KEBIJAKAN Anak dengan anafilaksis diberi tindakan segera di UGD, dan dimonitor di
ruang semi intensif pediatrik, tergantung keadaan, bila diperlukan di rawat
di ruang. Intensif hingga 72 jam sejak onset
PROSEDUR Diagnosis:
Anafilaksi merupakan ditegakkan secara klinis.
Diferensial diagnosis termasuk: sumbatan jalan nafas akibat benda asing,
sinkop dan gagal jantung
Diagnosis harus ditegakkan segera. Berdasarkan :
onset gejala dalam hitungan menit-jam, meliputi: kulit/mukosa dan salah
satu dari respirasi serta kardiovaskulaer dan/atau ditambah saluran cerna.
Ada/tidak adanya alergen yang telah dikenal sebelumnya. Perawatan:
Segera: pemberian epinefrin 0,1 mg/10kg BB, i.m, di anterolateral paha,
bisa diulang 3 x selang 5-15 menit.
Ditambah secara simultan: pemberian IVFD grojok, Antihistamin 1 dan 2.
Steroid diberikan kemudian untuk mencegah reaksi lanjut
Monitor: dilakukan ketat untuk mengevaluasi status respirasi,
kardiovaskuler dan kesadaran.
Dirawat di ruang semi intensif pediatrik, tergantung keadaan, bila
diperlukan: di rawat di ruang. intensif
Dilakukan reevaluasi/ identifikasi ulang faktor pencetus selama perawatan
Dilakukan KIE tentang status sakit anak: true medical emergency,
kemungkinan pencetus, pananganan yang sudah dilakukan dan
kemungkinan pulih berdasarkan evaluasi awal saat masuk, respon terhadap
terapi dan monitor berkelanjutan selama perawatan.
Dipulangkan dari Rumah Sakit setelah lewat 72 jam sejak onset dan
keadaan umum baik.
Pemeriksaan penunjang invivo (SPT) untuk mengidentifikasi penyebab
(alergen) tidak dianjurkan, namun bisa dilakukan tes invitro (kadar IgE
sesifik) setelah keluar Rumah Sakit
TUJUAN Anak dengan infeksi HIV perlu dirawat untuk mengidentifikasi dan
menyembuhkan infeksi oportunistik , memperbaiki status nutrisi,
mencegah komplikasi dan mengurangi kematian.
Anak dnegan infeksi HIV tidak mendapat stigma dan diskriminasi di
dalam maupun diluar Rumah Sakit
KEBIJAKAN Anak dengan HSP dirawat di ruang non infeksi, dilakukan rawat
bersama dengan Nefrologi apabila ada keterlibatan ginjal
PROSEDUR Diagnosis:
Didahului dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, bila sesuai
dengan kecurigaan HSP, dilakukan pemeriksaan penunjang: DL,
CRP, LED, UL dan FL, dan bila perlu dikonsulkan kepada Bag KUlit
bila gejala klinis kurang khas. Bila didapatkan colic abdomen
hebat/disertai distensi/darah-lendir peranum dilakukan USG
abdomen cito.
Sambil menunggu hasil pemeriksaan penunjang, dimulai pemberian
terapi penunjang dan simptomatik, seperti: cairan, NSAID, Anti
Histamin 2 dan 1, Steroid.
Dilakukan identifikasi faktor penunjang dan penghambat
kesembuhan pasien, seperti lingkungan dingin di tempat tinggal,
untuk diberikan KIE tentang : adanya pengaruh dingin dan infeksi
sebagai penghambat kesembuhan atau pencetus kekambuhan, adanya
kemungkinan keterlibatan ginjal dalam jangka panjang dan perlunya
banyak asupan cairan perlunya ganti-ganti posisi anggota gerak
sehari-hari.
Dilakukan monitor kondisi klinis dan UL setelah keluar Rumah
Sakit (mingguan-bulanan-1 tahun- 2 tahun)
UNIT TERKAIT Lab
Divisi lain di Bag IKA, seperti: Nefro
KOLESTASIS
PROSEDUR : 1. Tatalaksana lima lintas diare WHO : (1) Rehidrasi, (2) dukungan
nutrisi, (3) suplementasi zinc, (4) antibiotik selektif dan (5)
edukasi otang tua
a. Terapi cairan pada keadaan ada tau tidaknya dehidrasi :
Tanpa dehidrasi : oralit osmolaritas rendah 5-10
mL/kgBB setiap diare cair
Dehidrasi ringan sedang : cairan rehidrasi oral 75
mL/kgBB/3 jam, jika gagal infus RL 70 cc/kgBB
dalam 4-5 jam.
Dehidrasi berat :
umur < 12 bulan : infus cairan 30 mL/kgBB dalam 1
jam kemudian 70 mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya.
umur > 12 bulan: infus cairan 30 mL/kgBB dalam
jam kemudian 70 mL/kgBB dalam 2,5 jam
berikutnya.
