Bahan asing yang berasal dari luar tubuh khususnya zat kimia dapat menimbulkan
efek toksik ketika masuk kedalam tubuh. Mekanismenya melalui 2 cara yaitu, secara
langsung (toksik intra sel) dan secara tidak langsung (toksik ekstra sel). Toksik intra sel
adalah toksisitas yang dimulai dengan interaksi langsung antara zat kimia atau
metabolitnya dengan reseptornya. Toksisitas ekstra sel terjadi secara tidak langsung
dengan mempengaruhi lingkungan sel sasaran tetapi dapat berpengaruh pada sel
sasaran.
KEHIDUPAN SEL
Metabolisme
Pengaturan
dasar / basal
aktivitas sel
Mekanisme
Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan
memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya.
Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat
membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum dalam
mendapatkan Host. Toksin botulinum mempunyai persamaan struktur dan fungsi
dengan toksin tetanus. Kedua-duanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum
mempengaruhi sistem saraf periferi karena memiliki afiniti untuk neuron pada
persimpangan otot syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai polipeptid tunggal
(150,000 dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun setelah dipotong oleh
protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A, 50,00 dalton) dan
rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan dwisulfida.
Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui (Anonim, 2006).
Toksin botulinum ialah sejenis endopeptidase yang menghalang pembebasan
asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan saraf (myoneural junction). Ia adalah
spesifik untuk bagian ujung saraf tepi/periferi pada tempat di mana neuron motor
merangsang otot. Toksin ini bertindak seperti toksin tetanus dan memecahkan
synaptobrevin, mengganggu pembentukan (dan pembebasan) vesikel yang
mengandungi asetilkolin. Sel yang terpapar gagal membebaskan neurotransmiter
(asetilkolin). Apabila otot tidak menerima isyarat daripada saraf, ia tidak akan
berkontraksi (contract). Ini menyebabkan paralisis (lumpuh) sistem motor. Selama
pertumbuhan C (Anonim, 2006).
Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang
digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan
yang mana digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi dengan otot. Racun
botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis dengan memecah satu dari
tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan neurotransmitter hal ini
memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel syaraf untuk
berkomunikasi (Anonim, 2006).
Mekanisme
Antibiotika streptomisin merupakan
antibiotika aminoglikosida yang mempunyai mekanisme
penghambatan dengan mengganggu sintesis protein pada ribosom (Cooper, 2000).
Mekanisme kerja antibiotik : antibiotik dapat secara tidak langsung
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang merusak zat-zat makanan.
misalnya beberapa asam amino. Antibiotik juga dapat menghalangi pertumbuhan
mikroorganisme yang memproduksi amonia dalam jumlah banyak dalam saluran
pencernaan (Cooper, 2000).
5. Nama Senyawa : Sianida
Sasaran : produksi energi ( mitokondria )
Jenis : senyawa induk
Wujud efek toksik : perubahan biokimia
Sifat efek toksik : terbalikkan
Gambar/struktur : HCN
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano CN,
dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat ditemukan
dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya adalah padat atau cair.
Beberapa seperti-garam, beberapa kovalen. Beberapa molekular, beberapa ionik,
dan banyak juga polimerik. sianida yang dapat melepas ion sianida CN sangat
beracun (Manik, 2003).
Hidrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru
pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida
dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat
mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium
sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.
Mekanisme
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan
darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan
sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata
karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan.
Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya
dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik
setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan
mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas
otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.1,7 Dalam
konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian,
sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum (Manik, 2003).
Tanda awal dari keracunan sianida adalah:
o Hiperpnea sementara, Nyeri kepala,
o Dispnea
o Kecemasan Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
o Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo
juga dapat muncul (Manik, 2003).
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan
dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat
pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi
mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila
penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida (Manik, 2003).
4
2 8
11 N 7
H
3
paracetamol
Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua
tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia (Cooper, 2000).
Mekanisme
INH menginduksi terjadinya sitotoksisitas lewat apoptosis (program kematian
sel) pada sel lymphoma dan hepatoma.induksi apoptosis terjadi dengan
menghancurkan membran mitokondria dan menghancurkan untaian DNA.
Efek samping INH: gangguan fungsi hati, hepatitis, sideroblastic anemia, peripheral
neuropathy.
Pada Wanita
Metalibur dapat menghambat oksitosin sehingga tidak dapat memacu
terjadinya kontraksi pada bagian otot uterus dan laktasi sehingga wanita tersebut
tidak dapat melahirkan dan mengeluarkan air susu.
DAFTAR PUSTAKA
Argo, I., D., 2001, Toksikologi Dasar, 124-160, UGM Press, Yogyakarta
Anonim, 1995, Buku Farmakologi dan Terapi edisi 4, 176 188, Fak Kedokteran UI,
Jakarta.
Anonim, 2006, Bakteri Clostridium Botulinum, http://www..Medicastrore.ac.id, diakses
tanggal 20 September 2008
Cooper, L., dkk., 2000, Nutrition in Health and Disease, 13th Edition, 198-200
Darmono, 2008, Toksisitas Pestisida,
http://www.geocities.com/kuliah_farm/farmasi_forensik/Pestisida.doc, diakses
tanggal 24 September 2008
Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, 126-132, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta
Hasan, Rusepno, dr, dkk, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, 967-973, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Manik, M., 2003, Keracunan Makanan ( Food Poisoning),
http://library.usu.ac.id, diakses tanggal 20 September 2008
Muchtadi, D., 1989, Keracunan Sodium Nitrit, http://www.suarapembaharuan.com,
diakses tanggal 23 September 2008
Priyanto, 2007, Toksisitas Obat, Zat Kimia, dan Terapi Antidotum, 5 8, Leskonfi,
Saharibanong, 2007, Pengembangan Mekanisme Pertanian,
http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 20 September 2008
Sediaoetama, A.D., 1989, Ilmu gizi, Jilid II, 159-181, Dian Rakyat, Jakarta
Stine & Brown, 1996, Principles of Toxicology, Lewis Publisher, New York
www. Geocities.com / kuliah / farmasi / pesticida, diakses pada tanggal : 6 September
2008
Winaya, I.B.O., 2005, Perubahan Morfologi Hati dan Ginjal Mencit Yang Diinduksi
Karbontetraklorida (CCl4), http://www.jvetunud.com/?p=99, diakses tanggal
23 September 2008