PROVINSI PAPUA
MASYARAKAT
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya, Modul
Pendidikan Kependudukan bagi Mahasiswa melalui jalur formal dapat diselesaikan. Materi
ini merupakan salah satu dari materi pendidikan kependudukan yang dikembangkan oleh
Perwakilan BKKBN Provinsi Papua bekerjasama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih tahun 2014.
Terkait tugas fungsi tentang Pengendalian Penduduk tersebut, diharapkan BKKBN menjadi
rujukan data terutama yang berkaitan erat dengan isu kependudukan, seperti: kesehatan,
pendidikan, ketenagakerjaan, migrasi, dan seterusnya. Buku Modul Pendidikan
Kependudukan ini diterbitkan dengan berorientasi isu-isu kependudukan, antara lain
Perkawinan, Kelahiran (Fertilitas), Kematian (Mortalitas), Migrasi, Kesehatan Reproduksi,
Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS, Keluarga Berencana (KB), Pengarusutamaan
Gender dan Lingkungan Hidup.
Jalur Pendidikan Formal, merupakan jalur yang sangat strategis dan dominan untuk
mengintegrasikan isu-isu kependudukan, karena umumnya para peserta didik khususnya
para mahasiswa akan berperan dalam kurun waktu yang akan datang sebagai pengambil
kebijakan. Sehingga para pengambil kebijakan yang sudah dibekali sejak dini terkait dengan
isu-isu kependudukan tersebut bisa mengambil keputusan dalam pelaksanaan program dari
berbagai bidang dan sektor pembangunan yang memiliki wawasan tentang persoalan
kependudukan, dan pada gilirannya akan menjadikan isu-isu kependudukan tersebut sebagai
salah satu faktor yang akan diperhatikan dan menjadi prioritas progam dalam
pengembangan kebijakan dibidangnya.
Selama ini kesulitan yang dihadapi untuk mengintegrasikan isu-isu kependudukan melalui
jalur formal adalah tidak tersedianya materi, oleh karena itu dikembangkan materi modul
pendidikan kependudukan bagi mahasiswa melalui jalur formal (Perguruan Tinggi), yang
dapat dijadikan sebagai bahan ajar bagi para tenaga pendidikan. Materi ini bersifat materi
dasar, dimana bisa dikembangkan dan menambah hal-hal tertentu dengan konteks yang ada
ditempat. Dalam modul ini topik yang dibahas merupakan isu aktual permasalahan
kependudukan saat ini maupun beberapa tahun yang akan datang.
Akhirnya, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
membantu dalam penyelesaian materi Modul Pendidikan Kependudukan bagi Mahasiswa
ini, khususnya kepada Dekan FKIP UNCEN; Wakil Dekan I FKIP UNCEN, Ketua Koalisi
Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi Papua; Team Pengajar FKIP
UNCEN; Kabid Dalduk; Kasubid Kerjasama Pendidikan Kependidikan; para Widya Iswara
Perwakilan BKKBN Papua; beserta team yang telah menyusun materi ini.
ii
Semoga materi ini dapat memberikan manfaat bagi pelaksanaan kerjasama pendidikan
kependudukan, dan pembangunan yang berwawasan kependudukan segera terwujud. Kritik
dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan materi ini sangat diharapkan.
iii
SAMBUTAN DEKAN FKIP
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
MASYARAKAT
Pendidikan merupakan salah satu bidang strategis dalam pembangunan sumber daya
manusia (SDM) yang akan datang. Berbagai fakta menunjukkan bahwa ada korelasi antara
pemecahan masalah kependudukan dengan pembentukan sikap yang rasional dan
bertanggungjawab dari seluruh komponen pendidikan.
Pembangunan berwawasan penduduk pasti harus dimulai sejak awal dengan membentuk
pola pikir generasi muda termasuk mahasiswa. Perubahan pola pikir membutuhkan
pengetahuan tambahan menyangkut masalah kependudukan. Dalam tingkat formal, secara
khusus di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sebagai lembaga pendidikan tinggi,
mahasiswa perlu dibekali melalui pendidikan kependudukan.
Penyusunan materi pendidikan kependudukan ini dapat terwujud karena merupakan bagian
dari kerjasama antara Perwakilan BKKBN Provinsi Papua dengan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih tahun 2014. Harapan kami semoga
materi ini dapat mendukung ketersediaan informasi dan referensi bagi pendidikan tinggi di
Provinsi Papua dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan.
Kritik dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan materi ini sangat diharapkan.
Akhirnya kepada semua pihak yang mencurahkan pemikirannya dalam penyusunan materi
dalam modul ini kami haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga bermanfaat.
iv
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya
penyusunan dan penulisan Modul Pendidikan Kependudukan bagi Mahasiswa dapat
terselesaikan dengan baik, mulai dari tahap persiapan, penulisan sampai penyelesaian
akhir.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan dalam penyusunan dan penulisan modul ini, secara khusus kepada:
1. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih
3. Ketua Koalisi Kependudukan Provinsi Papua
Berbagai saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan, dan akhirnya
semoga modul ini dapat bermanfaat.
TIM Penyusun
v
DAFTAR ISI
Halaman
Sambutan Ka BKKBN ii
Sambutan Dekan FKIP iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi vi
vi
MODUL-1. PENGANTAR PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN
I. Judul
Pengantar Pendidikan Kependudukan
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan pentingnya pendidikan kependudukan
III. Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
Pembangunan kependudukan dan KB yang memihak pada rakyat adalah suatu situasi
dimana pemerintah dapat melaksanakan pembangunan yang hasilnya dapat dinikmati
oleh seluruh lapisan masyarakat menuju perwujudan keluarga sejahtera dan berkualitas,
termasuk penduduk miskin. Pembangunan kependudukan dan KB yang memihak rakyat
dan dilakukan dengan pendekatan yang kontekstual akan memberikan kesempatan yang
sebesar-besarnya kepada rakyat untuk berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan.
Pembangunan kependudukan dan KB yang memihak rakyat memiliki tujuan
mengangkat harkat dan martabat dalam kerangka keluarga berkualitas agar dapat
melaksanakan seluruh hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
1
Berbagai pertimbangan mengapa penduduk menjadi salah satu aspek yang sangat
strategis dalam pembangunan adalah:
1. Penduduk adalah titik sentral pembangunan. Pembangunan dilakukan dan dinikmati
oleh penduduk. Keberhasilan suatu negara dalam melaksanakan pembangunan dapat
dilihat dari meningkatnya kesejahteraan fisik maupun psikis dari rakyatnya.
2. Keadaan penduduk dilihat dari kuantitas dan kualitasnya sangat berpengaruh bagi
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penduduk yang berkualitas menjadi pendorong
percepatan pertumbuhan ekonomi, sebaliknya bila penduduk yang ada memiliki
kualitas yang rendah, maka mereka akan memperlambat tercapainya tujuan
pembangunan nasional.
3. Dinamika perubahan kuantitas dan kualitas penduduk berdampak tidak langsung
terhadap kelangsungan pembangunan nasional. Keadaan penduduk saat ini akan
berdampak kelangsungan pembangunan nasional satu generasi yang akan datang.
Pembangunan yang memihak rakyat selain menggambarkan hubungan yang kuat antara
pembangunan dan penduduk, juga memiliki dampak yang lebih baik terhadap
lingkungan. Pembangunan yang memihak pada rakyat akan memprioritaskan
peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Penduduk yang sejahtera dapat
dilihat antara lain dalam meningkatnya tingkat kesehatan, pendidikan, dan pendapatan.
Penduduk yang telah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih bijaksana
dalam mengelola sumber daya alam, sehingga sumber daya alam (SDA) yang dimiliki
negara dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk generasi di masa mendatang.
Pemanfaatan sumber daya alam haruslah memperhatikan kelestarian lingkungan yang
mengacu pada kelestarian fisik dari ketersediaan sumber daya alam bergantung kepada
peran pemerintah dalam membuat kebijakan dan menjalankan pembangunan yang
ramah lingkungan dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara.
V. Materi pembelajaran
A. Pengertian dan ruang lingkup pendidikan kependudukan
B. Masalah-masalah kependudukan
C. Kebijaksanaan kependudukan dan pembangunan SDM
D. Pendidikan kependudukan dalam program KB
E. Sumber data kependudukan
2
VII. Langkah Pembelajaran (setiap sesi sudah ditentukan waktunya)
Tahapan Kegiatan Kegiatan
Kegiatan Awal/ a. Salam
Pendahuluan (10) b. Mengamati gambar berbagai fakta dinamika kependudukan
c. Tanyajawab tentang berbagai fakta dinamika kependudukan
Kegiatan Inti (70) a. Pengajar memberikan penjelasan tentang setiap topik bahasan
pendidikan kependudukan
b. Pengajar membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan tentang berbagai dinamika kependudukan
c. Peserta didik melakukan diskusi kelompok
d. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, dan
kelompok lain menanggapinya.
IX. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
3
MATERI PEMBELAJARAN (1)
Masalah kependudukan adalah masalah kita sekarang dan yang akan datang. Masalah
yang harus dipahami dan dimengerti oleh generasi muda bangsa. Pendekatan pendidikan
memegang peranan penting dalam memecahkan masalah kependudukan (demografi),
kesejahteraan (ekonomi), demokrasi dan hukum (politik) serta lingkungan hidup
(ekologi).
Seluruh kegiatan itu ditujukan untuk merumuskan definisi, garis besar materi dan
metode pendekatan pengajaran pendidikan kependudukan baik program sekolah, luar
sekolah maupun di pendidikan tinggi (FKIP). Materi pendidikan kependudukan
memang berkaitan dengan pendidikan seks, pendidikan kesejahteraan keluarga,
pendidikan keluarga berencana dan demografi. Namun demikian tidak berarti identik
dengan pendidikan kependudukan. Diakui bahwa materi pendidikan kependudukan
berkaitan dengan materi mata pelajaran di atas, tetapi terdapat perbedaan yang cukup
mendasar. Titik berat pendidikan kependudukan adalah pada penyampaian pengetahuan
tentang teori dinamika penduduk, ditambah dengan identifikasi factor-faktor penyebab
dan penghambat pertambahan penduduk, apa pengaruh negative dan positif yang
ditimbulkannya pertambahan penduduk yang cepat terdapat kehidupan individu,
keluarga, masyarakat dan negara serta lingkungan hidup.
Pendidikan kependudukan bukan nama baru dari pendidikan tentang seks, pendidikan
untuk pakai kontrasepsi, pembatasan kelahiran dan pendidikan KB. Pendidikan
kependudukan lebih menekankan pada pemberian argumentasi secara rasional tentang
keterkaitan (dampak negative dan positif) pertambahan penduduk yang cepat terhadap
kualitas kesejahteraan hidup keluarga dan masyarakat. Pendidikan kesejahteraan
keluarga lebih menitik beratkan pada usaha pemenuhan kebutuhan fisik materil
keluarga. Sedang pendidikan KB lebih diarahkan untuk orang menerima/memakai
metode kontrasepsi untuk menjarangkan atau membatasi kelahiran. Pendidikan
demografi akan mengajarkan tentang konsep kualitas, kuantitas dan mobilitas penduduk
di suatu wilayah/negara.
Dasar pemikiran itu selanjutnya telah memberikan garis besar isi materi (substansi)
pendidikan kependudukan di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Latar belakang yang melandasi perlunya pengajaran program pendidikan
kependudukan dilandasi setidak-setidaknya oleh 3 pertimbangan penting sebagai
berikut:
4
- Pendidikan kependudukan dapat membantu kebijaksanaan pemerintah dalam
mensukseskan program pemecahan masalah kependudukan terutama;
transmigrasi, kesehatan dan keluarga berencana (migrasi, mortalitas dan
fertilitas)
- Pendidikan kependudukan akan memberikan landasan pemikiran dan
pemahaman serta argumentasi yang kuat (logis dan rasional) bagi masyarakat
untuk melaksanakan ketiga program pemecahan masalah kependudukan di atas.
- Pendidikan kependudukan akan memberikan pengetahuan untuk membentuk
sikap dan perilaku masyarakat terutama anak/siswa yang rasional dan
bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah penduduk dalam rangka
peningkatan kesejahteraan keluarga, masyarakat dan bangsa serta negara sesuai
dengan cita-cita NKRI.
b. Rekomendasi pokok berisi; perlu dilakukan pembinaan tenaga khusus untuk bidang
pendidikan kependudukan, penyusunan bahan instruksional pendidikan
kependudukan, pelatihan guru pendidikan kependudukan, pendidikan kependudukan
luar sekolah, dan pendidikan kependudukan di bidang hukum.
c. Kesimpulan berupa; inventarisasi factor pendorong dan penyebab pro dan anti
natalitas; identifikasi factor penghambat dan pendukung pengajaran pendidikan
kependudukan berikut alternative upaya mengatasinya seperti; elaborasi isi materi
bahan pengajaran pendidikan kependudukan untuk program sekolah, luar sekolah
dan perguruan tinggi (FKIP).
B. Masalah-masalah kependudukan
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mulai disadari banyak pihak dapat menjadi
masalah besar yang dihadapi, terutama di negara sedang berkembang dengan taraf hidup
lebih miskin dan tertinggal. Malthus, seorang ahli ekonomi-demografi telah
mengingatkan bahwa pertumbuhan penduduk terjadi seperti deret ukur (1,2,4,8,16 dan
seterusnya) sedang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat seperti deret hitung
(1,2,3,4,5 dan seterusnya). Hal itu terjadi, karena pembangunan di satu sisi telah berhasil
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat, sedang pada sisi lain tingkat
kesehatan dan kesuburan juga bertambah baik. Akibatnya angka kelahiran meningkat,
sebaliknya angka kematian akan menurun disertai dengan usia harapan hidup semakin
panjang. Kecendrungan jumlah yang lahir tidak lagi seimbang dengan jumlah yang mati.
Pertumbuhan ekonomi tetap lamban karena karena berbagai faktor ikut mempengaruhi
baik bersifat lokal, nasional maupun global. Belum lagi akibat iklim atau bencana alam
yang tidak mudah diprediksi oleh kemampuan manusia. Itulah sebabnya, banyak
ditemui dalam satu keluarga bisa terdiri dari 3 sampai 4 generasi vertikal.
Tekanan masalah kependudukan itu terus meningkat yang menyebabkan banyak negara
(pemerintahan) yang menghadapi kesulitan dalam menyediakan kebutuhan dasar
penduduk seperti pangan, sandang, papan dan pekerjaan serta pendapatan rakyat.
Kondisi itu apabila dibiarkan dapat menimbulkan ketidakstabilan politik dan keamanan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, pada periode tahun
1960-an, banyak para ahli yang memprediksi bahwa kelangsungan hidup umat manusia
akan menghadapi ancaman besar apabila pertambahan penduduk tidak dikendalikan
oleh negara. Untuk itu PBB telah mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan
konferensi kependudukan yang berhasil menyepakati Deklarasi Kependudukan se
Dunia (1967) dengan inti bahwa upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk perlu
dilakukan terutama bagi negara sedang berkembang agar dapat meningkatkan laju
pembangunan sejajar dengan negara maju. Kesepakatan itu digaris bawahi Paul R.
Ehrlich dalam bukunya yang terkenal berjudul The Population Bomb (1986).
Digambarkan betapa perlunya diatur keseimbangan antara tingkat kelahiran dan
kematian penduduk agar proses pembangunan dapat berjalan lebih cepat dan efektif.
Program menekan angka kematian sekecil mungkin adalah merupakan tujuan dan
sekaligus dampak dari pembangunan yang berhasil. Salah satu indikator pembangunan
sumber daya manusia adalah semakin rendah angka kematian dan semakin panjang usia
harapan hidup warganya. Pertambahan usia harapan hidup adalah pengaruh kualitas
kesehatan yang meningkat, terutama pada penyediaan pangan dan pelayanan kesehatan
yang semakin baik seperti perbaikan gizi, imunisasi dan kampanye pola hidup sehat
dan sebagainya. Perbaikan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan hingga sampai
kepedesaan, pemberantasan penyakit menular, penyakit kronis, dan penemuan berbagai
jenis obat serta teknik teknologi pengobatan, telah berhasil menurunkan angka
kesakitan/kematian penduduk. Selisih antara angka kelahiran dan kematian itu semakin
6
lama semakin besar, yang menyebabkan jumlah penduduk terus bertambah dengan
pesat. Di negara maju hal itu tidak terjadi lagi karena tingkat pendidikan penduduk
relatif baik dan hidup berkeluarga sudah direncanakan dengan baik pula. Keadaan itu
dipengaruhi oleh pola hidup mereka yang rasional dan bertanggungjawab, termasuk
dalam menentukan usia kawin dan jumlah anak yang ideal, sudah direncanakan sebelum
nikah. Kondisi itu berbeda dengan di masyarakat sedang berkembang dan tradisional
yang beranggapan bahwa jumlah anak diatur oleh Yang Maha Kuasa, manusia harus
terima apa adanya dan pasrah kepada nasib.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut bila tidak diimbangi dengan
pertumbuhan ekonomi tinggi untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk, maka tingkat
pendapatan rendah akan menyebabkan bertambahnya pengangguran, kemiskinan dan
keterbelakangan masyarakat atau negara. Dengan meningkat proporsi jumlah penduduk
miskin dan menganggur menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rakyat di negara itu
rendah (miskin). Keadaan itu adalah indikator umum dalam mengukur kemajuan suatu
masyarakat (negara).
Apabila ekonomi dan penduduk adalah faktor determinan dalam memacu kemajuan
suatu masyarakat dan bangsa, maka langkah kebijaksanaan pembangunan untuk
mempercepat usaha peningkatan taraf hidup rakyat dengan pertumbuhan ekonomi di
satu sisi dan usaha mengendalikan laju pertumbuhan penduduk melalui pengendalian
angka kelahiran pada sisi lain. Keduanya harus dilakukan secara simultan dan
terintegrasi. Kebijaksanaan itu harus menjadi komitmen pemerintah, dan dalam
pelaksanaannya didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Kebijaksanaan itu masih
perlu dilakukan dalam pembangunan Indonesia untuk kurun waktu 25-50 tahun yang
akan datang mengingat hasil Sensus Penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia
yang sudah di atas 206 juta jiwa. Dengan angka kelahiran 2,6 dan pertumbuhan
penduduk 1,3% pertahun maka diperkirakan penduduk Indonesia setiap tahun
bertambah sekitar 3,5-3,7 juta jiwa. Suatu jumlah yang tidak kecil dan harus
dipenuhikebutuhan hidup minimalnya oleh pemerintah.
Letak dan kondisi geografis Indonesia merupakan wilayah kesatuan kepulauan terluas di
dunia dengan jumlah penduduk terbesar ke-5 di dunia (sekarang ke-4). Dengan lokasi
sangat strategis serta memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar dibanding negara
lain. Bila tingkat kesejahteraan rakyatnya rendah (miskin) maka pasti ada yang salah
dalam mengurus dan pengelolaan bangsa dan negara ini. Karena itu, fondasi
perencanaan pembangunan nasional perlu suatu kebijaksanaan yang terpadu dan
7
strategis dengan bertitik tolak pada pemecahan masalah kependudukan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang baik dan bertanggungjawab. Penduduk sebagai unsur dinamis
yang perlu dikendalikan pertumbuhannya dan ditingkatkan kualitasnya. Keadaan
geografis dan sumber daya alam sebagai unsur statis harus dikelola dan dimanfaatkan
dengan baik dan bertanggung jawab agar pelestarian dan keseimbangan ekologi tetap
dapat dipelihara untuk diwariskan kepada generasi berikutnya. Kedua hal itu merupakan
faktor instrumental yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan
daerah, apabila Indonesia ingin bisa sejajar dengan negara maju lainnya, termasuk di
lingkungan negara anggota ASEAN.
Ketika Indonesia dilanda krisis politik dan ekonomi dengan inflasi di atas 60%
dipertengahan tahun 1960, sudah merupakan titik krisis bagi keutuhan bangsa dan
negara. Kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, terdiri dari aneka ragam suku,
etnis, ras, adat-istiadat, budaya dan agama, sangat rentan timbul perpecahan atau
disintegrasi nasional. Sumber perpecahan dapat timbul dari dalam negeri karena merasa
tidak puas dengan kebijaksanaan pemerintah secara nasional atau dari luar negeri ketika
ada yang ingin mengambil keuntungan dari posisi geografis dan kekayaan sumber daya
alam yang kita miliki. Salah satu keputusan strategis yang ditempuh pemerintah waktu
itu adalah menetapkan perlu ada program pemecahan masalah laju pertumbuhan
kependudukan melalui program KB Nasional.
8
ditimbulkannyaterhadap kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat di suatu wilayah atau
negara. Pengaruh negatif dari pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan
menyentuh berbagai aspek kehidupan seperti tingkat kesejahteraan ekonomi, kesehatan,
pendidikan, sosial budaya, penyediaan lapangan kerja dan daya dukung alam serta daya
tampung lingkungan. Kepadatan penduduk yang tinggi baik langsung atau tidak
langsung akan merusak keseimbangan alam karena dipakai untuk perumahan, pabrik/
industri, fasilitas publik dan usaha pertanian.
Di negara maju, laju pertumbuhan penduduk sudah cukup terkendali sejalan dengan
tingkat kesejahteraan dan pendidikan rakyat yang semakin baik. Kesehjateraam
ekonomi dan kemajuan pengetahuan serta teknologi telah menyadarkan setiap orang
untuk merencanakan jumlah dan jarak kehamilan secara sukarela. Kehadiran anak
sebagai wujud dari cinta dan kasih sayang sangat diharapkan, tetapi tidak perlu dalam
jumlah yang banyak, cukup satu, dua atau paling banyak tiga anak dalam satu keluarga.
