Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna atas adalah masalah yang sangat sering kita jumpai.
Derajatnya dapat bervariasi dari perdarahan samar yang tidak diketahui hingga
perdarahan hebat yang mengancam nyawa. Ulkus peptikum (Tukak peptik) adalah salah
satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. Ulkus peptikum mengacu pada
ulkus gaster dan duodenal yang disebabkan oleh asam peptik. Ulkus peptikum adalah
kecacatan pada mukosa gastrointestinal yang disebabkan karena sel epitel terkena
pengaruh asam dan pepsin yang melebihi kemampuan mukosa melawan efek tersebut.
Ulkus peptikum mempunyai sifat penetrasi, yang dimulai dari mukosa menembus
lapisan yang lebih dalam. Penetrasi ke pembuluh darah dapat mengakibatkan
perdarahan masif dan jika terjadi penetrasi ke seluruh dinding lambung akan
mengakibatkan perforasi akut.1,2
Ulkus peptikum dapat terjadi pada semua orang dan semua golongan umur. Di
Indonesia, lebih banyak ditemukan pada orang-orang Tionghoa daripada orang jawa.
Selain itu juga banyak dijumpai pada suku Tapanuli, rakyat Sulawesi. Daerah yang
banyak dijumpai ulkus peptikum diantaranya Rusia, Jepang, dan Cili. Kejadian pada
kaum pria dan wanita sangat bervariasi. Secara klinis ulkus duodeni lebih sering
dijumpai daripada ulkus gaster. Pada beberapa negara seperti Jepang lebih banyak
dijumpai ulkus gaster. Orang astenik, tinggi kurus disebut tipe tukak (ulcer type), tetapi
kelainan pada lambung dapat juga dijumpai pada orang yang gemuk, pendek, dan
obesitas.1 Ulkus gaster tersebar di seluruh dunia dijumpai lebih banyak pada pria,
meningkat pada usia lanjut, dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada
dekade keenam.3
Ulkus peptikum merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam
klinik terutama pada kelompok umur di atas 45 tahun. Kelompok umur terbanyak
adalah 45-65 tahun, dengan kecenderungan makin tua umur prevalensi makin
meningkat dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa penyebab utama tukak peptik adalah H.pylori sehingga penyakit ini
disebut juga sebagai acid H.pylori disease, namun demikian peranan faktor-faktor lain

dalam kejadian tukak peptik jelas ada sehingga tukak peptik dikatakan sebagai penyakit
multifaktor.3
Lambung dan duodenum dilindungi dari faktor iritan oleh lapisan mukus, epitel,
tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan minuman dan obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), alkohol, dan empedu yang dapat menimbulkan kecacatan lapisan
mukus dan terjadi difusi balik ion H+, sehingga timbul tukak peptik.3
Penatalaksanaan Ulkus peptikum dari waktu ke waktu semakin baik seiring
dengan ditemukannya faktor-faktor penyebab dan ditunjang dengan kemajuan di bidang
pemeriksaan penunjang serta farmasi yang berhasil menemukan dan mengembangkan
obat-obat yang sangat berpotensi untuk penanganan tukak peptik. Insiden dan
kekambuhan tukak peptik saat ini menurun sejak ditemukan H. Pylori sebagai penyebab
dan dilakukan terapi eradikasi.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Ulkus Peptikum adalah kecacatan yang terjadi pada mukosa, kadang-kadang sampai
lapisan muskularis mukosa dari traktus gastrointestinalis, berbatas tegas, diameter
5mm,

yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung

HCL.1,3,4
2.2 Patogenesis
Ulkus diterangkan mempunyai hubungan dengan asam lambung. Ulkus peptikum
timbul ketika pengaruh asam dan pepsin pada lumen gastrointestinal melebihi
kemampuan mukosa melawan pengaruh tersebut. Infeksi Helicobacter pylori,
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), dan asam adalah tiga faktor yang
paling penting dalam ulkus peptikum. Asam diperlukan untuk perkembangan ulkus
yang disebabkan oleh H.pylori atau NSAIDs. Asam sendiri tidak menimbulkan ulkus
kecuali terjadi hipersekretori.1,2 Ulkus peptikum terdapat dalam dua bentuk yaitu : ulkus
ventrikuli dimana daya tahan mukosa menurun dan ulkus duodeni dimana faktor asam
lambung yang meningkat.4 Tukak lambung terjadi karena kegagalan mekanisme
proteksi mukosa lambung, sedangkan tukak duodenum terjadi karena hipersekresi asam
lambung.5
2.3 Etiologi
Faktor-faktor agresif
1. Helicobacter pylori
H.pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana asam dalam
lambung/duodenum (antrum, korpus, dan bulbus), berbentuk kurva/S-shaped.
Bakteri ini ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Pada lambung terutama
terkonsentrasi dalam antrum, berada pada lapisan mukus pada permukaan epitel
yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel.3
Tubuh akan memberikan respon untuk mengeliminasi H.pylori dengan
mobilisasi sel-sel PMN/limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan
mengeluarkan bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokinin, seperti

interleukin 8, gamma interferon alfa, tumor necrosis faktor, yang bersama reaksi
imun yang muncul justru mnyebabkan kerusakan sel-sel epitel gastroduodenal yang
lebih parah tetapi tidak dapat mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik.3
H.pylori mengeluarkan sitotoksin yang secara langsung dapat merusak sel
epitel mukosa gastroduodenal, seperti vacuolating cytotoxin (Vac A gen) yang
menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel, cytotoxin associated gen A (Cag A gen)
merupakan petanda virulensi H.pylori dan hampir selalu ditemukan pada tukak
peptik. H.pylori juga melepaskan bermacam-macam enzim, seperti urease, protease,
lipase, dan fosfolipase. Urease memecah urea dalam lambung menjadi amonia yang
toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2 menekan
sekresi mukus yang menyebabkan daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan
yang kaya lipid pada apikal sel epitel. Asam lambung dapat berdifusi balik melalui
kerusakan sel-sel epitel ini sehingga menyebabkan nekrosis yang lebih luas.3
H.pylori yang terkonsentrasi dalam antrum menyebabkan kerusakan sel D
yang mengeluarkan somatostatin, yang berfungsi membatasi produksi gastrin. Hal
ini menyebabkan produksi gastrin meningkat, yang nantinya merangsang sel-sel
parietal menghasilkan asam lambung yang berlebihan. Asam lambung masuk ke
duodenum sehingga keasaman meningkat. Asam lambung yang tinggi pada
duodenum menyebabkan gastrik metaplasia yang dapat menjadi tempat hidup
H.pylori dan sekaligus dapat memproduksi asam sehingga lebih menambah
keasaman dalam duodenum. Keasaman yang tinggi akan menekan mukus dan
bikarbonat sehingga menyebabkan daya tahan mukosa lebih menurun.3
2. Obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Pemakaian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat (ASA)
secara kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya risiko perdarahan
gastrointestinal 3 kali lipat. Pemakaian OAINS/ASA tidak hanya menyebabkan
kerusakan pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa
inflamasi, ulserasi, dan perforasi.3
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa karena penggunaan OAINS/ASA
adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa. Selain itu, OAINS/ASA
menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) sehingga menekan produksi
prostaglandin/prostasiklin yang berperan memelihara keutuhan mukosa dengan

mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan
bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa, serta sekresi basal asam
lambung.3,6
Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinya tukak peptik pada
penggunaan OAINS adalah umur tua (60 tahun); riwayat adanya tukak peptik
sebelumnya;

dispepsia

kronik;

intoleransi

terhadap

penggunaan

OAINS

sebelumnya; jenis, dosis, dan lamanya penggunaan OAINS sebelumnya;


