Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Keterlambatan bicara atau speech delay adalah salah satu penyimpangan dalam
tumbuh kembang. Menurut Law dkk, keterlambatan bicara dapat dibagi menjadi dua
yakni keterlambatan bicara primer dan sekunder. Keterlambatan bicara primer terjadi
bilamana keterlambatan kemampuan bicara dan bahasa relatif jika dibandingkan dengan
perkembangan kemampuan lainnya, dimana penyebabnya tidak jelas. Sedangkan
keterlambatan bicara sekunder terjadi bilamana keterlambatan kemampuan bicara dan
bahasa berlangsung bersamaan dengan keterlambatan kemampuan lainnya, umumnya
penyebabnya dapat diketahui, paling sering adalah gangguan pendengaran. Menurut
ikatan dokter anak Indonesia (IDAI), keterlambatan bicara dapat disebabkan oleh
gangguan pendengaran, gangguan pada otak (retardasi mental, gangguan bahasa reseptif
dan ekspresif), autism atau gangguan pada organ mulut. 1

Autisme adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasif) dengan
karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku yang gejalanya mulai
tampak pada anak sebelum usia 3 tahun. Secara pasti penyebab autisme tidak diketahui
namun autisme dapat terjadi dari kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik dan
faktor lingkungan. Penelitian yang dilakukan di Jepang terhadap 21.610 anak yang diikuti
sejak lahir sampai umur 3 tahun, didapatkan 1,3 kasus autisme per 1000 anak. Hasil yang
sama didapatkan di Swedia, yaitu sekitar 1-2 per 1000 anak menderita autisme. Autisme
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, dengan perbandingan
4:1. Sekitar 70% anak autism menderita retardasi mental. Autisme dapat terjadi pada
setiap anak tidak tergantung pada ras, etnik, atau keadaan sosial ekonomi keluarganya. 2

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identifikasi
Nama : Kenzio Valentino Medi
Umur : 4 tahun/ 04 Februari 2012
Berat badan : 13 kg
Panjang badan : 89 cm
Lingkar Kepala : 50 cm
Jenis Kelamin : laki laki
Agama : Budha
Nama Ayah : Tn. S
Nama Ibu : Ny. T
Bangsa : WNI
Alamat : Jalan Perindustrian 2 Komplek Sukarami Garden H-12
MRS : Rawat Jalan
Tanggal Pemeriksaan : 5 Oktober 2016

B. Anamnesis (Alloanamnesis tanggal 5 Oktober 2016 dengan Ayah Pasien)


Keluhan Utama
Belum bisa bicara dengan lancar.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak umur 2 tahun pasien belum dapat berbicara dengan kata-kata yang dapat
dimengerti oleh orang lain. Anak suka menirukan lagu yang didengarkannya.
Pasien belum bisa makan sendiri, mandi sendiri, BAB dan BAK sendiri . Saat
dipanggil, anak kadang-kadang menoleh. Saat mendengarkan suara keras, anak
sering terkejut. Bila menginginkan sesuatu, anak menarik tangan orang yang ada
di sekitarnya untuk mengambilkannya. Anak tidak bisa mengikuti perintah. Anak
tidak bisa bermain dengan teman sebayanya. Hiperaktif (+), kontak mata (-),

2
menirukan kata-kata (+), gerakan stereotipik (+), bahasa planet (+). Pasien tampak
kurang konsentrasi. Penderita bisa berjalan sejak umur 1 tahun.
Riwayat penyakit/Operasi dahulu
Riwayat kejang (-)

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Masa kehamilan : Aterm
Partus : Spontan
Ditolong Oleh : Bidan
Tanggal : 04 Februari 2016
Berat badan : 3000 gr
Panjang Badan : Ayah lupa
Lingkar kepala : Ayah lupa
Keadaan : ibu demam (-), kpsw (-), ketuban kental (-), hijau (-), bau
(-)

Riwayat Makanan
ASI : Lahir s.d 2 tahun
Susu Formula : usia 6 bulan - sekarang
Bubur Susu : 6 bulan- sekarang
Kesan : baik

Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR

Umur Umur Umur

BCG 1 bulan

DPT 1 2 bulan DPT 2 4 bulan DPT 3 6 bulan

HEPATITIS B 1 Lahir HEPATITIS 1 bulan HEPATITIS B 6 bulan


B2 3

Hib 1 2 bulan Hib 2 4 bulan Hib 3 6 bulan

POLIO 1 2 bulan POLIO 2 4 bulan POLIO 3 6 bulan

3
CAMPAK 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap, sesuai usia

Riwayat Penyakit pada Keluarga


Tidak ada

Riwayat Sosioekonomi
Anak mempunyai keluarga dengan sosioekonomi menegah keatas.

