Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DAN REGULASI EMOSI DENGAN

KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA GURU


MENJELANG PENSIUN

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh :
FAIZAL RAMADAN SYAH PUSADAN
S 300 110 029

MAGISTER SAINS PSIKOLOGI


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
1

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DAN Keywords: Religiosity, Emotion Regulation,


REGULASI EMOSI DENGAN Trends post power syndrome
KECENDERUNGAN POST POWER
SYNDROME PADA GURU MENJELANG
PENSIUN Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


Oleh : hubungan religiusitas dan regulasi emosi
1. dengan kecenderungan post power syndrome
Faizal Ramadan Syah Pusadan ( Mahasiswa
pada guru menjelang pensiun. Populasi dalam
Pascarasrjana UMS)
2. penelitian ini adalah guru di Kec. Gemolong
Taufik Kasturi ( Dosen Pascasarjana UMS)
Kab. Sragen. Metode penelitian yang
Program Studi Magister Sain Psikologi
digunakan adalah metode kuantitatif dengan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
skala sebagai alat pengumpul data. Analisis
data yang digunakan adalah teknik analisis
Abstract regresi ganda. Koefisien korelasi antara
religiusitas dengan kecenderungan post power
This study aimed to know the relationship syndrome rx1y = - 0,304 dengan taraf
between religiosity and emotion regulation signifikansi p = 0,017 (p < 0,05). Koefisien
korelasi antara regulasi emosi dengan
with a tendency to post-power syndrome on
kecenderungan post power syndrome
teacher retirement. The population in this menunjukkan rx2y = - 0,535 dengan taraf
study is a teacher in the district Gemolong in signifikansi p = 0,000 (p < 0,05). Sumbangan
Sragen. The methods of research used religiusitas terhadap kecenderungan post
quantitative methods to scale as a data power syndrome sebesar 16%, sedangkan
collection. Data analysis technique used is sumbangan efektif regulasi emosi terhadap
multiple regression analysis. Correlation kecenderungan post power syndrome adalah
sebesar 21% Kesimpulan dari penelitian ini
coefficient between religiosity and post-
adalah ada hubungan negatif signifikan antara
power syndrome tendency rx1y = - 0.304 with religiusitas dan regulasi emosi dengan
a significance level of p = 0.017 (p < 0.05). kecenderungan post power syndrome.
The correlation coefficient between emotion
Kata kunci: Religiusitas, Regulasi Emosi,
regulation with post power syndrome Kecenderungan post power
tendency showed rx2y = - 0.535 with a synrome
significance level of p = 0.000 (p < 0.05). The
Contribution to the tendency of religiosity PENDAHULUAN
syndrome post power by 16 % , while the
effective contribution of emotion regulation A. Latar Belakang Masalah
Mempersiapkan diri menghadapi masa
to the tendency of post-power amounted to 21
pensiun, masa dimana seseorang berhenti
% syndrome. Conclusion from this study is dari aktifitas bekerja secara formal yang
that there is a significant negative relationship disebabkan karena bertambahnya usia diikuti
between religiosity and emotion regulation kemunduran fisik sehingga dibutuhkan
with post power syndrome tendency. penyesuaian diri terhadap masa pensiun,
menurut Schwatrz dalam Hurlock (2008)
2

pensiun merupakan pola hidup atau masa baru saja atau hampir memasuki masa
transisi dari pola hidup yang sudah menjadi pensiun. Istilah tersebut muncul untuk
rutinitas sebelumnya ke pola hidup yang baru individu yang mengalami gangguan saat
sehingga pensiun selalu menyangkut memasuki waktu pensiun yaitu stres, depresi,
perubahan peran, dari bekerja menjadi tidak tidak bahagia, merasa kehilangan harga diri
bekerja atau terjadinya perubahan keinginan dan kehormatan. Pensiun memutuskan
dan nilai seperti rasa ingin dihargai dan seseorang dari aktivitas yang biasa dilakukan,
dihormati . Post Power Syndrome merupakan gejala
Sebagian orang dalam menghadapi masa pasca kekuasaan dimana sebagian individu
pensiun memiliki pandangan positif, namun merasakan kehilangan status sosial, jabatan,
ada sebagian yang mempersepsikan pensiun kekuasaan, penghasilan dan kehormatan.
secara negatif. dengan beranggapan bahwa Post Power Syndrome terjadi karena
pensiun merupakan akhir dari segalanya, beberapa faktor antara lain penurunan
individu akan memiliki kondisi mental tidak berbagai aspek seperti fisiologis, psikis,
stabil, rasa kurang percaya diri, berlebih- fungsi fisik, kognitif, regulasi emosi, minat,
lebihan dalam bekerja dengan anggapan sosial, ekonomi dan religiusitas. Post Power
bahwa individu yang pensiun tidak berguna Syndrome merupakan keadaan yang
lagi serta merasa tidak dibutuhkan lagi karena menimbulkan gangguan fisik, sosial, dan
usia sudah tua dan produktifitas menurun. spiritual pada lanjut usia saat memasuki
Masa pensiun bagi sebagian orang dipandang waktu pensiun sehingga dapat menghambat
sebagai pertanda diri sudah tidak berguna aktifitas mereka dalam menjalani kehidupan
sehingga menyebabkan orang menjadi sehari-hari ( Santoso dkk, 2008).
sensitive, subjektif dan kurang realistis dalam Ancok dkk (2008) mengartikan
menghadapi pensiun. Hal ini mengakibatkan religiusitas sebagai keberagaman yang berarti
depresi dan post power syndrome (Indriana, meliputi berbagai macam sisi atau dimensi
2012). yang bukan hanya terjadi ketika seseorang
Pandangan negatif seseorang tentang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi
pensiun menyebabkan individu menolak juga ketika melakukan aktivitas lain yang
datangnya masa pensiun, sikap penolakan didorong oleh kekuatan supranatural. Sumber
tersebut ditandai dengan adanya perasaan keagamaan adalah rasa ketergantungan yang
stres, cemas, dan depresi. Namun hal yang mutlak (sense of depend). Ketakutan-
terjadi pada saat masa pensiun itu tiba, ketakutan akan ancaman lingkungan alam
banyak individu tidak mau berhenti dari sekitar serta keyakinan manusia tentang
pekerjaannya (Indriana, 2012). Dalam laporan segala keterbatasan dan kelemahannya. Rasa
penelitan, dimana para hakim di Amerika ketergantungan yang mutlak, membuat
umumnya cenderung menunda pensiun, manusia mencari kekuatan sakti dari
mereka tetap aktif bekerja dengan sekitarnya yang dapat dijadikan kekuatan
mengabaikan umur tua, kesehatan yang lemah pelindung dalam kehidupannya dengan
dan masa pensiun (Garrow, 2000), masa kekuasaan yang berada diluar dirinya yaitu
pensiun menjadi jauh lebih sulit bagi mereka Tuhan.
yang memiliki kekuasaaan dan kedudukan Moberg dalam Indriana dkk (2011)
yang lebih tinggi, karena takut akan mengemukakan salah satu hasil penelitiannya
kehilangan jabatan mereka selama ini. menunjukkan bahwa 57% dari respondennya
Santaroso dan Lestari, (2008) merasa agama lebih berarti bagi mereka
mengungkapkan bahwa Post Power setelah pensiun dibanding sebelumnya.
Syndrome banyak dialami oleh mereka yang Penelitian ini juga melaporkan terjadi
3

