Anda di halaman 1dari 65

SANITASI LINGKUNGAN INDUSTRI

PI SANBE FARMA UNIT II


Jl. Leuwigajah No. 162 Cimahi

Laporan
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas praktek belajar lapangan mata kuliah
sanitasi lingkungan industri semester VIII (delapan)

Disusun oleh:
Syara Noor Ikhsani P17333113410
Yunanda Rezki Shola P17333113414

PROGRAM STUDI DIPLOMA EMPAT


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan

PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN SANITASI LINGKUNGAN INDUSTRI


PT SANBE FARMA UNIT II

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa laporan Praktek Belajar
Lapangan di PT Sanbe Farma Unit II yang dilaksanakan mulai tanggal
13 Maret 2017 hingga tanggal 24 Maret 2017 telah disetujui.

Cimahi, 2017

Mengetahui,

Pembimbing Lahan I Pembimbing Lahan II

_____________ ________________
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan

PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN SANITASI LINGKUNGAN INDUSTRI


PT SANBE FARMA UNIT II

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa laporan Praktek Belajar
Lapangan di PT. Sanbe Farma Unit II yang dilaksanakan mulai tanggal
13 Maret 2017 hingga tanggal 24 Maret 2017 telah disetujui.

Cimahi, Maret 2017

Menyetujui,

Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan


Poltekkes Kemenkes Bandung

Pujiono, SKM., M.Kes


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT raja bagi seluruh alam, yang telah
memberikan rahmat, taufiq, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas Praktek Belajar Lapangan (PBL) di Industri PT. Sanbe
Farma Unit II dengan lancar. Sholawat dan salam-Nya semoga selalu tercurah
limpahkan kepada Rasul utusan Allah Muhammad SAW, kepada keluarganya
sahabatnya serta umatnya yang selalu istiqomah dijalannya.

Penyusunan laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi kegiatan


praktikum mahasiswa kesehatan lingkungan program Diploma IV dan sebagai
implementasi hasil dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan di Kampus
POLTEKKES KEMENKES Bandung Jurusan Kesehatan Lingkungan.

Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnnya dari berbagai


pihak yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data dan memberikan
informasi tentang segala sesuatu hal dalam mengerjakan laporan ini.

Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan semangat,


dukungan, dorongan dan bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini perkenankan penulis meyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Osman Syarief, MKM.,Direktur Politeknik Kesehatan


Kemenkes Bandung yang telah memfasilitasi Praktek Belajar Lapangan.

2. Bapak Pujiono, SKM., M.Kes., Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

3. Ibu Yosephina Ardiani Septiati, SKM., M.Kes, Ketua Prodi Diploma IV


Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

4. Bapak Edo Ramdhani Yusuf, S.AB selaku Pembimbing Lapangan dalam


melaksanakan proposal penelitian

5. Ibu Rizky Chyntia, S.KM, Bapak Iman, Bapak Yan, Bapak Hendrasa
selaku staff EHS PT. Sanbe Farma yang telah membimbing, membantu
mencari data dan membantu kelancaran penulis dalam pelaksanaan Tugas
Akhir Kuliah

6. Seluruh staff dan karyawan di PT Sanbe Farma Unit II.

7. Teman-teman angkatan I Diploma IV dan angkatan 29 Diploma III yang


senantiasa selalu memberikan semangat.

8. Kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan


akhir ini masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa maupun dari sistematika
penulisan yang di gunakan, hal ini di sebabkan karena kemampuan dan
pengalaman penulis yang masih dangkal. Untuk itulah penulis mengharapkan
bimbingan dan arahan, agar dapat memperbaiki dan menyampaikannya di masa
yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua,
Amin.

Cimahi, Maret 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................2
1.4. Manfaat......................................................................................................2
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN....................................................4
1.2 IDENTITAS PERUSAHAAN..................................................................4
1.1.1. LOKASI USAHA DAN ATAU KEGIATAN.....................................4
1.1.2. JAM KERJA......................................................................................4
1.1.3. PROSES PRODUKSI........................................................................5
1.1.4. BAHAN BAKU.................................................................................6
1.1.5. STRUKTUR ORGANISASI EHS.....................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7
3.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja............................7
3.2 P2K3 (Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja)................7
3.3 Pesawat Angkat dan Angkut......................................................................8
3.3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan.............................................................15
3.4 K3 Listrik................................................................................................19
3.5 K3 Bahan Kimia Berbahaya....................................................................31
3.6 Klasifikasi Kebakaran.............................................................................32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................34
5.1. Kondisi Kesehatan Lingkungan..............................................................34
5.1.1. Kondisi Penyehatan Air...................................................................34
5.1.2. Kondisi Pengelolaan Limbah...........................................................34
5.1.3. Kondisi Penyehatan Udara...............................................................35
5.1.4. Kondisi Pengelolaan Sampah dan Penyehatan Tanah......................35
5.1.5. Kondisi Penyehatan Makanan dan Minuman..................................36
5.1.6. Kondisi Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu................36
5.2. Panitia Pembina Keselamatan Kesehatan Kerja......................................37
5.2.1. Organisasi P2K3..............................................................................37
5.3. Audit Keselamatan Kesehatan Kerja;......................................................37
5.3.1. Unit Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K).........................37
5.3.2. Keadaan Kesehatan Tenaga Kerja....................................................38
5.3.3. Pemeriksaan Kesehatan....................................................................38
5.3.4. Perlengkapan Kesehatan..................................................................38
5.3.5. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan............................................39
5.3.6. Jaminan Sosial Tenaga Kerja...........................................................40
5.4. Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK)..............................40
5.5. Instrumen Keselamatan Kesehatan Kerja................................................40
5.6. Instrumen Kesehatan Lingkungan...........................................................42
5.7. Norma-norma Keselamatan Kesehatan Kerja.........................................42
5.7.1. Potensi Bahaya.................................................................................42
5.7.2. Keselamatan Kerja Bidang Kebakaran............................................43
5.7.3. Keselamatan Kerja Bidang Bahan Berbahaya dan Beracun............44
5.7.4. Keselamatan Kerja Bidang Kelistrikan............................................45
5.7.5. Keselamatan Kerja Bidang Mekanik...............................................45
5.7.6. Keselamatan Kerja Bidang Angkat Angkut.....................................46
5.7.7. Keselamatan Kerja Bidang Bejana Uap dan Bejana Tekan.............46
5.8. Pengelolaan Program Keselamatan Kesehatan Kerja.............................46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................48
5.1. Kesimpulan..............................................................................................48
13.1. Saran....................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................52
Lampiran-lampiran.................................................................................................53

4
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Instrumen Kesehatan Lingkungan..........................................................42


Tabel 5.2 Program Keselamatan Kesehatan Kerja di PT Sanbe Farma Unit II.....46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Laporan Kecelakaan Kerja
Lampiran 2 Laporan Hampir Celaka
Lampiran 3 Formulir LUCK (Langkah Upaya Cegah Kecelakaan)
Lampiran 4 Formulir Pemeriksaan APAR
Lampiran 5 Formulir Pemeriksaan Hydrant Box
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Suatu perusahaan yang aman adalah perusahaan yang teratur dan
terpelihara dengan baik dan cepat menjadi terkenal sebagai tempat naungan buruh
yang baik. Program keselamatan kerja yang baik adalah program yang terpadu
dengan pekerjaan sehari-hari (rutin), sehingga sukar untuk dipisahkan satu sama
lainnya. Pelajaran ini dimaksudkan untuk memberi bimbingan ke arah pencegahan
kecelakaan pada waktu kita bekerja, pertolongan pertama pada kecelakaan dan
lain-lain. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan
peralatan, tempat kerja dan lingkungan, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Arti
dan tujuan keselamatan kerja untuk menjamin keadaan, keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah manusia serta hasil karya dan
budayanya, tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia
pada khususnya (John Ridley,2006).

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik
di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tempat kerja adalah ruangan atau
lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja untuk
suatu keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya, termasuk tempat kerja, semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut (John Ridley,2006).

Menyadari pentingnya aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja,


pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja yang bertujuan melindungi tenaga kerja dan orang lain yang
ada di tempat kerja.

PT. Sanbe Farma adalah salah satu perusahaan farmasiyang ada di


Indonesia. Penyediaan produkobat-obatan yang berkualitas sesuai permintaan
pelanggan dilakukan melalui proses produksi dengan menerapkan sistem
manajemen yang menjamin mutu, pencegahan pencemaran dan berbudaya K3

1
serta penyempurnaan secara bertahap dan berkesinambungan. Untuk mendukung
tekad tersebut, manajemen berupaya memenuhi standard mutu yang ditetapkan,
peraturan lingkungan, ketentuan dan norma-norma K3 serta
peraturan/perundangan terkait lainnya.

Melakukan Praktik Belajar Lapangan yang dilakukan di PT Sanbe Farma


ini secara umum akan melihat bagaimana penerapan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja, perilaku pekerja, kendala-kendala yang dihadapi, serta faktor-faktor lain
yang berhubungan dengan pekerjaan.

1.2. Rumusan Masalah


Melakukan pengamatan sanitasi lingkungan industri di PT Sanbe Farma Unit
II.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Melaksanakan sanitasi lingkungan Industri di PT Sanbe Farma Unit II
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengamatan dan pengukuran kesehatan lingkungan di
Industri;
b. Menganalisis P2K3 di industri;
c. Memahami audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
d. Memahami pemeriksaan kesehatan tenaga kerja;
e. Memahami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja;
f. Menganalisis instrumen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
g. Melaksanakan pengamatan norma K3;
h. Melakukan pengelolaan program K3.

1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi PT Sanbe Farma Unit II
Memberi gambaran mengenai industri dan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) yang telah dilakukan
1.4.2. Bagi Institusi
Menambahkan bahan bacaan dan literatur bacaan mengenai sanitasi
industri dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
1.4.3. Bagi Mahasiswa
Mengetahui sanitasi industri dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di
industri

2
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1.2 IDENTITAS PERUSAHAAN


Nama perusahaan : PT. Sanbe Farma Unit II
Jenis Badan Hukum : Perseroan Terbatas
Alamat Perusahaan : Jl. Leuwigajah No. 162 Cimahi
Nomor Telepon : 022-6613311
Nomor Fax : 022-6613297
Status Permodalan : Non Fasilitas
Bidang usaha dan atau kegiatan : Industri Farmasi
1.1.1. LOKASI USAHA DAN ATAU KEGIATAN
Kegiatan industri PT. Sanbe Farma Unit II menempati lahan seluas 4.900
m2 sesuai dengan sertifikat hak guna bagunan, tepatnya berada di jalan
Leuwigajah No. 162 Cimahi, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan,
Pemeritah Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi kegiatan berbatasan dengan :

1. Sebelah utara berbatasan dengan PT. Tristek

2. Sebelah timur berbatasan dengan RS. Kasih Bunda dan Permukiman


Warga

3. Sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya utama Leuwigajah

4. Sebelah barat berbatasan dengan lahan kosong

1.1.2. JAM KERJA

Kebijakan yang diterapkan PT Sanbe Farma Unit II dalam melaksanakan jam


kerja adalah sebagai berikut :

1. Non Shift (General Shift)

Senin Jumat : 08.00 17.00

Sabtu Minggu : Libur

Istirahat

a. Senin kamis : 12.00 13.00

3
b. Jumat : 11.30 13.00

2. Tenaga Kerja Shift

Shift Pertama : 07.00 15.30

Shift Kedua : 15.00 23.00

Shift Ketiga : 23.00 07.00


1.1.3. PROSES PRODUKSI

PT. Sanbe Farma Unit II merupakan perusahaan farmasi yang


memproduksi berbagai produk obat manusia dan hewan dengan total pekerja 452
orang dan di dominasi oleh pekerja perempuan.

Jenis produksi Kapasitas Produksi Sifat Produksi Jenis


Alat
Angkut

Izin (Per Rill (Juli Bahan Jadi


tahun) Desember Baku
2016) setengah
jadi

A. Obat manusia

1. Tablet/Kaplet 750.000.000 804.982 v Mobil


butir butir box

2. Kapsul 160.000.000 37.017.354 v Mobil


butir butir box

3. Sirup 21.000.000 1.394.567 v Mobil


botol botol box

4. Krim / Salep 4.000.000 - - -


tube

5. Suppositoria 140.000 - - -
suppo

6. Infus 70.000 - - -
flacon

7. Injeksi cair 7.500.000 - - -


ampul

8. Injeksi cair 130.000.00 - - -

4
vial

9. Tetes mata 600.000 - - -


botol

10. Serbuk injeksi 5.000.000 - - -


kering vial
Sumber : Data Sekunder PT Sanbe Farma Unit II, 2007
Keterangan :Berdasarkan Keputusan Walikota Cimahi cq Kepala Disperekop
No. 530.IUI/28/IND/IX/2003
1.1.4. BAHAN BAKU

Bahan baku utama yang digunakan dalam kegiatan produksi PT. Sanbe
Farma Unit II antara lain adalah aerosol, alkohol, ammonium, klorida, asam
benzoat, asam sitrat, gliserin, gula batu, kayu putih, menthol, metil salisilat,
glukosa, oil anisi, paraffin solidum, saccharin Na, Sorbitol, Sulfur dan lain-lain.

