Anda di halaman 1dari 15

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan adalah suatu usaha untuk melakukan proses pembelajaran bagi peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diterapkan di suatu negara. Pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan. Seperti dikatakan oleh Prof. Rupert. C. Lodge, yaitu in this sence, life is
education, and education is life. Artinya, seluruh kehidupan memiliki nilai pendidikan karena
kehidupan memberikan pengaruh kepada pendidikan bagi seseorang atau masyarakat. Pendidikan
tidak terlepas dari kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Kurikulum
merupakan suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di suatu negara.
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa
kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang
diinginkan. Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa
disekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh Ijazah tertentu, sejumlah mata pelajaran yang
ditawarkan dalam suatu lembaga pendidikan atau jurusan.
Banyak orang beranggapan bahwa apa perlunya kurikulum, yang penting proses belajar
mengajar berjalan dengan lancar, itu sudah cukup. Anggapan di atas benar-benar saja, bagi
mereka yang melihat kegiatan belajar mengajar hanya sebuah transfer ilmu saja, tidak melihat
aspek-aspek yang lain. sehingga murid mau jadi apa, tidak diperdulikan. Apakah ia
menyimpang dari moral atau tidak bukan menjadi urusan, yang terpenting memberikan ilmu
saja.
Kurikulum tidak sesederhana yang diperkirakan, ia adalah sesuatu yang kompleks.
Sebagaimana bahwa proses pendidikan itu adalah menjadikan manusia yang beradab dari satu
tahapan ke tahapan berikutnya sampai menjadi sempurna. Dengan itu, prosesnya sangat
panjang dan membutuhkan waktu yang sangat lama. oleh karena itu, untuk dapat
melakukannya secara sistematis dan terstruktur, maka diperlukan jalan atau cara atau mahaj
atau kurikulum. Dan orang yang mempunyai kewajiban untuk mengatur dan membuat
kebijakan adalah pemerintah atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk merancang
kurikulum.
Kita tidak bisa pungkiri, berbagai Negara dapat dilihat karakter Negara dan orang yang
berada di dalamnya melalui rancangan pendidikan yang mereka jalankan atau kurikulum yang
menjadi acuan mereka. Secara umum seperti tradisi menghafal, tidak bertanya, yang penting
belajar adalah kurikulum yang banyak dikembangkan di Negara arab. sedangkan mereka yang
lebih mementingkan kemampuan oral dan kemampuan menganilis suatu masalah lebih kepada
kurikulum eropa atau barat. dan beberapa contoh lainnya, yang itu bisa menjadi identitas
Negara.
Saat pemerintahan Jokowi saat ini masih memberlakukan kurikulum 2013 tapi dalam
kabinetnya beliau memisahkan antara pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan
tinggi. Untuk pendidikan dasar dan menengah ditangani oleh menteri pendididkan. Sedangkan
untuk perguruan tinggi ditangani oleh menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi.
Secara umum kebijakan pemerintah melalui undang-undang pendidikan dapat
dibedakan sebagai berikut antara UU No. 2 tahun 1989 dengan UU No. 20 tahun 2003

PERIHAL UU No. 2 tahun 1989 UU No. 20 tahun 2003


Jumlah bab dan 20 bab dan 59 pasal 22 bab dan 77 pasal
pasal
Fungsi Belum ada fungsi untuk Sudah ada fungsi untuk
pendidikan membentukwatak membentuk watak
nasional (karakter)peserta didik. (karakter) peserta didik.
Jalur pendidikan Hanya dua jalur Ada tiga jalur pendidikan,
pendidikan, yaitu: jalur yaitu: pendidikan formal,
pendidikan sekolah dan nonformal, dan informal.
jalur pendidikan luar
sekolah
Alokasi dana Belum ada aturan alokasi Dana pendidikan selain gaji
pendidikan dana pendidikan dari pendidik dan biaya
APBN. pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20%
dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN)
pada sektor pendidikan dan
minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). (pasal 49
ayat 1)
Badan hukum Belum ada badan hukum Sudah ada badan hukum
pendidikan pendidikan. pendidikan, sebagaimana
tertuang pada pasal 53 bahwa
penyelenggara dan/atau
satuan pendidikan formal
yang didirikan oleh
Pemerintah atau masyarakat
berbentukbadan hukum
pendidikan
Peran serta Hanya sebatas mitra Sudah ada aturan tentang
masyarakat pemerintah (pasal 47 dewan pendidikan dan komite
dalam ayat 1) Masyarakat sekolah (pasal 56 ayat 1)
pendidikan sebagai mitra Pemerintah masyarakat berperan dalam
berkesempatan yang peningkatan mutu pelayanan
seluas-luasnya untuk pendidikan yang meliputi
berperan serta dalam perencanaan, pengawasan,
penyelenggaraan dan evaluasi program
pendidikan nasional. pendidikan melaluidewan
pendidikan dankomite
sekolah/madrasah.
Akreditasi Belum ada aturan Diatur dalam Bab XVI bagian
kedua pasal 60 ayat 1, 2, 3,
dan 4.
Sertifikasi Belum ada aturan Diatur dalam Bab XVI bagian
ketiga pasal 61 ayat 1, 2, 3,
dan 4.
Ketentuan Masih terbatas, hanya Tidak hanya sebatas gelar
pidana mengatur hukum pidana akademik dan lulusan
terkait dengan lulusan perguruan tinggi, tetapi juga
dan gelar akademik menyangkut jiplakan karya
perguruan tinggi (pasal ilmiah dan penyelenggara
55 dan 56) satuan pendidikan (pasal 67
71).
Kesetaraan Belum ada ketentuan Madrasah setara dengan
kesetaraan antara sekolah
sekolah dengan
madrasah
Pengembangan Belum ada aturan Pengembangan kurikulum
kurikulum tentang pengembangan diatur dalam pasal 36
kurikulum (pengembangan
kurikulum dilakukan dengan
mengacu pada standar
nasional pendidikan dan
dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah,
dan peserta didik).