KEBIJAKAN :
KEBIJAKAN :
2. Persiapan personil
a. Cuci tangan dengan sabun/desinfektan, bilas dengan air
mengalir.
b. Keringkan dengan handuk kering dan bersih.
c. Pakailah baju kerja panjang dengan lengan panjang berkaret
dan krah baju tinggi.
d. Pakailah tutup kepala dan kacamata.
e. Pakailah masker penutup mulut dan hidung.
f. Pakailah sarung tangan steril, dengan cara sebagai berikut :
Lepaskan lipatan sarung tangan, ambil sarung tangan
dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan pada bagian
sebelah dalam, kemudian pasang sesuai dengan jari-
jari tangan kiri dan kencangkan dengan cara menarik
pangkal sarung sebelah dalam.
Pasang sarung tangan kanan dengan tangan kiri (yang
telah menggunakan sarungtangan) dengan
menyelipkanjari-jari tangan kiri di bawah lipatan sarung
tangan, kemudian tahan pangkal sarung tangan tersebut
dengan ibu jari tangan kiri.
Pasang sarung tangan tersebut pada tangan kanan, sesuai
dengan alur jari tangan kemudian kencangkan dengan
cara menariknya.
Masukkan masing-masing lengan baju ke dalam sarung
tangan.
g. Semprotkan kedua belah telapak tangan dengan alcohol 70%.
h. Semprotkan alcohol 70% ke seluruh dinding kotak aseptic.
i. Ambil kapas/kasa, kemudian semprot dengan alcohol 70%.
j. Usapkan ke seluruh dinding kotak aseptic, ,ulai dari bagian
atas ke bawah.
k. Meja dialasi dengan pengalas plastic diatasnya ada kertas
penyerap.
l. Ambil obat sitostatika sesuai dengan program.
...............................
DITETAPKAN OLEH:
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR Tanggal Terbit :
OPERASIONAL
KARDIOLOGI ANAK
dr. I Wayan Sutarga, MPHM
NIP 19540922 198203 1 002
Pengertian Suatu tindakan memasukkan kateter CVP dari vena femoralis kanan
atau kiri, sampai ujungnya berada di muara vena cava inferior atau di
dalam atrium kanan.
Tujuan 1. Memberikan akses vena pada keadaan vena perifer mengalami
kolaps saat syok.
2. Memonitor tekanan atrium kanan atau vena sentral, dalam
evaluasi keberhasilan atau kegagalan sirkulasi.
3. Memberikan obat-obat yang hipertonik, yang bisa mengakibatkan
phlebitis bila diberikan melalui vena perifer.
4. Memberikan banyak jenis obat parentral secara bersamaan.
5. Memberikan cairan parenteral berjumlah banyak dengan cepat.
Kebijakan Pasien dengan indikasi medis yang harus memakai CVP
NO DOKUMEN NO HALAMAN
REVISI
RSUP SANGLAH
DENPASAR
Tujuan Anak dengan MEP berat perlu dirawat untuk pemberian terapi nutrisi dan
mengatasi penyakit yang mendasarinya atau penyakit penyertanya.
Tujuan perawatan adalah agar anak dapat mencapai gizi kurang dan
penyakit yang mendasari atau penyertanya dapat diatasi.
Kebijakan Setiap penderita kwasihorkor, marasmus maupun marasmik kwasihorkor
perlu rawat inap untuk mengatasi masalah kegawat daruratan yang ada,
pemberian nutrisi yang sesuai, mengidentifikasi dan menangani penyakit
yang mendasari dan penyakit penyertanya
Prosedur Diagnosis:
Didahului dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
antropometri, dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
dan mencari penyakit yang mendasari serta penyakit penyertanya.
Dokter memberikan penjelasan tentang diagnosis dan masalah-masalah
yang ditemukan pada pasien.
Perawatan:
Dilakukan langkah-langkah penangangan gizi buruk berdasarkan buku
Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk dari Depkes RI 2006.
Apabila anak telah dapat dipulangkan sesuai dengan syarat-syarat yang
terdapat pada buku petunjuk tersebut, pasien dirujuk kembali ke
puskesmas asal pasien.
Unit Terkait Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik IKA dan divisi lainnya di Bag IKA
sesuai dengan kondisi pasien, Instalasi Gizi, Bagian Keperawatan,
Instalasi Rehabilitasi Medik, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Lembaga
Sosial Masyarakat
OBESITAS
dr. I Wayan Sutarga, MPHM
NIP 19540922 198203 1 002
PROSEDUR 1. Diagnosis:
a. Pemeriksaan fisik neurologis
b. Pemeriksaan darah lengkap, kadar gula darah, elektrolit, kultur
darah.
c. Lumbal Punksi (LP) : analisis LCS, kultur dan tes sensitivitas
LCS.
d. CT scan untuk melihat komplikasi
2. Tatalaksana
a. Pertahankan jalan nafas adekuat (oksigenasi bila perlu)
b. IVFD Dextrose 10% sesuai dengan kebutuhan maintenance
c. Pemberian dexametason dosis 0,6 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
sebelum pemberian antibiotika(2 hari pertama saja).
d. Terapi antibiotika empiris (sesuai dengan umur), lama
pengobatan 10-14 hari.
