Menurut Woolfolk (dalam Hamzah 2005) menjelaskan bahwa banyak variasi gaya
kognitif yang diminati para pendidik salah satunya adalah gaya kognitif FI dan FD, menurutnya
memiliki gaya kognitif field dependence (FD), global perseptualnya merasakan beban yang
berat, sukar memproses, mudah mempersepsi apabila informasi dimanipulasi sesuai dengan
akan mempersepsi secara analitis, ia akan dapat memisahkan stimulus dalam konteksnya, tetapi
persepsinya lemah ketika terjadi perubahan konteks. Namun, diferensi psikologis dapat
diperbaiki melalui situasi yang bervariasi. Individu pada katagori FI biasanya menggunakan
faktor-faktor inernal sebagai arahan dalam menolah informasi. Orang yang FI megerjakan tugas
Dalam situasi sosial orang yang FD umumnya tertarik mengamati kerangka situasi
sosial, memahami wajah orang lain, tertarik pada pesan-pesan verbal dengansocial content, lebih
besar memperhitungkan kondisi sosial eksternal sebagai feeling dan bersikap. Pada situasi sosial
tertentu orang FD cenderung lebih bersikap baik. Antara lain bisa bersifat hangat, mudah
bergaul, ramah, responsif, selalu ingin tau lebih banyak jika di bandingkan dengan orang yang
FI. Orang yang FI, dalam situasi sosial sebaliknya merasa ada tekana dari luar (eksternal
pressure). Dan menanggapi situasi secara dingin, ada jarak, tidak sensitif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dibedakan gaya kognitif seseorang menjadi dua tipe, yaitu:
1. Field independence. Orang yang dapat menanggulangi efek pengecoh dengan cara analitik.
2. Field dependence. Orang yang menanggulangi efek pengecoh dengan cara global.
Indikator individu yang field dependence dan field independence, sebagai berikut:
a. Di dalam melaksanakan tugas atau menyelesaikan suatu soal, maka individu field
independence akan bekerja lebih baik jika diberikan kebebasan. Sedangkan individu yang field
dependence akan bekerja lebih baik jika diberikan petunjuk atau bimbingan secara ekstra (lebih
banyak).
b. Individu yang field independence mempunyai kecenderungan tidak mudah dipengaruhi
lingkungan, dan sebaliknya individu yang field dependence mempunyai kecenderungan lebih
c. Dalam menyelesaikan tugas atau memecahkan suatu masalah (problem solving) yang
menghendaki suatu keterampilan maka individu yang field independence akan menghasilkan
Implikasi gaya kognitif berdasakan perbedaan psikologis pada siswa dalam pembelajaran
yang disarikan dari Slameto (1995) dan Ardana (2002), adalah sebagai berikut:
1. Siswa yang memiliki gaya kognitif field-independent cenderung memilih belajar individual,
memungkinkan merespon lebih baik, dan lebih independent. Siswa dengan kognitif field-
dependent lebih memungkinkan mencapai tujuan dengan motivasi intrinsic, dan cenderung
2. Siswa yang memiliki gaya kognitif field-dependent cenderung memilih belajar dalam kelompok
dan sesering mungkin berinteraksi dengan guru, memerlukan ganjaran penguatan yang bersifat
eksteinsik. Untuk siswa dengan gaya kognitif field-dependent ini guru perlu merancang apa
yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Mereka akan bekerja kalau ada tuntunan
guru dan motivasi yang tinggi berupa pujian dan dorongan. Untuk lebih mudah melihat
1. Field-dependent
3. Membuat perbedaan yang umum dan luas antara konsep, melihat hubungan / keterkaitan.
4. Orientasi social
8. Memerlukan pengorganisasian.
9. Lebih dipengaruhi oleh kritik.
2. Field-independent
3. Membuat perbedaan konsep yang spesifik dengan sedikit mungkin tumpang tindih.
Gaya Kognitif
Gaya Kognitif
Setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, cara
seseorang dalam bertingkah laku, menilai, dan berpikir akan berbeda pula. Labunan
(2004) menyatakan: setiap individu memiliki cara-cara tersendiri yang dilakukan
dalam menyusun dalam pikirannya, apa yang dilakukan, dilihat, diingat dan apa
yang dipikirkan. Individu akan memiliki cara-cara yang berbeda atas pendekatan
yang dilakukannya terhadap situasi belajar, dalam cara mereka menerima,
mengorganisasikan, serta menghubungkan pengalaman-pengalamam mereka
dalam cara mereka merespon terhadap metode pengajaran tertentu. Perbedaan ini
bukanlah merupakan suatu tingkat kemampuan seseorang namun merupakan suatu
bentuk kemampuan individu dalam memproses dan menyusun informasi serta cara
individu untuk tanggap terhadap stimulus yang ada di lingkungannya. Perbedaan-
perbedaan yang menetap pada setiap individu dalam cara mengolah informasi dan
menyususnya dari pengalaman-pengalamannya lebih dikenal dengan gaya kognitif.