Aturan secara terperinci selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah tentang standar
nasional pendidikan sebagai kebijakan yang lebih aplikatif dan lebih rigit mulai dari dari PP
nomor 19 tahun 2005 menjadi PP Nomor 32 tahun 2013 dan menjadi PP nomor 13 Tahun 2015.
Adapun hal-hal yang menjadi obyek perubahan adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengalami
perubahan yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Sejumlah pasal
dan ketentuan pada PP 19/2005 dihapus.
1. Pada pasal 1 Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2015, terdapat beberapa ketentuan
tambahan dan ada beberapa ketentuan yang diubah.
2. Ketentuan tambahan pada pasal 1 adalah ayat 4 (kompetensi), 13 (Kompetensi inti), 14
(kompetensi dasar), 18 (Silabus), 19 (pembelajaran), 22 (buku panduan guru) dan 23 (buku
teks pelajaran).
3. Ketentuan yang diubah adalah ayat 6 (standar isi), 7 (standar proses), 8 (standar pendidik dan
tenaga kependidikan), 9 (standar sarana dan prasarana), 10 (standar pengelolaan), 11 (standar
pembiayaan), 12 (standar penilaian pendidikan), 17 (kerangka kurikulum), dan 31 (lembaga
penjaminan mutu pendidikan).
4. Pada Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 terdapat pasal tambahan diantara pasal 2 dan
3, yaitu pasal 2A. Pasal 2A mengenai standar kompetensi lulusan.
5. Ketentuan Pasal 2 ayat 1 (lingkup standar nasional pendidikan) diubah dan di antara ayat 1
dan ayat 2 disisipkan 1 ayat yakni ayat 1a (Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai
acuan Pengembangan kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.)
6. Pada pasal 5 ayat 2 menyatakan standar isi (ruang lingkup dan tingkat kompetensi)
7. Pasal 5A dan 5B disisipkan antara pasal 5 dan 6. Ruang lingkup materi dirumuskan
berdasarkan kriteria muatan wajib, konsep keilmuan, karakteristik satuan pendidikan dan
program pendidikan. Tingkat Kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat
perkembangan Peserta Didik, kualifikasi Kompetensi Indonesia dan penguasaan Kompetensi
yang berjenjang.
8. Pasal 6 sampai dengan 18 pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus.
9. Pasal19 ayat 2 pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus.
10. pasal 20 (perencanaan pembelajaran) pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 diubah.
Semula pasal 20 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 berbunyi Perencanaan proses
pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-
kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian
hasil belajar menjadi Perencanaan Pembelajaran merupakan penyusunan rencana
pelaksanaan Pembelajaran untuk setiap muatan Pembelajaran pada Peraturan Pemerintah
nomor 32 tahun 2013
11. Pasal 22 (penilaian hasil pembelajaran) ayat 3 pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun
2005 dihapus.
12. Pasal 23 dan 24, sama.
13. Pasal 25 (standar kompetensi pendidikan) ayat 2 dan ayat 4 diubah serta ayat 3 pada Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus
14. Pasal 25 (standar kompetensi pendidikan) ayat 2 dan ayat 4 diubah serta ayat 3 pada Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus
15. Ketentuan pasal 26 hingga 42 pada kedua Peraturan Pemerintah sama.
16. Pasal 43 ayat 5 (kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikan buku teks) diubah dan di
antara ayat 5 dan ayat 6 (standar sumber belajar selain buku teks) disisipkan 1 ayat, yakni ayat
5a (pengadaan buku teks pelajaran).
17. Ketentuan pasal 44 hingga 63 pada kedua Peraturan Pemerintah sama. Pasal 64 (penilaian hasil
belajar oleh pendidik) ayat 1 (penjelasan tentang penilaian hasil belajar) dan ayat 2 (kegunaan
penilaian) diubah, di antara ayat 2 dan ayat 3 disisipkan 1 ayat yakni ayat 2a (ketentuan lanjutan
diatur oleh Peraturan Menteri), serta ayat (3) sampai dengan ayat (7) dihapus.
18. Pasal 65 (penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan) ayat 2(penilaian hasil belajar) dan
ayat 5(prasyarat nilai untuk mengikuti ujian sekolah/madrasah) dihapus, serta ayat 3 (penilaian
hasil belajar oleh pendidik), ayat 4 (penilaian hasil belajar melalui UN), dan ayat 6 (pihak yang
menentukan penilaian akhir) diubah. Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 Ayat 6,
ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP, dan pada Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun
2013, ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur dengan Peraturan
Menteri.
19. Pasal 66 pada kedua Peraturan Pemerintah sama.
20. Pasal 67, di antara ayat 1 (BNSP bertugas menyelenggarakan ujian nasional) dan ayat 2
(penyelenggaraan ujian nasional) Pasal 67 disisipkan 1 ayat, yakni ayat 1a (Ujian Nasional
untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat).
21. Ketentuan pasal 68 pada kedua Peraturan Pemerintah sama. Pasal 69 (ujian nasional bagi
seluruh peserta didik, formal maupun nonformal) ayat 1 (setiap peserta didik berhak mengikuti
ujian nasional dan mengulanginya sepanjang dinyatakan belum lulus dari satuan pendidikan)
diubah dan di antara ayat 2 dan ayat 3 disisipkan 1 ayat, yakni ayat 2a (pengecualian ujian
nasional bagi peserta didik SD/MI/SDLB).
22. Pasal 70 (mata pelajaran yang pada ujian nasional) ayat 1 (mata pelajaran ujian nasional
SD/MI/SDLB) dan ayat 2 (mata pelajaran ujian nasional kejar paket A) dihapus serta ayat 4
(mata pelajaran ujian nasinal kejar paket B) diubah.
23. Ketentuan pasal 70 pada kedua Peraturan Pemerintah sama.
24. Pasal 72 (kelulusan) ayat 1 (kriteria kelulusan) diubah dan di antara ayat 1 dan ayat 2
(penetapan kelulusan peserta didik) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat 1a (ketentuan kelulusan
SD/MI/SDLB).
25. Ketentuan pasal 73, 74 dan 75 pada kedua Peraturan Pemerintah sama.
26. Pasal 76 (BSNP) ayat 3 (tugas BSNP) ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf e (menelaah
dan/atau menilai Buku Teks Pelajaran). Diantara Bab XI dan Bab XII disisipkan 1 bab, yakni
Bab XIA. Bab XIA berisi ketentuan mengenai kurikulum (kerangka dasar, struktur, kompetensi
inti, kompetensi dasar, beban belajar, silabus), struktur kurikulum satuan pendidikan dan
program pendidikan (struktur kurikulum pendidikan anak usia dini formal, struktur kurikulum
pendidikan dasar, struktur kurikulum pendidikan menengah, struktur kurikulum pendidikan
formal), kurikulum tingkat satuan pendidikan, muatan lokal, dokumen kurikulum, pengelolaan
kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Pasal 89 (sertifikasi) diantara ayat 3 dan ayat 4 disisipkan
1 ayat, yakni ayat 3a (ijazah SD/MI/SDLB).
27. Pasal 94 (pemberlakuan kurikulum) diubah. Penyesuaian dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun.
28. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 mengatur kembali standar kompetensi lulusan,
standar isi, standar proses, dan standar penilaian, serta kurikulum.
Pemberlakuan kurikulum 2013 pada awal pemerintahan Jokowi sempat ditunda oleh
menteri pendidikan yang baru dengan alasan bahwa masih ada masalah dalam kesiapan buku,
sistem penilaian, penataran guru, pendamping guru dan pelatihan kepala sekolah yang belum
merata. Tapi pada tahun ini secara bertahap akan diberlakukan lagi kurikulum 2013.

