Anda di halaman 1dari 106

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

AKADEMI FARMASI TORAJA


YAYASAN NAFIRI INDONESIA

Laporan Lengkap
Praktikum Farmasi Fisika

Oleh :
Angkatan VI
AKADEMI FARMASI TORAJA
TANA TORAJA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini.
Kerja praktek ini merupakan salah satu matakuliah yang wajib di tempuh di
Akademi Farmasi Toraja. Laporan kerja praktek ini di susun sebagai pelengkap
kerja praktek. Dengan selesainya laporankerja praktek ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang telahmemberikan masukan masukan kepada penulis.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimah kasi kepada:
1. Dosen
2. Pembimbing laboratorium
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini , baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu , kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Makale, 12 Januari 2017

Penulis

Praktikum Ke-1
KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pengetahuan tentang massa jenis dalam sebuah praktikum sangat penting

mengingat bahwa pengetahuan tentang massa jenis akan selalu dibutuhkan dalam
dunia farmasi terutama untuk mengetahui kemurniaan dari suatu zat. Bobot jenis
suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air dengan volume yang
ditimbang di udara pada suhu yang sama. Penetapan bobot jenis digunakan hanya
untuk senyawa berbentuk cairan, kecuali dinyatakan pada perbandingan bobot
zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
bobot jenis yaitu suhu dan konsentrasinya.
Kerapatan adalah turunan besaran yang menyangkut satuan massa dan
volume. Kerapatan juga merupakan suatu sifat zat yang berbeda, misalnya Air
dan minyak ketika dicampur akan terjadi perbedaan kerapatan. Bila kerapatan
benda lebih besar dari kerapatan air, maka benda tersebut akan tenggelam dalam
air. Namun bila kerapatannya lebih kecil maka benda tersebut akan mengapun.
Selain itu peristiwa mengapung,melayang,dan tenggelam itu dipengaruhi oleh
perbandingan bobot jenis zat-zat tersebut. Untuk mengetahui cara mengukur
bobot jenis dan kerapatan zat pada beberapa sampel dengan menggunakan
piknometer.
Di bidang farmasi, selain bobot jenis juga digunakan untuk mengetahui
kemurnian suatu zat cair dengan menghitung berat jenisnya. Jika berat jenisnya
mendekati maka dapat dikatakan zat tersebut memiliki kemurnian yang tinggi.
Oleh karena itu percobaan ini dilakukan untuk mengetahui bobot jenis dan
kerapatan zat. Di samping itu dengan mengetahui bobot jenis suatu zat, maka
akan mempermudah kita untuk memformulasi obat. Karena dengan mengetahui
bobot jenisnya maka kita dapat menentukan apakah suatu zat dapat bercampur
atau tidak dengan zat lainnya. Maka di lakukanlah percobaan penentuan bobot
jenis dan kerapatan zat.

I.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan bobot beberapa cairan,yaitu Parafin Cair, alkohol,
gliserin, dan minyak goreng Fitri.
2. Menentukan kerapatan padatan, yaitu asam sitrat.
I.3 Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan berat jenis dan rapat jenis
dengan metode
I..4 Prinsip percobaan
a. Menentukan bobot jenis dengan piknometer
Penentuan bobot jenis suatu zat cair dengan metode piknometer,
yaitu ditimbang terlebih dahulu berat piknometer kosong dan piknometer
berisi zat cair yang diuji. Selisih dari penimbangan adalah massa zat cair
tersebut pada pengukuran suhu kamar(25oC) dan dalam volume konstan
tertera pada piknometer. Maka bobot jenis zat cair tersebut adalah massa
zat cair dibagi dengan volume piknometer, dengan satuan g/ml.
b. Penentuan rapat jenis dengan piknometer
Penentuan rapat jenis suatu zat cair dengan metode piknometer,
yaiturapat jenis zat cair tersebut adalah bobot

jenisnya sendiri, yang

diperoleh dari pengukuran sebelumnya dengan piknometer, dibagi dengan


bobot jenis air suling pada suhu 25oC, tanpa menggunakan satuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori

Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang
volumenya sama pada suhu yang sama dan dinyatakan dalam desimal. Penting
untuk membedakan antara kerapatan dan bobot jenis. Kerapatan adalah massa
per satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume. Misalnya, satu milliliter
raksa berbobot 13,6 g, dengan demikian kerapatannya adalah 13,6 g/mL. jika
kerapatan dinyatakan sebagai satuan bobot dan volume,maka bobot jenis
merupakan bilangan abstrak. Bobot jenis menggambarkan hubungan antara
bobot suatu zat terhadap sebagian besar perhitungan dalam farmasi dan
dinyatakan memiliki bobot jenis 1,00 sebagai perbandingan, bobot jenis gliserin
adalah 1,25,artinya bobot gliserin 1,25 kali bobot volume air yang setara ,dan
bobot jenis alkohol adalah 0,81 kali bobot volume air yang setara. ( Ansel,
2006).
Zat yang memiliki bobot jenis lebih kecil dari 1,00 lebih ringan daripada
air. Sedangkan zat yang memiliki bobot jenis lebih besar dari 1,00 lebih berat
daripada air. Bobot jenis dinyatakan dalam desimal dengan beberapa angka di
belakang koma sebanyak akurasi yang diperlukan pada penentuannya. Pada
umumnya, dua angka di belakang koma sudah mencukupi. Bobot jenis dapat
dihitung atau untuk senyawa khusus dapat ditemukan dalam United States
Pharmacopeia (USP) atau buku acuan lain. Bobot jenis suatu zat dapat dihitung
dengan mengetahui bobot dan volumenya ( Ansel, 2006)
Bobot jenis suatu zat dapat dihitung dengan mengetahui bobot dan
volumenya melalui persamaan berikut (Ansel,2004 )
bobot zat ( g )
Bobot jenis =
bobot sejumlah volume air yang setara( mL)

Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur
tertentu. Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana dan
merupakan salah satu sifat fisika yang paling definitive,dengan demikian dapat
digunakan untuk menentukan kemurniaan suatu zat (Ansel,2004 ).Hubungan
antara massa dan volume tidak hanya menunjukan ukuran dan bobot molekul

suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang mempengaruhi sifat karakteristik


pemadatan (Packing Characteristic). Dalam sistem matriks kerapatan diukur
dengan gram/milimeter (untuk cairan) atau gram/cm2( Martin,1990)
Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai
perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang
sama pada suhu 4oC atau temperatur lain yang tertentu. Notasi berikut sering
ditemukan dalam pembacaan berat jenis: 25 oC/25oC, 25oC/4oC, dan 4oC/4oC.
Angka yang pertama menunjukkan temperatur udara di mana zat ditimbang;
angka di bawah garis miring menunjukkan temperatur air yang dipakai. Bukubuku farmasi resmi menggunakan patokan 25oC /25oC untuk menyatakan berat
jenis. Berat jenis dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai tipe
piknometer, neraca Mohr-Westphal, hidrometer dan alat-alat lain. Pengukuran
dan perhitungan di diskusikan di buku kimia dasar, fisika dan farmasi
(Martin,1990).

II.2 Uraian Bahan


a. Aquadest (FI III : 96)
NR/NL

: Aqua Destillata/ Air Suling

RM/BM

: H2O/18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna ,tidak

Penyimpanan

berbauh,dan tidak mempunyai rasa


: Dalam wadah tertutup baik

b. Alcohol (FI III : 65)


Nama resmi

: AETHANOLUM

Nama lain

: Alcohol, Etanol

Pemerian

: Cairan tak berwarna, jernih, mudah


menguap

dan

mudah

bergerak;

bau khas; rasa panas. Mudah terbakar


dengan memeberikan nyala biru yang
tidak berasap.
Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air, dalam


kloroform p dan dalam eter p.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung


dari cahaya; ditempat sejuk, jauh dari
nyala api.

Khasiat

: zat tambahan

c. Asam sitarat ( FI III : 50)


Nama resmi

ACIDUM CITRICUM

RM/BM

C6H8O7.H2O / 210.14

Pemeriaan

hablur tidak berwarna atau serbuk putih; tidak berbau; rasa


sangat asam; agak higroskopik, merapuh dalam udara kering
dan panas.

Kelarutan

larut dalam kurang satu bagian air dan dalam 1.5 bagian
etanol (95%) p; sukar larut dalam eter p.

Penyimpanan

dalam wadah tertutup baik

Khasiat

zat tambahan

d. Paraffin cair (FI III : 474)


Nama Resmi

: PARAFFINUM LIQUIDUM

Nama Lain

: Parafin Cair

Pemerian

: Cairan

kental,

transparan,

tidak

berflouresensi; tidak berwarna; hampir


tidak berbau; hamper tidak mempunyai
rasa.
Kelarutan

Praktis tidak larut dalam


air dan etanol (95%) p;
larut dalam kloroform p
dan dalam eter p.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik, terlindung


dari cahaya.

Khasiat

: Laksativum.

e. Gliserin (FI III : 271)


Nama Resmi

: GLYCEROLUM

Nama Lain

: Gliserol, Gliserin

RM/BM

: C3H8O3/92.10

Pemerian

: Cairan

seperti

sirop;

jernih,

berwarna; tidak berbau; manis

tidak
diikuti

rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan


beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat

membentuk massa hablur

tidak berwarna yang tidak melebur


hingga suhu mencapaikurang lebih 200C`
Kelarutan

: Dapat campur dengan air, dan dengan

etanol (95% ) p; praktis tidak larut


dalam kloroform p, dalam eter p dan
dalam minyak lemak.
Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

Penggunaan

: Zat Tambahan

f. Minyak goreng
Nama

: Minyak goreng sawit Fitri

Deskripsi

: Minyak goreng yang terbuat dari kelapa


sawit pilihan, warna kuning jernih.

BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan bahan
a. Alat
Alat yang digunakan adalah gelas ukur, piknometer, timbangan
analitik, digital,dan pipet tetes.
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquadest, gliserin, parafin cair,
alkohol, minyak kelapa, dan asam sitrat.
III.2 cara kerja
a. Menentukan kerpatan bulk
1. Ditimbang zat padat 10 gram, dimasukkan kedalam gelas
ukur 50 ml
2. Diukur volume zat padat
3. Dihitung kecepatan bulk
b. Menentukan kerapatan mampat
1. Ditimbang zat padat sebanyak 10 gram
2. Dimasukkan kedalam gelas ukur
3. Diketuk sebanyak 50 kali ketukan
4. Diukur volume yang terbentuk
5. Dihitung kerapatan mampat

c. Menentukan kerapatan sejati


1. Ditimbang piknometer yang bersih dan kering bersama tutupnya
2. Diisi piknometer dengan zat padat 1/3 volumenya
3. Dimasukkan parafin cair perlahan-lahan kedalam piknometer yang
berisi zat padat
4. Dikocok dan diisi hingga penuh sampai tidak ada gelembung udara
didalamnya kemudian ditimbang.
5. Dibersihkan piknometer
6. Diisi kembali piknometer dengan parafin cair hingga tidak ada
gelembung
7. Ditimbang piknometer bersama parafin cair
8. Dihitung kerapatan zat
d. Menentukan bobot jenis cairan
1. Digunakan piknometer yang kering
2. Ditimbang piknometer kosong lalu diisi dengan air suling
3. Dibuang air suling tersebut. Setelah piknometer kering, kemudian
diisi dengan cairan minyak goreng fitri
4. Dibersihkan piknometer. Setelah bersih dimasukkan alkohol hingga
batas penuh piknometer. Lalu ditimbang
5. Dibersihkan piknometer. Setelah bersih dimasukkan gliserin hingga
batas penuh piknometer. Lalu ditimbang
6. Dihitung bobot jenis cairan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Perhitungan


1. Menentukan kerapatan bulk
Bobot zat padat (gram)

10

Volume bulk (ml)

15

Perhitungan :

Kerapatan bulk =

bobot zat padat( g)


volume bulk (ml)

2. Menentukan Kerapatan mampat


Ketuka
n

II

III

IV

VI

VII

10

10

10

10

10

10

10

13.