Jadi dapat dikatakan gaya kognitif adalah cara setiap individu dalam menerima,
mengoraganisasikan, merespon, mengolah informasi dan menyusunnya
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dialaminya berdasarkan kajian
psikologis menurut Nurdin (2005), ada perbedaan cara orang memproses dan
mengorganisasikan kegiatannya, dengan demikian perbedaan tersebut akan
mempengaruhi kuantitas serta kualitas dari kegiatan yang dilakukan, termasuk
kegiatan yang dilakukan siswa di sekolah perbedaan inilah yang disebut dengan
gaya kognitif (cognitif style).
Lebih lanjut Nurdin (2005) menyatakan bahwa gaya kognitif mengacu pada cara
orang memperoleh informasi dan memakai strategi untuk merespon suatu stimulus
dari luar. Disebut sebagai gaya kognitif dan tidak sebagai kemampuan karena
merujuk pada bagaimana sesorang memperoleh informasi serta memecahkan
masalah. Dan bukannya mengacu pada bagaimana seseorang untuk memperoleh
cara yang terbaik dalam memproses informasi dan memecahkan masalah.
Tiap orang akan memiliki gaya kognitif yang berbeda-beda dalam memecahkan
masalah. Berbagai gaya kognitif tersebut merupakan suatu sifat kepribadian yang
relatif menetap sehingga dapat dipakai untuk menjelaskan prilaku seseorang dalam
menghadapi berbagai situasi. Menurut Abdurrahman (1999) menyatakan ada dua
dimensi yang mendapat perhatian besar dalam pengkajian anak dalam berkesulitan
belajar yaitu dimensi gaya kognitif keterikatan dan ketidakterikatan pada
lingkungan (field dependent dan field independent). Cakan (2006) mengemukakan,
gaya kognitif (cognitive style), memiliki arti yang berbeda dengan gaya belajar
(learning style). Gaya belajar merupakan cara orang untuk memperoleh informasi,
sedangkan gaya kognitif memiliki arti yang lebih luas yaitu mengacu pada cara
orang memperoleh informasi dan memandang lingkungan sekitarnya sebagai
stimulus dan berinteraksi didalamnnya.
Gaya kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya kognitif field
independent dan gaya kognitif field dependent. Gaya kognitif field dependent
didefinisikan sebagai persepsi siswa untuk memperoleh informasi yang dipengaruhi
oleh lingkungan sekitarnya, sedangkan karakteristik siswa yang tidak terpengaruh
lingkungan dinamakan gaya kognitif field independent.
Salah satu gaya kognitif yang mempengaruhi karakteristik individu adalah gaya
kognitif field independent. Witkin, dkk (dalam Candiasa, 2002) mengklarifikasikan
beberapa karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif field-independent,
antara lain: (1) memiliki kemampuan menganalisis untuk memisahkan objek dari
lingkungan sekitar, sehingga persepsinya tidak terpengaruh bila lingkungan
mengalami perubahan; (2) mempunyai kemampuan mengorganisasikan objek-objek
yang belum terorganisir dan mereorganisir objek-objek yang sudah terorganisir; (3)
cenderung kurang sensitif, dingin, menjaga jarak dengan orang lain, dan
individualistis; (4) memilih profesi yang bisa dilakukan secara individu dengan
materi yang lebih abstrak atau memerlukan teori dan analisis; (5) cenderung
mendefinisikan tujuan sendiri, dan (6) cenderung bekerja dengan mementingkan
motivasi intrinsik dan lebih dipengaruhi oleh penguatan instrinsik.
Dari karakteristik tersebut dapat diketahui bahwa individu yang memiliki gaya
kognitif field independent mempunyai kecenderungan dalam respon stimulus
menggunakan persepsi yang dimilikinya sendiri dan lebih analitis.
Selain gaya kognitif field independent, gaya kognitif yang dapat mempengaruhi
individu adalag gaya kognitif field dependent. Witkin, dkk (dalam Candiasa, 2002):
mengklarifikasikan beberapa karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif field-
dependent, antara lain: (1) cenderung berpikir global, mamandang objek sebagai
satu kesatuan dengan lingkungannya, sehingga persepsinya mudah terpengaruh
oleh perubahan lingkungan; (2) cenderung menerima struktur yang sudah ada
karena kurang memiliki kemampuan merestrukturisasi; (3) memiliki orientasi sosial,
sehingga tampak baik hati, ramah, bijaksana, baik budi dan penuh kasih sayang
terhadap individu lain; (4) cenderung memilih profesi yang menekankan pada
keterampilan sosial; (5) cenderung mengikuti tujuan yang sudah ada; dan (6)
cenderung bekerja dengan mengutamakan motivasi eksternal dan lebih tertarik
pada penguatan eksternal, berupa hadiah, pujian atau dorongan dari orang lain.