PERBANDINGAN KURIKULUM DI INDONESIA DENGAN UNESCO


KONFERENSI UNESCO 1998 UU SISDIKNAS INDONESIA NO.20 TH 2003

LEARNING TO KNOW MKK (MATAKULIAH KEILMUAN DAN


KETRAMPILAN)
LEARNING TO DO
MKB (MATAKULIAH KEAHLIAN
LEARNING TO BE
BERKARYA)
LEARNING TO LIVE TOGETHER
MPB (MATAKULIAH PERILAKU
BERKARYA)

MPK (MATAKULIAH PENGEMBANGAN


KEPRIBADIAN)

MBB (MATAKULIAH BERKEHIDUPAN


BERSAMA BERMASYARAKAT)

KESESUAIAN KURIKULUM UNESCO DENGAN KURIKULUM NASIONAL

KOMPETENSI KURIKULUM KURIKULUM


UNESCO NASIONAL

PENGETAHUAN LEARNING TO MKK


& KETRAMPILAN KNOW MKB
LEARNING TO DO

PERILAKU LEARNING TO BE MPB


MPK
KOMPETENSI LEARNING TO LIVE MPK
TOGETHER MBB

PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA DENGAN NEGARA


LAIN

A. Sistem Pendidikan di Indonesia

Nama negara : Negara Ksesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Letak Negara : Asia Tenggara