perbedaan pria dan wanita dalam melihat a. Mengetahui hubungan religiusitas


agama sebagai hal yang berarti dalam hidup, dengan Post Power Syndrome
hasil penelitian menunjukan 66-71% pada pada guru menjelang pensiun.
orang lanjut usia wanita dan 52-55% pada b. Mengetahui hubungan regulasi
pria mengatakan bahwa agama merupakan emosi dengan Post Power
sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya Syndrome pada guru menjelang
dan hanya 5% wanita dan 7-19% pria yang pensiun.
mengatakan bahwa agama tidak berarti 2. Manfaaat penelitan
banyak bagi mereka. Dari hasil-hasil a. Manfaat teoritis
penelitian tersebut menunjukkan bahwa Penelitian ini diharapkan dapat
religiusitas meningkat sejalan dengan memberikan sumbangsih
bertambahnya usia. pemikiran serta memberikan
Proses menghadapi pensiun akan informasi dalam studi psikologi
mendorong individu pada banyak persoalan dalam kaitannya pada hubungan
dan kejadian yang menuntut agar individu religiusitas dan regulasi emosi
mampu mengatasi konflik yang mungkin dengan Post Power Syndrome
akan dihadapinya dan dapat mempengaruhi pada guru menjelang pensiun.
perubahan-perubahan emosi, oleh karena itu b. Manfaat Praktis
di butuhkan regulasi emosi bagi para guru Melalui penelitian ini diharapkan
dalam menghadapi masa pensiun. guru yang menghadapi usia
Regulasi emosi merupakan kemampuan pensiun mampu menghadapi masa
individu dalam mengontrol emosi yang pensiun ketika sudah tiba
dimilikinya (Gross, 2007), menghadapi masa waktunya, dengan cara
pensiun diperlukan sikap yang menerima meningkatkan religusitas dan
kondisi dan keadaan yang terjadi baik pada kemampuan meregulasi emosi
diri individu maupun penyesuaian diri sehingga terhindar dari Post
terhadap lingkungan sehingga tidak muncul Power Syndrome.
rasa frustasi saat menjalain masa pensiun,

B. Rumusan Masalah D. STUDI PUSTAKA


Berdasarkan ulasan di atas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai Kecenderungan Post Power Syndrome
berikut: 1. Apakah ada hubungan 1. Pengertian kecenderungan Post power
religiusitas dengan Post Power Syndrome syndrome
pada guru menjelang pensiun ?, 2. Kecenderungan Post power syndrome
Apakah ada hubungan regulasi emosi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan
dengan Post Power Syndrome pada guru munculnya ciri atau perilaku yang cenderung
menjelang pensiun ?, 3. Apakah ada negatif seperti kurangnya kontak sosial, stres,
hubungan religiusitas dan regulasi emosi keinginan untuk tetap menjabat dan
dengan Post Power Syndrome pada guru menganggap masih sanggup untuk bekerja
menjelang pensiun ? (Mariyani, 2008; Indriana, 2012).
Menurut Suardiman (2011),
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian kecenderungan post power syndrome adalah
1. Tujuan penelitian ketidakmampuan individu berfikir realistis
Penelitian ini bertujuan untuk dan menerima kenyataan bahwa individu
sudah tidak bekerja lagi. Sehingga
4