Bagi masyarakat maju anak banyak dan sering melahirkan dianggap sebagai beban dan
tanggung jawab. Sebaliknya di negara atau kelompok masyarakat miskin dan
terbelakang, anak sering dianggap sebagai modal tenaga kerja atau jaminan hari tua.
9
Apabila anak sebagai simbol pengikat kasih sayang, maka jumlah bukan tujuan.
Sebaliknya bila anak dianggap sebagai modal tenaga kerja, maka jumlah menjadi
penting. Padahal dalam naluri orangtua (keluarga) selalu ada harapan agar kehidupan
masa depan anak dapat lebih baik daripada keadaan dirinya. Di masyarakat miskin
dan terbelakang, setiap keluarga senang punya banyak anak karena akan membawa
kegunaan (manfaat) sebagaimana sering diungkapkan dengan banyak anak, banyak
rezeki. Ada keyakinan bahwa setiap anak akan membawa rezekinya sendiri. Pandangan
itu tidak mutlak salah, tetapi untuk memperoleh rezeki tersebut harus dilakukan dengan
usaha dan kerja keras.
Usaha dan kerja keras yang menghasilkan produktivitas yang lebih baik. Karena itu,
usaha dan kerja keras harus didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sikap
dan perilaku yang kreatif, inovatif, disiplin, maju dan mandiri. Kenyataanya bila tidak
didukung oleh sikap tersebut, maka taraf hidup dan kesejahteraan sulit ditingkatkan dan
dipenuhi. Kenyataanya setiap tambah anak berarti tambah persediaan kebutuhan seperti
makanan, pakaian, gizi, kesehatan, pendidikan, perumahan, pekerjaan dan sebagainya.
Keluarga yang memiliki anak banyak sering mengabaikan nasib masa depan dan hak
anak karena tidak memberikan perawatan, pengasuhan, pendidikan dan kesejahteraan
anak dengan baik dan wajar. Orang tua mengabaikan kebutuhan anak telah melanggar
hak-hak anak seperti tercantum dalam konvensi hak anak PBB (Convension of the Right
of the Child-1989).
Pada masyarakat maju mereka secara sadar, rasional dan bertanggungjawab telah
mengambil inisiatif untuk mengendalikan angka kelahiran melalui berbagai cara seperti:
pendewasaan usia kawin atau menggunakan alat kontrasepsi untuk mengatur jumlah dan
jarak kelahiran. Sebaliknya di masyarakat miskin-tradisional, berlomba menambah
jumlah anak karena belum mampu berpikir rasional dan bertanggung jawab. Anak laki-
laki dan perempuan cenderung dikawinkan di usia muda agar terbebas dari beban
ekonomi dan tanggungjawab orang tua. Ketika anak di usia remaja dikawinkan, padahal
mereka belum memiliki pekerjaan atau penghasilan yang tetap, maka tindakan itu secara
langsung atau tidak langsung telah menambah keluarga miskin baru dalam masyarakat.
Kondisi itu semakin berat bila keluarga muda itu langsung punya anak, sedang secara
ekonomi, psikologis dan sosial belum siap menjadi orang tua yang bertanggungjawab.
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan dapat membahayakan kemajuan dan
kesejahteraan suatu komunitas masyarakat, bangsa atau negara. Kondisi tidak seimbang
antara penduduk dan daya dukung alam juga akan membahayakan kelangsungan hidup
manusia. Kerusakan lingkungan dan daya dukung alam telah menimbulkan berbagai
rencana yang bisa mengancam keselamatan dan kelangsungan hidup manusia.
Pemikiran di atas, ditindaklanjuti oleh para ahli demografi seperti Lorimer dan Osborn
(Amerika, 1943), menganjurkan perlu ada pembinaan sikap dan perilaku masyarakat
yang sadar tentang pengaruh laju pertambahan penduduk terhadap usaha meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Pembinaan sikap dilakukan melalui perubahan
pola pikir, pola sikap dan perilaku yang dilakukan sejak dini baik dikalangan terbatas
maupun umum. Proses itu dilakukan melalui kegiatan pembelajaran masyarakat yang
sistematik, bertahap dan berkelanjutan. Hauser (1960) seorang ahli demografi Amerika,
memperjuangkan pengajaran masalah kependudukan agar dimasukkan ke dalam
kurikulum sekolah. Setiap anak diharapkan telah memiliki persepsi dan pandangan yang
positif dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi perkembangan masalah
kependudukan sejak dari lingkungan keluarga, masyarakat dan negara masing-masing.
10
Pandangan itulah yang memberikan aspirasi perlunya pengajaran pendidikan
kependudukan dalam sistem pendidikan.
Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil terletak di garis
khatulistiwa, beriklim tropis serta sering disebut sebagai jantung dunia. Hanya sekitar
3.000 pulau yang dihuni penduduk, sisanya masih kosong atau didatangi penduduk
secara musiman untuk mencari sumber kehidupan. Lebih dari 67% penduduk tinggal di
Jawa yang memiliki luas daratan kurang dari 7% sehingga secara demografis, Indonesia
menghadapi masalah kependudukan yang cukup berat. Masalah demografis baiuk
ditinjau dari pertumbuhan, penyebaran dan komposisi usia. Tambahan lagi Indonesia
memiliki aneka ragam suku, etnis, budaya, ras, keyakinan, dan latar belakang sosial,
budaya, bahasa serta taraf ekonomi dan pendidikan. Semangat dan jiwa persatuan dan
kesatuan yang menjadi perekat satu bangsa dan satu tanah air, antara lain karena rasa
senasib dan sepenanggungan serta solidaritas ketika dijajah oleh Belanda, Inggris,
Portugis dan Jepang dalam jangka waktu cukup lama.
Untuk menyatukan semangat itu, para pejuang dan pendiri kemerdekaan bangsa ini
menggunakan semboyan Bhineka Tunggal Ika atau berbeda-beda tetapi tetap bersatu
dan bersama mengatasi berbagai persoalan. Ungkapan itu dipergunakan untuk
membangun semangat mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional di atas
kepentingan golongan/kelompok yang berbasis suku, agama atau kedaerahan. Jiwa dan
semangat itu mulai luntur karena kurang dipahami maknanya dan kurang ditanamkan
kepada generasi muda. Setelah lebih 60 tahun merdeka banyak kemajuan pembangunan
yang telah dicapai, meskipun pada sisi lain terjadi kemunduran terutama pada semangat
toleransi, solidaritas dan setiakawan antar sesama anak bangsa. Keadaan itu dapat dilihat
dengan munculnya gerakan separatisme atau rasa kedaerahan, terutama di era reformasi
dan otonomi daerah.
Jumlah penduduk Indonesia (1971) sebesar 118,4 juta jiwa dengan angka kelahiran kasar
44/1.000 penduduk. Dari sensus penduduk tahun 1980, naik menjadi 147,5 juta jiwa atau
bertambah 29,1 juta jiwa selama 9 tahun. Setiap tahun ada 3,2 juta pertambahan
12
penduduk. Jumlah itu terus naik menjadi 179,3 juta jiwa (1990) atau bertambah sebesar
31,8 juta jiwa (3,2 pertahun). Pertambahan yang konstan itu adalah merupakan
keberhasilan program KB dalam mengendalikan angka kelahiran baru, menjadi
28,7/1.000 (1980) dan 25,4/1.000 (1990). Angka TFR semula 5,6 (1971) turun menjadi
4,6 (1980) dan turun lagi menjadi 3,0 (1990). Sensus penduduk (2000) penduduk
Indonesia berjumlah 206,3 juta jiwa sehingga terjadi pertambahan sebesar 27 juta jiwa
atau 2,7 juta tiap tahun dari tahun 1990-2000.
Perubahan itu ditinjau dari masyarakat sebagai pemakai atau penerima KB, sekurang-
kurangnya didukung 2 hal yaitu a) pemakaian kontrasepsi semakin mudah dan diterima
masyarakat sebagai teknologi dalam mengatur kehamilan/kelahiran dalam keluarga, dan
b) mayoritas warga masyarakat terutama pasangan muda telah memiliki sikap sebagai
penganut/penerima konsep keluarga kecil berkualitas. Penerimaan oleh pasangan usia
muda atau calon pasangan baru adalah merupakan keberhasilan program KB pendukung
dalam menanamkan pola pikir, sikap dan perilaku baru di kalangan generasi muda, yang
dipelopori program pendidikan kependudukan yang diajarkan di sekolah, di luar sekolah,
di kalangan mahasiswa, pejabat pemerintah, pramuka, karang taruna, remaja mesjid,
remaja gereja, di pesantren dan lain sebagainya.
Karena itu, program KB perlu terus dikembangkan dan dipertahankan dan dimantapkan
apabila bangsa dan negara ini ngin mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur serta makmur dalam berkeadilan sebagaimana diharapkan oleh para pejuang dan
pendiri NKRI tercinta ini. Tuntutan semakin terasa mendesak dalam pergaulan dunia
yang semakin bebas dan terbuka, yang memerlukan sumber daya manusia yang
berkualitas. Konsep ekonomi kapitalis-liberalis menghadapkan setiap negara pada
konsep pasar bebas yang sangat kompetitif. UNDP telah menetapkan bahwa
pembangunan nasional harus menitik-beratkan pada pembangunan kualitas manusia agar
mampu bersaing dengan negara lain globalisasi.
Konsep dengan upaya menempatkan posisi sumber daya manusia sebagai titik sentral
pembangunan (people-centered development) adalah gagasan yang ditawarkan oleh
beberapa ahli seperti Michael P. Todaro, selanjutnya diakomodasi PBB. Salah satu
langkah startegis untuk membangun sumber daya manusia berkualitas adalah melalui
upaya pengendalian kelahiran agar anak yang dilahirkan sehat, bisa diberikan gizi dan
imunisasi, diberikan pengasuhan dan pendidikan yang terbaik sehingga dapat
berkembang menjadi manusia yang sehat, terdidik, kreatif, disiplin, kerja keras, dan setia
kawan, memiliki kepribadian kuat dan dinamis dengan orientasi jauh ke depan.
Untuk mewujudkan tujuan itu, maka laju pertumbuhan penduduk harus dapat
dikendalikan, distribusi penduduk harus dapat disebarluaskan dan angka kematian di usia
anak dan produktif harus ditekan sekecil mungkin sehingga Indonesia mampu sejajar
dengan negara yang lebih maju. Kekayaan sumber daya alam akan habis apabila terus
dieksploitasi dan taraf hidup masyarakat akan terus merosot menuju kemiskinan
struktural apabila tidak didukung ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas.
Bagi Indonesia, upaya pemecahan masalah kependudukan harus dilakukan secara terpadu
melalui 3 kebijakan, yaitu: 1) pengendalian kelahiran, 2) penyebaran penduduk, 3)
penyediaan lapangan kerja. Ketiga kebijakan tersebut harus menjadi titik perhatian
pemerintah apabila ingin sukses dalam mengajak masyarakat menuju kehidupan
masyarakat yang bahagia dan sejahtera. Pemecahan masalah kependudukan berkaitan
dengan penanggulangan kemiskinan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi yang dapat
13
merusak keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu seluruh lapisan
masyarakat harus diajak ikut serta dan diberikan pandangan dan informasi yang akurat,
rasional dan bertanggung jawab tentang dampak positif dan negatif yang akan dihadapi
apabila tidak peduli terhadap laju pertumbuhan penduduk baik secara makro (keluarga),
messo (masyarakat) maupun makro (negara).
Perubahan itu semakin berkembang menjadi pelaksana sendiri tanpa perlu berkoordinasi
dengan unit pelaksana yang dibentuk pada instansi fungsional, ketika diterbitkan SK
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan merangkap jabatan sebagai Kepala BKKBN
pada tahun 2001, tugas pokok BKKBN dirumuskan dalam pasal 2 berbunyi sebagai
berikut: BKKBN mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas pemerintah bidang
keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Rumusan itu menjelaskan bahwa pelaksanaan program KB tidak lagi bersifat koordinatif
tetapi telah menjadi tugas pokok dan fungsi BKKBN, sejajar seperti sektor pembangunan
lain. Pada hal program KB bersifat lintas sektor dan lintas budaya. Pengaruhnya dapat
diduga, BKKBN bekerja sendiri, sedang koordinasi hanya bersifat alternatif apabila
diperlukan. Dapat dikatakan bahwa kedudukan, tugas dan fungsi BKKBN ditinjau dari
administrasi negara semakin jauh dari tujuan pembentukan wadah institusi ini seperti
tahun 1970. Kerjasama dengan unit-unit pelaksana di lembaga kementerian dan
organisasi sosial yang terkait sudah tidak berjalan lagi. Fungsi koordinasi sudah tidak
berjalan meskipun namanya masih badan koordinasi pada sisi lain jumlah unit kerja di
lingkungan BKKBN dibentuk semakin banyak dengan tugas aneka ragam.pada periode
tahun 2000-2002 posisi kepala BKKBN dirangkap Menteri PP, tanpa dibantu seorang
wakil kepala sebagai penanggungjawab teknis harian. Ambisi kekuasaan dan
kepentingan menyebabkan prinsip-prinsip administrasi pemerintahan yang efektif dan
efisien terabaikan.
Dalam organisasi BKKBN Pusat berdasarkan Keppres No.64/tahun 1983, unit kerja
Bagian Pendidikan Kependudukan di bawah Diklat diganti menjadin Biro Pendidikan
KB, di bawah Deputi Operasional. Kebijakan itu telah mengubahdari pendekatan
pendidikan ke penerangan/penyuluhan. Di satu sisi terjadi peningkatan kewenangan
karena setingkat eselon II, namun di sisi lainpenerapan prinsip pendidikan dalam
pemecahan kependudukan untuk mensukseskan program KB sudah ditinggalkan.
Pernyataan para ahli pendidikan tahun 1970, yang menyatakan bahwa pendidikan
kependudukan adalah pendidikan masalah kependudukan, tidak sama/berbeda dengan
pendidikan keluarga berencana telah terbukti dalam proses perjalanan program KB di
Indonesia. Biro pendidikan KB ditempatkan di lingkungan operasional sejajar dengan
Biro Penmot, Biro Program Integrasi dan Biro Pembinaan Institusi Masyarakat.
Nampaknya memang ada keinginan agar lembaga itu lebih diarahkan untuk memberikan
dukungan langsung guna mendapatkan akseptor KB, bukan untuk merubah mindsets
PUS atau calon PUS. Prinsip itu akhirnya ikut mengundang reaksi dari masyarakat yang
peduli terhadap hak asasi manusia. Pelaksanaan program KB telah menggiring
masyarakat untuk pakai alat kontrasepsi tertentu dengan cara pemaksaan, manipulasi
informasi dan pengiringan calon peserta KB guna memilih kontrasepsi mantap (kontap)
seperti vasektomi dan tubektomi, walaupun masih banyak pemuka agama yang menolak
cara tersebut.
14
Kebijaksanaan tersebut tidak mutlak salah, tetapi mengundang reaksi kelompok anti KB
dalam masyarakat. Padahal, tingkat kesadaran masyarakat (PUS) untuk pakai alat KB
saja belum sepenuhnya dapat dikatakan sudah menerima maksud, tujuan dan
kemungkinan resiko yang akan dihadapi. Karena proses penyadaran, minimal berkaitan
dengan informasi yang rasional dan bertanggungjawab serta dilakukan secara bertahap
dan berkesinambungan untuk merubah pandangan, sikap, keyakinan yang rasional dan
bertanggungjawab. Langkah bijak seharusnya adalah penyadaran melalui proses
penerangan yang dilakukan intensif, seiring dengan proses pengajaran pendidikan
kependudukan tetap terus dilakukan. Apalagi sasaran program KB adalah PUS, calon
PUS dan purna PUS yang dapat menjadi peserta KB aktif memakai kontrasepsi atau
tidak pakai, tetapi mengatur jarak kehamilan. Konsekuensinya, banyak PUS (keluarga)
yang tidak bisa mengendalikan kehamilan karena tidak memperoleh alat kontrasepsi
yang diinginkan, dikenal dengan unmet-need.
Bila program pendidikan kependudukan masih dilakukan, maka PUS yang ingin
mengatur kehamilan tetapi tidak tersedia kontrasepsi yang dinginkan, maka mereka
dapat melakukannya dengan berbagai cara pantang berkala atau azal. Sikap tersebut
diambil karena orang terdidik sadar bahwa tidak selalu teknologi yang dinginkan ada.
Namun demikian, mereka telah menyediakan cara alternatif lain agar tujuan tetap
tercapai. Karena teknologi bukan tujuan, tetapi media yang dapat mempermudah hidup
manusia termasuk dalam mengatur kehamilan (KB).
Pada mulanya, banyak orang mengira bahwa pendidikan KB sama dengan pendidikan
kependudukan. Para ahli pendidikan sejak 1970, telah mengingatkan bahwa pendidikan
kependudukan berbeda dengan pendidikan KB, pendidikan seks dan pendidikan
kesejahteraan keluarga. Pendidikan kependudukan bertujuan untuk membentuk dan
mebina sikap siswa/peserta didik yang rasional dan bertanggung jawab dalam
memecahkan masalah kependudukan (fertilitas, mortalitas dan migrasi). Sebaliknya
pendidikan KB bertujuan menyadarkan PUS/calon PUS agar dapat menjadi peserta KB
yang efektif dengan menggunakan alat kontrasepsi yang dianjurkan untuk mengatur
kehamilan. Oleh sebab itu, materi pendidikan kependudukan relatif konstan, sebaliknya
materi pendidikan KB bisa berubah sesuai dengan kebutuhan/keadaan masyarakat. Hal
itu dapat dibuktikan materi pendidikan KB tahun 1984 berbeda dengan materi tahun
1992. Sedang materi untuk pendidikan kependudukan sejak tahun 1970 tetap tidak
berubah seperti dalam tabel berikut.
15
Materi pendidikan KB (1984) misalnya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun telah
banyak mengalami perubahan cukup mendasar. Perbedaan antara materi pendidikan KB
di tahun 1984 tidak dibagi dalam materi dasar, materi inti, dan pendukung seperti yang
dirumuskan tahun 1991. Apabila, materi pendidikan KB tahun 1984 banyak
memberikan informasi tentang pendewasaan usia kawin, reproduksi sehat, dan perna
nilai/norma kepercayaan terhadap sikap ikut KB, maka materi pendidikan KB tahun
1991 lebih banyak berbicara tentang kampanye/promosi program KB melalui pelayanan
integrasi, institusi, dan penerangan-motivasi KB. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
C. Materi penunjang
1. Hubungan Antar Manusia
2. Strategi Mempelajari Pendidikan
KB
3. Pencatatan dan Pelaporan
4. Plan of Action
Materi dasar pendidikan kependudukan yang dipergunakan untuk berbagai jenis dan
tingkat pendidikan relatif sama, sedang materi pendidikan KB disusun berbeda sesuai
dengan target sasaran masing-masing. Bila pokok bahasan substansi pendidikan
kependudukan tetap terbatas pada 4 hal yang sudah baku, maka pokok bahasan
pendidikan KB dapat berkurang atau bertambah sesuai keperluan. Perbedaan jenjang
dan jenis pendidikan untuk materi pelajaran pendidikan kependudukan dilakukan
penyesuasian di sub pokok bahasan atau rasional dari bahan bacaan, sebaliknya untuk
pendidikan KB penyesuaian dapat dilakukan sejak dari pokok bahasan, atau rasional
dari bahan bacaan.
16
MODUL-2. PERKAWINAN
I. Judul
Perkawinan
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan Perkawinan
III. Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
17
V. Materi pembelajaran
A. Pengertian dan ruang lingkup perkawinan dan perceraian
B. Jenis-jenis perkawinan
C. usia perkawinan
D. Perkawinan, perceraian, determinan dan konsekuensi
Kegiatan Inti ( 70) a. Pengajar memberikan penjelasan tentang setiap topik bahasan
perkawinan dan perceraian diselingi dengan memberikan
waktu bagi peserta didik untuk bertanya hal-hal yang belum
jelas pada setiap sub topik
b. Pengajar membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan berdasarkan lembar penggerak diskusi dan
gambar
c. Peserta didik melakukan diskusi kelompok
d. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, dan
kelompok lain menanggapinya.
e. Pengajar memberikan komentar atau penegasan pada setiap
kelompok diskusi
18
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Laporan Hasil Diskusi Kelompok
19
MATERI PEMBELAJARAN (2)
Secara khusus, perkawinan telah didefinisikan sebagai penyatuan legal antara dua orang
yang berlainan jenis kelamin sehingga menimbulkan hak dan kewajiban sebagai akibat
perkawinan. Sedangkan perceraian adalah bubarnya perkawinan secara syah yang
dikukuhkan oleh surat keputusan yang memberikan hak kepada masing-masing untuk
kawin ulang menurut hukum sipil dan agama sesuai dengan peraturan atau adat
kebudayaan yang berlaku di tiap-tiap negara (IUSSP,1982 dalam Dasar-Dasar
Demografi, LD- FE UI, Edisi 2).
Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahadan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Kawin adalah status dari mereka yang terkait dalam perkawinan pada saat pencacahan,
baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka yang kawin
secara sah menurut hukum (adat, agama, Negara dan sebagainya) tetapi juga mereka
yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami-istri
(BPS, 2000).
B. Jenis-jenis Perkawinan
Membahas tentang perkawinan dan perceraian, ada dua hal yang perlu dibedakan yaitu
status perkawinan dan perkawinan itu sendiri. Status perkawinan menurut Perserikatan
Bangsa-Bangsa ( PBB) dibagi menjadi 5 kategori: belum kawin (single), kawin, cerai,
janda dan terpisah.