Bahasa Resmi : Bahasa Indonesia

Bertetangga : di barat Malaysia

di timur Papua Nugini

di utara Philipina

di selatan Australia

1. Tujuan Pendidikan di Indonesia


Salah satu tugas Pemerintah bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Indonesia adalah menyusun undang-undang pendidikan, dan sebagai hasilnya adalah
Undang-undang Sisdiknas no 20 tahun 2003. Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas, Pendidikan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2. Jenjang Pendidikan Formal di Indonesia


Menurut Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pada bab VI pasa 16
disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal di Indonesia meliputi tiga jenjang, yaitu:
pendidikan Dasar, pendidikan Menengah, dan pendidikan Tinggi.

a. Pendidikan Dasar.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah. Pemerintah menetapkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, dan setiap warga
negara yang berusia 7 (tujuh) tahun wajib mengikuti belajar pada jenjang pendidikan dasar
tanpa dipungut biaya. Pendidikan dasar berbentuk: Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang Sederajat selama 6 tahun; dan sekolah Menengah
Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat selama 3
tahun.

b. Pendidikan Menengah.
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah
terdiri atas: Pendidikan menengah umum, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), atau bentuk lain yang sederajat; dan Pendidikan menengah kejuruan,
berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat, selama 3 tahun.

c. Pendidikan Tinggi.
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan diploma (2-4 tahun); sarjana (4 tahun atau lebih); magister,
spesialis, dan doktor (2 tahun atau lebih); yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk: Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, atau
Universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan atau vokasi.

3. Manajemen Pendidikan di Indonesia


Pengelolaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah pusat
melalui Menteri Pendidikan Nasional, pemerintah Daerah Provinsi, dan pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Ketentuan yang menyangkut pendidikan diatur dalam UU RI No.20 TH
2003 (Sisdiknas ). Ditinjau dari Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
pasal 1 ayat (1) yaitu; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Oleh karena itu
pendidikan dapat diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan benar-
benar produktif. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan nasional di Indonesia memberikan
keluasan kepada pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat utuk turut bertanggung jawab
atas kualitas pendidikan di Indonesia.

a. Guru/personalia
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pada pasal 28, bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibuktikan dengan ijazah/sertifikat
keahlian yang relevan, yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Jenis pendidikan guru yaitu Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang diselenggarakan oleh LPTK
yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah, dengan kualifikasi akademik:
1) Pendidik pada jenjang Pendidikan Dasar minimum D-IV atau S1 pendidikan dasar.
2) Pendidik pada jenjang Pendidikan Menengah minimum D-IV atau S1 pendidikan
menengah.
3) Pendidik pada jenjang Pendidikan Tinggi minimum: S1 untuk program Diploma, S2 untuk
program sarjana, dan S3 untuk program magister dan program doktor.

b. Kurikulum

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, di Indonesia telah menerapkan enam kali


perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum
2004, dan yang sekarang berlaku yaitu KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang
dikeluarkan pemerintah melalui Permen Dinas Nomor 22 tentang standar isi, Permen Nomor
23 tentang standar lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang pelaksanaan permen tersebut,
tahun 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan
pengembangan dari kurikulum Berbasis Kompetensi, atau kurikulum 2004. KTSP lahir
karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dari pemerintah pusat, dalam hal ini
Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena
itu, dalam KTSP bahan belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan
(sekolah, guru dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum
sesuai dengan potensi yang ada di lingkungannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan bentuk implimentasi dari UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang
perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1) Standar
Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarna, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar
Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian Pendidikan.

B. Sistem Pendidikan di Korea Selatan

Nama Negara : Republik Korea (Republic of Korea).

Bertetangga : Di barat Laut Kuning

Di timur Laut Timur (Laut Jepang)

Di utara Korea Utara

Di selatan Selat Korea

Korea Selatan yang didirikan pada tahun 1948 terletak disemenanjung di daratan Asia
Timur, dengan batas-batas wilayah sebelah timur berbatasan dengan lautan pasifik, sebelah
selatan berbatasan dengan selat Jepang, disebelah barat berbatasan dengan demarkasi militer
(garis lintang 380) yang memisahkan Korea Selatan dan Korea Utara. Penduduk Korea
Selatan kurang lebih 47 juta jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk rata-rata 1,7%/ tahun
dengan kondisi penduduk yang homogen (etnik Korea), dengan angka literasi 98% (world
almanae 2000). Adapun system pemerintahan Korea Selatan bersifat sentralistik, dengan
system sentralistik ini maka kebijakan-kebijakan pemerintah termasuk di bidang pendidikan
dapat dijalankan tanpa harus mendapat persetujuan badan legislative daerah, seperti yang
terdapat pada pemerintahan system desentralisasi.
1. Tujuan Pendidikan di Korea Selatan
Salah satu keputusan Dewan Nasional Republik Korea tahun 1948 adalah menyusun
undang-undang pendidikan. Sehubungan dengan hal ini, maka tujuan pendidikan Korea
Selatan adalah untuk menanamkan pada setiap orang rasa Identitas Nasional dan penghargaan
terhadap kedaulatan Nasional, menyempurnakan kepribadian setiap warga Negara,
mengemban cita-cita persaudaraan yang universal, mengembangkan kemampuan untuk hidup
mandiri dan berbuat untuk Negara yang demokratis dan kemakmuran seluruh umat manusia,
dan menanamkan sifat patriotisme.