Pada dasarnya proses produksi yang dilakukan oleh PT. Sanbe Farma Unit
II adalah proses pencampuran (mixing) berbagai macam bahan baku pada
komposisi, kondisi dan selama waktu tertentu hingga menjadi produk jadi. Produk
jadi selanjutnya dikemas (Packing) dan siap didistribusikan ke customer.

1.1.5. STRUKTUR ORGANISASI EHS

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2013) setiap perusahaan wajib
menerapkan system manajemen keselamatan dan kesehatan kkerja yang
terintegrasi dengan manajemen perusahaan. System manajemen K3 adalah bagian
dari system manajemen organisasi secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan, penerapan, pencapaian,
dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja untuk menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif (UU No 1 Tahun 1970).

Berdasarkan Permenaker RI No. Per. 05/MEN/1996 bahwa setiap


perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan
atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau
bahan produk yang dapat mengakibatkankecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran lingkungab dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan
Sistem Manajemen K3.

3.2 P2K3 (Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan
Kesehatan Kerja menyediakan suatu kerangka dasar untuk pencegahan terjadinya
kecelakaan dan timbulnya penyakit akibat kerja. Kunci utama dari inti undang-
undang keselamatan kerja tersebut adalah keterlibatan tenaga kerja dan pengurus
serta organisasi kerja yang ada didalamnya untuk meningkatkan standar
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Keterlibatan tegana kerja untuk K3 dan
pembentukan organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Seperti yang tertuang di dalam undang-undang Keselamatan Kerja, pasal


10 (1) dinyatakan bahwa, Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk P2K3
guna mengembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
perusahaan atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang K3, dalam rangka
melancarkan usaha produksi, yang dimaksud dengan mengembangkan

6
kerjasama, saling pengertian dan partisifasi efektif adalah suatu bentuk
keterlibatan (involvement) dan kedua belah pihak dalam melancarkan usaha
produksi melalui peningkatan kinerja K3. Dalam hal ini, P2K3 mempunyai peran
sentral di dalm menjamin kinerja K3 di tempat kerja.

Perubahan kinerja K3 ke arah yang lebih baik akan lebih mudah dicapai
apabila antara pengurus atau pihak manajemen dengan tenaga kerja bekerja sama
(melalui forum P2K3), saling berkonsultasi tentang potensi bahaya,
mendiskusikan dan mencari solusi atas semua masalah K3 yang muncul di tempat
kerja. P2K3 sebagai wadah forum rembuk K3 dapat membawa pengurus dan
perwakilan tenaga kerja bersama-sama untuk mempertimbangkan isu-isu umum
K3 di tempat kerja secara luas, merencanakan, melaksanakan dan memantau
program-program K3 yang telah dibuat. (Octaviany dalam Tarwaka, 2016).

3.3 Pesawat Angkat dan Angkut

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1985 yang


dimaksud dengan pesawat angkat dan angkut adalah suatu pesawat atau alat yang
digunakan untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau barang atau
orang secara vertikal dana tau horizontal dalam jarak yang ditentukan.

3.6.1 Peralatan Angkat


Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1985,
peralatan angkat adalah alat angkat yang di konstruksi atau dibuat khusus untuk
mengangkat naik dan menurunkan muatan meliputi antara lain lier, takel, alat
angkat listrik, hidrolik dan pneumatic, gondola, keran mobil,keran kelabang,
keran pedestal, keran Menara, keran gantry, keran overhead, keran portal, keran
magnet, keran lokomotif, keran dinding, dan keran sumbu putar.

Baut pengikat yang dipergunakan peralatan angkat harus mempunyai


kelebihan ulir sekerup pada suatu jarak yang cukup untuk pengencang, jika perlu
harus dilengkapi dengan mur penjamin atau gelang pegas efektif. Garis tengah
tromol gulung sekurang-kurangnya berukuran 30 kali diameter tali baja dan 300
kali diameter kawat baja yang terbesar. Tromol gulung harusdilengkapi dengan
flense pada setiap ujungnya, sekurang-kurangnya memproyeksikan 2 kali garis

7
tengah tali baja. Ujung tali baja pada tromol gulung harus dipasang dengan kuat
pada bagian dalam tromol dan sekurang-kurangnya harus dibelit 2 kali secara
penuh pada tromol saat kait beban berada pada posisi yang paling rendah. Tali
baja yang digunakan untuk mengangkat harus:

1. Terbuat dari bahan baja yang kuat dan berkualitas tinggi

2. Mempunyai faktor keamanan sekurang-kurangnya 3 kali beban


maksimum

3. Tidak boleh ada sambungan

4. Tidak ada simpul,belitan, kusut,berjumbai dan terkupas.

Semua peralatan angkat harus dilengkapi dengan rem yang secara efektif
dapat mengerem suatu bobot yang tidak kurang dari 1 beban yang diijinkan.
Dalam menaik, menurunkan dan mengangkat muatan dengan pesawat pengangkat
harus diatur dengan sandi isyarat yang seragam dan yang benar-benar dimengerti.
Sebelum memberikan isyarat untuk menaikkan muatan, pemberi isyarat harus
yakin bahwa:

1. Semua tali, rantai, bandul atau perlengkapan lainnya telah dipasang


sebagaimana mestinya pada muatan yang diangkat

2. Muatan telah dibuat seimbang sebagaimana mestinya dan tidak akan


menyentuh benda sedemikian rupa sehingga sebagian dari muatan atau
benda akan berpindah.

Pada saat menangkat barang, operator peralatan angkat harus menghindari


pengangkatan melalui orang-orang. Peralatan angkat tidak diperbolehkan
menggantung muatan pada waktu mengalami perbaikan ataupun bagian-bagian
bawahnya digunakan oleh mesin yang bergerak. Jika perlatan angkat beroperasi
tanpa muatan:

a. Penjaga sling atau penjaga rantai harus mengaitkan sling atau rantainya
pada kait secara kuat sebelum bergerak
b. Operator harus menaikan kait secukupnya agar orang-orang dan benda-

8
benda tidak tersentuh.
Operator alat kerek tidak boleh meninggalkan peralatannya dengan muatan
yang tergantung.Pesawat, alat-alat, bagian instalasi listrik pada peralatan angkat
harus dibuat, dipasang, dipelihara sesuai dengan ketentuan-ketentuan instalasi
listrik yang berlaku. Semua peralatan angkat yang digerakan dengan tenaga listrik
harus dilengkapi dengan alat batas otomatis yang dapat menghentikan motor, bila
muatan melebihi posisi yang diijinkan Peralatan angkat listrik harus:
a. dikonstruksi dari baja
b. dibuat dengan angka keamanan sekurang-kurangnya
a) 8 untuk baja tuang
b) 5 untuk baja konstruksi atau baja tempa
c) dilengkapi dengan rem otomatis yang mampu menahan muatan, jika
muatan dihentikan.
Alat kontrol dari peralatan angkat listrik harus dilengkapi dengan suatu
alat yang dapat mengembalikan secara otomatis tuas atau tombol pada posisi
netral, jika tuas atau tombol tersebut dilepaskan. Setiap peralatan angkat yang
dijalankan dengan tenaga listrik harus dilengkapi dengan alat pembatas otomatis
yang dapat menghentikan tenaga tarik beban, jika muatan melewati batas tertinggi
yang diijinkan. Setiap peralatan angkat harus dilengkapi dengan rem yang secara
efektif dapat mengerem sekurang-kurangnya 1 beban yang diijinkan.
Berdasarkan pasal 34 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5 Tahun 1985,
peralatan angkat pneumatik harus:
a. dikonstruksi dari baja
b. dibuat dari angka keamanan sekurang-kurangnya
a) 8 untuk baja tuang
b) 5 untuk baja konstruksi atu baja tempa.
Silinder udara peralatan angkat pneumatik harus ditempatkan pada trolinya
secara kuat dan aman. Tuas pengontrol katup peralatan angkat pneumatik gantung
harus dilengkapi dengan alat yang dapat mengembalikan tuas kontrolnya secara
otomatis keposisi netral, jika handel pada tali control lepas. Kemudian untuk
setiap gondola harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tidak mempunyai rintangan-rintangan pada tali baja penggantungnya;

9
b. Kemampuan daya ikat tuas pengaman terjamin;
c. Kedudukan tali baja pada alurnya;
Kelebihan tali baja yang berada diatas tanah selama gondola tergantung
sekurang-kurangnya 1 m.

3.6.2 Pemeriksaan dan Pengujian


Setiap pesawat angkat dan angkut sebelum dipakai harus diperiksa dan
diuji terlebih dahulu dengan standar uji yang telah ditentukan. Untuk pengujian
beban lebih, harus dilaksanakan sebesar 125% dari jumlah ebban maksimum yang
diujikan. Besarnya tahanan isolasi dan instalaso listrik pesawat angkat dan angkut
harus sekurang-kurangnya memenuhi yang ditentukan dalam PUIL (Peraturan
Umum Instalasi Listrik). Pemeriksaan dan oengujian ulang pesawat angkat dan
angkut dilaksanakan selambat-lambatnya 2 tahun setelah pengujian pertama dan
pemeriksaan pengujian selanjutnya dilakasanakan 1 tahun sekali. Pemeriksaan dan
pengujian ini dilakukan oleh Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja
kecuali ditentukan lain. Biaya pemeriiksaan dan pengujian pesawat angkat dan
angkut dibebankan kepada pengusaha.

3.6.3 Sumber Potensi Bahaya Pada Pesawat Angkat dan Angkut


Seperti kita ketahui pada suatu bagian-bagian pesawat angkat dan angkut
menerima beban kerja yang cukup besar dan tinggi. Bagian ini harus dibuat
dengan konstruksiyang kuat untuk dapat menahan beban kerja dan harus
dilaksanakan pengerjaannya dengan syarat-syarat tertentu sehingga dapat
menjamin bahwa bagian tersebut mampu menahan beban. Pemilihan bahan juga
harus sesuai dengan standar pembuatan pesawat angkat dan angkut yang
digunakan dan mempunyai sertifikat bahan yang memberikan keterangan tentang
sifat-sifat mekanik dan komposisi kimia bahan tersebut.

Disamping syarat-syarat konstruksi yang harus dipenuhi, juga harus


dipenuhi syarat-syarat alat perlengkapan termasuk juga alat-alat pengamannya,
sehingga dapat menjamin bahwa pesawat angkat dan angkut tersebut aman selama
pengoperasian.

Kecelakaan pada pesawat angkat dan angkut dapat disebabkan karena pada
bagian tertentu dari pesawat angkat dan angkut mengalami kerusakan/perlemahan

10
dan mendapat beban yang sangat kuat yang diberikan melibihi beban maksimum
yang diijinkan. Meskipun konstruksi pesawat angkat dan angkut telah memenuhi
persyaratan, tetapi jika kualitas pengoperasiannya tidak sesuai dengan prosedur
akan dapat juga mengakibatkan kecelakaan.

3.6.4 Potensi Penyebabnya Kecelakaan


Ada beberapa penyebab terjadinya kecelakaan/peledakan pada pesawat
angkat dan angkut yaitu:

1. Pemilihan atau penggunaan bahan yang tepat

2. Desain konstruksi yang menyimpang dari standar

3. Pemeriksaan yang tidak lengkap

4. Peralatan/perlengkapan yang tidak memenuhi persyaratan

5. Pengoperasian dan perawatan yang tidak sesuai dengan prosedur dan


pemeliharaan

6. Kelalaian operator

3.2.4.1 Pemilihan atau Penggunaan bahan


Pada dasarnya pemilihan bahan untuk konstruksi pesawat angkat dan
angkut, haruslah dari bahan yang tepat dan memang diperuntukan untuk
pembuatan pesawat angkat dan angkut, sesuai dengan standar yang telah diakui
diseluruh dunia.

Pemilihan bahan yang salah dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak


diinginkan yang pada akhirnya dapat menimbulkan peledakan, kebakaran, patah
dan pencemaran lingkungan kerja. Oleh karena itu, petunjuk dan prosedur yang
diberikan dalam standar-standar tersebut harus benar-benar dilaksanakan. Selain
adanya kerapuhan pada bahan, juga dapat terjadi penuaan bahan. Hal ini dapat
terjadi karena:

1. Bahan di diamkan dalam waktu yang lama tanpa pembebanan disebut juga
penuaan alam

11
2. Bahan mengalami perubahan bentuk (deformasi) pada suhu kamar karena di
diamkan dalam waktu yang lama

Oleh sebab itu, untuk mengetahui sejauh mana terjadinya penuaan bahan,
perlu dilakukan penelitian di laboratorium terhadap bahan tersebut. Penelitian di
laboratorium dimaksudkan untuk mengetahui apakah bahan tersebut masih layak
digunakan sebagai bahan pesawat angkat dan angkut. Jika hal ini tidak
diperhatikan akan dapat menimbulkan terjadinya kerusakan-kerusakan pada
pesawat angkat dan angkut yang bersangkutan yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan kecelakaan.
3.2.4.2 Konstruksi
Desain konstruksi peralatan mekanik harus dipersiapkan oleh pabrik
pembuat dengan membuat perencanaan gambar konstuksi pesawat angkat dan
angkut yang menggambarkan secara detail potongan-potongan (penampang),
ukuran-ukuran dimensi bagian yang lengkap dna jelas, sambungan-sambungan,
cara pengerjaannya dan perhitungan kekuatan konstruksinya.
Sangat penting untuk memperhitungkan kekuatan masing-masing bahan
yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan beban yang
diterima pesawat angkat dan angkut karena diharapkan bahan tersebut mampu
menahan, menerima beban pada saat peralatan mekanik tersebut dioperasikan.
Perhitungan kekuatan konstruksi ini harus mengikuti standar-standar
perhitungan desain pembuatan suatu peralatan mekanik yang berlaku diseluruh
dunia seperti SNI, ASME, JIS, DIN, dll. Kesalahan dalam desain perhitungan
kekuatan konstruksi pesawat angkat dan angkut dapat mengakibatkan suatu
kerusakan apabila peralatan mekanik tersebut dioperasikan.
3.2.4.3 Peralatan Pengaman
Peralatan/perlengkapan pengaman suatu pesawat angkat dan angkut harus
mengikuti ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
semuanya harus dijaga dan diusahakan agar dapat berfungsi/bekerja dengan baik
dan akurat. Untuk itu diperlukan ketelitian dan perawatan secara teratur dan
termasuk juga mengadakan pemeriksaan/pengujian kembali atau kalibrasi pada
alat-alat pengaman tertentu.