Keharmonisan Dalam Keluarga


Penderita tinggal dengan kedua orang tua dan diasuh langsung oleh ibunya.

Riwayat Pertumbuhan
BB/U : 0-(-2) SD (Normal)
PB/U : -2 SD -3 SD (Wasted)
BB/PB : -1 SD -2 SD (Normal)
Kesan : Normal

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sehat
Kesadaran : Compos mentis GCS 15
Cara Berjalan : Normal
Bahasa/ Bicara : belum bisa bicara dengan lancar, hanya beberapa
kata saja, anak hanya bisa merangkai kata-kata
dengan terbatas.
Pemeriksaan Tanda Vital : Tekanan darah: 100/70, Nadi : 90x/menit, RR:
24x/menit, suhu: 37,1o C
Status Psikis : pasien kooperatif, tidak terdapat kontak mata saat
berbicara dan menjawab pertanyaan, mimik wajah
datar, anak seperti memiliki dunianya sendiri.

4
A. Saraf - saraf Otak
Nervus Kanan Kiri
I. N. Olfaktorius tidak dilakukan tidak
dilakukan
II. N. Opticus tidak dilakukan tidak
dilakukan
III. N. Occulomotorius tidak dilakukan tidak
dilakukan
IV. N. Trochlearis tidak dilakukan tidak dilakukan
V. N. Trigeminus tidak dilakukan tidak dilakukan
VI. N. Abducens tidak dilakukan tidak
dilakukan
VII. N. Fascialis tidak dilakukan tidak
dilakukan
VIII. N. Vestibularis tidak dilakukan tidak
dilakukan
IX. N. Glossopharyngeus tidak dilakukan tidak
dilakukan
X. N. Vagus tidak dilakukan tidak
dilakukan
XI. N. Accesorius tidak dilakukan tidak
dilakukan
XII. N. Hypoglosus tidak dilakukan tidak
dilakukan

B. Kepala
Bentuk : normal
Ukuran : normocephali
Posisi
Mata : Skera ikterik (-), konjuntiva anemis (-)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), nafas cuping hidung (-)
Telinga : Dalam batas normal

5
Mulut : Sianosis (-)
Wajah : simetris

Gerakan abnormal : tidak ditemukan

C. Leher
Inspeksi : Simetris, struma(-), tumor (-), posisi trakea normal
Palpasi : kaku kuduk (-), pembesarn KGB (-), JVP (5-2) cmH2)
Luas gerak sendi :
Ante/retroflesi (n 65/50) : 65/50
Lateeroflesi (D/S) (n 40/40) : 40/40
Rotasi (D/S) (n 45/45): 45/45
Tes Provokasi : tidak dilakukan

D. Thorak
Bentuk : Simetris
Pemeriksaan ekspansi thoraks: Ekspansi max 88 cm; inspirasi max 98 cm
Paru-Paru
Inspeksi : statis-dinamis, simetris
Palpasi : stem fremitus kanan kiri sama
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru

6
Auskultasi : Vaskuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : tidak teraba ictus cordis
Perkusi : timpani, sifing dullness (-)

E. Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar
Palpasi : lemas, tidak ada nyeri tekan, hepar lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus

F. Trunkus
Pemeriksaan trunkus tidak dilakukan.

G. Anggota Gerak Atas

Inspeksi: tidak ada deformitas,edema dan tremor

Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan cukup cukup
Kekuatan 5 5
Abduksi lengan 5 5
Fleksi bahu 5 5
Ekstensi siku 5 5
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus normal normal
Tropi normal (tidak ada) normal/tidak ada
Refleks fisiologis
Refleks tendon bisep normal normal
Refleks tendon triseps normal normal
Refleks patologis

7
Hoffman normal normal
Tromner normal normal
Sensorik
Protopatik normal normal
Proprioseptik normal normal
Vegetatif normal normal
Penilaian fungsi tangan Dextra Sinistra
Anatomical normal normal
Grips normal normal
Spread normal normal
Palmar abduct normal normal
Pinch normal normal
Lumbrical normal normal

Luas Gerak Sendi dan tes provokasi


Tidak dilakukan

H. Anggota Gerak Bawah


Inspeksi : normal. Tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Neurologi
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan terdapat kelumpuhan Cukup
Kekuatan 5 5
Hip flexi 5 5
Teo flexi 5 5
Plantar flexi 5 5
Fleksi tungkai bawah 5 5
Toe Ekstensi 5 5
Tonus normal normal