Di Indonesia diketahui ada 4 jenis status perkawinan yang erat hubungannya dengan
tingkahlaku manusia dalam hukum, agama dan kebudayaan, yaitu: belum kawin, kawin ,
cerai, janda/duda. Di Indonesia status kelima (terpisah) tidak ada.
Hal lain di luar 4 jenis perkawinan tersebut di atas merupakan kelainan yang terjadi di
negara tertentu, misalnya di Amerika Latin status concensual atau convience yaitu
kumpul tanpa mempunyai predikat legal dalam hukum ataupun agama. Di Amerika
Serikat dan Amerika Selatan keadaan tersebut dianggap berstatus kawin .
Pada dasarnya ada dua macam perkawinan berdasarkan statusnya, yaitu perkawinan
pertama yang menunjukkan perubahan dari status belum kawin (single) ke dalam status
kawin, dan yang kedua adalah kawin kembali yaitu perubahan dari status janda/ duda
atau cerai menjadi status kawin kembali.
C. Usia Perkawinan
Batasan umur tersebut sebenarnya kurang atau tidak sesuai lagi berdasarkan
pertimbangan yang merujuk pada berbagai aspek yang diperlukan dan menjadi prasarat
dalam perkawinan menuju keluarga yang sehat, berkualitas, bahagia dan sejahtera.
Beberapa pertimbangan yang perlu dan mutlak dipersiapkan menyangkut aspek: fisik
(kesehatan reproduksi), kesiapan ekonomi, psikologis, kematangan emosional, mental
dan sosial.
Perkawinan yang terjadi pada remaja perempuan usia 16 tahun dan laki-laki 18 tahun,
walaupun sudah diperbolehkan sesuai Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun
1974, namun masih tergolong perkawinan usia dini. Perkawinan usia dini secara
umum belum memenuhi prasyarat perkawinan sebagaimana tersebut di atas dan rawan
dengan kemungkinan terjadinya permasalahan sebagai konsekuensi ataupun dampak
negative yang berakhir pada perceraian.
Perkawinan yang sah dapat berubah atau rusak karena bercerai, ditinggal mati salah satu
pasangan atau ditangguhkan. Di Negara-negara dimana perceraian tidak diperbolehkan
maka perkawinan yang ditangguhkan bisa pula dikategorikan sebagai cerai di negara-
negara yang menganut sistim perceraian. Sedangkan sahnya perceraian dinyatakan atas
hukum perdata yang berlaku, hukum agama dan peraturan adat kebudayaan dalan
negara yang bersangkutan.
Pendewasaan Usia Perkawinan pada dasarnya adalah upaya untuk meningkatkan usia
pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia minimal 20
tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan ini dianggap sudah ideal
dilihat dari sisi kesiapan kesehatan dan perkembangan emosional serta aspek lainnya,
sehingga usia tersebut dianggap batasan usia perkawinan yang ideal. Pendewasaan usia
perkawinan bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar
di dalam merencanakan perkawinan mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek
atau determinan dalam perkawinan dan kehidupan berkeluarga. Disamping itu PUP juga
berimplikasi pada perlunya peningkatan usia perkawinan.
21
MODUL-3. PENDEKATAN SIKLUS HIDUP KELUARGA
I. Judul
Pendekatan Siklus Hidup Keluarga
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan Siklus hidup keluarga
IV. Pendahuluan
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami-istri atau
suami-istri dan anak, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (Pasal 1 ayat 10
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992). Keluarga sebagai sebagai sebuah sistem sosial
mempunyai tugas dan fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan
dengan pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau
pemeliharaan keluarga.
Keluarga sejahtera yang sehat dan berkualitas menjadi idaman setiap keluarga .Untuk
mencapai kondisi tersebut bukan suatu hal yang tidak mungkin terjadi, apabila setiap
keluarga menjalankan tugas utamanya dan menerapkan fungsi-fungsi yang seharusnya
berjalan di dalam kehidupan keluarga secara baik.
Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan social anggota
keluarganya yang mencakup pemeliharaan dan perawatan anak-anak, membimbing
perkembangan kepribadian anak-anaknya dan memenuhi emosional anggota
keluarganya.
Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu peningkatan fungsionalisasai
dan struktur yang jelas yaitu suatu rangkaian peran dimana sistim sosial dibangun.
22
Fungsi keluarga adalah fungsi-fungsi yang menjadi prasyarat, acuan, dan pola hidup
setiap keluarga dalam rangka terwujudnya keluarga sejahtera dan berkualitas.
Keluarga yang sejahtera, sehat, dan berkualitas dapat diwujudkan apabila tugas dan
fungsi-fungsi keluarga dapat diaplikasikan secara optimal melalui pendekatan siklus
hidup keluarga.
Menurut Neigbour (1985) , tahapan, tugas, dan masalah yang menjadi penting dalam
setiap tahapan siklus hidup keluarga adalah: 1) tahap perkawinan, 2) tahap melahirkan
anak, 3) tahap membesarkan anak memasuki sekolah dasar, 4) tahap membesarkan
anak-anak usia remaja, 5) tahap keluarga i mulai melepas anak, 6) tahap tahun-tahun
pertengahan, 7) tahap usia tua.
V. Materi pembelajaran
A. Definisi Siklus Hidup keluarga
B. Tahap-tahap siklus hidup keluarga
C. Kesehatan keluarga
D. Mortalitas dalam siklus keluarga
E. Fertilitas, KB dan Siklus Keluarga
F. Nilai Anak
G. Lansia
Kegiatan Inti (75) a. Pengajar memberikan penjelasan tentang setiap topik bahasan
siklus hidup keluarga
23
Tahapan Kegiatan Kegiatan
b. Pengajar membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan setiap topik bahasan
c. Peserta didik melakukan diskusi kelompok
d. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, dan
kelompok lain menanggapinya.
e. Pengajar memberi tugas diskusi masing-masing kelompok
mengarahkan jalannya
f. Pengajar memberikan komentar jalannya diskusi
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
24
MATERI PEMBELAJARAN (3)
Siklus hidup keluarga (family life cyrcul) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perubahan-perubahan dalam jumlah anggota, komposisi dan fungsi
keluarga sepanjang hidupnya. Siklus hidup keluarga juga merupakan gambaran
rangkaian tahapan yang akan atau diprediksi yang dialami kebanyakan keluarga. Siklus
keluarga terdiri dari variabel yang dibuat secara sistematis menggabungkan variabel
demografi yaitu status perkawinan, ukuran keluarga , umur anggota keluarga, dan
status pekerjaan kepala keluarga.
C. Kesehatan Keluarga
1. Pengertian Sehat
Health is state of physical, mental, social wellbeing not merely the absence of
disease and infinity (WHO). Dengan demikian, sehat adalah suatu keadaan sejahtera
baik fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari soal sakit dan kelemahan.
Sehat jasmani atau fisik, bebas dari segala penyakit; Sehat mental atau rohani, dapat
berfikir secara matang dan normal; Sehat sosial, mampu berkomunikasi dengan
lingkungannya. SEHAT adalah HAK AZASI, SEHAT adalah INVESTASI.
Keluarga yang sehat dan berkualitas menjadi idaman setiap keluarga, karena sehat
merupakan keadaan yang sangat berharga dan tak ternilai harganya dalam
kehidupan.
25
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatnya kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
Menjaga kesehatan dan Kebugaran, dengan penerapan pola hidup sehat, yaitu:
- Tidur dan istirahat (cukup udara segar)
- Gizi seimbang (zat tenaga, zat pengatur dan zat pembangun, 13 pesan gizi
seimbang )
- Menjaga kebersihan tubuh (mandi, gosok gigi, ganti pakaian, cuci tangan, buang
air kecil dan besar pakai sabun)
- Mencegah sakit (vaksin, vitamin, sedia obat, bila sakit bawa ke layanan
kesehatan, olahraga teratur)
- KB dan Kesehatan Reproduksi (melalui pendekatan siklus keluarga : keluarga
baru, hamil, melahirkan dan menyusui, keluarga dengan balita, keluarga
dengan anak dan remaja, dan keluarga dengan lansia).
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen demografi yang
dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Dua komponen demografi lainnya adalah
fertilitas atau kelahiran dan migrasi atau perpindahan penduduk. Bahasan mortalitas
dalam siklus keluarga ini, terbatas pada mortalitas maternal (kematian ibu).
Mortalitas maternal atau kematian ibu adalah kematian yang disebabkan oleh peristiwa
kehamilan dan persalinan. Kematian maternal dalam kaitan siklus keluarga
kemungkinan besar akan banyak terjadi pada keluarga baru atau pada perkawinan yang
mana umur istri masih di bawah usia minimal melahirkan, yakni masih di bawah usia
20 tahun. Karena pada masa itu perempuan secara fisik atau biologis, organ-organ
reprokduksinya belum siap untuk hamil dan melahirkan, disamping faktor lainnya
seperti kesiapan psykologis, mental maupun ekonomi yang juga dapat memicu
terjadinya kematian maternal.
Kematian maternal juga banyak terjadi pada perempuan yang hamil dan melahirkan
pada usia resiko tinggi terhadap kemungkinan terjadinya kematian maternal, yakni pada
ibu yang hamil dan melahirkan pada usia di atas 35 tahun. Kematian maternal pada dua
kelompok tersebut mempunyai resiko lebih tinggi (10 x lipat) dari ibu hamil dan
melahirkan pada usia reproduksi sehat (umur 21- 35 tahun).
Berdasarkan tahapan dalam siklus keluarga maka dapat dikatakan bahwa kemungkinan
besar kematian maternal banyak terjadi pada tahap-1, yakni tahap tanpa anak, yang
26
dimulai dari perkawinan hingga melahirkan anak pertama, dan pada tahap-2, yakni
tahap melahirkan (berkembang) yang dimulai dari anak sulung hingga anak bungsu.
Fertilitas atau kelahiran, Keluarga berencana (KB) dan siklus keluarga mempunyai
kaitan erat satu sama lain. Fertilitas ditandai jumlah kelahiran anak. Pada umumnya
bahwa harapan untuk mendapatkan sejumlah anak ditentukan oleh keinginan atau
preferensi keluarga itu sendiri terhadap jumlah anak yang dianggap ideal. Sementara
berdasarkan teori ekonomi fertilitas yang dikemukakan oleh beberapa ahli menjelaskkan
bahwa faktor-faktor yang menentukan jumlah kelahiran anak yang diinginkan per
keluarga diantaranya adalah berapa banyak kelahiran yang dapat dipertahankan hidup
(survive).
Beberapa studi atau hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi antara tingkat
pendidikan dengan jumlah anak yang diinginkan. Mereka menilai anak banyak akan
menambah beban dalam keluarga. Sehingga semakin tinggi pendidikan, persepsi nilai
jumlah anak akan berkurang, sehingga dampaknya fertilitas akan menurun.
Orang tua dalam keluarga tentu saja menginginkan agar anaknya berkualitas dengan
harapan di kemudian hari dapat melanjutkan cita-cita keluarga, berguna bagi masyarakat
dan negara. Untuk sampai pada cita-cita tersebut tentu saja tidak mudah, dibutuhkan
strategi dan metode yang baik. Apakah mungkin menciptakan anak berkualitas di tengah
waktu yang terbatas, karena kesibukan bekerja, dan apakah mungkin menjadikan anak
berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas.
F. Nilai Anak
Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-
cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah anak yang diinginkan, tergantung dari
27
keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Dengan keputusan untuk
memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat
dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai suatu harapan atas setiap keinginan yang
dipilih oleh orang tua.
Di Indonesia ada kecenderungan bahwa anak dianggap sebagai barang investasi atau
aktiva ekonomi. Orangtua cenderung berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari
anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik
keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua atau membantu
keuangan orang tua. Bila anak dianggap barang konsumsi yang tahan lama atau barang
mewah maupun barang investasi, maka perlu dipikirkan berapa nilainya
Operasionalnya konsep nilai anak didasarkan pada rumusan yang diajukan Arnold,
dengan memiliki anak orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau
hal-hal yang merugikan. Apa yang diperoleh dapat dikelompokkan pada empat nilai,
yakni nilai positif, nilai negative, nilai keluarga besar dan nilai keluarga kecil.
Batasan Lansia ( lanjut usia) menurut BKKBN adalah penduduk yang berumur 60
tahun atau lebih, sementara WHO memberikan batasan sebagai berikut: Midle Age (60-
64 tahun), Yunior Old (65-74 tahun), Formal Old (75-89 tahun), dan Very/Longevity
Old (90-120 tahun).
Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah wadah atau kelompok kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga yang memiliki lansia dalam
pengasuhan, perawatan, dan pemberdayaan lansia agar dapat meningkatkan
kesejahteraannya. BKL ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
lansia melalui kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan lansia yang ber
taqwa kepada Tuhan YME, mandiri, produktif dan bermanfaat bagi keluarga dan
masyarakat. Sasaran langsung dari program ini adalah keluarga yang mempunyai lansia
dan keluarga yang seluruh anggotanya lansia, sementara yang menjadi sasaran tidak
langsung adalah TOMAS, TOGA, LSM dan Masyarakat.
Bentuk kegiatan BKL adalah penyuluhan oleh kader BKL yang meliputi 7 materi
penyuluhan, yakni 1) Program BKL, 2) Pembinaan fisik bagi lansia, 3) Pembinaan
psikologis bagi lansia, 4) Pembinaan mental spiritual, 5) Pembinaan social
kemasyarakatan, 6) pembinaan potensi diri, dan 7) Pembinaan kesehatan reproduksi
lansia.
29
MODUL-4. KELAHIRAN (FERTILITAS)
I. Judul
Kelahiran (Fertilitas)
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Diharapkan mahasiswa dapat mempunyai pengetahuan tentang kelahiran
(fertilitas)
III. Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
Jumlah penduduk dunia tahun 2010 hampir mencapai 6.892 miliar dengan Laju
Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,2% setiap tahun. Dengan kata lain jumlah penduduk di
bumi bertambah hampir 82 juta jiwa setiap tahunnya, lebih dari 597 juta jiwa penduduk
ada di Asia Tenggara, Indonesia sendiri, sebagai salah satu dari 4 negara berpenduduk
dunia terpadat berkonstribusi lebih dari sepertiga dari seluruh penduduk dalam kawasan
ini.
Fertilitas (Fertility) sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang
nyata dari seorang wanita dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata
lain, fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya,
merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Kedua hal ini berkaitan erat, dimana
fekunditas merupakan modal awal dari seorang perempuan untuk mengalami fertilitas
dalam hidupnya dan seorang yang telah mengalami fertilitas pasti fekunditasnya baik.
Ada satu kata yang memiliki makna yang menyerupai fertilitas, yaitu natalitas.
Perbedaan keduanya hanya pada ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan
kelahiran pada perubahan penduduk, sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran
pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Pertambahan penduduk dapat terjadi apabila angka kelahiran terjadi dengan cepat tanpa
terkendali, sedang angka kematian dapat diturunkan. Usaha untuk mencegah kehamilan
sudah terjadi sejak lama dengan berbagai cara. Penggunaan metode kontrasepsi adalah
30
teknologi tidak berbeda dengan menggunakan mobil atau pesawat untuk perjalanan,
yang terpenting tujuannya adalah untuk kebaikan.
V. Materi pembelajaran
A. Pengertian Fertilitas
B. Fekunditas dan Reproduksi manusia
C. Sikap dan Norma
D. Perbedaan Fertilitas
E. Pengukuran Angka Fertilitas
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
32
MATERI PEMBELAJARAN (4)
A. Pengertian Fertilitas
Fertilitas (Kelahiran) adalah kemampuan rill (nyata) seorang wanita untuk melahirkan,
yang dicerminkan dalam jumlah bayi yang dilahirkan, Fertilitas merupakan taraf
kelahiran penduduk yang sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang terjadi.
fertilitas mempunyai arti sama dengan natalitas hanya berbeda ruang lingkupnya.
Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas
mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian fertilitas yang penting untuk
diketahui adalah:
1. Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang wanita untuk melahirkan
anak.
2. Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau wanita untuk menghasilkan
suatu kelahiran.
3. Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen dari perubahan penduduk.
4. Lahir hidup (live birth) adalah anak yang dilahirkan hidup (menunjukkan tanda-
tanda kehidupan) pada saat dilahirkan, tanpa memperhatikan lamanya di kandungan,
walaupun akhirnya meninggal dunia.
5. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan kurang
dari 28 minggu.
6. Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur
paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
7. Tidak dihitung sebagai kelahiran.
33
B. Fekunditas dan Reproduksi manusia
1. Fekunditas
Sistem reproduksi pada manusia akan mulai berfungsi ketika seseorang mencapai
kedewasaan (pubertas) atau masa akil balik. Pada seorang pria testisnya telah
mampu menghasilkan sel kelamin jantan (sperma) dan hormon testosteron.
Hormon testosteron berfungsi mempengaruhi timbulnya tanda-tanda kelamin
sekunder pada pria, di antaranya suara berubah menjadi lebih besar, tumbuhnya
rambut di tempat tertentu misalnya jambang, kumis, jenggot, dan dada tumbuh
menjadi bidang, jakun membesar. Sedangkan seorang wanita ovariumnya telah
mampu menghasilkan sel telur (ovum) dan hormon wanita yaitu estrogen. Hormon
estrogen berfungsi mempengaruhi timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder pada
wanita, yaitu kulit menjadi semakin halus, suara menjadi lebih tinggi, tumbuhnya
payudara dan pinggul membesar.
2) Saluran reproduksi
Saluran reproduksi pada pria terdiri atas:
34
- Epididimis, merupakan tempat pendewasaan (pematangan) dan
penyimpanan sperma. Epididimis berupa saluran yang berkelok-kelok yang
terdapat di dalam skrotum.
- Vas deferens (saluran sperma), merupakan kelanjutan dari saluran
epididimis, berfungsi menyalurkan sperma ke uretra.
- Uretra, kelanjutan dari vas deferens, berfungsi untuk menyalurkan sperma
keluar dan merupakan saluran urine dari kandung kemih menuju ke luar.
3) Penis
Merupakan alat kelamin luar, berfungsi untuk alat kopulasi, yaitu untuk
memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi pada wanita.
Jika sel telur pada ovarium telah masak, akan dilepaskan dari ovarium. Pelepasan
telur dari ovarium disebut ovulasi. Setelah ovulasi sel telur ditangkap oleh
infundibulum dan segera menuju ke saluran fallopi, di saluran inilah terjadi
pembuahan. Bila sel telur telah dibuahi menjadi zigot dan zigot berkembang
menjadi embrio yang kemudian menempel pada dinding rahim melalui plasenta
dan berkembang di dalam rahim.
Plasenta dan tali pusat merupakan penghubung antara embrio dengan ibu,
fungsinya untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari ibu ke embrio dan
menyalurkan zat sisa dari embrio ke darah ibu. Di dalam rahim, embrio berada di
dalam amnion. Amnion adalah kantong yang berfungsi untuk melindungi embrio
dari benturan. Amnion berisi cairan yang disebut cairan amnion atau air ketuban.
Bila bayi sudah berumur kira-kira 9 bulan dan siap dilahirkan maka otot-otot pada
rahim berkontraksi secara teratur dan mendorong bayi keluar dari rahim melalui
vagina.
Fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi. Sebelum disiplin lain
membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah
lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-bidang
sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain demografi formal)
sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman
(1962), Hawthorne (1970) telah mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang
perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Davis dan Blake menyatakan faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi fertilitas akan melalui variabel antara. Ada 11 variabel antara yang
mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses
reproduksi sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercouse
variables) adalah:
a. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:
1) Umur mulai hubungan kelamin
2) Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan
hubungan kelamin
3) Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubungan kelamin:
- Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
- Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal dunia
Davis dan Blake menyatakan, setiap variabel diatas terdapat pada semua
masyarakat.Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positif dan
negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak
dipraktekan maka variabel nomor 11 (Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang
disengaja), tersebut bernilai positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas dapat
meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan demikian ketidak-adaan variabel
tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel bernilai negatif atau positif
maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada neraca netto dari nilai
semua variabel.
D. Perbedaan Fertilitas
- Lahir hidup (live birth) menurut PBB dan WHO: kelahiran seorang bayi tanpa
memperhitungkan lamanya didalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan
tanda-tanda kehidupan seperti; bernafas, ada denyut jantung atau denyut tali pusat
atau gerakan-gerakan otot
- Lahir mati (still birth): adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
- Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan kurang
dari 28 minggu dapat disengaja (induced abortion) dan tidak disengaja
(spontaneous abortion)
- Masa reproduksi adalah masa dimana seorang wanita mampu melahirkan, yang
disebut juga usia subur.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan
sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan
meningkat maka terjadilah perubahan suplai anak karena perbaikan gizi, kesehatan
dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan
oleh perubahan pendapatan, harga dan selera. Pada suatu saat tertentu, kemampuan
suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus kekayaan
netto (net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam pada regim
demografis pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa sifat
hubungan ekonomi dalam keluarga menentukan kestabilan atau ketidak-stabilan
penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan pada dikenakannya tingkah laku
fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh suatu kelompok keluarga yang
lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh norma-norma yang sudah
diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat
tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok
atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat
individu. Selain teori yang disajikan dalam tulisan ini masih banyak teori lain yang
membahas fertilitas.
Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu
tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam ukuran CBR, jumlah kelahiran
tidak dikaitkan secara langsung dengan penduduk wanita, melainkan dengan
penduduk secara keseluruhan.