2. Jenjang Pendidikan di Korea Selatan


Secara umum system pendidikan di korea Selatan terdiri dari empat jenjang
pendidikan formal yaitu : Sekolah dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama, SLTA dan
pendidikan tinggi. Keempat jenjang pendidikan ini adalah: grade 1-6 (SD), grade 7-9 (SLTP),
10-12 (SLTA), dan grade 13-16 (pendidikan tinggi/program S1), serta program pasca sarjana
(S2/S3).

Visualisasi grade pendidikan yang dimaksud adalah:


a. Sekolah dasar merupakan pendidikan wajib selama 6 tahun bagi anak usia 6 dan 11 tahun,
dengan jumlah lulusan SD mencapai 99,8%, dan putus sekolah SD 0,2%.
b. SMP merupakan kelanjutan SD bagi anak usia 12-14 tahun, selama 3 tahun pendidikan.
c. Kemudian melanjutkan ke SLTA pada grade 10-11 dan 12, dengan dua pilihan yaitu:
umum dan sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan meliputi pertanian, perdagangan, perikanan
dan teknik. Selain itu ada sekolah komperhensif yang merupakan gabungan antara sekolah
umum dan sekolah kejuruan, yang merupakan bekal untuk melanjutkan ke akademik (yunior
college) atau universitas (senior college).
d. Pendidikan tinggi/akademik (yunior college) atau universitas program S1 (senior college),
pada grade 13-16, dan selanjutnya ke program pasca sarjana (graduate school) gelar
master/doktor.

3. Manajemen Pendidikan di Korea Selatan


Sistem manajemen pendidikan di Negara ini bersifat gabungan antara sentralistik dan
desentralisasi, sifat kesentralistiknya hanya terbatas kepada penyusunan panduan dan
pedoman semata, sedangkan operasionalnya secara penuh di serahkan kepada komite/Dewan
sekolah secara mandiri untuk mengkaji proses pendidikan secara keseluruhan.
Kekuasaan dan kewenangan dilimpahkan kepada menteri pendidikan. Di daerah terdapat
dewan pendidikan (board of education). Pada setiap propinsi dan daerah khusus (Seoul dan
Busam), masing-masing dewan pendidikan terdiri dari tujuh orang anggota yang dipilih oleh
daerah otonom, lima orang dipilih dan dua orang lainnya merupakan jabatan yang dipegang
oleh walikota daerah khusus atau gubernur propinsi. Dewan pendidikan diketuai oleh
walikota atau gubernur.

a) Guru/Personalia.
Terdapat dua jenis pendidikan guru, yaitu tingkat akademik (grade 13-14) untuk guru
SD, dan pendidikan guru empat tahun untuk guru sekolah menengah. Dengan biaya
ditanggung oleh Pemerintah untuk pendidikan guru negeri. Kemudian guru mendapat
sertifikat yaitu: sertifikat guru pra sekolah, guru SD, dan guru sekolah menengah. Sertifikat
ini diberikan oleh kepala sekolah dengan kategori guru magang, guru biasa dua (yang telah
diselesaikan onjob training) dan lesensi bagi guru magang dikeluarkan bagi mereka yang
telah lulus ujian kualifikasi lulusan program empat tahun dalam bidang engineering,
perikanan, perdagangan, dan pertanian. Sedangkan untuk menjadi dosen yunior college, harus
berkualifikasi master (S2) dengan pengalaman dua tahun dan untuk menjadi dosen di senior
college harus berkualifikasi dokter (S3).

b) Kurikulum.

Reformasi kurikulum pendidikan di korea, dilaksanakan sejak tahun 1970-an dengan


mengkoordinasikan pembelajaran teknik dalam kelas dan pemanfaatan teknologi, adapun
yang dikerjakan oleh guru, meliputi lima langkah yaitu (1) perencanaan pengajaran, (2)
Diagnosis murid (3) membimbing siswa belajar dengan berbagai program, (4) test dan
menilai hasil belajar. Di sekolah tingkat menengah tidak diadakan saringan masuk, hal ini
dikarenakan adanya kebijakan walikota daerah khusus atau gubernur propinsi, ke sekolah
menengah di daerahnya.

C. Sistem Pendidikan Di Malaysia

Nama Negara : Malaysia

Letak Negara : Asia Tenggara

Bahasa Resmi : Bahasa Malaysia (Bahasa Melayu)

Sistem pendidikan di Malaysia dipegang oleh Kementerian Pelajaran Malaysia.