memunculkan perasaan rendah diri, tidak


berguna, tersisih, kesepian, mudah stres Religiusitas
sehingga mudah terkena penyakit sebelum 1. Pengertian Religiusitas
masuk masa pensiun. Kata religiusitas mengandung arti bersifat
2. Faktor- faktor yang mempengaruhi post religi atau keagamaan atau yang bersangkut
power syndrome paut dengan religi ( Indriana dkk 2011).
Indriana (2012) mengungkapkan bahwa Agama menurut Thouless (Jalaluddin, 2005;
masa pensiun akan berdampak positif ketika Indriana dkk, 2011) merupakan suatu cara
individu menerima pensiun sebagai wujud penyesuaian diri terhadap dunia yang
dari kebebasan baru, merasa puasa dengan mencakup lingkungan yang lebih luas dari
pekerjaan selama ini dilakukan dan pada lingkungan dunia fisik, yaitu dunia
mengembalikan pada Tuhan segala proses spiritual.
kehidupan yang terjadi diterima dengan Madjid dalam Indriana dkk ( 2011)
ikhlas, tapi pada sebagian individu berpendapat bahwa religiusitas individu
memandang pensiun sebagai hal yang negatif adalah tingkah laku manusia yang
dan sangat tidak di inginkan sebabnya ialah: sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan
a). Merasa Kehilangan penghasilan. b). kepada kegaiban atau alam gaib, yaitu
Konsep diri negatif sehingga Cenderung kenyataan-kenyataan supra-empiris. Manusia
bekerja sangat berlebihan ketika masih yang memiliki religiusitas meletakkan harga
peroduktif dan mengalami kekecewaan dan makna tindakan empirisnya dibawah
ketika memasuki masa pensiun c). Pensiun yang supra empiris.
dinilai sebagai akhir dari segalanya dimana 2. Aspek-Aspek Religiusitas
individu akan kehilangan jabatan, merasa Glok dan Stark dalam Indriana dkk
kesepian dan di tinggalkan oleh teman-teman (2011); Indriana (2012) ; Suardiman (2011)
selagi masih bekerja mengatakan bawa terdapat 5 aspek dalam
Post power syndrome sangat berkaitan religiusitas, yaitu : a) Religious belief ( The
dengan perencanaan yang dibuat sebelum ideological deminsione ). b). Religious
menghadapi masa pensiun. Perencanaan yang practice ( the ritual dimension ). c). Religious
dibuat sebelum masa pensiun akan feeling. d). Religious knowledge ( the
memberikan kepuasan dan rasa percaya diri intellectual dimension ). e) Religious effect
pada individu yang bersangkutan, seperti (the conequential dimension)
mempersiapkan keuangan, kesehatan, Allport dan Ross dalam Subandi (2013)
spritualitas, kehidupan sosial sehingga tidak mengemukakan dua aspek dasar religiusitas
mengalami kecemasan dan depresi saat yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Religiusitas
menghadapi pensiun (Berk, 2012; ekstrinsik sebagai pandangan mementingkan
Suardiman, 2011; Indriana, 2012). diri sendiri dan utilitarian agama yang
3. Aspek-Aspek Post power syndrome memberikan percaya dengan kenyamanan
Atamimi dalam Indriana (2011) dalam keselamatan dalam keberagamaan.
mengemukakan bahwa terdapat empat aspek Seseorang dengan religiusitas intrinsik adalah
post power syndrome, yaitu : a). Aspek orang yang menginternalisasi total koridor
ekonomi. b). Aspek sosial. c). Aspek fisik. d). imannya dan bergerak di luar keberadaan
Aspek psikologi. rumah ibada belaka.
Suardiman (2011) mengemukakan dua 3. Faktor – faktor Religiusitas
aspek kecenderungan post power syndrome Azizah (2006) mengemukakan empat
yaitu : a). Ketidak mampuan berfikir realistis. kelompok faktor yang mempengaruhi
b). Menerima Kenyataan. perkembangan religiusitas, yaitu: (1) Faktor
5

sosial, meliputi semua pengaruh sosial sters dan adanya kepercayaan pada Tuhan (
seperti; pendidikan dan pengajaran dari Papalia, 2009)
orangtua, tradisi-tradisi dan tekanan-tekanan Secara khusus religiusitas
sosial, (2) Faktor alami, meliputi moral yang menghantarkan individu kepada ketabahan
berupa pengalaman‐pengalaman baik yang menghadapi ketidak adilan dalam masyarakat,
sabar dan tabah menjadi doktrin, Religiusitas
bersifat alami, seperti pengalaman konflik
menyebabkan individu menerima kondisi dan
moral maupun pengalaman emosional, (3)
keadaan, sehingga mampu menenangkan diri
Faktor kebutuhan untuk memperoleh harga
(Indriana, 2012).
diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya
Religiusitas untuk berbagai aspek
kematian, dan (4) Faktor intelektual yang
kesehatan bisa menjadi obat dalam
menyangkut proses pemikiran verbal terutama
menghadapi masa pensiun. Banyak penelitian
dalam pembentukan keyakinan‐keyakinan telah menyimpulkan bahwa ada faktor
agama. protektif agama untuk kesehatan. Komitmen
Indriana dkk (2011) setiap agama keagamaan tampaknya memainkan peran
mempunyai dua faktor hakiki yang dalam mencegah penyakit fisik dan mental,
merupakan dasar agama tersebut, yaitu: 1). dalam memfasilitasi mengatasi penyakit, dan
Ajaran atau doktrin, yakni unsur yang memfasilitasi pemulihan, juga menciptakan
membedakan antara Tuhan, manusia, dan kebahagiaan bagi yang mejalankan terutama
dunia, ke 2). Suatu cara atau metode, yakni di masa pensiun (Meisenhelder dkk, 2002).
cara untuk mengikat diri dan memusatkan diri Hasil penelitian yang dilakukan
kepada yang absolute, cara-cara untuk hidup Meisenhelder dkk (2002), religiusitas akan
sesuai dengan kehendak yang absolute, dan menghilangkan rasa cemas, penyakit fisik dan
cara-cara untuk hidup sesuai dengan tujuan mental lainnya pada individu dan membentuk
dan makna hidup manusia itu sendiri. penerimaan diri dimasa pensiun. Temuan ini
A. Hubungan Religiusitas dan Post power kemudian diperkuat oleh studi kesehatan
syndrome mental pada individu ditemukan dalam
Spilka dalam Indriana dkk (2011) penelitian lain hubungan positif antara
mengatakan : kesehatan mental dan indeks agama, seperti
bahwa berdasarkan hasil-hasil shalat, kehadiran di gereja, dan religiusitas
penelitian, peran agama sangat positif intrinsik ( Papalia, 2009).
dan membantu seseorang dalam Kim dalam Indriana dkk (2011)
menghadapi kematian dan tragedi- mengatakan bahwa para ahli gerontologi
tragedi berat lainnya. Arti dan mempelajari religiusitas dalam rangka lebih
harapan seseorang sebagai penganut memahami rasa kebahagiaan yang muncul
suatu agama menimbulkan dan terpelihara pada masa usia lanjut. Hal ini
kebahagiaan dan kepuasan hidup. bisa berhubungan dengan kesehatan fisik dan
Pada orang lanjut usia, mereka yang mental, kepuasan hidup, dan perilaku dalam
kurang religius menunjukkan tingkat menangani stres.
kepuasan hidup yang lebih rendah
. Regulasi Emosi
Religiusitas tampak memainkan peran 1. Pengertian Regulasi Emosi
pendukung bagi kebanyakan lansia hal ini Gross (2007) mengemukakan regulasi
meliputi dukungan sosial, dorongan untuk emosi adalah sekumpulan berbagai proses
hidup sehat berdasarkan tradisi agama, emosi diatur. Proses regulasi emosi dapat
adanya kontrol diri melalui doa, mengurangi otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak
6

