Makalah Banjir Kelompok
Makalah Banjir Kelompok
OLEH :
MARSAID 116070300111001
MARFUAH 116070300111004
ACHMAD KUSYARI 116070300111005
PENI PERDANI J. 116070300111011
CIPTO SUSILO 116070300111014
SAIFUL NURHIDAYAT 116070300111018
FILIA ICHA 116070300111021
LATIFIYAN NURNANINGTIYAS 116070300111024
1.2.Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan umum
Memahami managemen bencana banjir
1.2.2. Tujuan khusus
1.2.2.1.Memahami konsep pre hospital
1.2.2.2.Memahami konsep bencana
1.2.2.3.Memahami konsep banjir
1.2.2.4.Mengetahui manajemen bencana
1.2.2.5.Mengetahui manajamen bencana banjir di Indonesia
C. Pascabencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi:
a. Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan:
1) Perbaikan lingkungan daerah bencana
2) Perbaikan prasarana dan sarana umum
3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
4) Pemulihan sosial psikologis
5) Pelayanan kesehatan
6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik
7) Pemulihan sosial ekonomi budaya
8) Pemulihan keamanan dan ketertiban
9) Pemulihan fungsi pemerintahan
10) Pemulihan fungsi pelayanan publik.
b. Rekonstruksi
dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:
1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana
2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana
5) partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha, dan masyarakat
6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
7) Peningkatan fungsi pelayanan publik
8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
Di Indonesia banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap tahun terutama pada
musim hujan, sehingga ketika musim hujan telah datang walaupun belum merata dan
berlangsung hanya beberapa saat, sebagian masyarakat Indonesia sudah mengalami
kepanikan, khususnya masyarakat yang berada didaerah rawan banjir. Selain itu, kedalaman
air pada bencana banjir juga membuat kondisi seseorang sangat rentan karena mempengaruhi
kondisi fisik maupun mental seseorang. Kelelahan, stres dan kondisi yang tidak sehat
menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit. Kerugian yang ditimbulkan tidak saja
materi tetapi juga jiwa manusia. Ketika banjir telah datang akan timbul berbagai macam
masalah salah satunya adalah timbul banyak pengungsi yang menempati barak-barak dan
tempat penampungan darurat (Kusumaratna, 2003).
Sebagian besar keadaan lingkungan ditempat pengungsian juga bermasalah yaitu
sangat tidak memadai, terlalu padat, ventilasi udara minim, fasilitas yang ada kurang, dan
keterbatasan sumber air minum bersih. Tidak hanya masalah tempat pengungsian saja,
masalah banjir juga berdampak pada kesehatan. Di salah satu puskesmas kecamatan di
Jakarta, kota yang sering menjadi langganan banjir, ditemukan penyakit yang banyak diderita
para korban banjir adalah 47% penyakit ISPA, 23% penyakit kulit dan 12% penyakit diare
dan saluran cerna. Penyakit yang diderita balita terbanyak adalah ISPA dan diare, sedangkan
lanjut usia adalah ISPA dan kulit. Sedangkan tenaga kesehatan di posko kesehatan banjir
adalah dokter, dokter muda dan paramedis (Kusumaratna, 2003). Oleh karena itu, untuk
mencegah semua permasalahan tersebut sangat penting di tiap-tiap daerah yang rawan banjir
dilakukan manajemen banjir dimana tidak hanya dilakukan saat terjadi bencana tetapi
sebelum terjadinya banjir.
Terjadinya serangkaian bencana banjir dalam kurun waktu yang relatif pendek dan
selalu terulang setiap tahunnya menuntut upaya lebih besar untuk mengantisipasinya
sehingga kerugian yang ditimbulkannya dapat diminimalkan. Kebijakan sektoral, sentralistik,
dan top-down tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
global yang menuntut adanya desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder terutama
masyarakat yang terkena dampak bencana (Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat UI,
2003). Selain itu, penanggulangan banjir di Indonesia mencakup kegiatan yang sangat
kompleks dan bersifat lintas sektor. Oleh karena itu agar penanggulangan banjir lebih
integratif dan efektif maka diperlukan tidak hanya koordinasi ditingkat pelaksanaan tetapi
juga tingkat di tingkat perencanaan kebijakan, termasuk partisipasi masyarakat dan
stakeholder (Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat UI, 2003).
