbangan struktur usaha nasional
adalah mengembangkan pengusaha kecil yang berorientasi produksi menjadi
pengusaha kecil yang berorientasi bisnis atau berwawasan yang mampu mengikuti

peluang dan perubahan situasi sebagai faktor penentu kegiatan usahanya.


Pengusaha kecil akan selalu dihadapkan pada berbagai kendala keterbatasan,
khususnya keterbatasan skala usaha, manajemen usaha, modal, teknologi,
keterampilan berusaha dan pemasaran produk. Salah satu pelaku usaha yang
terlibat tersebut adalah para pedagang bakso yang ada di Kota Bogor. Pedagang
bakso yang ada ditemui di Kota Bogor ini adalah pedagang bakso yang berjualan
secara keliling dan pedagang bakso mangkal. Tetapi dalam menjalankan usaha
tersebut nampaknya pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling
dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannya masih tetap bisa bertahan
dalam situasi perekonomian yang sulit dengan alasan ekonomi merupakan hal
yang sangat penting bagi pedagang bakso tersebut.
Umumnya permasalahan yang dihadapi pedagang bakso yang ada di Kota
Bogor yaitu kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki sebagai pelaku usaha
masih rendah, sehingga dalam upaya pengembangan usahanya sendiri mengalami
kesulitan untuk berkembang. Keterbatasan pengetahuan merupakan kelemahan
pelaku usaha bakso, sehingga jika ditanyakan keuntungan yang mereka dapatkan
maka seringkali para pelaku usaha tersebut tidak mengetahui berapa keuntungan
yang telah didapatkan dalam menjalankan usaha. Dengan demikian, kondisi saat
ini dirasakan telah positif pendapatannya namun belum diketahui secara rinci
pendapatan yang diterima oleh pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso
keliling. Besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang bakso mangkal dan
pedagang bakso keliling dapat diketahui dengan melakukan analisis terhadap
pendapatan dan efisiensi yang dihasilkan dari usaha bakso tersebut. Analisis
pendapatan digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang
dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan serta melihat keuntungan relatif
yang didapatkan oleh pedagang bakso dalam menjalankan usahanya.
Sehubungan dengan keadaan pedagang bakso mangkal dan pedagang
bakso keliling yang ada di Kota Bogor juga dilihat mengenai kondisi dan situasi
usaha bakso, yakni yang mencerminkan keterkaitan berbagai potensi dan aktivitas
usaha yang dialami dan yang dilakukan oleh pedagang bakso mangkal maupun
pedagang bakso keliling. Sehingga untuk melihat kegiatan maupun aktivitasnya

tersebut maka berdasarkan gambaran di atas, maka permasalahan dapat


dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah karakteristik para pedagang bakso mangkal dan pedagang


bakso keliling di Kota Bogor?

2.

Bagaimana pendapatan dan efisiensi usaha dari pedagang bakso mangkal dan
pedagang bakso keliling di Kota Bogor?

1.3. Tujuan
1.

Menganalisis karakteristik para pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso


keliling di Kota Bogor.

2.

Menganalisis pendapatan dan efisiensi usaha dari pedagang bakso mangkal


dan pedagang bakso keliling di Kota Bogor.

1.4. Manfaat
1. Bagi pelaku usaha bakso sebagai masukan dalam pengelolaan usaha
khususnya dalam menjalankan usaha.
2. Bagi penulis sebagai sarana penerapan ilmu dari teori yang telah diperoleh
semasa kuliah.
3. Bagi kalangan umum untuk dapat menjadi tambahan bahan informasi untuk
pihak-pihak yang membutuhkan dan sebagai bahan perbandingan untuk
penelitian selanjutnya yang ada dengan penelitian ini.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah meliputi mengidentifikasi
karakteristik pribadi responden pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso
keliling. Mengidentifikasi karakteristik usaha pedagang bakso mangkal dan
pedagang bakso keliling, menganalisis pendapatan yang diperoleh pedagang
bakso mangkal dan pedagang bakso keliling dan melihat tingkat efisiensi dari
masing-masing usaha bakso yang ada di Kota Bogor serta fokus hanya pada
pelaku usaha bakso sapi yang bertempat dipusat keramaian Kotamadya Bogor,
yakni di kawasan perdagangan, terminal, pendidikan dan pemukiman.

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bakso
Bisnis makanan adalah bisnis yang tidak akan pernah mati, karena bersifat
cepat habis dan dibutuhkan orang banyak. Semua orang pasti membutuhkan
makan dan juga hampir rata-rata bisa membuat makanan, apalagi dengan
perkembangan saat ini dapat dengan mudah mendapatkan resep-resep dan caracara dari media komunikasi. Hal tersebut merupakan pendukung untuk memulai
bisnis makanan walaupun tidak sedikit yang gagal, tetapi banyak juga yang
kemudian sukses. Apalagi jika konsep usahanya disesuaikan dengan kemampuan
permodalan dengan menjual beberapa produk saja, dan ditangani sendiri. Salah
satunya adalah usaha bakso. Bakso adalah makanan berupa bola daging dan
berbahan utama daging, baik sapi, ikan, udang, maupun cumi-cumi. Bentuknya
yang menyerupai bola kecil, sehingga orang barat menyebutnya dengan meat ball.
Cita rasa yang khas dan tekstur yang kenyal menyebabkan bakso banyak
disukai, dari anak-anak hingga orang dewasa. Bakso dalam perkembangannya
menjadi popular di seluruh belahan bumi, termasuk Indonesia, dan dipercaya
bakso awalnya berasal dari Republik Rakyat Cina. Sehingga kondisi ini membuka
peluang bisnis bakso yang menjanjikan bagi yang bergerak dalam bisnis tersebut.
Bisnis bakso adalah usaha yang membutuhkan modal yang relatif kecil dan tidak
memerlukan modal terlalu besar. Peralatan yang diperlukan sederhana, proses
pembuatan mudah, dan resiko kegagalan rendah. Hal tersebut memungkinkan
siapa saja bisa melakukannya, baik skala besar maupun industri rumahan. Bisnis
bakso bukanlah bisnis makanan baru, tetapi kebanyakan seperti usaha kuliner
lainnya, prospek usaha bakso sangat popular.
Bakso merupakan produk pangan yang dibuat dari daging yang
dihaluskan, dicampur tepung berkarbohidrat tinggi, dibentuk bulat-bulat sebesar
kelereng atau lebih besar dan dimasak dalam air panas untuk mengkonsumsinya.
Berdasarkan SNI 01-3818-1995, bakso daging didefinisikan sebagai produk
makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak
(kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan. Bakso dapat dikelompokkan

22

menurut jenis daging yang digunakan. Bakso yang paling popular di Indonesia
adalah bakso yang terbuat dari daging sapi (Sutomo, 2009).
Bahan-bahan dasar bakso adalah daging, bahan pengisi, garam dapur,
bumbu penyedap dan es atau air es. Daging sapi digunakan karena dagingnya
lebih mudah dibentuk menjadi butiran-butiran kenyal karena kandungan dan
struktur proteinnya lebih kenyal dan kuat. Bakso pada mulanya hanya dikenal dan
dijual didaerah pemukiman orang cina dan dijual di restoran-restoran cina. Namun
akhir-akhir ini setelah tahun 1980, bakso mulai berkembang dan mulai popular
dimasyarakat selain dikota besar juga kota kecil, terutama di pelosok dan daerah
wisata. Bakso dapat dijumpai di restoran mewah, hotel berbintang, warung makan
sederhana, pedagang kaki lima, dan pedagang keliling. Konsumen berasal dari
golongan elit sampai golongan berpenghasilan rendah (Yuliadini, 2000).
2.1.1. Bahan-bahan Pembuatan Bakso
Ada beberapa metode yang dikenal dalam pembuatan bakso, namun secara
garis besar prinsipnya sama, yaitu meliputi tahap penghancuran daging,
pembentukan adonan dan pemasakan. Penghancuran daging dapat dilakukan
dengan mencacah dan mencincang (chopping) ataupun menggiling (grinding).
Bahan-bahan baku bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan
utamanya adalah daging. Daging yang digunakan tergantung dari selera, yaitu
daging sapi, daging ayam, daging ikan atau udang. Sedangkan bahan tambahan
terdiri dari bahan pengisi berupa tepung, es, garam dan bumbu (Sutomo, 2009).
Daging
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Untuk membuat
bakso sapi dapat digunakan semua bagian dari karkas sapi, namun karena
kandungan lemak dari jaringan ikat daging berbeda-beda untuk setiap karkas
maka penggunaannya disesuaikan dengan mutu yang diinginkan. Daging yang
digunakan untuk membuat bakso adalah daging yang sesegar mungkin yaitu
segera setelah pemotongan tanpa mengalami proses penyimpanan sehingga dapat
menghasilkan mutu yang baik.

Bahan Pengisi
Bahan pengisi (fillers) merupakan bahan bukan daging yang ditambahkan
dalam pembuatan bakso.Bahan pengisi yang biasa digunakan pada pembuatan
bakso adalah tepung yang mengandung karbohidrat tinggi misalnya tepung
tapioka, dan pati aren. Tepung-tepung tersebut mempunyai kandungan protein
yang rendah. Penambahan tepung dilakukan sebesar 50 sampai 100 persen dari
berat daging. Tujuan ditambahkan bahan pengisi seperti dalam pembuatan bakso
adalah memperbaiki sifat dan mereduksi penyusutan selama pemasakan,
memperbaiki sifat fisik dan cita rasa dan menurunkan biaya produksi. Jumlah
penambahan tepung pati tergantung pada harga bakso yang dijual, semakin
banyak tepung pati yang digunakan maka harga bakso semakin murah.
Garam Dapur dan Bumbu
Garam merupakan bahan baku yang umumnya ditambahkan pada
pembuatan bakso, yang fungsinya untuk memberi rasa, mengawetkan dan
melarutkan protein dalam daging. Selain garam dapur, bumbu yang biasa
digunakan dalam pembuatan bakso adalah MSG (Monosodium Glutamat),
bawang putih dan bawang merah kadang-kadang juga ditambahkan merica yang
dapat meningkatkan rasa pada produk bakso. Pemakaian garam dapur pada
pembuatan bakso tidak terlalu bervariasi, umumnya berkisar antara 5 sampai 10
persen dari berat daging. Dalam fungsinya sebagai pemberi rasa bakso, maka
penambahan tepung yang tinggi memerlukan pemakaian garam yang lebih banyak
sedangkan pemakaian MSG dalam adonan bakso berkisar antara 1,0 sampai 2,5
persen dari berat daging. Bawang putih mengandung antioksidan yang kuat dan
dapat memperpanjang daya tahan bakso. Bawang putih dapat dipakai sebagai
pengawet karena bersifat bakteriastatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif
allicin yang sangat efektif terhadap bakteri.
Es atau Air Es
Fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak)
daging, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam
yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase
kontinu dari emulsi daging dan menjaga temperature produk. Penambahan air

dalam bentuk es bertujuan untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya


secara merata ke seluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein
serabut otot, membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu adonan.
Air dalam bakso terutama dipengaruhi oleh jumlah es yang ditambahkan ke dalam
adonan. Jika jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan besar maka jumlah air
yang terdapat dalam bakso pun akan besar pula. Air juga akan mempengaruhi
tekstur dari bakso. Bakso yang terlalu banyak mengandung air akan terlihat basah
dan lembek, sedangkan bakso yang mengandung sedikit air akan terlihat kering
dan keras.
Rasa
Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan
yang terletak pada papilla. Faktor yang mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia,
suhu, konsentrasi dan interaksi pangan dengan komponen rasa yang lain. Atribut
rasa banyak ditentukan oleh formulasi yang digunakan dan kebanyakan tidak
dipengaruhi oleh pengolahan suatu produk pangan. Warna pada bakso berasal dari
bahan utamanya yaitu daging, bahan pengisi dan bahan pengikat serta bahanbahan yang ditambahkan. Aroma pada bakso sebagian besar dipengaruhi oleh
bahan-bahan yang ditambahkan selama proses pembuatan dan pemasakan produk
terutama penambahan bumbunya.
Pembuatan Bakso
Daging segar dipotong-potong, daging kemudian digiling dalam food
processor bersama garam, STPP, dan bagian es batu. Bumbu-bumbu seperti
merica dan bawang putih, tepung tapioca, dan sisa bagian es ditambahkan ke
dalam adonan. Adonan kembali digiling sampai tercampur rata dan menjadi legit.
Adonan tersebut lalu dibentuk bulat-bulat dan dimasukkan ke dalam air panas,
setelah mulai mengambang bakso direbus sampai matang.
2.2. Usaha Sektor Informal
Berdasarkan kriteria Departemen Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
dan Biro Pusat Statistik yang termasuk kedalam kelompok sektor informal adalah
mereka yang bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain, bekerja dengan bantuan
buruh tidak tetap, bekerja dengan bantuan pekerja keluarga, dan mereka yang

bekerja sebagai pekerja keluarga, sedangkan yang termasuk kedalam sektor


formal adalah diluar kriteria yang telah disebutkan.
Berdasarkan surat keputusan Menteri Perindustrian dan perdagangan
Republik Indonesia no.23/MPP/Kep/1/1998 pasal 4 tentang lembaga-lembaga
usaha perdagangan, dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
1. Termasuk perdagangan informal adalah ; pedagang keliling, pedagang kaki
lima, pedagang asongan, pedagang kelontong, bakul gendong, kedai, warung,
los pasar, jasa reparasi, jasa pertukangan dan jasa-jasa informal lainnya.
2. Pedagang informal harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a) Memiliki modal usaha diluar tanah dan bangunan tempat usaha tidak lebih
dari lima juta rupiah.
b) Dikerjakan sendiri oleh beberapa orang
c) Jenis kegiatan usaha yang dijalankan umumnya tidak tetap.
Dalam perdagangan eceran yang langsung berhadapan dengan konsumen,
terutama bagi pedagang menetap adalah pemilihan tempat dan waktu berjualan.
Karena menurut wahyudin (1993) masalah lokasi usaha pedagang eceran
dihadapkan pada keterbatasan lahan (space) yang selain dipakai untuk kegiatan
perdagangan eceran, juga diperuntukkan bagi pemukiman, gedung-gedung dan
prasarana lainnya. sementara itu untuk masalah waktu merupakan penyesuaian
antara waktu berdagang dan waktu pengadaan barang. Dari segi waktu jualan
(berdagang), pekerja sektor informal menjajakan barangnya dalam rentang waktu
yang bervariasi. Waktu berdagang dipilih didasarkan pada pertimbangan waktu
calon pembeli ke luar rumah. Pokoknya dimana banyak calon pembeli
membutuhkan mereka, pedagang akan menyesuaikannya. Secara umum rentangan
waktu pedagang menetap berkisar antara jam 06.00 sampai jam 12.00. kemudian
jam 15.30 sampai jam 21.00. Jika perdagangan informal yang berjualan secara
keliling adalah pada awalnya berjualan dilokasi tertentu di jalan umum, ketika
mereka telah menentukan pilihan pada tempat tertentu, mulailah diadakan
pendudukan tempat umum tersebut sebagai tempat berjualan.
2.2.1. Prospek Usaha Sektor Informal
Sektor informal dapat dipandang sebagai suatu lapangan kerja yang
dibangun atas dasar konsep pemasaran yang kehadirannya didasarkan pada

adanya kebutuhan akan barang dan jasa yang berkembang di masyarakat, dan
kebutuhan itu menuntut untuk segera dilayani (Wahyudin, 1993). Sektor informal
merupakan sektor yang sesungguhnya cukup mampu untuk menghadapi persoalan
dan tantangan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat. Ini dapat dipahami karena
sektor informal memiliki tingkat penyesuaian yang baik untuk menghadapi
berbagai perubahan yang terjadi. Sektor informal adalah lapangan kerja yang
menuntut kreativitas dan kemampuan untuk bertahan. Hal ini dapat dilihat dari
kemampuan mereka untuk mencari pasar, menawarkan, mengelola modal usaha
dan menanggung resiko serta melakukan hubungan yang saling menguntungkan.
Menurut

Didik dalam

Wahyudin (1993)

mengemukakan bahwa

penanganan masalah sektor informal diperkotaan masih tidak beranjak dari pola
lama, yakni usir dan gusur demi kebersihan, keamanan dan kenyamanan kota.
Namun perlu diakui adanya beberapa kebijakan yang cukup terpuji seperti
program perbaikan kampung kumuh di Jakarta dan alih profesi pedagang jalanan
di Jakarta dan penarik becak . pembangunan itu pada hakekatnya merupakan suatu
proses perubahan struktural dalam bidang sosial dan ekonomi (Wahyudin, 1993).
Oleh karena itu dalam rangka pengembangan sektor informal di Indonesia ada
beberapa unsur yang perlu diperhatikan, yaitu permodalan, teknologi, sumberdaya
alam, sumberdaya manusia dan kelembagaan. Sektor informal dengan segala
keberadaannya akan senantiasa terus bertahan dan berkembang. Disamping itu,
dalam melakukan aktivitasnya sektor informal disadari atau tidak akan selalu
berhubungan dengan pemerintah setempat. Hubungan ini terutama pada
pemakaian lokasi usaha dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan usaha sektor informal.
2.2.2. Karakteristik Sektor Informal
Kajian mengenai kehidupan usaha pedagang bakso, merupakan suatu
tinjauan tentang kondisi dan situasi usaha sektor informal, yang mencerminkan
adanya keterikatan dan keterikatan potensi dan aktivitas usaha sektor informal
yang berlangsung secara dinamis. Menurut wahyudin (1993) Tampak beberapa
hal penting dalam memahami tumbuh dan berkembangnya sektor informal, yaitu :
1. Pertambahan angkatan kerja yang tidak seimbang dengan lapangan kerja yang
tersedia. Keadaan ini tidak hanya menimbulkan pengangguran, tetapi

investasi dan pertumbuhan ekonomi cenderung lambat. Bahkan kondisi ini


dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan dan mengguncang stabilitas
politik nasional.
2. Pemanfaatan modal (capital) dan keterampilan. Industrialisasi yang
berkembang di Indonesia, menurut pemanfaatan modal yang besar dengan
penggunaan teknologi modern, misalnya bahwa sistem padat modal dijadikan
sebagai alternatif pemecahan persoalan industrialisasi. Hal ini memungkinkan
manusia-manusia Indonesia yang tidak punya modal dan pengetahuan serta
keterampilan canggih belum dapat diserap oleh lapangan kerja tersebut.
3. Keterbatasan sektor pertanian. Sektor pertanian dapat dikatakan sebagai
lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Akan tetapi
dengan adanya pertambahan penduduk dan penyebarluasan teknologi
pertanian, mengakibatkan lapangan kerja pertanian tidak lagi mampu
menyerap tenaga kerja yang lebih banyak lagi. Sifat tradisional yang masih
melekat pada sebagian masyarakat pertanian dan alih usaha kepada non
pertanian belum dapat dijembatani dengan baik. Tampaknya disatu pihak
dituntut adanya pemanfaatan lahan pertanian yang terbatas secara tepat guna.
Namun disis lain keterbatasan keterampilan masih menguasai sebagian besar
petani (masyarakat) Indonesia.
4. Dampak keterbatasan sektor formal dan variabel tingkat upah. Sektor formal,
yang

meliputi bidang

pemerintahan

(pegawai),

swasta

(perbankan,

perusahaan-perusahaan dan pabrik) dengan persyaratan dan kemampuan daya


serapnya, ternyata tidak mampu mengantisipasi pertambahan angkatan kerja.
Oleh karena itu, sektor informal dengan segala kesederhanaan dan
elastisitasnya merupakan terobosan dan alternatif yang tepat.
5. Tuntutan bekerja bagi setiap angkatan kerja. Berbagai kondisi angkatan kerja
Indonesia yang relatif rendah pendidikan, minim pengetahuan teknologi dan
berbagai kelemahan lainnya, maka bagi mereka yang termasuk dalam
angkatan kerja harus bekerja keras, dan apabila tidak mampu bekerja maka
penduduk yang belum pantas bekerjapun harus bekerja. Sementara
pemerintah sampai saat ini belum mampu untuk memberikan kompensasi
bagi penganggur.