disadari dan bisa memiliki efek pada satu atau Thompson dalam Gross dkk (2003),
lebih proses yang membangkitkan emosi. membagi aspek-aspek regulasi emosi yang
Regulasi emosi dapat mengurangi, terdiri dari tiga macam yaitu. a). Kemampuan
memperkuat atau memelihara emosi memonitor emosi (emotions monitoring). b).
tergantung pada tujuan individu. Ketika Kemampuan mengevaluasi emosi (emotions
individu berada dalam putus asa, cemas dan evaluating). c).Kemampuan memodifikasi
marah. Kemampuan ini membuat individu emosi (emotions modification). Gross (2007)
mampu bertahan dalam masalah yang sedang dalam bukunya Emotion Regulation.
dihadapinya Conceptual Foundations. Mengungkapkan
Manz (dalam Wahyuni 2013 ) regulasi tiga aspek regulasi emosi yaitu : a)
emosi adalah situasi dimana individu sering Kemampuan mengontrol, b) Kemapuan
mencoba untuk mengatur respon emosional mengevaluasi, c) Kemampuan merubah.
agar sesuai dengan situasi tertentu agar 3. Faktor-faktor Regulasi emosi
penyaluran emosi tersebut dapat bermanfaat. Gross dkk (2003) mengklasi fikasi faktor-
Regulasi emosi merupakan strategi seseorang faktor regulasi emosi menjadi lima yaitu : (1)
untuk mengontrol emosi yang miliki individu pemilihan situasi, (2) modifikasi situasi, (3)
( Gross, 2002), Regulasi emosi sebagai cara penyebaran perhatian, (4) perubahan kognisi,
individu memanipulasi emosi yang mereka dan (5) modulasi pengalaman, respon
miliki, dimana memerlukan kemampuan perilaku, atau fisiologis. Lebih lanjut hasil
untuk mengevaluasi dan mengubah reaksi- penelitian Gross dkk (2003) mengungkap
reaksi emosional untuk bertingkah laku bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi
berdasarkan kondisi atau situasi yang sedang regulasi emosi seseorang selain lima diatas
terjadi. Ganrefski dkk (2005) dalam diantaranya kesejateraan, self-esteem,
penelitiannya mengungkapkan, untuk mengalami gejala depresi dan kurang puas
menjaga kontrol atas emosi pada suatu dengan kehidupan.
peristiwa yang tidak disenangi. Misalnya, Senada yang dikemukakan Gross
selama atau setelah pengalaman peristiwa (2001), Strongman (2003) dalam Widuri
mengancam atau membuat stres, individu (2012) membuat daftar lima rangkaian faktor
akan mengatur emosi melalui pikiran dan regulasi emosi, yaitu : a) Pemilihan situasi. b)
kognisi bersifat universal yang sangat Perubahan situasi. c) Penyebaran perhatian. d)
tergantung dengan pengalaman-pengalaman Perubahan kognitif . Perubahan respon. Ini
hidup individu yang dilewati sebelumnya. terjadi pada bagian akhir, termasuk di sini
Regulasi emosi adalah kemampuan yang penggunaan obat, alkohol, latihan, terapi,
dimiliki seseorang untuk menilai pengalaman makan atau penekanan. (Strongman, 2003).
dan kemampuan mengontrol emosi, Modulasi respon mengacu pada
mengekspresikan dan perasaan emosi dalam mempengaruhi respon fisiologis, pengalaman,
kehidupan sehari-hari baik itu emosi positif atau tindakan langsung ( Gross dkk 2003 ).
maupun emosi negative (Kring dkk, 2009).
Menurut Reivich dkk (2003) regulasi emosi B. Hipotesis
adalah kemampuan untuk tetap tenang di Ada hubungan antara Religiusitas dengan
bawah tekanan. Individu yang memiliki Post power syndrome pada Guru
kemampuan meregulasi emosi dapat menjelang pensiun.
mengendalikan dirinya apabila berada dalam
situasi yang tidak menyenangkan sehingga
mempercepat dalam penyelesaian masalah.
2. Aspek-aspek Regulasi Emosi
7

