Makalah Pasteurisasi 1
Makalah Pasteurisasi 1
OLEH:
KELOMPOK 6
HARIYONO SAPUTRA (J1A013047)
HIZBIATUN JAMILAH (J1A013049)
HUSNUL HAWANI (J1A013051)
IMROATUSSOLIHAH (J1A013053)
ISNA HIDAYATI (J1A013055)
KARTIKA GEMMA PRAVITRI (J1A013057)
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Susu adalah sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan penyediaan
makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan. Karena berfungsi sebagai makanan
tunggal bagi mahluk yang baru dilahirkan dan mulai tumbuh, susu mempunyai nilai
gizi yang sempurna (Koswara, 2009). Dalam susu terdapat semuia zat gizi yang
diperlukan bagi kebutuhan pertumbuhan anak. Susu sebagai salah satu produk ternak
mempunyai kandungan zat gizi yang lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat,
mineral, dan vitamin. Sifat zat gizi tersebut mudah dicerna dan diserap serta
sempurna (Ressang dan Nasoetion, 1989 dalam Abubakar, 2000).
Kondisi zat gizi yang baik pada susu tersebut juga memberi peluang yang baik
pula bagi pertumbuhan mikroba seperti bakteri, kapang, dan khamir, karena dalam
pertumbuhannya mikroba juga membutuhkan bahan makanan. Pertumbuhan berbagai
mikroba tersebut akan mengubah mutu susu, yang ditandai dengan perubahan rasa,
aroma, warna, dan penampakan, yang akhirnya menyebabkan susu tersebut rusak
(Punc dan Olson, 1984). Untuk itu, susu perlu mendapatkan penanganan yang cepat
sebelum rusak, antara lain melalui pasteurisasi.
Pasteurisasi adalah pemanasan susu dengan suhu dan waktu tertentu. Pemanasan
pada suhu pasteurisasi dimaksudkan untuk membunuh sebagian kuman patogenik
yang ada dalam susu dengan seminimum mungkin kehilangan gizinya dan
mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa susu segar (Purnomo
dan Adiono, 1987).
Metode pasteurisasi yang umum dilakukan pada susu ada dua cara, yaitu: low
temperature long time (LTLT) yakni pasteurisasi pada suhu rendah 62,8 0C selama 30
menit, sedangkan metode lain ialah high temperature short time (HTST), yakni
pemanasan pada suhu tinggi 71,7 0C selama 15 detik (SINGH et al.,1980; FARDIAZ,
1992). Penelitian ini bertujuan mendapatkan umur penyimpanan susu pasteurisasi
yang masih layak dikonsumsi dengan kandungan zat gizi yang masih baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Susu sangat sedikit (bila tidak boleh dikatakan tidak ada) yang dijual benar-
benar segar, yaitu langsung dari ambing sapi perah. Hal ini karena adanya
kemungkinan pencemaran atau kontaminasi oleh berbagai bakteri patogen, seperti
bakteri penyebab typus, diphteri, radang tenggorokan dan tbc. Karena alasan tersebut
maka susu yang akan dijual sebelumnya dipanaskan secukupnya sehingga seluruh
bakteri patogen yang mungkin terdapat di dalamnya dapat dimusnahkan. Proses
pemenasan tersebut disebut pasteurisasi. Pada umumnya proses pasteurisasi
dilakukan dengan mamanaskan susu pada suhu 62oC selama 30 menit. Bila ingin
lebih cepat dapat digunakan suhu 72oC selama 15 detik (Koswara, 2009).
Meskipun bakteri patogen sudah dimusnahkan, tetapi bakteri non patogen,
terutama bakteri pembusuk masih hidup. Jadi susu pasteurisasi, buka merupakan susu
awet. Dalam penyimpanannya, biasanya susu pasteurisasi digabungkan dengan
metode pendinginan (Koswara, 2009).
Susu pasteurisasi merupakan salah satu usaha pengolahan susu dengan cara
pemanasan untuk mempertahankan mutu dan keamanan susu. Usaha ini adalah proses
pembasmian bakteri patogen yang mungkin masih terdapat dalam air susu. Susu
pasteurisasi merupakan bentuk lain dari susu segar dan sebagai usaha untuk
memperpanjang daya tahannya. Pasteurisasi susu perlu dilakukan untuk mencegah
pemindahan penyakit dan mencegah kerusakan selama enzimatis (Warner, 1976).
