Anda di halaman 1dari 12

Nama : Huzaimah

NPM : 1218011072

TUGAS PERSEPTORAN
(dr. Aryanti Ibrahim, Sp. M)

1. Perbedaan pterygium, pinguekula, dan pseudopterygium


Pembeda Pterigium Pinguekula Pseudopterigium
Definisi Jaringan Benjolan pada Perlengketan
fibrovaskular konjungtiva konjungtiba bulbi
konjungtiva bulbi bulbi dengan kornea yang
berbentuk segitiga cacat
Warna Putih kemerahan Putih-kuning Putih kekuningan
keabu-abuan
Letak Celah kelopak Celah kelopak Pada daerah
bagian nasal atau mata terutama konjungtiva yang
temporal yang bagian nasal terdekat dengan
meluas ke arah proses kornea
kornea sebelumnya
: > = =
Progresif Sedang Tidak Tidak
Reaksi Tidak ada Tidak ada Ada
kerusakan
permukaan
kornea
sebelumnya
Pembuluh darah Lebih menonjol Menonjol Normal
konjungtiva
Sonde Tidak dapat Tidak dapat Dapat diselipkan di
diselipkan diselipkan bawah lesi karena
tidak melekat pada
limbus
Puncak Ada pulau-pulau Tidak ada Tidak ada (tidak ada
Funchs (bercak head, cap, body)
kelabu)
Histopatologi Epitel ireguler Degenerasi Perlengketan
dan degenerasi hialin jaringan
hialin dalam submukosa
stromanya konjungtiva

2. Bagaimana katarak hipermatur dapat menyebabkan glaukoma


Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa (katarak
morgagni). Terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks
lensa yang cair akan keluar dan masuk kedalam bilik mata depan. Akibat bahan lensa yang
keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi peradangan pada jaringan uvea berupa uveitis,
yang dapat menimbulkan glaukoma fokotoksik. Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan
keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma fakolitik.

3. Jelaskan mengenai Foster Kennedy Syndrome (Jurnal Oftalmologi Indonesia, 2008)


Foster Kennedy Syndrome (Sindroma Basal-Frontal atau Sindroma Gowers-Paton
Kennedy) adalah suatu sindroma yang terjadi akibat adanya lesi intrakranial, baik berupa
tumor atau non-tumor, serta ditandai dengan gambaran papil atrofi di sisi yang sesuai
dengan lesi dan papil edema di sisi kontralateral lesi. Pada pemeriksaan lapang pandang,
dapat dijumpai gambaran skrotoma sentral di sisi papil yang atrofi dan pelebaran bintik
buta serta konstriksi perifer di sisi papil yang edema.

Sebanyak 68% penyebab sindroma ini adalah tumor, terutama tumor lobus frontalis dan
meningioma dari cekungan olfactory dan sayap sphenoid. Sisanya, yaitu sebanyak 32%
disebabkan oleh kondisi no tumor, seperti arteriosklerosis, optochiasmatic arachnoiditis,
dan aneurisma karotis. Sindroma ini juga terdiri dari 2 bentuk, yaitu:
a. Complete form : tampak gambaran papil atrofi pada mata yang sesisi dengan
tumor akibat adanya penekanan langsung nervus optik bagian
intrakranial. Selain itu juga tampak papiledema pada mata
jiran akibat adanya peningkatan tekanan intrakranial.
b. Incomplete form : tampak papiledema bilateral dengan gambaran funduskopi
asimetris, dimana terdapat perbedaan yang jelas pada kedua
sisi. Selain itu juga tampak papil atrofi primer dengan
skotoma sentral atau gambaran papil nervus optik normal
dengan skotoma sentral pada pemeriksaan lapang pandang di
satu mata dan gambaran papiledema di mata yang lain.

Pada pasien tumor lobus frontalis, massa tumor menekan langsung nervus optik
sehingga terjadi atrofi papil karena kerusakan axon-axon sel ganglion dan atrofi sel-sel
serabut nervus optik. Massa tumor yang semakin membesar menyebabkan peningkatan
tekanan intrkranial. Pada sisi yang mengalami papil atrofi, ruang intravaginal
pembungkus nervus optik telah tertutup oleh proses kompresi sehingga tidak terjadi
peningkatan tekanan CSS dalam ruangan tersebut. Adanya kombinasi ini menghalangi
timbulnya papiledema di sisi tersebut. Adapun peningkatan tekanan intrakranial terjadi
di sisi kontralateral dimana serabut saraf dan pembungkus nervus optik masih normal.