penggunaan secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan, dan penggunaan
2 jenis OAINS secara bersamaan; dan penyakit penyerta lainnya yang diderita oleh
pengguna OAINS.3
3. Beberapa faktor lingkungan dan penyakit lain
Merokok (tembakau, sigaret) meningkatkan kerentanan terhadap infeksi H.pylori
dengan menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan keadaan yang sesuai
dengan H.pylori; faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin;
beberapa penyakit tertentu seperti Zollinger Elison (kelainan pada non insulin
sekreting

sel

pankreas),

mastositosis

sistemik,

penyakit

Chron,

dan

hiperparatiroidisme; faktor genetik; faktor kejiwaan pada orang yang psikisnya


sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, dan mempunyai ambisi besar
mengakibatkan mereka hidup tidak teratur; hormon wanita, berdasarkan statistik
bahwa wanita usia produktif jarang menderita ulkus peptikum jika dibandingkan
dengan pria pada usia yang sama, atau jika dibandingkan dengan wanita setelah
masa menopause.1,3
Faktor-faktor defensif
Gangguan pada satu atau beberapa faktor pertahanan mukosa, menyebabkan daya tahan
mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh faktor agresif yang menyebabkan
terjadinya tukak peptik. Ada tiga faktor pertahanan yang berfungsi memelihara daya
tahan mukosa gastroduodenal, yaitu : 3
1. Faktor preepitel terdiri dari :
a.

Mukus/bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam


lambung/pepsin.

b.

Mucoid cap, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin, yang
terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi.

c.

Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan


hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus.

2. Faktor epitel
a.

Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi


sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan.

b.

Pertahanan

seluler,

yaitu

kemampuan

untuk

memelihara

electrical gradient dan mencegah pengasaman sel.


c.

Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat


ke dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam
keluar jaringan.

d.

Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.

3. Faktor subepitel
a. Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen, dan
bikarbonat ke epitel sel.
b. Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang
merangsang reaksi inflamasi jaringan.
2.4 Klasifkasi Ulkus Peptikum
1. Waktu timbulnya
1.1

Ulkus Peptikum Akut


Pada ulkus peptikum akut biasanya ada penyebab yang mendahuluinya, seperti
misalnya luka bakar yang berat, operasi berat, dan gastritis erosiva akibat obatobatan. Ulkus biasanya multipel dan timbulnya secara mendadak. Ulkus sering
ditemukan pada duodenum dan lambung. Berbagai macam rangsangan stres
yang dapat menimbulkan ulkus peptik akut diantaranya ialah : syok, trauma,
kebakaran, pembedahan, perubahan udara yang mendadak, dan obat-obatan.
Sifat dari tukak peptik akut adalah cepat sembuh dan biasanya tanpa
meninggalkan bekas, dan kadang-kadang disertai perdarahan.1

1.2

Ulkus Peptikum Kronik


Gejala ulkus peptik kronis biasanya bersifat menahun. Adanya riwayat nyeri
ulu hati yang bersifat periodik, nyeri timbul berhubungan dengan makanan

atau minuman yang dikonsumsi, dialami lebih dari 2 bulan dan mempunyai
masa penyembuhan yang lama. Secara patologis gambaran dari ulkus yang
kronik adalah berupa jaringan ikat pada tepi dan dasar dari ulkus.1
2

Letak Tukak
Pada bagian bawah esofagus, lambung, dan duodenum bagian atas (first portion of
duodenum). Ulkus yeyunum bisa ditemukan pada penderita yang mengalami
gastroyeyunostomi. Ulkus ileum bisa ditemukan pada penderita yang mengalami
gastroileostomi. Ulkus biasanya terdapat di dekat anastomose yang dapat disebut
pula ulkus marginalis atau stomal ulcer.
2.1 Ulkus esofagus
Ulkus ini jarang ditemukan dan bila ditemukan biasanya terdapat di bagian
distal esofagus. Kelainan yang menyertai atau mendahului, seperti hernia,
striktura, akalasia, dan tumor. Nyeri terletak di bagian bawah sternum atau
tepat di ulu hati yang menjalar ke manubrium sterni dan ke punggung di
daerah interskapuler, terutama saat makan atau minum. Nyeri akan bertambah
berat jika membungkukkan badan. Selain itu terdapat keluhan berupa panas di
dada dan ulu hati, mual dan muntah-muntah. Pada pemeriksaan jasmani tidak
ditemukan kelainan yang jelas.1
2.2 Ulkus lambung
Letak tukak terbanyak di angulus, antrum, prepilorus, dan jarang terjadi pada
korpus dan fundus. Keluhan berupa rasa nyeri di perut kiri atas atau
epigastrium yang ada hubungan dengan makanan, dan mulut terasa asam.
Nyeri bisa menjalar ke punggung kiri. Nyeri dirasakan setelah makan,
kemudian diikuti dengan rasa enak yang berakhir 30-90 menit, kemudian
diikuti dengan periode nyeri yaitu sampai lambung kosong selama 90 menit.
Jadi ritme nyeri pada tukak lambung adalah makan-nyeri-enak. Pada
pemeriksaan jasmani ditemukan nyeri tekan pada epigastrium antara umbilikus
dan prosesus sifoideus. 1,3
2.3 Ulkus duodeni
Letak tukak duodeni terbanyak di dinding anterior dan posterior dari bulbus
dan postbulber atau pars desendens duodeni di sebelah proksimal dari papila
vatereii. Jarang sekali ditemukan di distal papila vatereii. Nyeri, pedih, dan

panas di perut kanan atas, terutama tengah malam saat tidur sehingga
terbangun. Rasa nyeri kadang-kadang menjalar ke perut kiri dan ke pinggang
kanan. Nyeri bisa dikurangi dengan makan, minum susu, dan minum obat
antasida (Hunger Pain Food Relief). Nyeri timbul saat pasien merasa lapar dan
terasa enak setelah makan 2-4 jam, kemudian timbul rasa nyeri sampai waktu
makan lagi. Jadi timbul triple ritme, makan-enak-nyeri. Pada pemeriksaan
jasmani ditemukan, nyeri tekan di perut kanan atas dekat umbilikus.1,3
2.4 Ulkus yeyunum
Tukak di yeyunum jarang terjadi, baru timbul setelah penderita mengalami
gastroyeyunostomi. Letak tukak terbanyak di distal, tidak lebih dari 3 cm dari
anastomose di dinding anterior. Keluhan umumnya berupa rasa nyeri, pedih,
dan panas di perut di sebelah kiri umbilikus, mual dan muntah-muntah, serta
mulut terasa asam. Kadang-kadang nyeri menjalar ke pinggang kiri.1,7
3. Kedalamam tukak1
3.1

Kerusakan jaringan hanya terbatas pada mukosa, dan disebut erosi.

3.2

Kerusakan jaringan atau ulserasi sampai submukosa.

3.3

Ulserasi meluas ke bagian yang lebih dalam yaitu pada sebagian dari lapisan
muskularis.

3.4

Ulkus menembus ke bagian yang lebih dalam, terutama sebagian lapisan


muskularis dan terjadi peradangan sampai lapisan serosa.