12
3.2.4.4 Pemeriksaan Tidak Lengkap
Pemeriksaan tidak lengkap pada umumnya terletak pada pemeriksaan yang
dilakukan sewaktu pesawat angkat dan angkut masih berada di dalam pabrik yang
meliputi pemeriksaan merusak dan pemeriksaan tidak merusak. Pemeriksaan
merusak dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan tarik, batas mulur dan
kandungan/komposisi kimia dari bahan yang digunakan dalam pembuatan
peralatan mekanik, sedangkan pemeriksaan tidak merusak dimaksudkan untuk
mengetahui kualitas sambungan las-lasannya apakah memenuhi syarat atau tidak,
misalnya adanya retak-retak, gelembung udara/kotoran dll, dimana dalam
pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sinar radio aktif (X-ray atau
gamma ray) maupun ultra sonic. Pemeriksaan ini umumnya berkaitan dengan
perhitungan konstruksi pesawat angkat dan angkut tersebut.
Bila hasil pemeriksaan merusak dan tidak merusak ini baik, maka
dilakukan pengujian statis dan dinamis atas pesawat angkat dan angkut.
Pemeriksaan terhadap pengujian statis dan dinamis ini harus dilakukan dengan
seteliti mungkin agar kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerusakan sewaktu
pesawat angkat dan angkut di operasikan dapat diperkecil atau dihilangkan sama
sekali. Akibat adanya kelemahan atau pemeriksaan yang tidak lengkap dapat
mengakibatkan kerusakan pada pesawat angkat dan angkut dan kemungkinan juga
dapat menyebabkan terjadinya patah.
3.2.4.5 Pelayanan atau Perawatan
Pelayanan/perawatan pesawat angkat dan angkut merupakan pekerjaan
yang tidak boleh diabaikan. Dengan perawatan secara teratur dan teliti akan lebih
mudah diketahui secara dini adanya kelainan-kelainan yang terdapat pada pesawat
angkat dan angkut sehingga kerusakan yang lebih berat akan dapat dihindari.

3.2.4.6 Kelalaian Operator


Kelalaian merupakan permasalahan yang cukup tinggi presentasinya dari
kerusakan-kerusakan yang terjadi yang disebabkan oleh faktor manusianya. Oleh
karena itu faktor manusia yang dominan adalah sikap mental terhadap
keselamatan kerja. Ada suatu pertanyaan mengapa seorang pekerja melakukan
pekerjaan dengan ceroboh, dimana seharusnya dia dapat melakukannya dengan
aman. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kebiasannya, yang biasanya

13
menganggap mudah, sudah biasa, bekerja seenaknya, kurang memperhatikan
sehingga usaha pencegahan kecelakaan kerja dianggap tidak penting. Kelalaian
merupakan permasalahan yang paling tinggi sampai mencapai 75% kerusakan
terjadi disebabkan oleh faktor manusia.

3.3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan


Ketel uap adalah pesawat yang digunakan untuk memanaskan air menjadi
uap. Peralatan pesawat penguapan ialah suatu alat yang dihubungkan pada
pesawat uap. Sedangkan Bejana tekan adalah sesuatu utuk menabung fluida yang
bertekanan. Termasuk bejana tekan yaitu bejana penampung, bejana pengangkut,
botol baja, pesawat pendingin, dan reaktor.

Pengawasan K3 pesawat uap dan bejana tekan merupakan serangkaian


kegiatan pengawasan dan semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai
pengawas ketenagakerjaan atas pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan terhadap obyek pengawasan K3 pesawat uap dan bejana tekan di
tempat kerja atau perusahaan.

3.3.1 Pengetahuan bejana uap/pemanas air/ketel uap


Sebagai alat pembantu kerja manusia, sistem tenaga uap ditemukan
oleh James Watt pada tahun sekitar 1760 yang mana terdiri atas sebuah ketel
uap dan mesin uap. Ketel uap jenis ini terdiri atas dua sisi yang rata, pada sisi
atasnya merupakan puncak ketel berbentuk setengah silinder dan dasarnya sisi
pelatnya dilengkungkan ke dalam.

Ketel uap adalah suatu pesawat yang dibuat untuk mengubah air ada di
dalamnya menjadi sebagian uap dengan jalan pemanasan. Pemanasan
dilakukan dari proses pembakaran sehingga dalam sistem tenaga uap selalu
terdapat tempat pembakaran. Dengan semakin tingginya tekanan uap maka
setiap ketel harus mampu menahan tekanan uap ini. Dengan memanfaatkan
tekanan uap ini maka dapat digunakan untuk menggerakan mesin atau
generator untuk menghasilkan energi listrik.

Suatu ketel harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Harus hemat dalam pemakaian bahan bakar. Hal ini dinyatakan dalam

14
rendemen atau daya guna ketel.

2. Berat ketel dan pemakaian ruangan pada suatu hasil uap tertentu harus
kecil.

3. Paling sedikit harus memenuhi syarat-syarat dari Direktorat Bina


Norma Keselamatan Kerja Departemen Tenaga Kerja.

Ketel uap dapat digolongkan menurut tempat penggunaannya (darat


atau darat berpindah), menurut letak sumbu silinder ketel (ketel uap tegak,
ketel uap mendatar) juga menurut konstruksi dan aliran panas.
Sumber bahaya pada pesawat uap terutama akibat dari pada:

1. Bila manometer tidak berfungsi dengan baik, atau bila tidak


dikalibrasi dapat menimbulkan peledakan karena operator tidak
mengetahui tekanan yang sebenarnya dalam boiler dan alat lain
tidak berfungsi.
2. Bila safety valve tidak berfungsi dengan baik karena karat atau sifat
pegasnya menurun.
3. Bila gelas duga tidak berfungsi dengan baik yang mana nosel-
noselnya atau pipa-pipanya tersumbat oleh karat sehingga jumlah
air tidak dapat terkontrol lagi.
4. Bila air pengisi ketel tidak memenuhi syarat

5. Bila boiler tidak dilakukan blow down dapat menimbulkan scall


atau tidak sering dikunci.
6. Terjadi pemanasan lebih karena kebutuhan produksi uap

7. Tidak berfungsinya pompa air pengisi ketel

8. Karena perubahan tak sempurna atau rouster, nozel fuel tidal


berfungsi dengan baik.
9. Karena umur boiler sudah tua sehingga material telah mengalami
degradasi kualitas.

3.3.2 Pengetahuan teknis praktis bejana tekan


Bejana tekan adalah sesuatu untuk menampung fluida yang bertekanan

15
atau bejana selain pesawat uap yang di dalamnya terdapat tekanan yang
melebihi udara luar dan dipakai untuk menampun gas atau gas campuran
termasuk udara baik terkempa menjadi cair atau dalam keadaan larut atau
beku.
Contoh bejana tekan adalah: bejana penampung (storage tank), bejana
pengangkut, botol baja atau tabung gas, instalasi pendingin, instalasi pipa gas
atau udara, reactor atau suatu tempat berlangsungnya reaksi kimia dengan
jalan pencampuran, pemanasan dan pendinginan pada berbagai bahan-bahan
yang diperlukan. Proses pembuatan bejana perlu dilakukan pemilihan material
yang tahan korosi bila terlalu mahal atau tidak ada di pasaran maka dapat
dipilih material dengan laju korosi yang paling lambat namun perlu dilakukan
inspeksi secara berkala untuk menghindari terjadinya kebocoran atau ledakan.
3.3.3 Sumber bahaya dan akibat yang dapat ditimbulkan oleh bejana
tekan
Bejana tekan merupakan salah satu sumber bahaya yang dapat
menimpa tenaga kerja dan kerusakan yang fatal bagi lingkungan berupa
tenaga kerja, tempat kerja, perusahaan dan alam. Jenis bahaya tersebut
adalah :

1. Bahaya terhadap kebakaran yang kebanyakan ditimbulkan oleh bejana


tekan penyimpan gas asetilen, hidrogen, elpiji, karbon monoksida,
metan dan lain-lain.
2. Bahaya terhadap keracunan dan iritasi oleh gas-gas seperti chlorine,
sulful dioksida, hydrogen cydrogen sulfide, karbon monoksida,
amoniak dan lain-lain
3. Bahaya terhadap pernapasan tercekik (aspisia) hingga pingsan seperti
disebabkan oleh nitrogen, argon, karbon dioksida, helium dan gas inert
lainnya yang memenuhi ruangan yang mana membuat kandungan
oksigen jauh menurun.
4. Bahaya terhadap peledakan yang ditimbulkan oleh gas mudah terbakar
yang ditampung dalam bejana tekan yang mengalami kerusakan
hingga dapat mengakibatkan ledakan.
5. Bahaya terkena cairan sangat dingin seperti yang disebabkan oleh gas

16
nitrogen cair dan lain-lain.
Untuk menjaga keamanan penggunaan, setiap kandungan gas yang
berbeda, tabung-tabung gas memiliki warna yang berbeda seperti gas oksigen
ditampung dalam tabung gas berwarna biru muda.

3.3.4 Dasar hukum pengawasan K3 pesawat uap dan bejana tekan


1. Undang-undang Uap 1930

2. Pesawat Uap Tahun 1930

3. Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

4. Permen No.01/Men/1982 tentang Bejana Tekan

5. Permen No.01/Men/1982 tentang Klasifikasi Juru Las

6. Permen No.01/Men/1988 tentang Klasifikasi dan Syarat-


syarat Operator Pesawat Uap.

Ruang lingkup pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan


meliputi perencanaan, pembuatan, pemasangan/perakitan, modifikasi
atau reparasi dan pemeliharaan pesawat uap dan bejana tekan.
3.3.5 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Dan Pengujian Serta
Penerbitan Ijin Pesawat Uap
Pemeriksaaan dan pengujian dilakukan mulai tahap pembuatan,
pada tahap perakitan atau pemasangan, tahap pemakaian, tahap reparasi
atau modifikasi serta pemasangan kembali karena pemindahan pesawat
uap. Penerbitan ijin pesawat uap dikeluarkan untuk pemakaian baru dan
saat mutasi ijin pemakaian karena penjualan atau pemindahan pesawat uap
jenis berpindah. Pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh pegawai
pengawas atau ahli K3 pesawat uap dan bejana tekan.

3.3.6 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Dan Pengujian Serta


Penerbitan Pengesahan Pemakaian Bejana Tekan
Pedoman ini diperuntukan untuk bejana tekan dan harus diketahui oleh
semua pihak terkait terutama pemerintah daerah kabupaten dan kota yang
menangani langsung pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan
kerja di lapangan menurut UU No.22 tahun 1999. Pemeriksaan atau

17
pengujian dilakukan oleh Ahli K3 Spesialis Pesawat Uap dan Bejana Tekan.
Sedangkan pengesahan pemakaian baru harus ditangani oleh kepala dinas
setelah diparaf oleh pegawai pengawas dan atasan langsung pegawai
pengawas. Dalam pelaksanaan pemeriksan dan pengujian pada pesawat uap
dan bejana tekan digunakan formulir-formulir yang telah ditetapkan oleh
departemen tenaga kerja daerah.

3.4 K3 Listrik

Yang diatur oleh Undang-Undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun
udara, yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ketentuan-
ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana salah satunya ialah
dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagi atau disalurkaan listrik,
gas, minyak atau air. Diputar film, dipertunjukan sandiwara atau diselenggarakan
rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
Pada pasal 3 disebutkan bahwa ditetapkannya syarat-syarat keselamatan
kerja untuk mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.Materi yang diatur
dalam Undang-undang ini mengikuti perkembangan masyarakat dan kemajuan
teknik, teknologi serta senantiasa akan dapat sesuai dengan perkembangan proses
industrialisasi Negara kita dalam rangka Pembangunan Nasional. Selanjutnya
akan dikeluarkan peraturan-peraturan organiknya, terbagi baik atas dasar
pembidangan teknis maupun atas dasar pembidangan industri secara sektoral.
Setelah Undang-undang ini, diadakanlah Peraturan-peraturan perundangan
Keselamatan Kerja bidang Listrik, Uap, Radiasi dan sebagainya, pula peraturan
perundangan Keselamatan Kerja sektoral, baik di darat, di laut maupun di udara.