12.

12.

12.

12.

11.

VII

IX

XI

10

10

10

10

11.

11.

10.

10.

9.

Bobot
zat

padat

(gram)
Volume
mampa
t (ml)

Perhitungan :
a. Ketukan I

Kerapatan mampat =

bobot zat padat( g)


volume mampat (ml)
10 gram
13.1 ml

= 0.763 g/ml

b. Ketukan II
Kerapatan mampat =
=

bobot zat padat( g)


volume mampat (ml)
10 gram
12.9 ml

= 0.775 g/ml

c. Ketukan III
Kerapatan mampat =
=

bobot zat padat( g)


volume mampat (ml)
10 gram
12.5 ml

= 0.8 g/ml

d. Ketukan IV
Kerapatan mampat =
=

bobot zat padat( g)


volumemampat (ml)
10 gram
12.3 ml

= 0.813 g/ml

e. Ketukan V
Kerapatan mampat =
=

bobot zat padat( g)


volume mampat (ml)
10 gram
12.0 ml

= 0.833g/ml

f. Ketukan VI
Kerapatan mampat =

bobot zat padat( g)


volumemampat (ml)
10 gram
11.8 ml

= 0.85g/ml

g. Ketukan VII
Kerapatan mampat =
=
h. Ketukan VIII

bobot zat padat( g)


volume mampat (ml)
10 gram
11.5 ml

= 0.87g/ml

Kerapatan mampat =

bobot zat padat( g)


volume mampat (ml)
10 gram
11.0ml

= 0.9 g/ml

i. Ketukan IX
Kerapatan mampat =
=

bobot zat padat( g)


volume mampat (ml)
10 gram
10.5 ml

= 0.952g/ml

j. Ketukan X
Kerapatan mampat =
=

bobot zat padat( g)


volume mampat (ml)
10 gram
10.2 ml

= 0.980g/ml

k. Ketukan XI
Kerapatan mampat =

bobotzatpadat ( g)
volumemampat (ml)

10 gram
9.8 ml

= 1.02g/ml

3. Menentukan kerapatan sejati


Bobot piknometer kosong + tutupnya (gram )

M1

31.57

Bobot piknometer + asam sitrat (gram )

M3

47.71

Bobot piknometer + air (gram )

M2

81.40

Bobot piknometer + zat padat+ zat cair (gram )

M4

81.39

Perhitungan :

padatan

3M 1

2M 1
4M 3
M

4. Menentukan bobot jenis cairan


Bobot piknometer kosong + tutupnya (gram )

W1

31.57

Bobot piknometer kosong + air suling (gram )

W2

81.40

Bobot piknometer kosong + alkohol (gram )

W3

72.46

Bobot piknometer kosong + gliserin (gram )

W3

94.64

Bobot piknometer kosong + minyak goreng fitri (gram )

W3

76.49

Perhitungan :
a. Minyak goreng fitri

Dt =

W 3W 1
W 2W 1

44.92
= 49.83
b. Alkohol

Dt =

76.4931.57
81.4031.57

0.901

W 3W 1 72.4631.57
=
W 2W 1 81.4031.57
40.89
=
49.83

0.82

c. Gliserin
Dt =

W 3W 1 94.6431.57
=
W 2W 1 81.4031.57

63.07
49.83

1,265 gram

BAB V
PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini telah dilakukan penentuan bobot jenis dan rapat jenis
dari sampel cairan paraffin cair, asam sitrat, alkohol,gliserin dan minyak goring
Fitridengan menggunakanpiknometer.
Sebelum memulai percobaan, terlebih dahulu piknometer dibersihkan
dengan menggunakan aquadest, kemudian dibilas dengan alkohol untuk
mempercepat pengeringan piknometer kosong tadi.Dari hasil penimbangan ini
dapat dicari bobot jenis sampel yakni dengan menimbang piknometer berisi
sampel terlebih dahulu, kemudian bobot jenis diperoleh dengan mengurangi berat
piknometer kosong dengan berat piknometer yang berisi sampel.
Pada percobaan pertama, ditimbang zat padat zat padat sebanyaak 10 gram
kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur 50 ml, di perolehhasil ukuran volume
zat padat 12 ml. Setelah diperoleh hasil bobot zat padat dan ukuran volumenya,
selanjutnya tentukan kerapatan bulk, dan diperoleh hasil 0.667 gram.
Pada percobaan kedua, yaitu menentukan kerapatan mampat, yang
perlakuannya hampir sama dengan percobaan pertama. Akan tetapi, dalam
percobaan ini dilakukan pengetukan pada gelas ukur yang terdapat zat padat
selama 50 kali hingga diperoleh ukuran volume mampat, yaitu 11 ml. Kemudian,
dihitung kerapatan mamapat dan diperoleh hasil 0.9 gram.
Pada percobaan ketiga, yang dilakukan terlebih dulu yaitu menimbang
piknometer kosong harus dalam keadaan bersih dan kering agar tidak
membiaskan hasil penimbangan, diperolehbobot 31.57 gram. lalu piknometer
diisi dengan zat padat kira-kira 1/3 volumenya, lalu ditimbang dan diperoleh
hasil 47.71 gram. Kemudian dimasukkan parafin cair kedalam piknometer yang
berisi zat padat dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian dikocok dan diisi
hingga penuh hingga tidak terdapat gelembung udara didalamnya, lalu ditimbang
dan diperoleh hasil 81.39 gram.dibersihkan kembali piknometer, lalu diisi parafin
cair hingga penuh hingga tak terlihat gelembung udara didalamnya, lalu

ditimbang dan diperoleh hasil 73.68. setelah itu di hitung kerapatan sejati, dan
diperoleh hasil 1.0 gram.
Percobaan terakhir yaitu penenetuan bobot jenis cairan, pada percobaan ini
kami menggunakan minyak goreng fitri, alkohol dan gliserin untuk ditentukan
kerapatannya. Yang dilakukan terlebih dahulu yaitu menimbang pinometer yang
bersih dan kering, diperoleh hasil 31.57 gram. Kemudian diisi air suling hingga
batas leher piknometer, lalu ditimbang dan diperoleh hasil 81.40. setelah itu,
dibuang air suling. kemudian dimasukkan cairan minyak goreng kedalam
piknometer yang telah kosong, lalu ditimbang dan diperoleh hasil 76.49.
dilakukan perlakuan yang sam terhadap alkohol dan gliserin, diperoleh hasil bobot
jenis alkohol yaitu 72.46 gram dan gliserin 94.69 gram. Selanjutnya, ditentukan
bobot jenis cairan yaitu minyak goreng fitri 0,901 gram, alkohol 0.82 gram dan
gliserin 1.265 gram.
Adapun ketidaksesuaian hasil percobaan dengan pustaka disebabkan oleh
beberapa faktor kesalahan, yaitu:
1. Penimbangan
2. Cara penutupan piknometer yang salah
3. Pengaruh perubahan suhu
4. Piknometer yang belum kering dan bersih
5. Volume air yang tidak tepat
6. Sampel yang terkontaminasi

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan yaitu :
a. Bobot jenis zat cair yang diamati yaitu bobot jenis minyak goring
fitriyang memiliki bobot jenis sebesar 0.901 g/ml, bobot jenis gliserin
sebesar 1.265 g/ml, bobot jenis alcohol sebesar o.82 g/ml.
b. Kerapatan zat padat yang diamati dalam percobaan yaitu kerapatan
bulk sebesar 0.67 g/mL, kerapatan mampat sebesar (0,763, 0.775, 0.8,
0.813, 0.85, 0.9, 0.952, 0.980, 1.02) g/ml dan kerapatan sejati yaitu
sebesar 1.0 g /ml .
V.2 Saran
Perlunya keseriusan dan ketelitan praktikan dalam melakukan suatu
percobaan untuk meminalisasikan kesalahan agar percobaan ini dapat
memberikan hasil yang baik. Dan sebaiknya praktikan melakukan prosedur kerja
dengan baik dengan pengawasan dan bimbingan dari asisten.

Praktikum Ke-2
Viskositas

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Di dalam proses pengukuran sifat zat cair dan kekentalannya maka sering
dikaitkan dengan metode dari Viskositas. Viskositas merupakan suatu cara untuk
menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan.
Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung
silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah dan dapat
digunakan baik untuk cairan maupun gas. Prinsip dasar penerapan viskositas
digunakan dalam sifat alir zat cair atau rheologi. Rheologi merupakan ilmu
tentang sifat alir suatu zat.
Dalam bidang farmasi untuk membuat suatu sediaan misalnya, emulsi,
suspensi, pasta, krim, maupun lotion hrus memperhatikan viskositas. Karena dari
beberapa sediaan tertentu sangat memperhitungkan kekentalan dan karakteristik
alirannya agar suatu produk atau sediaan mempunyai konsistensi dan kelembutan
sehingga baik di gunakan dan dapat diterima oleh pemakai.
Oleh karena itu, dilakukanlah percobaan ini untuk eneetahui cara
menghitung viskositas dari suatu cairan.
I.2Prinsip percobaan
Menentukan viskositas dari sediaan minyak kelapa, aquadest, paraffin cair,
gliserin, dan propilenglikol dengan mengukur kecepatan aliran dalam tabung
dengan menggunakan buret.
I.3. Maksud percobaan
Menentukan viskositas dari aquadest, paraffin cair, gliserin, minyak
kelapa,dan propilenglikol.

I.4. Tujuan percobaan


1. Menentukan Viskositas dari sediaan cair dengan menggunakan buret
2. Menentukan sifat aliran dari sediaan cair
3. Menentukan sifat aliran dari sediaan minyak kelapa, paraffin
cair,aquadest,gliserin,dan propilenglikol

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.2. Dasar Teori
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari
aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Viskositas dapat diukur dengan
mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung silinder. Cara ini merupakan

salah satu cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan
maupun gas. Prinsip dasar penerapan viskositas digunakan dalam sifat alir zat
cair atau rheologi. Rheologi merupakan ilmu tentang sifat alir suatu zat.
Rheologi terlibat dalam pembuatan, pengemasan atau pemakaian, konsistensi,
stabilitas dan ketersediaan hayati sediaan. (Moechtar, 1990).
Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir daripada
gas, hingga cairan mempunyai koefisien viskositas yang lebih besar
daripadagas. Viskositas gas bertambah dengan naiknya temperatur, sedang
viskositas cairan turun dengan naiknya temperatur. Koefisien viskositas gas
pada tekanan tidak terlalu besar, tidak tergantung tekanan, tetapi untuk cairan
naik dengan naiknya tekanan (Martin, 1993). Faktor- fator yang
mempengaruhi viskositas adalah sebagai berikut:
1. Tekanan
Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan
viskositas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan.
2. Temperatur
Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangkan viskositas
gas naik dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan
molekul-molekulnya memperoleh energi. Molekul- molekul cairean
bergerak sehimgga gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan
demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan temperature.
3. Kehadiran zat lain
Penambahan gula tebu meningkatkan viskositas air. Adanya bahan
tambahan seperti bahan suspense menaikkan viskositas air. Pada
minyak ataupun gliserin adanya penambahan air akan menyebabkan
viskositas akan turun karena gliserin maupun minyak akan semakin
encer, waktu alirnya semakin cepat.
4. Ukuran dan berat molekul
Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju aliran
alkohol cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan kekentalan
tinggi serta laju aliran lambat sehimgga viskositas juga tinggi
5. Berat molekul
Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak.
6. Kekuatan antar molekul

Viskositas air naik dengan adanta ikatan hidrogen, viskositas CPO


dengan gugus OH pada trigliserinnya naik pada keadaan yang sama
( Bird 1987 ).
Macam-macam viskositas
1. Viskositas dinamik, yaitu rasio shear,stress,dan shear rate. Viskositas
disebut juga koefisien viskositas.
2. Viskositas kinematik, yaitu viskositas dinamik dibagi dengan
densitasnya. Viskositas ini dinyatakan dalam satuan stoke ( St ) pada
CGS dan m2/s pada SI.
3. Viskositas relative dn spesifik, pada pengukuran viskositas suatu
emulsi atau suspense biasanya dilakukan dengan membandingkannya
dengan larutan murni. Untuk mengukur besarnya
menggunakan

alat

viskometer.