B
dimana: Rumus : CBR xk
P
CBR = Tingkat Kelahiran Kasar
Pm = Penduduk pertengahan tahun
k = Bilangan konstan yang biasanya 1.000
B = Jumlah kelahiran pada tahun tertentu
CBR Indonesia tahun 1980 = 35 artinya jumlah kelahiran hidup per 1000 penduduk
di Indonesia pada tahun 1980 adalah 35 kelahiran.
Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak memisahkan penduduk laki-
laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun
ke atas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan kelebihan dalam
penggunaan ukuran CBR adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya
memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk
pada pertengahan tahun.
39
2. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)
B B
Rumus : GFR = xK atau GFR = xK
Pf Pf
(15-49) (15-45)
dimana:
GFR = Tingkat Fertilitas Umum
B = Jumlah kelahiran
Pf (15-49)= Jumlah penduduk wanita umur 15-49 atau 15 45 tahun pada
pertengahan tahun
K = Bilangan konstanta yang bernilai 1.000
Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini tidak membedakan
kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai
resiko melahirkan yang sama besar dengan wanita yang berumur 25 tahun. Namun
kelebihan dari penggunaan ukuran ini ialah ukuran ini cermat daripada CBR karena
hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun 15 -45 tahun disebut sebagai
penduduk yang exposed to risk.
Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita selama masa
reproduksinya jika wanita tersebut mengikuti angka fertilitas pada tahun yang
bersangkutan. Jadi TFR merupakan jumlah ASFR dengan catatan bahwa umur
dinyatakan 1 tahun
7
Rumus : TFR = 5 ASFR (I = 1,2.7)
i
i=1
dimana:
ASFR = angka kelahiran menurut kelompok umur
i = kelompok umur 5 tahun, dimulai dari 15 49 tahun
41
MODUL-5. KEMATIAN (MORTALITAS)
I. Judul
Kematian (Mortalitas)
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan pengertian kematian
B. Indikator pencapaian kompetensi
1. Mendeskripsikan pengertian kematian
2. Mendeskripsikan sumber data dan mortalitas penduduk
3. Menjelaskan pengukuran data kematian penduduk
III.Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
Kematian atau mortalitas adalah salah satu dari tiga komponen proses demografi yang
berpengaruh terhadap struktur penduduk. Dua komponen proses demografi lainnya
adalah kelahiran (fertilitas), dan mobilitas penduduk. Tinggi rendahnya tingkat
mortalitas penduduk di suatu daerah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan
penduduk, tetapi juga merupakan barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat di daerah tersebut. Dengan memperlihatkan trend dari tingkat mortalitas dan
fertilitas di masa lampau dan estimasi perkembangan di masa mendatang dapatlah
dibuat sebuah proyeksi penduduk wilayah bersangkutan.
Yang dimaksud dengan mati ialah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara
permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (Utomo, 1985). Dari
definisi ini terlihat bahwa keadaan mati hanya bisa terjadi kalau sudah terjadi
kelahiran hidup. Dengan demikian keadaan mati selalu didahului oleh kelahiran hidup.
Dengan kata lain, mati tidak pernah ada kalau tidak ada kehidupan. Sedangkan hidup
selalu dimulai dengan lahir hidup (live birth). Disamping mortalitas, dikenal istilah
morbiditas yang diartikan sebagai penyakit atau kesakitan. Penyakit atau kesakitan dapat
menimpa manusia lebih dari satu kali dan selanjutnya rangkaian morbiditas ini atau
sering disebut morbiditas kumulatif pada akhirnya menghasilkan peristiwa yang disebut
kematian. Penyakit atau kesakitan adalah penyimpangan dari keadaan yang normal,
yang biasanya dibatasi pada kesehatan fisik dan mental (Utomo, 1985).
Dewasa ini pandangan terhadap konsep kematian masih dikaitkan dengan nilai-nilai
lokal dan belum dipahami sebagai suatu peristiwa yang wajar dalam kehidupan
manusia. Cara penanganannya terhadap berbagai jenis penyakit belum merata dalam
mengandalkan pengobatan modern. Nilai-nilai lokal yang masih terkotak-kotak masih
menjadi kendala dalam pemahaman terhadap konsep sehat, sakit dan mati.
V. Materi pembelajaran
A. Pengertian mortalitas
B. Sumber data mortalitas penduduk
C. Pengukuran data kematian penduduk
42
D. Penyebab endogen dan eksogen dari kematian bayi
E. Perkembangan (trend) kematian di Indonesia
F. Mekanisme penurunan kematian bayi dan anak
G. Diferensiasi mortalitas
IX. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
43
MATERI PEMBELAJARAN (5)
A. Pengertian Kematian
Kematian atau mortalitas adalah salah satu dari tiga komponen proses demografi yang
berpengaruh terhadap struktur penduduk.Tinggi rendahnya tingkat mortalitas penduduk
di suatu daerah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan penduduk, tetapi juga
merupakan barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan masyarakat suatu daerah.
Yang dimaksud dengan mati ialah peristiwa hilangnya semua tanda-tanda kehidupan
secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (Utomo, 1995).
Dari definisi ini terlihat bahwa keadaan mati hanya bisa terjadi kalau sudah terjadi
kelahiran hidup. Dengan kata lain, mati tidak pernah ada kalau tidak ada kehidupan.
(Mantra, 2012).
Rumbiak (1993) mengemukakan bahwa mortalitas atau kematian merupakan salah satu
di antara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi jumlah maupun struktur
penduduk. Dua komponen lainnya adalah fertilitas dan migrasi. Data kematian sangat
diperlukan antara lain untuk proyeksi penduduk guna perencanaan pembangunan.
Misalnya perencanaan kualitas perumahan, tenaga kerja, pendidikan, jasa-jasa lainnya
untuk kepentingan masyarakat. Data kematian juga diperlukan untuk evaluasi program-
program kependudukan dan kesehatan.
Sumber data lain dari kematian, adalah penelitian (survey). Biasanya penelitian
kematian penduduk ini dijadikan satu dengan penelitian kelahiran (fertilitas) yang
disebut dengan penelitian statistik vital. Pencatatan kematian yang dapat dilakukan
adalah umur ketika meninggal, jenis kelamin, tempat kematian, penyebab kematian dan
tenaga kesehatan yang melakukan diagnosa kematian.
1. Tingkat Kematian Kasar (CDR) adalah banyaknya kematian pada tahun tertentu,
tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dengan rumus dapat ditulis sebagai
berikut:
D
Tingkat Kematian Kasar (CDR) = -------- x k
Pm
Ukuran yang paling umum, digunakan oleh ahli demografi ialah Tingkat Kematian
Menurut umur, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Age Specific Death Rate
disingkat ASDR. Dengan rumus tingkat kematian menurut umur ditulis sebagai
berikut:
atau:
Di
ASDR i= --------------------------- x 1000
Pmi
Angka kematian bayi menunjukkan banyaknya kematian bayi yang berumur kurang
lebih dari satu tahun per 1000 kelahiran dalam tahun yang sama.
Do
IMR = ----------- x k
B
Keterangan:
Angka kematian bayi merupakan indikator yang sangat berguna tidak saja terhadap
status kesehatan anak, tetapi juga terhadap status kesehatan penduduk keseluruhan
dan kondisi ekonomi di mana penduduk tersebut bertempat tinggal.
45
4. Tingkat kematian anak balita
Tingkat kematiaan balita didefinisikan sebagai jumlah kematian anak usia di bawah
lima tahun selama satu tahun per 1000 anak usia yang sama (0-4) tahun pada
pertengahan tahun. Angka ini sekaligus mereflesikan tinggi rendahnya angka
kematian bayi dan angka kematian anak. Hanya dengan menggunakan angka
kematian bayi belum cukup untuk menggambarkan tingkat kematian anak pada
umur di atas satu tahun. Dua penduduk dengan tingkat kematian bayi yang sama,
belum tentu sama dalam hal angka kematian anak di atas satu tahun. Variasi angka
ini, di negara berkembang dapat lebih tinggi dari 100, tetapi di negara maju dapat
lebih rendah dari dua. Sesuai dengan kemajuan di bidang kesehatan masyarakat,
maka angka kematian balita menurun dengan cepat.
Tingkat kematian anak di bawah lima tahun (balita) didefinisikan sebagai jumlah
kematian anak usia di bawah lima tahun selama satu tahun per 1000 anak usia yang
sama (0-4) tahun pada pertengahan tahun. Angka ini sekaligus merefleksikan tinggi
rendahnya angka kematian bayi dan angka kematian anak. Hanya dengan
menggunakan angka kematian bayi belum cukup untuk menggambarkan tingkat
kematian anak pada umur di atas satu tahun. Dua penduduk dengan tingkat kematian
bayi yang sama belum tentu sama dalam hal angka kematian anak di atas satu tahun.
Variasi angka ini di negara berkembang dapat lebih tinggi dari 100, tetapi di negara
maju dapat lebih rendah dari dua.
Penyebab Endogen dan Eksogen dari kematian bayi secara garis besar dibedakan
menjadi dua jenis yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen adalah kematian
bayi yang disebabkan oleh faktor-faktor anak yang dibawah sejak lahir, diwarisi oleh
orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat dari ibunya selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen adalah kematian bayi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Perbedaan antara kedua jenis penyebab
kematian tersebut idealnya dapat dilakukan melalui data statistik penyebab kematian,
tetapi dalam praktek tidak mudah karena masalah kualitas data. Dengan semakin
meningkatnya usia, penyebab kematian endogen semakin berkurang dan penyebab
kematian eksogen meningkat.
Akibat dari ketidaklengkapan serta kurangnya dapat dipercaya angka statistic vital di
Indonesia, maka sangatlah sulit untuk memperkirakan dengan cepat trend mortalitas di
Indonesia dari masa ke masa. Heligman (1976) dalam tulisannya mengenai mortalitas di
Indonesia seperti disarikan di bawah ini:
1. Selama periode sebelum Perang Dunia II, perkiraan tingkat mortalitas kasar (CDR)
di Indonesia sangat tinggi yaitu antara 28-35 per 1000 penduduk. Pada periode ini
angka harapan hidup waktu lahir berkisar antara 30-35 tahun.Tingkat kematian kasar
per tahun selama periode ini sangat tidak menentu sebagai akibat penyakit
tuberculosis, kolera, cacar, wabah pes dan typus.
2. Pada tahun 1930an tingkat kematian kasar kelihatan mulai menurun, tetapi
ketenangan ini diganggu oleh Perang Dunia II pada tahun 1941 dan didudukinya
Indonesia oleh Jepang dari tahun 1942-1945. Setelah itu disusul oleh Perang
46
Kemerdekaan dari tahun 1945 hingga tahun 1950. Keadaan ini menyebabkan tingkat
kematian di Indonesia meningkat kembali.
3. Tahun 1950 (penyerahan kedaulatan) keadaan keamanan di Indonesia mulai baik.
Tampak adanya titik balik dalam arah mortalitas di Indonesia, yaitu memperlihatkan
kecenderungan menurun perlahan-lahan. Angka harapan hidup waktu lahir pun
kelihatan meningkat pula dan angka ini terus meningkat sehingga sekitar tahun 1960
an perkiraan harapan hidup waktu lahir berkisar antara 40-44 tahun.
4. Setelah tahun 1960, telah ada tendensi penurunan tingkat kematian, tetapi penurunan
itu tidak stabil kadang-kadang mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh naik
turunnya produksi pangan, situasi politik dan taraf kesehatan masyarakat. Produksi
pangan dalam tahun 1960-an tidak dapat mengimbangi fluktuasi yang dipengaruhi
oleh naik turunnya produksi pangan, situasi politik dan taraf kesehatan masyarakat.
Kematian bayi dan anak secara umum merupakan konsekuensi akhir dari perjalanan
kumulatif dengan berbagai pengalaman morbiditas dan jarang karena serangan penyakit
tunggal. Ini berarti bahwa reduksi kematian melalui program-program kesehatan tidak
cukup hanya dengan memberantas penyakit-penyakit penyebab kematian tetapi harus
memasukkan pula tindakan-tindakan yang mengarah kepada permasalahan yang lebih
mendasar yang menyangkut proses morbiditas dan mortalitas secara keseluruhan. Faktor
sosial-ekonomi merupakan faktor penentu mortalitas bayi dan anak. Namun faktor sosial
ekonomi bersifat tidak langsung, yaitu harus melalui mekanisme biologi tertentu
(variabel antara) yang kemudian baru menimbulkan resiko morbiditas dan selanjutnya
bayi dan anak sakit dan apabila tidak sembuh akhirnya catat atau meninggal.
G. Diferensiasi Mortalitas
Pendidikan ----------
Pekerjaan ---------- -- Diferensiasi Mortalitas
Penghasilan ----------
47
Tempat tinggal dapat mempengaruhi perbedaan mortalitas. Tempat tinggal dirinci
menurut kota-desa, lembah gunung, pantai pedalaman, daerah rawa dan daerah
bukan rawa.
Angka kematian untuk daerah perkotaan dapat berbeda dengan angka kematian
untuk daerah pedesaan. Biasanya angka kematian daerah perkotaan lebih rendah
daripada angka kematian untuk daerah pedesaan. Bila dikaji mendalam lagi maka
untuk daerah perkotaan masih Nampak adanya perbedaan mortalitas menurut
lokasi/tempat tinggal dan status sosial.
Daerah kumuh dengan kondisi yang kurang bersih dan kurang sehat menampakkan
angka kematian tinggi, khususnya angka kematian bayi tinggi daripasa daerah bukan
kumuh yang ditempati oleh pendudk kelas sosial tinggi.
48
MODUL-6. MIGRASI PENDUDUK
I. Judul
Migrasi Penduduk
II. Pendahuluan
Migrasi adalah bentuk mobilitas geografis atau mobilitas spasial antara satu unit
geografis dengan unit lainya atau dengan perkataan lain perubahan tempat tinggal dari
tempat asal ke tempat tujuan. Selain itu juga migrasi adalah perpindahan penduduk dari
suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas Negara atau batas administrasi baik
bersifat menetap (permanen) ataupun bersifat sementara (non permanen) baik
dilakukan secara masal/berkelompok/berkeluarga ataupun perorangan.
Migrasi juga dapat terjadi di dalam satu negara bahkanpun antar negara. Berdasarkan
hal tersebut kita mengenal dua golongan dan tipe migrasi yaitu: Migrasi Internasional
(Imigrasi, Emigrasi dan Remigrasi) dan Migrasi Internal/Lokal/Nasional (Urbanisasi,
Transmigrasi, dan lainnyal).
Pelaksanaan kedua tipe migrasi ini sudah sejak zaman dahulu kala, ribuan tahun yang
lalu telah terjadi migrasi diberbagai belahan bumi, sehingga kapan mulai ada migrasi
sulit ditentukan secara pasti, hanya beberapa perkiraan yang dilakukan secara ilmiah.
Migrasi yang terjadi ketika itu hanya terjadi dalam satu wilayah yang sempit akan
tetapi juga melewati wilayah yang luas bahkan ada yang menyeberangi pulau dan
benua, melewati gurun, mengarungi lautan, dan sebagainya; baik dilakukan secara
berkelompok atau perorangan atau diorganisasikan oleh badan-badan atau pemerintah
ataupun perorangan; menggunakan peralatan (sarana/prasarana) sederhana dan
supermodern sekarang ini.
Disadari pula bahwa kehadiran para migran akan menimbulkan dampak (positif dan
negatif) baik untuk daerah tujuan maupun yang akan ditinggalkan. Oleh karena itu, bab
ini akan membahas materi migrasi penduduk, meliputi: Pengertian migrasi, tipe migrasi
dan dampaknya, Perhitungan angka migrasi serta faktor-faktor yang menyebabkan
migrasi.
49
III. Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi dan Tujuan Pembelajaran
A. Kompetensi dasar:
Menganalisis Migrasi Penduduk secara kualitatif dan kuantitatif
C. Tujuan Pembelajaran:
Mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Migrasi Penduduk
2. Menjelaskan berbagai tipe dan dampak migrasi penduduk
3. Menghitung angka migrasi penduduk di Provinsi Papua
4. Menjelaskan faktor penyebab pendudk melakukan migrasi
C. Sumber Belajar:
1. David lucas, dkk. 1990., Pengantar Kependudukan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
2. Everett S. Lee. 1995. Teori Migrasi. Pusat penelitian Kependudukan UGM,
Yogyakarta.
3. Mantra Ida Bagus. 1995.Mobilitas Penduduk Sirkuler dari Desa ke Kota Di
Indonesia. Pusat penelitian Kependudukan UGM, Yogyakarta.
4. Tukiran, dkk. 2012., Mobilitas Penduduk Indonesia: Tinjauan lintas disiplin.
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta.
5. Setiadi. 2012., Kebijakan Mobilitas Penduduk dan Perumusan Isu Strategis.
PSKK UGM, Yogyakarta.
50
6. Sanusi Fattah, dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk SMP/MTs Kelas VIII.
Pusat Pembukuan Departemen Pendidikan nasional. Jakarata.
7. Tim Ensiklopedia Geografi. 2006. Ensiklopedia Geografi dunia Untuk Pelajat
Dan Umum, Terjemahan undonesia. PT. Lantera abadi, Jakarta.
VIII. Penilaian
1. Mekanisme dan Prosedur:
Penilaian dilakukan dari proses dan hasil. Penilaian proses dilakukan melalui
observasi kerja kelompok melalui lembar keja, kinerja prestasi dan laporan
tertulis (Penilaian Afektif). Sedangkan penilaian hasil dilakukan melalui tes
tertulis (Penilaian Kognitif).
2. Aspek dan Instrumen Penilaian:
Intrumen observasi mengunakan lembar pengamatan dengan focus utama pada
aktivitas dalam kelompok, tanggungjawab dan kerjasama.
Instrumen kinerja prestasi mengunakan lembar pengamatan dengan focus utama
pada aktivitas peranserta, kualitas visual presentasi dan isi presentasi
3. Lembar observasi terlampir.
52
Lembar Kerja Mahasiswa - 1
Tipe / Jenis Migrasi dan Dampak yang ditimbulkannya
Waktu : 25 Menit
Langkah-langkah :
Langkah 1 : Setelah mahasiswa dibagi kelompok, memintakan kelompok masing-
masing mendiskusikan tentang tipe/jenis migrasi dan dampak yan
ditimbulkannya.
Langkah 2 : Hasil diskusi dicatat pada karton manila sesuai lembar kerja mahasiswa
yang telah disediakan.
Langkah 3 : Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
Tabel Identifikasi
Tipe Migrasi. Jenis Migrasi Uraian Dampak
Positif Negatif
Internasional Imigrasi
Emigrasi
Remigrasi
Nasional Sirkulasi
Transmigrasi
Urbanisasi
Ruralisasi
Evakuasi
53
Lembar Kerja Mahasiswa-2
Faktor Penyebab terjadinya migrasi
Waktu : 25 menit
Langkah-langkah :
Langkah 1 : Mintalah kelompok untuk mendiskusikan dalam kelompok masing-
masing tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi
Langkah 2 : Hasil diskusi dicatat pada karton manila yang sudah disiapkan pada
lembar kerja -2
Langkah 3 : Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
Tabel Identifikasi
Ekonomi
Keselamatan
Politik
Agama
Sosial
Kepentingan
Pembangunan
Pendidikan
Tugas
Keluarga
54
Lembar Kerja Mahasiswa-3
Pengukuran Angka Migrasi di Provinsi Papua
Waktu : 25 Menit
Langkah-langkah :
Langkah 1 : Mintalah setiap mahasiswa menghitung/mendiskusikan dalam
kelompok tentang pertumbuhan penduduk migrasi dan
pertumbuhan penduduk total di Provinsi Papua
Langkah 2 : Hasil perhitungan dalam diskusi dicatat pada papan tulis/karton
manila sesuai lembar kerja-3
Langkah 3 : Masing-masing kelompok presentasikan hasil penyelesaian
perhitungan diskusinya
umlah penduduk di Provinsi A pada pertengahan tahun 2011 sebesar 2.500.000 jiwa. Pada
tahun tersebut terdapat kelahiran .300.000 jiwa dan kematian 70.000 jiwa. Jumlah migrasi
masuk pada tahun tersebut sebesar 2.000 jiwa dan migrasi keluar .780 jiwa. Dari data
tersebut hitunglah:
1) pertumbuhan penduduk alami
2) pertumbuhan penduduk migrasi
3) pertumbuhan penduduk total
55
Lembar Observasi dan Kinerja presentasi
LEMBAR PENGAMATAN/OBSERVASI
DAN KINERJA PRESENTASI KELOMPOK
TOPIK MIGRASI PENDUDUK
Observasi Kinerja
No. Nama Mahasiswa Presentasi Skor Nilai
Akt Tgjb Kjsm Prst Isi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1.
2.
3.
4.
5.
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
56
MATERI PEMBELAJARAN (6)
A. Defenisi Migrasi
Definisi dalam arti luas tentang migrasi ialah perubahan tempat tinggal secara
permanen (menetap) ataupun semipermanen (sementara). Tidak ada batasan, baik pada
jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu apakah tindakan itu bersifat sukarela atau
terpaksa, serta tidak diadakan perbedaan antara migrasi dalam negeri dan migrasi luar
negeri.
Jadi pindah tempat dari satu apartemen ke apartemen lain hanya dengan melintasi lantai
antara kedua ruangan itu dipandang sebagai migrasi sama seperti perpindahan dari
Bombay di India, ke Cedar Rapids di Iowa ataupun sama seperti perpindahan dari
Teminabuan di Sorong Selatan ke Abepura di Kota Jayapura, dan lain-lain meskipun
tentunya sebab-sebab dab akibat-akibat perpindahan itu sangat berbeda. Tetapi tidak
semua macam perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dapat digolongkan ke dalam
definisi itu. Yang tidak dapat digolongkan misalnya, pengembaraan orang nomad dan
pekerja-pekerja musiman yang tidak lama berdiam di suatu tempat atau perpindahan
sementara, seperti ke daerah pegunungan untuk berlibur selama musim panas.
