Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada berbagai

aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu

bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena

secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara. Untuk itu

diperlukan upaya perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi

masyarakat melalui upaya perbaikan gizi dalam keluarga maupun pelayanan gizi pada

individu yang karena suatu hal mereka harus tinggal di suatu institusi kesehatan,

diantaranya rumah sakit (Depkes RI, 2005).

Rumah sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting

dalam melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi

dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahanpenyakit. Pelayanan gizi di

rumah sakit merupakan bagian integral dari upaya penyembuhan penyakit pasien.

Mutu pelayanan gizi yang baik akan mempengaruhi indikator mutu pelayanan rumah

sakit, yaitu meningkatkan kesembuhan pasien, memperpendek lama rawat inap, serta

menurunkan biaya (Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, 2007).

Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri dari asuhan

gizi pasien rawat jalan, asuhan gizi rawat inap, penyelenggaraan makanan, serta
penelitian dan pengembangan gizi (Depkes RI, 2005). Untuk proses asuhan gizi

pasien rawat jalan dan rawat inap harus melalui 4 tahapan, yaitu : (1) assessment dan

pengkajian gizi; (2) perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan dan

strategi; (3) implementasi pelayanan gizi sesuai rencana; (4) monitoring dan evaluasi

pelayanan gizi (Almatsier, 2006).

Pelayanan gizi rumah sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk

memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit (pasien) baik rawat inap maupun

rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun

mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif,

rehabilitative, dan promotif. Hal ini sejalan dengan perkembangan iptek di bidang

kesehatan, dimana telah berkembang terapi gizi medis yang merupakan kesatuan dari

asuhan medis, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi (Depkes RI, 2005).

Peran asuhan gizi sebagai bagian dari perawatan pasien di rumah sakit semakin

penting dengan berkembangnya konsep perawatan pasien dengan pendekatan

menyeluruh. Dalam pelaksanaannya, diperlukan keterlibatan dan kerjasama yang erat

antar berbagai profesi terkait yang tergabung dalam tim asuhan gizi. Profesi yang

terlibat adalah dokter, perawat, dietisien, dan profesi kesehatan lainnya sebagai

pendukung. Tiap anggota tim bertugas memberikan sumbangan spesifik sesuai

dengan keahliannya, yang diharapkan dapat saling mengisi dalam upaya memberikan

asuhan gizi yang optimal. Selain itu, diperlukan koordinasi yang baik melalui

komunikasi secara teratur, baik secara tertulis melalui rekam medik, secara lisan
melalui diskusi sewaktu-waktu, atau melalui kunjungan/visite bersama yang

dilakukan secara periodik (Almatsier, 2006).


BAB II

ETIKA PROFESI

Ahli Gizi Sebagai Tenaga Kerja Profesional

Ahli gizi atau Registered Dietitien (RD) adalah sarjana gizi yang telah

mengikuti pendidikan profesi gizi (dietetic internship) dan dinyatakan lulus setelah

mengikuti ujian kompetensi profesi gizi, yang kemudian diberi hak untuk mengurus

ijin memberikan pelayanan dan menyelenggarakan praktek gizi (Persagi, 2010). RD

bertugas melakukan pengkajian gizi, menentukan diagnosa gizi, menentukan dan

mengimplementasikan intervensi gizi, dan kemudian melakukan visite berkala untuk

memonitor dan mengevaluasi perkembangan kondisi pasien. Selain itu, RD juga

bertugas melakukan edukasi gizi untuk pencegahan penyakit dan konseling gizi untuk

kondisi kronis (ADA, 2007). Sebagai ahli gizi profesional, hendaknya memiliki ciri-

ciri sebagai berikut :

1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat

2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan

3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah

4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang berlaku

5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya

6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan

7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya


8. Pekerjaan/sumber utama seumur hidup

9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif

10. Otonomi dalam melakukan tindakan

11. Melakukan ikatan profesi, lisensi jalur karir

12. Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik

13. Alturism (memiliki sifat kemanusiaan dan loyalitas yang tinggi)

Di Indonesia, Ahli Gizi termasuk Ahli Madya Gizi sebagai pekerja profesional harus

memiliki persyaratan sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis

2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga profesional

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat

4. Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah

5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas

6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur

7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah

8. Memiliki etika Ahli Gizi

9. Memiliki standar praktek

10. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai

dengan kebutuhan pelayanan

11. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.