Jelaslah, bahwa tumbuh dan berkembangnya sektor informal merupakan


akibat dari arah pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa keseluruhan.
Dengan sektor informal memungkinkan masyarakat (pelaku usaha sektor
informal) dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sektor informal
dipandang sebagai usaha berskala kecil yang beroperasi dalam kegiatan produksi
atau distribusi yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan. Jenis usaha berskala
kecil yang dimaksud dikelola oleh mereka yang miskin modal dan berpendidikan
rendah atau sama sekali tidak berpendidikan yang tujuan utamanya untuk mencari
pekerjaan dan memperoleh pendapatan. Sedangkan yang dimaksud dengan sektor
formal adalah pekerja bergaji dengan jangka waktu tertentu (harian, mingguan,
atau bulanan) dalam pekerjaan permanen, seperti dalam perusahaan industri,
kantor

pemerintah dan perusahaan-perusahaan lainnya.

Sektor

informal

mempunyai karakteristik sebagai berikut:


1. Kegiatan usaha yang dilakukan tidak terorganisir secara baik. Hal ini dapat
dilihat dari faktor munculnya usaha tersebut tanpa menggunakan fasilitas atau
kelembagaan yang ada pada perekonomian modern.
2. Karena kebijaksanaan pemerintah umumnya tidak sampai pada sektor ini,
maka sektor informal tidak mempunyai hubungan langsung dengan
pemerintah.
3. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha dari pemerintah.
4. Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti tempat maupun mengenai jam
kerja.
5. Unit usaha bisa dengan mudah beralih dari suatu sub sektor ke sub sektor
lainnya.
6. Teknologi yang digunakan termasuk ke dalam teknologi yang sederhana.
7. Perputaran modal usaha relatif kecil dan skala usahanya terbatas.
8. Karena usahanya kecil dan tingkat teknologi sangat sederhana, maka untuk
mengelola usaha ini tidak menuntut pendidikan tertentu, bahkan keahliannya
didapat dari sistem pendidikan non formal dan pengalaman sambil keluarga.
9. Kebanyakan dari unit usahanya dimiliki oleh seseorang pengusaha dan tenaga
kerja yang digunakan berasal dari anggota keluarga.

10. Sumber dana untuk modal tetap atau modal kerja kebanyakan berasal dari
tabungan sendiri dan dari sumber-sumber keuangan tidak resmi lainnya.
2.2.3. Usaha Kecil Menengah (UKM)
Usaha Kecil Menengah meliputi usaha industri dan usaha perdagangan.
Defenisi usaha mencakup paling tidak dua aspek, yaitu aspek penyerapan tenaga
kerja dan aspek pengelompokan. Usaha ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang
diserap dalam gugusan atau kelompok usaha tersebut. Menurut undang-undang
tentang usaha mikro, kecil dan menengah tahun 2008, yang dimaksud dengan
Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. Usaha kecil adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan
atau badan usaha yang bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau
usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. Usaha menengah adalah usaha
ekonomi produktif berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan. Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pasal 3 menyatakan bahwa usaha
mikro, kecil, dan menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan
usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan
demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Adapun kriteria usaha mikro, kecil dan menengah dalam undang-undang
tersebut tercantum pada pasal 6. Kriteria usaha mikro adalah memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
300.000.000,00. Kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp 50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp 300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00.
Kriteria usaha menengah adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari

Rp500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak


termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp 2.500.000.000,00 sampai paling banyak Rp50.000.000.000,00.
Badan Pusat

Statistik

dan Departemen Perindustrian melakukan

pemisahan yang berlaku terhadap skala usaha didasarkan pada jumlah tenaga
kerja. Apabila tenaga kerja yang dimiliki terdiri atas 1-5 orang digolongkan
kedalam usaha rumah tangga atau usaha skala kecil, usaha skala menengah
mempunyai tenaga kerja antara 6-19 orang, dan usaha skala besar mempunyai
tenaga kerja lebih dari 19 orang. Usaha Kecil Menengah memiliki kendalakendala dalam mempertahankan dan pengembangan usaha (bisnis) baik yang
bersifat internal maupun eksternal, permasalahan-permasalahannya diantaranya
adalah kurangnya pengetahuan pengelolaan usaha (manajemen), kurang modal,
teknologi, lemah di bidang pemasaran dan adanya pungutan. Usaha kecil
menengah memegang peranan penting dan strategis baik di lingkungan domestik,
regional maupun internasional. Usaha kecil menengah mempunyai potensi yang
besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga perlu
diberdayakan dan dikembangkan agar mampu memberi kontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan.
2.3. Penelitian Terdahulu
Wahyudin (1993) melakukan penelitian tentang pedagang bakso di
Salatiga, studi kasus tentang sebuah usaha di sektor Informal. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui latar belakang sebelum menjadi pedagang bakso,
mengetahui proses menjadi pedagang bakso, dan menganalisis bentuk dan
mekanisme kegiatan usaha pedagang bakso. Jumlah sampel dalam penelitian 30
pedagang bakso yang beroperasi di Salatiga, terdiri atas 18 orang pedagang
keliling dan 12 orang pedagang kaki lima. Analisis data menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Hasil penelitiannya adalah sebagian besar pedagang bakso
berasal dari daerah pedesaan di luar kota Salatiga, kegiatan sebelum menjadi
pedagang bakso ialah sebagai penjual es potong, petani penggarap, menganggur
dan bersekolah sambil rewang. Dalam proses menjadi pedagang bakso seseorang
dapat dengan mudah, murah dan cepat memperoleh keterampilan usaha tanpa
biaya pendidikan atau persyaratan lainnya yang menyusahkan calon pedagang.

Yuliadini (2000) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan


faktor kewirausahaan pedagang bakso sapi keliling di Kota Bogor Jawa Barat
dengan tujuan menganalisis pendapatan/keuntungan usaha, menganalisis besarnya
kontribusi pendapatan dari usaha bakso sapi keliling terhadap pendapatan total
keluarga dan mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor pendidikan, pengalaman
usaha, motivasi, lokasi usaha dan nilai masyarakat sekitar lokasi usaha terhadap
prilaku kewirausahaan pedagang bakso sapi keliling. Rata-rata pendapatan
pedagang bakso sapi keliling yang menggunakan gerobak sebesar Rp
5.890.010,34 dan pikulan sebesar Rp 5.240.007,69. Rata-rata pendapatan
pedagang bakso keliling di Kota Bogor secara keseluruhan sebesar Rp
5.648.580,79/tahun/pedagang. Rata-rata kontribusi pendapatan pedagang bakso
sapi keliling terhadap pendapatan total keluarga sebesar 91,82 persen. Faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan pedagang bakso sapi keliling
di kota Bogor adalah pendidikan, pengalaman usaha, motivasi dan lokasi usaha
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kewirausahaan dengan nilai
F=36,24 pada taraf signifikasi 0,01.
Elmi (2005) penelitian tentang Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah
Industri Kecil Keripik dan Sale Hasil Produk Olahan Pisang, kasus industri kecil
keripik dan sale pisang di desa sawarna

kecamatan bayah, kabupaten lebak,

provinsi banten. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan, analisis
R/C dan analisis nilai tambah. Berdasarkan alat analisis yang digunakan tersebut
maka hasilnya rata-rata penerimaan pengrajin keripik pisang di desa sawarna
perbulan sebesar Rp 20.670.000,- dengan kapasitas produksi sebesar 1.950 kg
keripik. Rata-rata total pengeluaran pengrajin Rp 17.237.630,- sehingga
pendapatan pengrajin keripik selama sebulan sebesar Rp 3.432.370,-. Rata-rata
penerimaan pengrajin sale pisang selama sebulan sebesar Rp 4.561.440,- dengan
kapasitas produksi sebesar 1.786,9 kg sale. Rata-rata pengeluaran total sebesar Rp
3.922.249,5 perbulan, sehingga pendapatan yang diterima pengrajin atas total
pengeluaran perbulan sebesar Rp 771.970,5. Pada kegiatan pengolahan keripik
pisang, rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,22 dan rasio R/C atas biaya total
sebesar 1,3 dan rasio R/C atas biaya total sebesar 1,2. Nilai R/C rasio dari kedua

kegiatan pengolahan bernilai lebih besar dari satu, dapat dikatakan bahwa kedua
kegiatan pengolahan sudah efisien, menguntungkan dan layak dilaksanakan.
Anggraini (2006) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan
strategi pemasaran usaha warung tenda pecel lele di sepanjang jalan pajajaran
Bogor dengan tujuan mengidentifikasi profil dan karakteristik pedagang warung
tenda pecel lele, menganalisis pendapatan usaha warung tenda pecel lele dan
memformulasi strategi pemasaran yang dapat diterapkan pada usaha warung tenda
pecel lele. Alat analisis yang digunakan adalah IFE, EFE dan SWOT. Maka hasil
yang didapatkan adalah berdasarkan matrik IFE dan EFE, posisi usaha berada
pada sel V dan strategi yang sesuai adalah hold and maintain. Strategi yang dapat
diterapkan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan matrik
SWOT diperoleh strategi yaitu meningkatkan kualitas produk, fasilitas pesan
antar, promosi yang lebih baik lagi, hubungan yang baik dengan pemasok.
Syukron (2009), melakukan penelitian tentang analisis keuntungan
pedagang martabak manis kaki lima di Kota Bogor,

dalam penelitian ini

menggunakan alat analisis keuntungan yang merupakan hasil pengurangan antara


total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan, analisis keuntungan untuk
usaha martabak ini dianalisis peneliti pada saat terjadinya kenaikan dan sebelum
terjadinya kenaikan tepung terigu sebagai bahan bahan baku martabak.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapat nilai R/C ratio sebesar 1,56
sebelum terjadinya kenaikan harga tepung terigu dan terjadinya penurunan R/C
ratio yang didapat nilai sebesar 1,34 yaitu pada saat terjadi kenaikan harga tepung
terigu, berdasarkan analisis menunjukan bahwa secara keseluruhan usaha
martabak tersebut menguntungkan secara ekonomi karena memiliki nilai R/C
ratio lebih besar dari satu.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari topik
dan tujuan penelitian. Penelitian ini membahas analisis pendapatan yang diperoleh
pedagang bakso di Kota Bogor dengan melihat seberapa besar penerimaan dan
pengeluaran dari usaha yang dilakukan oleh pedagang bakso mangkal serta
pedagang bakso keliling yang ada di Kota Bogor. Selain itu, membahas
karakteristik pedagang bakso di Kota Bogor. Adapun ringkasan penelitian
terdahulu dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Ringkasan Penelitian Terdahulu


Nama
Syukron
(2009)

Judul
Analisis Keuntungan
Pedagang Martabak
Manis Kaki Lima di
Kota Bogor

Alat Analisis
Analisis
deskriptif
R/C Rasio
/ Rasio

Hasil
Usaha martabak manis kaki lima
dilokasi
penelitian
mampu
memberikan manfaat financial bagi
pedagang
R/C ratio atas biaya tunai dan biaya
total lebihbesar daripada 1
Berdasarkan matriks IFE dan EFE,
pososi usaha berada pada sel V dan
strategi yang sesuai adalah hold and
maintain. Strategi yang dapat
diterapkan adalah penetrasi pasar dan
pengembangan produk
Berdasarkan matriks SWOT diperoleh
strategi yaitu meningkatkan kualitas
produk, fasilitas pesan antar, promosi
yang lebih baik lagi, hubungan yang
baik dengan pemasok.

Dian Anggraini
(2006)

Analisis Pendapatan
dan
Strategi
Pengembangan
Pemasaran
Usaha
Warung Tenda Pecel
Lele di Sepanjang
Jalan Pajajaran Bogor

IFE
EFE
SWOT

Elmi Sipta Jati


(2005)

Analisis Pendapatan
dan Nilai Tambah
Industri Kecil Keripik
dan Sale Hasil Produk
Olahan Pisang

Analisis
Pendapatan
R/C Rasio
Analisis nilai
tambah

Pada pengolahan keripik R/C rasio


atas biaya tunai sebesar 1.22 dan R/C
rasio atas biaya total sebesar 1.17
persen.
Pada pengolahan sale R/C rasio atas
biaya tunai sebesar 1,3 dan R/C rasio
atas biaya total sebesar 1,2 persen

Yuliadini
(2000)

Analisis Pendapatan
dan
Faktor
Kewirausahaan
Pedagang Bakso Sapi
Keliling
di Kota
Bogor Jawa Barat

Analisis
Pendapatan
Analisis
Regresi Linier
Berganda

Rata-rata pendapatan pedagang bakso


sapi keliling di Kota Bogor sebesar
Rp 5.648.580,79/tahun/pedagang
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku kewirausahaan pedagang
bakso sapi keliling di Kota Bogor
adalah pendidikan,
pengalaman
usaha, motivasi dan lokasi usaha
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap perilaku kewirausahaan
dengan nilai F = 35,24 pada taraf
signifikan 0,01.

Wahyudin
(1993)

Pedagang Bakso di
Salatiga: Studi Kasus
Tentang
Sebuah
Usaha
di
Sektor
Informal.

Analisis
Deskriptif

sebagian besar pedagang bakso


berasal dari daerah pedesaan di luar
kota Salatiga.
kegiatan sebelum menjadi pedagang
bakso ialah sebagai penjual es
potong,
petani
penggarap,
menganggur dan bersekolah sambil
rewang.
Dalam proses menjadi pedagang
bakso seseorang dapat dengan
mudah, murah dan cepat memperoleh
keterampilan usaha tanpa biaya
pendidikan atau persyaratan lainnya
yang menyusahkan calon pedagang.

34

III KERANGKA PEMIKIRAN


3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Karakteristik Individu
Karakteristik individu sangat berpengaruh terhadap kelompoknya.
Karakteristik individu adalah sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan
dengan semua aspek kehidupan di lingkungan dimana ia tinggal. Karakteristik
individu juga merupakan sifat yang berupa pola pikir, pola sikap, dan pola tindak.
Tunggal (2009) mendefenisikan karakteristik individu sebagai keseluruhan pola
kelakuan dan kemampuan yang ada pada kehidupan sebagai hasil dari pembawaan
dan lingkungan sosialnya, sehingga menentukan pola aktivitasnya dalam meraih
apa yang telah menjadi tujuan dan cita-citanya. Tunggal (2009) mengemukakan
bahwa karakteristik individu terdiri dari usia, jenis kelamin, status perkawinan dan
kedudukan seseorang. Hijriyah (2004) mengemukakan bahwa karakteristik
individu yang terpenting adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, asal
daerah, jumlah tanggungan keluarga, dan lamanya usaha.
1) Usia
Menurut Zimmerer (2002) di Amerika Serikat pada umumnya seseorang
memulai usaha antara usia 30-40 tahun. Namun tidak ada batasan usia dalam
aspirasi kewirausahaan mereka. Hurlock (1991), diacu dalam Hijriyah (2004)
berpendapat bahwa perkembangan karier berjalan seiring dengan proses
perkembangan manusia, dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok usia,
yaitu usia dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Setiap kelompok usia
memiliki ciri-ciri khas bila dikaitkan dengan perkembangan karier. Ciri khas
perkembangan karier menurut Hurlock adalah sebagai berikut:
a) Usia dewasa awal (usia 18-40 tahun)
Masa dewasa awal sangat terkait dengan tugas dan perkembangan dalam hal
membentuk keluarga dan pekerjaan. Ketika seorang masuk dalam usia
dewasa awal, ia memiliki tugas pokok, yaitu memilih bidang usaha yang
cocok dengan bakat, minat, dan faktor psikologis yang dimilikinya sehingga
kesehatan mental dan fisiknya tetap terjaga. Pada masa dewasa awal
seseorang akan mencoba-coba untuk berkarier.