Gerak perpindahan penduduk yang berlangsung dalam masyarakat ada dua bentuk
sebagai berikut:
- Mobilitas Vertikal, yakitu pindahnya status manuasia dari kelas rendah ke kelas
menengah, dari pangkat yang rendah ke pangkat yang lebih tinggi, atau sebaliknya.
- Mobilitas horizontal, yaitu perpindahan secara ruang atau secara geografis dari suatu
tempat ke tempat lain. Peristiwa inilah yang disebut dengan migrasi, meskipun tidak
setiap gerak horizontal disebut migrasi.
B. Tipe Migrasi
Berdasarkan jangkauan kepindahannya, migrasi dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu:
1. Tipe Migrasi Internal/ Lokal/Nasional
Migrasi Internal/lokal/nasional adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke
daerah lain dalam satu negara. Bentuk-bentuk migrasi lokal dapat dibedakan,
sebagai berikut:
o Sirkulasi
Sirkulasi merupakan bentuk perpindahan penduduk tidak menetap, namun ada
juga yang menetap atau tinggal untuk sementar waktu di daerah tujuan.
Berdasarkan intensitas waktunya, sirkulasi
dapat dibedakan menjadi sirkulasi harian,
mingguan, atau bulanan.
Sirkulasi harian adalah perpindahan
penduduk dari suatu daerah ke daerah
lain yang dilakukan pada pagi hari dan
kembali pada sore atau malam harinya
(ulang-alik tanpa menginap). Pelaku Gambar 1. Pemandangan para komuter yang
sirkulasi ulang-alik ini disebut dengan datang di pagi hari, pulang di sore hari di kota
Beijing, Cina.
penglaju atau komuter.
57
Sirkulasi mingguan adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke
daerah lain pada awal pekan dan akan kembali pada akhir pekan (ulang-alik
dengan menginap).
Sirkulasi bulanan adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah
lain yang dilakukan sebulan sekali. Sirkulasi bulanan terjadi jika jarak
tempuh antar daerah relatif jauh, sehingga dianggap tidak efektif (baik dari
segi waktu atau biaya) untuk melakukan sirkulasi harian atau mingguan.
Adapun dampak yang dimunculkan akibat dari adanya sirkulasi, berikut ini.
Dampak Positif Sirkulasi
- Terjadi penyerapan tenaga kerja dari luar daerah
- Memperoleh tenaga kerja dengan upah yang relatif lebih murah
- Adanya arus para penglaju dapat meningkatkan sarana dan prasarana
transportasi
- Terjadi pemerataan pendapatan.
Dampak Negatif Sirkulasi
- Menimbulkan kenaikan volume lalu lintas dan angkutan pada jam-jam atau
hari-hari tertentu, misalnya di pagi dan sore hari atau pada awal pekan dan
akhir pekan.
- Mengurangi peluang kerja bagi masyarakat atau penduduk asli.
- Beban kota atau daerah yang didatangi semakin berat karena terjadinya
kenaikan jumlah penduduk (khususnya di siang hari) sehingga kota atau
daerah tersebut terasa lebih padat.
o Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa (kampung) ke kota dalam
satu pulau. Urbanisasi pada umumnya bersifat menetap, sehingga dapat
mempengaruhi jumlah penduduk kota yang dituju ataupun jumlah penduduk di
desa yang ditinggalkan. Terjadinya urbanisasi dipengaruhi oleh faktor pendorong
dan faktor penarik, sebagai berikut:
Faktor pendorong
- kurang bervariasinya peluang kerja dan kesempatan berusaha, khususnya
di luar sektor pertanian;
- semakin sempitnya lahan pertanian;
- rendahnya upah tenaga kerja;
- keterbatasan sarana dan prasarana sosial;
- adanya perasaan lebih terpandang bila dapat bekerja di kota; serta
- merasa tidak cocok lagi dengan pola kehidupan di desa.
Faktor penarik
- lebih bervariasinya peluang kerja dan kesempatan berusaha di kota;
- upah tenaga kerja di kota relatif lebih besar; serta
- ketersediaan sarana dan prasarana sosial yang kompleks.
58
Adapun dampak yang dimunculkan akibat dari adanya Urbanisasi, sebagai
berikut:
Dampak Positif Urbanisasi
- Mengurangi angka pengangguran di daerah pedesaan.
- Masyarakat desa yang bekerja di kota dapat meningkatkan kesejahteraan
keluarganya.
- Para pelaku urbanisasi dapat menularkan pengalaman kerjanya di desa,
misalnya dengan membuka usaha sendiri di desanya.
Persentasi penduduk kota dan desa di berbagai Negara di dunia dapat dilihat
pada Tabel 1.
59
Tabel 2. Beberapa Kota di Dunia dengan Jumlah Penduduk Lebih dari 10 Juta
Kota Negara Jumlah Penduduk
1. Tokyo Jepang 26.400.000
2. Meksiko City Meksiko 18.100.000
3. Shanghai Cina 17.000.000
4. Sao Paulo Argentina 17.800.000
5. New York Amerika Serikat 16.600.000
6. Los Angeles Amerika Serikat 13.100.000
7. Buenos Aires Argentina 12.600.000
8. Dhaka Bangladesh 12.300.000
9. Lagos Nigeria 13.400.000
10. Calcutta India 12.900.000
11. New Delhi India 11.700.000
12. Manila Filipina 10.900.000
13. Karachi Pakistan 11.800.000
14. Osaka Jepang 11.000.000
15. Beijing Cina 10.800.000
16. Kairo Mesir 10.600.000
Sumber: UNFPA
Terhadap desa
Pada umumnya, orang yang pergi ke kota adalah yang mempunyai
keterampilan dan yang akan melanjutkan pendidikan. Urbanisasi akan
berpengaruh besar terhadap mutu penduduk desa karena hal-hal berikut.
- Tenaga terampil di desa berkurang dengan berpindahnya tenaga terampil
ke kota.
- Orang-orang desa yang berurbanisasi ke kota untuk melanjutkan
pendidikan enggan kembali sehingga desa kekurangan tenaga terdidik.
- Penduduk yang tinggal di desa kebanyakan orang-orang tua karena
pemuda-pemudanya banyak yang berurbanisasi ke kota, sehingga
produktivitasnya menjadi rendah.
Terhadap kota
Urbanisasi juga berpengaruh terhadap mutu penduduk kota. Beberapa
pengaruhnya adalah sebagai berikut.
- Meningkatnya pengangguran karena sulit mencari mencari pekerjaan
akibat penduduk kota sudah terlalu besar jumlahnya.
- Timbulnya masalah-masalah kriminalitas (kejahatan) karena banyaknya
pengangguran.
- Timbulnya permukiman-permukiman kumuh akibat sulitnya perumahan.
- Padatnya lalu lintas di kota sehingga sering menimbulkan kemacetan lalu
lintas.
- Mahalnya harga lahan di kota sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat
kecil. Karena harga lahan yang sangat mahal terutama di pusat-pusat
kota, masyarakat kecil mencari lahan yang tidak bertuan, yaitu lahan di
pinggir sungai yang merupakan bantaran kali yang sangat rawan banjir
sehingga membahayakan bagi penduduk yang bermukim di tempat
tersebut. Rumah-rumah mereka ketika musim hujan sering disapu oleh
banjir yang menimbulkan korban jiwa dan harta.
60
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3. Salah satu sudut
kawasan kumuh kota sebagai
salah satu akibat urbanisasi.
o Transmigrasi
Transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari daerah atau pulau yang padat
penduduknya ke daerah (pulau) yang berpenduduk jarang. Pelaku transmigrasi
disebut dengan transmigran. Berdasarkan pelaksanaannya, transmigrasi dapat
dibedakan, sebagai berikut:
Transmigrasi umum, yaitu transmigrasi yang dilakukan melalui program
pemerintah. Biaya transmigrasi ditanggung pemerintah, termasuk penyediaan
lahan pertanian dan biaya hidup untuk beberapa bulan.
61
Transmigrasi khusus, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah
yang sifatnya khusus dengan tujuan tertentu. Misalnya, transmigrasi yang
dilakukan pada penduduk yang terkena bencana alam dan daerahnya yang
tidak aman untuk didiami lagi karena sering terjadi bencana alam,
trasmigrasi anggota ABRI yang memasuki masa pension, transmigrasi
mantan pejuang, dan sebagainya
Transmigrasi spontan (swakarsa), yaitu transmigrasi yang dilakukan atas
kesadaran dan biaya sendiri
Transmigrasi sektoral, yaitu transmigrasi yang biayanya ditanggung bersama
antara pemerintah daerah asal dan pemerintah daerah tujuan transmigrasi.
Transmigrasi bedol desa, yaitu transmigrasi yang dilakukan terhadap satu
desa atau daerah secara bersama-sama. Transmigrasi ini dilakukan karena
beberapa faktor, antara lain:
- daerah asal terkena pembangunan proyek pemerintah, misalnya
pembangunan waduk yang luas; atau
- daerah asal merupakan kawasan bencana, sehingga masyarakat yang ada
di dalamnya harus dipindahkan
Transmigrasi swakarya, yaitu trasmigrasi yang sebagian biayanya
ditanggung oleh pemerintah sedangkan untuk pembukaan lahannya
ditanggung oleh transmigran.
Transmigrasi local, transmigrasi yang terjadi dari satu daerah ke daerah
lainnya di dalam satu provinsi.
Daerah asal transmigrasi di Indonesia terutama dari Pulau Jawa, Madura, Bali
dan Lombok. Sedangkan daerah tujuan transmigrasi yaitu pulau Sumatera
(kecuali Lampung, karena Lampung telah dijadikan daerah asal transmigrasi),
Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Maluku.
62
- Mengolah SDA yang selama ini belum tersentuh di daerah baru (daerah
transmigrasi)
- Menyediaan lapangan kerja bagi transmigran
- Memerataan pembangunan di seluruh Indonesia
- Meningkatan kesatuan dan persatuan bangsa melalui pembauran
- Meningkatan pertahanan dan keamanan nasional.
- Merangsang pembangunan di daerah baru
Dampak Negatif Transmigrasi
- Berkurangnya areal hutan untuk lahan permukiman.
- Terganggunya habitat hewan liar di daerah tujuan transmigrasi
- Pada beberapa kasus, pelaksanaan transmigrasi terkadang menimbulkan
kecemburuan social antara penduduk asli engan para pendatang.
Untuk mengantisipasi berbagai dampak negatif dari berbagai jenis migrasi tersebut,
pemerintah mengambil langkah-langkah, berikut ini:
1. Merealisasikan pemerataan pembangunan antardaerah, sehingga kesenjangan
pembangunan dapat dikurangi
2. Melaksanakan program-program pembangunan desa, seperti pelaksanaan IDT
(Inpres Desa Tertinggal) dan program Bangga Suka Desa, sehingga dapat lebih
mengoptimalkan pembangunan desa
3. Meningkatkan hasil-hasil pertanian melalui intensifikasi pertanian ataupun
ekstensifikasi pertanian
4. Merangsang kegiatan industri di pinggiran kota atau dekat dengan kawasan
pedesaan, sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja
5. Melakukan kebijakan kota tertutup, yaitu larangan bagi penduduk (khususnya
penduduk pendatang) yang tidak memiliki KTP atau pekerjaan tetap untuk
tinggal di kota yang dituju
6. Melaksanakan pembangunan terpadu antardaerah dalam satu kawasan, misalnya
antara Jakarta dengan Tangerang, Bekasi, Depok dan Bogor sehingga pusat
pertumbuhan tidak hanya memusat di Jakarta.
63
2. Tipe Migrasi Internasional
Migrasi internasional terjadi karena beberapa hal, antara lain, karena terjadi peperangan,
bencana alam, atau untuk mencari kehidupan yang lebih baik, dll. Migrasi internasional
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu imigrasi, emigrasi dan remigrasi.
a. Imigrasi adalah masuknya penduduk dari luar negera ke dalam suatu negara
Pelaku imigrasi disebut dengan imigran. Contohnya, orang-orang Amerika, Jepang,
Korea yang datang ke Indonesia untuk bekerja.
b. Emigrasi yaitu perpindahan penduduk dari dalam satu negera ke luar negera lain
Pelaku emigrasi disebut dengan emigran. Contoh, penduduk Indonesia yang pergi
ke Negara Malaysia, Arab Saudi dan Kuwait untuk bekerja sebagai TKI. Demikian
pula halnya mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang pergi ke Negara lain untuk
melanjutkan pendidikan. Dari Indonesia mereka telah melakukan emigrasi
sedangkan Negara yang dituju mereka di sebut imigran karena mereka melakukan
imigrasi ke Negara tersebut.
64
Adapun dampak positif emigrasi adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan pendapatan orang-orang Indonesia yang bekerja di luar negeri
karena upah buruh di Negara tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia.
- Mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap tenaga-tenaga ahli dari luar negeri
karena pendidikan yang dijalani para mahasiswa di luar negeri mampu diterapkan
di Indonesia
- Memperkenalkan Indonesia kepada dunia melalui tenaga kerja, mahasiswa, dan
sebagainya yang berada di luar negeri.
c. Remigrasi atau repartriasi, yaitu perpindahan penduduk dari suatu Negara kembali
ke negaranya sendiri. Remigrasi sering juga di sebut kembali ke tanah air. Contoh,
penduduk yang bekerja di luar negeri, ataupun mahasiswa Indonesia yang
melanjutkan pendidikan ke luar negeri kembali ke tanah air.
Contoh lain, oaring-orang Indonesia (Jawa) ketika masih dijajah Belanda banyak
dibawa Belanda ke Suriname (Amerika Selatan) untuk dipekerjakan perkebunan-
perkebunan Negara tersebut dan sekarang ada yang kembali ke Indonesia.
Dalam pembahasan terdahulu, dijelaskan bahwa ada tiga faktor demografis yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan penduduk suatu daerah/wilayah/Negara, yakni : Kelahiran,
kematian dan migrasi. Oleh karena itu pertumbuhan penduduk secara umum dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pertumbuhan alami, pertumbuhan migrasi, dan
pertumbuhan penduduk total.
Pa = L M
Keterangan: Pa = Pertumbuhan penduduk alami
L = Jumlah kelahiran
M = Jumlah kematian
Pm = I E
Keterangan: Pm= Pertumbuhan penduduk migrasi
I = Jumlah imigrasi
E = Jumlah emigrasi
65
3. Pertumbuhan Penduduk Total
P = (L M) + (I E)
Contoh Soal:
Jumlah penduduk di Provinsi X pada pertengahan tahun 2007 sebesar 24.500.000
jiwa. Pada tahun tersebut terdapat kelahiran 1.300.000 jiwa dan kematian 700.000
jiwa. Jumlah migrasi masuk(imigrasi) pada tahun tersebut sebesar 20.000 jiwa dan
migrasi keluar 15.000 jiwa. Dari data tersebut hitunglah!
a) pertumbuhan penduduk alami
b) pertumbuhan penduduk migrasi
c) pertumbuhan penduduk total
Jawab:
a). Pertumbuhan Penduduk Alami
Pa = L M
= 1.300.000 700.000
= 600.000 jiwa. Jadi, pertumbuhan penduduk alami di negara X pada periode
tahun 2007 sebesar 600.000 jiwa.
Sejak zaman dahulu kala, ribuan tahun yang lalu telah terjadi migrasi di berbagai belahan
bumi, sehingga kapan mulai ada migrasi sulit ditentukan secara pasti, hanya berupa
66
perkiraan-perkiraan yang dilakukan secara ilmiah. Migrasi yang terjadi ketika itu tidak
hanya terjadi dalam satu wilayah yang sempit akan tetapi meliputi wilayah yang luas
bahkan ada yang menyeberangi pulau dan benua. Mereka melakukan migrasi secara
berkelompok dengan berjalan kaki menempuh daratan yang luas tanpa mempunyai
tujuan tertentu. Mereka berjalan menempuh hutan yang luas, ada pula yang melewati
gurun yang kering, dan sebagainya sehingga sampai pada tempat tertentu. Bila telah
menemukan tempat yang sesuai untuk dijadikan sebagai tempat tinggal, mereka berhenti
dan menjadikan tempat tersebut sebagai tempat tinggal yang baru.
Demikian pula halnya bila migrasi itu harus mengarungi laut, mereka hanya
menggunakan peralatan yang sederhana seperti kayu-kayu yang diikat sebagai rakit
untuk menyeberangi lautan. Mereka dibawa arus sampai akhirnya terdampar si suatu
daratan yang masih asing, dan akhirnya menjadikan tempat tersebut sebagai tempat yang
baru. Faktor utama mereka melakukan migrasi pada masa itu adalah bencana alam dan
keamanan. Pada waktu itu sering terjadi perang antar suku, dan bagi suku yang kalah
harus pergi mencari tempat yang baru.
Migrasi yang tejadi sekarang ini tentu sudah jauh berbeda dengan pada masa dahulu
walaupun faktor penyebabnya ada yang sama. Migrasi pada masa sekarang dapat dengan
mudah dilakukan sejalan dengan semakin berkembangnya alat-alat transportasi.
Melakukan migrasi dari satu daerah ke daerah lain, ataupun dari satu pulau ke pulau lain,
bahkan antara satu negara ke negara lainnya, tidak lagi memerlukan waktu yang lama
seperti zaman dahulu.
Migrasi pada zaman dahulu memerlukan waktu berhari-hari, atau berbulan-bulan, bahkan
ada kalanya sampai bertahun-tahun untuk sampai di tempat yang diinginkan. Migrasi
pada zaman supermodern seperti sekarang ini hanya membutuhkan waktu dalam
hitungan jam, walaupun perjalanan yang ditempuh antarbenua.
Demikian pula halnya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi, tidak hanya
terbatas akibat bencana alam dan keamanan, akan tetapi sudah semakin luas, dan
kompleks dengan berbagai alasan. Migrasi pun tidak harus dilakukan secara
berkelompok seperti zaman dahulu, akan tetapi banyak pula yang melakukan migrasi
secara perorangan, atau keluarga.
67
4. Faktor politik, yaitu migrasi yang terjadi oleh adanya perbedaan politik di antara
warga masyarakat. Setelah pecahnya peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, banyak
warga Negara Indonesia yang beraliran komunis yang berimigrasi keluar negri
menuju negara-negara komunis yang sealiran dalam bidang politik dengan mereka,
seperti RRC, Uni Soviet (Rusia) dan negara-negara komunis lainnya.
5. Faktor agama, yaitu migrasi yang terjadi karena perbedaan agama sehingga ada
sebagian penduduk merasa kurang bebas menjalakan agama di tempatnya berada.
Ketika India dan Pakistan memperoleh kemerdekaan dari Inggris, banyak terjadi
migrasi penduduk dari India ke Pakistan, dan sebaliknya dari Pakistan ke India.
Masyarakat yang ada di India banyak yang berimigrasi ke Pakistan yang mayoritas
penduduknya beragama islam. Sebaliknya masyarakat yang beragama Islam.
Sebaliknya masyarakat yang beragama Hindu di Pakistan banyak pula yang
berimigrasi ke India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.
6. Faktor social,yaitu migrasi yang terjadi karena adanya tekanan-tekanan social dari
tetangga maupun masyarakat terhadap seseorang karena orang tersebut telah
dianggap merugikan orang lain, ataupun melanggar adat istiadat setempat. Dengan
demikian, orang tersebut akan dikucilkan oleh masyarakat sehingga dia terpaksa
melakuakan migrasi ke tempat (daerah) yang lain untuk menghindari hukuman
social dari masyarakat tempat tinggalnya.
7. Faktor kepentingan pembangunan, yaitu migrasi yang terjadi karena suatu daerah
permukiman penduduk terkena proyek pembangunan seperti pembuatan bendungan
untuk irigasi dan PLTA, proyek pertambangan, industry dan sebagainya. Masyarakat
yang tinggal di tempat yang akan di bangun proyel, diimigrasikan ke tempat lain,
tentunya dengan menyediakan tempat permukiman yang baru dan memberikan ganti
rugi yang sesuai terhadap penduduk yang dipindahkan. Dengan demikian penduduk
yang dimigrasikan dapat menerima dengan baik, dan tidak menimbulkan masalah-
masalah di kemudian hari.
8. Faktor pendidikan, yaitu migrasi yang terjadi karena ingin melanjutkan pendidikan
yang berimigrasi ke tempat lain karena program pendidikan yang diinginkan tidak
ada di tempat tingalnya sehingga dia berimigrasi ke tempat lain yang tersedia
program pendidikan sesuai dengan keinginannya. Migrasi seperti ini tidak hanya
terbatas di dalam negeri.
9. Faktor tugas yaitu, migrasi yang terjadi karena penugasan yang diberikan oleh
pemimpinnya. Misalnya pegawai-pegawai negeri yang dipindahkan tugaskan ke
daerah lain pegawai-pegawai yang dipindah tugaskan untuk kepentingan
perusahaan, dan lain-lain.
10. Faktor keluarga, yaitu migrasi yang terjadi karena kepentingan keluarga. Misalnya,
orang tua yang berjuhan tempat tinggal dengan anaknya. Salah satu dia antaranya
melakukan migrasi, yaitu orang tua pindah ke tempat anaknya atau sebaliknya anak
pindah ke orang tuanya supaya dapat menjaga dan merawat orang tuanya dengan
baik.