Selama proses pasteurisasi, susu akan terus mengalami kontaminasi baik langsung
maupun tidak langsung. Organisme dapat masuk pada saat pengemasan susu dengan
daya virulensinya (Eckles et al.,1960). Dilaporkan oleh Umiyasih(1986) bahwa
pembuatan susu pasteurisasi dapat dilakukan secara sederhana dengan memanaskan
susu dalam kemasan plastik polyethylene (PE) dengan menggunakan dandang yang
diisi air pada suhu 750C. Pasteurisasi cara ini ternyata mampu menekan
perkembangan jumlah bakteri hingga dapat mempertahankan kualitas sekaligus daya
simpan susu sampai 8 hari dengan penyimpanan dalam lemari pendingin. Menurut
Saunder(1973) dan Syarief(1989) pengemasan polietilen (PE) bersifat lentur, liat dan
tahan robek, tahan air dan bahan kimia pada suhu kamar, sedangkan polypropilen
(PP) tahan terhadap bahan kimia dan air.
Lebih lanjut Umiyasih dan Wijono (1990) melaporkan bahwa sterilisasi
sederhana mampu mempertahankan kualitas susu sampai 48 jam dengan
penyimpanan pada suhu kamar. Lama pemanasan berpengaruh nyata terhadap kadar
kasein dan angka keasaman. Semakin lama proses penyimpanan kadar kasein
cenderung menurun, tapi angka keasaman cenderung meningkat. Pederson (1971)
mengemukakan bahwa tinggi rendahnya angka keasaman susu antara lain disebabkan
oleh banyak sedikitnya asam laktat yang merupakanhasil penguraian laktosa oleh
bakteri dan aktivitas enzim yang terdapat dalam susu.
Pengemasan susu yang telah dipasteurisasi sebaiknya dilakukan dengan
segera setelah suhu dingin dibawah 100 0C tercapai, ditempatkan dalam wadah yang
tertutup untuk menghindari kontaminasi dan pencemaran dari luar (Tull, 1987).
Jumlah mikroba dalam susu segar sebagai bahan baku mempengaruhi kualitas susu
pasteurisasi yang dihasilkan. Menurut Atherton dan Newlander(19820, suhu optimum
untuk pertumbuhan bakteri susu adalah berkisar antara 10-380 0C. (Resnawati, 2012)
MATERI DAN METODE
Kadar protein
Hasil analisis statistik memperlihatkan kadar protein susu pasteurisasi berbeda
nyata pada suhu pasteurisasi dan lama penyimpanan. Menurut TAMINEdan DEETH
(1980), kadar protein susu pada pemanasan tertentu cenderung berubah dan dalam
penelitian ANI(1989),kadar protein pada lama penyimpanan berbeda nyata, namun
tidak nyata pada suhu pasteurisasi. Rataan kadar protein susu pasteurisasi dengan
metode LTLT berkisar antara 3,57 dan 5,37%, sedangkan dengan metode HTST
berkisar antara 3,67 dan 4,33% seperti yang terlihat pada Tabel 3. Menurut
HADIWIYOTO(1994), kadar protein susu berkisar antara 2,9 dan 5,0%, sedangkan
menurut ALVA(1992) berkisar antara 3 dan 6%.
Pada Tabel 3, kadar protein menunjukkan hasil berbeda sangat nyata antara
lama penyimpanan 0 jam - 15 jam dan penyimpanan 18 dan 21 jam pada susu
pasteurisasi dengan metodeLTLT. Pada metode HTST tidak berbeda nyata, hal ini
disebabkan oleh adanya penggumpalan, faktor penyimpanan, suhu, dan penguapan
air. Gambar 3 memperlihatkan rataan kadar protein susu pasteurisasi dengan lama
penyimpanan 0 jam sampai 21 jam.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kadar protein susu pasteurisasi
pada metode LTLT dan HTST nyata berkorelasi dengan lama penyimpanan. Korelasi
antara kadar protein dan lama penyimpanan dinyatakan dalam persamaan Y=3,2611+
0,0803X (R2=0,5081) untuk metode LTLT, dan persamaan Y = 3,6778 + 0,0163X (R
2= 0,3112) untuk metode HTST, dengan Y sebagai kadar protein susu pasteurisasi
dan X sebagai lama penyimpanan (jam). Persamaan ini menunjukkan bahwa kadar
protein meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan.
Abubakar. 2001. Pengaruh Suhu dan Waktu Pasteurisasi Terhadap Mutu Susu Selama
Penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol 6 (1) : 45-50.
Resnawati, Heti. 2012. Kualitas Susu Pada Berbagai Pengolahan dan Penyimpanan.
Bogor : Balai Pertanian.
Sri Usmiati dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan. Ebook Pangan. Bogor.