35

b) Usia dewasa madya (usia 40-60 tahun)


Masa dewasa madya bercirikan keberhasilan dalam pekerjaan. Pada usia ini
pada umumnya orang mencapai prestasi puncak, mereka memiliki pekerjaan
yang lebih baik daripada pekerjaan yang mereka miliki pada waktu masih
muda. Hal ini dikarenakan mereka sudah cukup mantap dengan pilihan
pekerjaan dan sudah memiliki pengalaman yang cukup
c) Usia dewasa akhir (usia di atas 60 tahun)
Pada masa ini orang mulai mengurangi kegiatan kariernya atau berhenti sama
sekali. Karena menurunnya kesehatan dan fisik, pada usia ini banyak orang
mulai berhenti bekerja dan lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial.
2) Tingkat Pendidikan
Menurut Staw (1991), diacu dalam Hijriah (2004) menyimpulkan bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan usaha,
dengan asumsi bahwa pendidikan yang lebih baik akan memberikan pengetahuan
yang lebih baik dalam mengelola usaha. Pendidikan memiliki peranan penting
saat pelaku usaha mencoba mengatasi masalah dan mengoreksi penyimpangan
dalam praktik usaha. Meski pendidikan formal bukan syarat untuk memulai usaha
baru, pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memberi dasar yang
baik apalagi bila pendidikan formal tersebut terkait dengan bidang usaha yang
dikelola.
3) Pengalaman.
Menurut Staw (1991), diacu dalam Hijriyah (2004) berpendapat bahwa
pengalaman dalam menjalankan usaha merupakan penentu terbaik bagi
keberhasilan. Kebutuhan akan pengalaman mengelola usaha semakin dibutuhkan
dengan meningkatnya kompleksitas lingkungan. Pengalaman dalam mengelola
usaha member pengaruh pada keberhasilan usaha. Pengalaman bisa diperoleh bila
seseorang terlibat secara langsung dalam kegiatan-kegiatan usaha.
3.1.2. Kegiatan Usaha Sektor Informal
Menurut Wahyudin (1993) mengemukakan ada tiga macam kegiatan
pokok yang termasuk kedalam kegiatan usaha sektor informal, yaitu kegiatan
produksi, konsumsi dan pertukaran atau distribusi. Kegiatan produksi adalah
kegiatan untuk menimbulkan atau menaikkan nilai suatu barang dan jasa. Yang

melaksanakan produksi disebut produser. Dan kegiatan pertukaran atau distribusi


adalah memindahkan barang dari pihak produser atau pembuat ketangan
konsumen, atau sering disebut juga dengan kegiatan pemasaran. Yang
melaksanakan kegiatan pertukaran atau distribusi disebut pedagang atau penjual.
Untuk melakukan kegiatan tersebut seseorang mungkin hanya dapat melakukan
kegiatan produksi saja, atau sebagai pedagang saja. Tetapi diantara mereka ada
juga yang melakukan produksi dan penjualan sekaligus.
3.1.3. Analisis Usaha
Keberhasilan suatu usaha dapat dilihat dengan cara melakukan analisis
pendapatan. Pendapatan usaha bakso merupakan selisih antara penerimaan dan
semua biaya. Pendapatan usaha bakso dapat digambarkan sebagai balas jasa dari
faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan (manajemen).
Besarnya keuntungan usaha bakso tergantung pada besarnya penerimaan dan
pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.
Ada dua keterangan pokok yang diperlukan dalam analisis pendapatan
usaha bakso, yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran dalam batasan waktu
tertentu misalnya satu musim atau satu tahun. Keuntungan yang diperoleh dari
usaha bakso dapat dilihat dari penerimaan dan pengeluaran dalam batas waktu
tertentu. Penerimaan usaha bakso adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total
dengan harga satuan produk atau harga jual. Sedangkan pengeluaran atau biaya
usaha bakso adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang
dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan.
Keuntungan adalah selisih antara hasil yang diterima dari penjualan
dengan biaya sumberdaya yang telah dipergunakan, jika biaya lebih besar dari
pendapatan maka keuntungan negatif atau mengalami kerugian. Konsep analisis
keuntungan usaha bakso mengadopsi konsep analisis pendapatan usahatani. Pada
usaha bakso, faktor produksi yang digunakan tidak berbeda dengan faktor
produksi pada usahatani seperti faktor lahan, modal, tenaga kerja dan manajemen.
Perbedaannya terletak pada bentuk fisik dari faktor lahan dalam usaha bakso yaitu
tempat atau alat untuk berjualan (gerobak), sedangkan lahan pada usaha tani dapat
berupa lahan tegalan sawah, kolam dan sebagainya. Perbedaan lainnya terletak
pada waktu untuk usaha. Pada usahatani, waktu untuk berusaha berupa musiman

dan tahunan, sedangkan pada usaha bakso tidak ada waktu tertentu, tetapi dalam
kasus ini peneliti menentukan batasan waktu analisis pendapatan dalam satu
periode bulan.
3.1.4. Teori Biaya
Biaya dari perusahaan yang kegiatannya memproduksi barang adalah nilai
input yang akan digunakan untuk memproduksi outputnya. Sedangkan konsep
biaya adalah suatu pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang
ataupun jasa diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui
tukar-menukar ataupun melalui pemberian jasa. Penggolongan biaya umumnya
ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dari penggolongan biaya.
Biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh
perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah
yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi
perusahaan tersebut. Apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan selalu
berubah-ubah, biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya.
Namun, apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap, biaya
produksi yang dikeluarkan untuk memperolehnya adalah berubah nilainya.
Dengan demikian keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya biya variabel.
Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah,
jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang
dilaksanakan. Misalnya gaji tenaga kerja administrasi dan pemasaran, penyusutan
peralatan, dan lain-lain. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubahubah sesuai dengan perubahan kuantitas produksi yang dihasilkan. Biaya variabel
merupakan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar
dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi.
Yang termasuk dalam biaya ini antara lain adalah biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan lain-lain. Perhitungan atas biaya secara umum yaitu:
TB = BT + BV
Keterangan:
TB

= Total biaya (Rp/bln)

BT

= Biaya Tetap (Rp/bln)

BV

= Biaya Variabel (Rp/bln)


TR = P x Q

Keterangan:
TR

= Penerimaan penjualan (Rp/bln)

= Harga per unit (Rp)

= Jumlah output yang dijual

Biaya penyusutan peralatan yang digunakan dalam usaha dihitung


berdasarkan metode garis lurus (Stright Line Method) yaitu nilai pembelian
dikurangi tafsiran nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis. Rumus yang
digunakan adalah:
Penyusutan = Nb - Ns
N
Keterangan:
Nb

= Nilai pembelian barang (Rp)

Ns

= Tafsiran nilai sisa (Rp)

= Umur ekonomis barang (Th)


Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur dengan

nilai efisiennya. Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur nilai efisiensi
pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau
imbangan penerimaan dan biaya atau revenue and Cost Ratio (R/C ratio).
Analisis imbangan penerimaan dan biaya digunakan untuk mengetahui tingkat
keuntungan relatif dari kegiatan usaha bakso berdasarkan perhitungan finansial.
Konsep penerimaan usaha dikemukakan oleh Hernanto dalam Syukron (2009),
sebagai hasil perkalian antara hasil harga jual dengan output produksi. Konsep
tersebut secara matematis sebagai berikut:
TRi = Yi x Pi
Keterangan:
Y = Produksi Usaha
Py = Harga Y

Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi,


karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang
berlebih-lebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu diikuti dengan
pengukuran efisiensi. Salah satu ukurannya dengan penerimaan untuk rupiah yang
dikeluarkan (revenue cost ratio atau R/C ratio). Rasio R/C atau return cost ratio
adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
R

R
C = TC ;

Py x Y
C = FC + VC

Keterangan:
TR = Total penerimaan pedagang bakso
TC = Total biaya pedagang bakso
Nilai R/C total menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap
rupiah yang dikeluarkan untuk berproduksi. Nilai R/C tidak mempunyai satuan.
Kriteria analisis R/C yaitu rasio R/C = 1, secara teoritis tidak terjadi keuntungan
maupun kerugian pada usaha. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika rasio
R/C lebih besar dari satu (R/C > 1). Apabila rasio R/C lebih kecil dari satu (R/C <
1) menandakan bahwa usaha tersebut tidak menguntungkan.
Nilai R/C yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan satu
rupiah biaya akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu.
Semakin besar nilai R/C maka semakin baik kedudukan ekonomi usaha bakso
tersebut. Kedudukan ekonomi tersebut penting, karena dapat dijadikan penilaian
dalam mengambil keputusan (Hernanto dalam Syukron, 2009).
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Usaha bakso dapat menciptakan lapangan usaha bagi para pedagang bakso
sebagai usaha di sektor informal yang cukup berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Pedagang bakso tidak hanya sekedar sebagai penjual tetapi juga
terlibat dalam proses produksi atau pengadaan barang. Pedagang bakso yang ada
di Kota Bogor yang banyak dijumpai adalah pedagang bakso mangkal dan
pedagang bakso keliling. Dengan perekonomian yang terjadi saat ini, usaha bakso
seperti yang dilihat masih begitu menjamur di berbagai tempat. Hal ini

menggambarkan usaha tersebut mampu bertahan dalam situasi perekonomian


yang sulit, walaupun keberpihakan pemerintah terhadap usaha ini masih kurang.
Dengan demikian, kondisi saat ini dirasakan telah positif pendapatannya oleh
pedagang bakso, baik itu pedagang bakso mangkal maupun pedagang bakso
keliling. Namun dengan kondisi demikian pedagang bakso mangkal maupun
pedagang bakso keliling belum mengetahui secara rinci pendapatan yang diterima
oleh para pelaku usaha bakso tersebut. Analisis pendapatan usaha merupakan
analisis untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari usaha
tersebut. Analisis yang digunakan adalah analisis rasio penerimaan-biaya sehingga
diketahui apakah usaha bakso tersebut memberikan keuntungan atau tidak.
Perhitungan mengenai analisis pendapatan dari usaha bakso perlu dilakukan agar
dapat memberikan gambaran kepada pedagang mengenai keuntungan yang akan
didapatkan dari masing-masing kondisi pedagang bakso yang ada di Kota Bogor.
Secara singkat kerangka pemikiran operasional penelitian ini disajikan dalam
Gambar 1.

Pedagang Bakso di Kota Bogor

Pendapatan yang tidak diketahui secara rinci tetapi kondisi


pedagang masih dapat bertahan dalam kondisi
perekonomian yg berfluktuatif.

Pedagang Bakso
Mangkal

Pedagang Bakso
Keliling

Identifikasi
karakteristik

Identifikasi
karakteristik

Analisis Pendapatan
Usaha

Analisis Pendapatan
Usaha

- Total penerimaan
- Total biaya
- R/C rasio

- Total penerimaan
- Total biaya
- R/C rasio

Usaha Bakso yang Lebih


Menguntungkan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap pedagang bakso mangkal dan pedagang
bakso keliling di Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan
alasan bahwa usaha bakso di Kota Bogor mudah ditemui diberbagai tempat
sehingga memiliki prospek yang baik bagi iklim usaha makanan dengan melihat
banyaknya para pelaku usaha yang bergerak dalam usaha ini baik masih dalam
usaha kecil, menengah dan skala besar, sehingga peneliti berkeinginan
mengetahui karakteristik yang dimiliki pedagang bakso mangkal dan pedagang
bakso keliling serta pendapatan yang dihasilkan oleh pedagang bakso di Kota
Bogor khususnya yang termasuk kriteria Usaha Kecil Menengah. Pengambilan
data dilapang dilakukan pada bulan September-November 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari
observasi langsung, pengisian kuisioner dan wawancara dengan pedagang bakso.
Pedagang bakso disini terbagi dua, yakni pedagang bakso mangkal dan pedagang
bakso keliling.
Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder, baik
kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dengan melakukan
pengamatan di lapang, wawancara kepada pihak yang berkepentingan. Data
primer juga diperoleh dengan cara pengisian kuisioner yang akan diisi oleh
pedagang bakso. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan tersebut dapat disifatkan sebagai proses interaksi dan komunikasi,
dimana beberapa unsur yang terkait dengan wawancara dapat mempengaruhi atau
menentukan hasil wawancara. Wawancara yang dilakukan menggunakan
wawancara secara lisan, terbuka, dengan harapan bahwa responden dapat secara
terus-menerus dapat mengungkapkan hal-hal yang ditanyakan serta dengan
beberapa pertanyaan tertutup. Data sekunder diperoleh dari pustaka, literatur,
skripsi, dan buku yang relevan dengan penelitian ini, juga dari Badan Pusat

43

Statistik (BPS), Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor,


Internet, LSI serta literatur yang relevan dengan penelitian.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Sampel adalah pedagang bakso di daerah Kotamadya Bogor khususnya
daerah yang ramai dijadikan lokasi berjualan pedagang bakso. Jika pemilihan
individu dari populasi didasarkan atas pertimbangan pribadi, maka sampel
tersebut dinamakan judgment sample (Nazir, 2005). Teknik pengambilan sampel
dilakukan secara

sengaja

dengan metode Judgement sampling, karena

mempertimbangkan kegiatan usaha di sektor informal banyak berkembang,


khususnya kegiatan usaha dagang bakso di daerah tersebut. Oleh karena itu
pengambilan sampel pedagang bakso dilakukan di kawasan pusat perdagangan,
terminal, daerah pemukiman dan pendidikan di daerah Kotamadya Bogor.
Responden dalam penelitian ini dipilih secara sengaja sebanyak 30
pedagang bakso, terdiri dari 15 orang pedagang bakso keliling dan 15 orang
pedagang mangkal (menetap). Jumlah ini dipandang cukup atas dasar
pertimbangan jumlah pedagang di lapangan yang tidak ada, dan kualitas informasi
yang dipentingkan, serta jumlah responden tersebut telah memenuhi batas
minimal jumlah responden dalam penelitian yaitu 30 responden yang mana
jumlah responden tersebut dikategorikan sudah cukup besar. Responden tersebut
untuk dianalisis karakteristik pedagang bakso dan mengetahui berapa pendapatan
dari usaha tersebut, dan menganalisis masalah atau tantangan yang dihadapi
pedagang dalam usaha ini.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dan dianalisis,
sehingga memberikan penjelasan yang terperinci. Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan metode analisis tabulasi deskriptif, analisis total penerimaan
usaha, analisis biaya total yang dikeluarkan, dan R/C rasio. Analisis penerimaan
digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian yaitu analisis pendapatan.
Metode pengolahan data yang akan digunakan untuk menjawab tujuan dalam
penelitian ini disajikan sebagai berikut:

Tabel 4. Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian


No
1

Data
Jenis
Sumber
Identifikasi karakteristik Waktu
Survei
pedagang
berdirinya
usaha,umur
pedagang, pasar,
bahan baku,
tenaga kerja,
modal,
manajemen.
Analisis
pendapatan Jumlah produksi, Survei
usaha
biaya produksi,
penerimaan
usaha
Tujuan Penelitian

Metode
Analisis
Tabulasi
&
Deskriptif

- Analisis
Penerimaan
- Total biaya
- R/C rasio
- MannWhithney

4.4.1. Tabulasi dan Deskriptif


Pengukuran karakteristik responden pedagang bakso mangkal dan
pedagang bakso keliling dilakukan dengan menggunakan tabulasi deskriptif.
Tabulasi deskriptif berisikan data mengenai karakteristik usaha bakso, lama usaha,
proses produksi, pasar, penyediaan bahan baku, tenaga kerja, permodalan dan
manajemen usaha serta analisis karakteristik responden. Data tentang karakteristik
responden dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama, ditabulasikan
kemudian dipersentasikan. Persentase terbesar merupakan faktor-faktor yang
dominan dari masing-masing atribut yang dimiliki.
4.4.2. Analisis Biaya
Biaya merupakan faktor yang sangat penting karena setiap rupiah biaya
yang dikeluarkan akan mengurangi laba usaha. Biaya-biaya yang dianalisis dalam
usaha ini antara lain biaya tetap dan biaya variabel.
a) Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang penggunaannya tidak habis dalam
satu masa produksi. Besarnya biaya tetap tergantung pada jumlah output yang
diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi.
Komponen biaya tetap yang dianalisis pada usaha bakso antara lain
gerobak/tempat, kompor, dandang, mangkok, sendok, garpu, ember, tempat
bumbu dan lap.

b) Biaya variabel (variable cost) yaitu biaya yang besar kecilnya sangat
tergantung kepada biaya skala usaha produksi. Komponen biaya variabel yang
dianalisis pada usaha bakso adalah mie, bihun, bumbu, biaya minyak
tanah/gas, biaya pemeliharaan, biaya transportasi, plastik dan karet.
Biaya penyusutan peralatan yang digunakan dalam suatu usaha dihitung
berdasarkan metode garis lurus (Stright Line Method) atau rata-rata, yaitu nilai
pembelian dikurangi tafsiran nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis. Nilai akhir
dianggap nol jika barang tersebut tidak laku lagi dijual.
4.4.3. Analisis Pendapatan Usaha
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang
diperoleh dari usaha yang dilakukan. Analisis pendapatan dilakukan dengan
mencatat seluruh penerimaan dan pengeluaran usaha bakso sesuai dengan
kapasitas produksi perpedagang. Analisis pendapatan ini untuk menganalisis
pendapatan pedagang bakso keliling dan pendapatan pedagang bakso mangkal.
Khusus untuk pedagang mangkal dianalisis berdasarkan tiga kategori yaitu
pedagang bakso mangkal dengan pendapatan di bawah 25 juta rupiah, pendapatan
pedagang bakso mangkal dari 25 juta hingga 50 juta rupiah dan pendapatan
pedagang bakso mangkal di atas 50 juta. Total penerimaan adalah nilai produk
total dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total adalah nilai semua input yang
dikeluarkan dalam proses produksi. Perhitungan keuntungan usaha atas biaya total
secara matematis adalah sebagai berikut:

= TR TB
Keterangan:

= keuntungan

TR

= penerimaan total usaha

TB

= total biaya (total biaya variabel dan total biaya tetap)


Menurut Hernanto dalam Syukron (2009), analisis keuntungan usaha

selalu disertai dengan pengukuran efisiensi. Untuk mengetahui efisiensi suatu


usaha terhadap penggunaan suatu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio
penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan yang

diterima usaha bakso dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi.
Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:
Jika total penerimaan > total biaya, usaha untung
Jika total penerimaan = total biaya, usaha tidak untung dan tidak rugi (impas)
Jika total penerimaan < total biaya, usaha tersebut rugi
4.4.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi
karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang
berlebihan, oleh karena itu analisis pendapatan selalu disertai dengan pengukuran
efisiensi. Efisiensi suatu usaha atau kegiatan produksi terhadap penggunaan satu
unit input digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan
perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima dari setiap rupiah yang
dikeluarkan dalam proses produksi.
Analisis imbangan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya
merupakan suatu pengujian keuntungan suatu jenis usaha. Analisis imbangan
penerimaan dan biaya (R/C Ratio) didapat berdasarkan pembagian antara total
penerimaan dengan total biaya. Rumus yang digunakan dalam analisis ini adalah:
R/C rasio =
Kriteria yang digunakan:
R/C > 1 maka usaha bakso tersebut menguntungkan
R/C < 1 maka usaha bakso tersebut tidak menguntungkan
R/C = 1, Usaha tidak untung dan tidak rugi (impas)
4.4.5. Uji Mann-Whithney
Tingkat pendapatan yang berbeda antara pedagang bakso mangkal dengan
pedagang bakso keliling mendapatkan efisiensi yang berbeda. Sehingga peneliti
membandingkan efisiensi yang didapatkan oleh pedagang bakso tersebut dengan
melakukan penilaian perbandingan R/C rasio yang didapatkan oleh pedagang
bakso mangkal dengan pedagang bakso keliling. Metode yang digunakan untuk
membandingkan tingkat R/C rasio pedagang bakso mangkal dengan pedagang
bakso keliling digunakan dengan melakukan uji Mann-Whithney. Tingkat R/C

rasio pedagang mangkal apakah lebih besar dan berbeda nyata dengan pedagang
bakso keliling. Pengujian tersebut dilakukan dengan uji Mann-Whithney. Uji
tersebut menggunakan hipotesis:
H0 = Median Y di kedua populasi tidak berbeda.
H1 = Median Y di populasi 1 > daripada di populasi 2.
Pengambilan keputusan uji Mann-Whithney adalah:
.

