APOTEKER
DI APOTEK WIPA
YOGYAKARTA
PERIODE 1– 30 OKTOBER 2017
DISUSUN OLEH:
Endang Wulan Sari, S.Farm 1608062157
Ikrimah, S.Farm 1608062169
Elvera Ardita Setyawati, S.Farm 1608062229
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK WIPA YOGYAKARTA
PERIODE 1-30 OKTOBER 2017
Disetujui Oleh:
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan
ii
KATA PENGANTAR
iii
perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari bahwa penulisan
laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
BAB III TINJAUAN UMUM APOTEK WIPA ............................................... 51
A. Sejarah Apotek ......................................................................................... 55
B. Struktur Organisasi Apotek .................................................................... 57
C. Pengelolaan Apotek .................................................................................. 61
1. Pengelolaan Obat .................................................................................. 61
2. Pengelolaan Resep ................................................................................ 70
3. Administratif ......................................................................................... 73
4. SDM ....................................................................................................... 87
D. Perpajakan ................................................................................................ 89
E. Pelayanan KIE dan Pharmaceutical Care ............................................. 89
F. Evaluasi Apotek........................................................................................ 92
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 95
A. Pengelolaan Apotek .................................................................................. 95
1. Pengelolaan Obat .................................................................................. 97
2. Pengelolaan Resep .............................................................................. 103
3. Administratif ....................................................................................... 106
4. SDM ..................................................................................................... 109
B. Perpajakan .............................................................................................. 110
C. Pelayanan KIE dan Pharmaceutical Care ........................................... 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 113
A. Kesimpulan ............................................................................................. 113
B. Saran ....................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114
LAMPIRAN ....................................................................................................... 125
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 73 Tahun 2016 tentang
standar pelayanan kefarmasian, dimana standar pelayanan kefarmasian di Apotek
meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dan pelayanan farmasi klinik yang harus di dukung oleh sumber daya manusia,
sarana dan prasarana yang memadai. Peran Apoteker saat ini dituntut untuk
meningkatkan keterampilan dalam berinteraksi langsung dengan pasien dengan
bentuk pemberian informasi Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related
problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio-
pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Apoteker harus menjalankan
praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung
penggunaan Obat yang rasional, serta melakukan monitoring penggunaan Obat,
melakukan evaluasi segala aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua
kegiatan itu, maka perlu dilakukan pembekalan sejak dini melalui Program
Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan yaitu Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA). Tujuan dan manfaat dari Program PKPA Apotek adalah
untuk dapat memberikan kesempatan kepada calon Apoteker mengaplikasikan ilmu
yang telah dipelajari secara langsung ke masyarakat dengan perantara sarana
Apotek, mendapatkan gambaran, pengalaman yang nyata untuk persiapan terjun di
dunia kerja. Melalui Program PKPA ini calon Apoteker dapat menjadi seorang
Apoteker yang profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai Apoteker Pengelola Apotek maupun Apoteker Pendamping.
B. Tujuan PKPA
2
1. Memberi wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan mengenai
kegiatan farmasi di Apotek serta gambaran mengenai organisasi, struktur,
dan aspek-aspek lainnya dalam pengelolaan Apotek.
2. Mampu berbuat sesuai kode etik profesi, undang-undang, dan peraturan
yang berlaku serta sesuai standar profesi yang diterapkan.
3. Mampu melakukan pembuatan temasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat di Apotek.
4. Mempersiapkan calon Apoteker yang mampu mengetahui peran serta
memahami tanggung jawab yang dimilikinya dalam mengelola Apotek
sesuai dengan standart.
5. Mendidik dan melatih mahasiswa calon Apoteker agar lebih kompeten di
dunia kerja.
C. Manfaat PKPA
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Apotek
Pengertian Apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No 73 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan
Peraturan Menteri Kesehatan No 9 tahun 2017 tentang Apotek, Apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendaliaan mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional.
1. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat SIPA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
kefarmasian.
2. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian yang selanjutnya disingkat
SIPTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada tenaga teknis kefarmasian sebagai pemberian
8
Arti Kode etik adalah suatu aturan atau norma yang disusun suatu kelompok
profesi bagi kelompok itu sendiri yang membatasi seorang Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan keprofesian secara profesional serta menghindari dirinya
dari perbuatan tercela dan merugikan profesi maupun organisasi profesi. Pada Kode
Etik Apoteker, disebutkan bahwa seorang Apoteker dalam pengabdian profesinya
memiliki empat kewajiban, yaitu:
1. Kewajiban umum
2. Kewajiban Apoteker terhadap pasien
3. Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat
4. Kewajiban farmasis/Apoteker terhadap teman sejawat petugas kesehatan
lainnya (IAI, 2015).
1. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kefarmasian. Ketentuan lokasi yang harus di penuhi
adalah :
a. Memenuhi Persyaratan kesehatan lingkungan
b. Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan dan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi
2. Bangunan
a. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anakanak, dan orang lanjut usia.
b. Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
c. Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen,
rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
3. Sarana, Prasarana dan Peralatan
1. Aspek Lokasi
Berkaitan dengan lokasi Apotek, perlu diperhatikan kepadatan dan jumlah
penduduk, keadaan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat setempat,
jarak dengan Apotek lain, jumlah Apotek yang ada pada lokasi yang sama, fasilitas
kesehatan yang ada di sekitar lokasi Apotek, misalnya: Puskesmas, Rumah Sakit,
dokter praktek, dan letak Apotek yang akan didirikan dan mudah tidaknya pasien
untuk parkir kendaraan.
2. Aspek Permodalan
Berkaitan dengan besarnya modal yang akan ditanamkan serta berapa lama
investasi atau modal yang ditanamkan tersebut akan kembali.
3. Analisa Pasar
Pada analisa ini yang perlu menjadi perhatian adalah perkiraan jumlah resep
yang dapat diresepkan dari masing-masing dokter, Poliklinik, atau Rumah Sakit di
sekitar Apotek, harga obat tiap resep dan keadaan penduduk sekitar lokasi yang
meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan penduduk, tingkat sosial ekonomi,
dan prilaku penduduk dalam menggunakan obat.
4. Analisa Keuangan
Studi kelayakan dilakukan untuk meyakinkan bahwa semua sumber daya
dan keahlian dapat digunakan untuk mendirikan sebuah Apotek. Selain memuat
beberapa persyaratan pendirian Apotek yang telah dipenuhi, hal terpenting dari
studi kelayakan adalah prospek pemasaran yang digambarkan dengan melakukan
perencanaan dan evaluasi perkiraan biaya yang akan dikeluarkan tiap bulannya
(RAPB atau Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja) yang di dalamnya
mencakup biaya rutin perbulan dan pertahun, proyeksi pendapatan, pengeluaran
rutin, perkiraan laba-rugi, perhitungan Pay Back Periode (PBP), Return On
Investment (ROI), dan Break Even Point (BEP).
a. Analisis BEP (Break Even Point)
Suatu teknik analisa yang menunjukkan suatu keadaan usaha tidak
mengalami keuntungan ataupun kerugian. Untuk mempertahankan kontinuitas
usaha, Apotek harus menjaga tingkat keseimbangan antara hasil penjualan (total
revenue) atau laba yang diperoleh dengan biaya total. Analisa pendekatan yang
18
digunakan adalah metode Break Even Analysis. Fungsi analisa break evenpoint
antara lain :
1) Digunakan untuk perencanaan laba (profit planning).
2) Sebagai alat pengendalian (controlling).
3) Sebagai alat pertimbangan dalam menentukan harga jual.
4) Sebagai alat pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Rumus BEP :
ROI yang baik adalah lebih besar daripada jasa pinjaman rata-rata. Besarnya
ROI yang diperoleh merupakan tingkat pengembangan usaha suatu perusahaan
(Anief, 2005).
5. Aspek Tekhnis
6. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dan dinyatakan memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
7. Dalam hal hasil pemeriksaan bila dinyatakan masih belum memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan
surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan
menggunakan Formulir 5.
8. Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan,
pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1
(satu) bulan sejak surat penundaan diterima.
9. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan, maka
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan
dengan menggunakan Formulir 6.
10. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA
melebihi jangka waktu, Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan
Apotek dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.
11. Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka penerbitannya
bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.
12. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.
Berikut adalah bagan alur tata cara pembuatan Surat Izin Apotek.
22
I. Pengelolaan Apotek
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek menjelaskan mengenai pengelolaan Apotek
yaitu :
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis meliputi:
perencanaan; pengadaan; penerimaan; penyimpanan; pemusnahan;
pengendalian; dan pencatatan dan pelaporan.
2. Pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian Resep; dispensing; Pelayanan
Informasi Obat (PIO); konseling; Pelayanan Kefarmasian di rumah (home
pharmacy care); Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan Monitoring Efek Samping
Obat (MESO) (Depkes, 2016b).
1. Pengelolaan Obat
23
terbatas dan PBF berada tidak jauh dari Apotek, misalnya berada dalam satu
kota dan selalu siap melayani kebutuhan obat sehingga obat dapat dikirim
(Anief, 2005).
d. Penyimpanan
Obat atau barang yang sudah dibeli tidak semuanya langsung dapat terjual.
Obat sebagian diletakkan di etalase dan sebagian lagi disimpan di gudang.
Berdasarkan PMK No. 73 Tahun 2016 :
1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
26
pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa.
2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out)
Tujuan penyimpanan barang di apotek yaitu :
a) Supaya persediaan aman dan tidak mudah hilang.
b) Memudahkan pengawasan jumlah persediaan maupun waktu kadaluarsa.
c) Menjaga kestabilan obat.
d) Memudahkan dan mempercepat pelayanan.
Adapun persyaratan untuk tempat penyimpanan adalah :
1) Merupakan ruang tersendiri dalam Apotek
2) Cukup aman, kuat dan dapat dikunci dengan baik
3) Tersedia rak yang cukup dan baik
4) Terhindar dari sinar matahari langsung
5) Bebas dari serangga atau hewan
6) Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran
7) Kering dan bersih.