Modifikasi kriteria forrest untuk stratifikasi risiko ulkus peptikum8


Tipe 1

Perdarahan aktif

1a. Spurting
1b. Oozing

Tipe 2

Ulkus dengan perdarahan tidak aktif 2a. Non bleeding visible vessel
2b. Ulkus with surface clot
2c. Ulkus with red or dark blue spot

Tipe 3

Ulkus dengan dasar yang bersih

Tipe 1 dan 2 membutuhkan endoterapi dengan risiko perdarahan ulang 43-55%,


sedangkan tipe 2c dan 3 tidak memerlukan endoterapi karena risiko perdarahan ulang
hanya 5-10%.8

2.5 Diagnosis Klinik


Anamnesis
Secara umum pasien tukak peptik biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu
sindroma klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual,
muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa panas seperti terbakar yang biasanya
timbul setelah makan atau minum yang asam, seperti ditusuk-tusuk, seperti diperas, atau
pedih, rasa penuh ulu hati, cepat merasa kenyang, dan serangan tukak hilang-timbul
secara periodik.1,3
Keluhan utama dalah nyeri di epigastrium, dimana sifatnya kronik bisa
bulanan/tahunan, periodik secara remisi dan eksaserbasi, ritmik-iramanya hunger pain
food relief pattern, kualitasnya steady and continue. Apabila keadaan memberat, maka
pola tersebut berubah dan nyeri dirasakan lebih berat serta lebih lama.4
Pada tukak duodeni rasa sakit timbul saat pasien merasa lapar atau 90 menit-3
jam setelah makan, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit
hilang setelah makan dan minum susu atau obat antasida (Hunger pain food relief), rasa
sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Hal ini menunjukkan adanya
peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis tukak duodenum. Rasa mual disertai
mulut asam merupakan keluhan pada penderita tukak di pilorus, atau duodenum. Rasa
sakit tukak gaster timbul setelah makan, dan rasa sakit tukak gaster dirasakan sebelah
kiri garis tengah perut. Muntah terutama timbul pada tukak yang masih aktif, sering
ditemukan pada penderita tukak lambung daripada tukak duodeni, terutama yang
letaknya di antrum atau pilorus.1,3
Riwayat minum alkohol, jamu-jamuan, atau obat-obatan yang ulserogenik.
Sepuluh persen dari tukak peptik, khususnya karena OAINS menimbulkan komplikasi
(perdarahan/perforasi) tanpa danya keluhan nyeri sebelumnya sehingga anamnesis
tentang penggunaan OAINS perlu ditanyakan pada pasien. Tinja berwarna seperti teer
(melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan tukak.3,5
Pada dispepsia kronik, untuk membedakan dispepsia fungsional dan dispepsia
organik, yaitu pada tukak peptik dapat ditemukan gejala peringatan (alarm symptom)
antara lain berupa : umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali, berat badan
menurun >10%, anoreksia/rasa cepat kenyang, riwayat tukak peptik sebelumnya,
muntah yang persisten, dan anemia yang tidak diketahui penyababnya. 3

Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan


adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga, rasa sakit klasik dengan keluhan yang
spesifik, faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS, perokok berat, dan alkohol,
adanya penyakit kronis seperti PPOK atau sirosis hati, dan adanya hasil positif H.pylori
dari serologi/IgG anti H.pylori.3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik hanya sedikit membantu diagnosa, kecuali bila sudah terjadi
komplikasi. Pada non komplikata jarang menimbulkan kelainan fisik. Rasa sakit/nyeri
ulu hati di kiri atau sebelah kanan garis tengah perut, terjadinya penurunan berat badan
merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai pada tukak peptik tanpa komplikasi.3
Pada non komplikata adanya epigastric tenderness yang berlokasi di
epigastrium antara umbilikus dan prosesus sifoideus. Timbulnya diffuse superficial
tenderness kemungkinan merupakan refleks viserosomatik. Semua serabut-serabut
nyeri dari traktus gastrointestinalis melalui saraf simpatis menuju ke spinal cord.
Persarafan di lambung dan duodenum oleh nervus splanknikus menuju ke segmen dari
spinal cord. Pada beberapa penderita, palpasi dalam disertai dengan penekanan
menimbulkan rasa nyeri yang bertambah hebat.3 Rasa nyeri bermula pada satu titik
(pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini kemungkinan diakibatkan
oleh penyakit yang bertambah berat atau mengalami komplikasi.1
Pada pasien dengan komplikasi obstruksi, pada pemeriksaan fisik ditemukan
penderita terlihat lemah, kurus, dan dehidrasi. Perut atas cembung dan kadang-kadang
terlihat peristaltik dari lambung.9
Pertama-tama harus dinilai status hemodinamika pasien, adakah syok atau tidak.
Bila syok segera ditanggulangi tanpa melakukan formalitas pemeriksaan fisik yang
sempurna. Periksa apakah ada stigmata penyakit hati kronik (tanda-tanda kegagalan faal
hati dan hipertensi portal). Pemeriksaan colok dubur (rectal toucher) juga perlu
dikerjakan.5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk memperkuat diagnosis. Beberapa pemeriksaan
penunjang yang dilakukan yaitu :

10

1. Pemeriksaan radiologis (Barium meal)


Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan dalam
menegakkan diagnosis tukak peptik, tetapi akhir-akhir ini lebih dianjurkan
pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan rontgen yang disertai dengan metoda kontras
ganda dapat memperlihatkan kelainan pada mukosa lambung. Pemeriksaan perlu
dilakukan dalam berbagai posisi, misalnya pada posisis telentang (supine) untuk
melihat dinding posterior, posisi tengkurap (prone) untuk melihat kelainan pada
dinding anterior, oblique ke kanan dan kiri.1,3
Jika terjadi komplikasi berupa perforasi maka pada foto polos abdomen
ditemukan daerah bebas udara antara hati dan diafragma. Pada obstruksi terlihat
gambaran lambung yang membesar, dengan sisa makanan. Daerah pilorus terlihat
menyempit, dan tidak ada/sedikit sekali bubur barium yang masuk duodenum. Pada
lambung bilokuler ditemukan penyempitan di bagian korpus. Pada daerah
penyempitan kadang-kadang terlihat dibagi dua, yaitu bagian bawah dan atas
stenosis.9
Lokasi tukak penting dalam menentukan sifatnya apakah benigna atau
maligna atau kemungkinan mengalami perubahaan menjadi malignitas. Pada
umumnya tukak yang jinak berlokasi di dinding kurvatura minor, atau di dinding
posterior dan anterior. Tukak yang berlokasi di kurvatura mayor sebagian besar
bersifat ganas.1
2. Pemeriksaan Endoskopi
Saat ini untuk diagnosis tukak peptik lebih dianjurkan pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas. Di samping itu untuk memastikan diagnosa keganasan
tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi brushing dengan
biopsi melalui endoskopi.3 Pada obstruksi ditemukan sisa makanan pada endoskopi.9
Gambaran khas pada tukak jinak adalah pada umumnya bulat atau oval,
tepinya teratur dengan dasar licin, daerah di sekitarnya membengkak dan hiperemi,
dan sering dijumpai lipatan yang radier (radiating fold) di sekitar tukak. Tukak yang
masih aktif, tampak jelas batasnya berbentuk bulat atau oval, dengan dasar licin
berisi nanah, tepi teratur dengan daerah di sekitarnya membengkak hiperemi.
Gambaran tukak gaster untuk keganasan adalah: Boorman I /polipoid, B-II/ulceratif,
B-III/infiltratif, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Biopsi dan endoskopi perlu

11

dilakukan ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi, karena tingginya kejadian
keganasan pada tukak gaster (70%).1,3
3. Infeksi Helycobacter pylori dapat didiagnosis dengan test antibodi (tes serologi),
biopsi lambung pada pemeriksaan endoskopi, tes antigen tinja, dan tes napas urea
yang non invasif, yang dapat mengidentifikasikan produksi enzim bakteri dalam
lambung.
4. Hematologi
Hemoglobin, hematokrit, lekosit, eritrosit, trombosit, morfologi darah tepi, dan
golongan darah. Jika diperlukan periksa faal pembekuan.10
5. Biokimia darah
Uji faal hati yaitu transaminase, bilirubin, elektroforesa protein, kolesterol, dan
fosfatase alkali. Uji faal ginjal yaitu urea nitrogen dan kreatinin.10
6. Urine rutin
2.6 Komplikasi Ulkus Peptikum
Komplikasi tukak peptik yang sering terjadi adalah
1. Perdarahan
Perdarahan sering terjadi dan merupakan komplikasi yang terbanyak pada penderita
tukak peptik. Insiden meningkat pada usia lanjut (> 60 tahun) akibat adanya
penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS. Perdarahan dapat terjadi
secara kronis maupun akut. Perdarahan kronis umumnya bersifat perdarahan
tersembunyi (occult blood) di tinja, tidak banyak memberi keluhan dan akan
menimbulkan gejala anemi (anemia hipokromik atau anemia defisiensi Fe).
Sebaliknya jika perdarahan akut, maka akan terjadi hematemesis dan melena, dan
penderita akan mengalami syok. Tukak lambung sering menimbulkan hematemesis,
sedangkan tukak duodeni lebih sering menimbulkan melena.1,3,9
2. Perforasi
Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan
meningkatnya penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster biasanya ke lobus kiri
hati, dan dapat menimbulkan fistula gastrokolik. Penetrasi adalah suatu bentuk
perforasi yang tidak terbuka/tanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh

12

omentum/organ perut di sekitar. Komplikasi ini sering terjadi, dan dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu :1,3
a. Tahap I
Nyeri dirasakan sangat hebat dan perut terasa tegang, karena cairan lambung dan
makanan masuk dalam kavum peritonii, sehingga menimbulkan rangsangan
pada peritoneum. Selain itu penderita juga mengeluh nausea dan vomitus. Kulit
penderita menjadi dingin walaupun suhu normal, auskultasi di abdomen tidak
ditemukan bising usus, frekuensi inspirasi biasanya bertambah dangkal, terdapat
pernapasan kostal, nadi normal atau bertambah cepat, tekanan darah biasanya
normal tetapi jika tekanan darah sistol di bawah 100 mmHg, mempunyai
prognosa jelek.1,9
b. Tahap II
Tahap ini terjadi 2-6 jam setelah perforasi. Nyeri bertambah berat, menjalar ke
punggung dan bahu kanan. Dinding abdomen keras seperti papan (board like
abdominal rigidity), disertai dengan pernapasan kostal, makin cepat dan
dangkal. Suhu badan naik dengan tanda syok positif dan bising usus negatif.1,9
c. Tahap III
Pada tahap ini timbul peritonitis generalisata, yang terjadi 6-12 jam setelah
perforasi. Hal ini disebabkan karena invasi bakteri ke dalam kavum peritonii.
Keluhan bertambah berat, suhu bertambah naik, takikardi, dan pernapasan
bertambah cepat serta dangkal. Perasaan sangat nyeri dan nyeri tekan perut,
perut diam tanpa terdengar peristaltik usus merupakan tanda peritonitis.1,9
3. Obstruksi
Retensi lambung adalah komplikasi yang sering pada tukak peptik dan mungkin
disebabkan karena pilorospasme atau akibat terjadinya parut (cicatrix). Obstruksi
pilorus menyebabkan vomitus bertambah hebat, dan lama-kelamaan akan terjadi
dehidrasi dengan serum Na, K, dan Cl akan menurun, serta akan terjadi
hemokonsentrasi dan kadar urea dalam darah naik.1
4. Stenosis pilorus
Stenosis pilorus biasanya merupakan komplikasi dari tukak duodeni. Selain itu bisa
juga disebabkan oleh tukak lambung yang lokasinya dekat pilorus dan karsinoma
lambung stadium lanjut.1

13

Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah


berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan,dan berat badan turun.
Serangan nyeri hebat mungkin timbul bersamaan dengan periode peristaltik
lambung. Lama kelamaan lambung semakin membesar, rasa nyeri berkurang, rasa
penuh di perut tetap ada yang disertai dengan rasa mual, dan keluhan muntah
berkurang. Badan lemah, dan kadang timbul konstipasi. 1,3
5. Penetrasi
Tukak yang terletak pada dinding posterior lambung dapat mengakibatkan
perlengketan dengan organ di sekitarnya, dan dari proses ulserasi dapat terjadi
penetrasi ke organ-organ tersebut, tanpa disertai keluarnya isi lambung ke dalam
kavum peritonii. Penetrasi biasanya terjadi ke hepar, pankreas, dan omentum minus.
Penetrasi tukak yang mengenai pankreas menyebabkan nyeri yang timbul tiba-tiba
dan menjalar ke punggung.1,3,9
6. Lambung bilokuler (lambung gelas jam = hour-glass stomach)
Keadaan ini disebabkan karena tukak lambung kronik yang berbentuk seperti pelana
pada kurvatura minor, dimana saat penyembuhan terjadi parut yang menimbulkan
korpus lambung mengalami konstruksi yang hebat, sehingga lambung terbagi
menjadi 2 bagian oleh segmen stenotik. Hal ini dapat juga terjadi peda tukak
penetrasi yang melengket pada pankreas atau hepar, atau pada dinding anterior
abdomen.1 Komplikasi ini jarang terjadi.9
2.7 Penatalaksanaan Ulkus Peptikum
Penatalaksanaan awal pada perdarahan saluran makanan bagian atas :
1.

Resusitasi
Prioritas pertama adalah penilaian, pemantauan, dan menjaga kestabilan status
hemodinamika.10
a. Tanpa syok
-

Perdarahan 500cc, dilakukan observasi tekanan darah-nadi-suhu-kesadaran.


Periksa hemoglobin/hematokrit secara berkala untuk evaluasi kemungkinan
transfusi.

Perdarahan 500-1000cc, dilakukan evaluasi kemungkinan transfusi sambil


terpasang infus larutan kristaloid (Ringer Laktat).

14

Perdarahan masif (>1000cc, Hb<8 gr%), lakukan infus larutan kristaloid


dipercepat sambil menunggu darah untuk segera transfusi.

b. Keadaan syok
-

Letakkan penderita pada posisi telentang tanpa bantal, kepala miring ke


samping, diberikan O2 melalui kateter hidung 5 liter/menit dan pasang kateter
foley untuk pemantauan produksi urin.

Infus larutan kristaloid (Ringer Laktat) 1000cc dalam 1 jam.

Bila tetap syok, infus diteruskan dengan plasma ekspander sambil menunggu
darah untuk segera ditransfusi. Jumlah transfusi tergantung pada respon
hemodinamik yaitu CVP stabil normal, tanda vital baik, diuresis cukup, Ht
>30%.

2.

Kuras lambung
Sesudah resusitasi berhasil baik, pasang pipa nasogastrik untuk aspirasi isi lambung
dan kuras lambung dengan air es 150cc tiap 2, 4, atau 6 jam tergantung
perdarahannya.10

3.

Pada perdarahan saluran makanan bagian atas masif/diduga perdarahan arteriil,


perlu segera diketahui sumber perdarahannya melalui pemeriksaan arteriografi
mesentrika selektif. Tindakan pembedahan/laparotomi eksplorative dipertimbangkan
pada kasus perdarahan masif untuk diagnostik dan terapi.10

4.

Panendoskopi
Setelah hemodinamika stabil dan air kurasan berwarna merah muda jernih, secara
panendoskopi dapat dilihat sumber perdarahan yaitu perdarahan varises esofagei
atau perdarahan bukan berasal dari varises esofagei.10

Terapi tukak peptik akut pada umumnya serupa dengan tukak peptik kronik. Penderita
dengan keluhan yang berat dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, serta perlu
beristirahat beberapa minggu. Penderita dengan keluhan ringan dan tanpa komplikasi
dapat berobat jalan. Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan (sakit/dispepsia),
menyembuhkan tukak, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi. Tukak gaster
dan tukak duodeni sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi
sama. Tukak gaster biasanya berukuran lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi
yang lebih lama. Secara garis besar pengelolaan tukak peptik adalah sebagai berikut :1,3

15

1.