Umur 1-3 bulan :
Ampicillin 200-400 mg/kg BB/hari IV dibagi 4 dosis dan
sefotaxim 200 mg/kg BB/hari IV dibagi 2-3 dosis
Atau Seftriaxon 100 mg/kgBB/ hari IV dibagi 2 dosis.
Umur > 3 bulan
Sefotaxim 200 mg/kg BB/hari IV, dibagi 3-4 dosis
Seftriaxon 100 mg/kg BB/hari IV, dibagi 2 dosis
e. Pemberian manitol bila terjadi penurunan kesadaran yang berat.
Manitol 15-20%; dosis 0,5-2,0 gram/kg BB/kali IV dalam 30-60
menit, dapat diulang setiap 8-12 jam selama 3 hari (tergantung
pada respon penderita.
3. Identifikasi bakteri penyebab melalui kultur LCS ketika pertama
kali di duga/ didiagnosis meningitis bakteri.
4. Pemeriksaan LCS yang kedua dilakukan pada hari ke-3 setelah
mendapat terapi antibiotika untuk mengevaluasi respon bakteri
terhadap terapi antibiotika.
5. Apabila secara klinis tidak terjadi perbaikan, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang CT scan kepala untuk mengidentifikasi
adanya komplikasi berupa hidrosefalus atau ventrikulitis
dr. I Wayan Sutarga, MPHM
NIP 19540922 198203 1 002
PENGERTIAN Infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, khususnya
virus.
NO NO HALAMAN
RSUP SANGLAH DOKUMEN REVISI
DENPASAR
KEBIJAKAN : Harus dilakukan tindakan medis yang agresif dan dilakukan pengawasan dengan
monitor di unit perawatan intensif pediatrik
PROSEDUR : DIAGNOSIS : ditegakkan secara klinis dan analisis gas darah
TATALAKSANA :
1. Pertahankan jalan nafas terbuka (pasang guedel atau pipa endotrakea
2. Terapi Oksigen (kanul nasal, head box, masker)
3. Bantuan ventilasi (balon resusitasi, ventilator)
NO NO HALAMAN
DOKUMEN REVISI
RSUP SANGLAH
DENPASAR
KEBIJAKAN : Atasi syok sedini mungkin yaitu saat fase kompensasi dan dilakukan
pengawasan dengan monitor di unit perawatan intensif pediatrik
PROSEDUR : 1. Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen dengan FiO2 100%, bila
perlu berikan tunjangan ventilator.
2. Pasang akses vaskular secepatnya
3. Berikan cairan kristaloid 20 ml/kg secepatnya, nilai responnya dan
pasang kateter urin. Penggunaan koloid dalam jumlah yang terukur
dapat dipertimbangkan. Resusitasi dapat diulangi bila syok belum
teratasi, hingga volume intravaskular optimal.
4. Pemberian cairan resusitasi dihentikan bila penambahan volume
tidak lagi mengakibatkan perbaikan hemodinamik, dapat disertai
terdapatnya ronki basah halus tidak nyaring, peningkatan tekanan
vena jugular atau pembesaran hati akut.
5. Periksa dan atasi gangguan metabolik seperti hipoglikemia,
hipokalsemia, dan asidosis
6. Bila syok belum teratasi, berikan dopamine 5-10 g/kg/menit atau
dobutamine 5-20 g/kg/menit.
7. Bila syok masih belum teratasi, berikan epinefrine 0,05-2
g/kg/menit bila akral dingin (vasokonstriksi) atau norepinefrine
0,05-2 g/kg/menit bila akral hangat (vasodilatasi). Pada syok
kardiogenik dengan resistensi vaskular tinggi, dapat
dipertimbangkan milrinone dengan dosis 50 g/kg bolus dalam 10
menit selanjutnya 0,25-0,75 g/kg/menit (maksimum 1,13
g/kg/hari).
8. Bila syok masih juga belum teratasi, pertimbangkan pemberian
hidrokortison 2 mg/kg atau metilprednisolon 1,3 mg/kg.
9. Bila kadar hematrokit < 30% dapat dilakukan tranfusi PRC
10. Disertai upaya menurunkan konsumsi oksigen
PENGERTIAN Hipoglikemia adalah kondisi bayi dengan kadar glukosa darah <45
mg/dL (2,6 mmol/L) baik yang memberikan gejala maupun tidak.
Keadaan hipoglikemia dapat sangat berbahaya terutama bila kadar
glukosa <25 mg/dL (1,4 mmol/L).
TUJUAN 1. Mengenali hipoglikemia sebagai salah satu indikator yang penting
untuk stres dan penyakit pada neonatus.
2. Menangani kasus hipoglikemi pada neonatus
Terapi lanjutan
Infus glukosa 6-8 mg/kg/menit
Kecepatan Infus Glukosa (GIR) dihitung menurut formula berikut :
GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (ml/kg/hari) x konsentrasi Dextrose (%)
6 x BB
Periksa ulang kadar glukosa setelah 20-30 menit dan setiap jam
sampai stabil.
Ketika pemberian minum telah dapat ditoleransi dan nilai
pemantauan glukosa bed side sudah normal maka infus dapat
diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin memerlukan
waktu 24-48 jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya
hipoglikemia.