Barang-barang farmasi disimpan dalam tempat yang aman tidak terkena sinar
matahari langsung, bersih dan tidak lembab, disusun sistematis berdasarkan bentuk
sediaan, khusus antibiotik disusun tersendiri dan dapat dikelompokkan berdasarkan
kategori terapetik (farmakologi), bentuk sediaan (cair, semi padat, padat), FIFO,
FEFO, secara alfabetis, pabrik (produsen) dan sifat sediaan. Untuk narkotika dan
psikotropika disimpan dalam lemari khusus (Hartono, 2003).
27
1) Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga jual tertinggi obat generik di
apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang
berlaku untuk seluruh Indonesia.
2) Harga Netto Apotek (HNA) ditetapkan tidak lebih besar dari 74% (tujuh
puluh empat persen) HET.
3) Harga Netto Apotek + Pajak Pertambahan Nilai (HNA + PPN) adalah
harga jual pabrik obat dan/atau Pedagang Besar Farmasi kepada apotek
dan rumah sakit.
4) Apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang
melayani penyerahan obat generik hanya dapat menjual pada harga
maksimal sama dengan HET.
Harga obat atas resep dinyatakan sebagai Harga Jual Apotek (HJA) dengan
perumusan persamaan (4) :
HJA = {(HNA + PPn) x I} + E + T (4)
Keterangan:
HJA = harga jual apotek
HNA = harga netto apotek
PPn = pajak pertambahan nilai
I = indeks penjualan
E = embalase (harga barang tidak termasuk obat)
T = tuslah
Penjualan obat atau alat kesehatan secara umum dibagi menjadi 2 yaitu:
penjualan obat atau alat kesehatan dengan resep dokter dan penjualan obat atau
alat kesehatan bebas (tanpa resep dokter).
1) Penjualan obat dengan resep dokter
Penjualan obat dengan resep dapat dilakukan secara kredit maupun kontan.
Penjualan kontan ditujukan untuk umum, pembeli membayar langsung harga
obat yang dibelinya. Sedangkan penjualan kredit ditujukan kepada pelanggan
(pribadi atau instansi) sebagai usaha apotek untuk mengembangkan jangkauan
konsumen.
30
2. Pengelolaan Resep
32
Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat
kepada penderita sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelayanan resep sepenuhnya menjadi tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek.
Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca
dengan jelas atau tidak lengkap maka Apoteker harus menanyakan kepada dokter
penulis resep.
Pengelolaan resep di Apotek merupakan tanggung jawab Apoteker selaku
pengelola Apotek. Pengelolaan resep ini mencakup pelayanan resep, penyimpanan
dan pemusnahan resep.
a. Pelayanan Resep
Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
dengan perundangan yang berlaku.
Menurut KepMenKes No. 280/ MenKes/ SK/ V/1981 suatu resep harus
memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan.
2) Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat dan jumlah
obat.
3) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
4) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5) Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dari dokter hewan.
6) Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan dosis
yang melebihi dosis maksimal (KepMenkes, 1981).
Menurut PMK No 73 Tahun 2016 mengenai standar pelayanan kefarmasian
di Apotek, pelayanan resep dibagi menjadi dua point penting sebagai berikut :
1) Skrining resep yang mencakup persyaratan administratif (nama pasien, nama
dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis kelamin), kesesuaian
farmasetis (bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan ketersediaan, cara
dan teknik penggunaan, jumlah, dosis), serta pertimbangan klinis (alergi,
33
Need Assessment :
Pasien membawa Apoteker/ Aping/ AA :
resep - Nama, alamat,usia,
Resep a Resep diteliti
BB
diserahkan b Resep diberi nomor
- Riwayat penyakit,
kepada c Diberi harga pengobatan
- Reaksi alergi
- Kecocokan penyakit
Pasien membayar dengan obatnya
- Dan lain-lain
Apoteker/ Aping/ AA :
Resep
a Obat diserahkan Kasir :Menerima uang dan memberi karcis
dilayani/dibuat nomor resep
b Diberi etiket
c Kontrol ulang
d Obat siap
Penyerahan obat dan
informasi
b. Penyimpanan resep
c. Pemusnahan
Menurut PMK No 73 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di
Apotek, Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnyadilaporkan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota (Depkes, 2016b).
3. Administratif
Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/ 2004, dalam
menjalankan pelayanan kefarmasian di Apotek, perlu dilaksanakan kegiatan
administrasi:
35
4. SDM
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016 Pelayanan
Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat
Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian
Apoteker harus memenuhi kriteria:
1.Persyaratan administrasi
J. Perpajakan
sehingga wajib membayar pajak pada negara. Beberapa istilah yang menyangkut
pajak yaitu :
1. Wajib pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
perundangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan
atau pemotongan pajak tertentu.
2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
barang dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
menghasilkan barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud, melakukan usaha jasa.
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya.
1. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang
bersangkutan, dan
2. Pajak tak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dilimpahkan pada pihak
lain, misalnya PPN, materai (Hartini dan Sulasmono, 2008).
Berikut adalah dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan di
Apotek mengacu pada Undang Undang RI nomor 16 tahun 2009, antara lain:
41
1. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku, yang berbeda dengan tahun kalender.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. NPWP diperoleh dengan
mendaftarkan ke kantor pelayanan pajak. Pendaftaran menggunakan
formulir pendaftaran wajib pajak dengan menyertakan dokumen yang
disyaratkan yaitu fotokopi KTP bagi Warga Negara Indonesia. Fotokopi
paspor, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap
(KITAP) bagi Warga Negara Asing.
3. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, obyek pajak
dan/atau bukan obyek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Secara garis besar
SPT dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak. Masa Pajak adalah jangka waktu Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor dan melaporkan pajak terutang dalam jangka
waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
menyebutkan bahwa PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
PPh 21 mengatur pajak pribadi atau perorangan. Besarnya PPh 21
adalah berdasarkan penghasilan netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Pajak yang ditanggung oleh pemerintah sebesar 5%, dikurangi
dengan PTKP. Penghasilan yang lebih dari Rp. 2.000.000,00 tidak ditanggung
oleh pemerintah. Pajak ini dikenakan pada karyawan tetap yang telah melebihi
PTKP dan dibayarkan. Berdasarkan PMK RI No.101/PMK.010/2016 dan PMK
RI No.102/PMK.010/2016 yang berlaku mulai 1 Januari 2016, besarnya tarif
PTKP adalah sebagai berikut.
Tabel I. Tarif PTKP
PPh pasal 25 adalah pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan
sebesar 1/12 dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya, angsuran pajak
yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri dari pajak keuntungan bersih tahun
sebelumnya (dihitung berdasarkan neraca rugi-laba sehingga dapat diketahui
sisa hasil bisnis/SHU atau keuntungan). PPh pasal 25 ini dibayarkan dalam
bentuk SPT Masa dan SSP setiap bulan.
b. Pajak pribadi/perorangan
Perhitungan PPh pribadi ada 2 cara, yaitu dengan pembukuan membuat
neraca laba-rugi dan menggunakan norma jika omset kurang dari Rp.
4.800.000.000,00/tahun (menurut UU RI No.36 tahun 2008).
c. PPh Badan
PPh Badan dilakukan dengan pembukuan (membuat neraca laba-rugi)
dihitung berdasarkan keuntungan bersih dikalikan tarif pajak. Menurut
UU RI No. 36 tahun 2008 pasal 31 E ayat (1), wajib pajak badan dalam
negeri dengan peredaran bruto s/d Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan
ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah)
Pajak penghasilan pasal 29 akan terjadi apabila pajak terutang pada tahun
pajak berjalan melebihi jumlah kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut
pihak lain maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan kata lain
PPh Pasal 29 ini adalah Pajak Penghasilan Kurang Bayar yang harus dibayarkan
oleh Wajib Pajak ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
Giro.
6. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN merupakan pajak tidak langsung dimana pajak terhutang dihitung
atas pertambahan nilai yang ada. Dalam metode ini, PPN dihitung dari selisih
pajak pengeluaran dan pajak pemasukan. Pajak pertambahan nilai dikenakan
pada saat pembelian obat dari PBF sebesar 10%. Setiap transaksi PBF
menyerahkan faktur pajak kepada apotek sebagai bukti bahwa apotek telah
membayar PPN
7. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak atas tanah dan bangunan Apotek. Besarnya pajak
ditentukan oleh luas tanah dan bangunan Apotek.
8. Pajak Reklame
Pajak Reklame dikenakan terhadap pemasangan papan nama. Adapun
besarnya tergantung lokasi apotek, besarnya papan nama, jalan termasuk kelas
1, kelas 2, kelas 3, lingkungan perumahan, pendidikan atau bisnis. Pajak tersebut
dibayarkan satu tahun sekali.
Pajak final 1% adalah pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran usaha (omzet) kurang dari Rp 4,8 miliar setahun. Kebijakan
ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tanggal 12
Juni 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang atas penghasilan dari
usahanya dikenai PPh yang bersifat final adalah Wajib Pajak yang memenuhi
kriteria :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap (BUT) dan menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk
penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam 1 tahun pajak. Wajib Pajak yang dimaksud di atas yang tidak
dapat menerapkan ketentuan ini adalah untuk Wajib Pajak Orang Pribadi,
yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam
usahanya.
b. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang
menetap maupun tidak menetap.
Pengenaan PPh dengan tarif 1% dan bersifat final ini tidak berlaku atas
penghasilan dari usaha yang telah dikenai PPh yang bersifat final lainnya.