8
Tropi normal (tidak ada) normal/tidak ada
Refleks fisiologis
Refleks tendon patela normal normal
Refleks tendon achiles normal normal
Refleks patologis
babinsky normal normal
chaddock normal normal
Sensorik
Protopatik normal normal
Proprioseptik normal normal
Vegetatif normal normal

Luas Gerak Sendi dan Tes provokasi


Tidak dilakukan
I. Pemeriksaan Lainnya

Fungsi Vegetataif

BAK : normal

BAB : normal

Fungsi luhur

Afasia : tidak ada

Apraksia : tidak ada

Agrafia : tidak ada

Alexia : tidak ada

J. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan DDST

Personal sosial : 3T, 15D

9
Bahasa : 8T, 15D
Motorik halus : 1C

Hasil pemeriksaan KPSP


Hasil Ya ada 2 dan Tidak ada 8.
Berdasarkan hasil tersebut maka daapatkan interpretasi kemungkinan ada
penyimpangan pada no. 2,3,4,6,7,8,9,10. Yaitu pada perkembangan bicara
dan bahasa, gerak halus dan sosialisasi dan kemandirian.

Hasil pemeriksaan CHAT


Hasil : penderita tidak bisa melakukan pada no. A2, A5-A9, B1-B5.
Berdasarkan hasil pemeriksaan CHAT didapatkan hasil bahwa anak ini
memiliki resiko tinggi menderita autis.

K. Resume
Anak laki-laki usia 4 tahun datang ke rehab medik dengan keluhan utama belum
bisa bicara dengan lancar. Sejak umur 2 tahun pasien belum dapat berbicara
dengan kata-kata yang dapat dimengerti oleh orang lain. Anak suka menirukan
lagu yang didengarkannya. Pasien belum bisa makan sendiri, mandi sendiri, BAB
dan BAK sendiri. Saat dipanggil, anak kadang-kadang menoleh. Saat
mendengarkan suara keras, anak sering terkejut. Bila menginginkan sesuatu, anak
menarik tangan orang yang ada di sekitarnya untuk mengambilkannya. Anak tidak
bisa mengikuti perintah. Anak tidak bisa bermain dengan teman sebayanya.
Hiperaktif (+), kontak mata (-), menirukan kata-kata (+), gerakan stereotipik (+),
bahasa planet (+). Pasien tampak kurang konsentrasi. Penderita bisa berjalan
sejak umur 1 tahun. Riwayat kejang (-), riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu TD:100/70, RR 24x per
menit, Nadi: 90x/menit. Pemeriksaan fisik yang lain dalam batas normal.

Diagnosa kerja
Keterlambatan bicara ec. Susp. Autism disorder

10
H. Terapi
Medika Mentosa : Risperidone 2x 0,1 mg.
Rehabilitasi Medik : dilakukan 2 kali perminggu
- Okupasi Terapi : terapi sensori integrasi, snoozelen
- Speech Terapi : terapi wicara, terapi kosakata

BAB III

11
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Istilah autisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner,
seorang psikiater dari John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak
yang mengalami kelainan sosial yang berat, hambatan komunikasi dan masalah perilaku.
Anak-anak ini menunjukkan sifat menarik diri (withdrawal), membisu, dengan aktivitas
repetitif (berulang-ulang) dan stereotipik (klise) serta senantiasa memalingkan
pandangannya dari orang lain. Secara harfiah autisme berasal dari kata autos=diri dan
isme= paham/aliran yang berarti suatu kondisi seseorang yang secara tidak wajar
terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam
dunianya sendiri.

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya komplek dan
berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk
berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku
dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan ini akan sangat
mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.

3.2 Epidemiologi
Setiap tahun di seluruh dunia, kasus autisme mengalami peningkatan. Awal tahun
1990-an, kasus autisme masih berkisar pada perbandingan 1 : 2.000 kelahiran (Synopsis
of Psychiatry). Di Amerika Serikat pada tahun 2000 angka ini meningkat menjadi 1 dari
150 anak punya kecenderungan menderita autisme (Autism Research Institute). Di
Inggris, datanya lebih mengkhawatirkan. Data terakhir dari CDC (Center for Disease
Control and Prevention) Amerika Serikat pada tahun 2002 juga menunjukkan prevalensi
autisme yang semakin membesar, sedikitnya 60 penderita dalam 10.000 kelahiran.
Berdasarkan data International Congress on Autismem tahun 2006 tercatat 1 dari 150
anak punya kecenderungan autisme.

