Disusun Oleh:
Kelompok 4
Riniyanti (108116044)
Nurul Abibah (108116048)
Indri Wahyuni (108116049)
Hendrawan (108116054)
Anggin Fitriani (108116060)
Arfi Nur Afifah (108116061)
Fidha Fairuz Syafira (108116062)
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.4 Tujuan................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kebutuhan Spiritual Pada Manusia......................................................4
2.2 Dimensi Spiritual Pada Lansia..........................................................................6
2.3 Perkembangan Spiritual Pada Lansia................................................................7
2.4 Pengkajian Kebutuhan Dasar Spiritual Pada Lansia.........................................8
2.5 Sikap Pasien Lansia Dalam Menghadapi Sakit Dan Kematian........................9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................10
3.2 Saran................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan
tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan,
kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Dimensi spiritual ini
berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia
luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang
menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2000).
Di Indonesia, pelayanan kesejahteraan sosial bagi warga usia lanjut
secara umum boleh dikatakan masih merupakan hal yang baru. Hal ini
dikarenakan prioritas yang diberikan pada populasi usia lanjut memang baru
saja mulai diperhatikan. Sebelum GBHN 1993, upaya kepada populasi usia
lanjut selalu dikaitkan dengan istilah usia lanjut dan jompo. Pandangan ini
mulai diperbaiki, seiring dengan peningkatan pengertian dan pemahaman
tentang usia lanjut, sehingga dalam GBHN 1993 usia lanjut mendapat
perlakuan tersendiri, walaupun masih dalam seksi bersama dengan wanita dan
remaja. GBHN 1998 diharapkan memberikan perhatian yang lebih bagi para
usia lanjut. Dibanding negara maju, misalnya Amerika atau Australia,
Indonesia sangat tertinggal dalam hal pemberian kesejahteraan bagi lansia ini.
Populasi usia lanjut merupakan populasi yang heterogen: Tidak semua
individu dalam populasi usia lanjut memerlukan pelayanan sosial dalam bentuk
yang sama. Ini dikarenakan populasi usia lanjut, walaupun secara keseluruhan
termasuk golongan populasi yang rapuh kesehatan/kesejahteraan, tetapi dalam
derajat yang berbeda-beda. Perbedaan ini terlihat bukan saja dari aspek
kesehatan (ada yang sehat, setengah sehat setengah sakit, sakit akut, sakit
kronis sampai sakit terminal), tetapi juga dari segi psikologik dan sosial
ekonomi (Hadi Wartono, 1997).
Pelayanan kesejahteraan sosial pada usia lanjut membutuhkan
keterkaitan antara semua bidang kesejahteraan, antara lain: kesehatan, sosial,
agama, olah raga, kesenian, koperasi dan lain-lain. Aspek spiritual pada lansia
menjadi penting mengingat: Populasi usia lanjut yang sehat secara
fungsional masih tidak tergantung pada orang lain, aktivitas hidup sehari-hari
4
(AHS) masih penuh, walaupun mungkin ada keterbatasan dari segi sosial-
ekonomi yang memerlukan beberapa pelayanan, misalnya perumahan,
peningkatan pendapatan dan pelayanan lain. Pelayanan kesehatan yang
diperlukan terutama adalah dari segi prevensi dan promosi.
Kebutuhan spiritual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
untuk mencari tujuan dan harapan hidup. Aspek dalam spiritual antara lain:
harapan, kedamaian. Cinta, kasih, sayang, bersyukur dan keyakinan. Perawat
sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling
besar untuk memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang
holistic. Perawat memandang klien sebagai mahluk bio-psiko-sosio-cultural
dan spiritual yang berespon secara holistic dan unik terhadap perubahan
kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan
perawat tidak bisa lepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral
dari interaksi perawat dengan klien (Martono, 2004).
Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia, membawa
konsekuensi pada meningkatnya populasi lanjut usia dari tahun ke tahun,
sehingga menimbulkan kebutuhan pelayanan sosial bagi lanjut usia dalam
mengisi hari tuanya ( Depsos, 2007). Peningkatan jumlah lanjut usia harus
disertai dengan penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan, sosial dan aspek
lainnya yang memadai ( Hidayat, 2004). Hal ini disebabkan perubahan-
perubahan yang terjadi pada beberapa aspek ( Berger & William, 1992).