Gambar 3. Mekanisme peningkatan tekanan intrakranial


Papil atrofi merupakan satu proses lanjutan dari penyakit yang dapat menyebabkan
kerusakan permanen pada sel-sel ganglion dan axon-axon nervus optik, termasuk akibat
proses-proses iskemik, inflamasi, kompresi, infiltrat, dan demielisasi. Adapun
gambaran klinisnya berupa:
a. Gambaran papil abnormal (warna, struktur, dan perubahan pembuluh darah retina
serta lapisan saraf retina)
b. Gangguan fungsi visus (tajam penglihatan, penglihatan warna, pupil, lapang
pandang, dan visual evoked response) yang terlokalisir di nervus optik

Pada fase awal, papil akan kehilangan warna merahnya dan isinya perlahan-lahan
menghilang sehingga meninggalkan gambaran cekungan yang dangkal dan pucat
(merupakan gambaran dari lamina cribosa). Setelah itu, pada fase lanjut akan tampak
pembuluh darah retina dengan ukuran normal muncul dari bagian tengah papil yang
sudah pucat. Adapun tanda-tanda atrofi yang muncul antara lain
a. Penipisan berkas serabut saraf di daerah arkuata
b. Peningkatan refleks cahaya di sekitar pembuluh darah retina
c. Penurunan kaliber pembuluh darah retina dan papil yang pucat dengan gambaran
kapiler-kapiler pada papil sulit dilihat

Gambar 1. Gambaran papil atrofi pada Foster Kennedy Syndrome


Selain papil atrofi, pada sindroma ini juga terlihat papiledema. Paipiledema adalah
pembengkakan papil nervus optik akibat adanya peningkatan tekanan intrakranial. Hal
ini terjadi karena rongga subarakhnoid otak berhubungan dengan selaput nervus optik.
Saat terjadi peningkatan tekanan intrakranial, peningkatan ini akan diteruskan ke nervus
optik dimana reaksi selaput nervus optik sebagai torniquet mengganggu transport
aksoplasmik. Menurut Walsh dan Hoyts, papiledema dikelompokkan dalam 4 tipe:
a. Awal : hiperemia papil, edema papil, batas papil nervus optik kabur, lapisan
serabut saraf retina peripapiler kabur, dan hilangnya pulsasi vena
secara spontan
b. Lengkap : elevasi tinggi permukaan papil nervus optik, tepi papil semakin
kabur, vena tampak lebih besar dan lebih hitam, perdarahan pada dan
sekitar papil (peripapillary splinter hemorrhage) dan kadang terdapat
lipatan koroid, bercak (cotton wool spot) akibat infark lokal retina,
lipatan retina melingkar (Patons line)
c. Kronis : papiledema kronik, yaitu perdarahan tampak lebih jelas, papil nervus
optik terobliterasi sempurna, hiperemia papil nervus optik berkurang,
terjadi eksudat keras pada permukaan papil, shunt vena retina
koroidal (Shunt optociliar) mulai terlihat
d. Atrofi : warna papil berubah pucat atau abu-abu kotor dan kabur, edema pada
papil menurun, pembuluh-pembuluh darah retina menyempit,
perubahan pigmentasi dan lipatan-lipatan koroid menetap, shunt vena
retina koroidal (Shunt optociliar)
Gambar 2. Papiledema (A) Awal, (B) Lengkap, (C) Kronis, (D) Atrofi

4. Jelaskan mengenai perbedaan endoftalmitis dan panoftalmitis (Vaughan)


Endoftalmitis adalah peradangan purulen pada seluruh jaringan intraokuler disertai dengan
terbentuknya abses di dalam vitreus humor. Adapun panoftalmitis adalah peradangan
lanjut yang mengenai ketiga dinding bola mata.