Penelitian di Korea Selatan tahun 2005-2009 menemukan, autisme pada 26,4 dari
1.000 anak usia 7-12 tahun. Penelitian yang dilakukan di Jepang terhadap 21.610 anak
yang diikuti sejak lahir sampai umur 3 tahun, didapatkan 1,3 kasus autisme per 1000

12
anak. Hasil yang sama didapatkan di Swedia, yaitu sekitar 1-2 per 1000 anak menderita
autism. Meningkatnya jumlah kasus autisme ini kemungkinan karena semakin
berkembangnya metode diagnosis, sehingga semakin banyak ditemukan anak penderita
Autism Spectrum Disorder (ASD). Sampai saat ini, belum ada data pasti mengenai
jumlah penyandang autisme di Indonesia.

3.4 Etiologi
Penyebab autism belum dapat dijelaskan secara pasti, tetapi diketahui bahwa
penyebabnya sangat kompleks dan multifaktorial dan terutama dipengaruhi faktor
genetik. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa berbagai fakor secara sendiri
atau bersama-sama mengganggu susunan saraf pusat melalui mekanisme tertentu,
yang akhirnya menghasilkan suatu sindrom gangguan perilaku yang disebut sabagai
autism. Berbagai teori yang diperkirakan menjadi penyebab terjadinya autism adalah
sebagai berikut:

1. Teori Psikososial.
Beberapa ahli (Kanner & Bruno Bettelhem) mengatakan autisme dianggap
sebagai akibat hubungan yang dingin/tidak akrab antara orang tua ibu dan anak.
Demikian juga orang yang mengasuh dengan emosional yang kaku, obsesif bahkan
dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autisme. Namun sekarang teori ini
disanggah, karena tidak terdapat perbedaan situasi keluarga anak yang autism dengan
keluarga anak yang normal.

2. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik.
Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis
(17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X karena secara
sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti
patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrome fragile X adalah
penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome X.
Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-
linked lainnya, karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki

13
dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). Sindrom
fragile X meliputi sekumpulan gejala, seperti retardasi mental ringan sampai berat,
kesulitan belajar, daya ingat jangka pendek yang buruk, kelainan fisik, clumsiness,
serangan kejang, dan hiper-refleksia. Sering juga ditemukan gangguan perilaku,
seperti hiperkaktif, gangguan pemusatan perhatian, impulsive, ansietas, dan gangguan
autistik. Namun saat ini, hubungan antara autisme dengan sindrom fragile X masih
diperdebatkan.

3. Gangguan pada Sistem Syaraf


Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada
hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak
kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil
pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan
akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal, atau
sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati.

Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai
sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu
maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya
sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku.

4. Prenatal, natal dan post natal


Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi yang terlambat,
gangguan pernapasan dan anemia merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya autisme. Kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan
dalam pertumbuhan otak tidak mencukupi karena nutrisi tidak dapat diserap oleh
tubuh, hal ini dapat terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak
terpenuhi karena faktor ekonomi.

5. Autoimun tubuh

14
Auto imun pada anak dapat merugikan perkembangan tubuhnya sendiri karena
zat-zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah
kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan autoimun
adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh sendiri yang justru kebal terhadap
zat zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya.

Pada anak yang menderita autis, ditemukan antibody ibu terhadap antigen
tertentu yang menyebabkan penyumbatan sementara alitan darah otak janin. Selain
itu, antigen tersebut juga ditemukan pada sel otak janin, sehingga antibody ibu dapat
merusak jaringan otak janin. Keadaan tersebut memperkuat teori peranan imunologi
pada terjadinya autisme. Penyakit autoimun seperti diabetes tipe 1, artritis
rheumatoid, hipotiroid dan lupus eritematosus sistemik, banyak ditemukan pada
keluarga yang anaknya menderita autisme. Dikatankan bahwa autisme ditemukan 8,8
kali lebih banyak pada anak yang ibunya menderita autoimun.

3.4 Gejala-gejala pada Anak Autisme


Anak-anak autisme memiliki masalah dalam bidang:

1. Gangguan dalam komunikasi


Terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak
dan mimik
Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
Sering mengulang apa yang dikatakan orang lain
Meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti
Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
Bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya
Tidak memahami pembicaraan orang lain
Menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu

2. Gangguan dalam interaksi sosial


menghindari atau menolak kontak mata
tidak mau menengok bila dipanggil

15
lebih asik main sendiri
bila diajak main malah menjauh
tidak dapat merasakan empati

3. Gangguan dalam tingkah laku


asyik main sendiri
tidak acuh terhadap lingkungan
tidak mau diatur, semaunya
menyakiti diri
melamun, bengong dengan tatapan mata kosong
kelekatan pada benda tertentu
tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari,
manjat-manjat, berputar-putar, melompat-lompat, mengepak-ngepak
tangan, berteriak-teriak, berjalan berjinjit-jinjit.