UNIT TERKAIT Sub divisi Endokrin
TETANUS NEONATORUM
PENGERTIAN Adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran yang disebabkan oleh clostridium tetanus
yang terjadi pada neonatus (0-28 hari)
PROSEDUR Medikamentosa
1. Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan.
2. Berikan diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau
dengan bolus IV setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg per
kali pemberian), maksimum 40 mg/kg/hari.
Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan berikan
diazepam melalui pipa atau melalui rektum (dosis sama dengan
IV?).
Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg tiap 6 jam.
Bila frekuensi napas kurang dari 30 kali/menit dan tidak
tersedia fasilitas tunjangan napas dengan ventilator, obat
dihentikan meskipun bayi masih mengalami spasme.
Bila bayi mengalami henti napas selama spasme atau sianosis
sentral setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan
aliran sedang, bila belum bernapas lakukan resusitasi, bila tidak
berhasil dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
NICU.
Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara
bertahap 5-10 mg/hari dan diberikan melalui rute orogastrik.
Pada kondisi tertentu, mungkin diperlukan vencuronium
dengan ventilasi mekanik untuk mengontrol spasme.
3. Berikan bayi :
Human tetanus immunoglobulin 500 U IM atau antitoksin
tetanus (equine serum) 5000 U IM. Pada pemberian antitoksin
tetanus, sebelumnya dilakukan tes kulit Tetanus toksoid 0,5 mL
IM pada tempat yang berbeda dengan pemberian antitoksin.
Pada hari yang sama? (Di literatur, imunisasi aktif dengan
tetanus toksoid mungkin perlu ditunda hingga 4-6 minggu
setelah pemberian tetanus imunoglobulin)
Lini I : Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap
enam jam (oral/parenteral) selama 7-10 hari atau lini 2 :
Penisilin procain 100.000 U/kg IV dosis tunggal selama 7-10
hari. Jika hipersensitif terhadap penisilin, berikan tetrasiklin 50
mg/kg/hr (utk anak > 8 th). Jika terdapat
sepsis/brokopneuminia, berikan antibiotik yang sesuai.
Bila terjadi kemerahan dan/atau pembengkakan pada kulit
sekitar pangkal tali pusat, atau keluar nanah dari permukaan tali
pusat, atau bau busuk dari area tali pusat, berikan pengobatan
untuk infeksi lokal tali pusat
4. Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk
melindungi ibu dan bayi yang dikandung berikutnya) dan minta
datang kembali satu bulan kemudian untuk pemberian dosis kedua.
Suportif
Bila terjadi kekauan atau spastisitas yang menetap, terapi suportif
berupa fisioterapi.
UNIT TERKAIT
SEPSIS NEONATAL
No. Dokumen Revisi Halaman 1/3
RSUP SANGLAH
DENPASAR ...............................
A.n Direksi
STANDAR PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL Tanggal Terbit :
PERINATOLOGI
dr. I Wayan Sutarga, MPHM
NIP 19540922 198203 1 002
KEBIJAKAN 1. Mengenali bayi yang memiliki risiko lebih besar terkena sepsis
2. Anamnesis identifikasi faktor risiko dan gejala sepsis
3. Pemeriksaan fisik mengenali berbagai tanda sepsis.
4. Menduga bakteri patogen penyebab sepsis
5. Menggunakan uji laboratorium yang tepat diagnosis sepsis,
memanfaatkan pemeriksaan kultur identifikasi organisme yang
dicurigai
Memutuskan perawatan spesifik yang sesuai dan mendukung.
3. Kardiovaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan serta lakukan
pemantauan tekanan darah (bila tersedia fasilitas) dan perfusi
jaringan untuk mendeteksi dini adanya syok. Pada gangguan perfusi
dapat diberikan volume ekspander (NaCl fisiologis, darah atau
albumin, tergantung kebutuhan) sebanyak 10 ml/kgBB dalam
waktu setengah jam, dapat diulang 1-2 kali. Jangan lupa untuk
melakukan monitor keseimbangan cairan. Pada beberapa keadaan
mungkin diperlukan obat-obat inotropik seperti dopamin atau
dobutamin.
4. Hematologi
Transfusi komponen jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasari.
5. Tunjangan nutrisi adekuat
6. Manajemen khusus
Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta
serta komplikasi yang terjadi (misal : kejang, gangguan
metabolik, hematologi, respirasi, gastrointestinal,
kardiorespirasi, hiperbbilirubin)
Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian
imunoglobulin, antibodi monoklonal atau transfusi tukar (bila
fasilitas memungkinkan)
Transfusi tukar diberikan jika tidak terdapat perbaikan klinis dan
laboratorium setelah pemberian antibiotik adekuat.