Pendidikan Malaysia boleh didapatkan dari sekolah tanggungan kerajaan, sekolah swasta atau
secara sendiri. Sistem pendidikan dipusatkan terutamanya bagi sekolah rendah dan sekolah
menengah. Kerajaan negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain pendidikan
sekolah rendah dan sekolah menengah, sebaliknya ditentukan oleh kementerian. Pada era
tahun 70an sampai 80an keadaan pendidikan di Indonesia masih di atas Malaysia. Orang
Malaysia datang belajar ke Indonesia. Bahkan beberapa guru dari Indonesia diperbantukan
mengajar di Malaysia. Sekarang pendidikan di Malaysia termasuk yang paling baik di dunia,
tetapi Indonesia malah terkesan berjalan di tempat. Tambahan lagi sekarang biaya pendidikan
sudah mulai menjadi di luar jangkauan kebanyakan masyarakat di Indonesia.

Sistem pendidikan di Malaysia disusun berdasarkan pada Sistem Pendidikan Inggris

1. Jenjang Pendidikan yang ada Di Malaysia terdiri dari :

1) Pendidikan prasekolah
Sekolah tadika (prasekolah) menerima kemasukan kanak-kanak daripada 4-6 tahun.
Pengajian tadika bukan merupakan pengajian wajib dalam Pendidikan Malaysia. Namun
begitu penubuhan tadika oleh pihak swasta amat menggalakkan. Setakat ini, sebahagian besar
Sekolah Kebangsaan mempunyai kelas prasekolah. Namun kemasukan ke kelas ini dibuka
kepada anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah.

2) Pendidikan rendah
Pendidikan rendah bermula dari tahun 1 hingga tahun 6, dan menerima kemasukan
kanak-kanak berumur 7 tahun sehingga 12 tahun. Bahasa Melayu dan bahasa
Inggeris merupakan mata pelajaran wajib dalam Sistem Pendidikan Malaysia. Sekolah rendah
awam di Malaysia terbahagi kepada dua jenis, iaitu Sekolah Kebangsaan dan Sekolah Jenis
Kebangsaan. Kurikulum di kedua-dua jenis sekolah rendah adalah sama. Perbezaan antara
dua jenis sekolah ini ialah bahasa pengantar yang digunakan. Bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa pengantar di Sekolah Kebangsaan. Bahasa Tamil atau bahasa
Mandarindigunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Jenis Kebangsaan.

Pada akhir tahun persekolahan sekolah rendah, ujian awam diadakan bagi menilai
prestasi murid-murid. Ujian awam pada peringkat sekolah rendah dinamakan Ujian Penilaian
Sekolah Rendah (UPSR). Pelajar yang telah menduduki UPSR, dibenarkan melanjutkan
pelajaran ke peringkat menengah.

3) Pendidikan menengah
Sekolah menengah awam boleh dilihat sebagai pelanjutan sekolah rendah. Bahasa
Malaysia digunakan sebagai bahasa pengantar bagi semua mata pelajaran selain Sains
(Biologi, Fizik dan Kimia) dan Matematik (termasuk Matematik Tambahan) Para pelajar
perlu belajar dari Tingkatan 1 hingga Tingkatan 5. Seperti di sekolah rendah, setiap tingkatan
(darjah) mengambil masa selama satu tahun. Pada akhir Tingkatan Tiga (digelar peringkat
menengah rendah), para pelajar akan menduduki Penilaian Menengah Rendah (PMR).
Berdasarkan pencapaian PMR, mereka akan dikategorikan kepada Aliran Sains atau Aliran
Sastera. Aliran Sains menjadi pilihan ramai. Pelajar dari Aliran Sains dibenarkan untuk
keluar dari Aliran Sains lalu menyertai Aliran Sastera tetapi sebaliknya tidak dibenarkan.
Pelajar-pelajar yang tidak mendapat keputusan yang memuaskan pula boleh memilih untuk
menjalani pengkhususan vokasional di sekolah teknik.

Pada akhir Tingkatan Lima (digelar peringkat menengah atas), para pelajar perlu
menduduk peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) sebelum menamatkan pelajaran di
peringkat menengah. SPM adalah berdasarkan peperiksaan School Certificate United
Kingdom lama sebelum menjadi peperiksaan Tahap 'O' General Certificate of
Education (Kelulusan Umum Pelajaran) yang menjadi GCSE (General Certificate of
Secondary School / Kelulusan Umum Sekolah Menengah). Sejak tahun 2006, para pelajar
turut menduduki kertas GCE Tahap 'O' bagi bahasa Inggeris selain kertas SPM Bahasa
Inggeris biasa. Keputusan lain ini adalah berdasarkan markah penulisan karangan dalam
kertas Bahasa Inggeris SPM. Penilaian karangan kertas Bahasa Inggeris SPM diadakan di
bawah pengawasan pegawai dari peperiksaan Tahap 'O' British. Walaupun keputusan ini
bukan sebahagian daripada SPM, keputusan ini akan dinyatakan pada kertas keputusan.