3.4.1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 12 tahun 2015 tentang K3


Listrik di Tempat Kerja
Berdasarkan peraturan ini ada beberapa definisi mengenai kelistrikan
diantaranya:
1. Pembangkit listrik adalah kegiatan untuk memproduksi dan
membangkitkan tenaga listrik berbagai sumber tenaga.

18
2. Transmisi listrik adalah kegiatan penyaluran tenaga listrik dari tempat
pembangkit tenaga listrik sampai ke saluran distribusi listrik.
3. Distribusi listrik adalah kegiatan menyalurkan tenaga listrik dari sumber
daya listrik besar sampai ke pemanfaat listrik.
4. Pemanfaatan listrik adalah kegiatan mengubah energy listrik menjadi
energy bentuk lain.
5. Instalasi listrik adalah jaringan perlengkapan listrik yang membangkitkan,
memakai, mengubah, mengatur, mengalihkan, mengumpulkan atau
membagikan tenaga listrik.
Pengusaha dan/atau pengurus wajib melaksanakan K3 listrik di tempat
kerja. Pelaksanaan K3 listrik bertujuan:

1. Melindungi keselamatan dan kesehatan kerja dan orang lain yang berada
di dalam lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya listrik.
2. Menciptakan instalasi listrik yang aman, handal dan
3. Memberikan keselamatan bangunan beserta isinya dan menciptakan
tempat kerja yang selamat dan sehat untuk mendorong produktivitas.
Ruang lingkup peraturan ini adalah pada pelaksanaan K3 listrik yang
meliputi kegiatan perencanaan, pemasangan, penggunaan, perubahan,
pemeliharaan, pemasangan dan pengujian. Sedangakn pada persyaratan K3
dilaksanakan pada kegiatan pembangkitan listrik, transimisi listrik, distribusi
listrik dan pemanfaatan listrik.

3.4.2 PUIL 2011


PUIL memberikan persyaratan untuk desain, pemasangan dan verifikasi
instalasi listrik. Persyaratan ini dimaksudkan untuk menetapkan keselamatan
manusia, ternak dan harta benda terhadap bahaya dan kerusakan yang dapat
timbul pada pemakain secara wajar instalasi listrik dan untuk menetapkan fungsi
yang tepat dari instalasi tersebut.
PUIL berlaku untuk desain, pemasangan dan verifikasi instalasi listrik
sebagai berikut :
a. Kompleks (premises) perumahan;
b. Kompleks komersial;

19
c. Kompleks publik;
d. Kompleks industri;
e. Kompleks pertanian dan perkebunan;
f. Bangunan prafabrikasi;
g. Karavan, lokasi karavan, dan lokasi serupa;
h. Lokasi pembangunan, pameran, bazaar, dan instalasi lain untuk keperluan
temporer;
i. Marina;
j. Instalasi pencahayaan eksternal dan serupa;
k. Lokasi medik;
l. Unti portabel (mobile) atau dapat diangkut;
m. Sistem fotovoltaik;
n. Set pembangkit voltase rendah.
3.4.3 Persyaratan dan Prosedur Pengawasan K3 Listrik
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 33 Tahun 2015 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja mencantumkan bahwa
kegiatan penilaian dan pengukuran terhdap instalasi, perlengkapan dan peralatan
listrik untuk memastikan terpenuhnya standar bidang kelistrikan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Selain itu juga pengujian merupakan kegiatan
penilaian, perhitungan, pengetesan dan pengukuran terhadap instalasi,
perlengkapan dan peralatan listrik untuk terpenuhinya standar bidang kelistrikan
danketentuan peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan dan pengujian ini
dilakukan pada kegiatan perencanaan, pemasangan, penggunaan, perubahan, dan
pemeliharaan untuk kegiatan pembangkitan, transmisi, distribusi dan pemanfaatan
listrik.

Pemeriksaan dan pengujian dilakukan yang pertama oleh Pengawas


Ketenagakerjaan spesialis bidang K3 Listrik, lalu ahli K3 bidang listrik pada
perusahaan dan / atau ahli K3 bidang listrik pada PJK3. Pengawasan dan
pengujian dilakukan sebelum diserahkan kepada pemilik/pengguna lalu
dilaksanakan setelah ada perubahan atau perbaikan dan dilakukan secara berkala.
Hasil dari pemeriksaan digunakan sebagai bahan pertimbangan pembinaan
dan/atau tindakan hukum oleh pengawas Ketenagakerjaan. Pengawasan

20
pelaksanaan K3 ditempat kerja dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini akan di kenakan sanksi sesuai dengan Undang-undang no 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

3.4.4 Bentuk Bahaya Listrik


Instalasi listrik adalah jaringan yang tersusun secara terkoordinasi mulai
dari sumber pembangkit atau titik sambungan suplai daya listrik sampai titik-titik
pembebanan akhir. Peralatan listrik adalah semua alat, pesawat atau mesin yang
digerakan dengan tenaga listrik. Ex : Lift, escalator, mesin las, lemari es,dll.
Perlengkapan listrik adalah komponen-komponen yang diperlukan dalam
rangkaian instalasi listrik, misalnya pengendali, fiting, sakelar, dll.
Seseorang yang bekerja dengan alat bertenaga listrik atau instalasinya
terdapat bahaya, terutama sengatan arus listrik. Seseorang dapat terkena bahaya
listrik di rumah, Pekerja terkena sengatan arus listrik di tempat kerja yang
disebabkan karena peralatan, bahan kerja,dan tergesa-gesa. Resiko besar juga
diderita karena pekerjaan menggunakan peralatan bertenaga listrik. Penyebab
kematian karena listrik menduduki ketiga di tempat kerja dengan usia antara 16
dan 17 tahun, setelah kecelakaan karena kendaraan bermotor. Kematian karena
arus listrik 12 % di semua tempat kerja, satu diantaranya pekerja muda.
Sengat listrik dapat terjadi bila terdapat arus yang mengalir pada tubuh
manusia. Arus akan melewati tubuh dengan berbagai situasi. Jaringan
Penghantar Listrik, diantaranya :
1. Jaringan konduktor
a) Pembuluh darah
b) Otot
2. Jaringan Tidak Konduktor
a) Tulang
b) Kulit kering
c) Syaraf tepi
EFEK SENGATAN LISTRIK
KATEGORI BESAR ARUS YANG AKIBAT YANG TIMBUL

21
MELEWATI TUBUH
1 mA, atau kurang Tidak ada akibat, tidak terasa
AMAN Sengatan terasa tetapi tidak sakit dan
1-8 mA
tidak mengganggu kesadaran
Sengatan terasa sakit, tetapi masih bisa
8-15 mA melepaskan diri, dan tidak hilang
kesadaran
Sengatan terasa sakit, bisa hilang
15-20 mA kesadaran dan tidak bisa melepaskan
diri
BERBAHAYA Kesakitan, susah bernafas, terjadi
20-50 mA kontraksi pada otot dan hilang
kesadaran
Kondisi mematikan langsung dan
100-200 mA
susah ditolong
Terbakar dan jantung berhenti
200 mA atau lebih
berdetak
Bahaya akibat listrik ada 3, yaitu :
1) Bahaya sentuhan langsung
Sentuhan langsung adalah bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara
normal bertegangan. Adapun proteksi dari arus kejut sentuhan langsung:

a. Mencegah mengalirnya arus melalui tubuh


b. Membatasi arus yang dapat mengalir melalui badan sampai nilai yang
lebih kecil dari arus kejut
Proteksi bahaya sentuhan langsung:

a. Isolasi bagian aktif


b. Penghalang atau Selungkup
c. Rintangan
d. Jarak aman atau diluar jangkauan
e. Gawai proteksi arus sisa
f. Isolasi lantai kerja
2) Bahaya sentuhan tidak langsung

22
Sentuhan tidak langsung adalah bahaya sentuhan pada bagian konduktif
yang secara normal tidak bertegangan, menjadi bertegangan karena terjadi
kegagalan isolasi. Adapun proteksi dari arus kejut tidak langsung:

a. Mencegah mengalirnya arus melalui tubuh


b. Membatasi arus yang dapat mengalir melalui badan sampai nilai yang
lebih kecil dari arus kejut
c. Pemutusan secara otomatis dalam waktu yang ditentukan pada saat terjadi
gangguan yang sangat mungkin menyebabkan arus melalui badan yang
bersentuhan dengan bagian konduktif terbuka, yang nilai arusnya sama
dengan atau lebih besar dari arus kejut listrik.
d. Penerapan metoda ikatan penyama potensial adalah salah satu prinsip
penting untuk keselamatan.
Proteksi bahaya sentuhan tidak langsung:

a. Pemutusan supply secara otomatis


b. Memasang grounding (pembumian)
c. Mempergunakan perlengkapan kelas ii atau dengan isolasi ekivalen
d. Proteksi dengan lokasi tidak konduktif
e. Proteksi dengan ikatan penyama potensial lokal bebas BUMI
f. Proteksi dengan separasi listrik. Memisahkan sirkit perlengkapan dari
g. jaringan sumber dengan menggunakan trafo pemisah atau motor generator.
h. Mamasang tanda keselamatan
3) Bahaya kebakaran
Faktor penyyebab terjadinya kebakaran karena listrik, meliputi:

a. Pembebanan lebih
b. Sambungan tidak sempurna
c. Perlengkapan tidak standar
d. Pembatas arus tidak sesuai
e. Kebocoran isolasi
f. Sambaran petir
Faktor yang mempengaruhi Tingkat Keparahan Cidera Akibat Listrik
1. Voltage/Kekuatan listrik (beda potensial)

23
2. Amper (Arus Listrik)
3. Type Arus/jenis aliran (searah/bolak-balik)
4. Lama Kontak (banyaknya energi yang terserap)
5. Daerah / bagian tubuh yang kontak (Tahanan)
6. Jalan Arus
7. Banyaknya Jaringan Resistance
8. Kandungan Air Dalam Jaringan
9. Kondisi fisik dan kejiwaan (perubahan tahanan)
3.4.5 Persyaratan Dasar Proteksi Untuk Keselamatan Listrik
Prinsip proteksi bahaya listrik
1. Mencegah mengalirnya arus listrik melalui tubuh manusia
2. Membatasi nilai arus listrik dibawah arus kejut listrik
3. Memutuskan suplai secara otomatis pada saat terjadi gangguan
Pada instalasi listrik bahaya berikut dapat timbul, yaitu:
a) arus kejut listrik;
b) suhu berlebihan yang mungkin mengakibatkan kebakaran, luka bakar atau
efek cedera lain;
c) penyulutan atmosfer ledak yang potensial;
d) voltase kurang, voltase lebih dan pengaruh elektromagnetik yang mungkin
menyebabkancedera atau kerusakan;
e) pemutusan suplai daya dan/atau pemutusan pelayanan keselamatan;
f) busur api listrik, yang mungkin menyebabkan efek menyilaukan, tekanan
yang berlebihan atau gas racun;
g) gerakan mekanis perlengkapan yang digerakkan listrik.
A. Proteksi dari kejut listrik
1. Proteksi dari sentuh langsung
Sistem proteksi kejut listrik dari sentuhan langsung diaplikasikan untuk
instalasi dengan voltase rendah. Proteksi harus disediakan terhadap bahaya yang
dapat timbul karena bersentuhan dengan bagian aktif instalasi listrik oleh manusia
atau ternak. Proteksi dapat dilakukan dengan salah satu metode berikut.

a. mencegah mengalirnya arus melalui badan manusia atau ternak;

24
b. membatasi arus yang dapat mengalir melalui badan ke nilai yang tidak
berbahaya.
2. Proteksi dari sentuhan tak langsung
Sistem proteksi kejut listrik dari sentuhan tidak langsung diaplikasikan
untuk instalasi voltase rendah serta proteksi terhadap gangguan yang berkaitan
dengan kegagalan insulasi dasar.

Proteksi dapat dicapai dengan salah satu metode berikut:

a. mencegah mengalirnya arus gangguan melalui badan manusia atau ternak;


membatasi besarnya arus gangguan yang dapat mengalir melalui badan ke
nilai yang tidak membahayakan;
b. membatasi durasi arus gangguan yang dapat mengalir melalui badan
hingga periode waktu yang tidak membahayakan.
Dalam setiap bagian instalasi harus diterapkan satu atau lebih tindakan
proteksi, dengan memperhitungkan kondisi pengaruh eksternal. Tindakan proteksi
berikut biasanya diizinkan:
- diskoneksi otomatis suplai
- insulasi dobel atau diperkuat
- separasi listrik untuk suplai dari satu pemanfaat listrik
- voltase ekstra rendah (SELV atau PELV)
Tindakan proteksi yang diterapkan dalam instalasi harus dipertimbangkan
pada pemilihan dan pemasangan perlengkapan.
Tindakan proteksi yang ditentukan dalam Lampiran B, yaitu penggunaan
perintang dan penempatan di luar jangkauan, hanya digunakan dalam instalasi
yang dapat diakses oleh - personel terampil atau terlatih, atau - personel yang
diawasi oleh personel terampil atau terlatih.
Tindakan proteksi, yang ditentukan dalam Lampiran C, yaitu - lokasi
nonkonduktif, - ikatan ekuipotensial lokal bebas bumi, - separasi listrik untuk
suplai lebih dari satu pemanfaat listrikt, dapat diterapkan hanya jika instalasi
berada di bawah supervisi personel terampil atau terlatih sedemikian sehingga
perubahan tidak sah tidak dapat dilakukan.
Ketentuan untuk proteksi dasar memberikan proteksi pada kondisi normal
dan diterapkan jika ditentukan sebagai bagian tindakan proteksi yang dipilih.

