Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Ketimpangan antara kebutuhan manusia yang tak terbatas dengan ketersediaan
sumberdaya yang tersedia terbatas, menyebabkan kurang maksimalnya
keterpenuhan kebutuhan manusia diberbagai aspek terutama aspek pokok
pemenuhan kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan tidak hanya terpaku pada
bahan dasar berupa sembako, tetapi berhubungan erat dengan bahan pendukung
seperti ketersediaan minyak dan gas sebagai bahan pengolahnya. Konversi bahan
bakar minyak ke gas pada tahun 2007 merupakan tindakan pemerintah untuk
mengalihkan subsidi dari minyak ke gas (elpiji) karena dipicu naiknya harga
minyak dunia. Kebijakan pemerintah dalam hal ini PT Pertamina yang
mengkonversi penggunakan minyak ke gas ternyata belum sepenuhnya
membuahkan hasil. Karena factor seperti, minimnya bahn baku sehingga harus
mengimpor dari luar negeri, tingkat rupiah yang kian melemah serta cuaca buruk
yang menyebabkan tersendatnya distribusi antar pulau di Indonesia, menjadi
alasan utama keterbatasan pasokan sehingga menyebabkan kelangkaan gas elpiji
di berbagai daerah, yang akan menimbulkan kenaikan harga gas Elpiji.
Kenaikan harga elpiji memicu reaksi dari masyarakat, karena elpiji saat ini
merupakan bahan pokok bagi masyarakat untuk mengolah kebutuhan pangan
mereka. Kebijakan menaikkan harga elpiji akan berdampak besar bagi masyarakat
Indonesia yang notabene konsumen elpiji banyak dari kalangan menengah
kebawah. Sehingga diperlukan kebijakan yang dua arah antara pemerintah (PT
Perrtamina dan Masyarakat) yang seimbang agar tidak memicu tuntutan
masyarakat dari kabijakan yang dikeluarkan PT Pertamina.
Pada faktanya gas elpiji bersubsidi saat ini memang dinilai sangat rendah jika
dibandingkan dengan harga gas elpiji secara nasional, upaya menaikkan harga
elpiji secara bertahap dinilai sudah cukup tepat. Hasil yang dicapai dari upaya ini

1
adalah terciptanya harga gas elpiji yang ideal dan memberikan pendapatan
penjualan yang menguntungkan dalam jangka panjang.
2. Rumusan masalah
1. Bagaimana Pemerintah mengambil kebijakan otoritatif dalam penetapan
harga gas elpiji 3kg dan 12 kg?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengaruh Kenaikan Harga Elpiji Non Subsidi Terhadap


Pertamina dan Daya Beli Masyarakat

Program pemerintah melakukan konversi dari BBM ke gas Liquid Petroleum


Gas(LPG) berbuah hasil. Sekarang ini, masyarakat Indonesia sudah terbiasa
memakai gas elpiji untuk keperluan rumah tangga.Namun, di saat masyarakat
sudah terlena menikmati pemakaian gas elpiji yang begitu mudah dan praktis
akhirnya menuai masalah. Ya, masalah yang muncul lagi-lagi berkenaan dengan
kenaikan harga. Pemberian subsidi gas elpiji ukuran 3 kg (si melon) yang diklaim
sebagai harga gas yang mudah dijangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Apalagi pada saat pertama kali dilaksanakan program konversi, masyarakat
mendapatkannya dengan gratis. Ternyata, Pertamina sebagai perusahaan plat
merah sampai detik ini mengalami kerugian alias nombok.

Pemerintah tidak bisa memberikan subsidi pada gas elpiji non subsidi kemasan 12
kg. Meskipun non subsidi, gas elpiji kemasan 12 kg tidak mampu memberikan
keuntungan bagi Pertamina. Jalan keluar yang terbaik adalah menaikan harga gas

3
elpiji non subsidi kemasan 12 kg. Apalagi, gas elpiji 12 kg merupakan produk
komersial yang tidak bisa disubsidi oleh pemerintah. Pihak Pertamina melalui
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir
menyatakan, bahwa rencana kenaikan harga gas elpiji 12 kg yang sedianya
dilakukan 1 Januari 2015 dengan terpaksa bakal dipercepat. Sebenarnya,
Pertamina sudah mempunyai keinginan untuk menaikkan harga gas elpiji non
subsidi 12 kg. Pertamina mengklaim bahwa harga gas elpiji non subsidi 12 kg
dijual dengan harga di bawah harga pasar (www.jawapos.com).