Selepas keputusan SPM 2005 dikeluarkan pada Mac 2006, Kementerian Pelajaran
mengumumkan bahawa mereka sedang menimbang untuk memperbaharui sistem SPM
kerana orang ramai terlalu mementingkan bilangan A yang didapati. Pendidik-pendidik
tempatan bersetuju dengan cadangan ini. Salah seorang profesor di Universiti Malaya
mengesali keadaan sesetengah pelajar universiti yang tidak mampu menulis surat dan
berbahas. Beliau berkata, "Mereka tidak memahami apa yang saya katakan ... Saya tidak
dapat berkomunikasi dengan mereka." Tambah beliau, "Sebelum 1957, wira sekolah bukan
mereka yang mendapat 8A atau 9A tetapi merupakan pembahas yang baik, pelakon yang
baik, ahli sukan yang baik dan mereka yang memimpin Persatuan Pengakap."

Selepas menamatkan pelajaran di Sekolah Jenis Kebangsaan Cina, sesetengah pelajar


dapat belajar di Sekolah Tinggi Persendirian Cina. Di sekolah jenis ini, para pelajar
menduduki peperiksaan piawai yang dikenali sebagai Sijil Peperiksaan Bersama (Unified
Examination Certificate/UEC). Sesetengah pelajar di sekolah-sekolah ini turut menduduki
peperiksaan SPM sebagai calon persendirian. UEC diadakan oleh Dong Jiao Zong (Persatuan
Guru dan Pengarah Sekolah Cina) sejak tahun 1975.Terdapat tiga tahap dalam UEC, iaitu
Vokasional (UEC-V), Junior (UEC-JML/JUEC) dan Senior (UEC-SML/SUEC). Bahasa Cina
merupakan bahasa pengantar bagi kurikulum dan peperiksaan bagi UEC-V dan UEC-JML.
Bahasa Cina atau Bahasa Inggeris merupakan bahasa pengantar bagi mata pelajaran
Matematik, Sains (Biologi, Kimia dan Fizik), Simpan Kira, Akaun dan Perdagangan.
Kesusahan UEC-SML adalah hampir sama dengan A-level kecuali Bahasa Inggeris.

Pelajar di Sekolah Tinggi Persendirian Cina belajar dari tiga tahap rendah (Junior)
sehingga ke tiga tahap tinggi (Senior). Setiap tahap mengambil masa selama satu tahun.
Mereka tidak dibenarkan untuk belajar dalam tahap yang lebih tinggi jika gagal dalam
peperiksaan sekolah, sebaliknya perlu mengulang. Mereka yang gagal mara ke tahap yang
lebih tinggi selepas belajar dalam tahap yang sama selama tiga tahun akan disingkirkan dari
sekolah. Oleh itu, sesetengah pelajar mengambil masa yang lebih daripada enam tahun untuk
menamatkan pelajaran di Sekolah Tinggi Persendirian Cina. Pada akhir Junior 3, para pelajar
perlu menduduki peperiksaan UEC-JML. Sesetengah pelajar juga akan menduduki
peperiksaan PMR. UEC-JML lebih susah daripada PMR. Seperti pelajar di sekolah
menengah awam, pelajar di sekolah tinggi persendirian Cina juga akan dikategorikan kepada
aliran Sains dan aliran Perdagangan/Sastera bermula Senior 1. Pada akhir Senior 2,
sesetengah pelajar menduduki peperiksaan SPM. Mereka mungkin meninggalkan sekolah
selepas SPM. Sesetengah pelajar pula menyambung pelajaran ke Senior 3. Pada akhir Senior
3, mereka akan menduduki peperiksaan UEC-SML.

UEC-SML telah diakui sebagai kelayakan kemasukan banyak universiti luar negara
seperti Singapura, Australia, Taiwan, China dan sesetengah negara Eropah tetapi tidak diakui
oleh kerajaan Malaysia sebagai kelayakan kemasukan ke universiti-universiti awam
Malaysia. Akan tetapi, kebanyakan kolej persendirian mengakui UEC. Pada Mei 2004,
kerajaan Malaysia mewajibkan pelajar-pelajar yang menggunakan kelayakan kemasukan
yang selain daripada SPM perlu lulus dalam kertas Bahasa Malaysia SPM. Ini menyebabkan
banyak bantahan, dan Menteri Pengajian Tinggi ketika itu, Dr Shafie Salleh, mengecualikan
pelajar UEC daripada keperluan tersebut.

4. Pendidikan pra-universiti

Selepas SPM, para pelajar dapat membuat pilihan sama ada belajar dalam Tingkatan
6 matrikulasi, pengajian diploma di pelbagai institut pendidikan seperti Politeknik. Jika
mereka melanjutkan pelajaran dalam Tingkatan Enam, mereka akan menduduki
peperiksaan Sijil Tinggi Persekolahan Malaysia (STPM). Tingkatan 6 yang terdiri daripada
Tingkatan 6 Rendah dan Tingkatan 6 Atas mengambil masa selama dua tahun. STPM
dianggap lebih susah daripada A-level kerana merangkumi skop yang lebih mendalam dan
luas. Walaupun STPM biasanya diduduki bagi mereka yang ingin belajar di universiti awam
di Malaysia, STPM turut diakui di peringkat antarabangsa.