Terapi Konservatif
a. Pengaturan diit
Pemberian makanan adalah segera sesudah hemodinamika stabil dan perasaan
mual sudah tidak ada lagi. Mula-mula diberikan diet cair kemudian menjadi diet
saring, diet lunak, dan akhirnya diet biasa.5 Dasar diet yang dilakukan adalah
makan sedikit berulang kali, dan makanan yang banyak mengandung susu dalam
porsi kecil. Makanan yang dikonsumsi harus lembek dan mudah dicerna, tidak
merangsang, dapat menetralisir asam HCl, serta hindari makanan pedas, asam,
dan beralkohol, kopi, teh, coklat, makanan yang berserat tinggi, makanan yang
mengandung lemak dan bumbu-bumbu berlebihan. Perut tidak boleh kosong
atau terlalu penuh.1,3,4
b. Tatacara hidup
Penderita tukak peptik terutama yang berat harus banyak istirahat, dan sebaiknya
dirawat di rumah sakit untuk mencegah timbulnya komplikasi. Penyembuhan
dengan rawat inap akan lebih cepat dengan bertambahnya jam istirahat,
berkurangnya refluks empedu, stress, dan penggunaan analgetik. Stress dan
kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit
tukak. Penderita yang memiliki kalainan psikis, emosional, perlu ketenangan
atau bila perlu dikonsulkan dengan ahli jiwa klinik. Sementara dapat diberikan
sedative atau penenang (tranquilizer). Obat ini bukan untuk mengobati tukak
peptik, dan hanya sebagai obat tambahan sehingga sebaiknya diberikan dalam
dosis rendah.1,3
c. Merokok
Merokok menghalangi penyembuhan tukak kronik, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks
duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus, dan meningkatkan kekambuhan
tukak. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung. Sampai
saat ini, tidak ada bukti bahwa merokok merupakan predisposisi untuk
timbulnya tukak peptik. Merokok akan mengurangi nafsu makan dan
menghambat penyembuhan tukak peptik, dan dengan menghentikan merokok
akan menambah nafsu makan.1,3
d. Obat-obatan

16

OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secar parenteral (supositoria dan injeksi)


tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan, dosis OAINS diturunkan atau
dikombinasi dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Saat ini sudah tersedia COX 2
inhibitor yang selektif untuk penyakit OA dan RA yang kurang menimbulkan
keluhan perut. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk penyakit kardiovaskular
belum menjamin tidak terjadi kerusakan mukosa lambung.3
e. Lain-lain
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang asam,
coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa
lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan sebaiknya jangan
dikonsumsi saat perut kosong.3
2.

Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat dapat digunakan untuk mengobati tukak peptik, diantaranya
adalah : antasida, antikolinergik, prokinetik, obat golongan sitoprotektif, H 2 reseptor
antagonis, dan omeprazol.
2.1

Antasida
Saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit atau dispepsia. Obat ini bekerja menetralisir asam.
Pemberian antasida yang mengandung aluminium-magnesium hidroksida 30120cc/jam untuk mempertahankan pH intragastrik minimal 4,5. 3,10

2.2

Obat penangkal kerusakan mukus (cyto protective)


a. Koloid bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal
bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya terhadap pengaruh
asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin, merangsang sekresi
prostagladin, bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi
adalah neuro toksik. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama
dengan ARH2 serta adanya efek bakterisidal terhadap H.Pylori sehingga
kekambuhan berkurang.3
b. Sukralfat
Melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain
membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan

17

mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Efek


samping konstipasi, tidak dianjurkan pada gagal ginjal kronik.3
c. Prostaglandin
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung , menambah sekresi
mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa dan perbaikan
mukosa. Efek penekanan asam lambung kurang kuat dibandingkan ARH2.
Biasanya digunakan sebagai penangkal timbulnya tukak gaster pada pasien
yang mengguankan OAINS. PGE/misoprostol. Efek samping diare, mual,
muntah dan menimbulkan kontraksi otot uterus/perdarahan sehingga tidak
dianjurkan pada wanita yang akan hamil.3
2.3

H-2 reseptor antagonis


Obat golongan ini mempunyai satu persamaan, yaitu memiliki gugus imidazol
histamin yang dianggap penting sekali menghambat reseptor Histamin-2 yang
merupakan mediator untuk sekresi asam.
a. Cimetidin
Cimetidin mempunyai fungsi menghambat sekresi asam basal dan
nokturnal. Obat ini juga akan menghambat sekresi asam lambung, oleh
karena rangsangan makanan. Obat ini dapat juga digunakan untuk
pengobatan gastritis kronis dengan hipersekresi asam lambung dan tukak
peptik yang mengalami perdarahan.1
Dosis cimetidin yang dianjurkan sehari, 3 kali 200 mg, ditambah
200 mg sebelum tidur malam yang diberikan 4-6 minggu, kemudian
dilanjutkan 200 mg tiap malam. Adapula yang memberikan 400 mg sehari
2 kali, yang juga cukup efektif. Obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan
pada wanita hamil. Cimetidin 200-400 mg yang diberikan pada malam
hari, cukup efektif untuk mencegah kambuhnya kembali tukak peptik.1
b. Ranitidin
Ranitidin banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tukak peptik baik yang
akut maupun yang kronis, dan khasiatnya 4-10 kali cimetidin. Ranitidin
menghambat sekresi asam lambung baik dalam keadaan basal maupun
sebagai respon terhadap berbagai rangsangan. Sifat inhibitor terhadap
sekresi asam lambung tergolong kuat dengan masa kerja lama, sehingga

18

cukup diberikan dua kali sehari. Ranitidin tidak mempengaruhi fungsi hati.
Sebagian besar ranitidin baik yang diberikan peroral maupun parenteral
secara intravena.1
Pemberian ranitidin dalam dosis terapi menunjukkan tidak terjadi
interaksi dengan obat lain. Ranitidin selain digunakan untuk mengobati
tukak peptik, juga digunakan untuk mengobati gastritis dengan
hipersekresi asam lambung. Ranitidin juga bermanfaat untuk pengobatan
kelainan lambung akibat pemberian obat antirematik (NSAID = Non
Steroid Anti Inflammatory Disease) baik dengan atau tanpa perdarahan.
Dosis peroral yang dianjurkan dua kali 100 mg, yang diberikan 4-6
minggu, untuk selanjutnya dilanjutkan 150 mg diberikan tiap malam.1
c. Roxatidin
Pemberian roxatidin asetat terbukti sangat kuat menghambat sekresi asam
lambung pada malam hari. Pengeluaran asam lambung basal juga
berkurang sekitar 90% setelah 3 jam pemberian peroral 50 mg roxatidin
asetat. Efektivitas roxatidin asetat setara dengan cimetidin dan ranitidin
dalam mempertahankan bebas tukak, tetapi dengan roxatidin hal ini dapat
dicapai dengan dosis rendah.1
Berdasarkan hasil penelitian obat ini lebih aman daripada cimetidin. Dosis
yang dianjurkan yaitu dua kali 75 mg sehari atau 150 mg yang diberikan
malam hari sebelum tidur. Pada tukak peptik sebaiknya diberikan selama
4-6 minggu dengan dosis 150 mg/hari, selanjutnya diberikan 75 mg tiap
malam hari untuk mencegah kekambuhan. Pada gangguan fungsi ginjal
sebaiknya dosis roxatidin dikurangi menjadi 75 mg/hari.1
d. Famotidin
Famotidin dapat diberikan pada penderita tukak peptik yang disertai sirosis
hati, dan juga pada gangguan faal ginjal yang ringan. Dosis yang
dianjurkan adalah 20 mg sehari atau 40 mg yang diberikan hanya sekali
sebelum tidur malam hari. Pada tukak peptik diberikan pengobatan selama
4-6 minggu, selanjutnya diberikan 20 mg tiap malam selama 4 minggu
guna mencegah kekambuhan. Penderita tukak peptik yang mengalami
perdarahan atau pada stress ulcer dengan perdarahan sebaiknya

