Anda di halaman 1dari 17

MEKANISME EFEK TOKSIK

Bahan asing yang berasal dari luar tubuh khususnya zat kimia dapat menimbulkan
efek toksik ketika masuk kedalam tubuh. Mekanismenya melalui 2 cara yaitu, secara
langsung (toksik intra sel) dan secara tidak langsung (toksik ekstra sel). Toksik intra sel
adalah toksisitas yang dimulai dengan interaksi langsung antara zat kimia atau
metabolitnya dengan reseptornya. Toksisitas ekstra sel terjadi secara tidak langsung
dengan mempengaruhi lingkungan sel sasaran tetapi dapat berpengaruh pada sel
sasaran.

Mekanisme efek toksik intrasel Mekanisme efek toksik ekstrasel


Terjadi secara langsung dimana zat Terjadi tidak secara langsung dimana zat
beracun (baik berbentuk zat kimia induk beracun akan berinteraksi di lingkungan
maupun produk metabolit) akan langsung luar sel
berinteraksi dengan dengan target
molekuler yang khas maupun tidak
melalui salah satu mekanisme
reaksi(misalnya ikatan kovalen dan
substitusi) di dalam sel.
membran sel, DNA, protein dan energi. sistem syaraf dan sistem imun

Ilustrasi Mekanisme Intrasel :


Keterangan :
1. supply oksigen dan nutrien dalam darah
2. sel-sel organ yang membutuhkan supply
3. organ yang dirangsang sel saraf
4. quinolones, diatas sel yang luka, mendegradasi matrix,
memperbaiki microvessels, menciptakan simpanan
byproducts dalam matrix
5. pembuluh limfa
8. jalur oxygen dan nutrients, dari arteri, melalui microvessels dan extracellular
matrix, menuju sel
9. supply oksigen dan nutrien menuju ke pembuluh kapiler
10. detoxifikasi menuju ke vena

Bagan Mekanisme Efek Toksik Ekstrasel

KEHIDUPAN SEL

Zat Tergantung banyak Fungsi/struktural


beracun faktor lingkungan berubah
ekstra sel
Sel rusak / luka
pada dasarnya diperlukan

Metabolisme
Pengaturan
dasar / basal
aktivitas sel

oksigen Hara Hormon Saraf Imun

Produksi Pertumbuhan Keseimbangan Perifer dan Mengatur


energi sel elektrolit/cairan Otonom molekul
pertumbuhan asing tubuh

Nitrit Vitamin Metalibur Pestisida Penisilin


Protein
Senyawa dengan mekanisme intrasel
1. Nama Senyawa : Botulinum toksin
Sasaran : membran sel
Jenis : senyawa induk
Wujud efek toksik : perubahan fungsional
Sifat efek toksik : terbalikkan
Gambar/ struktur :

Mekanisme
Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan
memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya.
Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat
membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum dalam
mendapatkan Host. Toksin botulinum mempunyai persamaan struktur dan fungsi
dengan toksin tetanus. Kedua-duanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum
mempengaruhi sistem saraf periferi karena memiliki afiniti untuk neuron pada
persimpangan otot syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai polipeptid tunggal
(150,000 dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun setelah dipotong oleh
protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A, 50,00 dalton) dan
rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan dwisulfida.
Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui (Anonim, 2006).
Toksin botulinum ialah sejenis endopeptidase yang menghalang pembebasan
asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan saraf (myoneural junction). Ia adalah
spesifik untuk bagian ujung saraf tepi/periferi pada tempat di mana neuron motor
merangsang otot. Toksin ini bertindak seperti toksin tetanus dan memecahkan
synaptobrevin, mengganggu pembentukan (dan pembebasan) vesikel yang
mengandungi asetilkolin. Sel yang terpapar gagal membebaskan neurotransmiter
(asetilkolin). Apabila otot tidak menerima isyarat daripada saraf, ia tidak akan
berkontraksi (contract). Ini menyebabkan paralisis (lumpuh) sistem motor. Selama
pertumbuhan C (Anonim, 2006).
Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang
digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan
yang mana digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi dengan otot. Racun
botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis dengan memecah satu dari
tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan neurotransmitter hal ini
memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel syaraf untuk
berkomunikasi (Anonim, 2006).