Standar Kompetensi dan Peran Ahli Gizi

Standar kompetensi ahli gizi disusun berdasarkan jenis ahli gizi yang ada saat

ini yaitu ahli gizi dan ahli madya gizi. Keduanya mempunyai wewenang dan

tanggung jawab yang berbeda. Secara umum tujuan disusunnya standar kompetensi

ahli gizi adalah sebagai landasan pengembangan profesi Ahli Gizi di Indonesia

sehingga dapat mencegah tumpang tindih kewenangan berbagai profesi yang terkait

dengan gizi. Adapun tujuan secara khusus adalah sebagai acuan/pedoman

dalam menjaga mutu Ahli Gizi, menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan gizi yang

profesional baik untuk individu maupun kelompok serta mencegah timbulnya

malpraktek gizi (Persagi, 2010).

Peran Ahli Gizi

Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai

dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi (Nasihah, 2010).

1. Dietisien adalah seseorang yang memiliki pendidikan gizi, khususnya dietetik,

yang bekerja untuk menerapkan prinsip-prinsip gizi dalam pemberian makan

kepada individu atau kelompok, merencanakan menu, dan diet khusus, serta

mengawasi penyelenggaraan dan penyajian makanan (Kamus Gizi, 2010).

2. Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain (klien)

mengenali, mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien untuk

mencari dan memilih cara pemecahan masalah gizi secara mudah sehingga dapat
dilaksanakan oleh klien secara efektif dan efisien. Konseling biasanya dilakukan

lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan klien yang bertujuan

untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya

perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan (Magdalena, 2010).

3. Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang

merupakan suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah

bahan makanan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku perorangan

atau masyarakat dalam mengonsumsi makanan sehingga meningkatkan kesehatan

dan gizinya (Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi sebagian besarnya dilakukan

dengan metode ceramah (komunikasi satu arah), walaupun sebenarnya masih ada

beberapa metode lainnya yang dapat digunakan. Berbeda dengan konseling yang

komunikasinya dilakukan lebih pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih umum

dan biasanya dapat menjangkau sasaran yang lebih banyak.

Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang

sudah mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan

manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat

dipisahkan.

Selain ketiga peran yang telah dijelaskan diatas, peran ahli gizi juga dapat

dikaji pada rincian di bawah ini :

1. Ahli Gizi

a. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik

b. Pengelola pelayanan gizi di masyarakat


c. Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS

d. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/masal

e. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi

f. Pelaksana penelitian gizi

g. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha

h. Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral

i. Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis

2. Ahli Madya Gizi

a. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik

b. Pelaksana pelayanan gizi masyarakat

c. Penyelia sistem penyelenggaraan makanan Institusi/massal

d. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi

e. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha

f. Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis

(Persagi, 2010)

Namun, bila dibandingkan dengan kondisi di lahan, peran Ahli gizi belum berjalan

secara maksimal. Hal ini disebabkan oleh :

1. Kurangnya jumlah tenaga ahli gizi di rumah sakit sehingga belum dapat mencakup

semua ruang rawat inap dan masih merangkap tugas yang lain.

2. Belum terbentuknya tim asuhan gizi yang solid, sehingga praktek kolaborasi

antara ahli gizi dan profesi yang lain belum berjalan secara maksimal.
3. Tidak adanya nutritional assessment tools di ruangan, seperti microtoa, knee-

height caliper, pita LILA. Alat yang dipakai selama ini kebanyakan hanya

medline dan timbangan berat badan.

4. Kurangnya kunjungan ahli gizi ke ruang rawat inap yang menjadi tanggung-

jawabnya sehingga memungkinkan pasien tidak mengenali ahli gizi rumah sakit.

5. Belum dilakukannya skrining gizi secara menyeluruh terhadap pasien, sehingga

memungkinkan pasien yang berisiko malnutrisi tidak terdeteksi.

1.1 Pengertian Etika

Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos(bahasa Yunani) yang berarti

karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan

dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai

apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk

atau baik.Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai the discipline

which can act as the performance index or reference for our control system.

Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena

segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok

social (profesi) itu sendiri.Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat built-

in mechanism berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan

untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian

(Wignjosoebroto, 1999).

Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat,

bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk

mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian

profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.Menurut Bertens (1994) ada

tiga arti etika yang dipakai dalam arti :

1. Nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (sistem nilai dalam hidup

manusia perorangan/bermasyakat)

2. Kumpulan azas atau moral (kode etik)

3. Ilmu tentang yang baik atau yang buruk.

Etika dapat dibedakan ke dalam 2 kelompok, yaitu :

Etika umum, yaitu etika tentang kondisi-kondisi dasar dan umum, bagaimana

manusia harus bertindak secara etis.

Etika khusus, yaitu penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang

kehidupan khusus.

2.1.1 Etika dan Estetika

Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara

tentang praxis (tindakan) manusia.Etika tidak mempersoalkan keadaan


manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.

Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.

Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral,

norma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum

dan perundang- undangan, norma agama berasal dari agama sedangkan norma

moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan

sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.

2.1.2 Etika dan Etiket

Etika (ethics) berarti moral sedangkan etiket (etiquette) berarti sopan

santun.Persamaan antara etika dengan etiket yaitu:

Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai

mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak

mengenal etika maupun etiket.

Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi

normabagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag

harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Justru karena sifatnya

normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.


Perbedaan antara Etika dan Etiket

1. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia. Etiket

menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta

ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu.Etika tidak terbatas pada cara

melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu

sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh

dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2. Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.Etika selalu berlaku walaupun tidak

ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun

pemiliknya sudah lupa.

3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah

kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.Etika jauh

lebih absolut.Perintah seperti jangan berbohong, jangan mencuri

merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.

4. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahiriah saja sedangkan etika

memandang manusia dari segi dalam. Penipu misalnya tutur katanya

lembut, memegang etiket namun menipu.Orang dapat memegang etiket

namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak

mungkin munafik karena seandainya dia munafik maka dia tidak bersikap

etis.Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.


2.1.3 Etika dan Ajaran Moral

Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan

tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia.

Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral

merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai

serta kewajiban manusia.

Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika

merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral.Pemikiran filsafat

mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan

normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki

bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).

Pluralisme moral diperlukan karena:

Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat

yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat memiliki lima cirri khas

yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.

Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada

argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian.Kritis

berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak

puas dengan pengertian dangkal.Sistematis artinya membahas langkah demi

langkah.Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya.


Moralitas

Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang

terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan

manusia sebagai manusia.

Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya

menjadi baik sebagai manusia.Ada perbedaan antara kebaikan moral dan

kebaikan pada umumnya.Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia

sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan

manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri.

Moral berkaitan dengan moralitas.Moralitas adalah sopan santun,

segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas

dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau

gabungan dari beberapa sumber.

Pluralisme moral

Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat

yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas

yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.

Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada

argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian.Kritis

berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak


puas dengan pengertian dangkal.Sistematis artinya membahas langkah demi

langkah.Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya.

Etika dan Agama

Etika tidak dapat menggantikan agama.Agama merupakan hal yang

tepat untuk memberikan orientasi moral.Pemeluk agama menemukan orientasi

dasar kehidupan dalam agamanya.Akan tetapi agama itu memerlukan

ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar

indoktrinasi. Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut :

1. Orang beragama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia

tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapi ia

juga ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat

membantu menggali rasionalitas agama.

2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan

interpretasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.

3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat

maka agama menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak

disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi

manusia dengan gen yang sama.

4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan

diri pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada

wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada
mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang

dari semua agama dan pandangan dunia.

1.2 Pengertian Profesi

Menurut De George, profesi adalah pekerjaan yg dilakukan sebagai kegiatan

pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan suatu keahlian. Secara

umum, ada beberapa sifat yang melekat pada profesi, yaitu : adanya pengetahuan

khusus, adanya kaidah dan standar moral yang tinggi, dan mengabdi pada

kepentingan masyarakat.

Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan

kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi

kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar

akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya

penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia,

kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang

dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi

tersebut.

Tiga (3) Ciri Utama Profesi

1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah

profesi;

2. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan;

3. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada


masyarakat.