(Misalnya untuk penghasilan dari jasa konstruksi tetap dikenakan tarif PPh final
untuk jasa konstruksi sebesar 2% untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi
usaha kecil). Pengenaan PPh dengan tarif 1% dan bersifat final ini hanya berlaku
untuk penghasilan dari usaha sedangkan untuk penghasilan selain dari usaha
tetap dikenakan tarif PPh berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU PPh (tarif
umum). Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh yang
bersifat final ini adalah atas jumlah peredaran bruto setiap bulan. Pengenaan PPh
dihitung berdasarkan tarif 1% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (Anonim,
2013).
L. Evaluasi Apotek
Apotek sebagai suatu badan usaha perlu dievaluasi secara periodik.
Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tahun atau tergantung dari kebijakan apotek
untuk mengetahui rugi laba serta kemajuan apotek. Evaluasi di Apotek dapat
dilakukan terhadap:
1. Mutu Manajerial
a. Metode Evaluasi
1) Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan
dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan
menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki.
Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi,
menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis. Audit
dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
proses dan hasil pengelolaan. Contoh:
a) Audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai lainnya (stock opname)
2) Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan
52
c) Ketertiban dokumentasi
1) Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
proses dan hasil pelayanan farmasi klinik. Contoh:
2) Review
3) Survei
53
4) Observasi
b. Membandingkan dengan rasio tahun lalu, hal ini dapat terlihat trend
jalannya Apotek dan dapat memberi peringatan untuk melakukan koreksi
perbaikan.
c. Persentase laba bersih terhadap jumlah aktiva (modal), disebut Return of
Investment (ROI) atau rentabilitas
ROI = ( Laba Bersih : Modal )x 100%
A. Sejarah Apotek
Apotek WIPA didirikan bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional, yaitu pada
tanggal 12 November 1979. WIPA merupakan singkatan dari ‘Wiraswasta Para
Apoteker’. Apotek ini berbentuk Commanditaire Vennootschap (CV) dengan Surat
Izin Apotek No. 0592/SIA/79/1988. Apotek WIPA berlokasi di daerah
Panembahan, jalan Mantrigawen Lor No.30 Yogyakarta. Lokasi Apotek WIPA
merupakan daerah strategis yang banyak dilalui oleh pejalan kaki, pengendara
motor dan pengendara mobil karena jalan ini merupakan akses menuju alun-alun
kidul serta berada di daerah pemukiman padat penduduk. Adapun lokasi denah
Apotek WIPA disajikan dalam Lampiran 1.
Apotek WIPA merupakan suatu bentuk usaha yang didirikan oleh sembilan
orang Apoteker Pemilik Sarana Apotek (PSA) yang dipimpin oleh seorang direktur
yang ditunjuk atas kesepakatan bersama. Direktur Apotek WIPA dari awal berdiri
hingga sekarang dipimpin oleh Dra. Hj. Endang Sutantiningsih, Apt dan sekaligus
menjadi Apoteker Pengelola Apotek yang memiliki wewenang untuk mengelola
Apotek serta menentukan kebijakan terhadap pembagian deviden sesuai dengan
prosentase modal yang mereka tanam di Apotek.
Berdirinya Apotek WIPA berdasarkan penanaman modal awal oleh sembilan
orang PSA. Modal awal tersebut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu modal prioritas dan
modal non prioritas. Modal prioritas merupakan modal yang diberikan oleh setiap
PSA sebesar 1 juta sehingga di peroleh modal awal sebesar 9 juta. Karena
kurangnya dana maka dibuat kesepakatan untuk penambahan modal awal, tetapi
hanya sanggup diberikan oleh enam orang PSA saja masing-masing sebesar 1 juta
yang dinamakan modal non prioritas. Dari penambahan tersebut diperoleh modal
awal sebesar 15 juta.
Berdirinya Apotek WIPA seiring dengan keluarnya Peraturan Pemerintah
nomor 25 tahun 1980, bahwa Apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang
telah mengucapkan sumpah dan telah memiliki Surat Ijin Kerja (SIK). Peraturan ini
55
56
(APING)
Kasir Reseptir
Pembayaran gaji karyawan meliputi gaji pokok, tuslah yang besarnya tergantung
dari jumlah resep yang masuk dan jumlah jam kerja serta tunjangan lain yang
termasuk kesejahteraan.
C. Pengelolaan Apotek
Pengelolaan Apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan kefarmasian di Apotek. Pelayanan
kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Tujuan utama pengelolaan apotek adalah tersedianya obat dengan mutu
yang baik, tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan
kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan. Langkah yang baik dalam
pengelolaan kegiatan-kegiatan kefarmasian di apotek dapat memberikan
perkembangan yang nyata bagi apotek tersebut.
Sebagai pengelola sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai, seorang Apoteker Pemegang SIA bertanggung jawab terhadap semua
kegiatan managerial di Apotek. Adapun sebagai pengelola pelayanan farmasi klinis
Apoteker Pemegang SIA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan pelayanan
farmasi klinis. Dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek, Apoteker
Pemegang SIA dibantu oleh APING (Apoteker Pendamping), beberapa AA
(Asisten Apoteker) dan tenaga kerja lainnnya.
1. Pengelolaan Obat
A. Perencanaan
Proses perencanaan pengadaan obat dan alat kesehatan di Apotek WIPA
utamanya berdasarkan frekuensi pemakaian barang pada periode sebelumnya
dan dikelompokkan menjadi barang yang fast moving atau slow moving hal ini
dilakukan agar tidak terjadi penumpukan barang yang nantinya dapat
menyebabkan stok mati selain itu agar perputaran uang di apotek dapat berjalan
lancar. Perencanaan pengadaan ini juga dapat berdasarkan pola peresepan oleh
dokter yang ada di apotek dan sekitar apotek, pola penyakit di daerah setempat
62
serta pola konsumsi pada masyarakat sekitar apotek sehingga dengan adanya
perencanaan seperti ini diharapkan permintaan obat dapat terlayani secara
maksimal dan omzet yang didapatkan apotek pun dapat ditingkatkan.
Setiap barang yang habis di apotek ditulis di dalam buku defecta. Buku
defecta yaitu buku yang digunakan untuk menulis daftar barang yang akan
habis untuk segera di pesan kepada PBF. Dari buku defecta dapat dilihat mana
obat obat yang fast moving atau slow moving. Penulisan buku defecta ini
dilakukan setiap hari dengan melihat stok obat yang ada di etalase maupun
yang ada di gudang. Untuk penentuan jumlah yang akan dipesan ditentukan
langsung oleh APSIA. Pengelolaan perbekalan farmasi di apotek WIPA
dilakukan dengan manajemen yang baik untuk mencegah kekosongan
persediaan barang. Hal ini terlihat dari terpenuhinya permintaan dokter lewat
resep yang ditulis maupun permintaan masyarakat terhadap obat-obat yang
dijual bebas. Bila dilihat dari metode perencanaannya maka Apotek WIPA
lebih condong menganut pada metode perencanaan kombinasi dimana dalam
prosesnya menggabungkan antara pola penyakit (metode epidemiologi) dan
pola konsumsi masyarakat (metode konsumsi).
Dalam perencanaan kebutuhan obat, selain melihat buku defecta Apotek
WIPA mempertimbangkan hal lain, yaitu letak PB. Jika keberadaan PBF
dekat/dalam kota, perencanaan pembelian dilakukan untuk 1-2 hari, sedangkan
apabila letak PBF jauh/di luar kota perencanaan pembelian dilakukan untuk
satu bulan sudah termasuk lead time. Pemilihan PBF berdasarkan diskon yang
ditawarkan, bonus,jangka waktu pembayaran, pelayanan yang baik dan cepat
serta kualitas dan kuantitas barangnya terjamin. Menyesuaikan dengan rencana
anggaran belanja (Anggaran Pembelian), salah satunya berdasarkan EOQ
(Economic Order Quantity) yaitu pembelian berdasarkan omset bulan kemarin
dikurangi HPP (Harga Pokok Pembelian) atau pembelian barang dibatasi
jangan sampai melebihi HPP bulan kemarin.
63
B. Pengadaan
Pengadaan di Apotek WIPA meliputi pengecekan barang, pemesanan
dan pembelian serta pembayaran. Pengadaan dilakukan dengan cara membeli
langsung dari PBF.
1. Pengecekan Barang
Penentuan barang yang akan di pesan di dilakukan dengan melihat buku
defecta kemudian melakukan pengecekan dengan fisiknya, apabila
persediaan di ruang racikan dan lemari display telah habis, dapat diambil
dari gudang, dan apabila persediaan di gudang juga sudah habis, baru
dilakukan pemesanan
2. Pemesanan dan Pembelian
Proses pemesanan dilakukan berdasarkan buku defecta. Pemesanan
dilakukan langsung ke PBF biasanya melalui salesman dengan membuat
Surat Pesanan (SP). Apoteker Pemegang SIA menuliskan Surat Pesanan
(SP) untuk tiap PBF dengan jumlah tertentu sesuai dengan kebutuhan. SP
harus ditandatangani oleh APSIA. Selanjutnya SP diambil oleh salesman
dari masing-masing PBF sambil lebih lanjut membahas kondisi yang
ditawarkan. Pemesanan juga dapat dilakukan melalui telepon dengan SP
menyusul pada waktu pengiriman barang. Pemesanan barang yang datang
ke apotek harus disertai dengan faktur pembelian yang diterima dan
ditandatangani oleh Apoteker Pemegang SIA atau Apoteker dengan SIPA
yang sudah diberikan delegasi secara tertulis dari APSIA, sebagai bukti
yang sah dari pihak kreditur mengenai transaksi penjualan barang.
