Syarat identifikasi dikatakan tepat yaitu menentukan identitas seseorang secara positif
berdasarkan Identification Board DVI Indonesia adalah didukung minimal salah satu primary
identifiers positif atau didukung minimal dua secondary identifiers positif.
Kalo melihat algoritma, dibutuhkan 1 primer dan 2 sekunder. Apalagi, data primer memang
memiliki nilai keindividualistikan yang tinggi.
Prioritas pemeriksaan primer itu juga berdasar jenis kasusnya. Biasanya, gak langsung
diperiksa DNA karena membutuhkan waktu dan biaya. Misalnya kasus kebakaran pesawat,
hangus, tulang penyangga gigi masih utuh, odontologi bisa jadi prioritas pemeriksaan primer.
Tapi, pada kasus kapal tenggelam, sudah terjadi pembusukan, jaringan sudah tidak utuh lagi,
maka data primer gigi dan sidik jari tidak bisa menjadi prioritas utama dan bernilai , malah
data sekunder kedudukannya juga bisa jadi . Jika identifikasi sekundernya meragukan,
maka prioritas berikutnya adalah tes DNA.
Seperti pada kasus ini fingerprint, dental record, DNA juga tidak dilakukan, identitas
dilakukan dengan secondary identifiers.
Referensi
file:///C:/Users/pc/Downloads/175-349-1-PB.pdf
file:///C:/Users/pc/Downloads/referensi%20identifikasi.pdf
http://gamel.fk.ugm.ac.id/mod/resource/view.php?id=11849
2. Bagaimana sih, proses identifikasi itu dilakukan, terutama pada kasus ini?
Jadi, identifikasi forensik itu kan ada 2 macam metode:
a. Komparatif biasanya dipakai pada jasad yang masih utuh dan komunitasnya terbatas.
Terdapat data antemortem dan postmortem.
Data antemortem biasanya didapat dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Yang
merupakan data antemortem adalah
- informasi pribadi secara umum/informasi sosial (nama, usia, alamat tempat tinggal,
tempat bekerja, status pernikahan dan sebagainya),
- gambaran fisik (tinggi dan berat badan, warna mata dan rambut),
- riwayat kesehatan dan gigi (penyakit, fraktur, gigi yang hilang, dan mahkota gigi),
- ciri khas (kebiasaan, skar, tanda lahir dan tato),
- pakaian dan benda-benda lain yang terakhir kali dipakai, serta
- hal-hal yang diduga berhubungan dengan hilangnya seseorang.
b. Rekonstruktif apabila tidak tersedia data antemortem dengan menyusun kembali sisa-
sisa potongan tubuh manusia yang tidak utuh lagi pada komunitas yang tidak terbatas
seperti misalnya pada kasus mutilasi ataupun bencana massal.
Yang merupakan data postmortem adalah
- informasi umum tentang sisa tubuh (rentang usia, jenis kelamin, tinggi),
- fakta-fakta medis dan dental (tanda fraktur lama, bekas operasi, kondisi gigi, misalnya
tambalan gigi),
- trauma dan kerusakan post-mortem,
- informasi mengenai sidik jari, DNA,
- pakaian dan benda-benda lain yang ditemukan bersama/dekat sisa tubuh,
- informasi tambahan, seperti: dimana dan bagaimana sisa tubuh ditemukan berdasarkan
pengakuan para saksi
Referensi:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47561/Chapter%20II.pdf;jsessionid=4DE0F
436C1D9C13FAF980DB79FDA8380?sequence=4