Faktor risiko sepsis neonatorum
Faktor risiko mayor
Ketuban pecah > 24 jam
Ibu demam saat intrapartum suhu > 38 C
Korioamnionitis
Denyut jantung janin menetap > 160x/menit
Ketuban berbau
Faktor risiko minor
Ketuban pecah > 12 jam
Ibu demam saat intrapartum suhu > 37,5 C
Nilai Apgar rendah ( menit ke-1 < 5 , menit ke-5 < 7 )
Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) < 1500 gram
Usia gestasi < 37 minggu
Kehamilan ganda
Keputihan yang tidak diobati*
Infeksi Saluran Kemih (ISK) / tersangka ISK yang tidak diobati
UNIT TERKAIT
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
PENGERTIAN Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat
bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada
bayi kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction/IUGR).
TUJUAN 1. Mengantisipasi dan menangani masalah selama persalinan dan
kelahiran BBLR
2. Mengidentifikasi masalah BBLR
3. Tata laksana BBLR dan mengatasi komplikasinya
UNIT TERKAIT
ASFIKSIA DAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR
PENGERTIAN Adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak bernafas secara
spontan, teratur dan adekuat.
Obat-obatan :
1. Epinefrin
Indikasi : Setelah VTP 30 detik dan VTP + kompresi dada
selama 30 detik FJ tetap < 60 kali/menit.
Persiapan : 1 ml cairan 1:10.000
Dosis IV : 0,1-0,3 mL/kgBB larutan 1:10.000
ET : 0,3-1,0 mL/kgBB larutan 1:10.000
Kecepatan pemberian : secepat mungkin.
2. Cairan penambah volume darah
Indikasi : Bila bayi pucat, kehilangan darah & / tidak
memberikan respons yang memuaskan terhadap resusitasi.
Cairan yang dipakai:
o Garam fisiologis (dianjurkan).
o Ringer laktat.
o Darah O negatif.
Dosis : 10 mL/kgBB.
Jalur : vena umbilikalis.
Kecepatan : 5-10 menit.
3. Natrium bikarbonat
Indikasi : Bila dicurigai terjadi asidosis metabolik atau terbukti
terjadi asidosis metabolik.
Dosis : 2 mEq/kgBB (larutan 4,2 %).
Jalur : vena umbilikalis.
Kecepatan : 1 mEq/kgBB/menit.
Perhatian : Jangan diberikan bila ventilasi belum adekuat.
Penghentian resusitasi
1. Dipertimbangkan setelah 10 menit upaya resusitasi adekuat
tidak didapatkan tanda-tanda kehidupan (TAK ADA DENYUT
JANTUNG & USAHA NAPAS).
2. Orang tua perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
UNIT TERKAIT
APNEA PADA BAYI PREMATUR
PENGERTIAN Bayi tidak bernafas 20 detik atau diikuti oleh bradikardia (denyut
jantung < 100 x/menit) dan / atau sianosis (saturasi oksigen < 80%).
b. Farmakologi
Obat golongan metil xanthin, diberikan sampai umur kehamilan
37 minggu atau jika bebas apnea selama 7 hari.
Aminofilin loading dose : 6 mg/kgBB, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan diberikan 24 jam setelah loading dose
untuk bayi dengan BB < 1 kg, atau 12 jam setelah loading
dose untuk bayi BB > 1 kg.
Dosis pemeliharaan:
minggu 1 : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 12 jam.
minggu 2 : 3 mg/kgBB/dosis, setiap 12 jam.
minggu 2 : 4 mg/kg BB/dosis, setiap 12 jam.
Dilarutkan menjadi 5 mg/ml, diberikan dalam waktu lebih
dari 20 menit secara IV.
Monitor
Semua bayi kurang bulan dan neonatus dengan riwayat apnea /
bradikardia seharusnya diawasi selama minimal 7 hari setelah kejadian
apnea.
UNIT TERKAIT
PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (PMH)
UNIT TERKAIT :
PNEMONIA NEONATAL
PENGERTIAN Suatu infeksi paru yang terjadi perinatal / pasca natal, dikelompokkan
menjadi:
1. Kongenital pnemonia.
2. Post amnionitis pnemonia.
3. Transnatal pnemonia.
4. Nosokomial pnemonia.
Klasifikasi :
1. HDN dini Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. HDN klasik Terjadi antara hari 1-7
3. HDN lanjut Terjadi setelah 1 minggu (biasanya 4-12 minggu).
PENGERTIAN Serangan kejang yang terjadi pada masa neonatus (sampai dengan umur 1
bulan)
PENGERTIAN Suatu keadaan dimana suhu tubuh < 36.5oC (diukur suhu axilla).
UNIT TERKAIT
PENAPISAN ROP
(RETINOPATHY OF PREMATURITY)
Follow Up :
follow up 1 minggu
o Stadium 1 atau 2 ROP : zona I
o Stadium 3 ROP : zona II
follow up 1-2 minggu
o Vaskularisasi imatur : zona I tanpa ROP
o Stadium 2 ROP : zona II
o ROP regresi : zona I
follow up 2 minggu
o Stadium 1 ROP : zona I
o ROP regresi: zona II
follow up 2-3 minggu
o Vaskularisasi imatur : zona II tanpa ROP
o Stadium 1 atau 2 ROP : zona III
o ROP regresi: zona III
3. Pemilihan nutrisi
a. Konseling pemilihan nutrisi sudah harus dilakukan sejak pada
masa antenatal care
b. Pilihan susu formula akan menghindarkan bayi terhadap risiko
transmisi HIV melalui ASI.
c. Perlu diperhatikan apakah pemberian susu formula tersebut
memenuhi persyaratan AFASS (acceptable/dapat diterima,
feasible/layak, affordable/terjangkau, sustainable/berkelanjutan,
dan safe/aman)
4. Pemberian imunisasi
a. Pemberian imunisasi dapat diberikan sesuai jadwal dengan
pengecualian untuk BCG
b. Imunisasi BCG dapat diberikan apabila diagnosis HIV telah
ditentukan.