Pemilihan PBF dalam pengadaan barang didasarkan pada legalitas PBF
yang ditunjukkan dengan adanya surat izin PBF (legal/ resmi yang
meliputi NPWP, alamat tetap PBF, ada penanggung jawab yang resmi dan
cap), ketepatan dan kecepatan pengiriman barang (sehingga pembelian
barang tidak perlu dalam jumlah yang banyak), diskon atau program bonus
yang ditawarkan, jaminan kualitas barang, jangka waktu pembayaran dan
tenggang waktu jatuh tempo, kemudahan pemesanan, adanya perjanjian
untuk obat-obat yang kadaluarsa dan rusak dapat dikembalikan/ditukar
64
3. Pembayaran
Sistem pembayaran yang dipilih Apotek WIPA tergantung keuangan yang
ada dan diskon yang diberikan. Bila modal mencukupi maka pembayaran
secara COD (Cash on Delivery) lebih dipilih dari pada pembayaran kredit
karena diskon yang diperoleh lebih besar. Bila pembayaran secara kredit
maupun cash sama-sama tidak mendapat diskon, dipilih pembayaran
secara kredit. Pembayaran ada juga yang dilakukan setelah barang terjual
yaitu pengadaan barang konsinyasi (consigment consignate). Pembayaran
dilakukan pada hari Senin sampai Jumat pada pukul 09.00-12.00 WIB
sebelum jatuh tempo pembayaran pada PBF yang bersangkutan.
Pembayaran atau pelunasan tagihan untuk barang-barang yang sudah
diterima dilakukan dengan cara memberi uang tunai untuk pembayaran
kurang dari satu juta. Pembayaran dengan bilyet giro atau cek untuk
transaksi lebih dari satu juta. Sedangkan untuk jenis obat narkotik dan
psikotropika dibayar secara tunai.
C. Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya di Apotek
WIPA harus disertai dengan faktur pembelian. Saat barang diterima, dilakukan
pengecekan terhadap nama obat, nomor batch, jumlah, harga, diskon dan tanggal
ED serta kualitas barang. Faktur barang datang ditandatangai oleh APSIA atau
Apoteker dengan SIPA yang memiliki surat delegasi wewenang dari APSIA
Apotek WIPA disertai dengan nama terang, No.SIPA, tanggal penerimaan dan cap
Apotek. Faktur yang telah ditandatangani dikembalikan ke pengirim barang dan
Apotek menerima lembar salinannya sebagai arsip. Kemudian barang-barang
tersebut dimasukan ke gudang dengan alur sebagai berikut :
a) Barang yang telah diperiksa, tembusan fakturnya diberi nomor urut gudang dan
paraf petugas gudang.
b) Gudang menerima barang disertai dengan faktur tembusannya. Barang diteliti
dan dicocokkan kembali dengan SP tembusan, kemudian dicatat di buku SP
tanggal kedatangan. Bila ada barang yang kurang atau tidak ada ditulis dikertas
tolakan.
67
c) Barang dicatat dalam buku pemasukan gudang didasarkan urutan nomor gudang
pada hari itu. Pencatatan di buku penerimaan barang yang meliputi nomor urut
gudang, tanggal diterima, nama PBF, nomor SP, nomor faktur, nama obat
datang, jumlah, nomor batch, diskon yang didapat dan tanggal kadaluarsa
pengisian buku ini dilakukan oleh petugas gudang.
d) Barang-barang yang tertulis tanggal ED (expired date) ditulis tersendiri di buku
ED sehingga memudahkan untuk mengetahui pada buku-buku tersebut barang
apa saja yang hampir mendekati ED untuk dapat ditukarkan pada PBF sesuai
dengan perjanjian. Di dalam buku tersebut memuat tentang nomor per tanggal
ED, nama obat, nama PBF, tanggal barang diterima, nama PBF dan jumlah
barang.
e) Setiap faktur memiliki jatuh tempo pembayaran berbeda maka dari itu dilakukan
pencatatan di buku jatuh tempo pembayaran setiap faktur dilakukan untuk
mempermudah kontrol pembayaran ke PBF.
f) Barang yang keluar dari gudang dicatat di dalam buku pengeluaran gudang. Pada
buku ini dicatat tanggal pengeluaran, nama barang, jumlah barang yang diambil
serta jumlah yang masih tersisa di gudang.
Selain mencatat dalam buku-buku gudang tersebut maka barang-barang
yang datang itu juga di stok dalam kartu stok barang, obat generik, bahan baku,
psikotropika, obat paten serta berbagai sediaan stok gudang. Untuk bagian HV di
stok bagian HV.
D. Penyimpanan
Penyimpanan obat di Apotek WIPA berdasarkan bentuk sediaan kemudian
di urutkan secara alfabetis dan menggunakan gabungan sistem penyimpanan FIFO
dan FEFO. Setiap item jumlah obat yang keluar dicatat pada kartu stelling yang
terdapat pada masing-masing kotak obat dan buku pencatatan obat keluar dari
gudang untuk obat-obat yang disimpan di lemari gudang. Penyimpanan dan
pengaturan pengelompokkan obat di Apotek WIPA dilakukan berdasarkan :
1. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaannya : padat, cair dan semi
padat, penataan secara alfabetis.
68
2. Jenis obat yaitu obat generik dan paten, diletakkan dilemari sendiri-sendiri
secara alfabetis.
3. Produk OTC diletakkan pada etalase depan dan dikelompokkan secara
farmakologi.
4. Obat narkotika disimpan di lemari khusus sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No.3 Tahun 2015.
5. Obat psikotropika disimpan di lemari psikotropika terpisah dari obat-obat
daftar G (Gevaarlijk) lainnya.
6. Obat yang dipersyaratkan untuk disimpan dalam suhu dingin disimpan di
lemari pendingin untuk menjaga stabilitasnya, contoh : suppositoria.
7. Alat-alat kesehatan dan peralatan bayi diletakkan pada etalase tersendiri.
F. Pengendalian
Pengendalian persediaan di Apotek WIPA dilakukan dengan menggunakan
kartu stelling baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stelling memuat nama
obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa
persediaan.
G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stelling), penjualan (buku penjualan), penyerahan
(nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
H. Penjualan
Penjualan di Apotek WIPA meliputi: Pelayanan resep, Obat Wajib Apotek
(OWA), Obat-obat OTC (Over The Counter) dan Alkes (alat kesehatan). Jika
terdapat obat yang tidak dimiliki oleh potek maka apotek dapat menggantikan
dengan obat lain dengan catatan mengganti obat dari paten ke generik atas
persetujuan dokter dan atau pasien, tetapi jika dari generik ke paten maka tidak
boleh menggantikannya kecuali terdapat laporan kekosongan obat generik selama
2 bulan berturut-turut dari apotek lain.
Penjualan obat bebas dilakukan dalam upaya swamedikasi (pengobatan
sendiri). Untuk melakukan pelayanan swamedikasi, seorang Apoteker harus bisa
melakukan penggalian informasi yang diperlukan untuk memilih terapi obat yang
tepat. Informasi tersebut antara lain adalah gejala penyakit (yang dirasakan pasien),
tindakan yang sudah dilakukan pasien, obat-obatan yang pernah digunakan serta
informasi lain yang dianggap diperlukan dalam memberikan obat ke pasien.
Penjualan obat bebas ditulis dibuku penjualan HV yang selanjutnya diinput ke
dalam mesin kasir, kemudian di masukan ke dalam menu transaksi penjualan obat
bebas yang ada di apliaksi Komputer Apotek WIPA. Selanjutnya penjualan pada
hari tersebut direkap besok harinya dibuku rekapan penjualan HV.
70
2. Pengelolaan Resep
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan obat dengan resep dokter di Apotek WIPA dilakukan
dengan menganalisa kelengkapan dan keabsahan resep yang meliputi
identitas dokter, tanggal penulisan resep, nama obat, jumlah obat, dan cara
pakai. Hal ini untuk mengantisipasi apabila ada pemalsuan dalam penulisan
resep. Salah satu kegiatan Apoteker dalam pelayanan farmasi klinis adalah
melakukan pengkajian resep yang meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik, dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya
ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi
dokter penulis resep. Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan, serta
pemberian informasi kepada pasien. Setiap tahapan alur pelayanan resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat
(medication error).
Alur Pelayanan Resep di Apotek WIPA adalah pasien datang ke
Apotek WIPA dengan membawa resep kemudian diterima oleh APSIA atau
APING dan dilakukan Assesment dengan menanyakan nama, usia, berat
badan pasien, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, reaksi alergi, kemudian
dianalisis kebutuhan pasien terhadap obat yang diresepkan yaitu dengan
meneliti kesesuaian obat yang diresepkan dengan keluhan yang
disampaikan oleh pasien sehingga dapat ditentukan kebutuhan pasien
terhadap obat yang sebenarnya.
Langkah selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap keabsahan dan
keaslian resep serta ketersediaan obat. Setelah resep dianggap sah, resep
diberi harga dengan Sistem Computerize, kemudian harga tersebut
disampaikan kepada pasien untuk melihat kesanggupan membayar sesuai
harga. Setelah pasien membayar, obat dapat diracik sesuai resep, diberi
etiket dan dilakukan pengecekan ulang yang meliputi nama obat, jumlah
obat yang diambil, pemberian etiket, dan copy resep apabila diperlukan.
71
Pasien datang
membawa resep
Dispensing (peracikan,
Penyerahan obat Kontrol Kasir pengemasan, etket, copy
dan KIE (Apoteker) resep ) oleh Apoteker
b. Penyimpanan Resep
Resep-resep yang telah dilayani (sudah diserahkan obatnya pada
pasien), disimpan menurut tanggal dan nomor penerimaan atau pembuatan
resep atau dapat pula disimpan menurut nomor urutnya (untuk yang kontan)
dan menurut debitur (nama langganan) untuk yang kredit. Resep-resep
tersebut kemudian oleh petugas AA diberi harga lalu diserahkan kepada
bagian tata usaha untuk dibuatkan tagihannya. Resep-resep kontan maupun
kredit sebelum diarsipkan, diberi tanggal agar mudah mencarinya kembali.
Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika dicatat untuk
pelaporan ke Dinas.
c. Pemusnahan resep
Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker dengan dua orang saksi
(karyawan apotek) dengan cara resep ditimbang dahulu kemudian dicatat
berapa beratnya, nomor serta tanggal resep, tanggal resep dicatat mulai
dari tanggal pertama resep masuk sampai tanggal terakhir resep yang akan
dilakukan pemusnahan, resep yang terakir harus berumur lima tahun baru
bisa dilakukan pemusnahan, dikumpulkan kemudian resep tersebut
dipotong kecil-kecil dengan tujuan seandainya potongan resep tersebut
terbawa oleh angin saat dibakar tidak bisa terbaca lagi. Pemusnahan resep
dilakukan ditempat yang jauh dari pemukiman penduduk dengan tujuan
untuk menghindari pencemaran. Pembakaran dilakukan oleh orang yang
dapat dipercaya. Pemusnahan di buktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep dan selanjutnya di laporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Untuk setiap pemusnahan diperlukan berita acara pemusnahan resep
dengan alasan :
3. Administratif
Pengelolaan administrasi di Apotek WIPA dilakukan oleh AA dibantu
oleh karyawan adminisrasi. Administrasi yang dilakukan di Apotek WIPA
meliputi:
1) Administrasi umum
Administrasi umum di Apotek WIPA adalah buku ekspedisi yang terdiri
dari:
a) Surat masuk
Setiap surat yang masuk ke Apotek WIPA diberikan nomor surat
dan di masukkan ke dalam satu dokumen. Surat masuk berisi surat-surat
yang diterima diantaranya dari dinas kesehatan terkait dengan
permasalahan seperti surat edaran yang berisi ada obat yang tidak
memenuhi persyaratan, surat dari BPOM, surat dari PBF terkait dengan
74
angka 1 hingga akhir bulan dan masuk bulan berikutnya dimulai kembali
dari angka 1.
c) Buku pelunasan
Buku pelunasan (Lampiran 4) digunakan berhubungan dengan
faktur yang telah dilunasi, termasuk didalamnya diberikan nomor urut
pelunasan yang setiap awal bulan dimulai angka 1 hingga akhir bulan,
kemudian jumlah tagihan disesuaikan dengan buku hutang.
d) Buku hutang
Buku hutang (Lampiran 5) mencatat jumlah tagihan faktur yang
harus dibayarkan. Buku ini mencantumkan tanggal, nomor faktur (4 digit
terakhir), nomor gudang, nama PBF, jumlah PPN, total tagihan, pelunasan
(no urut pelunasan, bulan pelunasan, tahun pelunasan) diisi saat faktur
telah dilunasi.
e) Buku daftar harga
Buku ini berisi daftar harga jual di Apotek (Lampiran 6). Apotek
WIPA menggunakan buku daftar harga atas dasar pembaharuan harga dari
PBF yang bersangkutan yang terpenting dalam daftar harga adalah
pengelompokan obat disusun secara alfabetis dan mencantumkan harga.
f) Buku catatan surat pesanan (SP)
Buku SP (Lampiran 7) berisi nomor SP, nama PBF, nomor
penerimaan dan tanggal penerimaan. Fungsi buku SP yaitu untuk
mengontrol barang – barang yang terkirim dan yang tidak terkirim, untuk
mengontrol diskon, dan mengontrol barang yang kosong.
g) Buku ED
Buku ED (Lampiran 8) berisi tanggal dan tahun masuk penerimaan
obat di Apotek, nama obat, nama PBF, jumlah item obat, serta bulan dan
tahun ED obat dikelompokan setiap bulan dan dicatat tanggal penerimaan.
Buku ED digunakan untuk mencatat tanggal kadaluarsa setiap barang yang
ada batas kadaluarsanya.
76
buah Tablet Metformin 500 mg dari AMS, dimana AMS adalah kode
untuk PT. Antar Mitra Sembada. Jika terjadi pengurangan karena adanya
pembelian, harus tetap dicantumkan keterangan penjualannya. Jika pada
kolom keterangan berisi nomor, maka nomor tersebut menandakan
nomor resep yang dilayani pada hari tersebut. Pencatatan nomer resep
pada kartu stelling juga dimaksudkan untuk memudahkan penelusuran
pencarian resep. Contoh pada tanggal 15/10/2017 dengan keterangan 2,
maka nomor 2 tersebut menandakan nomor pelayanan resep pada tanggal
tersebut. Pembelian lainnya bisa juga berasal dari Apotek lain.
Contohnya pada tanggal 16/10/2017 berisi keterangan MT atau UH,
dimana MT adalah kode untuk Apotek Mentari dan UH adalah kode
untuk Apotek Umbulharjo. Apotek WIPA juga melayani pembelian obat
dari Apotek lain sehingga dalam kartu stelling juga harus di catat jumlah
permintaan dan sisa stok fisik barang.
a. Bukti Penjualan
Bukti penjualan di Apotek WIPA terdiri dari 3 macam bukti
penjualan yaitu nota, kwitansi, dan faktur. Masing-masing bukti
penjualan memiliki peruntukkannya tersendiri :
1. Nota
Nota (Lampiran 15) dalah bukti pembayaran yang ditujukan kepada
seseorang atau instansi yang melakukan pembelian obat bebas (HV). Nota
berisi keterangan Apotek pada bagian atas, kemudian terdapat keterangan
tanggal dan kolom jumlah barang, nama barang, harga dan total harga. Nota
juga di lengkapi cap “Lunas” jika pembayaran dilakukan secara cash.
2. Kwitansi
Kwitansi (Lampiran 16) adalah bukti pembayaran yang ditujukan
bagi penjualan obat resep jika pasien meminta bukti pembelian obat dari
resep dokter.
3. Faktur
Faktur (Lampiran 17) adalah bukti penjualan yang ditujukan untuk
pelayanan penjualan obat dalam jumlah banyak ke Apotek lain atau kepada
79
suatu instansi. Jadi, faktur akan dibuat jika ada surat pesanan yang diterima
Apotek WIPA dari Apotek lain atau suatu instansi untuk pembelian
beberapa item barang. Setelah menerima surat pesanan, maka barang yang
dipesan disiapkan, dan dibuatkan faktur sebagai bukti transaksi penjualan.
Blanko faktur di Apotek WIPA terdiri dari 3 rangkap. Faktur copy pertama
diperuntukkan bagi pembeli. Sedangkan copy kedua disimpan oleh asli dan
Apotek sebagai arsip faktur penjualan.
c. Etiket
Etiket di Apotek WIPA terbagi menjadi 3 macam etiket yakni etiket
biru untuk obat-obat non-oral (salep, tetes mata, salep mata, injeksi,
suppositoria, ovula), etiket putih untuk obat-obat peroral (tablet, kapsul,
puyer, sirup) dan etiket peringatan. Etiket peringatan yang tersedia di
Apotek WIPA antara lain adalah peringatan “Kocok Dahulu”. Contoh
etiket yang tersedia di Apotek WIPA dapat dilihat pada Gambar 5.
Peringatan lainnya yang dapat dibuat selain peringatan tersebut antara lain
berupa peringatan “Antibiotik, Habiskan Dalam Waktu yangSama dan
Terbagi Rata”, “Hindarkan Mengendarai Kendaraan danMenjalankan
Mesin serta Menjauhi Alkohol”. Sedangkan untuk peringatan kapan obat
diminum, telah ada dalam kemasan plastik obat dengan keterangan
“Diminum Sebelum/Saat/Sesudah Makan”.
80
d. Surat Pesanan
Surat pesanan (SP) adalah tanda bukti dan daftar pemesanan obat
yang akan ditujukan kepada distributor atau subdistributor. SP diApotek
WIPA terbagi menjadi 5 macam Surat pesanan (SP). Yakni, Surat pesanan
(SP) untuk golongan obat Narkotik (lampiran 18), Surat pesanan (SP) untuk
golongan obat Psikotropik (lampiran 19) dan Surat pesanan (SP) Regular
(lampiran 20), Surat Pesanan untuk obat prekursor (lampiran 21) dan Surat
Pesanan untuk Obat-Obat Tertentu (lampiran 22). Selain Surat Pesanan,
terdapat blanko salinan resep (Lampiran 23) di Apotek WIPA memuat
keterangan identitas Apotek pada bagian paling atas, kemudian keterangan
tanggal, tulisan “Salinan Resep” atau “Apograph”, keterangan resep yang
dilayani meliputi nama dokter, nama pasien, tanggal dan nomor resep,
keterangan avocatio atau tanda R/, dan pada bagian bawah tertera tulisan
81
“PCC” yang merupakan singkatan dari “pro copy conform” yang berarti
“sesuai dengan aslinya”.
4). Administrasi laporan
Setiap hari kasir melaporkan jumlah uang yang diterimanya disertai
laporan harian dan buku setoran. Laporan ini kemudian dibukukan oleh
bagian keuangan dan dilakukan rekapitulasi untuk bulanan dan tahunan,
sehingga terdapat 3 macam buku yaitu buku harian, buku bulanan, dan buku
tahunan. Masing-masing terdiri 2 bagian yaitu debet dan kredit, dimana
dicantumkan sumber pemasukan dan macam pengeluaran Apotek beserta
jumlahnya. Laporan yang dikerjakan ada 2 macam yaitu laporan internal
dan laporan eksternal.
a. Laporan internal meliputi :
1. Laporan Hutang-Piutang
Laporan hutang adalah laporan yang berisi tentang kewajiban
Apotek terhadap pihak lain, misalnya hutang yang harus dibayar kepada
PBF. Di Apotek WIPA laporan ini dicatat dalam buku laporan hutang.
Laporan piutang adalah laporan yang berisi tentang
kewajiban langganan atau konsumen kepada kita. Barang sudah dibawa
oleh pelanggan atau konsumen tetapi pembayarannya secara kredit. Di
Apotek WIPA laporan ini dicatat dalam buku tersendiri, jika sudah
dilunasi dicatat dalam buku pelunasan. Pelanggan biasanya diberi
waktu 30 hari, batas waktu pelunasan mulai tanggal satu sampai lima
bulan berikutnya.
