Anda di halaman 1dari 5

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan Marginal

Lahan marginal adalah lahan yang mempunyai potensi rendah sampai dengan

sangat rendah untuk menghasilkan tanaman pertanian atau dapat disebut sebagai

lahan yang mempunyai mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas.

Menurut Hanafiah (2007) menyebutkan bahwa lahan marginal dicirikan oleh

penggunaa lahan yang mempunyai kelayakan ekonomi yang kurang menguntungkan.

Namun demikian dengan penerapan teknologi dan sistem pengelolaan yang tepat

guna, potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih produktif. Potensi yang

sangat rendah pada lahan marginal ini disebabkan oleh sifat tanah, lingkungan fisik,

atau kombinasi dari keduanya yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan

tanaman. Lahan yang telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisika, kimia, dan

biologi, yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis dan pertanian serta

kehidupan sosial ekonomi masyarakat disebut dengan lahan kritis. Pengertian lahan

marginal dan lahan kritis pada dasarnya sama. Istilah marginal digunakan untuk

mengacu pada makna potensi dari lahan. Adapun istilah kritis digunakan untuk

menunjukkan aspek kerusakan dan kerugian akibat perubahan yang terjadi dari sifat

tanah dan lingkungannya. Di Indonesia lahan marginal dijumpai baik pada lahan

basah maupun lahan kering. Lahan basah berupa lahan gambut, lahan sulfat masam

dan rawa pasang surut seluas 24 juta ha, sementara lahan kering berupa tanah ultisol

47,5 juta ha dan oxisol 18 juta ha (Subagyo dan Siswanto, 2002). Prospek lahan
4

marginal ini cukup besar untuk pengembangan pertanian namun sekarang ini belum

dikelola dengan baik. Lahan-lahan tersebut kondisi kesuburannya rendah, sehingga

diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki produktivitasnya.

2.2. Pengelolaan lahan gambut secara umum

Pemanfaatan lahan gambut untuk usaha pertanian, didahului dengan tindakan

reklamasi, dilakukan dengan pembuatan saluran drainase untuk membuang air

berlebih sehingga tercipta lingkungan tanahyang cocok untuk tanaman tertentu.

Konsekuensinya adalah kemungkinan terjadinya over drained cukup besar terutama

bila diarahkan untuk pertanian lahan kering. Over drained inilah merupakan asal mula

dari kerusakan lahan dan lingkungan lahan gambut. Penggunaan lahan gambut untuk

pertanian lahan kering dapat dikatakan mustahil untuk mencapai pertanian yang

"sustainable" (Sinukaban, 1994)

2.2.1. Ameliorasi

Upaya untuk mengatasi kendala yang ada untuk usahatani tanaman pangan

sudah banyak dilakukan. Untuk mengatasi kemasaman tanah dan status hara yang

rendah, dilakukan dengan cara menambahkan bahan ameliorasi dan pupuk.

Perlakuan amelioran diharapkan memperbaiki pH tanah, meningkatkan ketersediaan

hara, dan meningkatkan kemampuan adsorpsi tanah. Disamping dengan kapur,

ameliorasi juga dapat dilakukan dengan abu bakaran limbah kayu atau serasah

tanaman. Abu serasah dapat meningkatkan pH, KB dan basa-basa tanah sehingga

produksi kedelai meningkat (Yuwono, 2006). Pemupukan unsur mikro seperti


5

terusi, magnesium sulfat dan seng sulfat masing-masing 15 kg/ha/tahun, mangan

sulfat 7 kg/ha, sodium molibdat dan borax masing-masing 0,5 kg/ha/th.

2.2.2. Tata Air Mikro

Masalah asam-asam organik beracun dapat ditanggulangi dengan membuat

parit-parit drainase untuk membuang kelebihan air dan mengurangi kadar asam-asam

organik. Jadi untuk usahatani maka pengelolaan air dengan drainase lapang juga

sangat diperlukan, disamping saluran drainase utama. Walaupun kita perlu membuang

asam-asam organik, namun kita tidak boleh sampai membuang habis asam-asam

tersebut karena asam-asam organik adalah bagian dari tanah gambut yang memiliki

muatan (aktif). Tanpa asam organik maka tanah gambut tidak lebih dari sepotong

ranting yang kering yang tidak memiliki kemampuan untuk menjerap dan

menyediakan unsur hara bagi tanaman (Yulianti, 2007).

2.3. Tanaman Nenas

Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

Anenas comosus. Nenas merupakan tanaman buah berupa semak dengan daging buah

berwarna kuning. Kandungan air yang dimiliki buah nenas adalah 90%. Nenas

berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum

masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan

Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15, (1599). Di Indonesia

pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan dan meluas dikebunkan di lahan

kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah
6

tropik dan sub tropik. Tanaman nenas berbentuk semak dan hidupnya bersifat tahunan

(perennial). Tanaman nenas terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan tunas-

tunas. Akar nenas dapat dibedakan menjadi akar tanah dan akar samping dengan

sistem perakaran yang terbatas. Akar-akar melekat pada pangkal batang dan termasuk

berakar serabut (monocotyledonae). Kedalaman perakaran pada media tumbuh yang

baik tidak lebih dari 50 cm, sedangkan di tanah biasa jarang mencapai kedalaman 30

cm. Batang tanaman nenas berukuran cukup panjang 20-25 cm atau lebih, tebal

dengan diameter 2,0 - 3,5 cm, beruas-ruas (buku-buku) pendek. Batang sebagai

tempat melekat akar, daun bunga, tunas dan buah, sehingga secara visual batang

tersebut tidak nampak karena disekelilingnya tertutup oleh daun. Tangkai bunga atau

buah merupakan perpanjangan batang. Daun nenas tumbuh memanjang sekitar 130-

150 cm, lebar antara 3-5 cm atau lebih, permukaan daun sebelah atas halus mengkilap

berwarna hijau tua atau merah tua bergaris atau coklat kemerah-merahan. Sedangkan

permukaan daun bagian bawah berwarna keputih-putihan atau keperak-perakan.

Jumlah daun tiap batang tanaman sangat bervariasi antara 70-80 helai yang tata

letaknya seperti spiral, yaitu mengelilingi batang mulai dari bawah sampai ke atas

arah kanan dan kiri. Bunga bersifat hermaprodit, masing-masing berkedudukan di

ketiak daun pelindung. Jumlah bunga membuka setiap hari, berjumlah sekitar 5-10

kuntum. Pertumbuhan bunga dimulai dari bagian dasar menuju bagian atas memakan

waktu 10-20 hari. Waktu dari menanam sampai terbentuk bunga sekitar 6-16 bulan.

Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis

golongan nenas, yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen (daun

pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun panjang
7

kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan Abacaxi (daun

panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas cultivar nenas

yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen. Golongan

Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia.

Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam varietas/cultivar

nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang

(Direktorat tanaman buah, 2002)

Anda mungkin juga menyukai