5. Jelaskan mengenai obat-obat anti glaukoma (Vaughan, Sidarta Ilyas)


Berdasarkan cara kerja, terdiri dari:
a. Mengurangi produksi akuos humor
Dikenal dengan sistem yang berhubungan dengan pembentukan akuos humor.
Reseptor beta adrenergik
- Beta bloker (Timolol dan lainnya)
Golongan ini menurunkan tekanan di dalam mata dengan cara menghambat
produksi dari humor akuos. Seringkali golongan ini diberikan pada penderita
glaucoma yang disertai dengan katarak. Golongan ini dibagi menjadi 2, yaitu
1) Nonselektif adrenoreseptor beta bloker.
Timolol telah menjadi beta bloker yang standar selama bertahun-tahun. Obat
nonselektif yang lebih baru adalah levobunolol, carteolol, dan metipranolol.
Beberapa studi berpendapat, bahwa golongan yang lebih baru ini, lebih
menguntungkan dibandingkan dengan timolol walaupun masih dengan efek
samping yang sama.
2) Selektif adrenoreseptor bloker.
Betaksolol dan levo-betaksolol adalah selektif beta bloker. Golongan ini
memiliki efek tambahan yang lebih sedikit pada jantung jika dibandingkan
dengan dengan non selektif beta bloker, walaupun golongan ini masih memiliki
efek yang luas. Berbagai studi juga berpendapat bahwa golongan ini lebih
memperlambat progresi jika dibandingkan dengan timolol, meskipun timolol
lebih efektif dalam menurunkan TIO. Beberapa penemuan mengindikasikan
bahwa selektif beta bloker ini juga memiliki efek proteksi saraf.

Efek samping dan komplikasi, yaitu setelah pemberian beta bloker, hanya sedikit
dari obat yang diberikan yang diserap kornea dan sebagian besar masuk aliran
darah. Agen ini dapat menyebabkan efek samping sistemik, antara lain
a) menyebabkan fatique, depresi, ansietas, mual muntah yang berat, dan kesulitan
bernapas.
b) mempengaruhi jantung, menurunkan denyut jantung dan tekanan darah (tetapi
pada selektif beta bloker tidak memiliki efek ini), menyebabkan perubahan
kolestrol dan trigliserida dalam tubuh.
c) memperburuk keadaan asma atau penyakit paru lainnya. Beta bloker hanya
digunakan secara hati-hati atau tidak sama sekali pada pasien-pasien dengan
asma, emfisema, bronchitis, atau penyakit jantung. Fungsi paru berkurang 40%
pada orang tua yang mendapat terapi timolol, bahkan juga pada yang tidak
memiliki masalah pada paru-parunya (selektif beta bloker dapat menurunkan
efek tambahan ini).
d) Pada pasien yang mendapat perubahan terapi dari obat golongan lain ke
golongan beta bloker, ada kemungkinan terjadi peningkatan TIO secara
mendadak. Hal ini adalah penting, dan bagaimanapun TIO harus diperiksa
secepat mungkin setelah pengobatan dari golongan lain dihentikan.
e) Pada saat beta bloker digunakan untuk terapi pada salah satu mata, mata yang
sebelahnya (kontralateral) juga mengalami efek yang sama walaupun lebih
sedikit, namun tetap terjadi penurunan TIO yang signifikan.
Obat-obat Beta Blocker yang dikenal:
- Timolol (Timoptic): Timoptic 0,25% dan 0,05%, Beta nonselektif adrenergik
antagonis, Beta 1-2 antagonis (bloker), menurunkan TIO 30%
- Levobunolol: Betagan 0,25% dan 0,50%, Nonselektif
- Betaxolol (Betoptima, Betasel, Vetoptik, Betoko): 0,50 %, Beta 1- adrenergik
antagonis, beta 1- selektif antagonis, lebih lemah dibanding yang lainnya
- Metapranolol: 0,3%, Nonselektif agonis adrenergik reseptor alfa 2, antagonis
beta 2 adrenergik reseptor, lebih murah
- Carteolol: selektif parsial agonis adrenergik reseptor alfa 2, antagonis beta 2
adrenergik reseptor, mengurangi produksi akuos humor, men ingkatkan
peredaran darah papil saraf optik.

Alfa adrenergik agonis


Adrenergik agonis mengaktifkan otot otot pada mata yang mendilatasi pupil, oleh
karena itu terjadilah peningkatan pengeluaran cairan akuos. Variasi terbarunya
adalah alfa 2- adrenergik agonis yang mengurangi produksi akuos humor dan juga
meningkatkan pengeluaran melalui jalur uveoskleral. Adrenergik agonis terdahulu
meliputi epinefrin. Yang termasuk alfa 2-adrenergik agonis adalah Apraclonidine
(Iopidine) dan brimonidine. Kedua obat ini digunakan sebelum dilakukan operasi
glaukoma, tapi beberapa penelitian mengindikasikan bahwa obat ini dapat dapat
digunakan sebagai terapi utama ketika penggunaannya dikombinasikan dengan beta-
blokers. Biromidine efektif untuk terapi jangka panjang. Memiliki bahan pelindung
saraf dan lebih aman dibandingkan obat lain jika digunakan pada pasien yang sedang
hamil atau pada pasien dengan asma.