Berbagai

tipe

viskositas
viskometer

dikelompokkan menurut prinsip kerjanya ( dudgale 1986 )

Cara menentukan viskositas suatu zat menggunkan alat yang dinamakan


viscometer. Ada beberapa tipe viscometer yang biasa digunakan antara lain :
1. Viskometer Brookfield
Viskositas Brookfield merupakan salah satu viskometer yang
menggunakan gasing atau kumparan yang dicelupkan kedalanm zat uji
dan engukur tahanan gerak dari bagian yang berputar. Tersedia
kumparan yang berbeda untuk rentang kekentalan tertentu dan
umumnya dilengkapi dengan kecepatan rotasi ( FI Edisi;1038 ).
Prinsip kerja dari viscometer Brookfield ini adalah semakin kuat
putaran semakin tinggi viskositasnya sehingga hambatannya semakin
besar.( Moechtar 1990 )
2. Viscometer Oswald
Pada viscometer ini yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan
oleh sejumlah cairan tertentu untuk mengalir melalui pipa kapiler
dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Didalam

percobaan diukur waktu aliran untuk volume V (antara tanda a dan b)


melalui pipa kapiler yang vertical. Jumlah tekanan (P) dalam hokum
Poiseuille adalah perbedaan tekanan antara permukaan cairan, dan
berbanding lurus dengan ( Moechtar 1990 )
3. Viscometer Hoppler
Yang diukur adalah waktu yang diperlukan oleh sebuah bola untuk
melewati cairan pada jarak atau tinggi tertentu. Karena adanya
gravitasi benda yang jatuh melalui medium yang berviskositas dengan
kecepatan

yang

semakin

besar

sampai

mencapai

kecepatan

maksimum. Kecepatan maksimum akan dicapai jika gaya gravitasi (g)


sama dengan gaya tahan medium (f) besarnya gaya tahan (frictional
resistance) untuk benda yang berbentuk bola stokes ( Moechtar 1990).

4. Viskometer Cup dan Bob


Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antaradinding luar
dari bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis
ditengah-tengah.
5. Viskometer Cone dan Plate
Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah
papan, kemudian dinaikkan hingga posisi di bawah kerucut. Kerucut
digerakkan oleh motor dengan bermacam kecepatan dan sampelnya
digeser di dalam ruang semitransparan yang diam dan kemudian
kerucut yang berputar. Cairan yang mengikuti hukum Newton,
viskositasnya tetap, tidak dipengaruhi oleh kecepatan geser. Sehingga
untuk menentukan viskositas cairan Newton dapat ditentukan hanya
menggunakan satu titik rate og shear saja

II.2. URAIAN BAHAN


a. Gliserin (FI IV:413)
NR/NL

: GLYCEROLUM/ Gliserol

RM/BM
Pemerin

: C3H8O3/ 92,10
: Cairan jernih;seperti sirup,tidak berwarna;rasa
manis

hanya

boleh

berbau

khaslemak,hidroskopis,netralterhadap lakmus
: Dapat bercampur dengan air dan dengan

Kelarutan

etanol,tidak larut dalam kloroform,dalam eter


dalam minyak dan dalam minyak menguap
: Dalam wadah tertutup rapat.
: Sebagai sampel

Penyimpanan
Khasiat
b. Alkohol (FI IV:63)
NR/NL
RM/BM
Pemerian

: AETHANOLUM/ Etanol
: C3H6O/46,07
: Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna
berbau khas dan menyebabkan rasa terbakar
pada lidah.Mudah menguap walaupun dalam
suhu

rendah

dan

mendidih

pada

suhu

Kelarutan

780.Mudah terbakar
:
Bercampur dengan air dan praktis

Penyimpanan
Khasiat

bercampurdengan semuapelarut organik


: Dalam wadah tertutup rapa,.jauh dari api
: Sebagai sampel

c. Parafin cair

(FI III:474)

NR/NL
Pemerian

: PARAFFINUM LIQUIDUM/ Parafin


: Cairan kental,trasparan,tidak berfluorensi;tidak
berwarna hampirtidak berbau; hampir tidak

Kelarutan

mempunyai rasa ;
: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol;

Penyimpanan

larut dalam kloroform dan dalam eter


: Dalam wadah tertutup baik , terlindung dari

Khasiat
d. Aquadest (FI III:96)

cahaya
: Laksativum (Sebagai sampel.)

NR/NL

: AQUA DESTILATA / Air suling

RM/BM
Pemerian

: H2O /18,02
: Cairan jernih.tidak berwarna,tidak berbau,dan

Kelarutan

tidak berasa
: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol;
larut dalam kloroform dan dalam eter

Penyimpanan
Khasiat

: Dalam wadah tertutup rapat


: sebagai sampel

e. Propilenglikol (FI IV:712)


NR/NL
RM/BM
Pemerian

: PROPYLENGLYCOLUM/ Propilenglikol
: C3H8O2 / 76,09
: Cairan
kental,jernih,tidak
berwarna;rasa
khas;praktis tidak berbau;
menyerap air pada udara
lembab.

Kelarutan

: Dapat bercampur dengan air,dengan aseton,dan


dengan kloroform, larut
dalam eter dan dalam
beberapa minyak esensial;
tetapi

tidak

dapat

bercampur dengan minyak


lemak.
Penyimpanan
Khasiat

: Dalam wadah tertutup rapat


: sebagai sampel

BAB III
PROSEDUR KERJA
III.1. Alat dan Bahan
a.Alat
Alat yang digunakan adalahPiknometer 50 ml, Stopwatch, Buret 50 ml,
timbangan analitik, Corong, Gelas ukur 50 ml, Gelas kimia 100ml.
b.

Bahan
Bahan yang digunakan adalah Paraffin cair, Alkohol , Minyak kunci
mas, Gliserin, Propilenglikol ,Aquades

III.2. Cara kerja


1. Menentukan koefisien viskositas
a. Tentukan bobot jenis zat cair menggunakan piknometer.
b. Bersihkann buret 50 ml degan alkohol.
c. Pasang buret tegak lurus menggunakan statif.
d. Isi buret dengan aquadest sebanyak 25 ml.
e. Buka kran buret dan ukur waktu air mengalir dengan
menggunakan stopwatch.
f. Lakukan hal diatas sebanyak 3 kali
g. Ulangi
percobaan
diatas
untuk

zat

lain.(minyak

kelapa,aquades,paraffin cair,gliserin,prifilenglikol ).

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

Cairan

Waktu alir (detik)

Aquadest

1. 3 : 00
2. 3 : 25
3. 3 : 25

Paraffin cair

1. 6 : 55
2. 2 : 45
3. 2 : 03

Gliserin

1. 4 : 44
2. 4 : 07
3. 4 : 30

Propilenglikol

1. 2 : 50
2. 2 : 50
3. 3 : 55

Minyak kelapa (minyak kunci


mas)

BAB V
PEMBAHASAN

1. 21 : 56
2. 14 : 31
3. 13 : 05

Percobaan ini dilakukan menentukan Viskositas dari sediaan cair yaitu


minyak kelapa, paraffin cair, aquadest, gliserin, dan propilenglikol dengan
menggunakan buret. Pada metode ini dilakukan dengan mengukur waktu alir yang
dibutuhkan oleh suatu cairan (fluida) pada konsentrasi yang sama untuk mengalir
dalam buret. Keunggulan dari metode ini adalah lebih cepat, lebih mudah, alatnya
murah serta perhitungannya lebih sederhana. Prinsip dari penentuan viskositas
dengan menggunakan buret ini dilakukan dengan memasukkan cairan
(gliserin,propilengikol,paraffin cair,minyak kunci mas dan aquades ) ke dalam
buret.Selanjutnya cairan dibiarkan mengalir bebas dan waktu yang diperlukan
untuk mengalir dari garis atas ke bawah diukur. Masing-masing perlakuan di
ulangi tiga kali, hal ini dilakukan karena untuk mendapatkan nilai yang maksimal.
Waktu yang diperoleh pada percobaan ini yaitu, untuk aquadest pada
percobaan pertama adalah 3 menit.percobaan kedua 3 menit 25 detik,sedangkan
pada percobaan ketiga 3 menit 25 detik.Untuk paraffin cair,waktu yang diperlukan
pada percobaan pertama yaitu 6 menit 55 detik, percobaan kedua 2 menit 45 detik,
dan percobaan ketiga 2 menit. Untuk gliserin percobaan pertama waktu yang
dibutuhkan yaitu 4 menit 44 detik,percobaan kedua 4 menit 7 detik, percobaan
ketiga 4 menit 30 detik. Untuk propilenglikol waktu yang dibutuhkan percobaan
pertama adalah 2 menit 50 detik, percobaan kedua 2 menit 50 detik, dan
percobaan ketiga 3 menit 55 detik.Sedangkan pada minyak kunci mas waktu yang
diperlukan percobaan pertama yaitu 21 menit 56 detik,percobaan kedua 14 menit
31 detik,dan pada percobaan ketiga adalah 13 menit 5 detik.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan minyak kunci mas yang
mempunyai

waktu yang relatif lebih lama untuk mengalir dalam buret

dibandingkan dengan cairan gliserin,paraffin cair, aquades,dan propilenglikol.Hal


tersebut dikarenakan konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat
yangterlarut tiap satuan volume. Semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan
antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi pula.
BAB VI
PENUTUP

VI.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bawa minyak kunci
mas yang mempunyai waktu yang relatif lebih lama untuk mengalir
dalam buret dibandingkan dengan cairan gliserin,paraffin cair,
aquades,dan propilenglikol.
VI.2 Saran
a. Diharapkan untuk praktikum selanjutnya, lebih mengefektifkan
waktudan kekompakan dalam kelompk
b. Alat dan bahan dipersiapkan sebelum melakukan praktikum agar
praktikum lebih efektif.
c. Jumlah alat dalam laboratorium lebih di perbanyak jumlahnya agar
dapat mengefesiensikan waktu praktikum

Praktikum Ke-3
Fenomena Distribusi

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan

suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur,
serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu. Kelarutan suatu senyawa
bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung
pada temperatur, kekuatan ion, konstanta dielektrik, katalis, katalis asam basa
spesifik, cahaya energi dan untuk jumlah yang lebih kecil tergantung pada hal
terbaginya zat terlarut.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara
mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling bercampur.
Dengan percobaan ini, diharapkan dapat diketahui tentang fenomena distribusi
suatu obat jika terdapat dalam tubuh.
I.2

Prinsip Percobaan
Penentuan fenomena distribusi atau koefisien partisi dari asam borat dan

asam benzoat berdasarkan pada perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur yakni dalam minyak dan air.
I.3 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi suatu zat di
dalam dua pelarut yang saling tidak bercampur.
I.4 Tujuan Percobaan
Menentukan koefisien partisi asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air
serta dalam pelarut minyak kelapa yang tidak saling bercampur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat
terlarut dan pelarut, juga bergantung pada temperatur, kekuatan ion, konstanta
dielektrik, katalis, katalis asam basa spesifik, cahaya energi dan untuk jumlah
yang lebih kecil tergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Koefisien dalam fase
minyak dalam air merupakan ukuran sifat lipofilik dalam suatu molekul yang
merupakan sifat fase hidrofilik atau lipofilik. Koefisien dipertimbangkan dalam
pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien menggambarkan
pendistribusian obat ke dalam pelarut sistem dua fase, yaitu minyak dan air.
Apabila ditinjau dari suatu zat yang tidak bercampur dalam corong pisah
dalam sistem tersebut akan terjadi suatu keseimbangan sebagai suatu zat perlarut
dalam fase bawah (Air) dan zat terlarut dalam fase atas (Minyak). Ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu :
1. Temperatur
Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap
kenaikan suhu 10oC.
2. Kekuatan Ion
Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin
kecil.
3. Konstanta Dielektrik
Efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik
diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh
kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan
berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan
untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.