Pelepasan neurotransmitter secara normal. Dengan terblokadenya syaraf


terminal oleh racun, syaraf tidak dapat mengirim sinyal kepada otot untuk
berkontraksi. Pasien mengalami kelemahan atau kelumpuhan, biasanya dimulai
dengan muka/wajah, kemudian tenggorokan, dada dan lengan. Ketika diaphragma
dan otot dada terkena pengaruhnya, bernafas menjadi sulit, terhambat atau
sepenuhnya lumpuh. Di beberapa kasus, pasien mati akibat asphyxia /sesak dada.
Racun botulinum beraksi dengan mengikat presynaptically kepada lokasi yang
dikenal memiliki afinitas tinggi didalam terminal syaraf cholinergic dan
menurunkan pelepasan acetylcholine, menyebabkan efek blokade syaraf otot.
Mekanisme ini digunakan sebagai dasar untuk pengembangan racun ini sebagai alat
terapi (Anonim, 2006).
2. Nama Senyawa : Anestetika umum
Jenis : senyawa induk
Wujud efek toksik : perubahan fungsional
Sifat efek toksik : terbalikkan
Anestetika umum adalah senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan pembiusan.
Menurut cara pemakaiannya anestetika umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Anestetika inhalasi
Obat pembius inhalasi yang digunakan dengan udara pernapasan. Contohnya :
eter, siklopropana, kloroform, halotan. Namun di Negara-negara maju eter dan
siklopropana tidak digunakan lagi karena sifatnya mudah terbakar, sedangkan
kloroform tidak digunakan lagi karena toksisitasnya terhadap organ.
b. Anestetika injeksi (intravena)
Obat pembius injeksi yang disuntikkan secara intravena. Contohnya golongan
barbiturate (thiopental, methohexital), golongan benzodiazepine (midazolam,
diazepam), golongan opioid analgesic (morfin, fentanil, sufentanil, alfentanil
remifentanil), golongan propofol, golongan ketamine.
Benzokain merupakan anastesi lokal yang menyerang sistem saraf
sentral. Penggunaan anastesi dapat memberikan efek samping pada
sistem saraf dan kardiovaskular.
3. Nama Senyawa : Mustard nitrogen
Sasaran : DNA sel
Jenis : senyawa induk
Wujud efek toksik : perubahan struktural
Sifat efek toksik : tak terbalikkan
Gambar/struktur
:
Mekanisme
Efek toksik tergantung dari kemampuannya mengikat substansi lain secara
kovalen. Atom chlorine melepas grup etil dan agen mustard ditransfer ke ion
sulfonium reaktif. Ion ini dapat mengikat sejumlah besar molekul biologi berbeda.
Ikatan tersebut mengikat nukleofil seperti nitrogen dengan komponen dasar asam
nukleat dan sulfur dalam grup SH dalam protein dan peptide. Mustard agent terdiri
dari 2 grup reaktif yang dapat membentuk jembatan antara 2 atau lebih molekul.
Mustard agents dapat merusak sejumlah besar substansi berbeda dalam sel dengan
alkilasi dan mempengaruhi beberapa proses dalam jaringan hidup (Anonim,2006).

4. Nama Senyawa : Streptomycin


Sasaran : sintesis protein ( retikulum endoplasma )
Jenis : senyawa induk
Wujud efek toksik : perubahan struktural
Sifat efek toksik : tak terbalikkan
Gambar/struktur :

Mekanisme
Antibiotika streptomisin merupakan
antibiotika aminoglikosida yang mempunyai mekanisme
penghambatan dengan mengganggu sintesis protein pada ribosom (Cooper, 2000).
Mekanisme kerja antibiotik : antibiotik dapat secara tidak langsung
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang merusak zat-zat makanan.
misalnya beberapa asam amino. Antibiotik juga dapat menghalangi pertumbuhan
mikroorganisme yang memproduksi amonia dalam jumlah banyak dalam saluran
pencernaan (Cooper, 2000).
5. Nama Senyawa : Sianida
Sasaran : produksi energi ( mitokondria )
Jenis : senyawa induk
Wujud efek toksik : perubahan biokimia
Sifat efek toksik : terbalikkan
Gambar/struktur : HCN
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano CN,
dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat ditemukan
dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya adalah padat atau cair.
Beberapa seperti-garam, beberapa kovalen. Beberapa molekular, beberapa ionik,
dan banyak juga polimerik. sianida yang dapat melepas ion sianida CN sangat
beracun (Manik, 2003).
Hidrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru
pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida
dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat
mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium
sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.