19

diberikan famotidin 20 mg secara intravena dua kali sehari. Pemberian ini


selama 3-5 hari dan biasanya perdarahan akan berhenti, kemudian
dilanjutkan peroral. Penderita dengan gastritis dapat diberikan dosis lebih
rendah yaitu 20 mg tiap malam sebelum tidur.1
2.4

Proton Pump Inhibitor/PPI


Omeprazole merupakan obat antisekretorik yang poten dengan mekanisme
yang unik, yaitu bekerja di dalam sel parietal sendiri. Omeprazole merupakan
suatu inhibitor dari H+, K+-ATP ase yang memecah H+, K+-ATP menghasilkan
energi untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam
lumen lambung. Omeprazole mengontrol produksi asam, apapun jenis
rangsangannya.1,3
Omeprazole 20 mg sehari tiap pagi sebelum sarapan pagi, sangat efektif
untuk penyembuhan tukak peptik, dan hilangnya keluhan cukup cepat. Efek
samping yang mungkin timbul yaitu : sakit kepala, nausea, vomitus, diare,
lemas, nyeri epigastrik, dan banyak gas. Keluhan ini cepat menghilang jika
obat dihentikan.1,3

2.5

Tukak Peptik dengan kausa H.pylori


Untuk mencapai tujuan terapi, maka eradikasi H.pylori merupakan tujuan
utama. Walaupun terapi antibiotik cukup untuk terapi tukak peptik dengan H.
Pylori positif, namun kombinasi dengan obat Penghambat Proton Pump
dengan kombinasi 2 antibiotik (triple therapy) merupakan cara terbaik, yang
masing-masing diberikan 7-10 hari.3
a. PPI
Amoksisilin

2x1 (tergantung mg preparat yang digunakan)


2x1 gr/hari

Klaritromisin 2x500mg
b. PPI
Amoksisilin

2x1
2x1 gr/hari

Metronidazol 2x500mg
c. PPI

2x1

Klaritromisin 2x500mg/hari
Metronidazol 2x500mg
2.6

Tukak peptik dengan kausa H.pylori disertai penggunaan OAINS

20

Eradikasi H.pylori sebagai tindakan utama tetap dilakukan dan bila mungkin
OAINS dihentikan atau diganti OAINS spesifik COX-2 inhibitor yang
mempunyai efek merugikan yang lebih kecil pada gastroduodenal. Pengobatan
yang dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan PPI untuk meningkatkan
pH lambung di atas 4.3
2.7

Tukak peptik dengan kausa OAINS


Penggunaan OAINS terutama yang terutama bekerja menghambat kerja COX1 akan meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Usaha pencegahan
dan meminimalkan efek samping OAINS yaitu:3
1. Penghentian pemakaian OAINS, walaupun biasanya tidak memungkinkan
pada penyakit artritis.
2. Penggunaan preparat OAINS yang terikat pada bahan lain, seperti Nitrit
Oxide.
3. Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti H2
reseptor antagonis, PPI, atau prostaglandin untuk meningkatkan pH
lambung di atas 4.

3.

Terapi endoskopi
Terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin atau etoksisklerol atau obat
fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau terapi laser atau
terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.11

4.

Obat-obat koagulansia yang dapat diberikan seperti tranexamic acid. Obat ini
bekerja agar darah beku yang terbentuk tidak terlepas lagi.12

5.

Terapi Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan pada : 3
a. Elektip (tukak refrakter/gagal pengobatan)
b. Darurat (komplikasi : perdarahan, perforasi, stenosis pilorik)
c. Tukak gaster dengan sangkaan keganasan (corpus, fundus, 70% keganasan)

Jika terjadi perdarahan aktif/stigmata peradarahan atau terjadi perdarahan yang berulang
maka dilakukan terapi endoskopi atau pembedahan.10

21

BAB III
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki, umur 63 tahun, Islam, suku Jawa datang ke RS Sanglah Denpasar
pada tanggal 5 November 2011. Penderita mengeluh nyeri ulu hati sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit tetapi memberat 4 hari SMRS. Nyeri didahului dengan rasa
tidak nyaman di ulu hati. Nyeri juga dirasakan sampai ke leher. Nyeri dirasakan seperti
perih dan panas disertai rasa penuh sesudah makan. Nyeri dirasakan terus-menerus dan
dirasakan semakin berat setelah makan sehingga membuat pasien tidak berani makan.
Tidak terdapat hal-hal yang dapat memperingan rasa nyeri. Nyeri ulu hati disertai rasa
mual tetapi pasien tidak sampai muntah. Mual seperti rasa enek yang dirasakan hilang
timbul. Mual sampai membuat penderita tidak ingin makan. Mual terasa berkurang bila
penderita minum teh hangat. Beberapa hari sebelum masuk rumah sakit penderita
mengeluh cepat merasakan kenyang padahal baru makan sedikit.
Penderita juga mengeluh buang air besar (BAB) warna hitam sejak 3 hari
SMRS. Berak hitam seperti aspal dengan konsistensi agak lembek. Penderita BAB dua
kali sehari dengan volume sebanyak 200cc setiap kali BAB. Feses tidak disertai lendir
maupun darah. Keluhan ini bersifat menetap serta tidak dipengaruhi oleh makanan yang
dikonsumsi. buang air kecil (BAK) normal 5-6 kali/hari, warna kuning dengan volume
1 gelas setiap kali BAK.
Selain itu penderita juga mengeluh badan terasa lemas, letih, dan lesu sejak 4
hari SMRS. Lemas terasa seperti tidak bertenaga sehingga mengganggu aktivitas seharihari dan membuat penderita sulit berkonsentrasi. Lemas dirasakan terus menerus dan
tidak berkurang meskipun penderita sudah tidur serta tidak ada faktor yang dapat
memperingan rasa lemas. Penderita mengaku sehari-hari tidak ada ketegangan jiwa
maupun emosi berlebihan.
Penderita tidak pernah memiliki penyakit dengan keluhan serupa sebelumnya,
namun penderita mengeluh sering menderita pegal-pegal pada persendian sejak 6 bulan
yang lalu. Namun penderita tidak pernah memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit
untuk mengobati keluhan tersebut. Penderita mengkonsumsi obat rematik dan jamu
asam urat 2 kali dalam seminggu untuk mengurangi gejala ini. Riwayat penyakit
hipertensi disangkal karena penderita tidak pernah memeriksakan tekanan darahnya.