Tiga (3) Ciri Tambahan Profesi

1. Adanya proses lisensi atau sertifikat;

2. Adanya organisasi;

3. Otonomi dalam pekerjaannya.

Kode Etik

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang

secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan

tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau

salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.Tujuan kode

etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau

nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Tiga Fungsi dari Kode Etik Profesi

1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang

prinsip profesionalitas yang digariskan ;

2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol social bagi masyarakat atas profesi

yang bersangkutan ;

3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi

tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi


2.3 Etika Profesi :Ahli Gizi

1.Etika Profesi Ahli Gizi

Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 374/MENKES/SK/III/2007

Tanggal : 27 Maret 2007

Standar Profesi Ahli Gizi

Standar Profesi Ahli Gizi dapat digunakan sebagai pedoman bagi

tenaga gizi dengan tujuan untuk mencegah tumpang tindih kewenangan

berbagai profesi yang terkait dengan gizi.Untuk itu Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (PERSAGI) harus menyikapi dan mengantisipasi hal tersebut

dengan meningkatkan kualitas sumber daya yang ada melalui penetapan

Standar Profesi Gizi.

Tujuan :

1. Tujuan Umum

Penyusunan Standar Profesi Gizi sebagai landasan pengembangan profesi gizi

di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

a. Sebagai acuan bagi penyelenggaraan pendidikan gizi di Indonesia

dalam rangka menjaga mutu gizi.

b. Sebagai acuan perilaku gizi dalam mendarmabaktikan dirinya di

masyarakat.
c. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan gizi yang profesional baik

untuk individu maupun kelompok.

d. Mencegah timbulnya malpraktek gizi.

Profesi Gizi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilaksanakan

berdasarkan suatu keilmuan (body of knowledge), memiliki kompetensi yang

diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, memiliki kode etik dan bersifat

melayani masyarakat. Sedangkan Ahli Gizi dan Ahli Madya Gizi adalah

seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan akademik dalam

bidang gizi sesuai aturan yang berlaku, mempunyai tugas, tanggung jawab

dan wewenang secara penuh untuk melakukan kegiatan fungsional dalam

bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik baik di masyarakat, individu atau

rumah sakit.

Di Indonesia masalah gizi utama masih didominasi oleh masalah gizi

Kurang Energi Protein (KEP), masalah Gangguan Akibat Kekurangan

Yodium (GAKY), dan masalah Kekurangan Vitamin (KVA) dan mulai

meningkatnya masalah obesitas terutama di kota-kota besar. Disamping itu,

diduga ada masalah gizi mikro lainnya seperti defisiensi zinc yang sampai saat

ini belum terungkapkan karena adanya keterbatasan ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang gizi.Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

teknologi di berbagai bidang pembangunan dan makin berkembangnya

paradigma pembangunan nasional yang berwawasan sumber daya manusia

(SDM), maka upaya untuk meningkatkan status gizi masyarakat dan


penanggulangan permasalahannya (masalah gizi) makin mendapat prioritas

dalam strategi pembangunan nasional.Keadaan gizi masyarakat umum dan

individu khususnya mempunyai dampak terhadap pembangunan negara secara

umum dan khusus berdampak pada pertumbuhan fisik, mental dan kecerdasan

serta produktivitas manusia.Oleh karena itu, pemecahan masalah gizi

ditempatkan sebagai ujung tombak paradigma sehat untuk mencapai

Indonesia sehat pada masa mendatang. Ciri-ciri dari profesi gizi, yaitu:

1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.

2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan.

3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.

4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang

berlaku.

5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan

profesinya.

6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang

diberikan.

7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya.

8. Pekerjaan/sumber utama seumur hidup.

9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif.

10. Otonomi dalam melakukan tindakan.

11. Melakukan ikatan profesi, lisensi jalur karir.


12. Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik.

13. Alturism.

Persyaratan ahli gizi sebagai tenaga kerja profesional :

1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau

spesialis.

2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga profesional.

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.

4. Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah.

5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas.

6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur.

7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.

8. Memiliki etika Ahli Gizi.

9. Memiliki standar praktek.

10. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan

profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

11. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan

kompetensi.