Mekanisme
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan
darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan
sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata
karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan.
Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya
dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik
setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan
mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas
otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.1,7 Dalam
konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian,
sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum (Manik, 2003).
Tanda awal dari keracunan sianida adalah:
o Hiperpnea sementara, Nyeri kepala,
o Dispnea
o Kecemasan Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
o Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo
juga dapat muncul (Manik, 2003).
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan
dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat
pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi
mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila
penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida (Manik, 2003).

6. Nama Senyawa : Aflatoksin


Sasaran : DNA
Jenis : metabolit
Wujud efek toksik : perubahan struktural
Sifat efek toksik : tak terbalikkan
Gambar/struktur :

Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang


berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan
hewan (Cooper, 2000).
Mekanisme:
Aflatoksin B1 pada tanaman Aspergillus flavus kacang-kacanganyang mengalami
epoksidasiakan menjadi metabolit epoksida. Metabolit ini yang berikatan secara
kovalen dengan DNA di dalam hati sehingga mengakibatkan hepato karsinogenik,
selain itu juga dapat menghambat metabolisme karbohidrat dan lipid, menghambat
sintesis protein. Efek samping Aflatoksin : nekrosis akut, sirosis, karsinoma pada
hati, kerusakan hati akut, edema.

7. Nama Senyawa : Paracetamol


Sasaran : Protein sel (elektrofil)
Jenis : metabolit
Wujud efek toksik : perubahan struktural
Sifat efek toksik : terbalikkan
Gambar/struktur : 6
OH
10
1
5 9
O

4
2 8

11 N 7
H
3
paracetamol

Parasetamol (N-4-Asetil Para Aminofenol) merupakan obat analgesik


antipiretik, berupa hablur atau serbuk putih, tidak berbau, dan berasa pahit.
Gejala keracunan akut parasetamol tidak begitu berbahaya misalnya:
Anorexia, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi selama 24 jam pertama dan
efek toksik parasetamol akan terakumulasi maksimal di dalam hati kira-kira 4 hari
setelah pemakaian. Tanda klinis dan gambaran kimianya meliputi kenaikan
keaktifan GPT, GOT, HBD, dan LDH serum; hiperbilirubinema ringan; kenaikan
waktu protrombin; penurunan kadar gula darah.
Parasetamol mengalami biotransformasi di hati, parasetamol terkonjugasi
dengan asam glukoronat membentuk metabolit elektrofil, N-asetil-P-
benzokuinonimina (NABKI) sebagai hepatotoksik. Pada dosis terapi metabolit
tersebut dapat diikat oleh glutation (GSH) hati membentuk konjugat dengan sistein
dan asam merkapturat, yang kemudian diekskresi oleh urin. Kejenuhan jalur
konjugasi/kandungan GSH hati dihabiskan sampai menurun 20-30% dari harga
normal mengakibatkan NABKI dapat berikatan dengan makromolekul sel hati
secara ireversibel. Hal ini menyebabkan nekrosis sel hati.

8. Nama Senyawa : Isoniazid (INH)


Sasaran : membran sel
Jenis : metabolit
Wujud efek toksik : perubahan struktural
Sifat efek toksik : tak terbalikkan
Gambar/ struktur :

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua
tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia (Cooper, 2000).

Mekanisme
INH menginduksi terjadinya sitotoksisitas lewat apoptosis (program kematian
sel) pada sel lymphoma dan hepatoma.induksi apoptosis terjadi dengan
menghancurkan membran mitokondria dan menghancurkan untaian DNA.
Efek samping INH: gangguan fungsi hati, hepatitis, sideroblastic anemia, peripheral
neuropathy.

9. Nama Senyawa : Carbontetrachlorida (CCl4)


Sasaran : membran sel
Jenis : metabolit
Wujud efek toksik : perubahan struktural
Sifat efek toksik : tak terbalikkan
Gambar/ struktur : CCl4
Karbontetraklorida adalah produk hasil karbon disulfida atau reaksi dari
disulfida dengan sulfur monoklorida. Karbontetraklorida adalah zat volatil yang
tidak berwarna, terasa panas, berbau seperti kloroform. Karontetraklorida tidak
dapat larut dalam air namun dapat larut dalam alkohol, kloroform, ether dan
minyak volatil Karbontetraklorida digunakan secara luas sebagai anthelmentik dan
fascioliasis (Winaya, 2005).
Mekanisme
Meningkatkan permeabilitas membran transisi mitokondria yang dapat
menyebabkan kerusakan hepatosit. Dampak racun karbontetraklorida pada sel hati
terjadi akibat meningkatnya kadar peroksidasi lipid disebabkan oleh adanya reaksi
antara radikal bebas hasil aktivasi CCl4 dengan asam lemak tak jenuh yang banyak
terdapat pada membran sel. pemerian karbontetraklorida per oral dapat
menyebabkan nefrotoksik (Winaya, 2005).