Jika Nilai

.(

<

Maka dinyatakan tolak H0 pada taraf nyata .


Untuk menguji hipotesa tersebut, digunakan statistik uji sebagai berikut:
(

Z =
[(

) (

(
)(

)
)

)]

Dimana:
n1

= Ukuran sampel dari populasi pedagang bakso mangkal

n2

= Ukuran sampel dari populasi pedagang bakso keliling

R1

= Jumlah rank dari sampel yang berukuran n1

= Banyak angka sama untuk rank tertentu

= Jumlahkan untuk seluruh kasus angka sama


Untuk ukuran sampel besar, statistik Zhit menyebar normal baku (Z), pada

output SPSS tersaji Exact.Sig (2*(1-tailed Sig), yang mengukur besar peluang
(|Zhit|>Z). untuk taraf nyata , dari Tabel Z, dapat diperoleh nilai Z. Apabila
.

.(

< atau |Zhit|>Z maka disimpulkan tolak H0, bila

sebaliknya terima H0 pada taraf nyata .


4.5. Definisi Operasional
1. Bakso adalah daging sapi yang dihaluskan, dicampur bumbu dan tepung,
dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng atau lebih besar. Bakso yang dianalisis
dalam penelitian ini adalah dalam bentuk penyajiannya dan spesifik hanya
bakso sapi.
2. Usaha sektor informal adalah usaha berskala kecil yang kegiatannya
mencakup aspek produksi atau hanya pemasaran barang dan jasa dengan

tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri
dan keluarga.
3. Dunia usaha adalah usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha
besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
4. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
undang-undang
5. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi criteria
usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.
6. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukanmerupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur undang-undang.
7. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan usaha mikro,
kecil, dan menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan,
dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
dan daya saing usaha mikro, kecil dan menengah.
8. Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan pemerintah dan pemerintah
daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara
sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan
kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan,
dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.
9. Bahan baku adalah input yang digunakan untuk membuat bakso.

10. Tenaga kerja, jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang
diperkerjakan dalam usaha bakso per periode. Jumlah tenaga kerja tersebut
diukur dalam satuan orang.
11. Pedagang bakso sapi keliling adalah pedagang bakso sapi di Kota Bogor yang
menjajakan

dagangannya

dengan

berkeliling,

mengunjungi

langsung

konsumennya dan merupakan usaha sendiri. Alat yang digunakan untuk


berjualan berupa gerobak dorong.
12. Pedagang bakso sapi mangkal adalah pedagang bakso sapi di Kota Bogor
yang berjualan secara mangkal. Sifatnya kaki lima atau mangkal di rumah
sendiri atau kontrakan.
13. Pendapatan pedagang bakso sapi adalah selisih antara total penerimaan yang
diterima oleh pedagang bakso sapi dengan total pengeluaran yang
dikeluarkannya untuk berdagang bakso sapi. Total penerimaan dihitung
berdasarkan jumlah uang tunai yang diperolehnya. Sedangkan total
pengeluaran diperoleh dari semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh
pedagang bakso sapi yang meliputi pengeluaran untuk membeli peralatan,
bahan baku bakso, gas dan lainnya, juga pengeluaran untuk transportasi
membeli bahan dari pemasok/pasar. Satuan yang digunakan untuk
menghitung pendapatan ini adalah rupiah/bulan.
14. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap atau konstan tidak dipengaruhi
oleh perubahan intensitas volume kegiatan. Komponen biaya tetap antara lain
sewa tempat, penyusutan alat, biaya pemeliharaan alat, gaji tenaga kerja.
15. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya sangat tergantung kepada
skala produksi. Komponen biaya variabel antara lain adalah biaya bahan
baku, bahan pelengkap, pembungkus, biaya gas dan biaya transportasi.
16. R/C rasio adalah perbandingan antara biaya usaha yang dikeluarkan dengan
penerimaan yang dihasilkan usaha.
17. Pendidikan pedagang bakso adalah lamanya pendidikan formal (sekolah)
yang dijalani pedagang bakso sapi selama hidupnya, yang digunakan dalam
perhitungannya adalah tahun.

18. Pengalaman usaha adalah lamanya pedagang bakso sapi tersebut pernah
bekerja di bidang pekerjaan yang sama yaitu berdagang bakso sapi, satuan
yang digunakan dalam perhitungan adalah tahun.
19. Lokasi usaha adalah tempat dimana pedagang bakso sapi menjual
dagangannya.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor
Kota Bogor terletak diantara 106 48 BT dan 626 LS serta mempunyai
ketinggian minimal rata-rata 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari
ibukota kurang lebih 60 kilometer. Kota Bogor memiliki luas wilayah sebesar
11.850 Ha yang terdiri dari enam kecamatan dengan 68 kelurahan. Hasil registrasi
penduduk akhir tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor
sebanyak 905.132 jiwa, dengan kepadatan rata-rata 70 jiwa/ha. Kedudukan
topografi Kota Bogor di tengah-tengah wilayah kabupaten Bogor serta lokasinya
yang dekat dengan ibukota Negara merupakan potensi yang strategis untuk
pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pemukiman. Adanya Kebun Raya Bogor
merupakan tempat wisata serta kedudukan Kota Bogor diantara jalur tujuan
Puncak (Cianjur) juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi
masyarakat.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang
mendominasi karena merupakan salah satu sektor yang menyediakan lapangan
pekerjaan utama bagi penduduk Kota Bogor. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran merupakan penyumbang terbesar PDRB Kota Bogor yaitu sebesar 30,04
persen dari total PDRB (BPS, 2008). Sektor perdagangan, hotel dan restoran
mencakup kegiatan subsektor perdagangan yang merupakan gabungan dari usaha
sektor formal dan non formal.
5.2. Sejarah dan Perkembangan Usaha Bakso
Bakso adalah makanan berupa bola daging, bakso merupakan produk
pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan, dicampur dengan
bahan-bahan lain, dibentuk bulatan-bulatan dan direbus. Bakso pada mulanya
hanya dikenal dan dijual didaerah pemukiman orang Cina dan dijual di restoranrestoran Cina. Namun akhir-akhir ini setelah tahun 1980, bakso mulai
berkembang dan mulai popular di masyarakat selain di kota besar juga kota kecil,
terutama di pelosok dan daerah wisata. Bakso dapat dijumpai di restoran mewah,
hotel berbintang, warung makan sederhana, pedagang kaki lima, dan pedagang
keliling. Konsumen berasal dari golongan elit sampai golongan berpenghasilan

rendah. Kondisi tersebut membuka peluang untuk bergerak dalam usaha


bakso,baik yang bergerak dalam skala usaha kecil, tradisional maupun menengah
bahkan skala besar.
Usaha kecil, tradisional dan informal merupakan suatu bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam perekonomian masyarakat khususnya di daerah
kotamadya Bogor. Kegiatan usaha di sektor ini mempunyai partisipasi dalam
membuka lapangan kerja baru, meningkatkan produktivitas dan pemerataan
pendapatan bagi masyarakat. Pedagang bakso sapi adalah salah satu bentuk usaha
yang bersifat informal dan tradisional. Kajian mengenai kehidupan usaha bakso
merupakan tinjauan kondisi dan situasi usaha yang bergerak dalam sektor
informal, yang mencerminkan adanya keterikatan dan keterkaitan potensi dan
aktivitas usaha sektor informal yang berlangsung secara dinamis. Usaha bakso
sapi sudah lama dikenal masyarakat luas khususnya konsumen bakso. Pedagang
bakso dalam melakukan aktivitas usahanya beroperasi di daerah-daerah yang
dianggap strategis dan ramai dikunjungi konsumen. Daerah kotamadya Bogor
yang ramai dijadikan berjualan pedagang bakso antara lain, terminal merdeka,
sekitar lokasi taman topi, kawasan perdagangan warung jambu, sukasari, pasar
baru bogor, ciawi dan beberapa daerah terminal lainnya serta daerah wisata dan
pemukiman penduduk.
5.3. Karakteristik Usaha Bakso Sapi
Karakteristik usaha bakso sapi di Kota Bogor dibedakan berdasarkan
lokasi, investasi, populasi, produksi, pemasaran dan tenaga kerja.
1) Lokasi
Lokasi usaha bakso di Kota Bogor di daerah yang dianggap strategis. Untuk
pedagang bakso keliling mereka menyatakan tidak memiliki lokasi mangkal.
Jika mereka berjualan mangkal ada beberapa hal yang perlu dihadapi yakni
petugas serta kemungkinan-kemungkinan lain yang dihadapi oleh pedagang
keliling. Alasan lain juga yaitu lebih bebas dalam berusaha dan tidak terikat
dengan segala macam hal yang berkaitan dengan aturan. Selain itu alasan
keterbatasan modal juga dikatakan oleh pedagang bakso keliling, dengan
modal yang awalnya sangat sedikit sehingga mereka memilih untuk memulai

usaha bakso dengan berkeliling. Kemudian setelah beberapa tahun kemudian


usaha yang awalnya dirintis secara berkeliling kemudian dapat berkembang
dengan perubahan cara berjualan menjadi mangkal. Pemilihan lokasi jualan
pada pedagang bakso keliling biasanya tidak mengadakan diskusi atau
membuat kesepakatan dengan pedagang keliling lainnya. masing-masing
pedagang bebas menentukan lokasi jualannya. Pedagang bakso keliling
biasanya berjualan dimulai dari pukul 11.00 wib sampai selesai biasanya
pukul 18.00 wib. Bagi pedagang bakso mangkal di Kota Bogor lokasi yang
dipilih bermacam-macam, ada yang bertempat di pinggir jalan raya, di depan
toko, di dekat parkiran mall, dan di sekitar trotoar, di depan rumah sendiri dan
ada yang menyewa tempat khusus untuk berjualan bakso. Para pedagang
bakso memilih tempat berjualan kebanyakan di daerah yang ramai. Alasan
pedagang bakso menjual bakso secara mangkal karena sudah tersedianya
tempat usaha dikarenakan usaha ini sudah turun temurun dari keluarga serta
dulunya pedagang bakso mangkal ini juga memiliki latar belakang sebagai
pedagang bakso keliling. Selain itu jika melakukan penjualan bakso secara
mangkal lebih ringan dibandingkan dengan pedagang bakso keliling. Bagi
pedagang yang memiliki latar belakang sebagai penjual bakso secara keliling
, pengalaman tersebut merupakan langkah awal untuk merintis usaha yang
kemudian dapat mengembangkan usahanya sehingga menjadi pedagang
bakso mangkal. Jam jualan lebih lama dibandingkan dengan pedagang bakso
keliling. Pedagang bakso mangkal berjualan lebih pagi dibandingkan dengan
pedagang keliling, pukul 09.00 wib hingga pukul 22.00 wib.
2) Investasi
Menurut Wirahadikusumah dalam Wahyudin (1993) mengemukakan bahwa
untuk melakukan kegiatan di sektor informal tidak dibutuhkan persyaratan
yang ketat seperti keahlian, tingkat pendidikan, permodalan dan sebagainya
seperti yang berlaku untuk jalur formal, yang penting memiliki kemauan dan
sedikit keterampilan praktis, maka masyarakat dapat memulai usaha sektor
informal. Jumlah rupiah bukan berarti tidak perlu, tetapi dengan adanya
hubungan kekeluargaan atau pinjaman, maka usaha ini bisa dilaksanakan.
Modal awal yang diperlukan untuk mendirikan usaha bakso bagi pedagang

bakso mangkal berkisar antara Rp 2.000.000 hingga Rp 7.000.000 sedangkan


modal awal yang dibutuhkan oleh pedagang keliling berkisar antara Rp
1.800.000 hingga Rp 5.000.000. Besarnya modal disesuaikan dengan kondisi
dan kemampuan masing-masing pedagang bakso. Kemudian modal harian
juga memiliki perbedaan untuk menjalankan usaha dari masing-masing
pedagang. Sumber dana dan permodalan pada saat memulai usaha, pada
pedagang bakso lebih banyak menggunakan modal sendiri yang berasal dari
modal pribadi maupun pinjaman dari kerabat atau keluarga sendiri. Usaha
dagang

bakso

yang

dijalankan pedagang

mangkal sebagian

besar

menggunakan modal sendiri (73 %), dan sebagian lagi modal awal usaha
berasal dari tabungan dan simpanan keluarga pedagang (20 %). Penggunaan
modal sendiri ini menjadikan pedagang lebih leluasa mengembangkan usaha
tanpa ada ikatan hutang dari pihak luar disamping itu untuk memulai usaha
tersebut juga tidak memerlukan modal yang terlalu besar.
Ada beberapa pedagang mangkal yang menggunakan modal pinjaman dan
sistem bagi hasil dengan penanam modal (7 %). Biasanya peminjam modal
merupakan anggota keluarga atau kerabat terdekat pedagang bakso.sedangkan
usaha dagang bakso yang dijalankan pedagang keliling sebagian besar
menggunakan modal sendiri (60 %), dan sebagian lagi modal awal usaha
berasal dari tabungan dan simpanan keluarga pedagang (40 %). Adanya
hubungan kekeluargaan maka usaha bisa dilaksanakan. Berdasarkan
gambaran tersebut, dapat dikatakan bahwa lembaga perbankan belum begitu
dikenal atau belum berperan di dalam kegiatan usaha pedagang bakso di Kota
Bogor. Keadaan ini juga karena kegiatan usaha di sektor informal lainnya
dianggap tidak mempunyai kejelasan usaha dan tidak mempunyai
kemampuan untuk menjaminkan barang atau sesuatu terbatas, dan berbagai
kelemahan lainnya sehingga menambah ketidakpastian, serta beratnya resiko
yang harus ditanggung oleh pihak bank jika mereka beroperasi di lingkungan
pedagang bakso. Usaha dagang bakso merupakan pekerjaan pokok sehari-hari
yang dijalankan untuk menghidupi diri dan keluarga. Pekerjaan sebagai
pedagang bakso mangkal biasanya dilakukan setelah mempunyai pengalaman
berdagang bakso keliling. Pedagang bakso mangkal rata-rata berasal dari

keturunan pedagang bakso juga sehingga pekerjaan ini dilakukan secara turun
temurun. Proses belajar membuat bakso diperoleh dari keluarga yang juga
pedagang bakso. Cara berjualan juga masih tradisional menggunakan gerobak
dan tenda walaupun telah memiliki tempat mangkal semi permanen bahkan
yang

sudah

permanen.

Pedagang

bakso

mangkal

umumnya

juga

menggunakan gerobak untuk berjualan dilokasi mangkalnya. Pedagang bakso


sapi mangkal yang telah sukses biasanya memiliki kios atau gerobak lebih
dari satu. Tetapi rata-rata pedagang hanya memiliki satu kios untuk berjualan.
3) Produksi
Aktivitas produksi dan operasi yang dilakukan oleh pedagang bakso yang
diamati adalah mengolah bahan baku menjadi produk yang dikonsumsi oleh
konsumen. Dalam menjalankan produksi tersebut pedagang membutuhkan
bahan baku yang dibeli langsung dari pemasok. Bahan baku yang digunakan
dalam usaha ini ada yang bersifat perishable atau mudah rusak, selalu
dipasok setiap hari agar bahan baku tetap terjaga kesegarannya. Pedagang
bakso langsung melakukan pembelian bahan-bahan apa saja yang dibutuhkan
untuk jualan, pembelian bahan-bahan dikukan pagi hari, dari pukul 05.00 wib
hingga 06.00 wib pada pagi hari.
Proses memproduksi bahan baku hingga menjadi produk yang siap untuk
dijual membutuhkan waktu rata-rata 2 jam, yakni dimulai dari pukul 06.00
pagi hari hingga pukul 08.00 wib. Dalam proses pengolahan bahan baku
menjadi produk yang akan siap dijual terhadap konsumen masih
menggunakan proses yang manual serta tidak menggunakan alat yang
modern. Memproduksi bahan-bahan yang ada masih secara tradisional
dengan menggunakan alat-alat dapur yang sederhana (93%) sedangkan yang
sudah melakukan produksi dengan bantuan alat modern masih sedikit (3%).
Kapasitas produksi yangt dihasilkan dalam usaha bagi pedagang bakso
mangkal rata-rata sebesar 5,3 kilogram per hari sedangkan bagi pedagang
bakso keliling sebesar 1,5 kilogram perhari.
4) Pemasaran
Pedagang bakso melakukan pemasaran produk hanya dengan proses yang
sederhana tanpa ada melakukan promosi besar-besaran seperti lazimnya

dilakukan oleh perusahaan pada umumnya. Promosi adalah semua jenis


kegiatan pemasaran yang ditujukan untuk mendorong permintaan. Pedagang
bakso hanya mengandalkan informasi yang disebarkan dari mulut ke mulut
dan hasil rekomendasi dari pelanggan yang sudah pernah mengkonsumsi dan
kemudian menyebarkan informasi tersebut kepada rekan maupun teman serta
keluarga. Promosi dari mulut ke mulut tidak dapat menjangkau wilayah yang
luas dan tidak terlalu efektif. Distribusi yang dilakukan oleh pedagang bakso
menunjukkan berbagai kegiatan yang dilakukan untuk membuat produk
bakso tersedia dan dapat diperoleh konsumen sasaran. Distribusi produk ini
merupakan distribusi langsung kepada konsumen yang mendatangi tempat
penjualan produk. Konsumen mendatangi langsung tempat pedagang menjual
bakso tanpa melalui perantara pemasaran kerena produk ini ditujukan kepada
konsumen perorangan. Akses yang mudah bagi konsumen merupakan
keunggulan tersendiri bagi pedagang dalam distribusinya. Aksesibilitas yang
baik memudahkan konsumen mencari dan menjangkau tempat penjualan
sehingga distribusi produk kepada konsumen dapat berjalan dengan lancar
sehingga pedagang bakso dalam menjalankan usahanya memilih wilayah atau
lokasi yang strategis untuk melakukan penjualan bakso tersebut. dari 30
responden yang ada semua memilih tempat usaha atau lokasi yang digunakan
untuk berjualan bakso ditempat yang stretegis (100%). Hal ini dengan
pertimbangan

agar

konsumen

yang

akan

membeli

mudah

untuk

menjangkaunya. Harga yang berlaku pada usaha ini dimulai dengan harga
terndah Rp 5.000 per porsi hingga Rp 12.000 per porsi. Harga adalah
sejumlah uang sebagai alat tukar untuk memperoleh produk atau jasa.
Penetapan harga untuk produk yang dihasilkan oleh pedagang dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain rata-rata harga produk sejenis dan biaya yang
dikeluarkan dalam melakukan produksi. Keputusan penetapan harga
sepenuhnya dilakukan oleh pedagang bakso, harga bersaig dengan kualitas
produk yang unggul memrupakan kekuatan yang dimiliki oleh beberapa
pedagang. Jika terjadi kenaikan harga bahan baku di pasar maka pedagang
menetapkan tidak akan langsung menaikkan harga produk. Kenaikan harga
produk akan dihindari selama kenaikan harga bahan baku tidak terlalu besar.