5. Pemberian profilaksis untuk infeksi oportunistik
6. Pencegahan infeksi oporrtunistik dapat dilakukan dengan pemberian
kotrimoksazol untuk semua bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang
dimulai pada usia 4-6 minggu sampai diagnosis HIV telah
disingkirkan.
7. Pemantauan tumbuh kembang
Pemantauan tumbuh kembang dilakukan pada setiap kunjungan
seperti kunjungan bayi sehat lainnya.
8. Penentuan status HIV bayi
a. Penentuan status dilakukan dengan pemeriksaan :
PCR RNA HIV pertama pada usia 4-6 minggu
PCR RNA HIV kedua pada usia 4-6 bulan
Pemeriksaan antibodi HIV pada usia 18 bulan
Pemeriksaan antibodi HIV tidak dapat digunakan sebagai
perasat diagnosis pada anak berusia kurang dari 18 bulan.
b. Apabila hasil PCR RNA HIV positif maka harus segera dilakukan
pemeriksaan PCR RNA HIV kedua untuk konfirmasi. Bila hasil
PCR RNA HIV kedua positif maka anak akan ditata laksana
sesuai dengan tata laksana anak dengan infeksi HIV
Transfusi
Usia Pertimbangkan Transfusi
Terapi sinar tukar dan
(jam) terapi sinar tukar
Terapi sinar
> 25 mg/dl
> 12 mg/dl* > 15 mg/dl > 20 mg/dl
25-48 (> 425
(> 200 mmol/L) (> 250 mmol/L) (> 340 mmol/L)
mmol/L)
> 30 mg/dl
> 15 mg/dl > 18 mg/dl > 25 mg/dl
49-72 (> 510
(> 250 mmol/L) (> 300 mmol/L) (> 425 mmol/L)
mmol/L)
> 30 mg/dl
> 17 mg/dl > 20 mg/dl > 25 mg/dl
>72 (> 510
(> 290 mmol/L) (> 340 mmol/L) (> 425 mmol/L)
mmol/L)
UNIT TERKAIT
CPAP
(CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE)
UNIT TERKAIT
SYOK NEONATUS
Penatalaksanaan spesifik :
Spesifik
A. Syok hipovolemik
Penggantian darah: whole blood 10-20 ml/kg atau packed RBC 5-
10 ml/kg selama 30 menit.
Koreksi penyebab perdarahan jika mungkin.
B. Syok septik
Lakukan kultur (darah, urin dan CSF)
Memulai terapi antibiotik empiric.
Menggunakan volume expander dan inotropik sesuai dengan
kebutuhan.
C. Syok kardiogenik
Mengobati penyebab yang mendasari kelainan
o Kebocoran udara : evakuasi udara segera.
o Redakan aritmia.
Inotropik (dopamin dan dobutamin)
UNIT TERKAIT
IUGR (KMK)
PENGERTIAN Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) adalah deviasi, atau turunnya, pola
pertumbuhan yang diharapkan pada janin. Hal ini disebabkan oleh
berbagai proses yang mempengaruhi ibu, plasenta dan janin.
Di ruang bayi
Memberikan lingkungan dengan suhu yang sesuai dan memeriksa
suhu setiap 4 jam (lebih sering untuk bayi prematur)
Periksa glukosa setiap 4 jam pada hari pertama dan setiap 8-12
jam jika stabil.
Pemberian minum dini jika memungkinkan, tapi jika tidak, segera
mulai cairan intravena.
Periksa toleransi bayi terhadap pemberian minum (risiko NEC)
Periksa Hb dan rawat polisitemia.
UNIT TERKAIT
TTN
(TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN)
PENGERTIAN Suatu penyakit ringan pada neonatus yang mendekati cukup bulan atau
neonatus cukup bulan yang mengalami gawat napas segera setelah lahir
dan hilang dengan sendirinya dalam waktu 3-5 hari.