pada guru menjelang pensiun. Metode


analisis data yang digunakan untuk menguji
Metode Penelitian hipotesis adalah analisis korelasi bivariate
dengan alat bantu SPSS (Statistical Package
for Social Sciences) for Windows 16.00.
A. Subyek Penelitian
1. Populasi
PEMBAHASAN
Populasi dalam penelitian ini Hasil analisis data menyatakan bahwa :
adalah Guru yang berstatus PNS di (1) ada hubungan yang sangat signifikan
kecamatan Pangandaran kabupaten antara religiusitas dan regulasi emosi dengan
Sragen Provinsi Jawa Tengah kecenderungan post power syndrome; (2) ada
sebanyak 98 orang dengan hubungan negative yang sangat signifikan
karakteristik sebagai berikut : antara religiusitas dengan kecenderungan post
2. Sampel power syndrome. Semakin tinggi religiusitas,
Penarikan sampel mengunakan maka semakin rendah kecenderungan post
rumus perhitungan besar sampel ( power syndrome pada guru ketika memasuki
bungin, 2010) , Berdasarkan hasil masa pensiun; (3) ada hubungan negative
perhidungan di peroleh dalam yang sangat signifikan antara regulasi emosi
penelitian ini adalah 49 guru yang dengan kecenderungan post power syndrome.
berada di kecamatan sragen. Tehnik Semakin tinggi regulasi emosi, maka semakin
penarikan sampel dalam penelitian ini rendah kecenderungan post power syndrome
adalah Quota Randome Sampling . pada guru pada saat memasuk masa pensiun.
Hal ini dimaksudkan agar setiap guru Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis
pada memiliki peluang yang sama yang diajukan dapat diterima.
untuk menjadi sampel penelitian. Hasil analisis regresi beranda dengan
B. Metode Pengumpulan Data bantuan computer SPSS 16 for windows,
Metode pengumpulan data yang akan diperoleh nilai koefisien korelasi R = 0,611,
digunakan dalam penelitian ini adalah skala Fregresi = 13,712; p = 0,000 (p < 0,05). Hasil
psikologi. Penelitian ini menggunakan tiga ini menunjukkan ada hubungan yang sangat
skala, yaitu Skala kecenderungan Post power signifikan antara religiusitas dan regulasi
syndrome, Skala Religiusitas dan skala emosi dengan kecenderungan post power
regulasi emosi. skala tersebut menggunakan syndrome. Artinya variabel religiusitas dan
model skala Likert, dengan modifikasi regulasi emosi dapat digunakan sebagai
alternatif jawaban menjadi empat respon yang prediktor untuk memprediksi kecenderungan
terdiri dari pernyataan yang favorable post power syndrome.
(mendukung) dan unfavorable (tidak Hasil penelitian ini senada dengan yang
mendukung) terhadap objek sikap. di kemkakan Indriana dkk, (2011) bahwa
C. Teknik analisa Data lansia dengan tinggat religiusitas yang tinggi
Penelitian ini dilakukan dengan metode dalam semua dimensinya akan membantu
korelasional dengan pendekatan kuantitatif lansia dalam menyelesaikan persoalan-
yang menekankan analisisnya pada data-data persoalan hidup yang dihadapinya,
numerikal yang diolah dengan metode religiusitas dapat membantu kebutuhan
statistika. Dalam hal ini adalah hubungan psikologi yang penting pada lansia terutama
antara religiusitas dan regulasi emosi dengan ketiga mengadapi masa pensiun, penerimaan
kecenderungan post power syndrome pada diri yang dibentuk oleh religiusitas
8

menyebabkan lansia akan lebih mudah dengan yang dikemukakan Nugraheni (2005)
menerima kondisi dan keadaan yang akan bahwa peningkatan kehidupan beragamaan
dihadapi sehingga akan mampu berfikir dapat membantu lansia dalam menghadapi
positif sehingga akan mengurangi dan mengatasi tekanan dan perubahan yang
kecederungan post power syndrome. Hal ini derastis serta mengatasi situasi yang
senada dengan yang dikemukakan Santrock menekan. Bagi individu yang pengetahuan
(2012) dimana individu yang religius akan dan pendalaman tentang agama yang
memperoleh kepuasan hidup, harga diri dan diyakininya kurang mendalam, mereka tidak
optimisme yang tinggi hal ini akan membuat dapat melakukan kegiatan ibadah dengan
lansia akan lebih mudah melewati masa baik, bahkan cendrung meninggalkan hal-hal
pensiunnya dan mampu menerima keadan yang bersifat wajib seperti solat sehingga
yang dihadapi. kurang bersukur (Agus. & Novia 2008).
Huguelet & Koenig (2009); Subandi Lansia memperlihatkan kekuatan
(2013) mengemukakan bahwa religiusitas emosional mereka, dimana setiap individu
bukan hanya sebagai penyembuh tetapi juga akan memperbaiki dan pengoptimalan
pencegahan terhadap persoalan-persoalan perasaan yang berperan pada saat memasuki
yang berkenaan dengan sters, kecemasan, masa pensiun (Labouvie-Vief, 2007; Berk,
ketakutan, dan depresi. Santrock (2012) 2012), sebagai mana hasil penelitian yang di
mengemukana masalah yang dihadapi ketika lakukan kecenderungan post powor syndrome
memasuki masa pensiun pada lansia adalah akan menurut dengan kemampuan regulasi
ganguan suasana hati dimana individu merasa emosi yang dimiliki lansia pada saat
tidak bahagia, kehilangan semangat, tidak memasuki masa pensiun.
bergairan dan tidak punya motivasi untuk Pensiun sebagai sebuah proses penuh
melanjutan hidup. Religiusitas menjadi solusi tekanan ketika seorang individu tidak mampu
bagi lansia untuk membuat hidup mereka menerima konsidi yang dia hadapi yang akan
lebih bermakna, menjalani rutinitas mempengaruhi kondisi fisik dan psikis, terjadi
keberagamaan, berdoa, dan menerima penurunan derastis, kaku, emosi yang datar,
konsekwensi atau kenyataan hidup sehingga kecilnya perhatian emosi yang akan
membuat lansia lebih optimis dalam menyebabkan kehidupan lansia menjadi
menjalani hehidupannya.(Indriana, 2004, suram (Osborne 2012, Suardiman, 2011)
Indriana dkk 2012) melakukan regulasi emosi menyebabkan
Nilai-nilai religiusitas menyebabkan individu mampu menerima situasi yang
kebermaknaan hidup pada saat menghadapi dihadapi ( Berk, 2012),
pensiun, religiusitas menyebabkan individu Orang lanjut usia lebih selektif dalam
akan bersukur, bersabar, berserah diri pada membangun jaringan sosialnya kerena mereka
allah atas semua yang telah, sedang dan akan lebih mempertimbangkan kepuasan
dilalu. Pensiun menyebabkan individu banyak emosional, kemapuan memposisikan diri
waktu kosong dan perubahan yang sifatnya membaca situasi yang terjadi pada lansia
derastis, dari sibuk menjadi tidak beraktifitas sanggat dibutuhakan sebagai mana hasil
sehingga individu akan merasakan penelitan yang dikemukakan oleh Mroczek &
kehampaan dalam hidup, sters tersisih dari Kolarz dalam Santrcok (2011) bahwa orang-
kelompok, serta post power syndrome, orang lanjut usia lebih banyak mengalami
sehingga banyak pensiunan akan melakukan emosi positif dan lebih sedikit mengalami
kegiatan-kegiatan keagamaan, hal ini emosi negative. Hal ini di sebabkan karena
dilakukan untuk mendekatkan diri pada Allah kemampuan individu dalam meregulasi
(Suardiman, 2011). Hal tesebut senanda emosi. Kemampuan meregulasi emosi akan
9