4. Gangguan dalam emosi


rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan
tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab
tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan
keinginannya

5. Gangguan dalam sensoris atau penginderaan


Menjilat-jilat benda
Mencium benda-benda atau makanan
Menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu
Tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar

Karakteristik di atas sering juga disertai dengan adanya ketidakmampuan untuk


bermain, seperti; tidak menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya, kurang
mampu bermain spontan dan imajinatif, tidak mampu meniru orang lain, dan sulit
bermain pura-pura. Gangguan makan seperti; sangat pemilih dalam hal menu

16
makanannya, cenderung ada maslah dalam pecernaan atau sangat terbatas asupannya,
dan gangguan tidur seperti; sulit tidur atau terbangun tengah malam dan berbagai
permasalahan lainnya.

3.5 Diagnosis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan keluhan dari orang tua secara
seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap keterlambatan
perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak tersebut, sehingga perlu
suatu perhatian yang khusus. Pada anamnesis biasanya didapatkan riwayat gangguan
penderita seperti gangguan perkembangan bicara dan bahasa, riwayat gangguan
komunikasi, interaksi sosial, dan emosi atau perilaku. Setelah anamnesis dilakukan
pemeriksaan KPSP untuk memeriksa keterlambatan perkembangan pada anak.
Selanjutnya jika terdapat gangguan perkembangan, dokter dapat melanjutkan untuk
menanyakan mengenai gangguan perkembangan yang lebih detail.

Berdasarakan intrumen diagnosis, seperti DSM IV (Diagnostic and Statistical


Manual Of Mental Disoreder Fourth Edition) dan ICD 10, dan dibantu dengan alat
skrining umum, skrining autisme, rating scale, dan Check list. Intrumen ini harus
digunakan untuk diagnosis, sehingga tidak sekedar berdasarkan pengalaman saja.
Untuk diagnosis autisme, intrumen yang digunakan harus mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dan sudah distandarisasi. Intrumen meliputi wawancara dengan
orangtua tentang keluhan dan gejala yang terkait dengan autisme dan intrumen yang
terstruktur untuk pengamatan sosialisasi anak komunikasi, perilaku, dan bermain.

Menurut ICD-10 1993 dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM IV-TR, 2004), kriteria diagnostik
untuk dari gangguan autistik adalah sebagai berikut:

A. Harus ada setidaknya 6 gejala dari 1,2 dan 3 dengan minimal 2 gejala dari 1
dan masing-masing satu gejala dari 2 dan 3
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal
harus ada 2 gejala dibawah ini :

17
a. Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai:
kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-
gerik kurang tertuju.
b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
c. Tidak ada empati (tidak dapat merasakan apa yang dirasakan
orang lain)
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minial harus ada satu
gejala dibawah ini:
a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak
berkembang, anak tidak berusaha berkomunikasi secara nonverbal
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dapat dipakai untuk
komunikasi
c. Sering mengatakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat
meniru
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan, diulang-ulang dalam perilaku,
minat dan kegiatan. Minimal harus ada satu gejala dibawah ini:
a. Mempertahankan suatu minat atau lebih denan cara yang sangat
khas dan berlebihan
b. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang
tidak ada dunanya
c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
d. Sering kali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam
bidang:
1. Interaksi sosial
2. Bicara + bahasa
3. Cara bermain yang monoton, kurang variatif

18
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau gangguan disintegratif masa
kanak-kanak

Untuk deteksi dini autisme, peneliti University of Cambrige UK


mengembangkan Checklist sederhana yang dapat digunakan oleh dokter umum,
yaitu CHAT (Checklist for Autism in Toddlers). CHAT dapat dibagi menjadi 2
bagian, yaitu bagian pertama berupa pertanyaan kepada orangtua dan bagian
kedua yang merupakan pengamatan. Deteksi dini autis pada umur 18-36 bulan.
Bila ada keluhan / kecurigaan dari orang tua/ pengasuh / petugas karena ada 1
(satu) atau lebih dari:
1. Keterlambatan bicara.
2. Gangguan komunikasi/ interaksi sosial.
3. Perilaku yang berulang-ulang.
Tanyakan dan amati perilaku anak
1. 9 pertanyaan untuk ibu/pengasuh (A): ya/ tidak
2. 5 perintah bagi anak (B) : ya / tidak
Interpretasi (penafsiran) CHAT
1. Risiko tinggi menderita Autis : tidak A5, A7, B2-4 rujuk
2. Risiko rendah menderita Autis : tidak A7, B4
3. Kemungkinan ggn perkembangan lain : tidak 3 atau lebih A1-4, A6, A8-9,
B1, B5