Senyawa dengan mekanisme ekstrasel


1. Nama Senyawa : Nitrit dan nitrat
Wujud : perubahan fungsional (nitrit) dan perubahan struktural
(nitrat)
Sifat efek toksik : terbalikkan
Gambar / Struktur : NO3 dan NO2
Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang
merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air
menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi
ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat
dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang
paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di
permukaan.
Mekanisme Nitrit dan Nitrat :
Nitrat yang masuk dalam saluran pencernaan akan langsung diubah menjadi
nitrir yang kemudian berikatan dengan hemoglobin membentuk methemoglobin.
Ketidak mampuan tubuh bayi untuk mentoleransi adanya methemoglobin yang
terbentuk dalam tubuh mereka akan mengakibatkan timbulnya sianosis pada bayi.
Pada bayi yang telah berumur enam bulan atau lebih, bakteri pengubah nitrat di
dalam tetap ada walau dalam jumlah sedikit. Pada anak-anak dan orang dewasa,
nitrat diabsorbsi dan di sekresikan sehingga resiko untuk keracunan nitrat jauh
lebih kecil (Donatus, 2001).
Menurut siklusnya, bakteri akan mengubah nitrogen menjadi nitrat yang
kemudian digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Hewan yang memakan tumbuh-
tumbuhan kemudian menggunakan nitrat untuk menghasilkan protein di dalam
tubuh. Setelah itu, nitrat akan dikeluarkan kembali ke lingkungan dari kotoran
hewan tersebut. Mikroba pengurai kemudian mengubah nitrat yang terdapat dalam
bentuk amoniak menjadi nitrit. Selain itu, nitrat juga diubah menjadi nitrit pada
traktus digestivus manusia dan hewan. Setelah itu bakteri dilingkungan akan
mengubah nitrit menjadi nitrogen kembali (Donatus, 2001).
Apabila ke dalam tubuh kita masuk nitrit (melalui konsumsi makanan), maka
di dalam tubuh akan terbentuk NO seperti yang telah disebutkan di atas. Apabila
nitrit yang terkonsumsi jumlahnya banyak, maka NO yang terbentuk juga banyak.
NO tersebut adalah dapat bergabung dengan hemoglobin membentuk
nitrosohemoglobin, seperti halnya yang terjadi pada pigmen daging.
Akibatnya hemoglobin tersebut tidak mampu lagi mengikat oksigen, sebab telah
mengikat NO tersebut. Akibat lebih lanjut adalah tubuh kekurangan oksigen,
sehingga akhirnya akan mengakibatkan terjadinya kematian. Kekurangan oksigen
tersebut nampak pada korban yang menjadi kebiru-biruan (Muchtadi, 1989)

2. Nama Senyawa : Nirsteroid Metalibur


Wujud efek toksik : perubahan fungsional
Sifat efek toksik : terbalikkan
Sistem endokrin pada umumnya mengatur aktivitas pertumbuhan dan
keseimbangan cairan serta elektrolit sel. Selain itu, sistem ini secara khas
mengendalikan sistem reproduksi. Meskipun demikian, efek yang tak khas dari zat
kimia terhadap sistem ini jarang sekali ditemukan. Efek yang khas pada organ
tertentu kadang-kadang dijumpai pada uji ketoksikan. Misalnya senyawa nirsteroid
(nonsteroidal) metalibur, dapat menekan sekresi gonadotropin, sehingga
menyebabkan penghambatan spermatogenesis dan atropi (mengecil atau
berkurangnya jumlah sel) perlengkapan kelenjar kelamin. Keadaan ini terjadi
karena fungsi testis terutama diatur oleh gonadotropin LH dan FSH yang disekresi
oleh kelenjar hipofisa.
Mekanisme ekstra sel hormon metalibur :
Pada laki-laki
Senyawa mirip steroid metalibur ini akan menekan sekresi Gonadotropin dan
menyebabkan Spermatogenesis terhambat
Atropi perlengkapan kelenjar kelamin terkait dengan fungsi hormaon
gonadoptropin FSH & LH (sasaran difungsi sel).