4. Katalisis
Katalisis dapat menurunkan laju - laju distribusi (Katalis negatif).
Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas dengan mengubah
mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.
5. Katalis Asam Basa Spesifik
Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau
basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung
konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi.
6. Cahaya Energi
Cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan
untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi
yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul molekul.

II.2 Uraian Bahan


a. Air suling (FI eds III, hal.96)
Nama resmi

: Aqua destillata

Nama lain

: Aquadest, air suling

Rumus molekul

: H2O

Berat molekul

: 18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan


tidak berasa

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai pelarut, media distribusi

b. Asam benzoat (FI eds III,hal.49)


Nama resmi

: Acidum bonzoicum

Nama lain

: Asam benzoat

Rumus molekul

: C7H6O2

Berat molekul

: 122,12

Pemerian

: Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak


berbau

Kelarutan

: Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam


kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P. Dalam 8
bagian kloroform P, dalam 3 bagian eter P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: Antiseptikum ekstern

Kegunaan

: Sebagai sampel

c. Asam borat (FI eds III,hal.49)


Nama resmi : Acidum boricum
Nama lain

: Asam borat

Rumus molekul

: H3BO3

Berat molekul

: 61,83

Pemerian

: Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap,


tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak asam dan
pahit kemudian manis

Kelarutan

: Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air


mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P dan
dalam 3 bagian gliserol P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: Antiseptikum ekstern

Kegunaan

: Sebagai sampel

Penetapan kadar

: 1 ml natrium hidroksida setara dengan 61,83 mg


H3BO3

OH

d. Fenolftalein (FI eds IV,hal.662)


Nama resmi

OH: Phenolphtalein

Nama lain

: Fenolftalein

O
Rumus
molekul

: C20H14O4 /318,00

Rumus bangun

Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah,


tidak berbau, stabil di udara

Kelarutan
agak

: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol,


sukar larut dalam eter

Perubahan warna: Tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali


lemah

dan memberikan warna merah dalam larutan

alkali

kuat

Range pH
Kegunaan

: 8,3 10,0
: Sebagai indicator

e. Minyak kelapa (FI eds III,thn.456)


Nama resmi

: Oleum cocos

Nama lain

: Minyak kelapa

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat, bau


khas tidak tengik.

Kelarutan

: Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat


mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai pelarut, media distribusi

f. Natrium hidroksida (FI eds III,hal 412)


Nama resmi

: Natrii hydroxidum

Nama lain

: Natrium hidroksida

Rumus molekul

: NaOH

Berat molekul

: 40,00

Pemerian

: Bentuk batang, butiran, massa hablur atau


keping, kering, keras, rapuh, putih, mudah
meleleh basah,

sangat alkalis dan korosif,

segera menyerap CO2.


Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol


(95 %) P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai larutan penitrasi

BAB III
METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan

a. Alat
Alat yang digunakan adalah Corong Pisah, Pipet Tetes, Buret,
Statif dan Klem, Botol Semprot, Timbangan Digital, Erlenmeyer dan
Gelas Ukur.
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah asam borat, asam benzoat ,
aluminium foil, indikator fenolftalein , minyak kelapa, Aquadest, NaOH
0,1 M dan Kertas Perkamen

III.2 Cara Kerja


a. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang Kristal NaOH 4 gram
3. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
4. Ditambahkan aquadest 100ml diaduk sampai homogen
5. Diambil 50ml dan dimasukkan ke dalam buret
b. Fenomena Distribusi
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang asam benzoat 100mg
c. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250ml
d. Dilarutkan dengan aquadest hingga 100ml
e. Diambil 25ml dari larutan tersebut
f. Dimasukkan ke dalam corong pisah
g. Ditambahkan minyak kelapa 25ml
h. Dikocok-kocok beberapa menit campuran dalam corong pisah
i. Didiamkan hingga 10-15 menit, hingga campuran memisah satu sama
lain, kemudian dibuka tutup corong pisah, di pisahkan air dari minyak
dengan menampung dalam Erlenmeyer
j. Ditambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes

k. Ditetesi dengan larutan NaOH 0,1M sampai terjadi perubahan warna


dari bening menjadi merah muda
l. Dilakukan perlakuan yang sama dalam fenomena asam borat.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Gambar 1. Tititk Akhir Titrasi Asam Benzoat

Gambar 2. Titik Akhir Titrasi Asam Borat

BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan untuk menentukan fenomena distribusi
asam benzoat dan asam borat dalam pelarut air serta dalam pelarut minyak kelapa
yang tidak saling bercampur dengan cara memperbandingkan persen kadar
minyak dengan persen kadar air. Pelarut yang digunakan adalah air dan minyak,
kedua pelarut ini tidak dapat larut satu sama lain dan sampel dapat larut dalam
kedua pelarut tersebut. Hal ini disebabkan karena pada minyak terdapat karbon
sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris sehingga tidak memiliki
momen dipol.
Pada percobaan ini digunakan dua sampel yaitu asam borat dan asam
benzoat. Mula-mula ditimbang asam benzoat dimasukkan kedalam erlenmeyer
kemudian dilarutkan dengan aquadest, dimasukkan kedalam corong pisah
ditambahkan minyak kelapa dikocok-kocok beberapa menit, kemudian didiamkan
selama 10-15 menit hingga campuran memisah satu sama lain. Dipisahkan fase air
dari fase minyak dengan menampung dalam erlenmeyer ditambahkan indikator
fenolftalein sebanyak 2 tetes kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1M dan
mengalami titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari warna
bening menjadi warna merah muda. Dilakukan perlakuan yang sama dalam
fenomena asam borat, namun pada percobaan ini asam borat terjadi kesalahan,
alat yang digunakan telah terkontaminasi oleh larutan lain sehingga mengalami
perubahan warna sebelum dititrasi dengan NaOH.

BAB VI
PENUTUP

VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Asam benzoat yang di titrasi dengan NaOH mengalami perubahan
warna bening menjadi warna merah muda
b. Asam borat yang di titrasi dengan NaOH mengalami perubahan
warna bening menjadi warna merah muda.

VI.2 Saran
a. Untuk Laboratorium
Praktikan sangat mengharapkan agar alat-alat praktikum segera di
lengkapi, agar dapat memudahkan dalam kelancaran praktikum.
b. Untuk Asisten
Dalam memberikan arahan ke pada praktikan sudah baik sehingga
praktikum dapat berjalan lancar.

Praktikum Ke-4
Emulsifikasi

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri
dari paling sedikit dua fase sebagai globul-globuldalam fase cair lainnya. Sistem
ini biasanya distabilkan dengan menggunakan emulgator. Apabila menggunakan
surfaktan sebagai suatu emulgator dapat pula terjadi emulsi dengan sistem
kompleks. Sistem ini merupakan jenis emulsi minyak-air atau sebaliknya.
Dalam pembuatan suatu emulsi,pemilihan emulgator merupakan faktor yang
penting untuk diperhatikan karena mutu dari kestabilan emulsi bnyak dipengaruhi
oleh emulgator yang digunakan. Bila dihubungkan dengan bidang farmasi,
ternyata banyak sediaan obat di pasaran dalam bentuk emulsi. Untuk itu kiranya
perlu adanya pengetahuan yang mendasar mengenai emulsi tersebut.

I.2Prinsip Percobaan
Pembutan emulsi dengan emulgator 5% dengan HLB butuh 5,6,9 dan
emulgator 3% dengan HLB btuh 6,8,10. Kestabilan suatu emulsi nilai HLB butuh
yang bervariasi yang didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi tersebut
misalnya perubahan volume, perubahan warna dan pemisahan fase terdispersi dan
pendispersi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi yang dipaksakan.

1.3 Maksud Percobaan


Mengetahui dan memahami hal-hal yang berperan dalam pembuatan dan
kestabilan dari suatu emulsi

I.4 Tujuan Percobaan


a.

Menghitung

jumlah

emulgator

b.
c.
d.

digunakan dalam pembuatan emulsi


Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan
Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
Menentukan HLB butuh yang digunakan dalam pembuatan
emulsi

BAB II

golongan

surfaktan

yang

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak
saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam
campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri
diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu
ditambahkan kedalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup
untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan
diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu.
Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan
bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu
gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang
bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai
sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air
dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan
pelaruit yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan
pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang
mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk
zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu :
1. Temperatur
Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan
suhu 10oC.
2. Kekuatan Ion
Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin
kecil.

3. Konstanta Dielektrik

Efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik


diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan
ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka
laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang
muatannya sama maka laju distribusinya negatif.
4. Katalisis
Katalisis dapat menurunkan laju - laju distribusi (Katalis negatif).
Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas dengan mengubah
mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.
5. Katalis Asam Basa Spesifik
Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa.
Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion
hidrogen atau hidroksi.
6. Cahaya Energi
Cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan
untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi
yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul molekul

II.2 Uraian Bahan

a. Air suling (FI eds III, hal.96)


NR/NL

: Aqua Destillata/ Air Suling

RM/BM

: H2O/18,02

Pemerian

: Cairan

Penyimpanan

jernih,

tidak

berwarna

,tidak

berbauh,dan tidak mempunyai rasa


: Dalam wadah tertutup baik

b. Asam benzoat (FI eds III,hal.49)


Nama resmi

: Acidum bonzoicum

Nama lain

: Asam benzoat

Rumus molekul

: C7H6O2

Berat molekul

: 122,12

Pemerian

: Hablur halus dan ringan, tidak berwarna,


tidak

Kelarutan

berbau

: Larut dalam kurang lebih 350 bagian air,


dalam kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P.
Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3 bagian
eter P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: Antiseptikum ekstern

Kegunaan

: Sebagai sampel

c. Asam borat (FI eds III,hal.49)


Nama resmi

: Acidum boricum

Nama lain

: Asam borat

Rumus molekul

: H3BO3

Berat molekul

: 61,83

Pemerian

: Hablur, serbuk hablur putih atau sisik


mengkilap, tidak berwarna, tidak berbau, rasa
agak asam dan pahit kemudian manis

Kelarutan

: Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air


mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P
dan dalam 3 bagian gliserol P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: Antiseptikum ekstern

Kegunaan

: Sebagai sampel

Penetapan kadar

: 1 ml natrium hidroksida setara dengan 61,83


mg H3BO3

d. Fenolftalein (FI eds IV,hal.662)


Nama resmi

: Phenolphtalein

Nama lain

: Fenolftalein

Rumus molekul

: C20H14O4 /318,00

OH
OH

Rumus bangun

Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

lemah, tidak berbau, stabil di udara


Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam


etanol, agak sukar larut dalam eter

Perubahan warna

: Tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali


lemah dan memberikan warna merah dalam
larutan alkali kuat

Range pH

: 8,3 10,0

Kegunaan

: Sebagai indicator

e. Minyak kelapa (FI eds III,thn.456)


Nama resmi

: Oleum cocos

Nama lain

: Minyak kelapa

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat,


bau

Kelarutan

khas tidak tengik.

: Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat


mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai pelarut, media distribusi

f. Natrium hidroksida (FI eds III,hal 412)


NR/NL
RM/BM
Pemerian

: Natrii Hydroxycum/ Natrium hidroksida


: NaOH/40,00
: Bentuk batang butiran 1 massa hablur atau

kering

keras

rapuh

dan

menunjukkan

susunan hablur putih mudah meleleh basa


sangat alkali dan koratif sukar menyerap
Kelarutan

karbondioksida.
: Sangat mudah larut dalam air dan dalam

Penyimpanan

etanol
95%P
: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: zat tambahan

BAB III
METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan


a. Alat
Alat yang digunakan adalahCorong Pisah, Timbangan Digital, Pipet
Tetes, Erlenmeyer, Buret, Gelas Ukur, Statif dan Klem,dan Botol Semprot.
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah asam borat, asam benzoat, aluminium
foil, kertas perkamen, indikator fenoftalein, minyak kelapa, NaOH O,1 %

III.2 Cara Kerja


III.2.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Disiapkan alat dan bahan


Ditimbang asam benzoat 100mg
Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250ml
Dilarutkan dengan aquadest hingga 100ml
Diambil 25ml dari larutan tersebut
Dimasukkan ke dalam corong pisah
Ditambahkan minyak kelapa 25ml
Dikocok-kocok beberapa menit campuran dalam corong pisah
Didiamkan hingga 10-15 menit, hingga campuran memisah satu sama
lain, kemudian dibuka tutup corong pisah, di pisahkan air dari minyak

dengan menampung dalam Erlenmeyer


j. Ditambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes
k. Ditetesi dengan larutan NaOH 0,1M sampai terjadi perubahan warna
dari bening menjadi merah muda
l. Dilakukan perlakuan yang sama dalam fenomena asam borat.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Gambar 1. Tititk Akhir Titrasi Asam Benzoat

Gambar 2. Titik Akhir Titrasi Asam Borat

BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan untuk menentukan fenomena distribusi
asam benzoat dan asam borat dalam pelarut air serta dalam pelarut minyak kelapa
yang tidak saling bercampur dengan cara memperbandingkan persen kadar
minyak dengan persen kadar air. Pelarut yang digunakan adalah air dan minyak,
kedua pelarut ini tidak dapat larut satu sama lain dan sampel dapat larut dalam
kedua pelarut tersebut. Hal ini disebabkan karena pada minyak terdapat karbon
sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris sehingga tidak memiliki
momen dipol.
Pada percobaan ini digunakan dua sampel yaitu asam borat dan asam
benzoat. Mula-mula ditimbang asam benzoat dimasukkan kedalam erlenmeyer
kemudian dilarutkan dengan aquadest, dimasukkan kedalam corong pisah
ditambAahkan minyak kelapa dikocok-kocok beberapa menit, kemudian
didiamkan selama 10-15 menit hingga campuran memisah satu sama lain.
Dipisahkan fase air dari fase minyak dengan menampung dalam erlenmeyer
ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes kemudian dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1M dan mengalami titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna dari warna bening menjadi warna merah muda. Dilakukan
perlakuan yang sama dalam fenomena asam borat, namun pada percobaan ini
asam borat terjadi kesalahan, alat yang digunakan telah terkontaminasi oleh
larutan lain sehingga mengalami perubahan warna sebelum dititrasi dengan
NaOH.

BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Asam benzoat yang di titrasi dengan NaOH mengalami
perubahan warna bening menjadi warna merah muda
b. Asam borat yang di titrasi dengan NaOH mengalami perubahan
warna bening menjadi warna merah muda.
VI.2 Saran
a. Untuk Laboratorium
Praktikan sangat mengharapkan agar alat-alat praktikum segera di
lengkapi, agar dapat memudahkan dalam kelancaran praktikum.
b. Untuk Asisten
Dalam memberikan arahan ke pada praktikan sudah baik sehingga
praktikum dapat berjalan lancar.

Praktikum Ke-5
PH dan Dapar

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Suatu larutan yang dapat mempertahankan nilai pH dengan penambahan
sedikit asam, basa, dan pengenceran oleh air di sebut larutan penyangga (buffer).
Larutan penyangga dapat dibuat dari campuran asam lemah dan basa
konjugasinya serta basa lemah dan asam konjugasinya. Larutan penyangga dapat
pula dibuat dari capuran asam atau basa kuat dengan basa atau asam lemah,
dengan ketentuan jumlah asam tau basa lemahnya harus lebih besar dari basa atau
asam kuatnya.
Ada beberapa fungsi dari larutan penyangga, salah satunya dalam bidang
kesehatan. Dalam bidang farmasi (obat-obatan), banyak zat aktif yang harus
berada dalam keadaan pH stabil. Perubahan pH akan menyebabkan khasiat zat
aktif tersebut berkurang atau hilang sama sekali.Untuk obat suntik atau obat tetes
mata, pH obat-obatan tersebut harus disesuaikan dengan pH cairan tubuh. Obat
tetes mata harus memiliki pH yang sesuai dengan pH air mata agar tidak
menimbulkan iritasi yang mengakibatkan rasa perih pada mata. Begitu juga obat
suntik harus disesuaikan dengan pH darah agar tidak menimbulkan alkalosis atau
asidosis pada darah.
Oleh karena itu, dilakukanlah percobaan pH dan larutan buffer agar sebagai
mahasiswa farmasi kita dapat mengetahui dan menerapkan prinsip pH dan larutan
buffer ini dalam pembuatan sedian-sedian farmasi, pembuatan obat, dan lain-lain.
Serta percobaan ini sebagai dasar untuk percobaan-percobaan selanjutnya.

1.2 Prinsip percobaan


Penentuan pH

asam basa dan suatu sampel asam sitrat dan natrium

bikarbonat dengan menggunakan kertas lakmus dengan indikator universal. Serta


memahami sistem kerja buffer sitrat/asam sitrat dan natrium bikarbonat setelah
ditambahkan asam/basa lalu diukur perubahan pH denag menggunakan indikator
universal.
1.3 Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami cara kerja pengukuran pH dan kerja sistem
larutan buffer

1.4 Tujuan percobaan


a. Mengetahui berbagai metode penentuan pH
b. Mengetahui keasaman atau kebasahan suatu larutan sampel dengan
mengguakan metide pengukuran pH tertentu
c. Memahami cara kerja dari sistem buffer

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
1. Asam-Basa

Asam dan basa adalah sifat kimia suatu zat yang sangat penting
untuk diketahui. Ada tiga teori dasar mengenai asam dan basa, yaitu :
a. Arrhenius (1888)
Asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi
menghasilkan ion H+.

HCl H+(aq) + Cl (aq)

Basa adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terioniasi


menghasilkan ion OH-.

NaOH Na+ + OH-

b. Bronsted dan Lowry


Asam adalah baik ion atau molekul yang dapat memberikan (H +)
proton kepada basa atau disebut akseptor proton. Proton adalah inti
atom H yang tidak mempunyai elektron.
HCl + NH NH ++ Cl3

c. Lewis (1923)
Asam adalah suatu spesies yang dapat menerima pasangan
elektron bebas (akseptor elektron) dalam reaksi kimia. Basa adalah
suatu spesies yang dapat memberi pasangan elektron (donor
pasangan elektron).

AlCl3 + :PCl3 Cl3Al PCl3


Asam

basa

(Tim dosen kimia, 2003: 1)


Berikut beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan
asam atau basa serta pH suatu larutan.
a. Kertas lakmus
Ada dua macam kertas lakmus yang biasa digunakan untuk
mengenali senyawa asam atau basa, yaitu kertas lakmus merah dan
lakumus biru. Kertas lakmus biru berubah menjadi merah jika
bereaksi dengan senyawa asam, sedangkan kertas lakmus merah
berubah menjadi biru jika bereaksi dengan senyawa basa.
b. Indikator Universal
Indikator universal adalah suatu zat yang warnanya berbedabeda sesuai dengan konsentrasi ion hidrogen (Svehla, 1999: 56).

c. pH meter
pH meter adalah suatu voltmeter elektronik dengan resistant input
yang tinggi. pH meter merupakan alat untuk mengukur pH suatu
larutan dengan tingkat ketelitian yang tinggi (Sastrohamidjojo, 2008:
201).
pH adalah suatu bilangan yang menyatakan keasaman atau kebasaan
suatu zat yang larut dalam air (Dirjen POM, 1979 : 756).
2. Larutan Penyangga
a. Pengertian Larutan Penyangga
Suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar
ketika ion-ion hidrogen atau hidroksida ditambahkan, atau ketika
larutan

itu

diencerkan,

disebut

larutan

penyangga(Day

dan

Underwood, 2001: 148). Larutan penyangga adalah suatu larutan yang


bila ditambah sedikit asam, basa, atau air tidak mengubah pH secara
berarti (syukri, 1999: 418). Larutan buffer didefinisikan sebagai
campuran asam lemah dengan basa konjugasinya atau basa lemah
dengan asam konjugasinya (Achmad, 1996: 152). Larutan buffer
adalah larutan yang menunjukkan ketahanan tertentu baik terhadap
asam maupun basa (Svehla, 1999:52)
Larutan buffer adalah larutan yang memiliki kemampuan untuk
mempertahankan pH-nya pada penambahan asam, ataupun basa (Tim
Dosen Kimia, 2003: 9). Suatu larutan yang bertahan terhadap
perubahan pH, bila suatu asam atau basa ditambahka atau bila larutan
diencerkan disebut larutan dapar (penyangga) (Day dan Underwood,
1981: 149)

II.2 Uraian Bahan


a. Asam sitrat

NR/NL

: ACIDUM CITRUM/Asam sitrat

RM/BM

: C6H8.7H20/210,14

Pemerian

: Hablur tidak berwarna atau serbuk putih,rasa


asam kuat,agak higroskopis,merapuh dalam
udara kering dan panas.

Kelarutan

: Larut dalam kurang dari 1 bagian air dalam


1,5 bagianetanol (95%) p, sukar larut dalam
eter p.

Penyimpanan

: dalam wadah tertutup baik

b. Aquades (Dirjen POM, 1979: 96)


NR/NL

: Aqua Destillata/ Air Suling

RM/BM

: H2O/18,02

Pemerian

: Cairan

Penyimpanan

berbauh,dan tidak mempunyai rasa


: Dalam wadah tertutup baik

jernih,

tidak

berwarna

,tidak

c. NaOH CO3 (FI III: 424)


NR/NL
RM/BM

: NATRIISUBCARBONAS/Natruim
bikarbonat
: NaHCO3/84,01

Kelarutan

: serbuk putih atau hablur momoklin kecil,


buram.
: Larut dalam II bagian air, praktis tidak larut

Penyimpanan

dalam etanol (95%)


: dalam wadah tertutup baik

Pemerian

BAB III
METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan


a. Alat
Alat yang digunakan adalah Beaker glass, Batang pengaduk,
Timbangan analitik, Kertas perkamen, Kertas lakmus dan Indikator
universal.
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah Aquadest, Asam sitrat dan Natrium
bikarbonat.

III.1.3 Cara kerja


1. Ditimbang asam sitrat sebanyak 4,2 gram lalu dilarutkan dalam 200 ml
aquadest
2. Ditimbang natrium bikarbonat sebanyak 5,9 gram lalu dilarutkan
dalam 200 ml aquadest
3. Diambil larutan asam sitrat sebanyak 46,5 ml dimasukkan ke dalam
gelas beaker yang kosong( bersih), kemudian ditambahkan larutan
natrium bikarbonat sebanyak 3,5 ml
4. Diaduk campuran ke dua larutan asam sitrat + Natrium bikarbonat
hingga homogen
5. Diukur pH larutan dapar tersebit dengan mencelupkan kertas lakmus
kedalam larutan dapar dan ditentukan pH-nya dengan menggunakan
idikator universal

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Gambar
a. Gambar kelompok I

keterangan : pH larutan buffer = 4, menandakan larutan tersebut bersifat basa

b.Gambar kelompok II

keterangan : pH larutan buffer = 6,5 menandakan larutan tersebut bersifat basa

c. Gambar kelompok III

Keterangan gambar : pH larutan buffer : antara 8 dan 9 menandakan


larutan bersifat basa
d.Gambar kelompok IV

keterangan : pH larutan buffer = 3,5 menandakan larutan tersebut bersifat


basa

IV.2 Perhitungan
1.