Ringkasan kuesioner autis (CHAT):


A. Pertanyaan pada orangtua / pengasuh
1. Senang di ayun-ayun, diguncang-guncang
2. Tertarik memperhatikan anak lain
3. Suka memanjat tangga
4. Suka main ciluk-ba, petak umpet
5. Bermain pura-pura membuat minuman
6. Meminta dengan menunjuk
7. Menunjuk benda

19
8. Bermain dengan benda kecil
9. Memberikan benda utk menunjukkan sesuatu
B. Pengamatan perilaku anak
1. Anak memandang mata pemeriksa
2. Anak melihat ke benda yang ditunjuk
3. Bermain pura-pura membuat minum
4. Menunjuk benda yang disebut
5. Menumpuk kubus

Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik secara umum dan menyeluruh, dan dapat
ditemukan gangguan perilaku yang khas yaitu hiperaktif atau hipoaktif, gerakan
stereotipik, repetitive, echolalia, dan tidak ada kontak mata. Sendangkan
pemeriksaan penunjang yang direncanakan berupa tes pendengaran dan dapat pula
dilakukan tes IQ.

3.6 Diagnosis Banding


Seperti halnya penyakit lain, untuk anak yang dicurigai autisme, harus
dilakukan pemeriksaan lengkap yang bertujuan untuk mencari faktor
penyebabdan untuk membuat diagnosis banding dengan penyakit yang lain.
Autisme harus dibedakan dari penyakit atau kelainan dibawah ini:
1. Spektrum Autisme (Pervasive developmental disorder) lainnya:
A. Sindrom Asperger
Anak yang menderita sindrom Asperger biasanya umur lebih dari 3 tahun
memiliki problem bahasa. Penderita sindrom ini cenderung memiliki
intelegensi rata-rata atau lebih tinggi. Namun seperti halnya gangguan
autistik, mereka kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi.

B. Gangguan perkembangan menurun (PDD NOS/Pervasive developmental


disorder not otherwise specified).
Gejala ini disebut juga non tipikal autisme. Penderita memiliki gejala-
gejala autisme, namun berbeda dengan jenis autisme lainnya. IQ penderita ini
rendah.

20
C. Sindrom Rett
Sindrom ini terjadi hanya pada anak perempuan. Mulanya anak tumbuh
normal. Pada usia satu hingga empat tahun, terjadi perubahan pola
komunikasi, dengan pengulangan gerakan tangan dan pergantian gerakan
tangan.

D. Gangguan Disintegrasi Anak


Pada gejala autisme ini, anak tumbuh normal hingga tahun kedua.
Selanjutnya anak akan kehilangan sebagian atau semua kemampuan
komunikasi dan keterampilan sosialnya.

Untuk lebih jelasnya tabel 3.1. dibawah ini menggambarkan perbedaan


secara klinis dari lima jenis gangguan perkembangan pervasive tersebut diatas.

2. Schizophrenia pada anak


Gejala timbul pada umur yang lebih tua dari pada autisme; biasanya
setelah umur 3 tahun sampai remaja. Terdapat gejala halusinasi dan delusi.
Terdapat riwayat gangguan persolnalitas, afektif atau emosi dalam keluarga.
Anak menarik diri dari pergaulan, terdapat gangguan proses berpikir, IQ-nya
lebih baik dari anak autisme, dan terdapat periode remisi kalau prilakunya
kembali mendeati normal.

3. Gangguan bahasa dan pendengaran

21
Anak dengan ganguan bahasa dapat menggunakan bahasa isyarat tubuh
untuk menyampaikan maksudnya, pada umumnya mempunyai IQ normal,
bisa melakukan permainan imajinatif, dan mempunyai prognosis lebih baik.
Sementara itu, gejala pada anak dengan gangguan pendengaran adalah tidak
responsive terhapda ransangan dari lingkungan dan terdapat gangguan bicara
verbal. Perlu pemeriksaan THT dan audiologi untuk mengetahui gangguan
pendengaran. Anak dengan gangguan pendengaran bila dibandingkan anak
autisme mempunyai IQ lebih tinggi, interaksi sosial lebih baik, komunikasi
nonverbal yang lebih baik dan mempunyai prognosis lebih baik (bila anak
memakai alat bantu dengar).