Rencana kenaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg melihat dari


fenomena kenaikan konsumsi gas elpiji non subsidi 12 kg pada tahun 2013 yang
mencapai 977.000 ton. Sedangkan, di sisi lain harga pokok perolehan Elpiji rata-
rata meningkat menjadi US$ 873 dan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap
dolar (www.liputan6.com). Rencana kenaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg
adalah sebesar Rp 1.000-1.500 per kilogram.

Kenaikan Gas Epiji merupakan Kewenangan Pertamina

Keinginan Pertamina untuk menaikkan harga gas elpiji non subsidi 12 kg pada
bulan Agutus 2014 ternyata molor. Pertamina belajar dari pengalaman kenaikan
harga awal tahun 2014 antara Rp. 130.000-140.000 per tabung. Di mana, kenaikan
harga tersebut mengundang pro kontra. Apalagi presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) mengatakan, Dengan memahami kewenangan dan kewajiban
baik Pemerintah maupun Pertamina sebagai korporat. Dan dengan pula
memperhatikan aspirasi masyarakat kita.Saya meminta Pertamina bersama dengan
menteri terkait yang diamanahkan oleh undang-undang meninjau kembali dan
menyelesaikannya dalam waktu sehari atau 1 x 24 jam (www.voaindonesia.com).

4
Namun, dengan adanya kenaikan harga gas elpiji awal tahun 2014, Pemerintah
menyadari bahwa masalah kenaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg merupakan
domain atau kewenangan pihak Pertamina. Pemerintah tidak mempunyai
kewenangan untuk melakukan tekanan kebijakan kepada pihak Pertamina.

5
Harga gas elpiji 12 kg di Indonesia jauh lebih murah

Banyak pihak atau publik yang mengklaim bahwa harga gas elpiji
merupakan harga tertinggi di ASEAN. Vice President Corporate Communication
PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir membantahnya, Di Thailand harga gasnya
Rp 7.000 per kg, Malaysia Rp 6.938 per kg. Semua itu disubsidi. Jadi, kalau mau
membandingkan itu dengan yang 3 kg, bukan 12 kg (www.kompas.com).
Pertamina sempat menaikkan harga gas elpiji non subsidi 12 kg dengan harga
menjadi Rp 9.809 per kg. Tetapi, dengan sejumlah alasan dan kepentingan,
kenaikan harga gas elpiji 12 kg direvisi. Kenyataannya, harganya turun menjadi
Rp 6.850 per kg.

Karena gas elpiji non subsidi 12 kg menurut Pertamina dijual di bawah


harga pasar membuat Pertamina mengalami kerugian. Perlu diketahui, bahwa
biaya produksi gas dari 2009 hingga 2013 terus merangkak naik, dari Rp 7.174
per kg pada Oktober 2009 menjadi Rp 10.165 per kg. Sementara itu, harga jual
hingga Desember 2013 tetap sebesar Rp 5.850 per kg (www.kompas.com).

6
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir
menyatakan bahwa harga gas elpiji non subsidi 12 kg di Indonesia paling murah
di Asia bahkan di dunia. Di Filipina, harga gas nonsubsidi sebesar Rp. 24.000 per
kg, di Korea harga gas nonsubsidi Rp. 17.000 per kg, di Jepang harga gas non
subsidi Rp. 20.000 per kg, dan di India harga gas non subsidi Rp 12.500 per kg.
Harga gas elpiji di perbatasan Malaysia lebih murah dari Indonesia karena
mendapatkan subsidi dari pemerintahnya. Pertamina pernah memperbarui harga
kenaikan elpijinya. Perusahaan negara tersebut tidak jadi menaikkan kenaikan
harga sebesar Rp. 3.959, tapi merevisinya menjadi Rp. 1.000 per kg. Sehingga
harga jualnya pun menjadi sekitar Rp. 6.850 per kg.