2. Laporan Rugi-Laba
Laporan rugi-laba (loss and profit statement) yaitu laporan yang
menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang
diperoleh perusahaan selama periode tertentu. HPP, biaya-biaya
(termasuk penyusutan), aktiva meliputi : kas, piutang, inventaris (yang
jangka waktunya > 1 tahun) dan sewa. Passiva meliputi : modal,
hutang, laba/rugi. Laporan neraca rugi laba dilaporkan tiap tahun.
82
4. SDM
Sumber daya manusia dapat dikatakan sebagai salah satu aset utama apotek
karena merupakan kunci dari kelancaran usaha oleh karena itu kesejahteraan
karyawan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh pihak apotek.
Karyawan bekerja setiap hari senin-sabtu yang terbagi menjadi dua shift yaitu shift
88
pagi pada jam 08.00-15.00 WIB dan shift sore pada jam 14.00-21.00. Jam kerja
karyawan 7 jam/hari, jika >7 jam/hari maka dihitung lembur dan mendapat 1,5 kali
gaji.
Berdasarkan tanggung jawab masing-masing karyawan sistem gaji diatur
sebagai berikut :
1) Gaji pokok Apoteker disesuaikan dengan standar dari IAI
2) Besarnya gaji pokok karyawan ditentukan oleh APA. Pembayaran gaji
dilakukan tiap tanggal 1 bulan berikutnya
3) Besar gaji pokok disesuaikan dengan tingkat pendidikan, jumlah jam
kerja, pengalaman dan besarnya tanggung jawab maksimal 42
jam/minggu atau 7 jam/hari, kalau lebih dari itu dihitung lembur.
4) Pembayaran gaji karyawan meliputi gaji pokok, tuslah yang besarnya
tergantung dari jumlah resep yang masuk dan jumlah jam kerja, serta
tunjangan kesejahteraan lainnya.
5) Besarnya toeslag berdasarkan perincian sebagai berikut :
a) 10 bagian untuk APSIA, APING
b) 5 bagian untuk AA
c) 3 bagian untuk reseptir
Dalam sistem gaji, Apotek menerapkan sistem UMR per 42 jam. Upah
Minimum Regional (UMR) ini dihitung dari Take Home Pay nya (meliputi gaji
pokok, tuslah dan kesejahteraan). Toeslag = Rp 1.500,- dan embalase = Rp 300,-
dan untuk resep racikan Rp. 2.000,- per 30 racikan (Kapsul atau puyer).
Kesejahteraan karyawan yang dapat diberikan yaitu :
1) Tunjangan Kesehatan, di Apotek WIPA besarnya biasanya dibagi rata
antar karyawan (dana kesehatan) dan apabila karyawan membeli obat di
Apotek WIPA diberikan dengan harga netto.
2) Premi yakni pembagian keuntungan berdasarkan pekerjaan, sedangkan
untuk penanam saham per modal mendapatkan deviden sesuai
keuntungan yang didapatkan berdasarkan modal yang diinvestasikan.
3) Tunjangan Hari Raya
89
Tujangan Hari Raya yang diberikan menjelang hari raya idul fitri sebesar
satu kali gaji.
D. Perpajakan
Sistem perhitungan pajak yang dilakukan oleh Apotek WIPA adalah
perhitungan final 1% yang dikerjakan oleh APA dan dibantu oleh akuntan yang
telah berpengalaman di bidang tersebut. Sistem tersebut merupakan sistem
perhitungan pajak yang tepat. Jenis-jenis pajak yang dikenakan di Apotek WIPA
adalah sebagai berikut :
1. Pajak yang dipungut oleh daerah, yaitu pajak reklame yang dibayarkan setiap
tahun sekali kepada Dinas Perijinan. Pajak reklame ini sudah termasuk reklame
yang memuat nama dokter yang praktek di Apotek.
2. Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, terdiri dari :
a. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang dibebankan oleh orang lain seperti
PBF, misalnya materai.
b. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan oleh pihak lain yaitu Pajak Penghasilan (PPh).
Pajak penghasilan yang harus dibayarkan ke pemerintah yaitu PPh pasal
21, dan PPh 25. Pajak PPh pasal 21 yaitu pengenaan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan berupa gaji, upah, honor, tunjangan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa orang pribadi. PPh pasal 25 merupakan
angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
setiap bulan. PPh pasal 23 yang dihitung dari dividen yang berasal dari
jumlah omset yang akan dibagikan ke pemegang saham dikalikan 15%.
E. Pelayanan KIE dan Pharmaceutical Care
Pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi pelayanan tanpa resep untuk obat
bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotik, sedangkan pelayanan dengan
resep dokter untuk obat keras, obat golongan psikotropika dan obat golongan
narkotika serta pemberian KIE dan melakukan pharmaceutical Care. Pengelolaan
pasien secara umum ditunjukan untuk mengatasi keluhan pasien, meningkatkan
kepuasan pasien akan kebutuhannya, membuat data pasien (mediction record),
90
(obat bebas, obat bebas terbatas dan OWA). Konsultasi bisa dilaksanakan via
telepon ataupun saat penyerahan obat. Untuk pasien yang pernah menebus resep di
apotek ini pasti akan memiliki medication record tetapi masih sebatas pencatatan
obat yang diterima dan belum mencantumkan riwayat penyakit. Meskipun
demikian dari data obat yang diterima pasien dapat diketahui penyakit yang diderita
oleh pasien tersebut.
F. Evaluasi Apotek
Untuk mengetahui perkembangan Apotek maka perlu dilakukan evaluasi
secara periodik setiap akhir tahun. Evaluasi dilakukan oleh APSIA terhadap resep,
keuangan dan kinerja pegawai. Evaluasi terhadap resep dilakukan dengan meneliti
resep-resep yang masuk. Evaluasi kinerja pegawai dilakukan dengan melihat
tanggung jawab pegawai sehari-hari.
Evaluasi kegiatan Apotek WIPA dilakukan dengan pembuatan-pembuatan
laporan, yang meliputi :
a. Laporan internal, meliputi :
1) Laporan harian yaitu laporan jumlah resep, jumlah uang masuk dan jumlah
penjualan obat bebas, bebas terbatas dan OWA.
2) Laporan bulanan keuangan, yaitu laporan hutang, laporan keluar
masuknya uang, laporan pembayaran rekening listrik, air, telepon dan
laporan gaji pegawai.
3) Buku inventaris tahunan, berguna untuk mengetahui jumlah dan macam
barang yang menjadi kekayaan Apotek misalnya TV, lemari es, mebel,
rak-rak obat dan lainnya beserta nilai penyusutannya.
4) Laporan rugi-laba, yang berisi penjualan bruto, harga pokok penjualan,
laba bersih serta biaya-biaya perhitungan dilakukan sekali dalam setahun.
5) Neraca akhir tahun mengenai kas piutang lancar, inventaris, hutang
barang, hutang modal dan modal akhir.
93
b. Laporan eksternal
1) Laporan penggunaan narkotika, dibuat setiap bulan selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini berisi nama sediaan, persediaan
awal bulan, pemasukan, persediaan akhir bulan dan keterangan.
2) Laporan penggunaan psikotropika. Laporan ini dibuat setiap bulan, dengan
ketentuan penyerahan sama seperti laporan penggunaan bulanan
narkotika.
3) Laporan penggunaan obat generik berlogo. Laporan ini di buat setiap bulan
untuk mengetahui tingkat penggunaan obat generik berlogo. Laporan ini
dibuat berdasarkan buku register yang memuat nama dan alamat dokter,
dan jumlah resep obat generik dan laporan ini dibuat rangkap tiga.
4) Laporan jumlah tenaga kerja farmasi yang dilaporkan 3 bulan sekali.
c. Laporan keuangan
Laporan keuangan berfungsi untuk menganalisa keuangan Apotek,
sehingga dapat diketahui likuiditas, rentabilitas Apotek tersebut. Disamping itu
juga sebagai dasar pembuatan rencana kerja yang akan datang dan penentuan
kebijaksanaan.
Evaluasi keuangan diperlukan laporan perhitungan laba rugi dan neraca
akhir tahun. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui besarnya laba yang
diperoleh dan digunakan untuk menghitung macam-macam rasio keuangan
yang berguna bagi evaluasi Apotek. Rasio yang sering dipakai untuk evaluasi
keuangan di Apotek adalah :
PEMBAHASAN
A. Pengelolaan Apotek
95
96
masing sehingga semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Pelayanan yang
dilakukan secara profesional dapat menimbulkan hubungan yang baik antara apotek
dan pasien sehingga meningkatkan kepercayaan pasien pada kualitas apotek secara
keseluruhan. Dari segi pelayanan pada pasien, karyawan Apotek WIPA baik
Apoteker maupun staf umum memiliki kemampuan komunikasi yang baik terhadap
pasien dan tenaga medis lainnya serta dapat menjadi pendengar yang baik sehingga
pasien merasa lebih dihormati. Hal ini terlihat dari cara karyawan ketika
memberikan pelayanan kepada pasien dengan tata bahasa yang baik, intonasi serta
pengucapan kata yang jelas. Selain teknik komunikasi yang baik, pengetahuan yang
dimiliki Apoteker Apotek WIPA juga harus luas dan mengikuti perkembangan
dunia kesehatan karena hal ini digunakan ketika memberikan informasi obat dan
pengobatan kepada pasien agar tidak salah dalam pemberian informasi kepada
dokter maupun pasien.
Pemberian informasi yang jelas berkaitan dengan penggunaan obat yang
diserahkan kepada pasien sangat penting untuk menjamin keamanan, efektifitas,
ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat.