Selama ini jika diamati penanganan bencana di Indonesia terfokus pada respon
darurat saja. Gerakan bantuan yang dikoordinasi masyarakat awam terfokus pada
penggalangan bantuan untuk kondisi darurat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penanggulangan bencana di Indonesia selalu menggunakan pendekatan yang bersifat
responsif, yakni baru melakukan upaya penanganan pada saat dan setelah terjadi bencana itu
terjadi. Namun, saat ini telah terjadi pergeseran paradigma penanggulangan bencana tersebut
dari yang bersifat responsif menjadi preventif, yakni melakukan upaya-upaya yang
mengutamakan pengurangan resiko bencana, melalui upaya-upaya pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan sebelum terjadinya bencana (Maarif, 2010). Oleh karena itu, penanggulangan
bencana tidak hanya bersifat reaktif (baru melakukan setelah terjadi bencana), tetapi
penanggulangan bencana juga bersifat antisipatif dengan melakukan pengkajian dan tindakan
pencegahan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bencana. Untuk penanganan
bencana juga meliputi pra bencana, pada saat terjadi bencana, dan pasca bencana. Selain itu,
manajemen bencana juga bukan hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah saja,
melainkan juga perlu melibatkan peran masyarakat luas. Maka inilah yang dinamakan
penanganan bencana berbasis masyarakat.
Menurut Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, 2011,
penanggulangan bencana berbasis masyarakat merupakan upaya terorganisir atas kegiatan
masyarakat dalam penanggulangan bencana yang dimulai dari sebelum, pada saat dan
sesudah bencana dengan cara mengutamakan pemanfaatan sumberdaya lokal baik berbentuk
sumber daya manusia yang terlatih (skilled), alam dan sarana dan prasarana yang ada pada
masyarakat tersebut dengan tujuan mengurangi risiko/dampak yang mungkin timbul akibat
peristiwa bencana.
Kampung Siaga Bencana (KSB) adalah suatu model penanggulangan bencana
berbasis masyarakat yang diinisiasi oleh Kementerian Sosial bersama dengan masyarakat
untuk mewadahi kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh masyarakat,
dibentuk di daerah rawan bencana dengan cara melibatkan seluruh elemen yang ada pada
masyarakat, dimana prinsip utama pelaksanaan KSB adalah mengutamakan kemandirian
masyarakat. Pada dasarnya kegiatan Kampung Siaga Bencana menekankan pentingnya
kesiapsiagaan menghadapi bencana. Artinya kesiapsiagaan masyarakat menjadi pokok
kegiatan KSB. Karena dengan kesiapsiagaan masyarakat dapat merencanakan suatu tindakan
untuk mengurangi akibat suatu bencana. Namun demikian bencana memiliki sifat tidak
terduga (unpredictable) sehingga kesiapsiagaan saja belum cukup. Tim Kampung Siaga
Bencana penting untuk mempersiapkan kegiatan baik sebelum bencana, pada saat dan pasca
bencana, sebagai bagian tak terpisahkan antar tahap satu dengan tahap lainnya (Direktorat
Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, 2011).
Kampung Siaga Bencana merupakan program nasional yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Dalam KSB ini masyarakat yang berada di daerah rawan bencana
diberdayakan dengan cara meningkatkan kapasitas mereka dan sekaligus menginisiasi adanya
suatu prasarana penanggulangan bencana tingkat komunitas seperti Lumbung Sosial
Penanggulangan Bencana, Gardu Sosial yang didalamnya dilengkapi cara-cara lokal
(setempat) dalam menanggulangi bencana serta identifikasi potensi dan sumberdaya lokal
untuk penanggulangan bencana (Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam,
2011). Menurut tahapnya, kegiatan Kampung Siaga Bencana dapat dibedakan menjadi tiga
tahap, yaitu sebelum, pada saat dan sesudah bencana.