4. Retardasi mental
Anak dengan retardasi mental, pada umumnya, mengalami keterlambatan
hamper pada semua sector perkembangan (Global delayed development).
Walaupun sekitar 70% anak autis juga mendertia retardasi mental. Anak
autis harus dibedakan dengan anak yang murni mengalami retardasi
mental, anak autsime mempunyai kekuatan intelektual tertentu dan
kemampuan motoriknya lebih baik. Sedangkan anak dengan retardasi
mental pada umumnya mempunyai kemampuan interaksi sosial dan
komunikasi yang lebih baik, dibandingkan perkembangan lainnya.

3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak autis harus melibatkan berbagai ahli, seperti dokter anak,
psikiater, ahli rehabilitasi medis, psikolog, ahli terapi wicara, dan ahli penddidikan.
Penatalaksaan anak autis ini memakan waktu yang lama, bersifat paliatif, dan tidak
menyembuhkan. Peran aktif orangutan dan dukungan dari lingkungan sangat diperlukan.
Penanganan pada anak autisme ditujukan terutama untuk mengurangi atau
menghilangkan masalah gangguan tingkah laku, meningkatkan kemampuan belajar dan
perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa dan keterampilan menolong diri.

Beberapa penanganan yang telah dikembangan untuk membantu anak autisme


antara lain;
1. Terapi Tingkah laku

22
Berbagai jenis terapi tingkah laku telah dikembangkan untuk mendidik
penyandang autisme, mengurangi tingkah laku yang tidak lazim dan
menggantinya dengan tingkah laku yang bisa diterima dalam masyarakat. Terapi
ini sangat penting untuk membantu penyandang autisme untuk lebih bisa
menyesuaikan diri dalam masyarakat. Keadaan seperti hiperaktivitas, gerakan
stereotipik, cara bermain yang tidak sama dengan anak lain, juga adanya
agresifitas, temper tantrum, dan cenderung melukai diri sendiri memerlukan
intervensi perilaku.
Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behavoral Analysis). Usia
terbaik adalah sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 jam perminggu.
Terapi ABA adalah metode tatalaksana perilaku yang berkembang sejak puluhan
tahun, ditemukan psikolog Amerika, Universitas California Los Angeles, Amerika
Serikat, Ivar O. Lovaas (Handojo, 2008: 15)., Beliau memulai eksperimen dengan
cara mengaplikasikan teori B.F. Skinner, Operant Conditioning. Di dalam teori ini
disebutkan suatu pola perilaku akan menjadi mantap jika perilaku itu diperoleh si
pelaku (penguat positif) karena mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tidak
diinginkan (penguat negatif).
Sementara suatu perilaku tertentu akan hilang bila perilaku itu diulang terus
menerus dan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan (hukuman) atau
hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan). Dari beberapa
pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Metode Lovaas / Applied
Behavior Analysis (ABA) merupakan metode yang mengajarkan kedisiplinan
dimana pada kurikulumnya telah dimodifikasi dari aktivitas sehari-hari dan
dilaksanakan secara konsisten untuk meningkatkan perilaku yang signifikan.
Kepatuhan dan kontak mata merupakan kunci utama dalam penerapan Metode
ABA / Applied Behavior Analysis), tanpa penguasaan kedua kemampuan tersebut
anak autisme akan sulit diajarkan aktivitas-aktivitas perilaku yang lain.
Menurut Y. Handojo (2008.60) beberapa dasar mengenai tehnik-tehnik
ABA adalah :
1) Kepatuhan (compliance) dan kontak mata adalah kunci masuk ke metode ABA

23
2) One on one adalah satu guru untuk satu anak. Bila perlu dapat dipakai guru
pendamping sebagai promter (pemberi promt).
3) Siklus (discrate trial training) yang dimulai dari instruksi diakhiri dengan
imbalan. Tiga kali instruksi dengan pemberian tenggang waktu 3-5 detik pada
instruksi ke-1 dan ke-2. Tabel Siklus discrate trial training
Instruksi # 1 (tunggu 3-5 detik), bila respon tak ada, lanjutkan dengan
Instruksi # 2 (tunggu 3-5 detik), bila respon tak ada, lanjutkan dengan
1 SIKLUS Instruksi # 1 langsung lakukan promt atau imbalan

4) Fading adalah mengarahkan anak ke perilaku target dengan promt penuh makin
lama dikurangi secara bertahap.
5) Saving adalah mengajarkan suatu perilaku melalui tahap-tahap pembentukan
yang makin mendekati perilaku target.
6) Chaining adalah mengajarkan suatu perilaku yang komplek yang menjadi
aktivitas kecil. Contoh : memasang kaos dipecah menjadi memegang kaos
meletakkan kaos di atas kepala meloloskan kepala melalui lobang kaos
meloloskan satu tangan meloloskan tangan yang lain menarik kasos
setinggi dada menarik kaos sampai di pinggang.
7) Discrimination Training adalah tahap identifikasi item dimana disediakan item
pembanding, kemudian diacak tempatnya sampai anak benar-benar mampu
membedakan mana item yang harus diidentifikasi sesuai instruksi.
8) Mengajarkan konsep warna, bentuk, angka, huruf dan lain-lain. Dari
Beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Teknik
Dasar Pelaksanaan Metode ABA ( Applied Behavior Analysis) Pertama,
terstruktur, terarah dan terukur

