Anda di halaman 1dari 7

PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN FILSAFAT

PENDIDIKAN BARAT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur pembangun peradaban bangsa adalah melalui pendidikan. Sedangkan
hasil akhir sebuah pendidikan tergantung pada tujuan awal pendidikan itu sendiri. Islam dan
Barat memiliki pandangan berbeda mengenai hal tersebut. Paham rasionalisme yang berkembang
di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan
Islam yang memiliki al-Quran, Sunnah, dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya.
Hal inilah yang membedakan ciri-ciri dari pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan
Islam. Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga produk yang
dihasilkan pun memiliki ciri-ciri yang berbeda. Penjelasan lebih lanjut akan dibahas dengan
rumusan masalah sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah
1. Konsep Dasar Filsafat Pendidikan Islam
2. Konsep Dasar Filsafat Pendidikan Barat
3. Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat

BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Dasar Filsafat Pendidikan Islam
a. Pengertian Pendidikan Islam
Para ahli filsafat pendidikan menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan
sebenarnya sangat tergantung pada pandangan terhadap manusia., hakikat, sifat sifat atau
karakteristik, dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan bergantung pada
hidupnya.apakah manusia dilihat dari kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa, dan roh,atau
jasmani dan rohani?apakah manusia pada hakikatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan
(innate) yang menentukan perkembangannya dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang
menentukan (domain) dalam perkembangan manusia? Bagaimana kedudukan manusia dalam
masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah manusia hanya dianggap hidup sekali di
dunia ini, ataukah hidup kembali di hari kemudian (akhirat)?.[1]
Ahmad D. marimba merumuskan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani pesertra didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.[2]
DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia
seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Pendidikan
Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.[3]
Menurut DR. Mohammad Natsir, maksud didikan di sini ialah satu pimpinan jasmani dan
ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan
sesungguhnya.[4]

b. Karakteristik Pendidikan Islam


Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, ada beberapa karakteristik pendidikan Islam, yaitu:[5]
Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan
bagi setiap Muslim dan muslimat. Setiap Rasul yang diutus Allah lebih dahulu dibekali ilmu
pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk mengembangkan llmu pengetahuan itu. Hal ini
sesuai hadits Rasulullah saw ,

Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan
dikembangkan kepada orang lain. Nabi Muhammad saw sangat membenci orang yang memiliki
ilmu pengethauan, tetapi tidak mau memberi dan mengembangkan kepada orang lain (HR. Ibn
al-Jauzy).

Penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu penetahuan.
Ilmu pengetahuan yang didapat dari pendidikan Islam terikat oleh nilai-nilai akhlak .

Penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada Allah
dan kemaslahatan umum, seperti pada hadits riwayat Abu al-Hasan Bin Khazem bin Anas ,