Pada Wanita
Metalibur dapat menghambat oksitosin sehingga tidak dapat memacu
terjadinya kontraksi pada bagian otot uterus dan laktasi sehingga wanita tersebut
tidak dapat melahirkan dan mengeluarkan air susu.

3. Nama Senyawa : Pestisida


Wujud efek toksik : perubahan fungsional
Sifat efek toksik : terbalikkan

Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi


menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka
pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup
lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan. Salah satu contoh golongan
pestisida adalah organophospat.

Mekanisme toksisitas Organophospat


Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam
jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari
beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara
normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh.

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan


fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

4. Nama Senyawa : Penisilin


Wujud efek toksik : perubahan struktural
Sifat efek toksik : terbalikkan
Dalam reaksi alergi tipe I, pemejanan awal sesuatu senyawa mendorong
pembentukan antibody igE. Antibodi ini bersetempat pada permukaan sel mast.
Pemejanan yang kedua dengan senyawa antigen menyebabkan pelepasan senyawa
vasoaktif setelah antigen tersebut tergabung dengan antibody pada permukaan sel mast
itu. Tingkat reaksi pelepasan sel mast itu bergantung pada sifat pemejanan dengan
senyawa antigeniknya. Mungkin menyebabkan pembengkakan setempat atau umumnya
menyebabkan kejang bronki, muntah , diare, kolaps akut dan mungkin mati. Reaksi
umum yang akut itu dikenal sebagai syok anafilaktik. Pada manusia, penisilin
merupakan prototype (tipe dasar) zat kimia yang dapat menyebabkan reaksi alergi tipe
I ini.

Mekanisme ekstra sel Penisilin :


Antibiotika -laktam bekerja dengan menghambat pembentukan peptidoglikan di
dinding sel. Beta -laktam akan terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan
dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri
ketika membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel
(sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri.Pada bakteri Gram positif yang
kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas, sedangkam Gram negatif menjadi
sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan pecah atau lisis.

DAFTAR PUSTAKA
Argo, I., D., 2001, Toksikologi Dasar, 124-160, UGM Press, Yogyakarta
Anonim, 1995, Buku Farmakologi dan Terapi edisi 4, 176 188, Fak Kedokteran UI,
Jakarta.
Anonim, 2006, Bakteri Clostridium Botulinum, http://www..Medicastrore.ac.id, diakses
tanggal 20 September 2008
Cooper, L., dkk., 2000, Nutrition in Health and Disease, 13th Edition, 198-200
Darmono, 2008, Toksisitas Pestisida,
http://www.geocities.com/kuliah_farm/farmasi_forensik/Pestisida.doc, diakses
tanggal 24 September 2008
Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, 126-132, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta
Hasan, Rusepno, dr, dkk, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, 967-973, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Manik, M., 2003, Keracunan Makanan ( Food Poisoning),
http://library.usu.ac.id, diakses tanggal 20 September 2008
Muchtadi, D., 1989, Keracunan Sodium Nitrit, http://www.suarapembaharuan.com,
diakses tanggal 23 September 2008
Priyanto, 2007, Toksisitas Obat, Zat Kimia, dan Terapi Antidotum, 5 8, Leskonfi,
Saharibanong, 2007, Pengembangan Mekanisme Pertanian,
http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 20 September 2008
Sediaoetama, A.D., 1989, Ilmu gizi, Jilid II, 159-181, Dian Rakyat, Jakarta
Stine & Brown, 1996, Principles of Toxicology, Lewis Publisher, New York
www. Geocities.com / kuliah / farmasi / pesticida, diakses pada tanggal : 6 September
2008
Winaya, I.B.O., 2005, Perubahan Morfologi Hati dan Ginjal Mencit Yang Diinduksi
Karbontetraklorida (CCl4), http://www.jvetunud.com/?p=99, diakses tanggal
23 September 2008

www.odhaindonesia.org, diakses pada tanggal : 21 September 2008


www.pkukmweb.umy, diakses pada tanggal : 21 September 2008
www.tumotou.net, diakses pada tanggal : 21 September 2008
www.wikipedia.org, diakses pada tanggal : 21 September 2008

Anda mungkin juga menyukai