Kelompok I
a. Larutan asam sitrat : 21,01 gram dalam 1000 ml aquadest
Larutan asam sitrat : 4,2 gram dalam 200 ml aquadest
b. Larutan Na.Bikarbonat : 29,41dalam 1000 ml aquadest
Larutan Na.Bikarbonat : 5,9 gram dalam 200 ml aquadest
X Larutan = stok A(x) + Larutan stok B(y) = pH 6
3,3 +
17
= pH 4

2. Kelompok II
a. Larutan asam sitrat : 21,01 gram dalam 1000 ml aquadest
Larutan asam sitrat : 4,2 gram dalam 200 ml aquadest
b. Larutan Na.Bikarbonat : 29,41dalam 1000 ml aquadest
Larutan Na.Bikarbonat : 5,9 gram dalam 200 ml aquadest
X Larutan = stok A(x) + Larutan stok B(y) = pH 6
9,6 +
4,5
= pH 6

3. Kelompok III
a. Larutan asam sitrat : 21,01 gram dalam 1000 ml aquadest
Larutan asam sitrat : 4,2 gram dalam 200 ml aquadest
b. Larutan Na.Bikarbonat : 29,41dalam 1000 ml aquadest
Larutan Na.Bikarbonat : 5,9 gram dalam 200 ml aquadest
X Larutan = stok A(x) + Larutan stok B(y) = pH 6
8
+
35
= pH antara 8 dan 9

4. Kelompok IV
a. Larutan asam sitrat : 21,01 gram dalam 1000 ml aquadest
Larutan asam sitrat : 4,2 gram dalam 200 ml aquadest
b. Larutan Na.Bikarbonat : 29,41dalam 1000 ml aquadest
Larutan Na.Bikarbonat : 5,9 gram dalam 200 ml aquadest
X Larutan = stok A(x) + Larutan stok B(y) = pH 6
46,5
+
3,5
= pH 3

BAB V
PEMBAHASAN
Percobaaan ini bertujuan untuk mengetahui berbagai metode penentuan
pH, menentukan keasaman dan kebasaan suatu larutan sampel dengan
menggunakan metode pengukuran pH tertentu serta memahami cara kerja dari
sistem buffer. Dapar adalah campuran senyawa yang mendapatkan perubahan pH
terhadap penambaham sedikit asam atau basa.
Adapun cara kerja dalam percobaan ini yaitu yang pertama untuk
menentukan nilai pH dengan disiapkan alat dan bahan yang akan dibuat,
ditimbang asam sitrat sebanyak 4,2 gram lalu dilarutkan dalam 200 ml aquadest,
ditimbang natrium bikarbonat sebanyak 5,9 gram lalu dilarutkan dalam 200 ml
aquadest, kemudian diambil larutan asam sitrat sebanyak 46,5 ml lalu dimasukan
ke dalam gelas beaker yang bersih,kemudian ditambahkan larutan bikarbonat
sebanyak 3,5 ml, larutan dapar tersebut diaduk hingga homogen, selanjutnya
diukur larutan dapar tersebut dengan mencelupkan kertas lakmus ke dalam larutan
tersebut dan ditentukan pH dengan menggunakan indikator universal.
Dari hasil percobaan larutan buffer diperoleh hasil bahwa pH asam
sitrat+natrium bikarbonat yaitu hasil yang diperoleh dari percobaan tidak sesuai
dengan literatur, karena berdasarkan hasil perhitungan, untuk ph=6 maka didapat
hasil X( asam sitrat) Yaitu 8 ml yang kemudian ditambahkan larutan Y(natrium
bikarbonat) yaitu 35 ml.
Adapun faktor kesalahan yaitu terlalu banyak natrium bikarbonat sehingga
menghasilkan antara pH 8 dan pH 9.

BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Dalam percobaan ini, larutan buffer diukur phnya dengan menggunakan
indikator universal
VI.2 Saran
a. Untuk laboratorium
Diharapkan agar kekompakan pada praktikum diperhatikan agar dalam
melakukan percobaan tidak ada kesulitan atau hambatan yang dapat
dihadapi
b. Untuk praktikum
Diharapkan lebih memperhatikan pada saat asistensi menjelaskan agar
tidak lagi kebingungan dalam melakukan percobaan

Praktikum Ke-6
KINETIKA REAKSI

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang
proses yang berhubungan dengan kecepatan atau laju suatu reaksi dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Kecepatan reaksi ditentukan oleh kecepatan
terbentuknya zat hasil dan kecepatan pengurangan reaktan. Suatu reaksi kimia
dapat berlangsung dengan laju reaksi yang berbeda-beda. Reaksi dapat
berlangsung dengan cepat maupun berlangsung dengan lambat.
Dalam industri, suatu reaksi perlu dikondisikan sedemikian rupa sehingga
produknya dapat diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin. Oleh karena itu,
dengan mempelajari kinetika reaksi seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi laju
suatu reaksi dapat dikendalikan sehingga lebih hemat dan efisien. Berkaitan
dengan hal itu, dalam materi kinetika reaksi ini akan dipelajari tentang laju reaksi,
orde reaksi, tetapan kecepatan reaksi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju
pada suatu rekasi kimia.
Mempelajari kinetika reaksi berhubungan juga dengan proses-proses yang
dilakukan oleh seorang farmasi. Peranan reaksi kimia dalam bidang farmasi
sangat besar. Dengan mempelajari reaksi kimia maka seorang farmasi dapat
memperkirakan kapan suatu obat kadaluarsa, mengetahui kecepatan suatu obat
berekasi dalam tubuh, serta berperan dalam proses suatu pembuatan obat. Oleh
karena itu, percobaan kali ini dilakukan percobaan kinetika reaksi.
I.2 Prinsip percobaan
Mengetahui suatu larutan jiks ditambahkan zat lain akan menghasilkan
produk baru dengan menggunakan larutan setosal (aspilet) yang dilarutkan dengan
Natrium sitrat dan dititrasi dengan menggunakan larutan baku NaOH 0,1 N.
I.3 Maksud percobaan
Memahami bahwa suatu larutan jika ditambahkan zat lain akan
menghasilkan produk baru.
1.4 Tujuan percobaan

Mengetahui dan memahami kinetika reaksi suatu larutan jika ditambahkan


za lain akan menghasilkan produk baru dengan suhu yang sama da waktu yang
berbeda.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori umum
Kinetika kimia merupakan bagian ilmu kimia fisika yang mempelajari
lajureaksi

kimia,

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya

serta

penjelasan

hubungannyaterhadap mekanisme reaksi. Kinetika kimia disebut juga dinamika


kimia, karenaadanya gerakan molekul, elemen atau ion dalam mekanisme reaksi
dan laju reaksisebagai fungsi waktu. Mekanisme reaksi adalah serangkaian tahap
reaksi yang terjadisecara berurutan selama proses perubahan reaktan menjadi
produk.Mekanisme reaksidapat diramalkan dengan bantuan pengamatan dan
pengukuran besarantermodinamika suatu reaksi, dengan mengamati arah jalannya
reaktan maupunproduk suatu system.
Ada beberapa reaksi yang laju reaksinya tidak bergantung pada
konsentrasipereaksinya,

misalnya

reaksi

fotosintesis

dan

reaksi-

reaksi

permukaan. Reaksi semacam ini dikatakan berorde reaksi nol. Contoh reaksi yang
berorde nol misalnyapenguraian amoniak pada permukaan katalis wolfram
(Endang, 2007).
Beberapa prinsip dan proses laju dalam bidang kefarmasian antara lain ;
(1)kestabilan dan tak tercampurkan proses laju umumnya adalah sesuatu yang
yangmenyebabkan ketidakaktifan obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia
yangkurang diinginkan dari obat tersebut;
(2) Disolusi, disini diperhatikan terutamakecepatan berubahnya obat dalam
bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutanmolekular;
(3) proses absorbsi, distribusi, eliminasi beberapa proses ini
berkaitandengan laju absorbsi obat kedalam tubuh, laju distribusi obat dalam
tubuh dan lajupengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai factor,
sepertimetabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalurjalurpelepasan;

(4) kerja obat pada tingkat molecular obat dapat dibuat dalam bentuk
yangtepat dengan menganggap timbulnya respons dari obat merupakan suatu
proses laju(Martin, 1993).
Para pembuat obat harus tahu waktu paruh obat. Waktu paruh suatu obat
dapatmemberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya
obat

ataukecepatan

degregasi

kimiawinya.

Panas,

asam-basa,alkali-

alkali,oksigen.Cahaya,dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat.


Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian
spesies atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan
dalam tabung reaksi.Keceptan dekomposisi obat ditujukan oleh kecepatan
perubahan konsentrasi mula-mula satu atau lebih reaktan dan ini dinyatakan
dengan tetapan kecepatan reaksi K, yang untuk orde satu dinyatakan sebagai
harga resiprok dari detik, menit, atau jam. Dalam suatu reaksi kecepatan
terurainya suatu zat padat mengikuti reaksi orde nol, orde I ataupun orde II.
Untuk menentukan kecepatan dekomposisi suatu zat/obat,digunakan
metodeelevated,

yaitu

terurainya

zat/obat

tersebut

dipercepat

dengan

memanaskannya padatemperature yang lebih tinggi. Log K versus 1/T dinyatakan


dalam grafik denganmenentukan persamaan garis regresi linear akan didapatkan
harga k pada temperatur kamar untuk menentukan waktu kadaluarsa obat. Metode
ini dikenal sebgaai studistabilitas dipercepat (Anonim, 2012).
Prinsip yang mendasari semua ilmu kinetika adalah hukum aksi. Hukum
inimenyatakan bahwa reaksi kimia yaitu kecepatan reaksi sebanding dengan masa
aktif senyawa yang bereaksi. Dalam praktiknya, laju suatu reaksi kimia hanya
bergantungpada beberapa konsentrasi dan jumlah perpangkatan konsentrasi ini
diistilahkandengan orde reaksi. Hal ini dikarenakan reaksi kimia terjadi dalam
beberapa tahapdan laju keseluruhan reaksi sering ditentukan oleh laju tahap yang
paling lambat (Donald, 2003).
Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu :

1. Metode

Subtitusi.Data

yang

terkumpul

dari

hasil

pengamatan

jalannyasuatu reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari


persamaan berbagai orde reaksi.Jika persamaan itu menghasilkan harga k
yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi
dianggap berjalan sesuai dengan orde tesebut.
2. Metode Grafik. Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan
untuk mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t
dandidapatkan garis lurus, reaksi adalah reaksi nol. Reaksi dikatakan
ordepertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus.
3. Metode waktu paruh. Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding
dengan

konsentrasi

awal.Waktu

paruh

reaksi

orde-pertama

tidkabergantung pada konsentrasi awal, waktu paruh untuk reaksi orde


kedua,dimana a=b=c,sebanding dengan 1/a2. Umumnya hubungan antara
hasildi

atas

memperlihatkan

bahwa

waktu

paruh

suaut

reaksi

dengankonsentrasi seluruh reaktan sama (Martin, et all., 1993).


Pengaruh Suhu Terhadap Harga k, semakin tinggi suhu maka semakin
tinggiharga k yang diperoleh, hal ini sesuai dengan persamaan Arrchenius :
k = A e(-Ea/RT)
dimana :
T = Suhu absolut ( C)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol K)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan
k = konstanta kinetika reaksi
Dari persamaan diatas di dapat k ( konstanta kinetika reaksi ) berbanding
lurus dengan suhu ( T ).Semakin lama waktu reaksi maka harga k semakin
berkurang,

halini

menunjukkan

reaksi

dalam

kondisi

mendekati

kesetimbangan.Pengaruh Penambahan Katalis Terhadap Harga k Dari tabel diatas


menunjukkan semakinbanyak katalis yang digunakan maka harga k yang

diperoleh

semakin

besar,

hal

inimenunjukkan

bahwa

jumlah

katalis

mempengaruhi terbentuknya metal ester. Sesuaidengan mekanisme reaksi


esterifikasi dengan katalis asam.Semakin banyak H+ (katalis ) semakin cepat
reaksi dapat di arahkan ke produk (Sari, 2010).
Dengan naiknya suhu pereaksi, maka suplai enenrgi untuk mengaktifkan
pereaksi dan tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi juga
akanbertambah, sehingga produk yang dihasillkan menjadi lebih banyak.Nilai
konstantakecepatan reaksi (K) naik dengan kenaikan suhu reaksi.Hal ini sesuai
dengan teoriArrhenius dan pernyataan Westerterp (1984), bahwa kenaikan suhu
akan menaikannilai konstanta kecepatan reaksi (Khairat, 2003).Peningkatan suhu
reaksi, mempercepat kenaikan konsentrasi ALB(CD),memperbesar penurunan
konsentrasi A(CA), atau dengan kata lain menaikan konversi (XA).Hal ini
disebabkan karena dengan naiknya suhu reaksi, maka suplaienergi untuk
mengaktifkan pereaksi dan tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkanreaksi
juga akan bertambah, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih
banyak.Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) naik dengan kenaikan suhu reaksi
(rata-rata kenaikannya 2 kali dari nilai awal), hal ini sesuai dengan teori
Arrhenius danpernyataan Westerterp (1984), bahwa kenaikan suhu akan menaikan
nilai konstantakecepatan reaksi, di mana kenaikan 10C suhu reaksi menaikan
konstanta kecepatanreaksi sebanyak 2 kali dari nilai awal (Khairat, 2003).