Pemicu Kenaikan Harga Elpiji Non Subsidi

Pada semester I tahun 2014, berhubungan dengan elpiji non subsidi 12 kg


Pertamina harus menanggung kerugian hingga Rp 2,81 triliun. Jika tahun 2014
tidak mengalami kenaikan harga, maka diprediksi Pertamina akan merugi lebih
dari Rp 5 triliun. Secara otomatis akan mengurangi jumlah perolehan laba secara
keseluruhan. Berapa kenaikan harga yang akan dilakukan Pertamina, agar tidak
mengalami kerugian? Menurut Vice President Corporate Communication PT
Pertamina (Persero) Ali Mundakir menyatakan bahwa Pertamina berencana
menaikan Rp. 1.000 - Rp. 1.500 per kg atau Rp 12.000Rp 18.000 per tabung.
Bahkan, kenaikan gas elpiji non subsidi rencananya akan dilakukan kembali setiap
enam bulan sekali hingga mencapai harga keekonomian, yakni pada Januari dan
Juni 2015. (www.jawapos.com)

Kerugian Pertamina timbul sebagai akibat dari harga jual elpiji non
subsidi 12 kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan. Harga yang
berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp
5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp 10.785
per kg. Perlu diketahui, bahwa selama ini Pertamina telah jual rugi dan
menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp 22 triliun
dalam 6 tahun terakhir. Meskipun telah menaikan harga elpiji non subsidi 12 kg
awal tahun 2014 ini secara serentak di seluruh Indonesia dengan rata-rata
kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per kg (www.liputan6.com).

Kondisi ini tentunya tidak sehat secara korporasi karena tidak


mendukung Pertamina dalam menjamin keberlangsungan pasokan elpiji
kepada masyarakat
(VP Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir).

7
Oleh sebab itu, mau tidak mau Pertamina memutuskan untuk menaikkan
harga elpiji non subsidi 12 kg menyusul tingginya harga pokok LPG di pasar
dan turunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan
semakin besar.Kenaikan gas elpiji non subsidi juga dipengaruhi karena
adanya laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut
kerugian dari Pertamina hingga Rp7,7 triliun dari harga elpiji non subsidi yang
terlalu rendah.

Betapa pentingnya pemakaian gas elpiji bagi semua kalangan, akhirnya


setiap kenaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg akan menjadi buah
simalakama bagi Pertamina. Menurut pengamat ekonomi Hendri Saparini
mengatakan, Hampir semua orang menggunakan elpiji. Baik itu kalangan atas
maupun kalangan bawah, tapi itu tidak dimasukan dalam salah satu energi
strategis sebagaimana BBM bersubsidi. Jadi semestinya selain memerintahkan
Pertamina dan menteri tinjau ulang kenaikan harga, Presiden juga harus
mengkoreksi peraturan pemerintah dan menempatkan elpiji itu sebagai energi
strategis berkategori kebutuhan dasar (www.voaindonesia.com).

Masyarakat secara mayoritas merasa lega, karena kenyataannya Pertamina


menunda kenaikan harga gas elpiji non subsidi pada bulan Agustus 2014 dengan
alasan karena pemerintah belum menyetujui kenaikan harga tersebut. Direktur
Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya mengatakan bahwa Pertamina
mendapatkan surat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 6
Agustus 2014 yang isinya secara garis besar Kementerian meminta Pertamina
menunda kenaikan harga, hingga ada keputusan selanjutnya dari pemerintah.
Padahal, keputusan untuk menaikkan harga pada 15 Agustus 2014 ini, juga sudah
disampaikan kepada pemerintah sejak bulan lalu. Tetapi, kenyataannya
pemerintah berubah pikiran dan meminta Pertamina untuk menunda kenaikan
harga tersebut.

8
B. Dampak Kenaikan Epiji Terhadap Daya Beli Masyarakat

Kita memahami bahwa besaran kenaikan harga gas elpiji di tingkat


konsumen akan bervariasi berdasarkan jarak SPBBE ke titik serah (supply point).
Meskipun secara fakta, kenaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg diyakini tidak
akan banyak berpengaruh pada daya beli masyarakat mengingat konsumen Elpiji
non subsidi 12 kg adalah kalangan mampu atau menengah ke atas. Biasanya,
masyarakat konsumen ekonomi lemah dan usaha mikro diatasi oleh Pemerintah
dengan LPG 3 kg bersubsidi yang harganya lebih murah.