25
1. Insulasi dasar bagian aktif
Insulasi dimaksudkan untuk mencegah sentuh dengan bagian aktif. Bagian
aktif harus tertutup seluruhnya dengan insulasi yang hanya dapat dilepas dengan
merusaknya. Untuk perlengkapan, insulasi harus memenuhi standar relevan untuk
perlengkapan listrik.

2. Penghalang atau selungkup


Penghalang atau selungkup dumaksudkan untuk mencegah sentuh dengan
bagian aktif.

- Bagian aktif harus berada di dalam selungkup atau di belakang penghalang


kecuali jika terdapat lubang selama penggantian bagian, misalnya fiting
lampu atau sekering tertentu. Untuk menghindari tersentuhnya bagian aktif
maka sebaiknya bagian aktif tidak disentuh dengan sengaja dan ukuran
lubang harus sekecil mungkin.
- Permukaan bagian atas penghalang atau selungkup harus memberikan
tingkat proteksi
- Penghalang dan selungkup harus terpasang dengan kokoh di tempatnya
dan mempunyai daya tahan untuk mempertahankan tingkat proteksi yang
disyaratkan dan sebagai pemisah dari bagian aktif dari pengaruh eksternal.
- Jika diperlukan untuk melepaskan penghalang atau selungkup dapat
dilakukan dengan menggunakan kunci atau perkakas
- Jika di belakang penghalang atau di dalam selungkup terpasang alat yang
dapat menyimpan muatan listrik berbahaya maka diperlukan label
peringatan.
Tindakan proteksi rintangan dan penempatan di luar jangkauan hanya
memberikan proteksi dasar. Hal ini untuk penerapan dalan instansi denngan atau
tanpa proteksi gangguan yang dikendalikan atau disupervisi oleh personel
terampil atau terlatih.
Rintangan dimaksudkan untuk mencegah sentuh tak sengaja dengan
bagian aktif tetapi tidak mencegah sentuh sengaja dengan cara menghindari
rintang sengaja. Rintangan harus mencegah mendekatnya tubuh dengan tidak

26
sengaja ke bagian aktif dan mencegah terjadinya sentuh tak sengaja dengan bagian
aktif selama operasi perlengkapan aktif dalam pelayanan normal.
Rintangan dapat dilepas tanpa menggunakan kunci atau perkakas, tetapi
harus aman sehingga tercegah lepasnya rintangan sengaja secara tidak sengaja.
B. Proteksi dari efek termal
Untuk menghindari bahaya dari efek termal, proteksi dapat dilakukan
melalui instalasi listrik yang disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada risiko
tersulutnya bahan yang mudah terbakar karena tingginya suhu atau busur api
listrik. Selain itu, untuk menghindari bahaya efek termal maka tidak boleh ada
risiko luka bakar pada manusia maupun ternak selama perlengkapan listrik
beroperasi secara normal.

Perlengkapan listrik tidak boleh menimbulkan bahaya kebakaran pada


bahan yang berada di dekatnya, jika perlengkapan magun dapat mencapai suhu
permukaan yang dapat menyebabkan bahaya kebakaran pada bahan yang
didekatnya, maka perlengkapan harus:

a. Dipasang pada atau dalam bahan yang tahan terhadap suhu tinggi dan
mempunyai konduktans termal yang rendah, atau
b. Disekat dari elemen kontruksi bangunan, dengan bahan yang akan tahan
terhadap suhu tersebut dan mempunyai konduktans termal yang tendah,
atau
c. Dipasang sedemikian agar memungkinkan disipasi bahan yang aman pada
jarak yang memadai dari setiap bahan yang dapat terkena efek termal yang
rusak karena suhu tersebut, dan setiap sarana penyangga mempunyai
konduktans termal yang rendah.
Jika busur api atau latu (sparks) dapat dipancarkan oleh perlengkapan
terhubung permanen dalam pelayanan normal, maka perlengkapan harus:

a. Suluruhnya terselungkup dalam bahan tahan busur api, atau


b. Disekat oleh bahan tahan busur api terhadap elemen bangunan dimana
busur api dapat member efek termal yang merusak, atau

27
c. Dipasang untuk memungkinkan pemadaman busur api dengan aman pada
jarak yang memadai dari elemen bangunan dimana busur api dapat
member efek termal yang merusak.
Bahan tahan busur api yang digunakan untuk tindakan proteksi ini harus
tidak dapat terbakar, berkonduktivitas termal rendah, dan mempunyai tebal
memadai untuk memberikan kestabilan mekanis.

Bila perlengkapan listrik dalam suatu lokasi tunggal berisi cairan yang
mudah terbakar dalam jumlah yang signifikan (terendah 25 liter, apabila kurang,
maka suatu susunan yang mencegah keluarnya cairan telah memadai), maka harus
diambil tindakan pencegahan untuk mencegah cairan yang terbakar dan hasil
pembakaran cairan (api, asap, gas beracun) menyebar ke bagian bangunan yang
lain.

Contoh tindakan pencegahan tersebut adalah:

a. Lubang drainase untuk menampung kebocoran dan memastikan


pemadamannya saat terjadi kebakaran, atau
b. Pemasangan kelengkapan dalam kamar tahan api yangn memadai dan
perlengkapan penghelang atau sarana lain untuk mencegah cairan yang
terbakar menyebar ke bagian bangunan lain, kamar tersebut berventilasi
hanya ke atmosfir luar.
Bahan selungkup yang disusun sekeliling perlengkapan listrik selama
pemasanngan harus tahan terhadap suhu tertinggi yang mungkinn dihasilkan oleh
perlengkapan listrik. Bahan yang mudah terbakarr tidak cocok untuk kontruksi
selungkup tersebut kecualli ambil tindakan preventif erhadap penyulutan,
sedemikian seperti menutupi dengan bahan yang tak mudah terbakar atau tak
dapat terbakar berkonduktivitas rendah.

C. Proteksi dari arus lebih


Arus lebih dapat terjadi ketika arus listrik melebihi kapasitas konduktor.
Ini dapat terjadi karena beban lebih atau hubungan pendek. Manusia atau ternak
harus diproteksi dari cedera, dan harta benda harus diproteksi dari kerusakan
karena suhu yang berlebihan atau stres elektromekanis yang diakibatkan karena
arus berlebih yang mungkin timbul pada konduktor. Proteksi ini dapat dicapai

28
dengan membatasi arus berlebih ke durasi yang lebih aman. Proteksi dilakukan
dengan cara memilih gawai proteksi yang tepat untuk tetap sikrit, juga mencakup
koordinasi proteksi beban lebih dan proteksi hubungan pendek.

Gawai proteksi harus disediakan untuk mendiskoneksi setiap arus lebih


dalam konduktor sikrit sebelum arus tersebut menyebabkan bahaya akibat efek
mekanis atau termal yang merusak insulasi, sambungan, terminasi atau bahan di
sekitar konduktor.

Persyaratan menurut sifat sikrit:

1. Proteksi konduktor lin


Deteksi arus lebih harus disediakan untuk semua konduktor in, hal ini
menyebabkan diskoneksi konduktor dimana arus lebih terdeteksi tapi tidak perlu
terjadi diskoneksi pada konduktor aktif lainnya.

Jika diskoneksin fase tunggal dapat menyebabkan bahaya, missal pada


kasus motor trifase, harus diambil tindakan yang sesuai. Contoh tindakan
pencegahan yang sesuai yaitu harus menggunakan GPAL 3 kutub yang beroperasi
secara serentak.

2. Diskoneksi dan rekoneksi konduktor netral pada system multiphase


Bila diskoneksi konduktor netral disyaratkan, diskoneksi dan rekoneksi
harus sedemikian sehingga konduktor netral tidak boleh didiskoneksi sebelum
konduktor lin dan harus direkoneksi pada waktu yang sama atau sebelum
konduktos lin.

D. Proteksi terhadap arus gangguan


Setiap konduktor aktif dan bagian lain yang dapat menghantarkan arus
gangguan maka bagian tersebut harus mampu menghantarkan arus tanpa
menimbulkan suhu yang berlebihan. Selain itu, perlengkapan listrik termasuk
konduktor harus dilengkapi dengan proteksi mekanis terhadap stres
elektromekanis arus gangguan, untuk mencegah cedera atau kerusakan pada
manusia, ternak dan harta benda.
E. Proteksi terhadap gangguan voltase dan tindakan terhadap pengaruh
elektromagnetik

29
Manusia dan ternak harus diproteksi dari cedera dan harta benda harus
diproteksi dari setiap efek yang berbahaya akibat adanya gangguan antara bagian
aktif sirkit yang disuplai pada voltase yang berbeda, kerusakan akibat adanya
voltase lebih sedemikian seperti yang berasal dari peristiwa atmosfer atau dari
penyakelaran, serta kerusakan akibat adanya voltase kurang dan setiap pemulihan
voltase sesudah itu.
Instalasi harus mempunyai tingkat perlindungan yang memadai terhadap
gangguan elektromagnetik sehingga berfungsi secara benar pada lingkungan yang
ditentukan. Desain instalasi harus mempertimbangkan emisi elektromagnetik yang
ditimbulkan oleh instalasi atau perlengkapan yang terpasang dan disesuaikan
sebagai pemanfaat listrik yang digunakan atau dihubungkan dengan instalasi.
F. Proteksi perlengkapan dan instalasi listrik
1. Pada setiap perlengkapan listrik harus tercantum dengan jelas nama
pembuat dan atau merek dagang; daya, voltase, dan/atau arus pengenal;
serta data teknis lain seperti disyaratkan SNI atau standar yang relevan.
Dimana perlengkapan listrik yang memenuhi persyaratan adalah yang
memenuhi persyaratan standar perlengkapan tersebut, sudah lulus
pengujian sesuai SNI terkait dan mendapatkan sertifikat produk dari
Lembaga Sertifikasi Produk yang sudah diakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN), serta diberi label SNI pada produknya.
2. Instalasi yang baru dipasang atau mengalami perubahan harus diperiksa
dan diuji dulu sesuai dengan ketentuan mengenai resistans insulasi,
pengujian sistem proteksi dengan diskoneksi otomatis suplai, serta
pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik, dimana instalasi listrik yang
sudah memenuhi semua ketentuan dapat dioperasikan setelah mendapat
izin atau pengesahan dari instansi/lembaga yang berwenang.
Instalasi listrik terpasang harus diverifikasi oleh KONSUIL (Komite
Nasional Keselamatan untuk Instalasi Listrik) atau PPILN (Perkumpulan
Pemeriksa Instalasi Listrik Nasional), yang saat ini telah mendapat izin dan
pengesahan dari instansi/lembaga yang berwenang, yaitu Direktorat Jendral
Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Setelah
dinyatakan memenuhi syarat maka instalasi listrik dinyatakan laik operasi dan

30
akan diterbitkan Sertifikat Laik Operasi, sehingga instalasi listrik dapat
dioperasikan.
3.5 K3 Bahan Kimia Berbahaya

Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau
campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau toksikologi
berbahaya terhadap tenaga kerja , instalasi dan lingkungan. Kriteria bahan kimia
di tempat kerja dan nilai ambang kuantitasnya (NAK), sebagaimana yang tertera
dalam Lampiran II Kepmenaker No 187 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan
Kimia Berbahaya di Tempat Kerja. Bahan kimia berbahaya mempunyai sifat
mudah meledak, mudah menyala atau terbakat, oksidator, racun, karsinogenik,
iritasi, sensitivitas, teratogenik, mutagenic atau korosif. Cara bahan kimia tersebut
dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, saluran pencernaan dan
penyerapan melalui kulit.
Pengaruh negatif bahan kimia terhadap kesehatan yaitu dapat
terjadi iritasi, menimbulkan energi, menyebabkan sulit bernapas, menimbulkan
keracunan sistemik, menyebabkan kanker, menyebabkan kerusakan/kelainan
janin. Apabila perusahaan menggunakan, menyimpan, memakai, memproduksi
bahan kimia di tempat kerja, maka pengusaha wajib melakukan pengendalian
bahan kimia berbahaya di tempat kerja. Pengendalian dimaksud antara lain
dengan menyediakan lembar data keselamatan bahan (LKDB) dan label.