II.2. Uraian bahan

a. Asetosal (FI Edisi III:43)


NR / NL

: ACIDUM ACETYLSALICYUCUM / Asam


Asetilsalisilat

RM /BM

: C9H8O4/ 180,16

Pemerian

: Hablur tidak berwarna atau serbuk halus


putih tidak berbau atau hampir tidak berbau
rasa asam.

Kelarutan

: agak sukar larut dalam air, mudah larut


dalam etanol (95 %) p larut dalam kloroform
p dan dalam eter p.

Penyimpanan

: dalam wadah tertutup baik.

Khasiat

: analgetika,antipirektikum

b. Natrium Sitrat (FI Edisi III : 406)


NR/NL

: NATRII CITRAS

RM/BM

: C6H5NO3O7.2H2O/ 294,10

Pemerian

: hablur tidk berwarna atau serbuk halus putih

Kelarutan

: mudah larut dalam air,sangat mudah larut


dalam air mendidih,praktis tidak larut dalam
etanol (95%)p.

Penyimpanan

: dalam wadah tertutup baik

Khasiat

antikoagulan

c. Aquadest (FI Edisi III : 96)


NR/NL

: Aqua Destillata/ Air Suling

RM/BM

: H2O/18,02

Pemerian

: Cairan

jernih,

tidak

berwarna

berbauh,dan tidak mempunyai rasa

,tidak

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

d. NaOH (FI Edisi III : 412)


NR/NL
RM/BM
Pemerian

: Natrii Hydroxycum/ Natrium hidroksida


: NaOH/40,00
: Bentuk batang butiran 1 massa hablur atau
kering

keras

rapuh

dan

menunjukkan

susunan hablur putih mudah meleleh basa


sangat alkali dan koratif sukar menyerap
Kelarutan

karbondioksida.
: Sangat mudah larut dalam air dan dalam

Penyimpanan

etanol
95%P
: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: zat tambahan

BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
a. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu mortir dan stamper,gelas
ukur,Erlenmeyer,timbangan digital,oven,vial,buret,statif,aluminium
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu Natrium sitrat,quadest,larutan
NaOH 0,1 N, Asetosal,Indikator fenoftalein
III.2 Cara kerja
a. Pembuatan larutan baku NaOH 01 N
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil larutan NaOH 20% sebanyak 100 ml diadkan dengan
aquadest 500 ml
3. Ditimbang asam oksalat 0,5 gram dilarutkan dengan aquadest
sampai 100 ml sampai larut
4. Dibilas buret dengan aquadest yang akan dipakai lalu buret
dipasang kemudian diisi larutan NaOH kedalam buret sampai batas
50 ml
5. Dimasukkan 25 ml larutan asam oksalat kedalam Erlenmeyer
ditambahkan indikator fenoftalein 2-3 tetes
6. Larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH dari buret sampai
terbentuk warna merah muda
7. Dicacat volume NaOH yang digunakan
8. Dilakukan standarisasi sebanyak 3 kali

b. Pembuatan asetosal
1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang 3 gram Natrium sitrat dibuat larutan jenuh dalam air


hangat kemudian didinginkan
3. Ditimbang asetosal 2,5 gram / tablet aspilet sebanyak 31,25
tablet,kemudian dilarutkan dengan larutan Natrium sitrat dilarutkan
sedikit demi sedikit diadkan sampai 50 ml
4. Disiapkan 3 botol vial,dituang larutan kedalam botol vial masingmasing 10 ml ditutup dengan aluminium foil
5. Dipanaskan kedalam oven dengan suhu 70oC masing-masing
dengan waktu berbeda yakni vial pertama 60 menit,vial II 120
menit,dan vial III 180 menit
6. Setelah pemanasan pertama (60 menit) vial pertama dikeluarkan
dan didinginkan
7. Setelah vial dingan larutan dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan
ditetesi dengan indikator fenoftalein 2- 3 tetes
8. Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi TAT dengan
ditandai perubahan warna dari warna kuning menjadi merah muda
9. Dihitung volume titrasi

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1.Gambar

Kelompok I
Gambar I

Ket:
Waktu
: 60 menit
Suhu : 50
Volumw titrasi:3 ml
Gambar II

Ket: Waktu : 60 menit


Suhu: 700C
Volume titrasi: 3,5 ml
C. Gambar III

Ket: Waktu : 60 menit


Suhu: 800C
Volume titrasi: 5 ml

Kelompok III
Gambar 1.

Ket: Waktu : (60 menit)


Suhu: 700C
Volume titrasi: 4,5 ml

Gambar 2.

waktu : 120 menit


Suhu: 700C
Volume titrasi: 4 ml
Gambar 3.

Waktu

: 180 menit

Suhu

: 700C

Volume titrasi : 4 ml

Kelompok IV

Gambar I.

waktu

: 60 menit

Suhu

: 700C

Volume titrasi: 4,5 ml


Gambar II

Waktu

: ( 120 menit )

Suhu

: 700C

Volume titrasi : 4 ml

Gambar III

Waktu

: 70 menit

Suhu

: 700C

Volume titrasi : 4 ml

IV.1Tabel pengamatan
No.

Vial

Suhu

Waku

Volume

Keterangan

titrasi
1.

700C

60 menit

4,5 ml

Terjadi perubahan
warna

2.

II

700C

III

120

4 ml

menit
3.

70 C

180
menit

IV.2 Perhitungan
1) Kelompok 1

Terjadi perubahan
warna

4 ml

Terjadi perubahan
warna

Vial I (waktu 60 menit)


x=

massa
Bm

2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
= (8 x 0,1) 0,01
= 0,8 0,01
= 0,78
a. Vial I (waktu 60 menit)
massa
x=
Bm
2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
= (6,25 x 0,1) 0,01
= 0,615
b. Vial I (waktu 60 menit)
massa
x=
Bm
2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
= (3,5 x 0,1) 0,01
= 0,35 0,01
= 0,34
Kelompok 2
Vial I (waktu 60 menit)
x=

massa
Bm

2,5
= 180,16

= 0,01
y = mmol NaOH x
y
a. Vial II(waktu 120 menit)
massa
x=
Bm
2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
b. Vial III(waktu 180 menit)
massa
x=
Bm
2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
1. Kelompok 3
Vial I (waktu 60 menit)
x=

massa
Bm

2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
y = (3,5 x 0,1) 0,013
= 0,35 0,013
= 0.337
Vial II (waktu 120 menit)
massa
x=
Bm
2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
y = (20 x 0,1) 0,013

y = 1,2
Vial III(waktu 180 menit)
massa
x=
Bm
2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
y = (0,04 x 0,1) - 0,013
y = 0,04 0,013
y = 0,027
Kelompok IV
Vial III(waktu 60 menit)
x=

massa
Bm

2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
=(4,5 x 0.1) 0,01
= 0,45 0,01
= 0,44
Vial III(waktu 120 menit)
x=

massa
Bm

2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
=(4 x 0,1) 0,1
= 0,4 0,1
= 0,3
Vial III(waktu 180 menit)

x=

massa
Bm

2,5
= 180,16
= 0,01
y = mmol NaOH x
= (4 x 0,1) 0,1
= 0,4 0,1
= 0,3

BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami
kinetika reaksi suatu larutan yang jika ditambahkan zat lain akan menghasilkan
produk baru dengan suhu yang sama dan waktu berbeda.
Pada percobaan ini digunakan Asetosal (tablet aspilet) dan Natrium sitrat
dengan menggunakan larutan baku NaOH untuk penitrasian.Langkah awal yang
dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.Pertama yang
dibuat adalah larutan baku NaOH 0,1 N.Diambil larutan NaOH 20% sebanyak
100 ml diadkan dengan aquadest 500 ml,kemudian ditimbang asam oksalat 0,5
gram dilarutkan dengan aquadest 100 ml,sampai larut kemudian larutan NaOH

dimasukkan kedalam buret sampai batas 50 ml. Kemudian dimasukkan larutan


Asam oksalat sebanyak 25 ml kedalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan
indikator fenoftalein 2 sampai 3 tetes,lalu dititrasi larutan NaOH 0,1 N sampai
mengalami perubahan yang menghasilkan warna merah muda yang stabil,dicacat
volume NaOH sebelum dan sesudah digunakan standarisasi sebanyak 3 kali.
Kedua yang dibuat larutan Asetosal,ditimbang Natrium Sitrat sebanyak 3 gram
kemudian dibuat larutan jenuh dalam air hangat,digerus tablet aspilet sebanyak 31
tablet,dilarutkan dengan Natrium sitrat sedikit demi sedikit diadkan 50 ml
aquadest,kemudian disiapkan 3 botol vial lalu dituang larutan kedalam botol vial
masing-masing 10 ml,lalu ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu dimasukkan
kedalam oven dengan suhu 70oC masing-masing dengan waktu yang berbeda
yaitu pada vial pertama dengan waktu 60 menit,vial kedua dengan waktu 120
menit dan vial ketiga dengan waktu 180 menit. Setelah pemanasan vial pertama
(60 menit) didinginkan kemudian dituang kedalam erlenmayer kemudian ditetesi
dengan indikator fenoftalein 2 sampai 3 tetes, terakhir dititrasi dengan larutan
baku NaOH 0,1 N sampai terjadi TAT dengan di tandai terjadinya perubahan
warna dari kuning menjadi merah muda serta menghitung volume titrasi.
Dari percobaan ini hasil yang telah diamati dapat disimpulkan bahwa pada
vial pertama dengan suhu 70oC dengan waktu selama 60 menit setelah dititrasi
dengan larutan NaOH 0,1 N mengalami perubahan warna yaitu dari warna kuning
menjadi warna merah muda dengan volume titrasi 3,5 ml, untuk vial II suhu 70 oC
dengan waktu 120 menit,setelah dititrasi terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi merah muda meskipun perubahan warnanya sedikit.Hal ini diakibatkan
kekentalan pada vial tersebut. Sedangkan pada vial III dengan waktu 180 menit
mengalami perubahan dari warna kuni g menjadi merah muda dengan volume
titrasi 4 ml.
Berdasarkan hasil dari pengamatan yang telah dilakukan maka dapat
dibandingkan bahwa pada vial I dengan waktu 60 menit vial II dengan waktu 120
menit dan vial III dengan waktu 180 menit ketiganya mengalami perubahan warna
setelah dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.

Jadi dapt disimpulkan bahwa pada vial I,II,dan III mengalami kinetika
reaksi.