Kenaikan harga produk disesuaikan dengan peningkatan kualitas produk dan


pelayanan. Keunggulan dalam kualitas, keunikan produk dan rasa yang
dimiliki merupakan salah satu keunggulan yang menjadi sesuatu yang sulit
untuk disaingi oleh pedagang lain. Kualitas produk dilihat dari bahan baku
yang digunakan, penyajian yang dilakukan dan atribut yang ada pada produk
tersebut seperti warna, rasa, bentuk dan lain-lain. Bahan baku yang digunakan
oleh pedagang mangkal merupakan bahan baku dengan kualitas pilihan dan
pengawasan terhadap bahan baku dilakukan dari awal pembelian bahan baku,
pengolahan hingga penjualannya, sedangkan untuk pedagang keliling kualitas
bahan baku tidak terlalu penting untuk diperhatikan karena keterbatasannya.
5) Tenaga Kerja
Sebagian besar pedagang mangkal bekerja lebih dari 10 jam perhari dengan
memakai tenaga kerja tetap atau bulanan. Jumlah upah yang diberikan kepada
tenaga kerja luar keluarga berkisar antara Rp 400.000,- sampai dengan Rp
1.000.000 perbulannya, sesuai dengan jenis pekerjaan dan jam kerja yang
dilakukan. Pedagang keliling menggunakan tenaga kerja sendiri atau tenaga
kerja keluarga dalam melakukan aktivitas usahanya. Tenaga kerja keluarga
memperoleh imbalan tunai yang tidak tetap dan disesuaikan dengan tingkat
pendapatan pedagang setiap satu bulan. Pedagang bakso sapi keliling hanya
memiliki satu tempat usaha yaitu gerobak dorong, dan mulai berjualan lebih
siang daripada pedagang bakso sapi yang mangkal. Pedagang bakso sapi
mangkal mulai berjualan sekitar jam 09.00 wib pagi sampai dengan jam 21.00
wib malam hari. Pedagang bakso keliling mengandalkan profesi pedagang
keliling sebagai pekerjaan utama, walaupun ada sebagian pedagang yang
melakukan aktifitas usaha sebagai usaha sambilan. Cara pedagang belajar
membuat bakso sebagian besar belajar dari teman sejawat yang berprofesi
sebagai pedagang bakso, dari keluarga dan coba-coba. Tidak ada spesialisasi
atau pembagian kerja dalam usaha ini jika pedagang mangkal., tetapi dalam
melakukan pekerjaan selalu mencerminkan adanya pola interaksi yang
terbuka. Namun masih tetap dalam jangkauan atau pengawasan pemilik
sebagai pimpinan. Keluarga sering terlibat dalam proses pembuatan barang
dagangan. Keterlibatan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pelajaran

kepada keluarga ataupun anak-anaknya tentang pekerjaan orang tuanya serta


member bekal pengetahuan dan keterampilan serta sikap berusaha. Hal
tersebut bukan berarti bahwa anak-anaknya kelak akan harus menjadi
pedagang lagi, justru sebagian besar mereka mengharapkan memperoleh
pekerjaan yang lebih baik, lebih bermanfaat bagi diri dan hidupnya dan tidak
sama seperti mereka saat ini. Pelayanan terhadap konsumen merupakan
interaksi antara pedagang dengan pembeli ini merupakan kekuatan tersendiri
bagi para pedagang bakso. Keterbatasan sumberdaya bagi pedagang bakso
telah merupakan hal yang sangat umum. Keterbatasan tersebut bukan sematamata dalam hal dana, peralatan fisik namun juga dalam hal informasi.
Keterbatasan dalam informasi disini adalah kurangnya wawasan yang
dimiliki guna membekali gambaran tentang kegiatan usaha yang akan
dilakukan. Dalam kegiatan usaha bakso di Kota Bogor yang dilakukan
terkesan asal jalam dan belum sampai pada tingkat pembeli merasa puas.
5.4. Karakteristik Pribadi Responden
Responden pedagang bakso yang diamati adalah pedagang bakso mangkal
(menetap/kios) dan pedagang bakso keliling. Karakteristik pribadi pedagang
bakso yang diamati meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan yang
dimiliki, asal daerah pedagang bakso, jumlah tanggungan dan lama usaha.
5.4.1. Jenis Kelamin Responden
Pedagang bakso sapi yang mangkal di Kota Bogor umumnya adalah lakilaki yaitu sebanyak 87 persen atau 13 orang responden walaupun usaha yang
dilakukan juga dibantu oleh istri dan anggota pedagang lainnya. Pedagang bakso
sapi yang berjenis kelamin perempuan hanya 2 orang (13%) saja dari total
responden pedagang bakso sapi mangkal yang ada, sebab pedagang bakso wanita
jarang sekali ditemui di lapang. Sedangkan pedagang bakso sapi yang keliling di
Kota Bogor umumnya adalah laki-laki yaitu sebanyak 100 persen. Pedagang
bakso keliling dilakukan oleh kaum laki-laki walaupun kaum perempuan juga
berperan dalam memproduksi bakso tetapi ini dikerjakan di rumah. Hal tersebut
dikarenakan cara penjualan bakso tersebut dengan cara berkeliling dan mendorong
gerobak dengan jarak yang cukup luas. Hasil tabulasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan Jenis


Kelamin Pada Tahun 2009.
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Jumlah

Pedagang Bakso Mangkal


Jumlah
Persentase
Responden
(%)
(Orang)
13
87
2
13
15
100

Pedagang Bakso Keliling


Jumlah
Persentase
Responden
(%)
(Orang)
15
100
0
0
15
100

5.4.2. Umur Responden


Umur responden berkisar antara 20 tahun sampai 60 tahun. Responden
terbanyak adalah yang masuk pada kisaran umur 30 sampai 45 tahun, yaitu
sebanyak 9 orang (60%) dari 15 responden yang ada pada responden pedagang
bakso yang mangkal. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang bakso umumnya
berusia produktif. Sedangkan pedagang bakso keliling umumnya berusia lebih
muda dibandingkan dengan pedagang bakso mangkal yaitu berkisar antara 20
sampai 40 tahun. Jika di kategorikan berdasarkan cirri khas perkembangan karier
menurut Hurlock maka para pedagang bakso masuk ke kriteria usia dewasa awal.
Dimana masa tersebut sangat terkait dengan tugas dan perkembangan dalam hal
membentuk keluarga dan pekerjaan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa
pedagang keliling merupakan pedagang yang baru mulai belajar berdagang bakso.
Ketika seseorang masuk dalam usia dewasa awal, ia memiliki tugas pokok, yaitu
memilih bidang usaha yang cocok dengan bakat, minat dan faktor psikologis yang
dimilikinya sehingga kesehatan mental dan fisiknya tetap terjaga. Hasil tabulasi
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan Umur

Pada Tahun 2009.


Umur
(Tahun)
a.
b.
c.
d.

< 20
20-30
30-45
> 45
Jumlah

Pedagang Bakso Mangkal


Jumlah
Responden
Persentase (%)
(Orang)
0
0
1
7
9
60
5
33
15
100

Pedagang Bakso Keliling


Jumlah
Responden
Persentase (%)
(Orang)
0
0
2
13
12
80
1
7
15
100

5.4.3. Tingkat Pendidikan Responden


Dilihat dari segi pendidikan formalnya, sebagian besar pedagang bakso
sapi mangkal adalah tamatan SMP (53%). Pendidikan tertinggi adalah tamatan
SMA sebanyak 40%. Sedangkan pedagang bakso keliling memiliki pendidikan
Sekolah Dasar sebanyak 27% dan Sekolah Menengah Pertama 40%. Pendidikan
tertinggi adalah tamatan SMP sebanyak 40%. Pedagang bakso tidak memerlukan
pendidikan khusus untuk melakukan usaha karena pekerjaan tersebut akan
dilakukan dengan belajar dengan sendirinya, baik proses produksi maupun
kegiatan pemasaran yang mereka jalankan. Semua responden tidak pernah
mengikuti pendidikan non formal dan semua pedagang bakso mangkal sudah
berkeluarga, memulai usaha dagang bakso sejak usia muda sehingga setelah
berkeluarga usaha ini dijadikan mata pencaharian pokok. Hasil tabulasi dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran

Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan


Tingkat Pendidikan pada Tahun 2009.

Tingkat
Pendidikan

Pedagang Bakso Mangkal


Jumlah
Persentase
Responden
(%)
(Orang)

a. Tidak
sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
Jumlah

1
8
6
15

7
53
40
100

Pedagang Bakso Keliling


Jumlah
Persentase
Responden
(%)
(Orang)
0

4
6
5
15

27
40
33
100

5.4.4. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden


Jumlah tanggungan keluarga responden dapat dibagi dalam tiga kelompok
yakni <3 orang, 3 sampai 5 orang dan > 5 orang. Rata-rata jumlah tanggungan
keluarga pedagang bakso sapi mangkal berkisar antara 3 sampai 5 orang (54%)
yang terdiri dari sepasang suami isteri dan sejumlah anak. Sedangkan jumlah
tanggungan keluarga para pedagang bakso keliling rata-rata dibawah tiga orang
yaitu sebanyak 12 responden (80%), Hal tersebut terkait dengan pelaku usaha ini
masih cenderung berusia muda. Jumlah tanggungan pelaku usaha bakso dapat
dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Sebaran Responden Pedagang Bakso Berdasarkan Jumlah Tanggungan


Keluarga Pada Tahun 2009.
Tanggungan
Keluarga
<3
35
>5
Jumlah

Pedagang Bakso Mangkal


Jumlah
Responden
Persentase (%)
(Orang)
3
20
8
54
4
26
15

15

Pedagang Bakso Keliling


Jumlah
Responden
Persentase (%)
(Orang)
12
80
3
20
0
0
100

100

5.4.5. Pengalaman Usaha responden


Pengalaman usaha responden sebagai pedagang bakso sapi mangkal
berkisar antara satu sampai tiga puluh tahun. Sebagian besar responden
mempunyai pengalaman usaha berkisar antara 0-5 tahun yaitu sebanyak 6
responden (40%). Sedangkan pengalaman usaha responden sebagai pedagang
bakso sapi keliling lebih sedikit disbanding dengan pelaku usaha bakso mangkal.
Pengalaman usaha bakso keliling yang telah dijalankannya berkisar dari 1-5 tahun
yaitu sebanyak 10 responden (67%). Data sebaran responden pelaku usaha bakso
berdasarkan lama usaha yang dijalankan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan Lama
Usaha Pada Tahun 2009.
Lama Usaha
( Tahun)
a. 0 5
b. 6 10
c. 11 15
d. 16 20
e. > 20
Jumlah

Pedagang Bakso Mangkal


Jumlah
Persentase
Responden
(%)
(Orang)
6
40
4
26
0
0
2
14
3
20
15
100

Pedagang Bakso Keliling


Jumlah
Responden
Persentase (%)
(Orang)
10
67
2
13
2
13
1
7
0
0
15
100

5.4.6. Asal Daerah Responden


Pedagang bakso sapi mangkal umumnya berasal dari daerah Jawa Tengah
(60%). Sebagian besar pedagang bakso keliling yang ditemui di Kotamadya
Bogor berasal dari daerah sekitar Bogor (60%). Usaha dagang bakso yang mereka
jalankan merupakan pekerjaan pokok karena sulitnya memperoleh lapangan kerja
di daerah perkotaan, walaupun para pedagang bakso tersebut harus bersaing

dengan pedagang bakso sapi dari luar daerah bogor yang sama-sama berprofesi
sebagai pedagang bakso. Beberapa pedagang mengemukakan bahwa kegiatan di
sektor ini tidak memiliki persyaratan yang ketat seperti keahlian, tingkat
pendidikan, dan sebagainya seperti yang berlaku untuk jalur formal, yang penting
memiliki kemauan dan sedikit keterampilan praktis, maka pelaku usaha tersebut
dapat memulai usaha ini.Sebaran responden pedagang bakso keliling berdasarkan
asal daerah dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Sebaran Responden Pedagang Bakso di Kota Bogor Berdasarkan Asal
Daerah Pada Tahun 2009.

Asal Daerah
a. Jawa Barat
b. Jawa Tengah
c. Jawa Timur
Jumlah

Pedagang Bakso Mangkal


Jumlah
Persentase
Responden
(%)
(Orang)
3
20
9
60
3
20
15
100

Pedagang Bakso Keliling


Jumlah
Persentase
Responden
(%)
(Orang)
9
60
5
33
1
7
15
100

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis pendapatan pedagang bakso dilakukan dengan cara menghitung


selisih antara penerimaan usaha bakso dengan biaya-biaya usaha bakso yang
dikeluarkan. Analisis yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan
keragaan usaha yang dilakukan oleh pedagang bakso mangkal maupun pedagang
bakso keliling. Usaha ini dianalisis dengan cara mengidentifikasi penggunaan
input beserta biayanya hingga output atau besar penerimaan yang dihasilkan oleh
masing-masing pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling. Kemudian
analisis dilanjutkan dengan menghitung tingkat pendapatan masing-masing
pedagang baik pedagang bakso mangkal maupun pedagang bakso keliling serta
menghitung efisiensi pendapatan pedagang bakso yang diperoleh dari hasil
analisis perbandingan penerimaan dan biaya (R/C Rasio). Sedangkan untuk
menganalisis hipotesa yang telah disebutkan pada pendugaan hipotesa maka di uji
dengan menggunakan Mann-Whithney.
6.1. Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso
keliling pada umumnya sama, hanya terdapat sedikit perbedaan dari segi
perbandingan penggunaan bahan pengisi dan bumbu. Pedagang bakso sapi yang
mangkal menggunakan perbandingan tepung sebagai bahan pengisi lebih sedikit,
yaitu antara 10 hingga 25 persen perkilogram daging sapi yang digunakan,
sedangkan pedagang bakso sapi keliling relatif lebih banyak yaitu mencapai 20-50
persen perkilogram daging sapi yang digunakan. Penggunaan bumbu dan garam
relatif hampir sama tergantung selera dan keinginan pedagang pembuat bakso.
Setiap pedagang memperoleh bahan bahan baku sendiri-sendiri. Bahan
baku tersebut dapat diperoleh pedagang di pasar bogor, pasar anyar dan pasar
warung jambu. Penanganan semua bahan baku dilakukan ketika pemilik sudah
tiba dari pasar, maka semua bahan diolah oleh para pekerja. Tujuan akhir
produsen (pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling) yaitu
memperoleh pendapatan dari hasil produksi usaha bakso yang dilakukannya.
Analisis pendapatan adalah selisih antara penerimaan usaha dengan biaya yang
dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan bertujuan untuk
melihat pendapatan yang didapatkan usaha bakso sapi yang sedang berjalan,
dalam hal ini analisis pendapatan usaha bakso sapi menunjukkan struktur biaya

yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh dari usaha bakso sapi.
Penghitungan analisis pendapatan ini dilakukan selama satu periode usaha
perbulan dan perhari.
6.2. Analisis Pendapatan
6.2.1. Analisis Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal
Secara umum pendapatan dari kegiatan pedagang bakso mangkal ini
diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (dalam
jangka waktu tertentu). Penerimaan pedagang bakso diperoleh dari perkalian
antara jumlah yang dijual dengan harga per porsi bakso (mangkok), dengan
demikian besar kecilnya nilai penerimaan usaha bakso sangat ditentukan oleh
harga jual dan jumlah produksi bakso yang dihasilkan oleh pedagang bakso
mangkal. Analisis rata-rata pendapatan pedagang bakso mangkal dapat dilihat
pada lampiran 4.
6.2.1.1. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal
Penerimaan usaha adalah perkalian antara total produk yang dihasilkan
dengan harga pasar yang berlaku (Soekartawi, 1986). Faktor penentu besarnya
penerimaan adalah jumlah produk yang dihasilkan dan harga dari produk yang
dihasilkan tersebut. Jika dilihat secara umum rata-rata penerimaan pedagang
bakso mangkal sebesar Rp 56.160.000 perbulan, akan tetapi peneliti membuat
pengelompokan penerimaan yang didapatkan oleh pedagang bakso tersebut, yakni
pedagang bakso mangkal yang memiliki penerimaan di bawah 25 juta (skala
mikro), penerimaan pedagang bakso mangkal yang memiliki penerimaan sebesar
25 juta sampai 100 juta (skala kecil) dan penerimaan pedagang bakso mangkal di
atas 100 juta (skala menengah). Adapun pengelompokannya dapat dilihat pada
Tabel 11 sebagai berikut:

Tabel 11. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal Per Bulan di Kota Bogor Pada
Tahun 2009

Uraian

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

7
5
3
15

47
33
20
100

< 25 Juta (skala mikro)


25 Juta 100 Juta (skala kecil)
> 100 Juta (skala menengah)
Total

Berdasarkan Tabel 11 tersebut pedagang bakso mangkal memiliki jumlah


perbedaan yang bervariasi antara pedagang yang satu dengan yang lainnya. dari
segi karakteristik pribadi responden pedagang bakso juga mempengaruhinya,
seperti umur pelaku usaha mangkal yang menggeluti usaha ini. Jika umur pelaku
usaha semakin tua maka penerimaan yang didapatkannya juga semakin banyak,
hal ini dikarenakan sudah lamanya pedagang bakso tersebut menjual bakso secara
mengkal. Selain itu juga harga yang ditawarkan oleh pedagang mangkal ini juga
memiliki perbedaan serta jumlah yang terjual setiap harinya juga bervariasi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal < 25 Juta Rupiah Per Bulan
Pada Tahun 2009
No

1
2
3
4
5
6
7

Responden
Pedagang
Mangkal 1
Mangkal 2
Mangkal 6
Mangkal 7
Mangkal 9
Mangkal 13
Mangkal 14

Jumlah
Terjual/hari
(mangkok)

Harga Per
Porsi (Rp)
46
40
65
80
45
65
55

5.000
5.000
8.000
9.000
8.000
9.000
7.000

Jumlah
(Rp)
6.900.000
6.000.000
15.600.000
21.600.000
10.800.000
18.000.000
12.000.000

Pedagang bakso mangkal yang mendapatkan penerimaan di bawah 25 juta


ini kebanyakan memiliki umur usaha yang masih belum lama, dari umur usaha
satu hingga lima tahun, sehingga jumlah yang di produksi perharinya juga masih
sedikit dan jumlah porsi yang terjual juga masih di bawah 100 porsi perhari, selain
itu juga harga yang ditawarkan oleh pedagang bakso mangkal juga berkisar dari
Rp 5.000 hingga Rp 9.000 per porsinya. Sedangkan untuk pedagang bakso yang
memiliki penerimaan 25 juta sampai 100 juta perbulannya dapat di lihat pada
Tabel 13.