Efek samping yang paling sering terjadi pada oabat ini adalah mulut kering. Dapat
juga menjadi pencetus reaksi alergi yang menyebabkan kemerahan pada mata dan
rasa gatal. Namun biromidine menyebabkan reaksi alergi yang lebih ringan
dibandingkan dengan apraclonidine.

Karbonik anhidrase inhibitor


Karbonik anhidrase inhibitor mengurangi jumlah aliran akuos humor sebanyak 40%
dan digunakan untuk pengobatan glakoma saat obat lainnya tidak efektif. Berguna
juga jika dikombinasikan dengan obat lain. Kontra indikasi karbonik anhidrase
inhibitor, yaitu alergi sulfa, hipokalemia, penyakit ginjal, penyakit hati. Obat ini
dapat meningkatkan aliran darah dalam retina dan saraf optik. Efek samping
karbonik anhidrase inhibitor:
a) Asidosis, parastesia,batu ginjal, lemah, depresi, impoten, aplastik anemia
b) Bingung, anoreksia, perut kembung
c) Poliuria, diuresis, diare, muntah,libido hilang

Obat-obat karbonik anhidrase:


- Acetazolamide (diamox): Oral 125 mg, 250 mg, 500 mg, kontraindikasi pada
glaukoma neovaskular dan glaukoma sudut tertutup kronis, dan indikasi pada
pasca bedah
- Methazolamide (Neptazane): Oral 25 mg, 50 mg tablet 3 kali sehari,
kontraindikasi pada glaukoma neovaskular dan glaukoma sudut tertutup kronis,
dan indikasi pada pasca bedah
- Dorzolamide (Trusopt 2%) : topikal karbonik anhidrase, tidak seefektif karbonik
anhidrasi sistemik, reaksi toksik alergi, efektifitas kurang dibandingkan timolol
atau beta adrenergik antagonis lainnya.
- Brinzolamide: topikal karbonik anhidrase, efek samping terasa pedas di mata

b. Menambah Curahan trabekular


Adrenergik agonis
1) Epinefrin
Merupakan adrenergik agonis yang mengakibatkan bertambahnya pengaliran
keluar cairan mata. Kontraindikasi epinefrin pada glaukoma sudut tertutup dan
penyakit kardiovaskular. Efek samping epinefrin:
- Dilatasi pupil dan penglihatan akan kabur
- Sakit kepala, mata berair
- Iritasi lokal yang dapat mengakibatkan mata merah
- Alergi pada pemakaian lama
2) Dipiverine
Merupakan obat yang dapat diubah tubuh menjadi epinefrin. Dipiverine dapat
menembus kornea dan bila telah masuk ke dalam bola mata diubah tubuh menjadi
epinefrin.

Agen Kolinergik: Pilokarpian (Miotik)


Merupakan obat anti glaukoma yang paling sering digunakan sebelum ada Timolol.
Pilokarpin dapat diserap tubuh dengan cepat namun pasien harus menggunakannya
beberapa kali dalam sehari. Miotik mempercepat keluarnya akuos dari mata dengan
kontraksi otot dalam mata. Miotik adalah kolinergik yang mengecilkan pupil yang
memungkinkan pengaliran keluar cairan mata. Miotik memberikan efek membuka
dan mengeluarkan cairan mata.

c. Meningkatkan curahan uveoskleral


Latanaprost 0,005% (Xalatan)
- Prostaglandin F2 agonis
- Menaikkan aliran sklerouvea, dan menurunkan tekanan intraokular
- Menurunkan tekanan intraokular 27 33%
- Efektivitas sama dengan nonselektif beta blocker
- Dosis satu kali satu hari
- Puncak aksi 8 12 jam

Hati-hati pada pemberian bersama pilokarpin karena pilokarpin mengurangi curahan


uveoskleral. Latanoprost tidak bekerja baik pada pasien yang telah menggunakan
pilokarpin. Latanaprost tunggal memberikan keseragaman penurunan tekanan
intraokular selama 24 jam. Timolol dan latanaprost menurunkan tekanan bola secara
bermakna pada pasien glaukoma dan hipertensi okuli. Efek samping, yaitu
penglihatan kabur, mata kering, hiperemia, keratopati pungtata, dan uveitis.