BAB VI
PENUTUP
V1.1 KESIMPULAN
a. Larutan asetosal (tablet aspilet) dengan natrium sitrat yang digunakan
untuk melarutkan asetosal dan larutan NaOH 0,1 untuk penelitian
b. dari hasil percobaan disimpulkan bahwa ketiga hal yang dititrasi NaOH
0,1 N mengalami perubahan warna meskipun vial ke II
sedikit perubahan warna dikarenakan kurang penelitian.
V1.2 SARAN
a. untuk laboratorium

mengulangi

Diharapkan agar kelengkapan alat dan bahan sebelum memulai


percobaan diperhatikan sesudah tersedia, agar dalam melakukan percobaan
tidak ada kesulitan/ hambatan yang dapat mengganggu kelancaran
pratikum
b. untuk seluruh praktikan
Diharapkan keseriusan dan ketelitian setiap praktikan dalam
melangsungkan praktikum yaitu meminimalisis kejadian yang sering
terjadi

Praktikum Ke-7
STABILITAS

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat
atau sediaan farmasi biasanya. Diproduksi

dalam jumlah yang besar dan

memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan
. penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua batak ,pertama kali adalah
stabilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan
dari bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti

suhu,kelembapan,udara,dan cahaya,menginduksi atau mempercepat reaksi yang


berkurang nilainya.
Dalam bidang farmasi dipelajari tentang cara dan teknik pembuatan suatu
sediaan obat. Sediaan obat yang diproduksi dalam jumlah besar, perlu
diperhatikan kestabilan dari bahan dan sediaan obat tersebut. Jika tidak
diperhatikan kestabilan dari sediaan obat tersebut, maka dapat megalami
kerusakan pada penyimpanan dalam jangka waktu tertentu.
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan menyebabkan
kerusakan sediaan obat dalam waktu penyimpanan adalah suhu, oksigen, cahaya
dan factor-faktor lain. Oleh sebab itu seorang farmasi di tuntut untuk
memproduksi obat-obat yang bermanfaat dan bermutu selama penggunaan oleh
konsumen atau pasien.
Sebagai seorang farmasis, perlu dipelajari dan diketahui tentang pengujian
stabilitas serta hal-hal atau faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu obat
sehingga dalam formulasi dapat diformulasikan suatu obat yang benar-benar baik
terkhusus kstabilannya. Karena obat tidak selamanya stabil, adakalanya obat akan
mengalami kerusakan sebelum dikonsumsi, tergantung dari sediaan farmasinya
seperti sifat kimia obat dan faktor-faktor lingkungan seperti sifat kimia obat dan
faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah praktikum farmasi fisika
dengan percobaan stabilitas obat.
I.2 Prinsip Percobaan
Penentuan

stabilitas

berdasarkan

penguraian

obat

copilet

oleh

bertambahnya suhu
I.3 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kestabilan suatu obat pada
suhu

50oC,70oC,80oC

I.4 Tujuan percobaan

a. Menentukan kestabilan obat dari aspilet pada suhu 50oC,70oC,dan 80oC


b. Menentukan suhu yang paling stabil dari aspilet
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi
kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan (Tidak tergantung dari karakter jalannya proses penguraian
(perubahan kimia, fisika dan mikrobiologis) adalah untuk mengetahui waktu yang
mana bahan obat atau sistem bahan obat dibawah persyaratan lingkungan tertentu.
Memenuhi tuntutan yang telah dilaporkan, untuk mendeteksi perbandingan
stabilitas maka dipakai 2 metode yaitu (Voight, 1995) :
1.

Tes daya tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa obat selama
ruang waktu yang diminati disimpan di bawa persyaratan penyimpanan
(suhu, cahaya, udara dan kelembapan) yang dituntut atau diharapkan di
dalam lemari pendingin atau ruang pendingin dan dalam jarak waktu yang
cocok dan pada akhir percobaan dikontrol kandungan bahan obat atau nilai
efektifnya, sifat mikrobiologis, maupun sifat sensoris dan keadaan
galeniknya yang dapat dideteksi dengan metode fisika.

2. Tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan


ini digunakan
membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula penguraian dipelajari pada
suhu yang lebih

tinggi

daripada suhu ruang dan kemudian

diekstrapolasikan pada suhu penyimpanan.


11.2 URAIAN BAHAN
a. Asetosal (FI III hal 43)

NR/NL

: ACIDUM ACETYLSALYCIUM/Asam asetil


salisilat

RM/BM

: C9H8O4/ 180,16

Pemerian

: Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur


putih;tidak berbau atau hampir tidak berbau,
rasa asam.

Kelarutan

: Agak sukar larut dalam air,mudah larut dalam


etanol (95%)P; larut dalam kloroform P dan
dalam eter P`

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: Analgetikum,Antipiretikum

b. Natrium Sitrat (FI III hal 406)


NR/NL

: Natrii Citras/ Natrium sitrat

RM/BM

: C6H5Na3O72H2O/294,10

Pemerian

: Hablur tidak

berwarna atau serbuk halus

putih
Kelarutan

Mudah larut dalam air,sangat mudah larut


dalam air mendidih; praktis tidak larut dalam
etanol (95%)P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

Khasiat

: Antikoagulan

c. Aquades (FI III hal 96)


NR/NL

: Aqua Destillata/ Air Suling

RM/BM

: H2O/18,02

Pemerian

: Cairan

Penyimpanan

jernih,

tidak

berwarna

,tidak

berbauh,dan tidak mempunyai rasa


: Dalam wadah tertutup baik

d. NaOH (FI III hal 412)


NR/NL
RM/BM
Pemerian

: Natrii Hydroxycum/ Natrium hidroksida


: NaOH/40,00
: Bentuk batang butiran 1 massa hablur atau
kering

keras

rapuh

dan

menunjukkan

susunan hablur putih mudah meleleh basa


sangat alkali dan koratif sukar menyerap
Kelarutan

karbondioksida.
: Sangat mudah larut dalam air dan dalam

Penyimpanan

etanol
95%P
: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: zat tambahan

BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
c. Alat
Mortir

dan stamfer, gelas ukur, erlenmeyer, timbangan digital,

aluminium foil, oven, vial, buret,statif.


d. Bahan
Natrium sitrat, aquades, larutan NaOH 0,1 N,Asetosal(tablet aspilet),
Indikator pp
III.2 Cara Kerja

III.2.1 Pembuatan larutan NaOH 0,1


a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diambil larutan NaOH 20% Sebanyak 100ml diadkan dengan
aquades 500ml
c. Ditimbang asam oksalat 0,5g dilarutkan dengan aquades ad 100
ml sampai larut
d. Dibilas buret dengan aquades yang akan dipakai lalu buret
dipasang dan diisi larutan NaOH kedalam buret sampai batas 50
ml
e. Dimasukkan

20

ml

larutan

oksalat

kedalam

erlenmeyer

ditambahkan indikator PP 2-3 tetes


f. Larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH dari buret sampai
terbentuk warna merah mudah yang stabil
g. Dicatat volume NaOH yang digunakan
h. Dilakukan standarisasi sebanyak 3x

III.2.2 Pembuatan larutan Asesotal


a. Ditimbang 3 g Na sitrat dibuat larutan jenuh dalam air hangat
b. Ditimbang asetosal 2,5 g /tablet aspilet sebanyak 31,25 tablet
kemudian dilarutkan

dengan Na sitrat dilarutkan sedikit demi

sedikit ,ditambahkan aquades sampai 50 ml


c. Disiapkan 3 botol vial dituangkan larutan kedalam botol vial
masing-masing 10 ml ,ditutup dengan aluminium foil
d. Dipanaskan kedalam oven dengan waktu 60 menit(1 jam) dengan
suhu yang berbeda,vial ke- 1 50OC, Vial Ke-2 70oC,vial ke-3 80oC
e. Setelah 1 jam vial pertama dikeluarkan dan didinginkan. Demikian
juga untuk vial ke-2 dan 3 setelah 70 oC dan 80oC dikeluarkan dan
didinginkan.
f. Setelah vial dingin,larutan dimasukkan kedalam erlenmeyer,
ditetesi indikator PP 2-3 tetes
g. Ditetesi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai TAT dengan ditandai
perubahan dari warna kuning menjadi merah mudah (pink)
h. Dihitung volume titrasi

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Vial 1
Waktu : 60 menit
Suhu

: 50oC

Volume titrasi: 3 ml

Vial II
Waktu : 60 menit
Suhu : 80OC
Volume titrasi: 3,5 ml

Vial III
Waktu : 60 menit
Suhu : 80OC
Volume titrasi: 5 ml

BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan bertujuan untuk kestabilan obat aspilet pada
suhu yang berbeda yakni pada suhu 50oC,70oC dan 80oC. Dalam waktu yang sama
selama 1 jam maksud dilakukannya fariasi suhu tersebut agar diketahui pada suhu
berapa suatu sediaan yang optimal dapat stabil.
Pada praktikum kali ini diawali dengan pembuatan larutan baku NaOH
0,1N larutan NaOH dibuat dengan cara diambil larutan NaOH 20% sebanyak 100
ml. Kemudain diadkan aquades 500 ml kemudian dimasukkan larutan baku
kedalam buret sampai batas 50 ml. Kedua dibuat yaitu asam oksalat 0,1N ,larutan
asam oksalat dibuat dengan cara ambil 0,5 g asam oksalat, kemudian dilarutkan
dengan aquades 100 ml sampai larut. Setelah itu diambil 25 ml asam oksalat
dimasukkan kedalam labu erlenmeyer. Lalu ditambahkan indikator PP 2-3 tetes
kemudian dititrasi 0,1N sampai terbentuk warna merah mudah setelah berubah
warna,catat volume NaOH yang digunakan. Dan lakukan standarisasi sebanyak 3
kali. Dilanjutkan dengan pembuatan asetosal (aspilet),tahap pertama yang
dilakukan yaitu ditimbang Na sitrat sebanyak 3 g dan buat larutan jenuh dalam air
hangat, Lalu didinginkan kemudian ditimbang asetosal 2,5 g lalu larutkkan
dengan larutan natrium sitrat sedikit demi sedikit dan diadkan sampai 10 ml
aquades. Setelah itu disiapkan 3 botol vial dan masukkan larutan masing-masing
dan dibungkus aluminium foil. Setelah itu dimasukkan kedalam oven selama 1
jam dengan suhu yang berbeda yaitu vial 1 suhu 50 oC,vial 2 suhu 70oC dan vial 3
suhu 80oC. Setelah pemanasan 1 (50oC) dikeluarkan dan didinginkan setelah
dingin dimasukkan kedalam erlenmeyer dan dititrasi dengan indikator PP 2-3 tetes
kemudian di titrasi dengan larutan NAOH 0,1 N sampai terjadi TAT / sampai
terjadi perubahan warna. Begitu pula dengan suhu 700C dan 80oC.
Dari percobaan tersebut di dapatkan hasil yaitu pada suhu 50 oC volume
titrasinya yaitu 3 ml, suhu 70oC volume titrasinya yaitu 3,5 ml dan suhu 80 oC

volume titrasinya adalah 5 ml.Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan


bahwa semakin tinggi suhu sediaan akan semakin kehilangan kestabilannya.

BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
suatu sediaan (larutan asetosal) maka akan semakin hilang kestabilannya.

VI.2 Saran
a. Diperlukan kerja sama dan kekompakan agar praktikum berjalan dengan
lancar.
b. Sebaiknya selama praktikum, praktikan harus menjaga kebersihan
laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2014.Penuntun praktikum FARMASI FISIKA I.Universitas Muslim
Indonesia.Makassar.
Ansel, C Howard, 2006. Kalkulasi Farmasetik. EGC : Jakarta.

Ansel ,C Howard, 2004. Kalkulasi Farmasetik. EGC.: Jakarta.


Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika jilid I. Jakarta : Erlangga
Ansat. M. 2012. Ilmu meracik obat teori dan praktek. Yogyakarta. UGM Press
Brescia, Arents dan Meislich, 1975. Fundamental Chemistry. New York.
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia
Cammarata, S., (1995), Farmasi Fisika, UI-Press, Jakarta. Hal 778,779,792.
Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gibson, M., 2004, .Pharmaceutical Preformulation and formulation. HIS Health
Group, Tailor dan Prancis.
Lachman, leon. 1994: Teori dan praktek farmasi industri. Jilid III.edisi III: Jakarta
Martin,Alfred. 1990. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Martin, A. 1993. Farmasi Fisika, edisi II, Jilid 3. Jakarta: UI Press.
Moechtar. 1990. farmasi fisik. Yogyakarta : UGM-press.
Petrucci, R. H., 1985. General Chemistry, Principles and Application 4th Ed.
Collier Mac Inc., New York.

Anda mungkin juga menyukai