22

Riwayat penyakit lain seperti maag, penyakit jantung, asma, dan ginjal disangkal oleh
penderita. Penderita tidak mempunyai riwayat penyakit hati maupun paru kronis
sebelumnya. Sampai saat ini penderita tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obatobatan maupun minuman.
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit jantung,
kencing manis, tekanan darah tinggi, dan penyakit sistemik lain juga disangkal.
Penderita adalah seorang buruh bangunan. Pekerjaan sehari-hari cukup berat dan
melelahkan. Penderita memiliki pola makan yang kurang sehat yaitu hanya minum kopi
untuk sarapan, dan baru makan siang pukul 14.00 setiap harinya. Penderita merokok
sebanyak 5 batang setiap harinya sejak usia 25 tahun. Selain itu, penderita rutin
mengkonsumsi jamu tradisional sejak berusia 30 tahun. Jamu yang diminum terdiri dari
berbagai jenis, tergantung kondisi kesehatan saat itu. Penderita juga memiliki kebiasaan
minum alkohol (anggur) yang dicampur dengan jamu tradisional untuk mengobati pegal
linu sejak 6 bulan SMRS. 4 hari SMRS penderita minum anggur tanpa dicampur jamu.
Sejak saat itu penderita merasa tidak enak pada ulu hati.
Pada pemeriksaan umum ditemukan, kesan sakit berat, kesadaran kompos
mentis, tinggi badan 171 cm, berat badan 60 kg, IMT 20,4 kg/m2, suhu badan 37,1oC,
tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 108 kali/menit. Tipe pernapasan vesikular, frekuensi
18X/menit dan teratur. Kulit kelihatan pucat, turgor normal. Pada pemeriksaan khusus
kepala diperoleh kepala normocephali; mata anemi +/+, refleks pupil +/+ isokor; lidah,
bibir,gigi, dan gusi dalam batas normal; THT dalam batas normal. Pemeriksaan leher
diperoleh kaku kuduk (-), kelenjar normal, PR 0 cm H20. Pada pemeriksaan thoraks
diperoleh thoraks simetris saat statis maupun dinamis, sela iga normal, spider nevi (-),
mamma normal. Pemeriksaan jantung S1S2 tunggal regular murmur (-) dan pada
pemeriksaan paru vesikular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, pada pemeriksaan khusus
abdomen diperoleh : inspeksi bentuk normal, pembuluh darah normal, denyutan
epigastrium (-); pada auskultasi diperoleh suara usus (+) normal; pada palpasi diperoleh
distensi (-), nyeri epigastrium (+), ascites (-), hepar dan lien tidak teraba; perkusi redup.
Rectal toucher (RT): tonus sfingter (+) normal, mukosa permukaan licin, massa (-),
faeses (+), melena (+), haemorrhoid (-); pemeriksaan kaki dan tangan diperoleh edema
(-), sendi-sendi normal, liver palmaris (-), perasaan di tangan dan kaki normal.

23

Pemeriksaan EKG pada tanggal 5 November 2011 diperoleh hasil irama sinus,
laju jantung 98x/menit, axis normal.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks PA diperoleh kesan normal dimana cor besar
dan bentuk normal, pulmo tidak tampak kelainan, sinus pleura kanan dan kiri tajam,
diafragma kanan dan kiri normal, dan tulang-tulang tidak tampak kelainan.
Pada pemeriksaan urine lengkap (5/11/2011) diperoleh hasil pH 6,5; leukosit
negatif; nitrit negatif; protein negatif; glukosa negatif, ketone 150 (++++); urobilinogen
1 (+); bilirubin negatif; erythrocyte 25 (++); specific gravity 1,015; warna kuning dan
bakteri (+).
Pada pemeriksaan EGD (Esofago Gastro Duodenoskopi) pada lambung
(antrum dan prepylorus) serta duodenum (bulbus) ditemukan ulserasi dan clot.
Pemeriksaan tersebut menunjang diagnosa ulkus peptikum (Forrest IIB).
Anjurannya terapi endoskopi dengan injeksi adrenalin.
Pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan beberapa kali diperoleh hasil
2011
WBC
NE%
LY%
MO%
EO%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
PLT

5/11
15,3
74,7
15,1
5,36
4,26
1,16
3,64
10,8
92,9
31,4
403

6/21
11,67
68,1
19,0
5,8
5,0
2,02
6,0
17,6
87,2
29,6
363

8/11
7,61
74,9
8,53
8,93
5,69
2,80
8,36
25,2
90,1
29,9
570

rentang
4,5-11,0
43,0-65,0
20,5-45,5
4,0-10,0
0,9-4,9
4,60-6,20
13,5-18,0
40,0-54,0
80,0-94,0
27,0-32,0
150-440

satuan
K/L
%
%
%
%
M/L
g/dL
%
fL
Pg
K/L

Pemeriksaan Kimia
2011
FUNGSI HATI
ALB
AST
ALT
FUNGSI GINJAL
BUN
Creatinin
Uric
DIABETES
Glukosa
ELEKTROLIT
NA
K

5/11

6/11

Rentangan

Satuan

1,6
30
36

4,0-5,7
14-50
11-60

g/dL
IU/L
IU/L

18
0,9
4,9

5,0

5,0-23,0
0,50-1,20
3,4-7,0

mg/dL
mg/dL
mg/dL

147

100

70-100

mg/dL

134,7
3,82

135,6
4,01

135,0-147,0
3,50-5,50

mmol/L
mmol/L

24

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,


penderita ini didiagnosis dengan :
-

Ulkus Peptikum (ulkus ventrikuli dan duodeni) Forrest IIB

Melena

Anemia sedang N-N ec acute bleeding


Hypoalbuminemia ec intake kurang

Planning pada pasien ini adalah pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam, BOF
dengan kontras,

pemeriksaan serologi H. pylori, dan pemeriksaan albumin post

tranfusi dilakukan untuk melihat apakah telah terjadi perbaikan setelah transfuse .
Monitoring yang dilakukan pada kasus ini adalah tanda vital (tekanan darah,
nadi, frekuansi napas), keluhan, perdarahan, dan hemoglobin dan hematokrit. Prognosis
pada kasus ini dubius ad malam.
Penderita ini didiagnosis dengan ulkus peptikum (ulkus ventrikuli dan duodeni)
Forrest IIB dengan melena dan anemia sedang normokromik normositer ec acute
bleeding dan hypoalbuminemia ec intake kurang, karena dari anamnesis didapatkan
adanya keluhan nyeri ulu hati yang dirasakan sampai ke leher, mual tetapi pasien tidak
sampai muntah, cepat merasakan kenyang padahal baru makan sedikit, BAB warna
hitam seperti aspal dengan konsistensi agak lembek serta tidak dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi, badan lemas, letih, dan lesu, tidak ada ketegangan jiwa
maupun emosi berlebihan. Penderita tidak pernah memiliki penyakit dengan keluhan
serupa sebelumnya, menderita pegal pada persendian sejak 6 bulan, mengkonsumsi obat
rematik dan jamu asam urat 2 kali dalam seminggu untuk mengurangi gejala ini, hanya
minum kopi untuk sarapan dan baru makan siang pukul 14.00 setiap harinya, merokok
sebanyak 5 batang/hari sejak usia 25 tahun, mengkonsumsi jamu tradisional sejak
berusia 30 tahun, kebiasaan minum alkohol (anggur) yang dicampur dengan jamu
tradisional.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 108
kali/menit, respirasi 18X/menit, kulit pucat, mata anemi +/+, pemeriksaan khusus
abdomen pada palpasi diperoleh nyeri epigastrium (+), rectal toucher (RT): tonus
sfingter (+) normal, mukosa permukaan licin, massa (-), faeses (+), melena (+),
haemorrhoid (-).

25

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar hemoglobin


dengan kadar MCH normal MCV normal menunjukkan adanya anemia
normokromik normositer diakibatkan oleh perdarahan akut. Pada pemeriksaan
kimia ditemukan hipoalbumin dikarenakan karena masukan yang kurang. Pada
pemeriksaan EGD (Esofago Gastro Duodenoskopi) pada lambung (antrum dan
prepylorus) serta duodenum (bulbus) ditemukan ulserasi dan clot. Pemeriksaan
tersebut menunjang diagnosa ulkus peptikum (Forrest IIB).
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah masuk rumah sakit,
Omeperazole bolus 80 mg, omeperazole 64 mg drip dalam 500 cc Dex 5% 20 tetes/mnt
8 mg/jam selama 72 jam, pemasangan NGT, puasa yang secara bertahap diganti
dengan diet lunak, antasida 3 x CI, sukralfat 3 x CI, asam tranexamat 3 x 1 amp,
transfusi PRC 2 kolf/hari sampai dengan Hb lebih dari atau sama dengan 10, dan
transfusi albumin sampai dengan albumin 3g/dL.
IVFD yang dipilih Dextrose5% sebagai sumber kalori karena pasien
dipuasakan untuk sementara agar saluran cerna tidak bekerja terlalu berat dan
pasien juga mengalami perdarahan yang cukup.
Omeperazole bolus 80 mg dilanjutkan omeperazole 64 mg drip. Omeprazole
merupakan suatu inhibitor dari H+, K+-ATP ase dan mengontrol produksi asam, apapun
jenis rangsangannya. Pengobatan ini dapat menurunkan perdarahan ulang dan
kebutuhan operasi.
Pemasangan

