NPM : 1218011072
TUGAS PERSEPTORAN
(dr. Aryanti Ibrahim, Sp. M)
Sebanyak 68% penyebab sindroma ini adalah tumor, terutama tumor lobus frontalis dan
meningioma dari cekungan olfactory dan sayap sphenoid. Sisanya, yaitu sebanyak 32%
disebabkan oleh kondisi no tumor, seperti arteriosklerosis, optochiasmatic arachnoiditis,
dan aneurisma karotis. Sindroma ini juga terdiri dari 2 bentuk, yaitu:
a. Complete form : tampak gambaran papil atrofi pada mata yang sesisi dengan
tumor akibat adanya penekanan langsung nervus optik bagian
intrakranial. Selain itu juga tampak papiledema pada mata
jiran akibat adanya peningkatan tekanan intrakranial.
b. Incomplete form : tampak papiledema bilateral dengan gambaran funduskopi
asimetris, dimana terdapat perbedaan yang jelas pada kedua
sisi. Selain itu juga tampak papil atrofi primer dengan
skotoma sentral atau gambaran papil nervus optik normal
dengan skotoma sentral pada pemeriksaan lapang pandang di
satu mata dan gambaran papiledema di mata yang lain.
Pada pasien tumor lobus frontalis, massa tumor menekan langsung nervus optik
sehingga terjadi atrofi papil karena kerusakan axon-axon sel ganglion dan atrofi sel-sel
serabut nervus optik. Massa tumor yang semakin membesar menyebabkan peningkatan
tekanan intrkranial. Pada sisi yang mengalami papil atrofi, ruang intravaginal
pembungkus nervus optik telah tertutup oleh proses kompresi sehingga tidak terjadi
peningkatan tekanan CSS dalam ruangan tersebut. Adanya kombinasi ini menghalangi
timbulnya papiledema di sisi tersebut. Adapun peningkatan tekanan intrakranial terjadi
di sisi kontralateral dimana serabut saraf dan pembungkus nervus optik masih normal.
Pada fase awal, papil akan kehilangan warna merahnya dan isinya perlahan-lahan
menghilang sehingga meninggalkan gambaran cekungan yang dangkal dan pucat
(merupakan gambaran dari lamina cribosa). Setelah itu, pada fase lanjut akan tampak
pembuluh darah retina dengan ukuran normal muncul dari bagian tengah papil yang
sudah pucat. Adapun tanda-tanda atrofi yang muncul antara lain
a. Penipisan berkas serabut saraf di daerah arkuata
b. Peningkatan refleks cahaya di sekitar pembuluh darah retina
c. Penurunan kaliber pembuluh darah retina dan papil yang pucat dengan gambaran
kapiler-kapiler pada papil sulit dilihat
Efek samping dan komplikasi, yaitu setelah pemberian beta bloker, hanya sedikit
dari obat yang diberikan yang diserap kornea dan sebagian besar masuk aliran
darah. Agen ini dapat menyebabkan efek samping sistemik, antara lain
a) menyebabkan fatique, depresi, ansietas, mual muntah yang berat, dan kesulitan
bernapas.
b) mempengaruhi jantung, menurunkan denyut jantung dan tekanan darah (tetapi
pada selektif beta bloker tidak memiliki efek ini), menyebabkan perubahan
kolestrol dan trigliserida dalam tubuh.
c) memperburuk keadaan asma atau penyakit paru lainnya. Beta bloker hanya
digunakan secara hati-hati atau tidak sama sekali pada pasien-pasien dengan
asma, emfisema, bronchitis, atau penyakit jantung. Fungsi paru berkurang 40%
pada orang tua yang mendapat terapi timolol, bahkan juga pada yang tidak
memiliki masalah pada paru-parunya (selektif beta bloker dapat menurunkan
efek tambahan ini).
d) Pada pasien yang mendapat perubahan terapi dari obat golongan lain ke
golongan beta bloker, ada kemungkinan terjadi peningkatan TIO secara
mendadak. Hal ini adalah penting, dan bagaimanapun TIO harus diperiksa
secepat mungkin setelah pengobatan dari golongan lain dihentikan.
e) Pada saat beta bloker digunakan untuk terapi pada salah satu mata, mata yang
sebelahnya (kontralateral) juga mengalami efek yang sama walaupun lebih
sedikit, namun tetap terjadi penurunan TIO yang signifikan.