3.6 Klasifikasi Kebakaran


Kategori kebakaran adalah penggolongan kebakaran berdasarkan jenis
bahan yang terbakar. Dengan adanya kategori tersebut, akan lebih mudah dalam
pemilihan media pemadaman yang digunakan untuk memdamkan kebakaran.
Adapun kategori-kategori kebakaran dijelaskan sebagai berikut:
1. Kelas A Kebakaran yang terjadi pada bahan padat bukan logam seprti kayu,
kertas, plastik, dll
2. Kelas B Kebakaran yang terjadi pada bahan cair dan gas seperti bensin,
minyak tanah, elpiji, solar, dll
3. Kelas C Kebakaran pada peralatan listrik

4. Kelas D Kebakaran yang terjadi pada bahan logam


3.6.1 Pencegahan Kebakaran

31
3.6.1.1 Pencegahan Darurat Kebakaran
Pencegahan kebakaran dimulai dari sejak perencanaan dan pengaturan
proses produksi. Suatu prinsip penting pada semua perencanaan adalah tidak
meluasnya kebakaran yang terjadi dan dimungkinkan untuk penanggulangan
kebakaran yang efektif. Pendekatannya dilakukan dengan penelahan secara cermat
atas bangunan menurut kegunaannya dan penetuan lokasi yang diperlukannya.
Bangunan-bangunan tersebut harus diatur letaknya sedemikian, sehingga aman
dari kebakaran dan cukup jarak diantara satu dengan yang lainnya. Perlengkapan
penanggulangan kebakaran termasuk alat-alat pemadam kebakaran harus tersedia
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku (Sumamur, 1996).
Manajemen puncak perlu menyadari pentingnya perencanaan dan
persiapan keadaan darurat terutama masalah kebakaran. Untuk itu manajer
keselamatan kerja perlu memberikan penjelasan serta mengupayakan agar rencana
itu mendapat dukungan. Untuk menyusun rencana keadaan darurat terlebih dahulu
perlu di indentifikasi dan di evaluasi jenis dan skala keadaan darurat yang
mungkin terjadi. Selanjutnya disiapkan suatu rencana kerja. Perencanaan tersebut
harus dibuat oleh perusahaan, bila perlu dengan bantuan ahli dari pihak
pemerintah atau konsultan. Rencana juga bisa disusun bersama perusahaan yang
berada dalam satu kawasan (Syukri, 1997)
Rencana keadaan darurat harus praktis, sederhana dan mudah dimengerti.
Rencana harus sudah mengantisipasi berbagai scenario keadaan darurat, meliputi
bencana karena kesalahan operasi, bencana alam dan kemungkinan sabotase. Bila
hal ini tidak di antisipasi dan tidak diambil langkah penanggulangan yang
memadai akan dapat menimbulkan kerugian total, karena musnahnya seluruh
asset perusahaan. Karena itu persiapan keadaan darurat kebakaran perlu dilakukan
untuk mencegah kerugian besar baik harta, benda maupun jiwa manusia (Syukri,
1997).

32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kondisi Kesehatan Lingkungan


5.1.1. Kondisi Penyehatan Air
a. Air sumur (sebagai air baku) dilakukan pengolahan terlebih dahulu
sebelum dipergunakan untuk produksi maupun domestik.
b. Air minum berasal dari hardwater yang dilakukan pengolah terlebih
dahulu yaitu dengan menggunakan sistem RO (Reserve Osmossis).
c. Air minum didistribusikan dengan cara mengambil langsung dari kran
untuk pengambilan sampel air yang langsung dimasukkan ke galon.
d. Wadah air minum di kantin menggunakan wadah terbuat dari plastik
e. Air bersih didistribusikan melalui perpipaan,
f. Sudah terdapat sumberdaya berkompeten yang mengawasi dan
memantau kualitas kimia air bersih,
g. Terdapat fasilitas dan sarana pengawasan dan pemantauan kualitas
kimia air bersih,
h. Pemantauan kualitas air dari proses water treatment dilakukan setiap
hari, parameter yang dipantau adalah kesadahan, kekeruhan, warna, dan
pH
i. Tidak dilakukan pengawasan kualitas bakteriologi air minum.

5.1.2. Kondisi Pengelolaan Limbah


a. Air limbah domestik dari kamar mandi dan ruang makan ditampung di
dalam septic tank.
b. Septic tank tersedia 4 unit yang terbagi merata di setiap lokasi
perusahaan.
c. Terdapat 2 sumur resapan, sebelumnya sebagai sumur air baku yang
kemudian di alih fungsikan menjadi sumur serapan.
d. Air limbah produksi tekstil dilakukan pengolahan di wash water
treatment (WWT) dengan sistem aerob dan anaerob.
e. Air limbah ruang makan tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu,
f. Dilakukan pemantauan kualitas air limbah harian berupa pemeriksaan
parameter DO (disorp oxygent), COD (Chemical oxgent demand), TSS
(Total suspended solid), pH, warna dan kekeruhan.
g. Dilakukan pemantauan kualitas effluent air limbah secara lengkap setiap
bulan.
h. Terdapat sumber daya yang kompeten yang melakukan pengawasan dan
pemantauan kualitas air limbah,

33
i. Terdapat fasilitas dan sarana pengawasan dan pemantauan kualitas air
limbah,
j. Terdapat tempat penampungan sementara bahan berbahaya beracun
(TPS B3) yang dipergunakan untuk pengumpulan sementara limbah oli,
k. Limbah oli bekas dikelola oleh pihak ke tiga

5.1.3. Kondisi Penyehatan Udara


a. Pertukaran udara terus berlangsung karena diterapkan Cross ventilasion
untuk tempat produksi,
b. Penyehatan udara di bagian kantor menggunakan air condisioner (AC).
c. Penyehatan udara di bagian produksi menggunakan air condisioner
(AC)
d. Terdapat 2 cerobong asap untuk boiler,
e. Pemantauan kualitas udara ambien dilakukan setiap 6 bulan sekali,

5.1.4. Kondisi Pengelolaan Sampah dan Penyehatan Tanah


a. Komposisi sampah terdiri dari: plastik dari produksi, plastik
pembungkus makanan, karton/dus dari produksi, sisa makanan, daun,
sampah medis dari Poli klinik.
b. Sampah tidak dilakukan pemisahan pada saat pewadahan,
c. Sampah diangkut setiap hari menggunakan troli pengangkut barang,
d. Tersedia tempat pengumpulan sampah (TPS),
e. di tempat pengumpulan sampah (TPS), sampah di kelompokkan
menjadi beberapa kategori; 1) Karton/dus, 2) Residu, 3) Kayu, 4)
Drum/tong, 5) Plastik dari proses produksi.
f. Sumber daya manusia pengelola sampah terdiri dari 30 orang,
g. Sumber daya atau penanggung jawab pengelolaan sampah belum
berkompeten,
h. Tersedia 1 tempat sampah di setiap gedung dan ruangan,
i. Tempat sampah tidak kedap air,
j. Tempat sampah mudah diangkut dan dibersihkan,
k. Tempat sampah tidak tertutup,
l. Pengelolaan sampah domestik non ekonomis seperti pecahan botol kaca
dan botol ampul, tutup botol dibuang langsung ke TPA tanpa ada
pengelolaan terlebih dahulu,
m. Sampah yang memiliki nilai jual seperti karton/dus, plastik dan
drum/tong di jual ke pihak ke tiga,
n. Terdapat tempat pengumpulan sampah bahan berbahaya dan beracun
(TPS B3) yang digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan reagen
obat yang sudah terpakai, obat-obatan kadaluarsa.

34
o. Reagen dan obat-obatan kadaluarsa dikelola oleh pihak ke tiga yaitu
PPLI

5.1.5. Kondisi Penyehatan Makanan dan Minuman


a. Perusahaan tidak menyediakan makanan yang telah diolah
b. Penyediaan makanan dikoordinir oleh salah satu karyawan, untuk menu
makan sesuai dengan slerea pekerja
c. Tenaga kerja makan di kantin yang disediakan perusahaan
d. Beberapa karyawan membeli makanan diluar sedangkan beberapa
karyawan lagi membawa bekal dari rumah
e. Alat makan yang digunakan terdiri dari; piring berjenis kaca, sendok
plastik 1 kali pakai, dan plastik untuk air minum
f. Tersedia ruang makan
g. Tidak dilakukan pemantauan kualitas bakteriologi, kimia, dan fisik
makanan dan alat makan

5.1.6. Kondisi Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu


a. Kepadatan lalat di PT. Sanbe Farma di kategorikan sedang
b. Ditemukan jentik di beberapa konteiner (dispenser) dan di selokan
c. Ditemukan tikus pada bulan Januari, bulan Februari dan bulan Maret

5.2. Panitia Pembina Keselamatan Kesehatan Kerja


5.2.1. Organisasi P2K3
Organisasi P2K3 di PT Sanbe Farma Unit II merupakan wadah kerja sama
antara unsur pemimpin perusahaan dan tenaga kerja dalam menangani
masalah keselamatan kesehatan kerja di perusahaan. Organisasi P2K3 PT
Sanbe Farma Unit II terdiri dari Ketua, Sekretaris, Anggota dan 3 (tiga)
unit bidang. Berikut unsur-unsur organisasi P2K3:

a. Ketua : Plan Manager Unit II


b. Sekretaris : Koordinator EHS
c. Anggota : Perwakilan karyawan Sanbe Farma Unit II

Ketua P2K3 di PT Sanbe Farma Unit II di pegang oleh Manajer Umum


PT Sanbe Farma Unit II yang mana memiliki cukup wewenang yang besar
untuk mengambil keputusan. Sedangkan sekretaris P2K3 di isi oleh
koordinator EHS yang sudah memiliki sertifikat pelatihan K3 umum.
Sehingga program-program K3 dapat berjalan dengan cukup baik karena

35
mendukungnya sumber daya yang menjalankan penerapan K3 di tempat
kerja.

5.3. Audit Keselamatan Kesehatan Kerja;


Audit keselamatan kesehatan kerja jika di lihat dari program-program yang di
rencanakan PT Sanbe Farma Unit II melakukan audit K3 internal secara rutin
dilakukan 3 bulan sekali. PT Sanbe Farma Unit II sudah menerapkan ISO
9001 mengenai Mutu, ISO 14001 mengenai manajemen lingkungan, OHSAS
18001 mengenai SMK3. Selain itu juga PT Sanbe Farma telah melakukan
audit WHO untuk memenuhi persyaratan penjualan obat ke Benua Afrika..

5.3.1. Unit Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K)


Unit pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) merupakan salah satu
unit yang berada pada lingkup P2K3. Unit ini fokus pada pelayanan
kesehatan dan pertolongan pada kecelakaan. Pertolongan pertama
kecelakaan akan di tangani oleh supervisor yang sebelumnya telah
dilakukan pelatihan P3K. Apabila kecelakaan tersebut parah maka korban
akan langsung di rujuk ke rumah sakit yang telah bekerjasama dengan PT
Sanbe Farma Unit II.

5.3.2. Keadaan Kesehatan Tenaga Kerja


Keadaan kesehatan kerja suatu karyawan akan berdampak pada
produktifitas dan kemajuan suatu perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu
PT Sanbe Farma Unit II menyediakan poliklinik untuk para karyawan
yang sedang sakit, tenaga medis yang ada di PT sanbe Farma Unit II yaitu
satu orang dokter yang berjaga stiap hari senin dan kamis pada pukul
08.00 sampai dengan 09.00 WIB.

5.3.3. Pemeriksaan Kesehatan


Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebagai upaya agar tenaga kerja saat dan
sebelum serta sesudah bekerja mendapatkan derajat kesehatan setinggi-
tingginya. Upaya yang dilakukan adalah pemeriksaan kesehatan, mulai
dari pemeriksaan awal dan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

a) Pemeriksaan Awal

36
Pemeriksaan ini diperuntukkan bagi karyawan baru. Sebelum diterima
menjadi tenaga kerja PT Sanbe Farma Unit II setiap tenaga kerja harus
lolos test kesehatan, akan tetapi pemeriksaan kesehatan awal ini
dilakukan oleh karyawan baru bukan dilakukan oleh pihak perusahaan.
b) Pemeriksaan Berkala
Untuk meningkatkan kesehatan tenaga kerja PT Sanbe Farma Unit II
melakukan pemeriksaan berkala dalam jangka waktu 1 tahun sekali.
Pemeriksaan berkala dilakukan oleh paramedis yang telah bekerjasama
dengan perusahaan. Pemeriksaan kesehatan berkala ini hanya
dilakukan pada pekerja yang berada di ruang produksi saja.

5.3.4. Perlengkapan Kesehatan


a. Kotak P3K
PT Sanbe Farma Unit II telah menyediakan kotak P3K yang tersebar di
seluruh gedung dan departemen. Setiap unit disediakan kotak P3K
yang berisi obat-obatan pertolongan pertama. Disediakannya kotak
P3K ini sebagai upaya pertolongan pertama apabila terjadi kecelakaan.
b. Poliklinik
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pelayanan bagi tenaga kerja serta
untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya PT
Sanbe Farma Unit II menyediakan klinik kesehatan. Klinik kesehatan
tersebut ditunjukan untuk para pekerja yang mengalami kecelakaan
ringan atau para pekerja yang sedang sakit untuk diberikan
pertolongan pertama dan pemberian obat.
c. Fasilitas Tanggap Darurat
PT Sanbe Farma Unit II telah menyediakan fasilitas tanggap darurat
berupa mobil darurat. Mobil darurat diperuntukan untuk melakukan
rujukan atau pengantaran korban kecelakaan yang cukup serius maka
perusahaan sudah menyediakan mobil khusus untuk keadaan darurat
yang dilengkapi supir khusus yang jaga 24 jam.
d. Fasilitas Rekreasi
PT Sanbe Farma Unit II menyadari akan kebutuhan rekreasi
pekerjanya untuk mengurangi tingkat stress pekerja. Maka perusahaan
telah menyelenggarakan rekreasi bagi pekerja yang dilakukan setiap
tahun.
e. Toilet

37
Toilet adalah salah satu tempat penunjang kesehatan kerja tenaga kerja.
PT Sanbe Farma Unit II menyediakan toilet yang tersebar di setiap
gedung dan departemen perusahaan.
f. Wastafle
PT Sanbe Farma Unit II telah menyediakan wastafel yang berada di
depan kantin. Pengadaan wastafel tersebut dimaksudkan agar tenaga
kerja membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan.