68
MODUL-7. KESEHATAN REPRODUKSI
I. Judul
Kesehatan Reproduksi
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan pentingnya Kesehatan Reproduksi
III. Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
Globalisasi dan kemajuan di bidang komunikasi disatu sisi telah mempercepat proses
kemajuan di banyak sektor pembangunan seperti sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan
dan teknologi, kesehatan dan pendidikan. Selain itun juga menyebabkan terjadinya
perkembangan yang cukup positif di bidang demografi, seperti meningkatnya usia
perkawinan pertama, menurunnya tingkat kelahiran dan kematian. Namun demikian,
akibat globalisasi dan arus informasi yang bebas menyebabkan terjadinya perubahan
perilaku yang menyimpang karena adaptasi terhadap nilai-nilai yang datang dari luar.
Sistem nilai baru tersebut kadangkala bertentangan dengan sistem yang sudah ada, yang
memberi pengaruh terhadap gaya hidup termasuk perilaku seksual yang tidak sehat
khususnya pada remaja yang memasuki masa peralihan menuju dewasa.
Pada masa peralihan tersebut, pendidikan kesehatan reproduksi menjadi hal yang
penting baik bagi remaja maupun bagi pemuda dan pemudi, mengingat fenomena
kehidupan anak muda saat ini yang tidak mengedepankan kesehatan reproduksi di
antaranya pergaulan bebas, seks pra nikah dan tidak aman atau penggunaan NAPZA
dapat dijumpai secara tranparan.
Jika hal ini terus berlanjut, maka sesungguhnya masyarakat, bangsa dan negara sedang
menghadapi fenomena lost Quality Generation atau lenyapnya generasi berkualitas
bangsa kita karena tak sedikit pemuda dan pemudi yang semestinya hidup sehat dan
melanjutkan kehidupan dengan bahagia kini hidup dengan mengidap Infeksi Menular
Seksual (IMS) atau tertular HIV/AIDS. Untuk itulah generasi muda perlu memahami
pentingnya kesehatan reproduksi yang juga berkaitan dengan kualitas hidup masa kini
maupun di masa yang akan datang.
Istilah reproduksi sendiri berasal dari kata re yang artinya kembali produksi artinya
menghasilkan. Jadi reproduksi berarti suatu proses melanjutkan keturunan pada
manusia demi kelestarian hidup manusia.
69
Definisi dari Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan, dalam segala
hal yang berhubungan dengan system reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-
prosesnya (International Conference Population Development ICDP Cairo 1994). Dari
definisi tersebut dapat dipahami bahwa setiap orang berhak untuk menjalani kehidupan
reproduksi yang sehat dan aman secara holistik, baik dari dimensi fisik maupun mental.
Hal ini terkait erat dengan perkembangan dan perubahan organ reproduksi yang
dimiliki setiap individu, baik perubahan dalam bentuk pertumbuhan fisik ataupun
perubahan dalam perkembangan psikologis.
Perempuan
V. Materi pembelajaran
A. Fakta dan mitos tentang seksual
B. Orientasi dan identitas seksual
C. Hak-hak seksual dan reproduksi
D. Masalah dan risiko reproduksi (KTD, IMS)
Kegiatan Inti (70) Pengajar memberikan penjelasan tentang setiap topik bahasan
kesehatan reproduksi
Pengajar membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan tentang kesehatan reproduksi
Peserta didik melakukan diskusi kelompok
Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, dan
kelompok lain menanggapinya.
VII. Evaluasi
A. Tes Tertulis
B. Hasil Laporan kelompok (diskusi kelompok)
71
MATERI PEMBELAJARAN (7)
Fakta adalah keadaaan yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada
atau terjadi (Kamus Besar Bahas Indonesia versi On Line).
Mitos adalah sesuatu yang belum tentu benar tetapi sudah dinggap benar oleh
masyarakat. Biasanya mitos didapat secara turun menurun, baik itu secara langsung
ataupun lewat catatan sejarah, cerita, buku dan lain-lain. Pada umumnya mitos sudah
berakar pada kehidupan masyarakat.
Berikut ini adalah beberapa Fakta dan Mitos Seputar Kesehatan Reproduksi:
Mitos: Masturbasi bisa bikin dengkul kopong (terkikisnya sendi dilutut akibat
gesekan yang berlangsung terus menerus)
Fakta: Masturbasi tidak bikin dengkul kopong hal ini disebabkan karena
sperma tidak diproduksi di dengkul, tapi di testis. Setelah masturbasi biasanya
timbul rasa lelah karena masturbasi mengeluarkan energi. Pada saat itu seluruh
otot memang berada pada kondisi amat rileks
Mitos: Hubungan seks pertama kali selalu ditandai dengan keluarnya darah dari
vagina
Fakta: Darah yang keluar dari vagina setelah berhubungan seks pertama kali
timbul karena terjadinya peregangan dan perobekan pada selaput darah. Karena
selaput ini merupakan selaput kulit yang juga memiliki pembuluh darah. Jika
robekan terjadi pada bagian yang terdapat pembuluh darah maka akan terjadi
perdarahan, namun apabila robekan tidak mengenai pembuluh darah, maka
perdarahan tidak akan terjadi
Mitos: Perempuan yang lebih awal mendapat siklus menstruasi pertama adalah
perempuan nakal
Fakta: Siklus menstruasi pertama yang didapatkan pada usia 10-15 tahun
dipengaruhi faktor gizi dan keturunan. Semakin muda usia, maka akan semakin
tua usia menopause.
Mitos: Hubungan badan yang dilakukan hanya sekali tidak menyebabkan
kehamilan
Fakta: Proses kehamilan adalah bertemunya sel sperma dan sel telur pada saat
masa subur, dan kehamilan dapat terjadi meskipun hanya 1 kali melakukan
hubungan badan.
Mitos: Hindari olahraga selama haid
Fakta : Kecuali menderita kram parah, maka olahraga tak dapat dilakukan. Namun
selama dalam kondisi baik-baik saja maka agenda olahraga selama beberapa menit
dapat dilakukan seperti joging, berjalan, dan aerobik
Mitos: Seseorang bisa tertular HIV dari saling menyentuh tangan
Fakta : HIV tidak menular dari sentuhan biasa seperti berjabat tangan,
memeluk, berbagi gelas dan handuk
Mitos: HIV/AIDS terjadi hanya pada homoseksual
72
Fakta : Pada kasus awal penemuannya HIV/AIDS didapatkan pada homoseksual,
namun kini banyak penularan HIV/AIDS dimulai dari heteroseksual, penularan
melalui jarum suntik (pada pengguna narkoba atau kecelakaan kerja).
Dengan menjaga organ reproduksi dengan baik, maka kesehatan reproduksi akan
terwujud sehingga dapat memaksimalkan fungsi dan prosesnya.
1. Orientasi Seksual
Adalah ketertarikan secara seksual dan emosional terhadap jenis kelamin tertentu.
Disebutkan bahwa ketertarikan yang ada adalah kombinasi antara ketertarikan secara
emosional dan ketertarikan secara seksual secara bersamaan yang dimiliki seseorang.
Orientasi seksual berbeda dengan identitas gender. Identitas gender menyangkut
tilikan diri terhadap seksualitas dirinya.
b. Faktor Lingkungan
- Pengalaman seksual, trauma seksual, perkosaan, dan lain-lain
- Urutan dalam keluarga (satu-satunya anak laki-laki diantara anak perempuan
atau sebaliknya)
- Situasi lingkungan dan pergaulan
- Situasi pekerjaan (salon, dan lain-lain)
73
2. Identitas Seksual
Hal ini sesuai dengan kesepakatan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan di Cairo, maka hak-hak seksual dan reproduksi meliputi:
1. Hak untuk hidup, adalah hak untuk bebas dari risiko kematian karena kehamilan,
Infeksi Menular Seksual dan HIV-AIDS.
2. Hak atas kemerdekaan dan keamanan, adalah Hak untuk menikmati dan
menikmati dan mengatur kehidupan seksual dan reproduksi.
3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi, adalah Hak untuk
bebas dari segala bentuk pembedaan, termasuk dalam kehidupan seksual dan
reproduksinya.
4. Hak atas kerahasiaan pribadi, adalah Hak memperoleh kehormatan dan
kerahasiaan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi.
5. Hak atas kebebasan berfikir, adalah Hak untuk memperoleh kebebasan dari
penafsiran ajaran agama yang sempit, kepercayaan dan tradisi yang membatasi
kemerdekaan berfikir tentang kesehatan.
6. Hak mendapat informasi dan pendidikan, adalah Hak ini berkaitan dengan upaya
memperoleh informasi yang lengkap tentang kesehatan seksual dan reproduksi,
dimana informasi tersebut memberikan kenyamanan diri dan seksualitas kita,
informasi yang diterima dapat menjamin untuk membuat keputusan sendiri, bukan
pemaksaan dan penghakiman.
7. Hak untuk menikah atau tidak menikah serta membentuk dan merencanakan
keluarga, adalah Hak memperoleh kebebasan untuk memilih tanpa paksaan
apalagi ancaman dari siapapun untuk menikah dengan pasangan kita atau memilih
untuk tidak menikah.
8. Hak memutuskan mempunyai anak atau tidak dan kapan waktunya memiliki anak,
adalah memberikan kebebasan untuk memilih dan memutuskan ingin mempunyai
anak atau tidak dan kapan waktunya. Tidak boleh juga menggugurkan
kandungannya.
9. Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan adalah hak mendapatkan
pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual yang tersedia termasuk alat
kontrasepsi.
10. Hak untuk mendapat manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan, adalah Hak
memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi dengan teknologi mutakhir yang
aman dan dapat diterima.
74
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik, adalah Hak untuk
membuat dan mengemukakan pandangan tentang isu kesehatan reproduksi dan
seksualitas dalam suatu perkumpulan.
12. Hak bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk, adalah Hak untuk mengatakan
tidak pada kegiatan yang apapun yang tidak kita inginkan seperti seks bebas,
disentuh atau menyentuh orang lain. Termasuk hak-hak perlindungan anak dari
perdagangan, eksploitasi dan penganiayaan seksual. Hak untuk dilindungi dari
perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual. (BKKBN, 2010).
Sebagaimana diketahui, angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan angka kematian
anak (AKA) saat proses kelahiran cukup besar. Saat ini setidaknya terjadi 48 kematian
ibu per hari akibat pendarahan saat melahirkan. Juga terdapat 240 bayi meninggal
setiap harinya akibat penundaan melahirkan atau tidak diberi ASI.
Setiap ibu dan anak berhak untuk mendapatkan hak kesehatan. Dalam perspektif
kesehatan maternal ini, setiap ibu berhak menentukan kapan hamil, melahirkan,
menjarangkan kehamilan, mengambil keputusan tentang masalah reproduksi dan
kemudahan menjangkau sarana kesehatan.
75
Secara sederhana, penyalahgunaan fungsi reproduksi atau seks diluar nikah, apalagi
perilaku seks yang tidak aman, dapat menyebabkan penyakit menular seksual, tertular
HIV/AIDS atau Kehamilan Tidak Diinginkan.
Penyalahgunaan
Fungsi Reproduksi
Kehamilan Tidak
Terjangkit Penyakit Diinginkan
Menular Seksual (PMS)
Tertular
HIV/AIDS
Kehamilan Tidak Diinginkan adalah suatu kehamilan yang oleh karena suatu
sebab maka keberadaannya tidak diinginkan atau diharapkan oleh calon orangtua
bayi tersebut. Secara konseptual, istilah KTD juga bisa diartikan sebagai
kehamilan tidak dikehendaki (Unintended Pregnancy). Kehamilan yang tidak di
kehendaki adalah kehamilan yang terjadi karena alasan waktu yang tidak tepat
(mistimed) atau karena kehamilan tersebut tidak diinginkan (unwanted).
Pada kasus kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang terjadi karena seks pranikah
atau seks bebas dan kemudian dilanjukan dengan menikah bukan berarti tidak ada
resikonya, jika terjadi pada saat organ-organ reproduksi belum sepenuhnya siap,
bisa berakibat kerusakan pada organ reproduksi atau juga beresiko kematian ibu
atau sang bayi.
Jika perempuan hamil pada usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun, dapat
menimbulkan resiko baik proses kehamilan maupun pada proses persalinan di
antaranya; keguguran, Pre eklampsia dan Eklampsia, Infeksi, Anemia,kanker
rahim, bayi lahir prematur, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) hingga resiko
kematian ibu dan bayi.
Selain faktor medis, Kehamilan Tidak Diinginkan yang terjadi pada perempuan di
bawah usia 20 tahun tanpa ikatan pernikahan juga memiliki dampak lain yaitu
dampak psikologis terutama jika pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena
76
pasangan tidak mau menikahinya atau tidak mempertanggung jawabkan
perbuatannya, atau dampak ekonomi yaitu dengan tingkat pendidikan yang
terbatas mengakibatkan sulitnya mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang
layak.
Terdapat beberapa resiko jika kehamilan tidak diinginkan diakhiri dengan aborsi:
a. Resiko Fisik, pendarahan dan komplikasi lain merupakan salah satu resiko
aborsi. Aborsi yang berulang selain bida menyebabkan komplikasi juga bisa
menyebabkan kemandulan. Aborsi yang dilakukan tidak aman bisa
menyebabkan kematian
b. Resiko Psikologis, pelaku aborsi seringkali mengalami perasaan-perasaan
takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses aborsi dan
kesakitan.
c. Resiko Sosial, ketergantungan pada pasangan seringkali lebih besar karena
perempua merasa sudah tidak perawan, pernah mengalami kehamilan tidak
diinginkan dan aborsi.
77
UNDANG-UNDANG NO.36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2. Larangan sebagaimana dimasud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan :
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak
dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar
kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan konselor yang kompeten
dan berwenang.
4. Ketentuan lebih kanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimasud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan :
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat Menteri.
Penyakit Menular Seksual (PMS) atau Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah
golongan penyakit yang proses penularannya terjadi melalui hubungan seksual
yang dapat menyerang organ kelamin maupun organ tubuh yang lainnya.
PMS/IMS dapat memudahkan penularan HIV/AIDS.
Orang yang menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) lebih beresiko tertular
HIV, karena PMS merupakan Co-faktor penularan HIV. Demikian sebaliknya,
pengidap HIV menjadi rentan terhadap berbagai penyakit termasuk PMS.
Pengidap HIV yang juga tertular PMS akan lebih cepat menderita AIDS. Penderita
PMS dan juga HIV akan lebih mudah menularkan kepada orang lain.
c. Herpes Genitalis
Penyebabnya : Virus Herpes
Masa inkubasi : 4 -7 hari sesudah virus masuk ke tubuh dengan rasa
terbakar atau kesemutan pada virus masuk
Gejalan yang timbul : Bintil-bintil berkelompok pada kemaluan, hilang
timbul dan akhirnya menetap seumur hidup
Akibat : Rasa nyeri berasal dari saraf, menular pada bayi yang
dikandungnya, beresiko lahir cacat, lahir mati,
kerusakan pada otak dan jantung dan dapat
menimbulkan keguguran, memudahkan penularab
HIV/AIDS
d. Trikomoniasis
Penyebabnya : Sejenis Protozoa Trichomonas Vaginalis
Masa inkubasi : 3-28 hari setelah kuman masuk ke dalam tubuh
Gejalan yang timbul : Cairan vagina keputihan encer, berwarna abu-abu,
berbusa dan berbau busuk serta vulva agak bengkak,
kemerahan dan gatal
Akibatnya : Bibir kemaluan agak bengkak,kemerahan,gatal,
berbusa dan terasa tidak nyaman, kulit sekitar vulva
lecet, kelahiran bayi prematur
79
f. Candidiatis (Infeksi Jamur)
Penyebabnya : Jamur Candida albican yang umumnya terdapat di
mulut usus dan vagina
Gejala : Cairan keputihan yang menggumpal seperti susu basi
berbau agak asam disertai rasa gatal dan pedih akibat
lecet pada daerah kemaluan
Akibatnya : Keputihan disertai lecet, rasa gatal dan iritasi di daerah
bibir kemaluan dan bau yang khas serta dapat juga
menyerang laki-laki
80
MODUL-8. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANAN HIV/AIDS
I. Judul
Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan pentingnya pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS
III. Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
HIV pertama kali ditemukan di Provinsi Papua pada tahun 1992 sebanyak 6 kasus di
Merauke. Dalam 20 tahun terakhir, laju perkembangan HIV DAN AIDS di Provinsi
Papua terus meningkat dan semakin kompleks permasalahannya. Tingkat konsentrasi
epidemi HIV di Provinsi Papua berbeda dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia,
karena bukan hanya pada kelompok-kelompok kunci dengan resiko tinggi tetapi
diperkirakan sudah meluas pada masyarakat umum.
Fakta ini sebagaimana hasil Surveilans Terpadu HIV dan Perilaku (STHP) tahun 2006
di Provinsi Papua pada 10 kabupaten/kota yaitu di Kota Jayapura, kabupaten
Jayawijaya, Paniai, Mappi, Yapen Waropen, Pegunungan Bintang dan Kabupaten
Jayapura (Provinsi Papua) dan Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Teluk Bintuni
(Provinsi Papua Barat), menunjukkan bahwa prevalensi HIV sebesar 2,4% pada
masyarakat umum, terutama penduduk dewasa 15-49 tahun. Hasil survey menunjukkan
pula bahwa prevalensi HIV pada penduduk laki-laki 2,9% dan lebih tinggi dari
prevalensi pada penduduk perempuan yang hanya 1,9%. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat penularan HIV yang cukup tinggi, lebih disebabkan karena hubungan seksual
yang berisiko.
Di Provinsi Papua, hingga akhir Desember 2013, berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
Provinsi Papua jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS sebanyak 16.050 kasus (6.188
HIV+ dan 9.862 AIDS) dengan jumlah kumulatif kasus tertinggi terjadi pada
kota/kabupaten Mimika, Nabire, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Jayawijaya.
Kini kecenderungan yang nampak dalam temuan kasus-kasus baru muncul dari daerah
pinggiran dan kampung di Provinsi Papua terjadi pada kelompok populasi umum,
memberikan indikasi kuat bahwa pola penyebaran kasus HIV dan AIDS di Papua telah
menyebar dan terjadi pada hampir semua lapisan masyarakat melewati batas geografis,
81
sosial, ekonomi dan budaya. Kondisi ini dapat terjadi, karena juga didukung mudahnya
akses transportasi yang mendorong tingginya tingkat mobilitas penduduk ke dan di
Provinsi Papua.
Jika mengamati pola penyebaran HIV dan AIDS seperti yang diuraikan di atas, maka
dapat pula dibuat perkiraan tentang kondisi masyarakat di Provinsi Papua untuk kurun
waktu 10-15 tahun ke depan. Jumlah penduduk di Provinsi Papua berdasarkan hasil
Sensus Penduduk tahun 2010 sebanyak 2.851.999 jiwa, sebagian besar (70%)
mendiami daerah pinggiran dan pedalaman (kampung) dengan tingkat social-ekonomi
yang relatif rendah, termasuk ketidakpahaman akan ancaman penularan HIV dan
ketidaktahuan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS, membuat masyarakat di
Provinsi Papua semakin rentan terhadap bahaya dan terdampak HIV dan AIDS.
Komitmen dan kepedulian berbagai pihak untuk mencegah penyebaran HIV serta
meningkatkan pendekatan kepada orang yang terinfeksi HIV terus meningkat. Berbagai
kebijakan dan strategi yang dilaksanakan dalam berbagai program kegiatan terus
dikembangkan dan dilakukan. Berbagai capaian telah menunjukkan dampak dari upaya-
upaya tersebut, namun pada beberapa aspek belum optimal karena kondisi obyektif fisik
geografis, sosial, budaya dan ekonomi di Provinsi Papua.
V. Materi pembelajaran
A. Perkembangan epidemi HIV dan AIDS di Provinsi Papua
B. Faktor-faktor penyebab tingginya kasus HIV dan AIDS di Provinsi Papua
C. Strategi upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi Papua
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
83
Lembar Aktivitas - 1
Faktor-faktor penyebab kasus HIV dan AIDS di Provinsi Papua
Waktu : 10 menit
Langkah- :
langkah
Langkah 1 : Mintalah pada peserta untuk mendiskusikan dalam kelompok faktor-
faktor penyebab kasus HIV dan AIDS di Provinsi Papua menurut
kelompok (remaja/dewasa/laki-laki/ perempuan)
Tabel Identifikasi
Faktor kultural
Faktor ekonomi
Faktor seksual
Faktor pengetahuan
Faktor alkohol
Faktor mobilitas
Faktor kepedulian
84
Lembar Aktivitas - 2
Waktu : 10 menit
Langkah- :
langkah
Langkah 1 : Dengan menggunakan lembar aktivitas 1, peserta diminta berdiskusi
kembali di dalam kelompok dengan bahan diskusi adalah Program
dan kegiatan apa yang dapat dan sesuai dilakukan sebagai upaya
pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS (disesuaikan
kelompok masing-masing)
85
MATERI PEMBELAJARAN (8)
Fakta hari ini kasus HIV dan AIDS sudah ada di Provinsi Papua dan telah melewati
berbagai batas geografis dan status sosial, ekonomi, budaya. HIV terus menjadi
tantangan bagi mereka yang mengetahui dan memahami penyebab penularan HIV dan
melakukan berbagai upaya pencegahan. Di awali pada tahun 1989, Provinsi Papua (saat
itu Irian Jaya) menjadi salah satu dari 10 provinsi di Indonesia yang menjadi prioritas
dalam pemantauan kemungkinan kejadian kasus HIV. Karena menjadi prioritas, maka
pada tahun 1990 dilakukan Survei HIV dengan petanda Hepatitis B.