Tabel 13. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal 25 Juta 100 Juta Rupiah Per
Bulan Pada Tahun 2009.
No

1
2
3
4
5

Responden
Pedagang
Mangkal 4
Mangkal 5
Mangkal 10
Mangkal 12
Mangkal 15

Jumlah
Terjual/hari
(mangkok)
100
70
80
250
135

Harga Per
Porsi (Rp)

Jumlah
(Rp)

9.000
12.000
12.000
12.000
10.000

27.000.000
25.200.000
28.800.000
90.000.000
40.000.000

Berdasarkan Tabel 13 pedagang bakso mangkal yang mendapatkan


penerimaan sebesar 25 juta sampai 100 juta rupiah lebih sedikit dibanding dengan
yang dibawah 25 juta. Hal tersebut juga terkait dengan lamanya usaha yang
dilakukan oleh pedagang bakso mangkal tersebut dan harga yang ditawarkannya
juga. Semakin lama usaha yang digelutinya berlangsung semakin banyak
penerimaan yang didapatkannya, seperti yang didapatkan oleh ketiga pedagang
bakso yang ada pada Tabel 14 berikut ini:
Tabel 14. Penerimaan Pedagang Bakso Mangkal di atas 100 Juta Rupiah Per
Bulan Pada Tahun 2009.
No

1
2
3

Responden
Pedagang
Mangkal 3
Mangkal 8
Mangkal 11

Jumlah
Terjual/hari
(mangkok)
450
400
500

Harga Per
Porsi (Rp)
13.000
12.000
12.000

Jumlah
(Rp)
216.000.000
144.000.000
180.000.000

6.2.2.2. Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal


Untuk analisis pendapatan,

pengeluaran untuk usaha

bakso

ini

digolongkan menjadi dua yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel
adalah biaya yan dikeluarkan pedagang selama kegiatan produksi berlangsung
sedangkan biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah,
jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang
dilaksanakan. Pendapatan merupakan hasil dari pengurangan penerimaan dengan
pengeluaran biaya perbulan, adapun pengeluaran dan total pendapatan yang
diperoleh pedagang bakso mangkal per bulannya adalah sebagai berikut:

Tabel 15. Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal Skala Mikro
Pada Tahun 2009
Pengeluaran
Pendapatan
No
Responden
Pedagang
1
Mangkal 1
5.845.767
1.054.233
2
Mangkal 2
4.407.433
1.592.567
3
Mangkal 6
6.874.350
8.725.650
4
Mangkal 7
15.600.183
5.999.817
5
Mangkal 9
9.473.517
1.326.483
6
Mangkal 13
15.213.017
2.786.983
7
Mangkal 14
9.399.100
2.600.900
Berdasarkan pengeluaran yang terdapat pada pedagang bakso mangkal
tersebut memiliki perbedaan antara pedagang bakso yang satu dengan yang
lainnya hal tersebut dikarenakan lama berusaha yang berbeda. Untuk pendapatan
yang didapatkan juga memiliki perbedaan dikarenakan jumlah produksi yang
dimiliki oleh pedagang berpengaruh terhadap pendapatan yang dimilikinya,
selanjutnya dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 16. Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal Skala Kecil
Pada Tahun 2009
No
1
2
3
4
5

Responden
Pedagang
Mangkal 4
Mangkal 5
Mangkal 10
Mangkal 12
Mangkal 15

Pengeluaran
23.180.217
22.007.100
22.834.117
41.449.317
28.291.183

Pendapatan
3.819.783
3.192.900
5.965.883
48.550.683
12.208.817

Pada Tabel 16 juga memiliki perberdaan dengan tabel 15, pedagang bakso
mangkal yang memiliki pendapatan 5 juta hingga 50 juta memiliki jumlah
produksi yang semakin banyak serta harga yang ditawarkan oleh pedagang bakso
ini juga berbeda dengan pedagang yang mendapatkan pendapatan dibawah 5 juta.
Selanjutnya pendapatan yang paling tinggi terdapat pada tabel 17. Hal tersebut
adalah harga yang ditawarkan tinggi serta pedagang bakso ini juga sudah memiliki
brand tersendiri dan sudah banyak orang yang mengetahui nama pedagang bakso
ini, yakni pedagang bakso Bantolo, Seuseupan serta Boboho. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17.
No
1
2
3

Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Mangkal Skala


Menengah Pada Tahun 2009

Responden
Pedagang
Mangkal 3
Mangkal 8
Mangkal 11

Pengeluaran

Pendapatan

163.971.483
80.510.800
72.621.417

52.028.517
80.510.300
107.378.983

6.2.2. Analisis Pendapatan Pedagang Bakso Keliling


Penerimaan, pengeluaran dan pendapatan yang di dapatkan oleh pedagang
bakso keliling memiliki perbedaan dengan perdagang bakso mangkal, hal tersebut
dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan Pedagang Bakso Keliling
Pada Pedagang Bakso Keliling Pada Tahun 2009
No

Responden
Pedagang

Penerimaan
(Rp)

Pengeluaran
(Rp)

Keliling 1

17.400.000

14.567.100

Keliling 2

7.500.000

4.216.517

Keliling 3

6.700.000

5.808.517

Keliling 4

5.400.000

3.378.517

Keliling 5

5.040.000

4.090.017

Keliling 6

9.450.000

8.496.767

Keliling 7

7.800.000

6.285.600

Keliling 8

6.000.000

5.185.017

Keliling 9

7.560.000

6.725.600

10

Keliling 10

4.500.000

3.844.016

11

Keliling 11

10.500.000

7.598.016

12

Keliling 12

9.600.000

8.423.766

13

Keliling 13

5.200.000

4.24.517

14

Keliling 14

9.000.000

7.052.100

15

Keliling 15

6.300.000

6.167.100

Pendapatan
(Rp)
2832900
3283483
941483
2021483
949983
953233
1514400
814983
834400
655983
2901983
1176233
1003483
1947900
132900

Pedagang bakso keliling tidak memiliki banyak perbedaan dalam hal


pendapatan yang didapatkannya sehingga penerimaan, pengeluaran yang

didapatkan oleh pedagang bakso keliling tersebut dirata-ratakan dan dapat dilihat
pada Tabel berikut:
Tabel 19.

Rata-rata Biaya Variabel dan Biaya Tetap Pedagang Bakso Keliling Per hari
dan Per bulan Pada Tahun 2009.

Uraian
Biaya Variabel:
Bahan Baku
Daging Sapi
Tepung Tapioka/Aci +
Bumbu
Bahan Pelengkap
Mie
Bihun
Sayur Toge
Sawi
Minyak Goreng
Bawang Goreng Jadi
Seledri
kecap manis
Saos
Cuka
Garam
Penyedap Rasa
Sambel
Pembungkus
Plastik + Karet
Biaya Gas
Biaya Transportasi
Total Biaya Variabel
Biaya Tetap:
Sewa Tempat
Listrik,air,keamanan
dan kebersihan
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Penyusutan
Gerobak
Kompor
Dangdang
Centong
Tabung Gas
Ember
Total Biaya Tetap
Jumlah Total Biaya

Satuan

Kg
Paket

Jumlah Harga Perhari Perbulan

2.4 54.819 131.600 3.947.000

Kg
Kg
Kg
Kg
Kg
Bungkus
Kg
Bungkus
Bungkus
Botol
Kg
Kg
Kg

1,52 5.000
1,07 7.000
1,45 4.000
1,4 4.000
0,17 10.000
0,7 5.000
0,16 8.000
1,1 3.000
2,45 2.000
1,3 1.000
0,32
2000
0,09 20.000
0,26 16.000

Paket
Tabung
Rupiah

1.800
0,48 13.000
2.800

Rp
Rp

0
0

554.000

7.600
7.500
5.800
5.600
1.750
3.500
1.350
3.300
4.900
1.300
650
1.800
4.200

227.000
224.000
174.000
168.000
51.667
104.000
40.000
99.000
147.000
38.200
19.000
53.000
124.000

1.800
54.000
6.250
187.000
2.800
84.000
209.850 6.294.866
0
0

0
0
20.000

Orang
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

18.450

2.800
125
50
25
25
45

2.800
83.333
125
3.750
50
1.167
25
778
25
433
45
1.350
3.700
110.811
213.600 6.405.678

Pada Tabel 19 dapat dilihat rata-rata biaya total variabel yang dikeluarkan
oleh pedagang bakso keliling sebanyak Rp 209.850 per hari dan untuk per
bulannya sebanyak Rp 6.294.866. Hal ini disebabkan karena dalam produksi biaya
yang dikeluarkan untuk biaya variabel ini sesuai dengan jumlah atau kapasitas
yang diproduksi. Biaya bahan baku yang digunakan oleh pedagang bakso keliling
per hari sebesar Rp 131.600, dengan rincian harga perkilogram daging sapi yang
digunakan oleh pedagang bakso adalah dari Rp 45.000 hingga Rp 50.000 dan ratarata para pedagang bakso membeli daging tersebut sebanyak 1,5 kilogram hingga
2,5 kilogram per hari. Biaya bahan baku lainnya yang digunakan adalah tepung
tapioka atau aci dan bumbu untuk pengolahan bahan baku yang digunakan
pedagang bakso keliling

per hari sebesar Rp 18.450 dan per bulannya Rp

554.000. tepung serta bumbu untuk pengolahan bahan baku tersebut digunakan
sesuai dengan keiinginan pelaku usaha bakso. Perbandingan yang seharusnya
digunakan dalam mengolah bakso mulai dari 0,2 gram banding satu kilogram
daging. Tetapi bagi pelaku usaha bakso keliling jika hal tersebut dilakukan maka
mereka tidak dapat menjual produk mereka dengan harga murah. Sehingga
kebanyakan mereka memakai perbandingan dengan 0,25 gram hingga setengah
kilogram tepung banding satu kilogram daging.
Biaya bahan pelengkap yang digunakan sehari oleh pedagang bakso
keliling bervariasi, biaya rata-rata per hari untuk mie adalah sebesar Rp 7.600
dimana setiap pedagang bervariasi menggunakan jumlah mie setiap harinya.
Pedagang bakso keliling biasanya mengggunakan mie kiloan, yang dibeli
langsung ke pasar tradisional terdekat dengan pemukiman pedagang. Jumlah mie
yang digunakan sehari sebanyak satu kilogram hingga dua kilogram perhari,
dimana harga rata-rata per kilogram mie sebesar Rp 5.000. Biaya rata-rata untuk
bihun yang dikeluarkan per hari sebesar Rp 7.500, jumlah yang digunakan oleh
pedagang per harinya berkisar setengah hingga dua kilogram per hari dengan
harga bihun per kilogram sebesar Rp 8.000.
Bahan pelengkap lainnya yang digunakan sehari-hari adalah sayuran,
sayuran yang digunakan oleh pedagang bakso keliling terdiri dari sayur toge dan
sawi. Biaya rata-rata yang dikeluarkan per hari untuk sayur toge adalah sebesar
Rp 5.800 dan biasanya para pelaku usaha ini menggunakan toge per harinya

sebesar satu hingga dua kilogram per hari dengan harga per kilogram Rp 4000.
Sayur sawi yang digunakan per hari juga berkisar antara satu hingga dua kilogram
per hari dengan harga per kilogram Rp 3.000 dan biaya rata-rata yang dikeluarkan
oleh pedagang setiap harinya sebesar Rp 5.600. Bahan pelengkap lain yang
digunakan adalah seledri, biaya rata-rata per hari untuk seledri sebesar Rp 1.350.
Dimana para pedagang biasanya membeli seledri mulai dari harga Rp 500 hingga
Rp 2.000 perhari. Karena kapasitas produksi pada penjualan bakso keliling sedikit
maka jumlah seledri yang digunakan juga tidak banyak, sehingga membeli dengan
harga Rp 500 hingga Rp 2.000 per hari sudah mencukupi untuk kebutuhan
pedagang per harinya.
Bahan pelengkap yang digunakan juga adalah bawang goreng jadi yang
dibeli langsung dari pasar dengan biaya rata-rata sebesar Rp 3.500 per hari. Para
pedagang menggunakan bawang goreng jadi yang dibeli langsung di pasar dengan
alasan untuk lebih praktis dalam penyajiannya serta tidak membutuhkan waktu
untuk mengolah atau menggoreng lagi jika membeli bawang mentah, dan dari segi
kualitas dan penampilan juga bawang goreng jadi yang dibeli dipasar lebih kriuk
disbanding dengan buatan mereka sendiri. Minyak goreng yang digunakan
perharinya oleh pelaku usaha bakso tidak membutuhkan banyak, sehingga biaya
rata-rata yang dikeluarkan sebesar Rp 1.700 perhari.
Biaya rata-rata yang dibutuhkan pedagang bakso untuk kecap manis per
hari sebesar Rp 3.300 dengan menggunakan kecap yang dibeli di pasar tradisional,
dan pelaku usaha tersebut tidak menghiraukan merek yang digunakan dalam
penjualannya. Para pedagang bakso memilih kecap yang murah dan seringnya
dikemas dalam botolan. Sama seperti saos yang digunakan setiap harinya dibeli di
pasar tradisional dengan tanpa memperhatikan merek atau kualitas yang
digunakan dan biaya rata-rata yang dikeluarkan per hari oleh pedagang bakso
keliling sebesar Rp 4.900. Biaya rata-rata cuka yang digunakan per hari sebesar
Rp 1.300 dan biaya rata-rata garam yang digunakan per hari sebesar Rp 650, dan
penyedap rasa yang digunakan bervariasi dengan biaya rata- rata sebesar Rp
1.800. Kebutuhan sambel yang digunakan sehari-hari sebesar Rp 4.200 per hari.
Biaya rata-rata untuk pembungkus per hari yang dikeluarkan oleh
pedagang bakso keliling adalah sebesar Rp 1.800, dengan rincian plastik dan karet

yang digunakan per harinya. Kebutuhan pembungkus tidak diperlukan banyak


dikarenakan pedagang bakso keliling tidak membutuhkan banyak pembungkus,
biasanya para konsumen langsung membawa mangkok sendiri atau makan
langsung di tempat. Biaya rata-rata gas yang digunakan per hari sebesar Rp 6.250,
dan biaya rata-rata transportasi sebesar Rp 2.800. pelaku usaha bakso biasanya
belanja dekat dengan pemukiman mereka, sehingga sebagian pelaku usaha tidak
mengeluarkan biaya transportasi. Sehingga rata-rata jumlah total biaya variabel
dalam usaha bakso keliling sebesar Rp 209.850 per hari dan jika dikalikan dengan
jumlah satu periode yaitu perbulan maka rata-rata jumlah total biaya variabel
sebesar Rp 6.294.850.
Biaya tetap yang digunakan per bulannya adalah terkait dengan biaya
penyusutan. Biaya penyusutan alat seperti gerobak biaya rata-rata yang
dikeluarkan per bulannya adalah sebesar Rp 83.500, hal ini dengan perhitungan
bahwa satu buah gerobak dibeli dengan harga Rp 2.500.000 kemudian nilai sisa
yang dimiliki sebesar Rp 500.000 dengan asumsi ketahanan gerobak selama dua
tahun kemudian dibagi 12 bulan. Selanjutnya penyusutan rata-rata biaya kompor
sebesar Rp 3.750 perbulan, biaya rata-rata penyusutan dangdang Rp 1.167
perbulan, biaya rata-rata penyusutan centong sebesar Rp 778 perbulan, biaya ratarata ember Rp 1.350 perbulan. Dan dalam biaya tetap lainnya yang digunakan
oleh pedagang bakso keliling terdapat satu pedagang yang menggunakan seorang
tenaga kerja yang dibayar Rp 300.000 perbulan, sehingga dari jumlah tersebut
maka biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja sebesar Rp 20.000
perbulan.
Total biaya rata-rata untuk biaya tetap pedagang bakso keliling sebesar Rp
110.811 perbulan. Hal ini dikarenakan tidak adanya biaya tetap lain yang harus
dikeluarkan oleh pedagang bakso keliling, seperti penyewaan tempat sebagaimana
yang dilakukan oleh pedagang bakso mangkal, serta pembayaran biaya listrik, air,
keamanan dan kebersihan. Perbedaan dalam biaya tetap yang dikeluarkan oleh
pedagang bakso keliling dengan pedagang bakso mangkal adalah dalam biaya
sewa tempat usaha, biaya listrik, air, keamanan dan kebersihan serta biaya tenaga
kerja yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut. Biaya rata-rata sewa tempat oleh
pedagang mangkal per bulannya sebesar Rp 858.900 sedangkan bagi pedagang

bakso keliling tidak perlu mengeluarkan biaya sewa tempat per bulannya karena
pedagang bakso keliling menggunakan gerobak dorong untuk menjajakan hasil
jualannya, dan biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh pedagang bakso mangkal
untuk listrik, air, keamanan dan kebersihan sebesar Rp 240.700 perbulannya dan
biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk tenaga kerja sebesar Rp 5.443.350 per
bulannya.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rincian biaya yang dikeluarkan oleh
pedagang bakso keliling pada lampiran 5.
Perbandingan Pedagang Bakso Mangkal Dengan Pedagang Bakso Keliling
Penerimaan yang didapatkan oleh pedagang bakso kemudian dirataratakan dengan melihat rata-rata pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso
keliling. Hasil penjualan bakso sapi sebagai hasil produksi dari total jumlah yang
terjual selama satu periode dengan asumsi waktu analisis adalah 30 hari dalam
satu bulan. Penghitungan penerimaan yang diperoleh pedagang yang dianalisis
adalah penerimaan pedagang bakso mangkal dan penerimaan pedagang bakso
keliling. Adapun hasil analisis yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 20
sebagai berikut:
Tabel 20. Rata-rata Penerimaan Pedagang Bakso di Kota Bogor Pada tahun 2009.
Pedagang
Pedagang Mangkal Skala Mikro
Pedagang Mangkal Skala Kecil
Pedagang Mangkal Skala Menengah
Pedagang Keliling