1. Sebelum bencana
Kegiatan sebelum bencana berfokus pada pengenalan dan potensi sumberdaya yang
ada pada masyarakat, ancaman dan resiko bencana yang mungkin timbul akibat suatu
peristiwa bencana serta mempersiapkan masyarakat sewaktu-waktu terjadi bencana
(kesiapsiagaan). Merencanakan kegiatan sebelum bencana yang meliputi:
a. Mempersiapkan pembagian tugas/seksi Tim Kampung Siaga Bencana
b. Menyususun dan melaksanakan kegiatan gladi/simulasi penanggulangan bencana
c. Menyusun SOP mencakup beberapa aspek penting yaitu:
1) Kerawanan bencana
2) Pembagian tugas yang terdiri dari seksi-seksi
3) Menyusun jalur evakuasi
4) Metode Evakuasi masyarakat pada saat ada potensi bencana dan saat bencana
5) Metode penanganan korban bencana yang memiliki permasalahan kesejahteraan
sosial (kelompok rentan) seperti ibu hamil, anak-anak, penyandang cacat dan lansia.
6) Pendirian tenda dan atau shelter
7) Pendirian Dapur Umum Lapangan
8) Lokasi Pusat Kendali Lapangan
9) Pengujian SOP
2. Pada saat bencana
Tindakan Tim Kampung Siaga Bencana berfokus pada pemberian pertolongan
langsung kepada korban bencana yaitu mempraktekkan apa yang sudah disusun sebelum
bencana. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada saat terjadi bencana oleh Tim
Kampung Siaga Bencana meliputi antara lain:
a. Mempersiapkan tugas setiap seksi (tim).
Untuk pembentukan seksi/bagian paling tidak terdapat beberapa bagian seksi yaitu:
1) bagian evakuasi
3) bagian logistik
5) Bagian komunikasi
b. Membantu menangani korban bencana seperti mempersiapkan dan atau mendirikan
tenda, dapur umum umum lapangan, pos komunikasi terpadu, mengurus jenazah,
menolong orang yang mengalami gangguan jiwa.
Beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian saat terjadi bencana:
a. Penanganan Korban Bencana
b. Penanganan Jenazah
c. Mendirikan tenda atau shelter
d. Pencarian orang hilang
e. Pendampingan terhadap kelompok rentan
3. Sesudah bencana
Pasca bencana berkaitan erat dengan kegiatan pemulihan. Sebelum meminta bantuan dari
pihak luar Tim Kampung Siaga Bencana dapat mengidentifikasi sumberdaya lokal yang
mungkin dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan bencana seperti:
a. Sumber daya alam (mata air bersih)
e. Makanan yang bersifat lokal (sagu, lauk pauk, singkong, gaplek, ubi, dan nasi
jagung dll)
4.1 Kesimpulan
Penanggulangan bencana banjir di Indonesia hendaknya tidak lagi bersifat
responsif namun perlu bergeser menjadi tindakan preventif. Tindakan ini perlu
dilakukan karena sifat bencana yang unpredictable, sehingga masyarakat yang berada
didaerah rawan banjir akan lebih siap dan dapat mengantisipasi timbulnya bencana.
Sehingga dalam penanggulangannya bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah saja, namun perlu melibatkan peran dari masyarakat serta stakeholder.
Dengan melibatkan semua sektor maka jatuhnya korban akibat bencana banjir dapat
diminimalisir.