Selain itu, para pelajar boleh memohon kebenaran untuk mengikuti program
matrikulasi yang mengambil masa selama satu atau dua tahun. Pada suatu ketika dahulu,
matrikulasi hanya mengambil masa selama satu tahun. Sejak tahun 2006, 30% daripada
semua pelajar matrikulasi diberikan program yang mengambil masa selama dua tahun. 90%
daripada tempat matrikulasi adalah disimpan untuk bumiputera. Program matrikulasi tidak
seketat dengan STPM. Program ini dikritik oleh ramai kerana jauh lebih mudah daripada
STPM, dan dikatakan untuk membantu bumiputera belajar di universiti dengan mudah.
Matrikulasi dikenalkan selepas kuota kemasukan universiti awam yang berdasarkan kaum
dimansuhkan. 70% daripada pelajar kursus krtikal seperti perubatan, farmasi, pergigian dan
perundangan ialah pelajar matrikulasi. Sebaliknya, kebanyakan kursus-kursus seperti Sarjana
Muda Sains yang kurang diminati diambil oleh pelajar STPM. Pembela program matrikulasi
mendakwa bahawa Tingkatan 6 adalah berbeza dengan program matrikulasi. Akan tetapi,
program matrikulasi dan Tingkatan Enam memainkan peranan yang sama (kelayakan
kemasukan universiti).

Sesetengah pelajar menerima pendidikan pra-universiti di kolej persendirian. Mereka


mungkin memilih diploma, A-level, Program Matrikulasi Kanada atau kursus yang sama dari
negara lain.

Kerajaan mendakwa bahawa kemasukan universiti adalah berdasarkan meritokrasi


tetapi terdapat terlalu banyak program pra-universiti yang berlainan tanpa piawai yang boleh
dibandingkan.

3. Manajemen Pendidikan di Malaysia


a. kurikulum
Dalam penyusunan kurikulum Malaysia, banyak mengandung materi pembelajaran
mengenai kesehatan lingkungan seperti polusi air, udara, makanan dll. Selain itu terdapat
juga materi mengenai kesehatan tubuh atau materi mengenai penyakit-penyakit menular yang
mungkin menjangkiti manusia, dengan segala cara penyebarannya. Penyajian atau pemaparan
materi lebih banyak di analogikan dengan contoh nyata atau kejadian sejarah masa lalu
(perang dunia I, perang perancis dan india, sejarah kerajaan mesir atau kejadian penting di
new mexico), juga di analogikan dengan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh siswa
sehingga materi pelajaran bersifat aplikatif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan implementasi kurikulum
tersebut dengan kurikulum Indonesia pada tahun 1947, 1964 dan 1968. Hal ini dikarenakan
Malaysia pernah belajar pada Indonesia dengan menggunakan kurikulum tersebut dan masih
diterapkan secara konsisten sampai saat ini.
Media yang digunakan dalam menunjang pembelajaran banyak yang menggunakan
fasilitas internet seperti game online, situs-situs dan blog yang memuat modul/materi
pembelajaran, siswa di informasikan alamat-alamat situs tersebut dan tinggal membukanya
saat belajar. Selain itu digunakan juga fasilitas persentasi power point yang dapat
mengoptimalkan penyampaian materi terutama yang menuntut penayangan gambar.
Dalam kurikulum ini juga lebih menekankan proses pembelajaran yang lebih
mengutamakan praktek dari pada hanya penjelasan-penjelasan teori saja. Fasilitas-fasilitas
diatas memungkinkan siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih maksimal. Maka
pantaslah jika Malaysia pada saat ini perkembangan pendidikannya semakin maju dengan
pesat.

Kurikulum yang ada di malaysia

1956: General Syllabuses and Timetable Committee ditubuhkan

1964: General Syllabuses and Review Committee ditubuhkan

1965: Pendidikan Komprehensif dimulakan

1967: Report of the Committee on Curriculum Planning and Development

1973: Pusat Perkembangan Kurikulum (PPK) ditubuhkan

1982: KBSR dilaksanakan di 302 buah sekolah rendah sebagai percubaan

1983: KBSR dilaksanakan di semua sekolah rendah

1988: Pelaksanaan KBSR sepenuhnya dicapai

1988: Pelaksanaan KBSM bermula untuk mata pelajaran bahasa

1989: Pelaksanaan KBSM bermula untuk mata pelajaran lain

1989: Kemahiran Hidup Program Peralihan dimulakan di tingkatan 1

1989: Pelaksanaan PKBS di tahun 1 hingga tahun 6 di semua sekolah rendah

1989: Mata pelajaran Kemahiran Manipulatif dilancarkan di 100 buah sekolah rendah

1991: Mata pelajaran Kemahiran Manipulatif dilaksanakan di 1000 buah sekolah


rendah

1991: Kemahiran Hidup bersepadu dimulakan di Tingkatan 1

1992: Mata pelajaran Kemahiran Hidup Manipulatif dilaksanakan di 3000 buah


sekolah rendah

1993: Kemahiran Hidup mula dilaksanakan di Tahun 4 di semua sekolah rendah.


Sekolah yang telah melaksanakan Kemahiran Manipulatif meneruskannya di Tahun 5 dan 6
sekolah rendah

Anda mungkin juga menyukai