1. Pengelolaan Obat
Berdasarkan PMK No. 73 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya meliputi : perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan
pemusnahan, pengendalin serta pencatatan dan pelaporan.
a. Perencanaan
Tujuan perencanaan adalah untuk mengefisienkan jumlah perbekalan
farmasi dengan kondisi keuangan yang ada di Apotek. Selain itu
perencanaan bertujuan agar persediaan barang tidak over stok dan low
stok. Apotek WIPA dalam perencanaan pembelian obat utamanya
berdasarkan frekuensi pemakaian barang (fast moving atau slow moving) yang
dapat dilihat melalui buku defecta (buku catatan barang habis). Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi kerugian akibat penumpukan barang di gudang,
banyaknya obat kadaluarsa dan berhentinya perputaran uang. Perencanaan
98
dari barang-barang yang terjual, dan bila tidak terjual barang tersebut dapat
dikembalikan. Pembayaran dilakukan pada hari Senin sampai Jumat pada
pukul 09.00-12.00 WIB sebelum jatuh tempo pembayaran pada PBF yang
bersangkutan. Pembayaran atau pelunasan tagihan untuk barang-barang yang
sudah diterima dilakukan dengan cara memberi uang tunai untuk pembayaran
kurang dari satu juta. Pembayaran dengan bilyet giro atau cek untuk transaksi
lebih dari satu juta. Sedangkan untuk jenis obat narkotik dan psikotropika
dibayar secara tunai.
Meskipun sistem pengadaan barang telah diatur sebaik mungkin
terkadang kekosongan barang dapat terjadi di Apotek, hal ini dimungkinkan
oleh karena keterlambatan kiriman barang dari PBF. Untuk itu Apotek
berusaha mencarikan obat ke Apotek Mentari dan Apotek Umbulharjo terlebih
dahulu, sehingga kepercayaan masyarakat terhadp Apotek WIPA sebagai
Apotek yang lengkap dapat terjaga. Jika dengan terpaksa pasien tidak dapat
dilayani maka pasien diberitahu dengan cara yang baik dan disarankan ke
Apotek lain sehingga pasien tidak terlalu merasa kecewa, disamping itu juga
menimbulkan kesan hubungan yang baik antara Apotek dengan Apotek.
c. Penerimaan
Saat penerimaan barang, yang dilakukan adalah pengecekan kesesuaian
antara faktur dengan barang yang diterima yang mencakup jenis, jumlah,
kondisi barang, tanggal kadaluarsa, harga, kesesuaian nomor batch dan
kesesuaian antara barang dengan surat pesanan. Apabila sesuai dengan
pemesanan, Apoteker atau Asisten Apoteker yang menerima barang akan
memberi cap Apotek dan tanda tangan sebagai bukti penerimaan barang pada
faktur. Selanjutnya 3 lembar faktur dikembalikan ke pihak PBF. Apotek akan
mendapatkan satu lembar salinan faktur sebagai arsip. Salinan faktur tersebut
dicatat dalam buku penerimaan barang sebelum diberi harga. Di Apotek WIPA
ada beberapa administrasi yang harus ditulis dan diisi oleh petugas gudang.
Selain itu data salinan faktur tersebut juga dimasukkan ke dalam komputer.
Sistem ini memuat data-data tentang barang di Apotek, mulai data obat
yang meliputi jumlah stok, data pembelian, penjualan, dan lainnya. Hal ini
101
e. Pemusnahan
Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang
mengandung narkotik atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ kota. Pemusnahan obat selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktikan atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan
formulir 1, dan untuk obat psikotropik dan narkotika berita acaranya
ditambah dengan formulir 3 dan 4. Berita acara ini dibuat rangkap 4
(empat) dan dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota,
Kepala Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Arsip di Apotek. Untuk obat/barang yang dikembalikan kemudian
menghubungi pihak terkait 3 bulan sebelum tanggal kadaluarsanya atau sesuai
dengan kebijakan masing suplier.
f. Pengendalian
Pengendalian persediaan di Apotek WIPA dilakukan dengan
menggunakan kartu stelling baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu
stelling memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa persediaan. Apotek WIPA menerapkan safety stock,
langkah ini diambil sebagai upaya untuk menghindari adanya ketertundaan
pelayanan obat yang dikarenakan oleh obat habis (stock out) maupun kurang.
Ketersediaan obat dalam jumlah yang cukup dalam pelayanan obat juga sangat
mempengaruhi pandangan positif dari masyarakat tentang Apotek yang
bersangkutan dan merupakan salah satu faktor penting dalam proses
pemasaran.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penjualan (buku penjualan),
103
b. Penyimpanan
Resep-resep yang telah dilayani (sudah diserahkan obatnya pada
pasien), disimpan menurut tanggal dan nomor penerimaan atau pembuatan
resep atau dapat pula disimpan menurut nomor urutnya (untuk yang
kontan) dan menurut debitur (nama langganan) untuk yang kredit. Resep-
resep tersebut kemudian oleh petugas AA diberi harga lalu diserahkan
kepada bagian tata usaha untuk dibuatkan tagihannya. Resep-resep kontan
maupun kredit sebelum diarsipkan, diberi tanggal agar mudah mencarinya
kembali. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika dicatat
untuk pelaporan ke Dinas.
c. Pemusnahan resep
Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker dengan dua orang saksi
(karyawan apotek) dengan cara resep ditimbang dahulu kemudian dicatat
berapa beratnya, nomor serta tanggal resep, tanggal resep dicatat mulai
dari tanggal pertama resep masuk sampai tanggal terakhir resep yang akan
dilakukan pemusnahan, resep yang terakir harus berumur lima tahun baru
bisa dilakukan pemusnahan, dikumpulkan kemudian resep tersebut
dipotong kecil-kecil dengan tujuan seandainya potongan resep tersebut
terbawa oleh angin saat dibakar tidak bisa terbaca lagi. Pemusnahan resep
dilakukan ditempat yang jauh dari pemukiman penduduk dengan tujuan
untuk menghindari pencemaran. Pembakaran dilakukan oleh orang yang
dapat dipercaya. Pemusnahan di buktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep dan selanjutnya di laporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Dalam berita acara pemusnahan resep disebutkan jenis obat, berapa
berat resep, tempat dan waktu pelaksanaan, cara pemusnahan dan yang
paling penting adalah mencantumkan tanggal awal dan tanggal akhir dari
resep yang akan dimusnahkan. Berdasarkan uraian pengelolaan resep
diatas yang meliputi pelayanan resep, pengarsipan resep dan pemusnahan
resep maka ketiga proses tersebut berlangsung relatif baik sesuai dengan
standar pelayanan farmasi di apotek. Namun masih ada kekurangan
106
terutama dari segi pelayanan resep yaitu kondisi meja racikan yang kurang
rapi, proses pelayanan yang relatif lama karena disebabkan kurangnya
sumber daya manusia. Namun demikian, faktor kekurangan tersebut dapat
diperbaiki dengan merapikan kondisi meja racik dan untuk
memaksimalkan pelayanan prima kepada pasien maka dapat diatasi
dengan penambahan karyawan terutama TTK atau dengan cara
meningkatkan kinerja karyawan yang tentu diikuti oleh suatu reward
kepada karyawan.
3. Administratif
Administrasi di Apotek WIPA dilakukan secara rutin setiap hari, terperinci,
lengkap, teliti dan terstruktur. Tanggung jawab administrasi diberikan pada
karyawan bagian administrasi. Adapun kegiatan bagian administrasi di Apotek
WIPA meliputi:
a. Administrasi Umum
Meliputi pengurusan surat menyurat Apotek, ada surat masuk dan surat
keluar. Surat masuk seperti surat pemberitahuan dari PBF sehubungan dengan
pindah tempat atau penagihan, surat masuk bisa dari Instansi (sehubungan dengan
melayani pegawai purawisata atau kerjasama lainnya), dan Dinkes atau BPOM
sehubungan dengan himbauan atau pemberitahuan. Surat keluar meliputi surat
jawaban dari Instansi serta laporan yang diminta Dinas Kesehatan atau BPOM.
b. Administrasi Pengadaan/Pembelian
Merupakan pencatatan yang dilakukan untuk obat-obat atau barang di
Apotek WIPA meliputi:
1) Buku Defecta/Habis, yaitu mencatat barang yang habis atau hampir habis
dan barang yang akan dipesan.
2) Buku penerimaan barang, di Apotek WIPA buku penerimaan untuk barang
konsinyasi digabung dengan barang di Apotek.
3) Buku Pelunasan, buku ini bertujuan untuk menulis faktur yang sudah lunas.
107
4) Buku Daftar Harga yang mengacu pada print out stok opname (stok sisa
akhir tahun), biasanya digolongkan dengan jenisnya (sirup, tablet, salep)
dan secara alfabetis.
5) Buku Hutang, yang berisi catatan hutang Apotek WIPA yang berisi nomor
gudang, nomor faktur, tanggal gudang, nama PBF, jumlah terhutang dan
keterangan (nomor pelunasan, bulan, dan tahun).
6) Buku Catatan Surat Pesanan (SP) yang terdiri dari catatan SP narkotika, SP
psikotropika, SP prekusor, SP Reguler dan SP Obat-Obat Tertentu. Dalam
penerimaan obat narkotika boleh dilakukan oleh APA atau APING.
7) Buku Jatuh Tempo, buku ini digunakan untuk proses pembayaran atau
mengetahui perkiraan total yang harus dibayar pada bulan selanjutnya.
8) Buku Expired Date. Pengisiannya dilihat dari buku penerimaan, dan
dimasukkan perbulan.
c. Administarsi Pelayanan atau Penjualan
Buku penjualan di Apotek WIPA ada tiga yaitu penjualan HV, penjualan
OWA dan penjualan resep. Adapun pencatatan buku tersebut meliputi:
1) Buku Generik, mencatat resep yang berisi obat generik berisi nomor resep,
nama obat dan dosis, jumlah obat dan harga obat tanpa tuslah dan embalase
serta diskon.
2) Buku OWA, digunakan untuk mencatat obat wajib Apotek yang terjual.