Penyesuaian terhadap perkembangan anak. Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan
Islam diberikan kepada anak sesuai umur, kemampuan, perkembangan jiwa, dan bakat anak.
Setiap usaha dan proses pendidikan haruslah memperhatikan faktor pertumbuhan anak. Ali bin
Abi Thalib sebagaimana dikutif Fazhur Rahman berkata :[6]
Pengembangan kepribadian. Bakat alami dan keampuan pribadi tiap-tiap anak didik diberikan
kesempatan berkembang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Setiap murid
dipandang sebagai amanah Tuhan, dan seluruh kemampuan fisik & mental adalah anugerah
Tuhan. Perkembangan kepribadian itu berkaitan dengan seluruh nilai sistem Islam, sehingga
setiap anak dapat diarahan untuk mencapai tujuan Islam.
Penekanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Setiap anak didik diberi semangat dan
dorongan untuk mengamalkan ilmu pengetahuan sehingga benar-benar bermanfaat bagi diri,
keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Amal shaleh dan tanggung jawab itulah yang
menghantarkannya kelak kepada kebahagiaan di hari kemudian kelak (HR. Muslim).
:
Dengan karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas keunggulan pendidikan
Islam dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena, pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan
langsung dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.
2. Konsep Dasar Filsafat Pendidikan Barat
a. Pengertian Pendidikan Barat
Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa tujuan pendidikan itu tidak bisa lepas dari tujuan
hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk
memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.
Dengan begitu tujuan pendidikan harus berpangkal pada tujuan hidup.[7]
Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana apa yang menjadi tujuan
pendidikan secara tidak langsung merupakan tujuan hidup berbenturan dengan kepentingan-
kepentingan lain . Di sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan
hidup. Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu berpendapat bahwa tujuan
hidup adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat negara. Dan pengertian kuat
menurut orang-orang Sparta adalah kekuatan fisik. Oleh sebab itu tujuan pendidikan Sparta
adalah sejajar dengan tujuan hidup mereka, yaitu memperkuat, memperindah dan mempertegus
jasmani. Oleh sebab itu orang-orang yang kuat jasmaninya, bisa berkelahi dengan harimau dan
singa disanjung-sanjung, dianggap pahlawan di masyarakat Sparta.[8]
Sebaliknya orang Athena, juga salah satu kerajaan Yunani lama, berpendapat bahwa tujuan
hidup adalah mencari kebenaran (truth), dan kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu.
Tetapi apakah kebenaran itu? Plato lebih dulu mengandaikan bahwa benda, konsep-konsep dan
lainnya bukanlah benda sebenarnya. Dia sekedar bayangan dari benda hakiki yang wujud di alam
utopia. Manusia terdiri dari roh dan jasad. Roh itulah hakikat manusia, maka segala usaha untuk
membersihkan, memelihara, menjaga dan lain-lain roh itu disebut pendidikan.
Madzhab-madzhab pendidikan eropa Barat dan Amerika sesuah Decartes (1596-1650)
mengambil dari kedua madzhab Yunani lama tersebut, dan semua madzhab beranggapan bahwa
dunia inilah tujuan hidup sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari
akhir. Ada madzhab rasionalisme yang berpangkal pada Plato, Aristoteles, Descartes, Kant, dan
lainnya; ada madzhab impirisme yang dipelopori oleh John Locke yang terkenal dengan kerta
putih (tabu rasa); ada madzhab progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah lebih banyak pendidikan; ada madzhab yang
berasal dari sosiolog, yaitu sosiologi pengetahuan yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada
madzhab fenomenologi atau eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya
bersifat personal, oleh sebab itu sekolah tidak ada gunannya dan harus dibubarkan. Hal ini
tercermin dalam firman Allah SWT yang menggambarkan orang-orang Dahriyyun (Naturalist),
Mereka berkata tidak ada hidup kecuali hidup kita di dunia ini. Kita mati kita hidup, tidak ada
yang membinasakan kita kecuali masa. Sedangkan mereka dalam hal ini tidak tahu apa-apa.
Mereka hanyalah menyangka-nyangka (QS.45:23).
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey berpendapat tentang tujuan pendidikan berdasarkan
pada pandangan hidup, Since there is nothing to which growth is relative save more growth,
there is nothing to which education is subordinate save more education. The education process
has no end beyond itself it is its own end.
Madzhab yang dibawa oleh Dewey ini terkenal dengan nama Pragmatisme dalam falsafah,
sedangkan dalam pendidikan disebut Progressivisme yang terlalu menitik beratkan kepada
kegunaan (utilitarian).
Peradaban Barat boleh dikata hampir lengkap terutama sekali dalam bidang pendidikan.
Volume penyelidikan dalam berbagai aspek pendidikan sangat mengagumkan. Disamping itu
kemajuan yang telah dicapainya memberi pengaruh pada masyarakat dunia umumnya hal yang
membanggakan kalangan elit yang memerintah dan masyarakat Barat. Pada abad ke-21 ini,
orientasi tujuan pendidikan Barat mulai beralih pada usaha mencari keuntungan dengan jalan apa
pun, yang bermakna eksploitasi, kekuasaan, pertarungan, teror dan pembunuhan.[9]
b. Karakteristik Pendidikan Barat
Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim
sebagai sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya
bebas dari nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam
peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas
tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular
yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-
nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara
pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.[10]
Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama,
menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap
realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan
hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan drama dan
tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan . Kelima
faktor ini amat berpengaruh dalam pola pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola
pendidikan yang ada di Barat.
Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah
mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme,
dan rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri.
Ren Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini menjadikan rasio sebagai kriteria
satu-satunya dalam mengukur kebenaran. Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke,
Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga
menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai
macam faham dan pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme,
relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti
dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya.[11]
3. Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat
ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN BARAT
Proses Belajar Mengajar Karena sekularistik-materialistik, maka motif dan objek belajar-meng
semata-mata masalah keduniaan
Tanggungjawab belajar mengajar Semat-mata urusan manusia