UNIT TERKAIT
KELAINAN KONGENITAL (BAWAAN)
PENGERTIAN Suatu abnormalitas dari status neuro behavioral yang terjadi akibat
asfiksia pada bayi baru lahir. Dimana menurut Sarnat and Sarnat
diklasifikasikan menjadi :
1. HIE tingkat I
a. Terjadi letargik, perubahan kesadaran periodik berupa iritabilitas,
kesadaran berlebihan, jitteriness.
b. Gangguan minum
c. Meningkatnya tonus otot, refleks tendon dalam berlebihan
d. Refleks Moro spontan atau berlebihan
e. Meningkatnya detak jantung, pupil: dilatasi
f. Tidak ada kejang
g. Gejala menghilang dalam waktu 24 jam
2. HIE tingkat II
a. Letargi
b. Gangguan minum, depresi refleks gag
c. Hipotonia
d. Detak jantung lambat dan konstriksi pupil menggambarkan
adanya rangsangan parasempatis.
e. 50-70% neonatus mengalami kejang, biasanya dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran
3. HIE tingkat III
Kelainan neurologi lainnya:
a. Koma
b. Lunglai
c. Refleks menghilang
d. Pupil: tidak bergerak, hanya bereaksi sedikit saja
e. Apnea, bradikardi, hipotensi
f. Kejang jarang terjadi tapi bila timbul, akan berkepanjangan
TUJUAN 1. Mendefinisikan asfiksia perinatal dan HIE.
2. Mendefinisikan gambaran klinis berbagai tingkatan HIE menurut
Sarnat and Sarnat.
PENGERTIAN Gawat napas yang bersifat sekunder akibat aspirasi mekonium oleh
fetus dalam uterus atau oleh neonatus selama proses persalinan dan
kelahiran.
Tatalaksana Pernapasan
Pengisapan dan vibrasi dada dengan frekuensi yang sering
Pulmonary toilet untuk menghilangkan mekonium residual jika
diintubasi
UNIT TERKAIT
DIARE PADA NEONATUS
1. Kanul hidung
Baik untuk bayi yang membutuhkan oksigen inspirasi dengan
level yang rendah
Memungkinkan gerakan yang lebih bebas bagi bayi, orang tua,
dan pengasuh tanpa menggangu pasokan oksigen
Memerlukan pemantauan ketat karena pada bayi yang aktif,
kanul mudah tergeser dari hidung
Dapat memberikan O2 minimal Low flow : (< 2l/mnt)
2. Head box
Untuk bayi yang bernapas spontan, penggunaan kotak kecil
mencegah fluktuasi pada oksigen inspirasi ketika inkubator
dibuka
Aliran ke head box harus sekurang-kurangnya 5 L/mnt untuk
mencegah akumulasi CO2 biasanya 5-7 L/mnt
3. Bag and mask
Seorang bayi yang mendapat ventilasi tambahan dengan bag
and mask, harus diberi O2 saat mereka dirawat.
4. CPAP
Distres pernapasan
Apnoea of prematurity (AOP)
Edema/perdarahan paru
Penyapihan dari ventilasi
Prosedur 1. Puasa sesuai dengan klinis dan stadium EKN, Total Parental
Nutrition untuk memenuhi kebutuhan nutrisi basal. (lihat tabel
modifikasi kriteria Bell)
2. NGT untuk dekompresi
3. Monitoring tanda vital dan lingkar abdomen
4. Mengganti kateter umbilical dengan pemasangan infuse line
perifer atau sentral.
5. Antibiotika umumnya diberikan sampai 14 hari, dimulai dengan
ampicilin dan gentamysin. Dipertimbangkan pemberian
vancomysin bila disebabkan oleh staphylokokos. Ditambahkan
antibiotik yang mengkover bakteri anaerob yaitu metronidazol
atau clindamysin bila diduga terdapat peritonitis. (lihat tabel
modifikasi kriteria Bell)
6. Monitoring perdarahan gastrointestinal
7. Monitoring ketat cairan masuk dan cairan keluar, pemantauan
produksi urine 1-3 ml/kgBB/jam.
8. Monitoring imbalans elektrolit.
9. Septic workup sesuai indikasi
10. Evaluasi ulang Radiologi abdomen X-ray dilakukan sesuai
stadium
11. Pada stadium dua atau tiga dilakukan Konsul bedah anak atau
bila ada tanda-tanda perforasi usus.
12. Dukungan alat respirator (ventilator/CPAP/O2 head box) bila
diperlukan.
13. Dopamin drip dosis rendah (2-4 mg/kgBB/menit) untuk
meningkatkan aliran darah ke intestinal dan perfusi ginjal.
14. Monitoring DIC, terutama pada stadium dua atau tiga.
15. Siapkan transfusi darah sesuai indikasi.
PENGERTIAN Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala
batuk, sesak napas, mengi, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi
dari gejala tersebut.
TUJUAN 1. Untuk meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin.
2. Mengurangi hipoksemia.
3. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya.
4. Rencana re-evaluasi tata laksana jangka panjang untuk mencegah
kekambuhan.
KEBIJAKAN 1. Standar pelayanan medik Bagian/SMF Ilmu Kesehatan anak FK
Unud/RSUP Sanglah Denpasar, 2010.
2. Pedoman pelayanan medik Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010.
PROSEDUR Tolong dilihat halaman berikut!
Diagnosis
Kriteria diagnosis gangguan autistik berdasarkan Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders 4th edition (DSM IV):
1. Harus ada 6 gejala atau lebih dari 1, 2, dan 3 di bawah ini:
a. Gangguan kualitatif dari interaksi sosial (minimal 2 gejala)
Terdapat kelainan dalam berbagai perilaku non-verbal, seperti
kontak mata, ekspresi wajah, sikap, dan isyarat tubuh dalam
melakukan interaksi sosial.