2. Terapi wicara
Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk memperlancar bahasa
anak. Menerapkan terapi wicara pada anak autisme berbeda daripada anak lain.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan
bicara pada anak autisme. Dengan terapi wicara, kemampuan bicara anak autis
terjadi peningkatan. Mereka yang telah sukses terapi ini akan mudah bercaka-

24
cakap. Bahkan ada beberapa anak autis yang memiliki kemampuan berbahasa
diatas anak normal sebayanya.
Ada sejumlah latihan yang dapat dilakukan:
Pecs dan compic adalah kartu-kartu bergambar yang digunakan utuk
membantu anak mengugkapkan keinginannya dan mengekpresikan diri.
Awalnya anak diajari untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan hanya
dengan menunjuk atau mnyerahkan karut yang merupkan simbal dari
bendanya. Selajutnya anak diajarkan kemampuan komunikasi yang lebih
kompleks seperti menyusun kalimat sederhana dan menjawab
pertanyaan.
Fascilitated Communication, anak diajarkan untuk mengungkapkan diri
dengn cara menunjuk huruf-huruf pada papan abjad. Anak autis banyak
mengalami masalah koordinasi motorik tangan, aka oleh karenanya
awalny diberikan bantuan untuk menyangga lengan tangan mereka.
Sign Language atau bahasa iyarat; cara komunikasi dengan
menggunakan gerakan tangan, badan, dan ekspresi wajah. Pada sebagian
anak cara ini menjadi sulit karena mereka mengalami hambatan dalam
melakukan gerakannya yang tepat.

3. Terapi edukasi
Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu anak. Cara ini
paling efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang
besar. Secara bertahap anak dimasukan dalam kelompok kelas untuk dapat
mengikuti pembelajaran secara klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya
tidak terlalu dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan autisme
dapat secara terus menerus belajar dengan anak-anak lainnya dalam satu
pembelajaran bersama. Pola pendidikan yang terstruktur baik di sekolah maupun
di rumah sangat diperlukan bagi anak ini. Mereka harus dilatih untuk mandiri,
terutama soal bantu diri. Maka seluruh keluarga di rumah harus memakai pola
yang sama Agar tidak membingungkan anak.

25
4. Terapi okupasi
Sebagian individu dengan gangguan autisme mempunyai perkembangan
motorik terutama motorik halus yang kurang baik. Terapi okupasi diberikan untuk
membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot halus
seperti tangan. Otot jari tangan penting dilatih terutama untuk persiapan menulis
dan melakukan segala pekerjaan yang membutuhkan keterampilan motorik halus.
Terapi ini beertujuan agar anak dapat melakukan gerakan memegang, menulis
dengan terkontrol dan teratur.
5. Sensori integrasi
Sensori integrasi adalah pegorganisasian informasi melalui semua sensori yang
ada (gerakan, senuhan, penciuman, pengecapan, pengelihatan pendengaran)
AIT (auditory Integration Training); diberikan kepada individu yang
hipersensitifitas terhadap suara dan mengganggu sean penganisasian.
Mulanya ditentikan suara yangmengganggu pendengaran dengan
erangkat audiometer. Lalu diikuti seri terapi yang memperdengarkan
suara-suara yang direkam. Selanjtya dilakukan disensitisasi terhadap
suara yang menyakitkan tersebut

6. Terapi medikamentosa (obat)


Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme mempunyai beberapa
gejala yang menyertai gangguan autisme, seperti perilaku agresif atau hiperaktivitas. Pada
individu dengan keadaan demikian dianjurkan untuk menggunakan pemberian obat-
obatan secara tepat. Penggunaaan obat-obat yang digunakan biasanya dilakukan dengan
cermat agar memperoleh pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Contoh: autisme
yang disertai hiperaktivitas dapat diberi clonidine, guanfacine, atau imipramine; yang
disertai dengan agresivitas dapat diberikan haloperidol atau risperidone; dan yang disertai
dengan mencederai diri sendiri dapat diberi naltrexone, trazadone atau fluoxerine.

26
BAB III

ANALISIS KASUS

27

Anda mungkin juga menyukai