d. Obat Simpatetik
Brominidine (Alphagen, Alergen): merupakan alfa 2 agonis selektif, memberikan
efek yang sama dengan timolol, meningkatkan curahan akuos humor uveosklera,
menurunkan takanan bola mata 4 6 mmHg.
Epinefrin
Ketika epinefrin diberikan secara topikal maka akan terjadi midriasis, vasokonstriksi
dan penurunan tekanan intraokular. Pemberian tunggal epinefrin dapat menurunkan
tekanan intreokular dalam waktu 1 jam dengan penurunan maksimal dalam waktu 4
jam. Obat ini masih aktif untuk 12- 24 jam ke depan setelah pemberian. Pada saat
pertama kali pasien diberikan epinefrin dapat terlihat penurun dari tekanan
intraokular, namun jika diberikan selama beberapa minggu tekanan intraokular
secara bertahap dapat naik kembali mendekati jumlah sebelum pengobatan. Oleh
karena itu pada tahap ini pemberian kolinergik perlu ditambahkan. Efek samping
dari penggunaan epinefrin adalah rasa perih di sekitar mata, memberikan sensasi
yang tidak nyaman untuk pasien, sakit kepala dan reaksi hiperemi. Iritasi dapat
terjadi jika pasien mengalami reaksi alergi.

e. Obat Parasimpatetik
Efek yang terjadi pada mata:
- Iris miosis
- Membuka anyaman trabekular, meningkatkan curahan akuos humor (anyaman siliar,
uveosklera menurunkan curahan akuos humor yang berlawanan dengan
prostaglandin)

Pilokarpin
- Merupakan obat anti glaukoma yang tertua
- Mengakibatkan miosis mulai dari 15 20 menit pertama dan berlangsung selama 4
8 jam
- Pupil dapat dilihat saat miosis
- Efek Samping pada mata, yaitu rasa pedas, iritasi lokal dan sakit sekitar mata, kaku
akomodasi sehingga menyukarkan penyesuaian penglihatan jauh
- Efek samping sistemik, yaiyu bradikardi, aritmia, pernapasan melambat, sakit
kepala, hipotensi.

Karbakol
- Mempunyai efek yang sama dengan pilokarpin dan digunakan bila toleransi
terhadap pilokarpin berkurang
- Karbakol tidak dapat menembus bola mata seperti pilokarpin sehingga diperlukan
bahan pelarut, sedangkan bahan pelarut ini dapat mengakibatkan reaksi sensitivitas
pada orang tertentu
- Dosis : 0.75 %, 1.5 %, 2.25 %, dan 3 % dibrikan 3 kali sehari

Efek Samping Obat Glaukoma:


Semua obat tetes mata dapat memberikan rasa perih atau lengket pada mata. Efek samping
merupakan hasil pengobatan yang tidak digarapkan. Setiap obat yang dipergunakan dapat
memberikan efek samping, seperti mata menjadi merah, penglihatan jadi kabur, sakit
kepala, perubahan nadi dan denyut jantung, perubahan emosi, hilang nafsu makan. Semua
efek samping ini tidak gawat dan dapat hilang setelah beberapa waktu. Efek samping obat
dapat terjadi pada keluhan lokal di mata, sistemik ataupun seluruh tubuh.

Efek samping beberapa jenis obat:


Miotika memberikan keluhan sakit periorbita, sakit di daerah dahi, dan dalam mata,
hilang beberapa hari, penglihatan kabur. Karena miotik mengecilkan pupil maka dapat
terjadi gangguan melihat di tempat gelap sehingga pasien sering mengeluh penglihatan
redup terutama di malam hari. Jarang terjadi ablasia retinakecuali pada miopia.
Epinefrin memberikan rasa perih. Karena adanya efek rebound mata dapat menjadi
merah bila pemakaian dihentikan.. Selain itu epinefrin juga menyebabkan palpitasi,
tekanan darah meningkat, tremor dan sakit kepala.
Beta bloker memberikan keluhan penglihatan menjadi kabur, tekanan darah menurun,
pusing dan lelah
Karbonik anhidrase inhibitor memberikan efek samping diuresis dan rasa semutan pada
ujung kaki dan tangan yang hilang dalam beberapa hari, kulit gatal dan merah

Anda mungkin juga menyukai