Tidak mampu bermain dengan teman sebaya.
Tidak mampu berbagi secara spontan dengan orang lain dalam hal
kesenangan, minat, dan prestasi (misalnya anak tidak mampu
memperlihatkan, membawa, atau menunjuk benda yang
diinginkan).
Tidak mampu melakukan hubungan sosial dan emosional timbal
balik.
b. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku,
minat, dan aktifitas (minimal 1 gejala):
Asyik dengan satu kegiatan atau lebih yang berbatas dan diulang-
ulang, yang abnormal baik dalam intensitas maupun yang menjadi
pusat perhatiannya.
Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak
ada gunanya.
Terdapat gerakan motorik yang diulang-ulang (misal tepuk tangan,
memutar-mutar tangan/jari, atau gerakan-gerakan tubuh yang lebih
kompleks).
Sangat asyik dengan bagian-bagian dari benda tertentu.
c. Gangguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala):
Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang,
tidak ada usaha anak untuk berkomunikasi dengan cara lain (sikap
tubuh, ekspresi wajah, dll.).
Bila anak sudah dapat bicara, maka tidak dapat digunakan
kemampuannya tersebut untuk komunikasi.
Menggunakan bahasa atau bahasa aneh yang diulang-ulang.
Cara bermain yang tidak bervariasi, kurang spontan atau tidak dapat
bermain imitasi sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut sebelum umur 3 tahun,
dengan adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi sosial, penggunaan
bahasa untuk komunikasi sosial, bermain simbol atau imajinasi.
3. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan
disintegratif (sindrom Heller).
Tata laksana
Non Medikamentosa
Terapi edukasi
Metode ini merupakan suatu program terstruktur yang
mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran
yang sistematik, terjadwal, dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan dan dilakukan seintensif mungkin.
Terapi wicara
Intervensi terapi wicara dilakukan karena seperti diketahui tidak semua
individu dengan gangguan autistik akan dapat berkomunikasi secara
verbal. Terapi harus diberikan sejak dini dan dengan intensif bersama
terapi lain.
Terapi okupasi/fisik
Terapi okupasi/fisik diperlukan untuk mengintervensi anak dengan
gangguan autistik yang sering mengalami gangguan keterampilan
motorik sehingga anak diharapkan dapat melakukan gerakan-gerakan
yang terkontrol dan teratur sesuai dengan kebutuhan saat itu.
Intervensi keluarga
Dukungan kepada keluarga anak karena pengaruh yang besar keluarga terhadap
pengasuhan anak, Keluarga yang dapat berinteraksi positif dan saling
mendukung sangat diperlukan dalam kaitannya dengan manajemen terapi sangat
penting, karena tanpa dukungan keluarga akan sangat sulit sekali melaksanakan
terapi apapun pada individu dengan gangguan autistik.
Medikamentosa
Agresi, temper tantrum, impulsivitas, hiperaktivitas: manajemen terbaik
adalah dengan memberikan obat antipsikotik/neuroleptik dosis rendah
berupa:
o Neuroleptik atipikal: Risperidone, clozapine, olanzapine
o Risperidone dipakai dalam dosis yang direkomendasikan: 0,5-3
mg/hari dibagi dalam 2-3 kali sehari, yang dapat dinaikkan 0,25
mg setiap 3-5 hari sampai dosis inisial tercapai 1-2 mg/hari dalam
4-6 minggu yang diamati berupa perbaikan pada hubungan sosial,
perhatian, dan gejala obsesif.
o Neuroleptik tipikal potensi rendah: thioridazine dapat menurunkan
agresivitas dan agitasi. Dosis 0,5-3 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-
3 kali/hari.
o Neuroleptik tipikal potensi tinggi: haloperidol. Dalam dosis kecil
0,25-3 mg/hari, dapat menurunkan agresivitas, hiperaktivitas,
iritabilitas, dan stereotipik.
Perilaku stereotipik seperti perilaku melukai diri sendiri, resisten
terhadap perubahan hal-hal rutin, ritual obsesif dapat diatasi dengan
neuroleptik seperti risperidone atau selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRI). Kedua jenis medikamentosa dapat dipakai secara
efektif dala bentuk kombinasi masing-masing dalam dosis rendah. SSRI
yang banyak dipakai yaitu: fluoxetine dengan dosis mulai 5-10 mg pagi
hari dan secara bertahap dinaikkan dosisnya sampai mencapai dosis
terapeutik.
Gangguan pemusatan perhatian merupakan satu gejala yang dapat
mengganggu proses belajar. Pada gejala ini dapat diberikan stimulan:
metilfenidat dengan dosis rendah 0,3 mg/kgB/hari.
Gangguan tidur yang sering terjadi pada gangguan autistik dapat diatasi
dengan intervensi farmakologis yang dapat diberikan untuk waktu yang
tidak terlalu lama sekitar 4-6 minggu dengan difenhidramin, dosis 12,5-
50 mg setengah jam sebelum tidur, Juga bisa diberikan neuroleptik
thioridazine 10-25 mg menjelang waktu tidur.