5.3.5. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan


PT Sanbe Farma Unit II sudah menyediakan kotak P3K di setiap
departemen. Apabila terjadi kecelakaan ringan dapat langsung ditangani
oleh supervisor di setiap departemen. Namun, jika terjadi cidera parah
pada tenaga kerja akan langsung dibawa ke Rumah Sakit yang telah
melakukan kerjasama dengan perusahaan.

5.3.6. Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Jaminan sosial tenaga kerja (BPJS Ketenagakerjaan) merupakan program
publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi
risiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan
mekanisme asuransi sosial. PT Sanbe Farma Unit II menerapkan beberapa
jaminan sosial yang berikan kepada tenaga kerja adalah Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kecelakaan Lalu Lintas, Jaminan
Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun.

5.4. Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK)


Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan
akibat dari suatu pekerjaan. Hubungan kerja atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan. Dalam laporan pada tahun 2016 lalu tercatat 16 karyawan yang
mengalami kecelakaan kerja, sebagian besar jenis kecelakaan yang dialami
adalah kecelakaan lalu lintas pada saat dinas luar atau akan berangkat bekerja
dan pulang kerja. (Lampiran 1)

38
5.5. Instrumen Keselamatan Kesehatan Kerja
Instrumen Keselamatan Kesehatan Kerja yang ada di PT Sanbe Farma tersebar
disetiap unit dan perusahaan, instrument-instrumen yang digunakan di PT
Sanbe Farma antara lain :

a) Instrumen Identifikasi Aspek Dampak Tempat Kerja (Lampiran 2)


b) Instrumen LUCK (Langkah Upaya Cegah Kecelakaan) (Lampiran 3)
c) Instrumen Near-Accident (Lampiran 4)
d) Instrument Laporan Kecelakaan (Lampiran 5)
e) Instrumen Pemantauan Alat Pemadam Api Ringan (Lampiran 6)
f) Instrumen Pemeriksaan Hydrant (Lampiran 7)

a. Instrumen Identifikasi Aspek Dampak Tempat Kerja


Instrumen ini merupakan SOP yang digunakan untuk mengidentifikasi
sumber bahaya yang ada di tiap-tiap unit. Hasil akhir dari instrumen ini
adalah memberikan gambaran akibat dan pengendalian risiko yang ada di
tempat kerja sehingga dapat meminimalkan kejadian kecelakaan kerja.
Selain dapat mengurangi risiko kecelakaan hasil dari program ini akan
memberikan informasi teknik pengendalian apa yang cocok di terapkan di
tempat kerja. Unit P2K3 yang melakukan program ini adalah unit K3,
laporan program yang telah dilaksanakan akan informasikan kepada semua
tenaga kerja. Instrumen yang digunakan adalah HIRADC (Hazard
Identification Risk Assasment Determinan Control).
b. Instrumen LUCK (Langkah Upaya Cegah Kecelakaan)
Instrumen ini merupakan instrument yang dibuat untuk mencegaah
terjadinya kecelakaan, instrument ini memuat keadaan suatu lingkungan
kerja yang tidak aman atau tindakan pekerja yang tidak aman, yang
selanjutnya akan diberi tindakan oleh pihak dari K3.
c. Instrumen Near-Accident
Instrument ini merupakan instrument yang dibuat untuk mengendalikan
suatu potensi bahaya yang akan terjadi, instrument ini melaporkan suatu
kejadian yang hampir celaka (nearmiss). Instrument ini hampir sama
dengan istrumen LUCK yang memuat suatu keadaan yang dapat
membahyakan pekerja yang selanjutnya akan diberikan tindakan oleh
pihak K3 agar keadaan tersebut tidak lagi menjadi bahaya.
d. Instrument Laporan Kecelakaan
Instrument ini merupakan instrument yang dibuat untuk mengetahui
kecelakaan yang terjadi di perusahaan. Instrument ini menggambarkan

39
bagaimana kecelakaan tersebut bisa terjadi untuk selanjutnya dapat
diberikan penanganan agar dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan.
e. Instrumen Pemantauan Alat Pemadam Api Ringan
Instrumen ini merupakan instrumen yang digunakan untuk memantau
kondisi sarana penanggulangan kebakaran yaitu APAR. Kegiatan yang
dilakukan berupa pengecekan keadaan APAR yang ada di perusahaan.
Pengecekan yang dilakukan berupa kondisi fisik dan masa pakai APAR.
Informasi yang akan didapatkan dari instrumen ini adalah kondisi APAR
agar selalu dalam keadaan baik sebelum adanya kejadian kebakaran.
f. Instrumen Pemeriksaan Hydrant
Instrumen ini merupakan instrumen yang digunakan untuk memantau
kondisi sarana penanggulangan kebakaran yaitu Hydrant. Kegiatan yang
dilakukan berupa pengecekan keadaan Hydrant yang ada di perusahaan.
Pengecekan yang dilakukan berupa kondisi fisik seperti selang, nozzle,
kran dan sebagainya. Informasi yang akan didapatkan dari instrumen ini
adalah kondisi Hydrant agar selalu dalam keadaan baik sebelum adanya
kejadian kebakaran.

5.6. Instrumen Kesehatan Lingkungan

Tabel 5.1 Instrumen Kesehatan Lingkungan


Kepemilikan
No Instrumen Keterangan
Ada Tidak
1. Toilet
2. Wastafle
3. Tempat sampah
4. SPAL
5. Septictank 3 buah
6. Lux meter 1 buah
7. Thermohygrometer 1 buah
8. Sound Level Meter 1 buah
9. Vibration Meter X
10. Flygrill X
11. pH meter X
12. Hardness Kit 1 buah
Sumber : Data Primer Terolah, 2017

5.7. Norma-norma Keselamatan Kesehatan Kerja


5.5.1. Potensi Bahaya

40
Potensi bahaya merupakan segala sesuatu yang ada di tempat kerja yang
dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
PT Sanbe Farma Unit II merupakan industri farmasi yang memproduksi
bahan baku obat Bethalactam yang dalam proses produksinya memiliki
potensi-potensi bahaya. Identifikasi dan penilaian bahaya dilakukan oleh
pengurus unit K3. Identifikasi dan penilaian bahaya di tulis dalam Form
khusus yang telah disediakan oleh pengurus unit K3 (Lampiran 1).

5.5.2. Keselamatan Kerja Bidang Kebakaran


Kebakaran di tempat kerja berakibat sangat merugikan bagi perusahaan
maupun pekerja maka kebakaran di tempat kerja harus di tanggani. Untuk
menanggulangi kebakaran di tempat kerja PT Sanbe Farma Unit II
melakukan penanggulangan yaitu:

a. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran


Upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang dilakukan:
1) Menempatkan 45 Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang tersebar
pada setiap area.
2) Menepatkan 6 hydrant indoor dan 4 hydrant outdoor.
3) Melakukan perawatan dan pengecekan secara rutin peralatan
proteksi kebakaran.
4) Memberikan pelatihan pemadam kebakaran kepada seluruh tenaga
kerja.
b. Sarana Penanggulangan Kebakaran
Sebagai upaya pencegahan kebakaran PT Sanbe Farma Unit II telah
menyediakan sarana penaggulangan kebakaran. Pihak yang
bertanggungjawab mengenai penanggulangan kebakaran adalah unit
penanggulangan kebakaran (UPK) dibantu oleh seluruh orang yang
berada diwilayah perusahaan sebagai pendukung penanggulangan
kebakaran. Adapun sarana penanggulangan kebakaran di PT Sanbe
Farma Unit II yaitu:
1) Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
APAR merupakan salah satu alat pemadam api yang digunakan di
PT Sanbe Farma Unit II. Jumlah APAR yang ada di perusahaan
berjumlah 45 unit, dengan jarak antara satu APAR dengan APAR
lain yaitu 15 m da nada yang kurang dari 15 meter dikarenakan

41
disesuaikan dengan ruangan. APAR terdistribusi di seluruh area
perusahaan baik di dalam pabrik maupun di luar area pabrik.
Pengecekan APAR dilakukan oleh pengurus unit keselamatan
kesehatan kerja. Pemeriksaan APAR dilakukan setiap enam bulan
sekali secara visual. Penempatan APAR sesuai dengan sumber
bahaya kebakaran yang diidentifkasi. Jenis APAR yang digunakan
adalah powder dan foam. Di setiap APAR terdapat instruksi kerja,
jenis APAR, masa berlaku pemakaian, tanggal pemeriksaan dan
nomor pemasangan. APAR yang telah habis masa berlakunya akan
di isi ulang. APAR dipasang dengan ketinggian kurang dari 1,25 m
dari permukaan lantai dan terdapat simbol yang menandakan
keberadaan APAR.
2) Fire Hydrant
PT Sanbe Farma Unit II mempunyai potensi kebakaran cukup
besar, maka dari itu terdapat hydrant untuk alat pemadam.
Perusahaan menyediakan 6 hydrant di indoor dan 4 hydrant di
outdoor yang tersebar di seluruh peruhasaan. Pemeriksaan hydrant
dilakukan setiap 6 bulan sekali. Pengecekan untuk hydrant antara
lain pressure, selang, kran dan nozzle.

5.5.3. Keselamatan Kerja Bidang Bahan Berbahaya dan Beracun


Dari hasil observasi yang telah dilakukan di PT Sanbe Farma Unit II pada
bagian keselamatan kerja bidang bahan kimia berbahaya dan beracun
adalah:

a. Identifikasi dan karakteristik serta Safety data Sheets (SDS) bahan


kimia
Bahan kimia berbahaya dan beracun tidak disimpan pada tempat
penyimpanan khusus. Bahan kimia disimpan di ruangan bahan kimia
digunakan. Ada pun bahan kimia yang digunakan antara lain alkohol,
ammonium klorida, asam benzoat, asam sitrat, gliserin, metil salisilat,
oil anisi, paraffin solidum, saccharin Na, Sorbitol, Sulfur dan lain-lain.
b. Penyimpanan bahan kimia dan beracun
Bahan-bahan kimia yang akan digunakan disimpan di area khusus di
unit bahan kimia, jika bahan kimia tersebut akan digunakan maka

42
karyawan QC akan mengambil bahan kimia ke tempat penyimpanan
bahan kimia.
c. Pengendalian tumpahan bahan kimia berbahaya dan beracun
Untuk pengendalian tumpahan bahan kimia yang berbahaya dan
beracun di PT Sanbe Farma Unit II dlakukan denga memberikan
absorben pada area tumpahan misalnya berupa serbuk kayu atau pasir
lalu media absorben tersebut dimasukan kedalam wadah. Residu
absorben tersebut disimpan di TPS limbah B3.

5.5.4. Keselamatan Kerja Bidang Kelistrikan


PT Sanbe Farma Unit II mengunakan listrik dari PLN. Instalasi listrik
yang ada di perusahaan diberikan pembatas untuk mengurangi risiko
bahaya. Selain itu perusahaan memasang penyalur petir berupa sangkar
faraday yang disimpan pada gedung yang paling tinggi yaitu gedung
produksi lantai 5. Penyalur petir ini berfungsi untuk menyalurkan petir
yang ada ke dalam Groundingbatas maksimal aliran listrik yang dialirkan
ke grounding tidak boleh lebih dari 0,5 ohm, untuk dapat memastikan
bahwa aliran listrik yang dialirkan oleh petir tersebut tidak lebih dari nilai
maksimal maka PT Sanbe Farma memasang sensor pada grounding.

5.5.5. Keselamatan Kerja Bidang Mekanik


Pada keselamatan kerja bidang mekanik di PT Sanbe Farma Unit II telah
menerapkan pemeliharaan mesin-mesin produksi dan pelatihan pada
tenaga kerja yang akan menjadi operator mesin. Selain itu perusahaan
menyediakan alat pelindung diri untuk melindungi tenaga kerja dari
sumber bahaya dari mesin. Pada bagian HVAC kegiatan yang dilakukan
adalah controlling dan maintenance mesin AC yang dialirkan keseluruh
area industri khususnya ruang produksi yang proses pengerjaannya harus
menggunakan kontrol suhu. Pada bagian selain disediakan SOP juga ear
muff untuk mengurangi bahaya bising dari mesin AC.

5.5.6. Keselamatan Kerja Bidang Angkat Angkut


PT Sanbe Farma Unit II menyediakan alat angkat dan angkut berupa
forklif truk dan lift. Forklift ini dioperasikan oleh tenaga kerja yang sudah
memiliki Surat Izin Operasi (SIO) dan tampil. Adapun upaya pengendalian

43
keselamatan kerja bidang transportasi yang dilakukan adalah secara
administratif forklift dioperasikan oleh tenaga kerja yang memiliki Surat
Izin Operasi (SIO). Penggunaan truk dioperasikan oleh pekerja yang sudah
memiliki SIM B.