Prinsip-Prinsip Kode Etik

Profesi Gizi mengabdikan diri dalam upaya kesejahteraan dan kecerdasan

bangsa, upaya perbaikan gizi, memajukan dan mengembangkan ilmu dan

teknologi gizi serta ilmu-ilmu yang berkaitan dan meningkatkan pengetahuan gizi
masyarakat. Sebagai tenaga gizi profesional, seorang ahli gizi dan ahli madya gizi

harus melakukan tugas-tugasnya atas dasar :

1. Kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh akan kewajiban terhadap bangsa

dan negara.

2. Keyakinan penuh bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu unsur penting

dalam upaya mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat.

3. Tekad bulat untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi tercapainya

masyarakat adil, makmur dan sehat sentosa.

Untuk itu, seorang ahli gizi dan ahli madya gizi dalam melakukan

tugasnya perlu senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan

sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila,

Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik profesi, baik dalam hubungan dengan

pemerintah bangsa, negara, masyarakat, profesi maupun dengan diri sendiri.

Dengan melihat cakupan dan kode etik tersebut, disimpulkan bahwa

profesi gizi berperan dalam kebijakan sistem pelayanan kesehatan, mendidik dan

mengintervensi individu, kelompok, masyarakat serta meneliti dan

mengembangkan demi menjaga mutu pelayanan. Oleh karena itu, perlu disusun

standar kompetensi ahli gizi dan ahli madya gizi Indonesia yang dilandasi dengan

peran-peran ahli gizi dan ahli madya gizi sebagai pelaksana, pengelola, pendidik,

penyelia, pemasar, anggota tim dan pelaku praktek kegizian yang bekerja secara

profesional dan etis.


1. Peraturan yang Dibolehkan dalam Bidang Ahli Gizi

Kewajiban Umum

1. Ahli Gizi berperan meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta

berperan dalammeningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat

2. Ahli Gizi berkewajiban menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan

menunjukkan sikap, perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan

diri sendiri

3. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya menurut

standar profesi yang telah ditetapkan.

4. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya bersikap jujur,

tulus dan adil.

5. Ahli Gizi berkewajiban menjalankan profesinya berdasarkan prinsip

keilmuan, informasi terkini, dan dalam menginterpretasikan informasi

hendaknya objektif tanpa membedakan individu dan dapat menunjukkan

sumber rujukan yang benar.

6. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa mengenal dan memahami

keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan fihak lain atau

membuat rujukan bila diperlukan.

7. Ahli Gizi dalam melakukan profesinya mengutamakan kepentingan

masyarakat dan berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan

pengabdi masyarakat yang sebenarnya.


8. Ahli Gizi dalam berkerjasama dengan para profesional lain di bidang

kesehatan maupun lainnya berkewajiban senantiasa memelihara

pengertian yang sebaik-baiknya.

Kewajiban Terhadap Klien

1. Ahli Gizi berkewajiban sepanjang waktu senantiasa berusaha memelihara

dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan

gizi atau di masyarakat umum.

2. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjaga kerahasiaan klien atau

masyarakat yang dilayaninya baik pada saat klien masih atau sudah tidak

dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien meninggal dunia kecuali

bila diperlukan untuk keperluan kesaksian hukum.

3. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya senantiasa menghormati dan

menghargai kebutuhan unik setiap klien yang dilayani dan peka terhadap

perbedaan budaya, dan tidak melakukan diskriminasi dalam hal suku,

agama, ras, status sosial, jenis kelamin, usia dan tidak menunjukkan

pelecehan seksual.

4. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memberikan pelayanan gizi prima,

cepat, dan akurat.

5. Ahli Gizi berkewajiban memberikan informasi kepada klien dengan tepat

dan jelas, sehingga memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan

sendiri berdasarkan informasi tersebut.


6. Ahli Gizi dalam melakukan tugasnya, apabila mengalami keraguan dalam

memberikan pelayanan berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan

merujuk kepada ahli gizi lain yang mempunyai keahlian.

Kewajiban terhadap Masyarakat

1. Ahli Gizi berkewajiban melindungi masyarakat umum khususnya tentang

penyalahgunaan pelayanan, informasi yang salah dan praktek yang tidak

etis berkaitan dengan gizi, pangan termasuk makanan dan terapi

gizi/diet.ahli gizi hendaknya senantiasa memberikan pelayanannya sesuai

dengan informasi faktual, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya.

2. Ahli Gizi senantiasa melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi

sehingga dapat mencegah masalah gizi di masyarakat.

3. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa peka terhadap status gizi masyarakat

untuk mencegah terjadinya masalah gizi dan meningkatkan status gizi

masyarakat.

4. Ahli Gizi berkewajiban memberi contoh hidup sehat dengan pola makan

dan aktifitas fisik yang seimbang sesuai dengan nilai paktek gizi individu

yang baik.

5. Dalam bekerja sama dengan profesional lain di masyarakat, Ahli Gizi

berkewajiban hendaknya senantiasa berusaha memberikan dorongan,


dukungan, inisiatif, dan bantuan lain dengan sungguh-sungguh demi

tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di masyarakat.

6. Ahli Gizi dalam mempromosikan atau mengesahkan produk makanan

tertentu berkewajiban senantiasa tidak dengan cara yang salah atau,

menyebabkan salah interpretasi atau menyesatkan masyarakat

Kewajiban terhadap Teman Seprofesi dan Mitra Kerja

1. Ahli Gizi dalam bekerja melakukan promosi gizi, memelihara dan

meningkatkan status gizi masyarakat secara optimal, berkewajiban

senantiasa bekerjasama dan menghargai berbagai disiplin ilmu sebagai

mitra kerja di masyarakat.

2. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memelihara hubungan persahabatan

yang harmonis dengan semua organisasi atau disiplin ilmu/profesional

yang terkait dalam upaya meningkatkan status gizi, kesehatan,

kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.

3. Ahli Gizi berkewajiban selalu menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan

keterampilan terbaru kepada sesama profesi dan mitra kerja.

Kewajiban Terhadap Profesi dan Diri Sendiri

1. Ahli Gizi berkewajiban mentaati, melindungi dan menjunjung tinggi

ketentuan yang dicanangkan oleh profesi.


2. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memajukan dan memperkaya

pengetahuan dan keahlian yang diperlukan dalam menjalankan profesinya

sesuai perkembangan ilmu dan teknologi terkini serta peka terhadap

perubahan lingkungan.

3. Ahli Gizi harus menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan

berani mengemukakan pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan

hati dan mau menerima pendapat orang lain yang benar.

4. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak boleh

dipengaruhi oleh kepentingan pribadi termasuk menerima uang selain

imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, meskipun dengan

pengetahuan klien/masyarakat (tempat dimana ahli gizi diperkerjakan).

5. Ahli Gizi berkewajiban tidak melakukan perbuatan yang melawan

hukum, dan memaksa orang lain untuk melawan hukum.

6. Ahli Gizi berkewajiban memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar

dapat bekerja dengan baik.

7. Ahli Gizi berkewajiban melayani masyarakat umum tanpa memandang

keuntungan perseorangan atau kebesaran seseorang.

8. Ahli Gizi berkewajiban selalu menjaga nama baik profesi dan

mengharumkan organisasi profesi.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Setiap profesi pasti memiliki sebuah etika atau aturan untuk bekerja atau

mengambil keputusan.Jadi setiap pekerja harus mentaati etika atau aturan

tersebut.

2. Profesi kedokteran adalah profesi kemanusiaan, oleh karena itu etika

kedokteran harus memegang peranan sentral bagi para dokter dalam

menjalankan tugas-tugas pengabdiannya untuk kepentingan masyarakat.

3. Profesi di bidang kesehatan sangat mulia karena dokter atau perawat

hakikatnya bekerja sebagai pengabdi untuk masyarakat.

3.2 Saran

1. Masih ada dokter yang tidak mau merawat seorang pasien hanya karena faktor

finansial. Seharusnya itu tidak bisa dilakukan karena seorang dokter adalah

pengabdi bagi masyarakat.

2. Dokter dan perawat harus memahami etika pada bidang kesehatan dan

mentaati aturan aturan tersebut.

3. Bekerja sesuai kemampuan dan teliti agar terhindar dari kasus malpraktek.
eferensi

1. Almatsier, Sunita. 2006. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap dan Rawat

Jalan. Penuntun Diet Edisi Terbaru. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

2. American Dietetic Association. 2007. The Role Of Registered

Dietitian. http://www.eatright.org

3. Depkes RI. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Edisi Revisi.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

4. Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Makanan

Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

5. Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi sebagai Penyuluh dan Konselor Gi

Anda mungkin juga menyukai