NGT untuk

mengetahui

apakah perdarahan berasal dari

saluran cerna, disamping melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah
dan untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau belum.
Puasa yang secara bertahap diganti dengan diet lunak. Pemberian makanan
adalah segera sesudah hemodinamika stabil dan perasaan mual sudah tidak ada lagi.
Mula-mula diberikan diet cair kemudian menjadi diet saring, diet lunak, dan akhirnya
diet biasa. Makanan yang dikonsumsi harus lembek dan mudah dicerna, tidak
merangsang, dapat menetralisir asam HCl, serta hindari makanan pedas, asam, dan
beralkohol, kopi, teh, coklat, makanan yang berserat tinggi, makanan yang mengandung
lemak dan bumbu-bumbu berlebihan.
Antasida 3 x CI menghilangkan rasa sakit atau dispepsia. Obat ini bekerja
menetralisir asam dan mempertahankan pH intragastrik minimal 4,5.

26

Sukralfat 3 x CI melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek
lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus,
meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal.
Asam tranexamat 3 x 1 amp merupakan obat koagulan dan anti fibrinolitik agar
darah beku yang terbentuk tidak terlepas lagi.
Transfusi PRC 2 kolf/hari dilakukan karena penderita mengalami perdarahan
dan hemoglobin serta hematokrit penderita turun <10 mg/dL.
Penderita ini juga diberikan trasfusi albumin karena kadar albumin pasien
ini 1,6 g/dl. Sehingga diharapkan dapat memperbaiki keadaan hipoalbuminemia
dengan segera.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada penderita ini
antara lain pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam untuk mengetahui perubahan
hemoglobin dan hematokrit setelah diberikan transfusi, BOF dengan kontras ganda
dapat memperlihatkan kelainan pada mukosa saluran pencernaan dan untuk mengetahui
apakah terjadi komplikasi tukak peptik, dan pemeriksaan serologi H. pylori untuk
mengetahui apakah terjadi infeksi H. pylori. Pemeriksaan albumin post tranfusi
dilakukan untuk melihat apakah telah terjadi perbaikan setelah transfuse.
Monitoring yang dilakukan pada kasus ini adalah tanda vital (tekanan darah,
nadi, frekuansi napas), keluhan, perdarahan, dan hemoglobin dan hematokrit. Prognosis
pada kasus ini dubius ad malam karena faktor usia tua, adanya melena, adanya anemia,
dan kemungkinan perdarahan berulang 43-55%.

27

BAB IV
RINGKASAN
Ulkus peptikum (tukak peptik) mengacu pada kecacatan mukosa gaster dan
duodenal yang disebabkan oleh pengaruh asam dan pepsin yang melebihi kemampuan
mukosa melawan pengaruh tersebut.
Infeksi H. pylori, obat ulserogenik seperti OAINS, dan asam adalah faktor yang
paling penting pada ulkus peptik. Asam diperlukan untuk perkembangan ulkus yang
disebabkan oleh H. pylori atau OAINS, tetapi asam sendiri secara umum tidak
menimbulkan ulkus kecuali dalam keadaan hipersekretori. Pengguanaan OAINS dan
infeksi H. pylori secara umum dianggap sebagai faktor risiko independen untuk ulkus
peptik. Beberapa data menunjukkan infeksi H. pylori meningkatkan risiko ulkus peptik
selama terapi OAINS.
Gejala dispepsia dimana nyeri epigastrik sebagai gejala kardinal dari ulkus
peptik. Keluhan ini tidak sensitif atau spesifik sebagai kriteria diagnostik. Pada
pemeriksaan fisik biasanya ditemukan nyeri pada daerah epigastrium. Endoskopi
saluran cerna bagian atas direkomendasikan sebagai pemeriksaan yang menunjukkan
kehadiran ulkus peptik pada pasien dispepsia. Selama pemeriksaan endoskopi spesimen
biopsi harus diambil dari spesimen ulkus gaster untuk membedakan kelainan yang
bersifat jinak atau ganas. Spesimen biopsi tidak diambil secara rutin pada ulkus
duodenum. Setelah pemeriksaan endoskopi, roentgen kontras barium diperlukan untuk
pasien tertentu dengan ulkus yang mengalami komplikasi untuk melihat anatomi
gastroduodenanum.
Penatalaksanaan dilakukan secara suportif, medikamentosa, endoskopi atau
pembedahan. Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
penderita ini antara lain pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam, BOF dengan
kontras ganda, pemeriksaan serologi H. pylori untuk mengetahui apakah terjadi infeksi
H. pylori dan pemeriksaan albumin post tranfusi.
Prognosis ditentukan oleh tipe ulkus yaitu ulkus yang besar, perdarahan
yang menetap walau telah diterapi endoskopi, dan perdarahan berulang. Selain itu
keadaan pasien juga menentukan seperti adanya syok, melena, banyaknya darah

28

segar pada muntahan atau aspirat lambung, sepsis, anemia, dan adanya penyakit
lain seperti jantung, liver dan ginjal.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadi S. Gastroenterologi.edisi ke-7. P.T. Alumni. Bandung. 2002.
2. Adi P. Pathogenesis and Diagnosis of Peptic Ulcer Disease. In : Update in
Gastroentero-Hepatology. Editors Wibawa IDN, Purwadi N, dan Somia IKA.
Sudema 2. Surabaya, Denpasar, Malang. 2006.
3. Tarigan P. Tukak Gaster. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editors Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S. Pusat Penerbitan, Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.
4. Wibawa DN, Astera WM. Ulkus Peptikum. In : Pedoman Diagnosis dan Terapi
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar. Lab/SMF Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah sakit umum Pusat. Denpasar.
1994.
5. Ulkus Peptikum. In : Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam indonesia. Editors Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP,
Nafrialdi, dan Mansjoer A. PB PAPDI. Jakarta. 2006.
6. Rani AA. The Role of Muco-protector in the management of Peptic Ulcer Disease.
In : Update in Gastroentero-Hepatology. Editors Wibawa IDN, Purwadi N, dan
Somia IKA. Sudema 2. Surabaya, Denpasar, Malang. 2006.
7. Akil HAM. Tukak Duodenum. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editors Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S. Pusat Penerbitan,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2006.
8. Achmad H. Update Management in Upper GI Bleeding : Focus on Non Variceal
Bleeding. In : Update in Gastroentero-Hepatology. Editors Wibawa IDN, Purwadi
N, dan Somia IKA. Sudema 2. Surabaya, Denpasar, Malang. 2006.
9. Abdurachman HSA, Hanafi B. Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas. In :
Gawat Darurat di Bidang Gastroenterologi. Editors Hadi S, Karnadihrdjo W, dan
Donhuijsen W. Tim Gastroenterologi Fakultas Kedokteran UNPAD/RS Hasan
Sadikin. Bandung. 1990.
10. Abdurachman HSA, Hanafi B. Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas. In :
Gawat Darurat di Bidang Gastroenterologi. Editors Hadi S, Karnadihrdjo W, dan

30

Donhuijsen W. Tim Gastroenterologi Fakultas Kedokteran UNPAD/RS Hasan


Sadikin. Bandung. 1990.
11. Ulkus Peptikum. In : Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam indonesia. Editors Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP,
Nafrialdi, dan Mansjoer A. PB PAPDI. Jakarta. 2006
12. Simadibrata R. Hematemesis-Melena. In : Gastroenterologi Hepatologi. Editors
Sulaiman HA, Daldiyono, Akbar HN, dan Rani AA. CV Infomedika. Jakarta.1990.

31

Anda mungkin juga menyukai