Penerimaan
per Hari (Rp)
432.857
2.344.000
6.000.000
263.000

Penerimaan per
Bulan (Rp)
12.985.714
70.333.333
180.000.000
7.870.000

Dari Tabel 20 dapat diketahui bahwa penerimaan yang diperoleh pedagang


bakso mangkal lebih besar dibandingkan dengan pedagang bakso keliling. Hal
tersebut karena jumlah produksi dari masing-masing pedagang berbeda. Jumlah
produksi yang dihasilkan serta harga yang ditawarkan oleh pedagang juga
mempengaruhi penerimaan yang diperoleh oleh pedagang. Penerimaan yang
didapatkan oleh pedagang bakso mangkal skala mikro setiap harinya sebanyak Rp
12.985.714 hal ini dikarenakan lama usaha yang digeluti oleh pedagang bakso
masih relatif lebih awal dibandingkan dengan pedagang bakso mangkal skala
kecil. Adapun penerimaan yang didapatkan oleh pedagang bakso mangkal skala

kecil per bulannya adalah sebesar Rp 70.333.333 sedangkan pedagang mangkal


skala menengah mendapatkan lebih besar penerimaannya yakni sebesar Rp
180.000.000.
Pedagang bakso mangkal skala menengah ini sudah memiliki nama yang
cukup terkenal kemana-mana, sehingga banyak masyarakat yang tertarik untuk
mencoba produk tersebut, seperti boboho dan seseupan merupakan bakso yang
sangat terkenal di Bogor. Selain antusias dari konsumen yang ingin mengunjungi
tempat tersebut juga dikarenakan letak berjualannya juga sangat strategis, dekat
dengan pusat keramaian dan akses ke tempat tersebut juga mudah. Selain itu
pedagang skala menengah ini juga memiliki ke khasan yang dimiliki dalam
produk dan kualitas serta tempat lokasi berjualan yang nyaman bagi pengunjung.
Sementara bagi pelaku pedagang bakso yang skala mikro dan kecil jarang yang
memiliki keunikan dalam hal produk yang ditawarkan. Rata-rata penerimaan yang
didapatkan pedagang bakso keliling setiap hari sebanyak Rp 263.000 dan per
bulannya sebesar Rp 7.870.000. Harga yang ditawarkan oleh pedagang bakso
mangkal lebih mahal dibandingkan pedagang bakso keliling. Harga per porsi yang
ditawarkan pedagang bakso mangkal sebesar Rp 6.000 hingga Rp 12.000
sedangkan harga yang ditawarkan oleh pedagang bakso keliling lebih murah yakni
sebesar Rp 5.000 hingga Rp 8.000 per porsi. Kapasitas yang dihasilkan dalam
produksi dan jumlah penjualan per harinya juga lebih banyak pedagang bakso
mangkal sehingga jumlah penerimaan yang didapatkan oleh pedagang bakso
mangkal cenderung lebih banyak dibandingkan dengan pedagang bakso keliling.
Perbedaan pendapatan antara pedagang bakso mangkal dengan pedagang
bakso keliling adalah dari jumlah penerimaan yang didapatkan oleh pelaku usaha
bakso. Modal harian yang digunakan oleh pedagang bakso mangkal maupun
pedagang bakso keliling juga berpengaruh terhadap pendapatan yang akan
diterima oleh masing-masing pedagang. Modal harian yang digunakan berbeda,
hal ini dikarenakan pengalaman dalam berusaha, kebijakan dari pedagang serta
pola pengeluaran para pedagang yang berbeda setiap harinya. Pedagang mangkal
memiliki modal hariannya lebih besar daripada pedagang bakso keliling, sehingga
memungkinkan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Semakin besar
modal yang digunakan semakin besar pula pendapatan yang diperoleh (Wahyudin,

1993). Tetapi dengan modal yang besar belum tentu memperoleh pendapatan yang
besar pula, dan ada yang modalnya kecil memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Harga yang ditawarkan oleh pelaku usaha tersebut juga memiliki
perbedaan. Pedagang bakso mangkal menawarkan harga kepada konsumen mulai
dari harga per mangkok Rp 6.000 hingga Rp 12.000 per porsi. Sedangkan
pedagang bakso keliling menawarkan harga per mangkok lebih murah dibanding
dengan pedagang bakso mangkal. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 5.000 per
mangkok hingga Rp.8.000. Harga kapasitas yang diproduksi juga berbeda
sehingga memiliki perbedaan jumlah yang terjual dalam satu hari tersebut juga
berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, dan Pendapatan Bersih Pedagang
Bakso di Kota Bogor Pada Tahun 2009.
Uraian
Penerimaan
Jumlah Total Biaya
Pendapatan Bersih
R/C Rasio

Pedagang
Keliling
(rupiah/bulan)
7.870.000
6.405.678
1.464.322
1,23

Pedagang Bakso Mangkal


(Skala)
Mikro
Kecil
Menengah
12.985.714
9.544.766
3.440.948

70.333.333
27.552.386
42.780.947
1,66

180.000.000
105.701.233
74.298.767

Selain dilihat dari nilai pendapatannya, usaha ini juga dapat dilihat
efisiensinya dengan membandingkan nilai penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan selama satu periode analisis yaitu satu bulan yakni R/C rasionya. Bila
dilihat dari keuntungan usaha tersebut, usaha tersebut untung jika dilakukan yaitu
nilai R/C lebih besar dari satu. R/C rasio pedagang bakso mangkal lebih besar dari
pedagang bakso sapi keliling, dengan rata-rata R/C rasio pedagang bakso mangkal
sebesar 1,66 dan pedagang bakso sapi keliling sebesar 1,23. Artinya setiap satu
rupiah yang dikeluarkan pedagang bakso mangkal akan menghasilkan tambahan
penerimaan sebesar 1,66 dan setiap satu rupiah yang dikeluarkan pedagang bakso
sapi keliling akan menghasilkan tambahan penerimaan sebesar 1,23. Dapat
disimpulkan bahwa usaha ini menguntungkan dan layak untuk dijalankan.
Rata-rata usaha pedagang bakso mangkal mencapai R/C rasio sebesar 1,66
dan rata-rata usaha pedagang bakso keliling mencapai R/C rasio sebesar 1,23.
Dengan nilai rasio usaha bakso sebesar 1,66 dan 1,23 termasuk kedalam usaha
yang memberikan tingkat keuntungan usaha yang tinggi. Menurut Sihite (1998)

menyatakan R/C rasio < 1,00 tergolong tingkat R/C rasio yang rendah dan tidak
menguntungkan, R/C rasio 1,00 1,21 tergolong tingkat R/C rasio yang sedang
sehingga usaha tersebut masih layak untuk dijalankan, R/C rasio > 1,21 tergolong
tingkat R/C rasio yang tinggi sehingga usaha yang dijalankan tersebut sangat
menguntungkan. Dengan nilai R/C rasio sebesar 1,66 pada pedagang bakso
mangkal menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang diperoleh dari tiap satu
rupiah modal usaha yang digunakan akan menghasilkan keuntungan 66 persen.
Sedangkan nilai R/C rasio pedagang bakso keliling sebesar 1,23 menunjukkan
bahwa tingkat keuntungan yang diperoleh dari tiap satu rupiah modal usaha yang
digunakan akan menghasilkan keuntungan 23 persen. Skala usaha yang dijalankan
pedagang bakso akan mempengaruhi besarnya penerimaan dan besarnya biaya
usaha, sehingga akan menyebabkan adanya perbedaan R/C rasio usaha pada
pedagang bakso yang dilaksanakan. Pengelompokan perbedaan R/C rasio tersebut
dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Pengelompokan Pedagang Responden Penelitian Berdasarkan Tingkat
R/C Rasio yang Diperoleh Pada Tahun 2009.
Tingkat R/C Rasio
Rendah < 1,00
Sedang 1,00 1,21
Tinggi > 1,21
Jumlah

Pedagang
Mangkal
0
5
10
15

Persentase
(%)
0
33,3
66,7
100,0

Pedagang
Keliling
0
8
7
15

Persentase
(%)
0
53,3
46,7
100,0

Persentase pedagang yang memiliki kriteria tingkat R/C rasio rendah pada
pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling sebanyak nol persen.
Pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling memiliki R/C rasio
memiliki R/C rasio lebih dari satu atau termasuk ke dalam kriteria tingkat R/C
sedang dan tinggi. Untuk R/C rasio sedang bagi pedagang bakso mangkal berkisar
sebesar 33,3 persen dan R/C rasio tinggi sebanyak 66,7 persen. Pedagang bakso
keliling yang memiliki kriteria R/C rasio sedang sebesar 53,3 persen dan kriteria
R/C rasio tinggi sebanyak 46,7 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari
kedua usaha bakso tersebut para pedagang bakso mendapatkan keuntungan
sebesar R/C rasio masing-masing yang didapatkan oleh pedagang.

Pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling memiliki kegiatan


dan peran yang berbeda dalam penjualan maupun pelayanannya kepada konsumen
yang membeli sehingga pendapatan yang dimiliki oleh masing-masing pedagang
juga memiliki perbedaan. Pengaruh modal harian terhadap pendapatan dalam
kegiatan perdagangan pada umumnya, merupakan suatu hal yang mudah
dipahami, karena semakin besar modal yang digunakan semakin besar pula
pendapatan yang diperoleh (Wahyudin, 1993). Dari hasil analisis yang didapatkan
bahwa pedagang bakso mangkal menggambarkan bahwa pedagang bakso
mangkal memperoleh pendapatan lebih besar daripada pedagang bakso keliling
sehingga efisiensinya juga mengikuti. Dari perbandingan itu tampak ada
kecenderungan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh pedagang bakso mangkal
lebih besar dan berbeda dengan keuntungan yang didapatkan oleh pedagang bakso
keliling. Maka peneliti melakukan analisis perbandingan keuntungan yang
didapatkan oleh pedagang bakso mangkal dengan pedagang bakso keliling dengan
membandingkan dari R/C rasio yang didapatkan. Untuk menilai perbedaan antara
R/C rasio yang didapatkan oleh pedagang bakso mangkal dengan pedagang bakso
keliling dilakukan analisis perbandingan R/C rasio dengan membandingkan R/C
rasio yang didapatkan oleh masing-masing pedagang dengan uji Mann-Whithney.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Mann-Whithney
menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat R/C rasio pedagang
bakso mangkal
dengan nilai

dengan pedagang bakso keliling. Nilai tersebut ditunjukkan


.

.(

sebesar 0,56 yang lebih kecil dari 5 %

(1.645). rata-rata R/C rasio pedagang bakso mangkal sebesar 1.66 dan rata-rata
R/C rasio pedagang keliling sebesar 1,23. Dengan uji tersebut menunjukkan
pedagang bakso mangkal mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada
pedagang bakso keliling. Maka dari hipotesis yang telah di sebutkan sebelumnya
maka dinyatakan tolak H0 pada taraf nyata . Berdasarkan hasil pengolahan data
dengan Software SPSS V.15 diperoleh hasil:

Ranks
Pedagang
R/C
Rasio

Mean
Rank

Mangkal

Sum of Ranks

15

18.57

278.50

Keliling

15

12.43

186.50

Total

30

Test Statistics(b)
R/C Rasio
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z

66.500
186.500
-1.910

Asymp. Sig. (2-tailed)

.056

Exact Sig. [2*(1-tailed


Sig.)]

.056(a)

a Not corrected for ties.


b Grouping Variable: Pedagang
Gambar 2. Kutipan Hasil Olahan Data Dengan Software SPSS V.15.

VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pelaku usaha bakso di Kota Bogor
dapat disimpulkan bahwa:
1. Pedagang bakso di kota Bogor umumnya adalah laki-laki yang berumur 20
sampai 60 tahun. Usia tersebut termasuk kedalam usia produktif untuk
bekerja. Pedagang bakso yang ada di kota Bogor terbagi dua yaitu
pedagang bakso mangkal (menetap/kios) dan pedagang bakso keliling.
Pedagang bakso tidak memerlukan pendidikan khusus untuk melakukan
pekerjaan tersebut, tetapi hanya dilakukan dengan belajar sendirinya.
2. Rata-rata pendapatan yang didapatkan pedagang bakso mangkal per bulan
dikelompokkan menjadi tiga skala berdasarkan penerimaannya yakni
pedagang bakso mangkal yang memiliki penerimaan di bawah 25 juta
(skala mikro), penerimaan pedagang bakso mangkal sebesar 25 juta hingga
100 juta (skala kecil) dan penerimaan di atas 100 juta (skala menengah).
Adapun pendapatan yang didapatkan oleh pedagang skala mikro sebesar
Rp 3.440.948, pendapatan skala kecil Rp 42.780.947 dan skala menengah
Rp 74.298.767 dengan R/C Rasio yang diperoleh sebesar 1,66. Sedangkan
rata-rata pendapatan pedagang bakso keliling sebesar Rp 1.464.322 per
bulan dengan R/C rasio 1,23. Dari hasil uji Mann-Whithney pedagang
bakso mangkal lebih mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan pedagang bakso keliling. Perbedaan tersebut
memiliki perbedaan yang nyata.
7.2. Saran
1. Kenyataan menunjukkan untuk menjadi pedagang bakso peluangnya
mudah dimasuki dan murah dilakukan, oleh karena itu bagi yang
berkeinginan menggeluti usaha ini dapat memanfaatkan keluarga dan
teman untuk memulai usaha tersebut.
2. Pedagang perlu memperhatikan keberadaannya melalui pembentukan
suatu organisasi dikalangan mereka agar turut serta dalam organisasi yang
dapat memberikan manfaat bagi pedagang bakso.

3. Bagi para pedagang bakso mangkal dapat memperbanyak unit usaha atau
membuka cabang jika unit usaha yang di buka juga sama di tempat yang
dianggap strategis untuk pengembangan usaha, sedangkan untuk pedagang
keliling dapat memperbesar usaha melalui dari pedagang keliling menjadi
pedagang mangkal atau memiliki kios.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Pertumbuhan Pekerja Sektor Informal
Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 1998-2002 . Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Perkembangan Jumlah UKM Menurut Sektor
Ekonomi Tahun 2006-2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Katalog BPS. Bogor: Badan Pusat Statistik
Kota Bogor.
Anggaraini, D. 2006. Analisis Pendapatan dan Strategi Pemasaran Usaha Warung
Tenda Pecel Lele di Sepanjang Jalan Pajajaran Bogor. [skripsi]. Bogor:
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Daniel, W. Applied Nonparametric Statistics. Thomson Information/Publishing
Group. Boston
Elmi. 2005. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Industri Kecil Keripik dan
Sale Hasil Produk Olahan Pisang, Kasus Industri Kecil Keripik dan Sale
Pisang di desa Sawarna Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Habib S. 2008. Strategi Pengembangan Usaha Minuman Instan Jahe Merah CV.
Hanabio Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Hijriyah, Ratna. 2004. Perilaku Wirausaha Pedagang Fried Chicken Kaki Lima di
Kota Bogor. [skripsi]. Bogor. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Lipsey dan Richard G. 1995. Pengantar mikroekonomi Intermediat. Rajawali
Press. Jakarta.
Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Nurmala. 2009. Strategi Pengembangan Usaha pada Death by Chocolate dan
Spageti Restaurant Kota Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Sihite, E.1998. Keberhasilan Usaha Peternakan Sapi Perah Dalam Kaitannya
Dengan Faktor-Faktor Produksi yang mempengaruhinya di Kecamatan
Sukabumi Kabupaten Sukabumi.[skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.

Sutomo, B. 2009. Sukses Bisnis Bakso. Jakarta: Kriya Pustaka.


Syukron. 2009. Analisis Keuntungan Pedagang Martabak Manis Kaki Lima Di
Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Umar H. 2000. Riset Pasar Strategi Perusahaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Wahyudin U. 1993. Pedagang Bakso di Salatiga : Studi Kasus Tentang Sebuah
Usaha di Sektor Informal. [tesis]. Bogor: Studi Pembangunan Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga, Kegiatan Pengumpulan Kredit Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Yuliadini. 2000. Analisis Pendapatan dan Faktor Kewirausahaan Pedagang Bakso
Sapi Keliling di Kota Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

ANALISIS PENDAPATAN DAN STRATEGI


PENGEMBANGAN USAHA BAKSO DI KOTA BOGOR
Kuisioner Pedagang Bakso

Jenis Usaha

: Bakso Sapi

Tipe Pedagang

: Mangkal (kios) / keliling

Nama responden

Jenis Kelamin

: Laki-laki/Perempuan

Lokasi berjualan

Kecamatan

Kota

: Bogor

Tanggal :

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Keterangan :
Kuisioner ini berguna bagi penulis dalam melakukan penelitian dalam
rangka menyelesaikan tugas akhir (SKRIPSI) untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Adapun penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pendapatan dan pengembangan usaha bakso di kota bogor.
Penulis mengharapkan kesediaan/bantuan bapak/ibu untuk pengisian
kuisioner ini dengan sebenarnya. Atas bantuannya penulis ucapkan terimakasih.
I. Karakteristik Pedagang Bakso
1. Berapa umur bapak/ibu sekarang?......................tahun
2. Pendidikan terakhir yang diperoleh :
a. Formal :
1) Tidak pernah sekolah
2) SD/Sederajat (tamat/tidak tamat)
3) SLTP/Sederajat(tamat/tidak tamat)
4) SLTA/Sederajat(tamat/tidak tamat)
5) Perguruan Tinggi (tamat/tidak tamat)
b. Non Formal
1) Ya, Jika ya sebutkan : kursus/pelatihan
2) Tidak
1. Darimana asal bapak/ibu sebelum menjadi pedagang bakso dan menetap di
Kota Bogor? . . . . . . . . . . . . .
2. Apakah bapak/ibu pernah mengikuti kursus/pelatihan/seminar mengenai usaha
bakso?
a. Tidak pernah
b. Ya, sebutkan berapa kali . . . . . . .
3. Jumlah tanggungan anggota keluarga :
4. Sudah berapa lama bapak/ibu berdagang bakso? . . . . . . . . . tahun
5. Apakah berdagang bakso merupakan mata pencaharian utama? (Ya/Tidak)

Jika Ya, apa pekerjaan tambahan yang bapak/ibu lakukan?


a). Petani

c). Karyawan

b). Buruh

d). lainnya, sebutkan . . . . . .