menghantar individu menjadi lebih bisa


memposisikan diri dalam situasi dan kodisi PENUTUP
yang tidak di inginkan menjadi situasi yang
diharapkan sehingga individu akan A. Kesimpulan
mengalami kepuasan emosi (Gross & John Berdasarkan hasil analisis data yang telah
2003). regulasi emosi akan menekan sters dan dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :
depersi yang akan di hadapi sebagai mana
hasil pebelitian menujukan regulasi emosi 1. Ada hubungan yang sangat signifikan
berpengaruh negatif pada kecenderungan antara religiusitas dan regulasi emosi
post power syndrome pada guru menyelang dengan kecenderungan post power
pensiun, sehingga bisa di untkapkan bahwa synderom. Artinya variabel religiusitas
semakin tinggi regulasi emosi maka semakin dan regulasi emosi secara bersama-sama
rendah kecenderungan post power syndrome. dapat digunakan sebagai prediktor untuk
Lansia cenderung lebih belajar kecenderungan post power synderom.
menerima situasi dan kondisi yang dialami, 2. Ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara religiusitas dengan
dimana individu akan berdamai dengan
emosi-emosi negatif dan menjadikannya kecenderungan post power synderome .
emosi yang positif dan meregulasi emosi Semakin tinggi religiusitas, maka semakin
mereka secara efektif (Papalia dkk, 2009, rendah kecederungan post power
Dewi, 2012) kecenderungan post power synderome, begitu sebaliknya.
syndrome akan menyebabkan individu 3. Ada hubungan negatif yang sangat
menjadi cemas dan sters dalam menjalani signifikan antara regulasi emosi dengan
kehidupannya, malakukan regulasi emosi, kecenderungan post power synderome .
akan menekan kecemasan dan sters yang Semakin tinggi regulasi emosi, maka
dihadapi (Vingerhoets, dkk 2008). semakin rendah kecederungan post power
Hasil penelitian menunjukkan ada synderome.
hubungan yang sangat signifikan antara 4. Sumbangan efektif religiusitas terhadap
religiusitas dan regulasi emosi dengan kecenderungapost power syndrome
kecenderunga post power syndrome pada sebesar = 16% dan sumbangan efektif
guru menjelang pensiun. Hal ini berarti regulasi emosi terhadap kecenderunga
bahwa variabel religiusitas dan regulasi emosi post power syndrome sebesar = 21%.
dapat dijadikan prediktor untuk Total sumbangan efektif religiusitas dan
memprediksikan kecenderunga post power regulasi emosi adalah 37.3%.
syndrome, namun generalisasi dari hasil-hasil 5. Religiusitas subjek tergolong sedang, nilai
penelitian ini terbatas pada populasi di tempat rincian mean empirik sebesar 47,96 dan
penelitian dilakukan sehingga penerapan pada mean hipotetik sebesar 52,5. Untuk
ruang lingkup yang lebih luas dengan regulasi emosi subjek tergolong sangat
karakteristik yang berbeda kiranya perlu tinggi, nilai mean empirik74,96 dan mean
dilakukan penelitian lagi dengan hipotetik sebesar 45. Sedangkan untuk
menggunakan atau menambahkan variabel- kecenderungan post power syndrome pada
variabel yang lain seperti faktor kepribadian, subjek penelitian tergolong tinggi, dengan
konsep diri negatif, penerimaan diri, nilai mean empiric 54,14 dan mean
lingkungan keluarga, lingkungan social dan hipotetik sebesar 45.
perencanaan memasuki masa pensiun
sehingga memperluas ruang lingkup B. Saran-Saran
penelitian.
10