Perubahan-perubahan yang signifikan pada lanjut usia, antara lain: perubahan
gaya hidup dan keuangan, merawat pasangan yang sakit, menghadapi
kematian, kehilangan pasangan hidup dan orang-orang yang dicintai,
ketidakmampuan fisik dan penyakit kronis, kesepian serta perubahan lainnya
(Elderly Health Service, 2003; Berger &William, 1992).
Berdasarkan kegiatan spiritual, kondisi lanjut usia meliputi dua hal
yaitu mengenai ibadah agama dan kegiatan didalam organisasi sosial
keagamaan. Dalam hal ini kehidupan spiritual mempunyai peranan penting,
5
seseorang yang mensyukuri nikmat umurnya tentu akan memelihara umurnya
dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat (Depsos, 2007).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian konsep kebutuhan spiritual pada manusia
2. Mengetahui dimensi spiritual pada lansia
3. Mengetahui perkembangan spiritual pada lansia
4. Mengetahui pengkajian kebutuhan dasar spiritual pada lansia
5. Mengetahui sikap pasien lansia dalam mengahadapi sakit dan kematian
BAB II
PEMBAHASAN
6
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan.
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan
dan mendapatkan maaf (Kozier, 2004).
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan. Dapat disimpulkan kebutuhan spiritual
merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan kebutuhan untuk
memberikan dan mendapatkan maaf. (Hamid, 2000).
Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia
(Clinebell dalam Hawari, 2002), yaitu :
1. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara
terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini
adalah ibadah.
2. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan
makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan
Tuhannya ( vertikal) dan sesama manusia ( horisontat) serta alam
sekitaraya
3. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan
keseharian, pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan
hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak
melemah.
5. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan
berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi
kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu
7
pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah,
dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa
bersalah kepada orang lain
6. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self
esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh
lingkungannya.
7. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan
masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka
pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di
dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang
kekal di akhirat nanti.
8. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi
sebagai pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan
manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang
ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa
menjaga dan meningkatkan keimanannya.
B. Karakteristik Spiritual
Adapun karakteristik spiritualitas menurut Hamid (2000) meliputi :
1. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self-reliance) meliputi:
pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya) dan sikap
(percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri.
8
2. Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang tanaman,
pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam ( bertanam,
berjalan kaki), mengabadikan dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi: berbagi
waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak,
orang tua dan orang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian
(mengunjungi, melayat dll), dikatakan tidak harmonis apabila: konflik
dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan
friksi.
4. Hubungan dengan ketuhanan ( agamais atau tidak agamais) meliputi:
sembahyang atau berdoa atau meditasi, perlengkapan keagamaan dan
bersatu dengan alam (hamid, 2000)
9
tersebut (Hawari, 2002).
10
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan
lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain
yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran
lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang
merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman
sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya
terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien
lanjut usia melalui agama mereka. Mengingatkan klien lansia apakah sudah
beribadah, bagaimana perasaan lansia setelah beribadah, melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan beribadah lainnya ( berdoa, pergi ketempat beribadah,
berpuasa, berdoa bersama atau pengajian, membaca kitab suci atau alquran dan
lain-lain).
2.5 Bagaimana Sikap Pasien Lansia Dalam Mengahadapi Sakit Dan Kematian
Pada kelompok lansia saat menghadapi sakit dan kematian, lansia lebih
cenderung:
1. Mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama
2. Berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai
agama yang diyakini oleh generasi muda.
3. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi
kematian orang lain ( saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan
mawas diri.
4. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu
orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan
11
merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang
tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).
Alasannya : karena pada kelompok lansia lebih cenderung memikirkan
aspek spiritual keagamaan yang lebih utama dari aspek-aspek yang lain,
sehingga kelompok lansia lebih focus pada satu aktivitas spiritual
keagamaan untuk mendekatkan dirinya dengan Tuhannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada kelompok lansia saat menghadapi sakit dan kematian, lansia
lebih cenderung: Mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama,
berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai
agama yang diyakini oleh generasi muda, perasaan kehilangan karena pensiun
dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain ( saudara, sahabat)
menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri, perkembangan filosofis agama
yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi
kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih
dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau
dihindarkan (Hamid, 2000).
3.2 Saran
12
Sebagai perawat professional kita harus melakukan hal yang memang
dibutuhkan oleh pasien termasuk salah satunya adalah melakukan asuhan
keperawatan spiritual, jangan hanya mementingkan kepentingan bisnis yang
berorientasi pada material saja.
DAFTAR PUSTAKA
13
14