Pada tahun 1992 (Desember), dilakukan pengambilan 112 sampel di Kota Merauke dan
diketahui 6 sampel positif HIV. Karena keterbatasan fasilitas pada saat itu, maka hasil
sampel ini dikonfirmasi ke Jakarta awal Februari 1993, dan hasilnya bahwa ke-6 sampel
tersebut tetap positif (+), yang terdiri 2 orang Pekerja Seks (PS) dan 4 orang nelayan
Thailand (saat itu banyak kapal nelayan dari Thailand yang menjadikan Merauke
sebagai persinggahan). Dengan demikian resmilah Papua menjadi provinsi ke 9 di
Indonesia yang mempunyai HIV. Kini dalam 20 tahun terakhir, laju perkembangan HIV
dan AIDS di Provinsi Papua terus meningkat dan semakin kompleks permasalahannya.
Tingkat konsentrasi epedemi HIV di Provinsi Papua berbeda dengan provinsi-provinsi
lainnya di Indonesia, karena bukan hanya pada kelompok-kelompok kunci dengan
resiko tinggi tetapi diperkirakan sudah meluas pada masyarakat umum.
Fakta ini sebagaimana hasil Surveilans Terpadu HIV dan Perilaku (STHP) tahun 2006
di Provinsi Papua pada 10 kabupaten/kota yaitu di Kota Jayapura, kabupaten
Jayawijaya, Paniai, Mappi, Yapen Waropen, Pegunungan Bintang dan Kabupaten
Jayapura (Provinsi Papua) dan Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Teluk Bintuni
(Provinsi Papua Barat), menunjukkan bahwa prevalensi HIV sebesar 2,4% pada
masyarakat umum, terutama penduduk dewasa 15-49 tahun. Hasil survey menunjukkan
pula bahwa prevalensi HIV pada penduduk laki-laki 2,9% dan lebih tinggi dari
prevalensi pada penduduk perempuan yang hanya 1,9%. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat penularan HIV yang cukup tinggi, lebih disebabkan karena hubungan seksual
yang berisiko.
Jumlah kasus HIV dan AIDS yang tercatat sampai akhir Desember 2013 di Provinsi
Papua, berdasarkan laporan Dinas Kesehatan secara kumulatif sebanyak 16.050 kasus
(6.188 HIV+ dan 9.862 AIDS), sebagaimana data berikut:
Tabel.1
Jumlah kasus HIV dan AIDS di Provinsi Papua
No. Provinsi Jumlah kasus Jumlah %
HIV+ AIDS
1 Laki-laki 2.748 5.323 8.071 50,28
2 Perempuan 3.366 4.501 7.867 49,02
3 Tidak diketahui 74 38 112 0,60
Jumlah 6.188 9.862 16.050 100
Sumber: Dinkes Papua, 2013
86
Persebaran kasus HIV dan AIDS berdasarkan kota/kabupaten di Provinsi Papua, tahun
akhir tahun 2013 sebagaimana data berikut:
Tabel.2
Jumlah kasus HIV dan AIDS berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Papua
No. Kota/Kabupaten HIV+ AIDS Jumlah Mati
1. Biak Numfor 60 528 588 135
2. Boven Digoel 20 25 45 12
3. Deiyai 33 30 63 12
4. Dogiyai 0 15 35 0
5. Intan Jaya 0 2 2 0
6. Jayapura 631 824 1.455 196
7. Jayawijaya 148 1.232 1.480 160
8. Keerom 4 32 36 5
9. Kepulauan Yapen 91 224 315 102
10. Kota Jayapura 379 2.900 3.279 172
11. Mappi 10 89 99 20
12. Merauke 909 730 1.639 124
13. Mimika 2.071 1.592 3.663 159
14. Nabire 1.596 1.427 3.023 84
15. Paniai 101 95 196 31
16. Puncak Jaya 2 17 19 4
17. Supiori 14 14 28 2
18. Tolikara 1 62 63 3
19. Yahukimo 18 4 22 4
20. Asmat 0 0 0 0
21. Pegunungan Bintang 0 0 0 0
22. Sarmi 0 0 0 0
23. Mamberamo Raya 0 0 0 0
24. Waropen 0 0 0 0
25. Puncak 0 0 0 0
26. Lani Jaya 0 0 0 0
27. Mamberamo Tengah 0 0 0 0
28. Nduga 0 0 0 0
29. Yalimo 0 0 0 0
Jumlah 6.188 9.862 1.6050 1.225
Sumber: Dinkes Papua, 2013
Kini HIV dan AIDS bukan saja merupakan masalah kesehatan, tetapi juga masalah
sosial yang dipengaruhi perilaku manusia, melalui:
1. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan cara penularan, pencegahan dan akibat
yang ditimbulkan sesuai norma-norma agama dan budaya masyarakat melalui KIE
2. Upaya pencegahan pada populasi berisiko tinggi seperti:
a. Pekerja seks dan pelanggannya
b. ODHA dan pasangannya
c. Penyalagunaan NAPZA
d. Pengunaan Kondom
e. Penerapan pengurangan dampak buruk (Harm Recuction)
f. Penerapan kewaspadaan umum (Universal Precaution)
Kecenderungan yang nampak dalam temuan kasus-kasus baru muncul dari daerah
pinggiran dan kampung di sepanjang perbatasan RI-PNG terjadi pada kelompok
populasi umum, memberikan indikasi kuat bahwa pola penyebaran kasus HIV dan
87
AIDS di Papua telah menyebar terjadi pada hampir semua lapisan masyarakat karena
didukung adanya 3M (man, mobile dan money). Kondisi ini perlu menjadi perhatian,
karena pola migrasi penduduk di wilayah ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
geografis, sosial-ekonomi dan budaya.
Jika kita mengamati pola penyebaran HIV dan AIDS seperti yang diuraikan di atas,
maka dapat pula kita membuat perkiraan tentang kondisi masyarakat Indonesia di
Provinsi Papua untuk kurun waktu 10-15 tahun ke depan. Jumlah penduduk Provinsi
Papua pada tahun 2006 berjumlah 1.875.388 jiwa dan 27,05 persen penduduk berada di
wilayah kota/kabupaten perbatasan dan sebagian besar (70%) mendiami daerah
pedesaan (kampung) dengan tingkat social-ekonomi yang relatif rendah, termasuk
ketidakpahaman akan ancaman dan bahaya penularan AIDS.
Dari data kependudukan tersebut jika pada setiap zona atau wilayah terdapat pengidap
atau penderita HIV dan AIDS, maka dikuatirkan akan terjadi malapetaka yang sangat
dahsyat terhadap masyarakat Papua pada 5-10 tahun mendatang, karena AIDS akan
mengancam penduduk pada kota/kabupaten yang terletak pada wilayah perbatasan RI-
PNG tanpa melihat apapun status wilayah ini.
Fakta hari ini kasus HIV dan AIDS sudah ada di Provinsi Papua dan telah melewati
berbagai batas geografis dan status sosial, ekonomi, budaya. HIV terus menjadi
tantangan bagi mereka yang mengetahui dan memahami penyebab penularan HIV dan
melakukan berbagai upaya pencegahan. Di awali pada tahun 1989, Provinsi Papua (saat
itu Irian Jaya) menjadi salah satu dari 10 provinsi di Indonesia yang menjadi prioritas
dalam pemantauan kemungkinan kejadian kasus HIV. Karena menjadi prioritas, maka
pada tahun 1990 dilakukan Survei HIV dengan petanda Hepatitis B.
Pada tahun 1992 (Desember), dilakukan pengambilan 112 sampel di Kota Merauke dan
diketahui 6 sampel positif HIV. Karena keterbatasan fasilitas pada saat itu, maka hasil
sampel ini dikonfirmasi ke Jakarta awal Februari 1993, dan hasilnya bahwa ke-6 sampel
tersebut tetap positif (+), yang terdiri 2 orang Pekerja Seks (PS) dan 4 orang nelayan
Thailand (saat itu banyak kapal nelayan dari Thailand yang menjadikan Merauke
sebagai persinggahan). Dengan demikian resmilah Papua menjadi provinsi ke 9 di
Indonesia yang mempunyai HIV, dan perkembangan sampai dengan publikasi laporan
kasus pada Desember 2013 tercatat di Provinsi Papua 16.050 Kasus.
Dalam 20 tahun terakhir, laju perkembangan HIV dan AIDS di Provinsi Papua terus
meningkat dan semakin kompleks permasalahannya.Tingkat konsentrasi epedemi HIV
di Provinsi Papua berbeda dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia, karena bukan
hanya pada kelompok-kelompok kunci dengan resiko tinggi tetapi diperkirakan sudah
meluas pada masyarakat umum.
Kajian berbagai pihak (Lokabal 1986; Rahail 1997, 1998, 2003, 2007, 2008, 2013;
Wambrauw, 2000, 2004), melaporkan bahwa berbagai faktor penyebab epidemi HIV di
Provinsi Papua, antara lain: karena faktor kultural, ekonomi, seksualitas, pengetahuan,
penggunaan Kondom, alkohol, pola mobilitas dan kepedulian.
88
Faktor Kultural: Faktor Ekonomi:
- Sanksi Adat Bisnis Pelacuran
- Pola Imbalan Seksual Jumlah PS di Papua
- Konsep Cairan Semen Alasan menjadi PS
- Nilai adat mengenai Pendapatan Pekerja Seks
seksualitas 7 kategori Pelacuran di
Papua
89
Menjadi PS karena alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup, cerai kawin, dikianati
pacar setelah HUS, diajak PS lama-lama berprofesi jadi PS, membiayai uang kuliah,
tidak diperhatikan orangtua, orang tua bercerai, kenikmatan
Pendapatan sebagai PS cukup tinggi: Contoh: Seorang PS Warung di Wamena
selama 1 hari bekerja saat bulan Panen dengan 3 klien mendapat imbalan sebesar
Rp.1.500.000
Jumlah PS di Papua diperkirakan sekitar 10.000-15.000 orang, sebagai PS terbuka di
lokalisasi, PS terselubung di Panti Pijat, Bar dan diskotik, Warung, Salon, Caf
Faktor mobilitas:
Pemekaran wilayah di Provinsi Papua menjadi 2 provinsi yaitu Provinsi Papua dan
Papua Barat, dengan 29 kota/kabupaten di Papua; dan 11 kota/kabupaten di Papua
Barat
Akses transportasi mudah, sehingga tingkat pertumbuhan penduduk 5,53% dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir
Tingkat migrasi penduduk seumur hidup mencapai 21,2% dan migrasi risen
mencapai 5% (Apakah ini termasuk PS ?)
Provinsi Papua sebagai salah satu Daerah Otonomi Khusus yang memiliki jumlah kasus
HIV dan AIDS yang tertinggi di Indonesia mempunyai kewajiban untuk merencanakan
dan melaksanakan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS yang
komprehensif dan terpadu serta sesuai dengan situasi dan kondisi di Provinsi Papua.
Salah satu upaya yang dilakukan semenjak HIV ditemukan di Papua, secara bertahap
Pemerintah membentuk Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di kabupaten/kota dan
melakukan kesepakatan dan kerjasama berbagai pihak untuk pencegahan dan
penanggulangan HIV dan AIDS. Namun, berdasarkan laporan KPA Provinsi Papua
90
sampai bulan Desember 2013 belum semua kabupaten/kota membentuk KPA. Dari 29
kabupaten/kota baru sebanyak 17 kabupaten/kota (58,6%) yang telah membentuk KPA,
dan masih sebanyak 12 kabupaten/kota (41,4%) yang belum melaporkan pembentukan
KPA. Jumlah sekretariat tetap di KPA kabupaten/kota rata-rata 2 orang, tetapi
Kabupaten Sarmi, Boven Digoel dan Tolikara belum melaporkan staf, selain itu
beberapa kabupaten/kota hanya memiliki staf sekretariat paruh waktu untuk
melaksanakan kegiatan KPA. Hal ini mempengaruhi kesiapan kabupaten/kota di
Provinsi Papua dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan program HIV dan
AIDS di wilayahnya. Sebagaimana terlihat pada gambar 2.6. masih terdapat 41%
kabupaten/kota yang belum melaporkan kasus HIV dan AIDS ke tingkat provinsi. Hal
ini akan mengurangi ketajaman analisa untuk membuat perencanaan dan penganggaran
yang lebih tepat dan komprehensif dalam penanganan HIV dan AIDS.
Pertemuan Regional Penanggulangan HIV dan AIDS pada tanggal Januari tahun 2007
yang lebih dikenal Komitmen Sentani menghasilkan tujuh kesepakatan. Salah satu
kesepakatan yaitu kesepakatan tujuh menyatakan rencana kegiatan di Provinsi Papua
akan ditindaklanjuti dengan tindakan nyata dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal
ini di tindak lanjuti dengan pemangku kepentingan (stakeholders) pada tanggal 19-21
November 2008 untuk percepatan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi
Papua yang membahas lima pokok: situasi epidemi HIV dan pencegahan, penguatan
pelayanan kesehatan, pemberdayaan orang terinfeksi HIV, dan kemitraan pencegahan
dan penanggulangan HIV dan AIDS.
Berbagai layanan kesehatan berkaitan dengan dan penanggulangan HIV dan AIDS
berikut penyakit infeksi menular seksual telah tersedia di Provinsi Papua diantaranya:
- Layanan konseling dan Test Sukarela (KTS)
- Layanan pemeriksaan dan pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS).
- Layanan Post Exposure Profilaksis (PEP), pencegahan pasca pajanan.
- Layanan Prevention Mother To Child Transmission Transmition (PMTCT),
pencegahan penularan dari ibu ke anak.
- Layanan Infeksi Oportunistik (IO), penyakit penyerta infeksi HIV stadium 3 dan 4.
- Layanan TB-HIV
- Layanan Anti Retro Viral (ART), pengobatan anti Virus HIV
- Layanan Care Supportt and Treatment (CST).
Dari 25 rumah sakit, baik milik pemerintah maupun milik swasta, sebanyak 76% rumah
sakit telah melaksanakan pelayanan HIV AIDS dan IMS. Sisanya sekitar 24% rumah
sakit belum dapat melaksanakan pelayanan HIV dan AIDS. Namun sampai akhir tahun
2011 jumlah rumah sakit, PKM, dan klinik yang melayani VCT, IMS, PMCT dan ARV
jumlahnya masih terbatas dan jenis layanan tersebut masih lebih banyak pusat di Kota
Jayapura dan beberapa ibukota kabupaten/kota. Sehingga penduduk yang tinggal di
daerah pegunungan atau pedalaman tidak bisa mengakses pelayanan tersebut.
Program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS juga dilakukan oleh berbagai
lembaga lain pemerintah maupun LSM di Provinsi Papua. YPKM Papua menjalankan
program PMTCT di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom; IPPI;
Support Group; YHI; YPKM; melakukan pemberdayaan terhadap orang terinfeksi HIV
positif. Selain itu pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS juga telah dilakukan
melalui kemitraan Gereja Katolik Keuskupan, Gereja Kristen, BNN dan Kepolisian,
LAPAS, tempat kerja.
Atas dasar kondisi tersebut di atas maka perlu dibuat rencana strategi penanggulangan
HIV dan AIDS di Provinsi Papua yang mengacu pada Strategi dan Rencana Aksi
Nasional Penanggulangan AIDS 2010-2014, Keputusan Presiden No.36 Tahun 1994
dan Peraturan Presiden Republik Indonesia No.75 Tahun 2006 tentang Komisi
Penanggulangan Aids Nasional. Mengingat upaya penanggulangan HIV dan AIDS di
Papua memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggapi dan merespon
persoalan yang dihadapi terutama masalah program, pengalokasian dana dan koordinasi
antara instansi terkait yang mempunyai tanggungjawab sesuai struktur KPA saat ini.
1. Visi
Provinsi Papua menetapkan visi penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS
sebagai gambaran masa depan Papua yang akan diwujudkan dalam kurun waktu
tahun 2012-2016 yaitu Hari Depan Masyarakat Papua yang berkualitas bebas HIV
AIDS
2. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, ditetapkan misi yang merupakan tugas
utama KPA dan semua pemangku kebijakan untuk dilaksanakan sebagai berikut:
a. Memberikan informasi yang benar, tepat dan terus menerus melalui berbagai
media dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
b. Meningkatkan Upaya pencegahan HIV dan AIDS melalui dukungan perawatan
dan pengobatan bagi ODHA.
92
c. Memberdayakan komunitas ODHA dan lingkungan sebagai solusi untuk meraih
masa depan yang lebih baik.
d. Meningatkan partisipasi masyarakat dan kerjasama dengan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan organisasi berbasis masyarakat lainnya untuk
pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Menurut penularan HIV dan memberdayakan komunitas positif HIV (ODHA)
serta mengurangi dampak sosial ekonomi akibat HIV dan AIDS.
b. Tujuan Khusus
1) Memperkuat tanggungjawab pemerintah melalui:
- Mendorong berfungsinya KPA Provinsi, Kabupaten/Kota se-Papua secara
optimal dalam menjalankan TUPOKSI.
- Terciptanya koordinasi lintas program, pusat, daerah dan lintas batas dalam
pelaksanaan program penanggulangan HIV dan AIDS.
- Diterapkan dan digunakan peraturan perundang-undangan yang
menciptakan lingungan yang kondusif dalam pelaksanaan program.
- Meningkatkan komitmen politis dan anggaran pemerintah untuk
melaksanaan program dan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS.
- Meningkatkan koordinasi dan kemitraan bersama dengan institusi
pemerintah, TNI, POLRI, LSM, lembaga agama dan lembaga adat,
lembaga donor/multilateral serta masyarakat.
- Meningkatkan potensi dan sumber daya dari pemerintah dan partisipasi
masyarakat untuk menurunkan dampak sosial ekonomi akibat HIV dan
AIDS.
- Melaksanakan pengarusutamaan HIV dan AIDS melalui pendidikan.
2) Memperkuat keikutsertaan masyarakat melalui:
- Menaikkan stigma, diskriminasi dan pelanggaran HAM terhadap
komunitas positif HIV (ODHA)
- Meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam
melaksanakan program penanggulangan HIV dan AIDS
- Meningkatnya akses bagi komunitas positif HIV dan ODHA terhadap
dukungan dan perawatan berbasis masyarakat
3) Memperkuat pelayanan kesehatan untuk HIV dan AIDS, serta IMS
- Meningkatnya cakupan dan mutu pelayanan program termasuk komunikasi
perubahan perilaku, klinik IMS, layanan VCT, CST dan ketersediaan darah
donor aman.
- Adanya sistem dan jaringan pelayanan kesehatan terpadu serta ketersediaan
obat ARV dan Infeksi Oportunistik.
b. Sasaran
Terkait dengan tujuan tersebut diatas, maka sasaran-sasaran yang ditetapkan
dalam rangka pencapaian misi dan visi penanggulangan dan pencegahan HIV
dan AIDS di Provinsi Papua adalah sebagai berikut:
1) Penguatan Tanggung Jawab Pemerintah
2) Penyusunan peraturan daerah pencegahan dan penanggulangan HIV dan
AIDS diseluruh kabupaten kota mencapai 40% pada tahun 2012 dan
meningkat menjadi 80% pada tahun 2015.
3) Meningkatkan komitmen bersama antara eksekutif dan legislatif, dan dunia
usaha dan menagalokasikan anggaran untuk penanggulangan HIV dan AIDS
mulai tahun 2012.
93
4) Terintegrasinya program penanggulangan HIV dan AIDS yang dilaksanakan
semua pihak dibawah koordinasi KPA provinsi dan kabupate/ kota.
5) Hilangnya stigma, diskriminasi terhadap komunitas positif HIV (odha) sebanyak
50% pada tahun 2012 meningkat menjadi 70% pada tahun 2014 dan meningkat
menjadi 90% pada tahun 2015, semua kabupaten/kota se Provinsi Papua.
6) Sebanyak 30% lembaga agama, adat, dan masyarakat telah memperoleh
pemahaman tentang penularan dan pencegahan HIV dan AIDS pada tahun 2012,
menjadi 50% tahun 2014 dan meningkat menjadi 90% pada akhir tahun 2016.
7) Komunitas positif HIV memiliki hak dan akses untuk mendapatkan pendidikan,
bekerja, pelayanan sosial serta ekonomi lainnya.
8) Tersedianya sarana dan prasarana sosial untuk meningkatkan kemampuan dan
kemandirian komunitas orang positif HIV dan anak yang terdampak akibat HIV
dan AIDS pada setiap kabupaten/ kota 20% pada tahun 2012, menjadi 50% pada
tahun 2014 dan mencapai 90% pada tahun 2016.
9) Sebanyak 70% remaja usia 15 tahun sampai 24 tahun di Papua memiliki
pengetahuan komprehensif mengenai HIV dan AIDS serta menerima konseling
dan testing bagi mereka yang memiliki perilaku berisiko pada tahun 2012
meningkat menjadi 80% di tahun 2014 dan 90% pada tahun 2016.
c. Kebijakan
Untuk mendorong pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi Papua, maka
perlu di rumuskan dan ditetapkan kebijakan sebagai berikut:
1. Pemerintah Provinsi Kabupaten/Kota se-Papua bertanggung jawab memimpin,
mengelolah, membuat perencanaan yang strategis dan komprehensif serta
mengalokasikan APBD untuk pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.
2. Semua Kabupaten/kota segerah menyusun rencana strategis dan rencana kerja
dengan menjadikan rencana strategis provensi sebagai acuan untuk melaksanakan
respon nyata terhadap permasaalahan HIV dan AIDS dengan program yang
koprehensif dan berkelanjutan.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota se-Papua segerah membentuk dan memfungsikan KPA,
menjalankan TUPOKSI, menggerakan peran dan tanggung jawab sekretariat tetap
dan tim adhoc.