Berdasarkan pembahasan dan hasil Daftar pustaka


penelitian beberapa saran yang penulis
berikan adalah : Ancok, D & Suroso, F.N 2008. psikologi
islam: solusi islam atas problem-
1. Bagi UPT Dinas Pendidikan dan peroblem psikologi, Yokyakarta; Pustaka
Kebudayaan Kecamatan Gemolong Pelajar
sering mengadakan pelatiah baik
pelatian tentang penanaman nilai-nilai Azizah, N 2006 Perilaku Moral dan
keberagamaan maupun pelatian tentang Religiusitas Siswa Berlatar Belakang
pembentukan keperibadian yang unggul Pendidikan Umum dan Agama, Jurnal
ketika menghadapi masa pensiun agara Psikologi Universitas Gadjah Mada,
para guru yang memasuki masa pensin Volume 1. 33, No. 2, 1 – 16
mamapu menerima dan sudah
mempersiapkan diri untuk menghadapi Berk, L. E 2012, Development Through The
masa pensiun . Lifespan ( edisi kelima ). Yoygakarta.
2. Bagi guru yang memasuki masa pensiun Pustaka Pelajar.
di harapkan meningkatkan aspek-aspek
yang terdapat dalam religiusitas, Bye, D & Pushkar, D 2009, How need for
sehingga guru dapat terhidar dari post cognition and erceived control are
power syndrome, karena religiusitas akan differentially linked to emotional
mendorong guru dalam menerima outcomes in the transition to retirement,
kondisi yang di alami ketika memasuki Journal Motivation and Emotion, 33:
masa pensiun, sering mambaca buku- 320–332
buku agama dan mendegarkan ceramah
agama serta mengikuti diskusi-diskusi Davis, M.A, 2003. Factors related to bridge
keagamaan dan berkumpul dengan employment participation amongprivate
orang-orang yang memiliki religiusitas sector early retirees. Journal of
yang tinggi, sehinga dapat terus aktif Vocational Behaviour, 63(1), 55-71.
baik dalam kegiatan sosial amaupun
Daud, K.Z.M & Asniar, K 2005. Pengaruh
dalam kegiatan-kegiatan keberagamaan,
Kebiasaan Menonton Televisi Terhadap
mempertahankan kemampuan
Pengendalian Emosi Anak. Jurnal
meregulasi emosi sehingga dalam
Intelektual, September vol 3 No 2
kehidupan mampu mengatasi sters yang
di disebabkan oleh gangguan-gangguan Sari, D.F 2012, Efektivitas Pelatihan
emosional ketika memasuki masa Persiapan Pensiun Terhadap Kecemasan
pension. Menghadapi Masa Pensiun Pada
3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu Karyawan Perum Damri Semarang .
dilakukan penelitian yang serupa dengan Tesis. Universitas Katolik
mempelajari kelemahan-kelemahan Soegijapranata. Semarang
dalam penelitian ini, ataupun dengan
mengembangkan penelitian ini dengan Feldman, R. S, 2012, Pengantar Psikologi “
dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang Understanding Psychology”, Edisi 10
berbeda, sehingga penemuan selanjutnya Buku 2, Jakarta: Salemba Humanika
dapat dijadikan perbandingan dari hasil
penelitian ini. Garnefski N .,& Kraaij, V. 2006.
Relationships between cognitive emotion
11

regulation strategies and depressive Processes: Implications for Affect,


symptoms: A comparative study of five Relationships, and Well-Being. Journal
specific samples, Personality and of Personality and Social Psychology,
Individual Differences 40 (3) 1659–1669 85, No 2, 348-363

Garnefski, N., Kraaij V & Etten, M. V. 2005, Hakim, S. N, 2007 Perencanaan Dan
specificity of relations berween Persiapan Menghadapi Masa Pensiun,
adolescents’ cognitive emotion Jurnal Warta, Vol. 10, No. 1,: 96 - 109
regulation strategies and internalizing
and externalizing psychopatology, Jurnal Hestiningrum, E 2011, Hubungan Antara
of adoulesence Vol, 28, 619-631 Penerimaan Diri Dan Religiusitas
Terhadap Kualitas Hidup Pada Wanita
Garnefski, N., Kraaij, V., & Spinhoven, Ph. Lanjut Usia. Tesis, Universitas Gadjah
2001. Negative life events, cognitive Mada. Yogyakarta
emotion regulation and depression.
Personality and Individual Differences, Holdcroft, B 2006, What Is Religiosity,
30, 1311–1327 Catholic Education: A Journal Of
Inquiry And Practice, vol. 10, no. 1,
Garrow, D.J. 2000. Mental Decrepitude on September 2006:89-102
the U.S. Supreme Court: The Historical
Case for a 28th Amendment. University Hoyer, W., Rybash J. M., & Roodin, P. A.
of Chicago Law Review vol 67, 995– 2003 Adult Deflopment and Aging. New
1087. Youk: McGraw-Hill Compaies

Goleman, D. 2004. Kecerdasan Emosional Huguelet, P & Koenig, H.G. 2009 Religion
Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ. and Spirituality in Psychiatry, New York
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama ,Cambridge University Press

Gross, J. J. 2001. Emotion regulation in Hurlock, E. B. 2008. Psikologi


adulthood: Timing is everything. Current Perkembangan Suatu pendekatan
Directions in Psychological Science, 10, sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi
214–219. Terjemahan, Soedjaewo & Istiwidayanti,
Jakarta: Erlangga.
Gross, J. J. 2002. Emotion regulation:
Affective, cognitive, and social Indirana, Y., 2004. Kepuasan Hidup Orang
consequences, Society for Individu dalam Hubungannya dengan
Psychophysiological Research. 39. 281– jenis Aktivitas, Jenis Kelamin, Tingkat
291.Cambridge University Press. DOI: kemandirian, Tingkat pendidikan dan
10.1017.S0048577201393198 Daerah Tempat Tinggal. Jurnal
Psikologi Undip. Vol. 1. No 1 Juni 2004:
------------------ 2007. Emotion Regulation: 1-13
Conceptual Foundations. Handbook of
emotion regulation. New York: Guilford Indriana, Y., Desiningrum, D. R., &
Press Kristiana., I. F, 2011 Religiositas,
Keberadaan Pasangan dan Kesejahteraan
Gross J.J & John. 2003. Individual Sosial (Social Well Being) pada Individu
Differences in Two Emotion Regulation
12