4.2 Saran
Sebagai perawat perlu untuk ikut terlibat dalam mempersiapkan masyarakat
untuk menghadapi bencana, karena dengan demikian kita ikut berkontribusi dalam
memandirikan masyarakat dan memajukan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Tujuan :
1. Adanya acuan dalam penyelenggaraan Kampung Siaga Bencana yang sesuai dengan kebijakan Kementerian Sosial
2. Terimplementasinya pelaksanaan Kampung Siaga Bencana yang sinergis antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
Dasar Hukum:
1. UU No.32 tahun 2004
2. UU No.33 tahun 2004
3. UU No.17 tahun 2007
4. UU No.25 tahun 2004
5. UU No.24 tahun 2007
6. UU No.11 tahun 2009
7. UU No.13 tahun 2011
8. UU No.58 tahun 2005
9. UU No.65 tahun 2005
10. PP No.38 tahun 2007
11. PP No.21 tahun 2008
12. PP No.7 tahun 2008
13. PP No.54 tahun 2010
14. PP No.129/HUK/2008
15. PP No.111/HUK/2009
16. PP No.80/HUK/2010
17. PP No.86/HUK/2010
18. Permensos No.128 tahun 2011
SIKLUS
NO PENANGGULANGAN PENGERTIAN PROSEDUR TINDAKAN
BENCANA
Berfokus pada pengenalan potensi dan a. Merperkirakan resiko bencana banjir:
sumberdaya yang ada pada masyarakat, 1. Membuat profil desa
ancaman dan resiko bencana yang 2. Penilaian ancaman : jenis ancaman; penyebab; tanda awal; perkiraan
1 Pra Bencana mungkin timbul akibat suatu peristiwa kekuatan,kecepatan, frekuensi dan luas wilayah; perkiraan waktu
bencana serta mempersiapkan kedatangan/timbulnya banjir; dampak yang merugikan
masyarakat sewaktu-waktu terjadi 3. Penilaian kerentanan dan kemampuan
bencana (kesiapsiagaan) 4. Penilaian besarnya resiko kemungkinan bencana banjir
b. Mempersiapkan pembagian tugas/seleksi
Tim Peringatan Dini
Tim Evakuasi
Tim Komunikasi
Tim Pengungsian
c. Penyusunan dan pelaksanaan kegiatan gladi/simulasi penanggulangan bencana
banjir
d. Penyusunan SOP yang mencakup beberapa aspek penting diantaranya:
Kerawanan bencana banjir
Pembagian tugas yang terdiri dari seksi-seksi
Metode evakuasi masyarakat pada saat ada potensi banjir dan saat banjir
Metode penanganan korban bencana banjir pada kelompok rentan, seperti:
ibu hamil, anak-anak penyandang cacat, dan lansia
Pendirian tenda dan atau shelter
Pendirian dapur umum lapangan
Lokasi pusat kendali lapangan
Pengujian SOP
Pemberian pertolongan langsung a. Mempersiapkan tugas setiap seksi
kepada korban bencana yaitu Bagian evakuasi
2 Saat bencana
mempraktekkan apa yang sudah Bagian dapur umum
disusun sebelum bencana banjir Bagian logistik
Bagian hunian sementara
Bagian komunikasi
b. Membantu menangani korban bencana
Penanganan korban bencana dengan mengidentifikasi berdasarkan kondisi
untuk menentukan pemberian pertolongan pertama:
1. KR = kritis
Perawatan langsung, korban kritis diutamakan dan secepatnya dibawa
ke rumah sakit terdekat
2. DR = darurat
Perawatan segera, korban yang darurat segera diberi bantuan untuk
meringankan penderitaan dan secepatnya dibawa ke rumah sakit
terdekat
3. NK = Non-kritis
Bisa menunggu perawatan. Korban yang tidak kritis sebaiknya
ditempatkan ditempat terlindung dan diberikan pertolongan pertama
4. TH = Tanpa harapan
Meninggal atau tidak bisa dirawat. Korban yang tanpa harapan
ditempatkan dilokasi khusus
Penanganan jenasah
Pendirian tenda dan atau shelter
c. Pencarian orang hilang
d. Pendampingan terhadapa kelompok rentan seperti anak-anak usia dibawah 5
tahun, perempuan hamil dan menyusui, penyandang cacat, orang lanjut usia, orang
sakit yang memerlukan transportasi khusus atau obat
3 Pasca bencana Kegiatan pemulihan Menganalisa kebutuhan seperti:
a. Tempat tinggal atau beratap (setiap orang membutuhkan tempat berteduh
3,5 m2)
b. Air bersih untuk minum dan mencuci
c. Penyimpanan bantuan
d. Kebutuhan rasa aman
e. Penerangan listrik
f. Konsultasi kejiwaan (psikolog, pekerja sosial, tokoh agama)