5.5.7. Keselamatan Kerja Bidang Bejana Uap dan Bejana Tekan


PT Sanbe Farma menggunakan bejana uap dan bejana tekan untuk membantu
proses produksi yaitu berupa Boiler. Boiler ini digunakan untuk menghasilkan
uap panas yang selanjutnya digunakan untuk mencuci botol-botol untuk
produksi obat-obatan. Untuk keselamatan kerja di ruang Boiler pekerja
diberikan pelatihan juga pemeliharaan mesin-mesin boiler, selain itu juga
terdapat SOP penggunaan Boiler.

5.6. Pengelolaan Program Keselamatan Kesehatan Kerja


Demi berjalannya penerapan K3 di tempat kerja upaya menjalankan amanah
Undang-undang berikut merupakan pengelolaan program keselamatan
kesehatan kerja yang ada di PT Sanbe Farma Unit II adalah:

Tabel 5.2 Program Keselamatan Kesehatan Kerja di PT Sanbe Farma Unit II


No Item Kegiatan Rincian kegiatan Pelaksana Upaya yang
dilakukan
1 Pemeriksaan Pemeriksaan Pihak Dilakukan
kualitas udara ketiga pemeriksaan
(BPLHD kualitas udara oleh
Jabar) dan pihak ketiga setiap
EHS 6bulan sekali
Pengecekan EHS Dilakukan
APAR dan pengecekan setiap
Hydrant 3bulan sekali
2 Pemantatuan Pemantauan EHS Dilakukan
limbah B3 dari pemeriksaan
produksi yang parameter limbah
akan masuk ke setiap hari
TPS B3
3 Investigasi Kecelakaan kerja EHS Dilakukan
sosialisasi dan
controlling tempat
kerja
Penemuan Pihak Dilakukan
Vektor dan ketiga treatment dan
Binatang (Rentokil) pengecekan setiap

44
pengganggu di 2minggu sekali
perusahaan
Sumber : Data Sekunder EHS PT Sanbe Farma Unit II

45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Penyehatan Air
Kondisi air bersih di PT Sanbe Farma Unit II berdasarkan data sekunder
yang diperiksa secara rutin memenuhi baku mutu Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990. Sumber air bersih di PT Sanbe Farma Unit
II berasal dari 2 sumur artesis yang berada di area PT Sanbe Farma Unit II. Air
tersebut ditampung dalam satu bak dan diberikan clor sebagai desinfektan.
Berdasarkan data sekunder untuk pemeriksaan kualitas kimia air diperiksa di
Laboratorium Kimia Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Bandung yang
hasilnya memenuhi baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416
Tahun 1990 sedangkan untuk kualitas mikrobiologi diperiksa di Laboratorium
Mikrobiologi Air Jurusan Kesehatan Lingkungan yang hasilnya memenuhi
baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990

2. Penyehatan Udara
Kualitas udara di PT Sanbe Farma Unit II sudah baik jika dilihat dari data-
data yang sudah ada. Setiap ruangan di PT Sanbe Farma Unit II dilengkapi
dengan alat penyegar udara seperti AC, Kipas Anging dan Exhaustfan
sehingga kondisi di ruangan nyaman bagi pekerja. Pada bagian ruangan
produksi, kondisi ruangan tersebut berdasarkan data yang diambil bahwa
dalam ruangan tersebut kondisi udaranya baik, mulai dari segi fisika maupun
kimia. Pengambilan sampel udara di PT Sanbe Farma Unit II dilakukan
sebanyak 6 bulan sekali dan pengambilan sampel dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup Daerah Kota Bandung. Sedangkan untuk data primer
dilakukan pengukuran suhu, kelembaban, pencahayaan serta pengukuran
kebisingan.

3. Penyehatan Makanan dan Minuman


PT Sanbe Farma Unit II tidak menyediakan makanan untuk pekerja hanya
saja menyediakan sarana dan fasilitas untuk makan. Para pekerja dianjurkan
membawa bekal makan sendiri jika ada yang tidak membawa bekal makan

46
dapat meminta dibelikan oleh salah satu cleaning service yang ada di PT
Sanbe Farma Unit II dengan cara dikumpulkan dan dikoordinir untuk
dibelikan mkanan sesuai yang dihendaki. Data primer yang dilakukan yaitu
melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi alat makan yang diperiksa di
Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Kesehatan Lingkungan bahwa hasilnya
tidak memenuhi baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Tahun
2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga.
4. Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah di PT Sanbe Farma Unit II dibagi menjadi 2 bagian
yaitu sampah B3 dan sampah non B3, sampah B3 dikelola oleh PT. PPLI
sedangkan sampah non B3 dikelola oleh PT Sanbe Farma Unit II itu sendiri.
Dalam pengelolaan sampah non B3 atau sampah organik dan sampah
anorganik tidak terdapat program 3R.
5. Pengendalian Vektor dan Binatang Penganggu
Pengendalian vektor dan binantang pengganggu atau juga disebut dengan
pest control yang dilakukan oleh PT Sanbe Farma Unit II dengan cara bekerja
sama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut bernama rentokil yang
mampu mengendalikan masalah vektor dan binatang pengganggu yang ada di
PT Sanbe Farma Unit II. Contoh laporan rentokil terdapat dalam lampiran
laporan ini. Untuk mengtahui keberadaan vektor dalam kaitannya hal ini yaitu
lalat, maka secara primer dilakukan pengambilan data kepadatan lalat di TPS
sampah organik pada titik 0 meter maupun titik 10 meter yang hasilnya bahwa
kepadatan lalat dalam kategori rendah.

6. Pengelolaan Limbah Cair


Instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) (waste water treatment plant,
WWTP) adalah sebuah struktur yang dirancang untuk membuang limbah
biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut untuk
digunakan pada aktifitas yang lain atau dibuang ke saluran pembuangan air
(sewer) sesuai dengan standar mutunya. PT Sanbe Farma Unit II melakukan
pengujian kualitas IPAL setiap satu bulan sekali Lab KESDA yang hasilnya
dibawah baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun
2014. Sedangkan untuk data primer yang diperoleh bahwa kualitas IPAL yang

47
diperiksa di Badan Pengendalian Lingkungan Hidup hasilnya memenuhi baku
mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014
7. Struktur organisasi P2K3 di PT Sanbe Farma telah terbentuk Ketua P2K3 di
PT Sanbe Farma Unit II di pegang oleh Manajer Umum PT Sanbe Farma Unit
II yang mana memiliki cukup wewenang yang besar untuk mengambil
keputusan. Sedangkan sekretaris P2K3 di isi oleh koordinator EHS yang
sudah memiliki sertifikat pelatihan K3 umum. Sehingga program-program K3
dapat berjalan dengan cukup baik karena mendukungnya sumber daya yang
menjalankan penerapan K3 di tempat kerja.
8. Audit keselamatan kesehatan kerja jika di lihat dari program-program yang di
rencanakan PT Sanbe Farma Unit II melakukan audit K3 internal secara rutin
dilakukan 3 bulan sekali. PT Sanbe Farma Unit II sudah menerapkan ISO
9001, ISO 14001, OHSAS 18001.Selain itu juga PT Sanbe Farma telah
melakukan audit WHO untuk memenuhi persyaratan penjualan obat ke Benua
Afrika.
9. Pemeriksaan tenaga kerja di PT Sanbe Farma dilakukan pada saat menjadi
calon karyawan atau pemeriksaan awal dan dilakukan pemeriksaan kesehatan
berkala selama satu tahun sekakli untuk karyawan yang bekerja di ruang
produksi.
10. Kecelakaan kerja yang biasa terjadi di PT Sanbe adalah kecelakaan lalu lintas
atau kecelakaan yang terjadi pada saat karyawan dinas luar atau pada saat
karyawan berangkat dan pulang dari tempat kerja.
11. Instrumentasi K3 yang ada di PT sanbe Farma yaitu berupa kumpulan SOP
yang ada untuk setiap bidang pekerjaan atau Form pengisian pemeriksaan
sedangkan untuk instrumentasi kesehatan lingkungan yang ada di PT Sanbe
Farma Unit II adalah alat-alat yang digunakan PT Sanbe Farma untuk
pengujian atau pemeriksaan kualitas lingkungan.
12. Norma K3 yang ada di PT Sanbe Farma adalah norma K3 kebakaran, Norma
K3 bahan berbahaya dan beracun, norma K3 kelistrikan, Norma K3 bidang
mekanik, norma K3 bidang alat angkat angkut, Norma K3 bejana uap dan
bejana tekan.
13. Pengelolaan program K3 yang ada di PT Sanbe Farma yaitu dibagi menjadi 3
bagian yaitu, pemeriksaan, pemantauan dan investigasi.

48
13.1. Saran
Manajemen K3 di PT Sanbe Farma di tingkatkan, dilengkapinya sarana K3
sebagai instrumentasi K3 seperti jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan,
pemantauan beberapa pekerjaan yang harus di damping oleh pihak EHS
ditingkatkan agar mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

49
DAFTAR PUSTAKA
Irawan Yudy Surya. 2012. Resume Pengawasan K3 Pesawat Uap Dan Bejana Tekan.
Malang:
John, Ridley. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Erlangga. Jakarta.
Kementerian Tenaga Kerja. 2015. Modul Pembinaan Calon Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Umum. Jakarta
Kepmenaker No 187 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di
Tempat Kerja
Keputusan Direktur Jenderal No. 47 tahun 2015 tentang Pembinaan Calon Ahli K3
Listrik
Keputusan Direktur Jenderal No. 48 tahun 2015 tentang Pembinaan Teknisi K3
Listrik
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 186 Tahun 1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
Octaviany, Rizky Chintya. 2016. Pelaksanaan Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) di PT. Sanbe Farma Unit II. S1 thesis. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor : Per. 01/Men/1982
Tentang Bejana Tekanan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan
Angkut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 12 tahun 2015 tentang K3 Listrik
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 33 tahun 2015 tentang Perubahan Permenaker
No.12 tahun 2015
PUIL 2011 (SNI No. 0225:2011/Amd 1:2013 tentang Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2011 Amandemen 1)
Undang - Undang No. 01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang Uap Tahun 1930

50
Lampiran-lampiran

51
Lampiran 1 : Laporan Kecelakaan Kerja
JUMLAH LOST TIME/JUMLAH TEMPAT
TANGGAL BAGIAN YANG
NO NAMA BAGIAN JAM JAM KEHILANGAN JAM KEJADIAN KETERANGAN
KECELAKAAN TERLUKA
KERJA KERJA PERKARA(TKP)
Ane Kusnul Pengawasan Tangan kanan dan Kaki
1 Khotimah Mutu 09-01-16 6:45 WIB 8 Jam 32 Jam Jl Cimindi raya kanan sebelah kiri RS. Kasih Bunda
Kaki sebelah kanan dan
Sekitar Daaerah kiri, Perut, Tangan
2 Nike Andari DCC 11-Feb-16 6: 20 WIB 8 Jam 16 Jam Gasibu bandung kanan dan punggung RS. Avisena
Fajar Setyo Gudang Prodiksi
3 Wibowo Staff Penicillin 13-Feb-16 9:30 WIB - - Penicillin Jari kelingking kanan RS. Kasih Bunda
Lutfi GOJ Lantai 2 PT.
4 Andiansyah IT 22-Feb-16 11:48 WIB 8 Jam 36 Jam Sanbe Farma Wajah dan bahu memar RS. Kasih Bunda
Telapak kaki sebelah
5 Asep Tedi Teknik WFI 22-Apr-16 14.00 WIB 8 Jam - Depang Ruang Boiler kiri RS. Avisena
Tangan sebelah kanan
Sekitar daerah keseleo & lutut kaki
6 Rani Eka Putri GBB 28-Apr-16 06.45 WIB 8 Jam 24 Jam cimindi sebelah kiri terluka RS. Avisena
Jari telunjuk sebelah
7 Andika Ayu W Litbang 29-Apr-16 10.30 WIB 8 Jam - Lab Analisa kanan RS. Avisena
Muhamad Sekitar jalan raya
8 Ridwan Penicillin 18-Jun-16 8 jam cimindi RS. Avisena
Agus
9 Komarudin GOJ 21-Jun-16 06.45 WIB 8 Jam RS. Avisena
Effi Septi
10 Riyanti Litbang 30-Jun-16 Sekitar jaln jakarta Luka pelipis alis kiri
pada saat berangkat
11 Jahidin Gardening 29-Aug-16 kerja RS. Avisena
Pada saat akan
Gardening/ memotong pohon
12 Asep Sudrajat Service 08-Sep-16 terkena golok Ibu Jari sebelah kiri RS. Avisena
Laboratorium
Agnes Reitzena Formulasi Lt. 3 R&D
13 Delaneira Litbang 30-Sep-16 09.30 WIB 8 jam Center Ibu jari sebelah kanan RS Avisena
14 Nuraeni Sartika Pack. Penicillin 08-Nov-16 8 Jam Pack. Penicillin RS. Avisena
Lutfi
15 Andiansyah IT 11-Nov-16 Sanbe Uniht 2 RS. Avisena

52
Depan GD BSP PT
Sanbe Farma LG. Kepala terbentur ke
16 Ussi Lousiani Litbang 21-Nov-16 6.35 WIB 174 Aspal RS. Rajawali
Sumber : Data Sekunder Personalia PT Sanbe Farma Unit II 2016

53
54

Anda mungkin juga menyukai