Binaan PMI Cabang Semarang, Jurnal Oktradiksa, A., 2012 Pengembangan Kualitas
Psikologi Undip Vol. 10, No.2, Oktober Guru (Menilik Ketulusan Pribadi
Sesorang Figur).Jurnal Fakultas Agama
Indriana, Y, 2012. Gerontologi dan Islam, Universitas Magelang, No
Progeria,Yogyakarta, Pustaka Pelajar 118.97.15.162
Jalaluddin, R. (2005). Psikologi Agama: Papalia, D.E., Olds. S.W & R D 2009 Human
Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan Devlopmet, edisi 10 buku 2, Jakarta.
Salemba Humanika.
Kring, A. M., & Sloan, D.M 2009. Emotion
regulation and psychopathology : A Pettican, A & Prior, S., 2011 ‘it’s a new way
Transdiagnostic approach to etiology of life’: an exploration of the
and treatment. New York, Guilford accupational transition of trtirment.
Britih Journal of Occupatioanl Trerapy.
Labouvie-Vief, G., Diehl, M., Jain, E dan (1)74,12-19.
Zhang F 2007 Six-Year Change in Affect
Optimization and Affect Complexity PP No 19 Tahun 2013. Pemberhentian
Across the Adult Life Span: A Further pegawai Negeri Sipil.
Examination Jorenal Psychol Aging. http://www.setkab.go.id/berita-8181-
December; 22(4): 738–751. doi: kini-pns-pemegang-jabatan-struktural-
10.1037/0882-7974.22.4.738 eselon-i-bisa-pensiun-di-usia-62-
tahun.html Diakses Jam 2 pada tanggal
Meisenhelder, J. B & Chandler, E. N. 2002 22 April 2013
Spirituality and Health Outcomes in the
Elderly, Journal of Religion and Health Pushkar, D., Chaikelson, J., Conway, M.,
Vol. 41, No. 3. 243-253 Etezadi, J., Giannopolous, C., Li, K., &
Wrosch, C 2010. Testing Continuity and
Nugraheni, SD. 2005. Hubungan Antara Activity Variables as Predictors of
Kecerdasan Ruhani dengna Kecemasan Positive and Negative Affect in
Menghadapi Kematian Pada Lanjut Usia. Retirement: The Journals of Gerontology
Indigenous, jurnal berkala ilmiah Series B: Psychological Sciences and
berkala psikologi.Vol 7. No 1. 69-92 Social Sciences 65 B (1): 42-49)
Osborne, J W., 2009 Commentary on Purnamasari, 2003. Hubungan sindrom pasca
Retirement, Identity, and Erikson’s kekuasaan dengan kepuasan hidup pada
Developmental Stage Model, Canadian pensunan karyawan pertamina golongan
Journal on Aging / La Revue canadienne pimpinan di surabaya,jurnal insight.
du vieillissement 28 (4) : 295– 301 Th1/No 2, 62-73
DOI:10.1017/S0714980809990237
Reivich, K. & Shatte, A. 2003. The Resilience
----------------------- 2012 Existential and Factor. New York : Broadway Books
psychological aspects of the transition to
retirement. European Journal of Santrock, J, W. 2012 Life – Span
Psychotherapy and Counselling, Volume Development, Edisi ke Tigablas, Jilid 2.
14, 4. 1–15, iFirst, Jakarta, Erlangga
DOI:10.1080/13642537.2012.734472
13

Santoso, A & Lestari, N. B. 2008, Peran Serta Yunian F, A. 2013 Pengaruh Optimisme
Keluarga Pada Lansia Yang Mengalami Post Menghadapi Masa Pensiun Terhadap
Power Syndrome, Media Ners, Volume 2, Post Power Syndrome Pada Anggota
Nomor (1): 1 - 44 Badan Pembina Pensiunan Pegawai
(BP3) Pelindo Semarang. Jurnal
Shultz, K. S., & Wang, M. 2011. Developmental and Clinical
Psychological Perspectives on the Psychology,Vol 2.(2); 23-28
Changing Nature of Retirement.
American Psychologist. Advance online Zain, L & Khuluq, L, 2009, Gus Mus : Satu
publication. doi: 10.1037/a0022411 Rumah Seribu Pintu, Jokjakrata: Likis

Strongman, K.T. 2003. The Psychology of


Emotion, From Everyday Life to Theory.
Edisi ke5, New York : McGraw Hill.

Suardiman S.P (2011) Psikologi Usia Lanjut,


Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Sugiyono 2006. Metode Penelitian


Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.

Subandi, M.A 2013. Psikologi Agama dan


Kesehatan Mental,Yogyakarta, Pustaka
Pelajar

------------ 2005. Statistika untuk penelitian.


Bandung : CV. Alfabeta.

Thouless, R.H. 2000. Pengantar Psikologi


Agama. Penerjemah: Machnun Husein.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Vingerhoets, Ad J.J.M., Nyklíˇcek, I.,


Denollet, J 2008 Emotion Regulation
Conceptual and Clinical Issues, USA,
Springer Science

Widuri, E L 2012, Regulasi Emosi Dan


Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun
Pertama, Jurnal Humaniti, Vol IX No 2
(8)

Wahyuni, S 2013, Hubungan Efikasi Diri Dan


Regulasi Emosi Dengan Motivasi
Berprestasi Pada SIswa SMK Negeri 1
Samarinda, eJournal Psikologi,1 (1); 88-
95

Anda mungkin juga menyukai