95
4. pemerintah Provensi, Kabupaten/Kota menerbitkan peraturan peraturan perundang-
undangan dan atau prodak hukum lainnya untuk menciptakan suasana kondusif
dalam pelaksanaan program pelaksanaan program penanggulangan HIV dan AIDS.
5. Pemerintah Provinsi bertanggung jawab dalam memberikan bantuan dan bimbingan
teknis kepada Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan program pencegahan dan
penanggulangan HIV dan AIDS.
6. Menerapkan pendidikan kesehatan reproduksi, HIV dan AIDS serta Napza bagi
remaja dan pemuda di lingkupan sekolah dan luar sekolah.
7. Peningkatan kerjasama kemitraan antara pemerintah dan non pemerintah dalam
mendayagunakan sumber daya dengan memperhatikan nilai-nilai HAM serta
kesetaraan gender dalam pelaksanaan program penanggulangan HIVdan AIDS.
8. Pemerintah Provinsi Papua bekerja sama dan berkordinasi dengan pemerintah pusat,
lintas daerah, dan lintas batas dalam penanggulangan HIV dan AIDS.
9. Pelaksanaan program pencegahan penanggulangan HIV dan AIDS serta NAPZA di
instansi pemerintah termasuk BUMN/D, sektor swasta, badan usaha lainnya, serta
LSM harus mengacu pada petunjuk pelaksanaan dan/atau kebijakan lainnya yang
ditetapkan oleh masing-masung institusi dengan tetap merujuk pada Renstra
Provinsi, Kabupaten/Kota.
I. Judul
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Mahasiswa diharapkan dapat mempunyai pengetahuan tentang keluarga berencana
III. WAKTU
2 x 45 menit ( 90 menit )
1V. Pendahuluan
Faktor penentu penurunan laju pertumbuhan penduduk ini adalah fertilitas. Angka
fertilitas pada awal pembangunan tahun 1971 yang sebesar 5,6 turun drastis menjadi
2,4 tahun 2000 dan saat ini bertahan diangka 2,3. Penurunan angka fertilitas yang
cukup siknifikan ini merupakan hasil nyata dari upaya pembangunan nasional yang
terus menerus dilaksanakan. Norma keluarga besar bergeser menjadi norma keluarga
kecil dan usia kawin menjadi lebih dewasa, penggunaan kontrasepsi oleh penduduk
usia reproduktif meningkat. Penyebabnya adalah program keluarga berencana yang
dilancarkan pemerintah Indonesia secara aktif dan komprehensif sejak awal
pelaksanaan pembangunan.
98
V. Materi pembelajaran
A. Konsep dan definisi KB
B. Tujuan KB
C. Program KB kaitannya dengan Keluarga sejahtera
D. Faktor- faktor yang mempengaruhi program KB
99
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
100
MATERI PEMBELAJARAN (9)
1. Konsep program KB
Penjelasan tentan program KB tidak terlepas dari istilah-istilah dan singkatan dalam
penggarapannya antara lain:
b. Pasangan usia subur (reproductive age couple) adalah pasangan suami-istri yang
istrinya berusia 15-49 tahun.
c. Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk merencanakan jumlah, jarak, dan
waktu kelahiran anak dalam rangka mencapai tujuan reproduksi keluarga.
101
d. Alat/cara keluarga berencana (kontrasepsi) adalah alat/cara yang digunakan oleh
pasangan usia subur untuk mengatur jarak kelahiran atau untuk membatasi jumlah
kelahiran yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kehamilan (konsepsi).
e. Dengan demikian aborsi yang disengaja dengan tujuan di luar alasan kesehatan
ibu dan/atau janin tidak termasuk dalam alat/cara KB karena dilakukan setelah
peristiwa kehamilan terjadi. Aborsi lebih dikenal sebaga metode pengendalian
kelahiran.
a. Data tentang pengetahuan, sikap, dan praktek (knowledge, attitude, and practice/
KAP) keluarga berencana di Indonesia dapat diperoleh dari Sensus Penduduk,
berbagai survei, statistik program BKKBN, dan hasil pendataan keluarga.
102
perempuan usia 15-49 tahun yang berstatus kawin dalam SDKI 2002-2003
adalah 27.857. Maka:
16.798
CPR = x 100 = 60,3.
27.857
B. Tujuan
103
MODUL-10. PENGARUSUTAMAAN GENDER
I. Judul
Pengarusutamaan Gender dan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Mahasiswa dapat memahami pentingnya pengarusutamaan gender dan penghapusan
kekerasan terhadap perempuan.
IV. Pendahuluan
Gender sebagai suatu konsepsi lebih tepat untuk dipergunakan dalam membahas
persoalan pembangunan, daripada kata jenis kelamin atau wanita/ laki-laki, karena jenis
kelamin mempunyai pengertian untuk menunjukkan sifat-sifat yang tepat dari
seseorang. Sedangkan Gender sebagai konsepsi mengacu pada pengertian bahwa
dilahirkan sebagai laki-laki atau wanita keberadannya berbeda-beda dalam waktu,
tempat, kultur, bangsa maupun peradaban. Keadaan ini berubah-ubah dari masa ke
masa, dari lokasi ke lokasi, dari lingkungan sosial budaya ke lingkungan sosial budaya
lainnya.
Gender adalah interpretasi mental dan kultral terhadap perbedaan kelamin dan
hubungan laki-laki/wanita, terkadang interpretasi mental ini lebih merupakan keadaan
ideal daripada apa yang terjadi sesungguhnya dilakukan atau dilihat. Gender biasanya
dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki
dan wanita. Sering kali kegiatan diidentikkan sebagai milik laki-laki atau wanita yang
diorganisasikan dalam hubungan saling ketergantungan dan mengisi (Achmad, 1991).
Di Papua, pengarusutamaan gender mulai disikapi sebagai isu sentral dalam berbagai
aspek pembangunan dewasa ini. Sebelumnya pengarusutamaan gender belum
menempatkan posisi dalam pemenuhan hak sebagai bagian penting dalam
pembangunan di Papua karena terus ditantang oleh nilai-nilai budaya orang Papua yang
beragam antar suku/sub suku di Papua selain faktor geografis dan ekonomi
masyarakatnya. Hal ini diperparah lagi ketika selama masa penjajahan Belanda dan
juga pada masa integrasi dengan NKRI, banyak daerah di Papua yang cukup terisolir
dan tidak mendapat perhatian pemerintah.
Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak terlepas dari
berbagai kekerasan dalam rumah tangga, meskipun dikategorikan memiliki budaya
yang agak berbeda dengan daerah Indonesia lainnya. Daerah pedalaman Papua, yang
memiliki adat istiadat yang belum banyak dirasuki oleh budaya luar tidak terlepas dari
kekerasan dimaksud. Kekerasan budaya di daerah ini bagikan hal yang sudah
membudaya, hampir setiap saat bagaikan film sinetron dapat dipertontonkan di depan
umum. Perempuan seolah-olah tidak memiliki harga diri dan hak azasi sebagai manusia
yang dapat hidup berdampingan dengan laki-laki.
a. Materi pembelajaran
A. Pemahaman Pengarusutamaan gender
B. Mengurai Kehidupan Mulai Dari Istilah Gender
C. Permasalahan Ketidakadilan Gender
D. Akar permasalahan gender dan kekerasan pada perempuan
105
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Convention on the Elimination of
all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW)
8. Potret Kekerasan Gender Dalam Sinetron Komedi Di Televisi. Surabaya
9. Nani Kurniasih. 2011, Kajian Yuridis Sosiologis Terhadap Kekerasan Yang
Berbasis Gender. Makalah.
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
106
MATERI PEMBELAJARAN (10)
Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis
untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek
kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan
program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan
perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan
ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-
laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi. Kondisi riil terurai di atas menunjukkan bahwa hal yang terjadi di tengah
kehidupan masyarakat Papua bukan hanya kekerasan dalam rumah tangga (tapi
kekerasan terhadap perempuan), karena intesitas kekerasan di luar rumah juga tinggi
bahkan hampir lebih tinggi dibanding dengan kekerasan dalam rumah tangga).
Kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya hampir terbatas pada kekerasan dalam
rumah tangga yang jumlahnya hanya terbatas pada istri dan anak-anak perempuan dalam
rumah tangga.
Pandangan budaya yang beranggapan bahwa perempuan yang telah berkeluarga telah
dibayar lunas secara adat oleh laki-laki sehingga laki-laki berhak sepenuhnya terhadap
perempuan. Hal ini ditunjang lagi oleh budaya patriarki dimana laki-laki sebagai
penguasa dalam keluarga dan sistim perkawinan poligami melengkapi sempurnanya
kasus bahkan sangat meningkatkan intesitas kekerasan terhadap perempuan.
Kondisi seperti tersebut di atas mendorong jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga
maupun di publik di Papua mungkin lebih tinggi dibanding dunia manapun, namun
belum ada survey ataupun pelaporan yang baik tentang kasus kekerasan tersebut. Fakta
menunjukkan bahwa seringkali hanya sedikit jumlah kekerasan yang bisa dilaporkan ke
kepolisian karena sebagian besar masyarakat berangapan bahwa hal tersebut merupakan
urusan keluarga. Demikian pula dianggap sebagi hal yang biasa.
Berbagai pembedaan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara
laki-laki dan perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dampak
107
suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai
ketidakadilan karena telah berakar dalam adat, norma ataupun struktur masyarakat.
Istilah gender umumnya belum dikenal masyarakat secara benar. Masih banyak
masyarakat yang masih menganggap istilah gender semata-mata merujuk pada
perempuan. Masih banyak pula yang salah paham atau rancu dalam memahami istilah
gender dan jenis kelamin (seks). Kesalahpahaman tersebut bahkan masih terjadi pada
pihak-pihak yang berurusan dengan program-program keseteraan gender di Indonesia
(Amirudin, 2013).
Ada banyak pengertian terkait dengan istilah gender. Gender memang bukan berakar
dari bahasa Indonesia, dan istilah gender bukanlah sekedar satu kata dengan satu
pengertian. Gender adalah sebuah konsep yang menceritakan banyak hal mengenai
kehidupan dua jenis kelamin manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Istilah gender
berangkat dari kesadaran kita bahwa manusia tidaklah satu, manusia bermacam-macam,
dalam hal ini adalah jenis kelaminnya.
Gender merujuk pada suatu kebudayaan yang memperlakukan manusia berjenis kelamin
laki-laki dan perempuan secara berbeda, yang padahal dalam prinsip kemanusiaan,
mereka adalah dua jenis manusia yang memiliki hak-hak kemanusiaan yang setara.
Gender merujuk pada suatu pandangan kebudayaan sosial masyarakat, yang membuat
kehidupan perempuan dan laki-laki dibedakan, membuat kehidupan dibedakan.
Permasalahan ketidakadilan gender umumnya bukan dari diri mereka yang lahir dalam
keadaan (berjenis kelamin) laki-laki atau perempuan, tetapi karena cara pandang sosial
politik masyarakat terhadap mereka. Gender adalah istilah yang dapat kita umpamakan
sebagai kunci yang berhasil membuka kotak misteri kehidupan manusia, dan ketika
kotak misteri itu dibuka, Nampak isinya berbagai macam masalah, yang ternyata
masalah itu dapat mengakibatkan seseorang atas dasar jenis kelaminnya, mengalami
diskriminasi atau ketidakadilan yang mengerikan.
Hampir di berbagai kelompok suku bangsa, pemahaman terhadap istilah gender masih
rendah. Perempuan dianggap sebagai mahluk yang harus banting tulang dalam mengatur
sebuah rumah tangga mulai dari mengambil hasil kebun dan menyiapkan makan bagi
seluruh anggota keluarga setiap harinya. Belum lagi urusan lainnya seperti mencuci
pakaian anggota keluarga (anak dan suami), membersihkan halaman rumah,
memandikan anak setiap harinya dan kegiatan rutin lainnya.
Kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar perempuan adalah, semata-mata karena
mereka perempuan, istri, ibu yang dalam kebudayaan kita terutama dalam perkawinan
adalah jenis kelamin yang harus tunduk dan patuh pada laki-laki atau suami, karena
hanya jenis kelamin laki-laki yang diakui menguasai rumah tangga. Karena hubungan
kuasa dan yang dikuasai inilah sangat rentan terjadi kekerasan.
Di dalam rumah, suami akan sangat rentan melakukan kekerasan terhadap istri,
sementara dalam kehidupan publik atau di luar rumah, sang suami dituntut mencari
nafkah, menghidupi seluruh kebutuhan keluarga secara ekonomi, harta benda, jaminan
sosial dan kesehatan yang padahal dalam dunia kerja mereka mengalami ketidakadilan
yang sama, saat ada hubungan yang berkuasa dan yang dikuasai. Bagi laki-laki yang
hanya memiliki jabatan rendah, dan ekonomi yang pas-pasan, mereka tidak menemukan
kebahagiaan sekalipun ia memiliki seorang istri yang mendukungnya secara penuh.
Tuntutan sosial politik yang berlebihan pada laki-laki untuk sukses dan mapan, adalah
tuntutan yang membuat mereka harus istimewa, harus menjadi super. Bagi yang tidak
berhasil menjadi superman, banyak mengalami frustrasi, mengalami ketidakpercayaan
diri, rusak mentalnya dan rumah tangga menjadi sasaran, dan tindakan kekerasan rentan
terjadi pada dirinya.
109
MODUL-11. LINGKUNGAN HIDUP
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Mahasiswa dapat memahami dan menghargai Lingkungan hidup sebagai anugerah
ciptaan Tuhan dan bagaimana menjaga kelestariannya untuk masa depan anak
cucu kita.
B. Indikator pencapaian kompetensi mahasiswa mampu:
1. Mendeskripsikan sejarah lahirnya ilmu lingkungan
2. Mendeskripsikan arti lingkungan hidup
3. Mendeskripsikan permasalahan lingkungan hidup
4. Mendeskripsikan dampak dari aktifitas pembangunan dan kegiatan manusia
terhadap lingkungan hidup
5. Mendeskripsikan kesadaran lingkungan hidup
6. Mendeskripsikan pembangunan berkelanjutan
III. Waktu
Alokasi waktu 2 x45 menit
IV. Pendahuluan
Bencana demi bencana yang melanda Indonesia akhir-akhir ini seperti banjir bandang,
tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan
yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, aktifitas para perusak lingkungan seperti
pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan
juga illegal loging nyaris luput dari perhatian kita karena berbagai alasan untuk
kepentingan segelintir orang. Ironisnya, para elite negeri ini melakukan proses
pembiaran seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-
wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup dan kenyataan ini bisa menjadi
ancaman yang terus mengintai setiap saat.
Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki
perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Bukankah
Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun
kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup? Namun, mengapa korban-
korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan yang sudah berada pada
titik tertinggi? Hampir di seluruh wilayah Indonesia berhektar-hektar hutan telah
gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air.
Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh
cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan
tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan
udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat
lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri
makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi
sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan
manusia di sekitarnya.
110
Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek moyang kita tentang
bagaimana cara memperlakukan lingkungan dengan baik dan bersahabat. Meskipun
mereka buta pengetahuan, tetapi dengan keterbatasannya mereka mampu membaca
tanda-tanda dan gejala alam melalui kepekaan intuitifnya. Masyarakat Papua, orang
Amungme misalnya adalah salah satu suku yang menguasai hak ulayat atas tanah di
wilayah pertambangan PT.Freeport, memiliki budaya dan adat istiadat lokal yang
lebih mengedepankan keharmonisan dengan alam. Mereka pantang melakukan
perusakan terhadap alam/tanah karena tanah/alam adalah ibu mereka, apabila ini
terjadi maka bisa menjadi ancaman besar bagi masyarakat dan budaya mereka. Alam
bukan hanya sumber kehidupan, melainkan juga sahabat dan guru yang telah
mengajarkan banyak hal bagi mereka. Dari alam mereka menemukan falsafah hidup,
membangun religiositas dan pola hidup seperti yang mereka anut hingga saat ini.
Memanfaatkan alam tanpa mempertimbangkan eksistensi budaya setempat sama
artinya kita tidak menghargai kearifan lokal masyarakat setempat.
Kenyataan kita lihat saat sejak tahun 1968 ketika PT Freeport Indonesia mulai
beroperasi, keharmonisan hubungan masyarakat Papua dengan alam jadi berubah.
Masih banyak contoh kearifan lokal di daerah lain yang sarat dengan pesan-pesan
moral bagaimana memperlakukan lingkungan dengan baik. Nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual untuk
selanjutnya dapat diaplikasi ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran
yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya
pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis
dengan mengajak mahasiswa untuk berdiskusi melalui topik-topik lingkungan hidup
yang menarik dan menantang. Lingkungan hidup yang diajarkan melalui dunia
pendidikan tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan dalam lintas
mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang relevan.
V. Materi pembelajaran
A. Sejarah lahirnya ilmu lingkungan
B. Arti lingkungan hidup
C. Permasalahan lingkungan hidup
D. Dampak aktifitas pembangunan dan kegiatan manusia terhadap lingkungan hidup
E. Kesadaran lingkungan hidup
F. Pembangunan berkelanjutan
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis dengan format Essay dan dikerjakan dirumah (waktu 1 x 24 jam)
B. Hasil laporan kelompok
112
MATERI PEMBELAJARAN (11)
Catatan-catatan Hipocartus, Aristoteles, dan Filsuf lain merupakan naskah kuno yang
digunakan sebagai rujukan masalah Ekologi, yang pada abad ke16 sampai abad ke17
dikenal sebagai Natural History, disusun secara sistimatik, analitik, obyektif. Abad-
19 (1860), Ernst Haeckel (18341919), mengusulkan istilah Ekologi, yang
mempelajari hubungan antara organisme dengan lingkungan. Ekologi, merupakan
salah satu cabang biologi (seperti hubungan organisme dan lingkungan), mempelajari
pengaruh lingkungan terhadap jasad hidup (manusia, hewan, tumbuhan), dimana
mereka hidup, bagaimana kehidupannya, dan sebagainya.
Ekologi, secara harfiah berasal dari kata oikos, yang berarti rumah, tempat hidup dan
logos, yang berarti ilmu. Ekologi sebenarnya mempertanyakan tentang berbagai hal,
seperti: 1. Bagaimana alam bekerja, 2. Bagaimana spesies beradaptasi dalam
habitatnya, 3. Apa yang diperlukan dari habitatnya untuk melangsungkan kehidupan,
4. Bagaimana mereka mencukupi materi dan energi 5. Bagaimana mereka berinteraksi
dengan spesies lain; 6. Bagaimana individu dalam spesies itu diatur dan berfungsi
sebagai populasi
Ekologi, adalah ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik antara
mahluk hidup dengan sesamanya dan mahluk hidup dengan komponen sekitarnya.
Ekologi merupakan disiplin baru dari biologi yang merupakan mata rantai fisik serta
proses biologi yang menjembatani antara ilmu alam dan ilmu sosial tahun 1900,
Ekologi menjadi acuan ilmu-ilmu lainnya, yang wajib diketahui, karena dapat
menerangkan, memberikan ilham, mencari jalan menuju hidup layak. Setelah 1968,
timbul kesadaran lingkungan di seluruh dunia, dimana setiap orang dituntut untuk
hemat dalam penggunaan sumber daya, hemat energi, dan dapat mengurangi
pencemaran tanah, air, udara, yang merupakan masalah lingkungan sedunia
(globalisasi lingkungan),
Setelah ada gerakan sadar lingkungan (di dunia, 1968 dan di Indonesia 1972), maka
setiap orang mulai memikirkan: masalah pencemaran, rusaknya daerah-daerah alami,
hutan, pantai, meningkatnya perkembangan penduduk, yang berdampak pada masalah
pangan, penggunaan energi, kenaikan suhu akibat efek gas rumah kaca, menipisnya
lapisan ozon, dan seterusnya.
Lingkungan hidup adalah ilmu yang mempelajari penerapan berbagai prinsip dan
ketentuan ekologi di dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, ilmu lingkungan
disebut sebagai applied ecology.
Arti lingkungan hidup mahluk hidup lain bukan sekedar kawan hidup bersama
manusia secara pasif atau netral, melainkan sangat terkait dengan mereka, tanpa
mereka, manusia tidak dapat hidup. Sebagai contoh, bagaimana bila di bumi ini tidak
ada oksigen dan makanan ? dari tumbuhan dan hewan manusia memperoleh materi
dan energi sebaiknya disadari, bahwa manusia membutuhkan mahluk hidup lain untuk
113
kelangsungan hidupnya (manusia, tumbuhan, hewan, jasad renik) yang menempati
ruang tertentu, di mana dalam ruang tersebut terdapat benda tidak hidup (abiotik)
berupa tanah, air dan udara.
Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/ atau
komponen lain ke dalam air atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya
tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga
kualitas air/ udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukkannya.
114
tanah sehingga memengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan dan bersifat
korosif sehingga merusak material dan bangunan
4. Efek rumah kaca
Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O
di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh
permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan
menimbulkan fenomena pemanasan global. Dampak dari pemanasan global adalah:
peningkatan suhu rata-rata bumi, pencairan es di kutub, perubahan iklim regional
dan global, perubahan siklus hidup flora dan fauna dan kerusakan lapisan ozon.
Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) merupakan
pelindung alami bumi yang berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari.
Pembentukan dan penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara alami di
stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan bersifat sangat stabil
menyebabkan laju penguraian molekul-molekul ozon lebih cepat dari
pembentukannya, sehingga terbentuk lubang-lubang pada lapisan ozon.
115
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan
hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah
Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota,
sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/
Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002
tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang
lingkungan hidup.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan
Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No
05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di
dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup
dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
F. Pembangunan berkelanjutan
117