Jika Tidak, apa pekerjaan utama yang bapak/ibu lakukan?

a). Petani

c). Pegawai Negeri

b).Buruh

d). lainnya, sebutkan . . . . . .

sudah berapa tahun bapak/ibu melakukan pekerjaan itu? . . . . . tahun


II. Karakteristik Usaha Bakso Sapi
a. Pra Usaha
1. Sebelum bapak/ibu mengelola usaha bakso, apakah bapak/ibu pernah
berpengalaman sebagai pedagang (selain berdagang bakso)?
a). Tidak
b) Ya, Sebutkan . . . . . .
2. Apa yang bapak/ibu gunakan untuk berjualan bakso?
a) Gerobak

c). Kios

b) Sepeda

d). Lainnya, sebutkan . . . . .

3. Bagaimana bapak/ibu memperoleh gerobak/sepeda untuk berdagang bakso?


a) Buat Sendiri

c). Pinjam dari orang lain

b) Beli jadi

d). Lainnya, Sebutkan . . . . .

4. Jika bekerjasama dengan pihak lain bagaimana dengan hal-hal dibawah ini :

Sistem Usaha
a). Bapak Angkat
b). Kreditur
c). Lainnya, Sebutkan . . . . .

Cara Pengelolaan
a). Bagi hasil
b). Upah
c). Kredit
d). Lainnya, Sebutkan . . . . .

5. Darimanakah sumber modal untuk menjalankan usaha bakso?


a) Modal sendiri

c). Orang tua (Usaha Keluarga)

b) Pinjaman dari Bank

d). Sistem Bagi hasil dengan pemilik modal

6. Berapa modal awal yang bapak/ibu keluarkan?

Modal Sendiri

Modal pinjaman Rp . . . . .. . . . . dengan tingkat suku bunga . . . . . . .%

Rp. . . . . . . . .

7. Bagaimana bapak/ibu memperoleh bakso yang akan dijual ke konsumen?


a) Membuat Sendiri

c). Membeli dari pemasok

b) Membelinya di pasar d). Lainnya, Sebutkan . . . . .


8. Jika bapak/ibu membuat bakso sendiri darimana bapak/ibu belajar membuat
bakso?
a) Teman sejawat

c). Keluarga

b) Coba-coba

d). Lainnya, Sebutkan . . . . .

9. Jenis tenaga kerja yang dipakai adalah :


a). Tenaga kerja sendiri (keluarga)
b). Tenaga kerja harian
c). Karyawan tetap
10. Berapa orang tenaga kerja yang digunakan dalam usaha dagang yang anda
lakukan?
a). 2 orang

b). 2-5 orang

c). > 5 orang

11. Berapakah upah/gaji harian/bulan yang anda bayarkan untuk tenaga kerja?
Rp

b. Usaha
1. Apakah bapak/ibu memiliki catatan perkembangan usaha yang dikelola?
a). Ya, Selalu

b). Ya, kadang-kadang

c). Tidak Pernah

2. Apakah bapak/ibu memiliki catatan mengenai pengeluaran dan pemasukan


secara rutin untuk usaha bakso yang dikelola?
a). Ya, Selalu

b). Ya, kadang-kadang

c). Tidak Pernah

Apakah bapak/ibu membuat rekapitulasi keuangan pada akhir suatu


periode (misalnya 1 tahun)? Ya/Tidak

Jika ya, catatan apa saja yang selalu ditulis?. . . . . . . .

3. Apabila bapak/ibu mempunyai bapak angkat dalam usaha bakso, bagaimana


dalam hal pembagian hasil?
a) Secara upahan

c). 1/3 : 2/3

b) 50% : 50%

d). Lainnya, Sebutkan . . . . . . .

4. Biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha/hari/minggu/bulan :


No
Jenis
Jumlah
Harga
Total
1

Daging

Tepung tapioca/aci

Bumbu-bumbu

Mie

Bihun

Sayur toge

Sawi

Minyak Goreng

Bawang goreng jadi

10

Seledri

11

Kecap manis

12

Saos

13

Cuka

14

Garam

15

Penyedap Rasa

16

Sambel

17

Plastik

18

Minyak tanah/gas

19

Transportasi

20

Untuk kuah

21

Tissu

22

...............

23

...............

24

...............

25

...............
Total Biaya

5. Biaya biaya (minggu/bulan/tahun) :


No Jenis Biaya
Jumlah Harga
Satuan
1
Investasi
Gerobak/kios
Kompor
Alat Masak
Dangdang
Centong
Saringan mie
Mangkuk
Sendok
Garpu
Ember
Lap
Lain-lain
2
Pemeliharaan Alat
Ban
Gerobak/kios
3
Operasional
4
Lain-lain
Total Biaya

Ketahanan Total
Biaya

6. Berapa penerimaan atau pendapatan rata-rata bapak/ibu?


Dari usaha bakso. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .perhari/minggu/bulan.
Dari usaha lain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .perhari/minggu/bulan.
7. Berapa pengeluaran bapak/ibu?
Untuk usaha bakso . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .perhari/minggu/bulan
Diluar usaha bakso . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .perhari/minggu/bulan
8. Berapa jam, waktu yang bapak/ibu gunakan untuk usaha bakso? . .jam/hari
No Jenis Kegiatan
Waktu Kegiatan
Lamanya (jam)
1
Membeli bahan baku
2
Mengolah bahan baku
3
Menjual bakso
Total waktu
9. Waktu yang tersisa biasanya digunakan untuk apa? . . . . . . . . . . . . . .
10. Kapan biasanya bapak/ibu tidak berjualan bakso?
a). Hari besar keagamaan
b). Hari libur nasional
c). Lainnya,
11. Berapa bulan waktu yang bapak/ibu gunakan untuk jualan bakso selama satu
tahun? . . . . . . . . . . . . . . . . bulan

III. Analisis Lingkungan Internal Usaha


1. Bagaimana Manajemen Sumber Daya Manusia yang dilakukan dalam usaha
Bakso?
2. Bagaimana Pemasaran yang dilakukan dalam usaha bakso?
3. Bagaimana proses produksi bakso dan darimana mendapatkan bahan baku
tersebut?
4. Bagaimana perkembangan keuangan yang didapatkan maupun yang
dikeluarkan dalam usaha tersebut?

IV. Analisis Lingkungan Eksternal Usaha


1. Bagaimana sikap pedagang dalam menyikapi kondisi jika terjadi perubahan
harga bahan baku dan apa dampaknya?
2. Bagaimana bentuk tanggung jawab sosial dalam usaha tersebut?
3. Bagaimana penggunaan teknologi dalam usaha tersebut?
4. Bagaimana kondisi stabilitas politik dan keamanan dalam mempengaruhi
perkembangan usaha di Kota Bogor khususnya usaha bakso?Apakah ada
program-program pemerintah dalam mengembangkan usaha kecil menengah
di Kota Bogor, khususnya usaha bakso?
5. Apa faktor yang menjadi pendorong dan penghambat untuk usaha bakso?

Lampiran
No

2.

Karakteristik Pribadi Responden


Mangkal/Kios di Kota Bogor, 2009

Jenis

Umur

Kelamin

(tahun)

1
L
2
L
3
L
4
P
5
L
6
L
7
P
8
L
9
L
10
L
11
L
12
L
13
L
14
L
15
L
Keterangan :
L
= Laki-laki
P
= Perempuan

34
36
41
42
40
38
52
60
27
48
60
60
54
45
43

Pendidikan

Asal Daerah

Pedagang
Tanggungan

Bakso

Sapi

Lama Usaha
(Tahun)

3
2
2
2
3
1
2
3
2
3
3
2
2
3
2

Jateng
Jateng
Jateng
Jabar
Jatim
Jabar
Jateng
Jateng
Jabar
Jateng
Jateng
Jateng
Jatim
Jatim
Jateng

0 = Tidak Sekolah
1 = SD

2
2
4
3
2
3
4
6
3
4
6
6
5
3
3
2 = SMP
3 = SMA

1
1
9
2
5
6
30
18
4
4
28
10
26
20
7

Lampiran 3. Karakteristik Pribadi Responden Pedagang Bakso Sapi Keliling di


Kota Bogor, 2009
No

Jenis

Umur

Kelamin

(tahun)

1
L
2
L
3
L
4
L
5
L
6
L
7
L
8
L
9
L
10
L
11
L
12
L
13
L
14
L
15
L
Keterangan :
L
= Laki-laki
P
= Perempuan

47
26
32
38
39
44
37
38
38
35
42
35
32
42
27

Pendidikan

Asal

Tanggungan

Lama Usaha
(Tahun)

1
3
1
2
2
2
3
3
3
3
2
2
2
1
1

Jabar
Jateng
Jabar
Jateng
Jateng
Jabar
Jateng
Jabar
Jateng
Jabar
Jabar
Jabar
Jatim
Jabar
Jabar

0 = Tidak Sekolah
1 = SD

4
1
3
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2 = SMP
3 = SMA

17
4
15
8
3
7
1
5
5
4
3
1
3
12
3

Lampiran 4. Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Bakso Pada Pedagang Bakso Mangkal Satu Periode (Rp/bulan)
Uraian
Penerimaan Usaha
Biaya Variabel :
Bahan Baku
Daging Sapi
Tepung Tapioka/Aci +
Bumbu
Bahan Pelengkap
Mie
Bihun
Sayur Toge
Sawi
Minyak Goreng
Bawang Goreng Jadi
Seledri
kecap manis
Saos
Cuka
Garam
Penyedap Rasa
Sambel
Pembungkus
Plastik + Karet
Biaya Gas
Biaya Transportasi
Total Biaya Variabel
Biaya Tetap :
Sewa Tempat
Listrik,air,keamanan dan
kebersihan
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Penyusutan
Gerobak
Kompor
Dangdang
Centong
Tabung Gas
Ember
Total Biaya Tetap
Jumlah Total Biaya
Pendapatan Usaha
R/C Rasio

10

11

12

13

14

15

6900000

6000000

216000000

27000000

25200000

15600000

21600000

144000000

10800000

28800000

180000000

90000000

18000000

12000000

40500000

3600000

2700000

78000000

9000000

11700000

2700000

7200000

18900000

4950000

9750000

47250000

19500000

7560000

3780000

11700000

390000

390000

3210000

1500000

900000

360000

480000

3000000

570000

750000

900000

1500000

450000

600000

1740000

150000
150000
120000
45000

120000
150000
30000
45000

3750000
3600000
2400000
3000000

600000
450000
240000
270000

450000
480000
360000
450000

255000
300000
120000
300000

300000
450000
120000
90000

600000
1800000
600000
600000

300000
210000
150000
120000

450000
720000
300000
480000

1890000
1440000
450000
450000

945000
1500000
600000
1200000

450000
450000
450000
600000

300000
480000
360000
600000

1350000
450000
450000
720000

75000
150000
45000
105000
90000
15000
15000
90000
240000

45000
75000
30000
105000
60000
30000
15000
90000
120000

1200000
2400000
960000
3600000
12600000
900000
150000
450000
1540000

150000
300000
90000
600000
750000
90000
90000
112500
480000

270000
300000
150000
600000
1470000
270000
30000
225000
960000

75000
150000
60000
150000
180000
90000
15000
60000
300000

270000
300000
60000
210000
600000
180000
60000
300000
900000

300000
1800000
675000
1680000
2400000
90000
150000
450000
1440000

45000
450000
150000
240000
630000
90000
30000
150000
240000

300000
450000
180000
600000
1050000
180000
75000
180000
690000

600000
1200000
720000
1470000
1680000
180000
90000
180000
1800000

300000
600000
360000
630000
1440000
90000
75000
180000
1200000

300000
150000
90000
120000
630000
90000
30000
180000
600000

75000
150000
60000
240000
420000
45000
15000
30000
300000

150000
450000
150000
750000
750000
300000
75000
300000
480000

150000

30000

1350000

150000

150000

60000

300000

300000

30000

150000

30000

90000

150000

150000

150000

195000
150000
5775000

180000
120000
4335000

6840000
3900000
129850000

450000
150000
15472500

450000
300000
19515000

450000
150000
5775000

900000
75000
12795000

4560000
2400000
41745000

360000
120000
8835000

2280000
600000
19185000

2280000
450000
63060000

2280000
600000
33090000

2280000
240000
14820000

450000
750000
8805000

2280000
300000
22545000

2916667

1250000

1000000

600000

50000

2666667

600000

500000

600000

2000000

50000

150000

500000

30000
0

30000
0

1000000
30000000

100000
6300000

100000
1350000

50000
400000

200000
2500000

1000000
18000000

0
0

100000
3000000

500000
8400000

300000
6000000

0
300000

0
400000

200000
5000000

33333
3167
1167

33333
3167
1167

166667
15833
5833

33333
15833
2333

33333
1500
1167

33333
9500
1167

33333
12667
2333

33333
28500
3500

33333
1500
1167

33333
6333
2333

33333
15833
2333

33333
12667
2333

33333
3167
1167

33333
6333
1167

33333
6333
1167

1167
433

583
433

3500
1733

1167
1300

1167
433

1167
433

1167
433

5833
867

583
433

1750
867

1750
2167

1750
1733

1167
433

583
433

1167
433

1500
70766.7
5845767
1054233
1.18

3750
72433
4407433
1592567
1.36

11250
34121483
163971483
52028517
1.32

3750
7707717
23180217
3819783
1.16

4500
2492100
22007100
3192900
1.15

3750
1099350
6874350
8725650
2.27

5250
2805183
15600183
5999817
1.38

6000
21744700
63489700
80510300
2.27

1500
638517
9473517
1326483
1.14

4500
3649117
22834117
5965883
1.26

6000
9561417
72621417
107378583
2.48

7500
8359317
41449317
48550683
2.17

3750
393017
15213017
2786983
1.18

2250
594100
9399100
2600900
1.28

3750
5746183
28291183
12208817
1.43

Lampiran 5. Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Bakso Pada Pedagang Bakso Keliling Satu Periode (Rp/bulan)
Uraian
Penerimaan Usaha
Biaya Variabel :
Bahan Baku
Daging Sapi
Tepung
Tapioka/Aci + Bumbu
Bahan Pelengkap
Mie
Bihun
Sayur Toge
Sawi
Minyak Goreng
Bawang Goreng
Jadi
Seledri
kecap manis
Saos
Cuka
Garam
Penyedap Rasa
Sambel
Pembungkus
Plastik + Karet

17400000

7500000

6750000

5400000

5040000

9450000

7800000

6000000

7560000

4500000

10

10500000

11

9600000

12

5250000

13

9000000

14

6300000

15

9450000

2385000

3750000

1500000

2475000

6000000

3600000

3000000

4050000

2385000

4950000

4770000

2385000

4725000

3780000

1650000

390000

750000

450000

420000

300000

600000

600000

270000

300000

450000

900000

450000

390000

390000

525000
480000
180000
90000
135000

150000
150000
150000
180000
60000

180000
150000
90000
150000
60000

90000
150000
90000
30000
30000

180000
150000
90000
90000
30000

300000
210000
450000
300000
30000

300000
210000
180000
180000
30000

150000
150000
120000
240000
40000

210000
240000
270000
360000
30000

120000
120000
90000
90000
30000

300000
300000
180000
180000
30000

450000
450000
270000
270000
150000

150000
180000
90000
120000
60000

150000
210000
150000
120000
30000

150000
210000
210000
120000
30000

120000
45000
120000
420000
90000
30000
120000
240000

90000
30000
120000
60000
45000
15000
30000
60000

120000
30000
90000
60000
21000
7500
30000
90000

30000
30000
60000
60000
21000
7500
30000
120000

45000
30000
30000
60000
15000
15000
30000
60000

45000
45000
165000
165000
21000
15000
30000
120000

150000
30000
90000
150000
30000
30000
60000
120000

150000
30000
60000
120000
30000
30000
75000
150000

120000
45000
120000
210000
30000
15000
45000
120000

60000
15000
60000
60000
30000
15000
15000
120000

150000
60000
120000
210000
30000
15000
30000
120000

90000
90000
120000
210000
15000
15000
30000
120000

90000
30000
90000
120000
15000
15000
30000
120000

150000
45000
120000
150000
90000
30000
120000
150000

150000
45000
120000
150000
90000
30000
120000
150000

210000

60000

20000

20000

10000

60000

90000

60000

20000

4000

8000

8000

60000

90000

90000

450000

150000

120000

150000

150000

150000

225000

90000

360000

120000

225000

225000

150000

120000

120000

Biaya Gas

Biaya Transportasi

120000

120000

120000

120000

120000

120000

150000

150000

120000

120000

Total Biaya Variabel


Biaya Tetap :
Sewa Tempat
Listrik,air,keamanan
dan kebersihan
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Penyusutan
Gerobak
Kompor
Dangdang
Centong
Tabung Gas
Ember
Total Biaya Tetap
Jumlah Total Biaya

14475000

4125000

5718500

2988500

4000000

8406000

6195000

5095000

6635000

3754000

7508000

8333000

4155000

6960000

6075000

0
0

0
0

0
0

0
300000

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

83333
3750
1167
1167
433
2250
92100
14567100

83333
3750
1167
583
433
2250
91516.67
4216517

83333
3750
1167
583
433
750
90016.67
5808517

83333
3750
1167
583
433
750
390016.7
3378517

83333
3750
1167
583
433
750
90016.67
4090017

83333
3750
1167
583
433
1500
90766.67
8496767

83333
3750
1167
1167
433
750
90600
6285600

83333
3750
1167
583
433
750
90016.67
5185017

83333
3750
1167
1167
433
750
90600
6725600

83333
3750
1167
583
433
750
90016.6667
3844016.67

83333
3750
1167
583
433
750
90016.66667
7598016.667

83333
3750
1167
583
433
1500
90766.667
8423766.7

83333
3750
1167
583
433
2250
91516.67
4246517

83333
3750
1167
1167
433
2250
92100
7052100

83333
3750
1167
1167
433
2250
92100
6167100

2832900

3283483

941483

2021483

949983

953233

1514400

814983

834400

655983

2901983

1176233

1003483

1947900

132900

1.19

1.78

1.16

1.60

1.23

1.11

1.24

1.16

1.12

1.17

1.38

1.14

1.24

1.28

1.02

Pendapatan Usaha
R/C Rasio

Anda mungkin juga menyukai