Kepentingan Belajar Belajar hanyalah untuk kepentingan dunia, sekarang dan di sini

Konsep Pendidikan Barat pada umumnya tidak mengaitkan pendidikan dengan pahala dan
Ilmu itu bebas nilai (values free).

Tujuan Akhir Pendidikan Hidup sejahtera di dunia secara maksimal baik sebagai warga Negara m
sebagai warga masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN

1. DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan


manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan
keterampilannya. Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam
perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya.
2. Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu
pengetahuan bagi setiap Muslim dan muslimat. Setiap Rasul yang diutus Allah lebih
dahulu dibekali ilmu pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk mengembangkan
llmu pengetahuan itu.
3. Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana apa yang menjadi
tujuan pendidikan secara tidak langsung merupakan tujuan hidup berbenturan dengan
kepentingan-kepentingan lain . Di sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam
menetapkan tujuan hidup. Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu
berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat
negara. Dan pengertian kuat menurut orang-orang Sparta adalah kekuatan fisik. Oleh
sebab itu tujuan pendidikan Sparta adalah sejajar dengan tujuan hidup mereka, yaitu
memperkuat, memperindah dan mempertegus jasmani. Oleh sebab itu orang-orang yang
kuat jasmaninya, bisa berkelahi dengan harimau dan singa disanjung-sanjung, dianggap
pahlawan di masyarakat Sparta.
4. Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan
diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas
nilai tapi hanya bebas dari nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-
Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama
namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang
terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional.
Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio
manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada
akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu secular.

DAFTAR PUSTAKA
Bashori Muchsin,DKK. Pendidikan Islam Humanistik. Bandung: PT. Refika Aditama. 2010.
Fuad Farid Ismail, Abdul Hamid Mutawali. Cara mudah belajar Filsafat (Barat dan Islam).
Yogyakarta: IRCiSoD, 2012.
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan Islam(Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Azra, Azyurmadi. Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: PT. logos
Wacama Ilmu, 1999.
Rochaity,Ety. Sistem Informasi Management Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

[1] M. Bashori Muchsin, Moh. Sulton, Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik,(Bandung:
PT. Refika Aditama, 2010), hal. 1.
[2] Ibid, hal. 2.
[3] Fuad Farid Ismail, Abdul Hamid Mutawali, Cara mudah belajar Filsafat (Barat dan Islam),
(Yogyakarta: IRCiSoD), hal. 193.
[4] Ibid, 194.
[5] Azyurmadi Azra, Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. logos
Wacama Ilmu, 1999), 23.
[6] Ibid, hal. 25.
[7] Arifin,Kapita Selekta Pendidikan Islam(Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),52.
[8] Ibid, hal. 55.
[9] Ibid, 59.
[10] Ety Rochaity, Sistem Informasi Management Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal.
66.
[11]Ibid, hal. 69.
Posted by Wahyu Tri Wibowo at 10:17
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Anda mungkin juga menyukai