9
Dampak kenaikan gas elpiji non subsidi juga akan berpengaruh terhadap
pola konsumsi masyarakat terhadap Elpiji non subsidi 12 kg di masyarakat yang
umumnya dapat digunakan untuk 1 hingga 1,5 bulan, Dengan adanya kenaikan
gas elpiji non subsidi 12 kg tersebut akan memberikan dampak tambahan
pengeluaran masyarakat sampai dengan Rp. 47.000 per bulan atau Rp.1.566 per
hari. Akibatnya, daya beli masyarakat akan mengalami penurunan. Dengan
adanya penurunan daya beli masyarakat, maka perdagangan pun akan mengalami
penurunan. Dengan demikian, masyarakat akan mengalami penurunan
pendapatan. Padahal kebutuhan rumah tangga semakin meninggi.

Ada kekhawatiran dengan adanya kenaikan harga Elpiji non subsidi 12 kg


tersebut juga akan memicu migrasi konsumen ke LPG 3 kg. Hal yang akan terjadi
adalah tindakan illegal oleh oknum tertentu untuk mengoplos LPG 3 kg ke LPG
12 kg semakin menjadi dengan alasan mencari keuntungan yang besar atau
pemakai gas elpiji non subsidi 12 kg akan beralih ke LPG 3 kg.

10
C. Usaha Pertamina Mengatasi Kenaikan Harga Gas Elpiji Non Subsidi

Banyak tindakan pencegahan yang akan dilakukan Pertamina untuk


mengatasi kenaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg. Karena dampaknya juga
akan menyebabkan kelangkaan gas elpiji karena banyaknya agen yang berbuat
curang. Pertamina meminta kepada masyarakat untuk bersama-sama mengawasi
pendistribusian gas elpiji dan tak segan melaporkan jika terjadi penyimpangan.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir
mengatakan, Sistem pengawasan kita ke agen yang rawan adalah disini
(pengecer), banyak kawan-kawan yang menghubungkan akan ada kenaikan harga
jadi 3 kg ini jadi langka, jadi kalau ada informasi seperti ini kita akan laporkan
kita akan segera kroscek.

Tindakan lain yang dilakukan Pertamina juga berhubungan dengan


kekhawatiran kenaikan harga Elpiji non subsidi 12 kg akan memicu migrasi
konsumen ke LPG 3 kg, yaitu Pertamina saat ini telah mengembangkan sistem
monitoring penyaluran LPG 3 kg (SIMOL3K), yang diimplementasikan secara
bertahap di seluruh Indonesia mulai bulan Desember 2013. Dengan adanya sistem
ini, Pertamina akan dapat memonitor penyaluran LPG 3 kg hingga level
Pangkalan berdasarkan alokasi daerahnya (www.pertamina.com).

Menaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg merupakan tindakan yang


harus dilakukan oleh Pertamina, jika kerugian ingin ditekan atau memperoleh
laba. Secara otomatis, peningkatan mutu pelayanan pun akan menjadi prioritas
Pertamina selanjutnya. Untuk meningkatkan mutu pelayanan tersebut, Pertamina
me-launchingBright Gas, di mana

warna tabung gas yang menarik dan cerah. Bright Gas tersedia dalam 4 pilihan
warna, yaitu: red purple metalik, blue purple metalic, astroid green
metalic dan bluish green metalic. Bright Gas dengan kemasan 12 Kg sama-sama
elpiji untuk elpiji non subsidi 12 Kg. Pertamina meyakini bahwa produk Bright
Gas akan lebih diminati kalangan menengah keatas.

Kelabihan dari Bright Gas adalah pada kualitas layanan dan tabung gas yang lebih
aman. Para agen akan siap mengantar langsung ke rumah pelanggan dalam waktu
yang Lebih cepat, Jika ada sedikit keluhan saja, maka pelanggan cukup telepon
agennya akan segera menangani masalah elpiji anda. Kondisi tabung Bright Gas
dilengkapi dengan karet pelapis bodi. Hal ini bertujuan untuk menghindari
gesekan dengan dinding dapur ataupun gesekan antar tabung sehingga cat tabung

11
tetap awet. Bright Gas juga dengan pengaman valve double spindle serta stiker
petunjukpenggunaan.Harga Bright Gas dijual dengan harga Rp. 115.000. Waktu
gas elpiji non subsidi 12 kg harganya dinaikkan menjadi Rp. 130 ribu per tabung,
harga Bright Gas lebih murah sebesar Rp. 120 ribu per tabung.