Obat-obat Beta Blocker yang dikenal:
- Timolol (Timoptic): Timoptic 0,25% dan 0,05%, Beta nonselektif adrenergik
antagonis, Beta 1-2 antagonis (bloker), menurunkan TIO 30%
- Levobunolol: Betagan 0,25% dan 0,50%, Nonselektif
- Betaxolol (Betoptima, Betasel, Vetoptik, Betoko): 0,50 %, Beta 1- adrenergik
antagonis, beta 1- selektif antagonis, lebih lemah dibanding yang lainnya
- Metapranolol: 0,3%, Nonselektif agonis adrenergik reseptor alfa 2, antagonis
beta 2 adrenergik reseptor, lebih murah
- Carteolol: selektif parsial agonis adrenergik reseptor alfa 2, antagonis beta 2
adrenergik reseptor, mengurangi produksi akuos humor, men ingkatkan
peredaran darah papil saraf optik.
Efek samping yang paling sering terjadi pada oabat ini adalah mulut kering. Dapat
juga menjadi pencetus reaksi alergi yang menyebabkan kemerahan pada mata dan
rasa gatal. Namun biromidine menyebabkan reaksi alergi yang lebih ringan
dibandingkan dengan apraclonidine.
d. Obat Simpatetik
Brominidine (Alphagen, Alergen): merupakan alfa 2 agonis selektif, memberikan
efek yang sama dengan timolol, meningkatkan curahan akuos humor uveosklera,
menurunkan takanan bola mata 4 6 mmHg.
Epinefrin
Ketika epinefrin diberikan secara topikal maka akan terjadi midriasis, vasokonstriksi
dan penurunan tekanan intraokular. Pemberian tunggal epinefrin dapat menurunkan
tekanan intreokular dalam waktu 1 jam dengan penurunan maksimal dalam waktu 4
jam. Obat ini masih aktif untuk 12- 24 jam ke depan setelah pemberian. Pada saat
pertama kali pasien diberikan epinefrin dapat terlihat penurun dari tekanan
intraokular, namun jika diberikan selama beberapa minggu tekanan intraokular
secara bertahap dapat naik kembali mendekati jumlah sebelum pengobatan. Oleh
karena itu pada tahap ini pemberian kolinergik perlu ditambahkan. Efek samping
dari penggunaan epinefrin adalah rasa perih di sekitar mata, memberikan sensasi
yang tidak nyaman untuk pasien, sakit kepala dan reaksi hiperemi. Iritasi dapat
terjadi jika pasien mengalami reaksi alergi.
e. Obat Parasimpatetik
Efek yang terjadi pada mata:
- Iris miosis
- Membuka anyaman trabekular, meningkatkan curahan akuos humor (anyaman siliar,
uveosklera menurunkan curahan akuos humor yang berlawanan dengan
prostaglandin)
Pilokarpin
- Merupakan obat anti glaukoma yang tertua
- Mengakibatkan miosis mulai dari 15 20 menit pertama dan berlangsung selama 4
8 jam
- Pupil dapat dilihat saat miosis
- Efek Samping pada mata, yaitu rasa pedas, iritasi lokal dan sakit sekitar mata, kaku
akomodasi sehingga menyukarkan penyesuaian penglihatan jauh
- Efek samping sistemik, yaiyu bradikardi, aritmia, pernapasan melambat, sakit
kepala, hipotensi.
Karbakol
- Mempunyai efek yang sama dengan pilokarpin dan digunakan bila toleransi
terhadap pilokarpin berkurang
- Karbakol tidak dapat menembus bola mata seperti pilokarpin sehingga diperlukan
bahan pelarut, sedangkan bahan pelarut ini dapat mengakibatkan reaksi sensitivitas
pada orang tertentu
- Dosis : 0.75 %, 1.5 %, 2.25 %, dan 3 % dibrikan 3 kali sehari