Perlu diketahui, bahwa komposisi Bright Gas sebagian besar terdiri dari
gas Propane (C3H8) dan Butane (C4H10). Bright Gas memiliki keunggulan yakni
dapat dipesan dan diantar secara gratis dan memiliki tingkat keamanan lebih,
karena dilengkapi fitur-fitur ekstra, seperti security seal cap dengan
teknologi spindle dan karet pelindung tabung kemasan dari benturan
(www.wartabuana.com). Menurut Vice President LPG dan produk gas PT
Pertamina (Persero) Gigih Wahyu Hari Irianto mengatakan, produk Bright Gas
memiliki keunggulan dibandingkan dengan tabung gas biasa, Bright gas
memiliki karet pelindung benturan, double spindle, seal cap, dan bersertifikat
Standar Nasional Indonesia (SNI) (www.wartabuana.com).

Sedangkan, GM Marketing Operation Region V PT Pertamina (Persero),


Giri Santoso menegaskan bahwa kehadiran Bright Gas merupakan salah satu
bentuk upaya Pertamina mengurangi selisih kerugian dari konsumsi elpiji 12 kg
(www.beritajatim.com). Sedangkan menurut General Manager Pertamina Region
III Afandi menjelaskan bahwa Bright Gas tersebut ditujukan untuk para konsumen
segmen atas (www.antaranews.com).

Dengan demikian, Pertamina menaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg


harus dilakukan, meskipun sasaran terkena dampak adalah konsumen menengah
ke atas. Tetapi pelan tapi pasti masyarakat golongan bawah juga akan merasakan
dampaknya. Daya beli masyarakat akan menurun. Nilai perdagangan pun akan
menurun, sehingga bermuara pada menurunnya pendapatan masyarakat. Kita
memahami bahwa pihak Pertamina akan membuat kebijakan yang mengutamakan
kepentingan masyarakat. Di sisi lain adalah Pertamina pun tidak mau menangguk
kerugian dalam menjalankan proses bisnisnya. Hal itulah yang membuat
Pertamina mencari solusi terbaik, salah satunya mengeluarkan produk Bright Gas.

Mari kita menghadapi kenaikan harga gas elpiji 3kg dan 12 kg dengan
bijak demi menjaga kelangsungan hidup Pertamina dan menjaga kestabilan
perekonomian masyarakat!

12
DAFTAR PUSTAKA

Antaranews.Com. (2014). Bright Gas dilirik saat harga elpiji 12kg naik. Diambil
darihttp://article.wn.com/view/2014/01/08/Bright_Gas_dilirik_saat_harga_elpiji_
12kg_naik/

Beritajatim.com. (2014). Bright Gas, Elpiji Non Subsidi dari Pertamina. Diambil dari
http://beritajatim.com/ekonomi/202882/bright_gas,_elpiji_non_subsidi_dari_pertamina.ht
ml#.VAR4tqN0b3U

http://www.jawapos.com/baca/artikel/5797/Pertamina-Tetap-Naikkan-Harga-Elpiji-12-Kg

13
Katadata.co.id. (2014).Pertamina Tunda Menaikkan Harga Elpiji Non Subsidi.Diambil
dari http://katadata.co.id/berita/2014/08/15/pertamina-tunda-menaikkan-harga-elpiji-non-
subsidi

Kompas.com. (2014).Pertamina Klaim Harga Gas Nonsubsidi Indonesia Jauh Lebih


Murah Diambil
darihttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/01/14/2238388/Pertamina.Klaim.Harga.
Gas.Nonsubsidi.Indonesia.Jauh.Lebih.Murah

Liputan6.com. (2014).Harga Non Subsidi Naik, Pertamina Jamin Pasokan LPG 3

14

Anda mungkin juga menyukai