Buku ini berisi nomor urut, nama pasien, alamat pasien, nama obat, jumlah
obat, harga, dan indikasi.
3) Buku Resep, digunakan untuk mencatat resep masuk yang berisi nomor
resep, nama pasien, generik/psikotropik/narkotik, jumlah racikan, jumlah
obat tanpa racikan dan harga obat.
4) Buku narkotik/psikotropik. Buku ini sangat penting karena untuk membuat
laporan penggunaan narkotik/psikotropik yang harus dilaporkan ke
Kemenkes RI dengan tembusan ke dinas kesehatan dan Badan POM dimana
berisi tanggal resep, nomor resep, nama obat dan dosis, jumlah obat, nama
pasien, alamat pasien, nama dokter, dan alamat dokter. Pencatatannya per
item obat untuk buku register.
108
Bukti penjualan di Apotek WIPA ada tiga macam yaitu nota (untuk
penjualan bebas), faktur (untuk penjualan obat untuk Apotek lain yang sudah
bekerjasama dengan Apotek WIPA) dan kwitansi (untuk resep). Etiket yang
tersedia di Apotek WIPA ada tiga macam juga yaitu putih, biru dan peringatan
dimana etiket peringatan ada dua macam yaitu “kocok dahulu” dan “tidak boleh
diulang”.
d. Administrasi laporan
Administrasi laporan yang dimaksud disini adalah laporan eksternal.
Laporan eksternal terdiri dari laporan narkotika, laporan psikotropika, laporan
statistika resep, laporan tenaga kerja kefarmasian, laporan tenaga kerga
keseluruhan, laporan kontrasepsi, laporan MESO (Monitoring Efek Samping Obat),
laporan monitoring kerusakan obat, laporan pemusnahan obat, laporan pemusnahan
resep, laporan pajak (SPT) dan laporan keuangan.
e. Administrasi Keuangan
Administrasi keuangan di Apotek WIPA menjadi tanggung jawab karyawan
bukan Asisten Apoteker atau kasir. Sebagai pengontrol di bagian keuangan, dibuat
laporan harian Apotek dan buku setoran yang meliputi jumlah penerimaan resep,
jumlah penjualan obat bebas serta jumlah tuslah yang diperoleh. Kegiatan ini
dibantu dengan mesin cash register sehingga dapat mencegah terjadinya
kecurangan. Untuk penyusunan neraca akhir tahun, Apotek WIPA dibantu oleh
seorang akuntan dalam perhitungan dan pembuatannya.
Pencatatan data keuangan juga diperlukan untuk merencanakan manajemen
dan pengembangan Apotek, mengetahui posisi keuangan dan mengevaluasi
perkembangan Apotek. Di Apotek WIPA terdapat buku kas harian dimana terdiri
dari buku kas besar yang dipegang oleh APA dan buku kas kecil yang dipegang
oleh bagian administrasi yang mengelola keuangan.
f. Administrasi Kepegawaian
Kegiatan ini sehubungan dengan biaya-biaya untuk pegawai, meliputi biaya
iklan untuk rekruitmen pegawai, biaya pelayanan meliputi tuslah, biaya
kesejahteraan, THR, dan premi (bonus). Biaya pelayanan diberikan karena sumber
109
daya manusia mempunyai peran yang besar dalam menjamin kelancaran kegiatan
operasional Apotek sehari-hari.
4. SDM
Sumber daya manusia di Apotek adalah karyawan dan Apoteker sendiri.
Apoteker harus mempunyai tanggung jawab terhadap profesinya dan berkompeten
dalam melakukan pekerjaannya. Selain Apoteker, karyawan juga merupakan salah
satu hal yang penting dalam mendukung kesuksesan dan kelancaran bisnis Apotek.
Perekrutan karyawan dilakukan oleh Apotek tidak dilakukan dengan sembarangan.
Karyawan diberi tanggung jawab masing-masing, kejujuran, kekompakan, dan
loyalitas pada Apotek sangat ditekankan di Apotek WIPA.
Pembagian tugas karyawan tergantung pada tugas yang harus ditangani.
Sebagaimana diketahui untuk melayani masyarakat, Apotek WIPA buka setiap hari
dengan sistem pembagian kerja 2 shift yaitu, shift pagi pada pukul 08.00-14.00
WIB, shift siang pada pukul 14.00-21.00 WIB. Pada pagi hari sebagian besar
pekerjaan lebih kepada administrasi seperti penyetoran dana ke bank, inkaso dan
order, serta melayani resep dan HV (Hand Verkoop), sementara pada malam hari
lebih banyak melayani resep dan HV (Hand Verkoop) sehingga jadwal kerja
karyawan disusun dengan baik sesuai dengan tugasnya. Pembagian shift mahasiswa
PKPA di Apotek WIPA ada 2 shift yaitu shift pagi jam 08.00-13.00 WIB dan shift
malam jam 16.00-21.00 WIB.
Dalam hal kesejahteraan, gaji karyawan diatur sebagai berikut :
a. Besarnya gaji pokok ditentukan oleh APA sesuai dengan standar gaji masing-
masing karyawan. Pembayaran gaji dilakukan tiap tanggal 1 bulan
berikutnya.
b. Besar gaji disesuaikan dengan tingkat pendidikan, jam kerja, pengalaman dan
besarnya tanggung jawab.
c. Pembayaran gaji karyawan meliputi gaji pokok, tuslah yang besarnya
tergantung dari jumlah resep yang masuk dan jumlah jam kerja serta
tunjangan lain termasuk kesejahteraan.
110
Selain gaji, karyawan yang ada di Apotek WIPA juga diberi tunjangan hari
raya (THR), tunjangan kesehatan dan pembagian uang tuslah. Selama
perkembangan Apotek, sangat jarang terjadi pergantian karyawan. Umumnya
karyawan Apotek WIPA sudah bekerja pada saat beberapa tahun Apotek berdiri.
Mereka mempunyai loyalitas dan dedikasi yang tinggi terhadap Apotek. Setiap
orang mempunyai job description yang jelas dan tanggung jawab masing-masing,
sehingga semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
Apotek WIPA juga memberikan hak-hak kepada karyawan dengan
memberikan cuti tahunan selama 12 hari pertahun. Dengan pemenuhan hak-hak ini,
diharapkan dapat memacu karyawan untuk bekerja secara efektif dan efisien
sehingga memberikan kontribusi yang diharapkan.
B. Perpajakan
Perhitungan Pajak dilakukan sendiri oleh Apotek WIPA, karena
pemerintah telah menetapkan metode self assesment bagi wajib pajak, yaitu
bahwa wajib pajak mendaftar, menghitung dan membayar sendiri pajak yang akan
dibayarkan. Dalam pembayaran pajak Apotek WIPA sudah sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan pemerintah, pembayaran ini dilakukan dengan
mengangsur setiap bulan menurut jumlah yang harus dibayarkan dalam 1
(satu) tahun. Untuk menjamin keteraturan urusan perpajakan ini, maka
kebijaksanaan dalam pembayaran menjadi wewenang APA.
Sistem perhitungan pajak yang dilakukan oleh Apotek WIPA adalah
perhitungan final 1% yang dikerjakan oleh APA dan dibantu oleh akuntan yang
telah berpengalaman di bidang tersebut. Sistem tersebut merupakan sistem
perhitungan pajak yang tepat.
1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan dibayarkan setiap akhir tahunnya kepada
pemerintah tergantung dari luas tanah, bangunan dan letaknya. Apotek
WIPA membayar PBB sudah sesuai dengan SPT yang sudah dikirimkan
oleh pemerintah.
111
informasi tentang penggunaan obat secara tepat dan benar kepada pasien sehingga
mudah dimengerti. Informasi yang diberikan meliputi cara pemakaian obat, indikasi
obat, dosis penggunaan, frekuensi pemakaian obat, cara penyimpanan obat, efek
samping obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman
yang harus dihindari selama terapi, dan harga obat.
Pemberian informasi obat diutamakan pada obat-obat yang membutuhkan
penanganan khusus. Contohnya seperti cara penggunaan obat KB, tetes telinga,
salep mata, tetes hidung dan sediaan suppositoria. Sebagai bentuk pharmaceutical
care lainnya, asisten Apoteker, Apoteker maupun mahasiswa praktek memberikan
edukasi dalam pelayanan swamedikasi atau pengobatan sendiri untuk penyakit
ringan dan memilihkan obat yang sesuai dengan kondisi pasien serta terapi yang
tepat dengan kebutuhan klinisnya. Memberikan konsultasi obat pada pasien
merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pengembangan Apotek.
Dengan memperoleh informasi yang dibutuhkan, maka dapat meningkatkan tingkat
kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap kinerja dan pelayanan Apotek.
Pelayanan konseling obat itu sendiri dilakukan setiap hari dari pukul 09.00- 21.00
WIB. Kedatangan Apoteker setiap hari dapat memudahkan kegiatan konseling
sehingga dapat berjalan dengan baik.
113
BAB V
A. Kesimpulan
1. Apotek WIPA merupakan Apotek berbentuk CV, dimana salah satu pemilik
sahamnya adalah direktur sekaligus sebagai APA.
2. Apotek WIPA dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai tempat
pengabdian profesi Apoteker kepada masyarakat dan sebagai tempat bisnis
kefarmasian dengan baik.
3. Apotek WIPA dalam melaksanakan kegiatan pelayanan perbekalan farmasi
berusaha untuk selalu mengutamakan kepuasan konsumen dengan memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.
4. Sistem pengelolaan administrasi di Apotek WIPA dilaksanakan dengan sangat
baik, karena telah menggunakan sistem komputerisasi dan pembukuan secara
manual.
B. Saran
Anief, M., 2000, Prinsip dan Dasar Manajemen Umum dan Farmasi, Gadjah
Anief, M., 2005, Manajemen Farmasi, cetakan ke-4, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Badan POM, 2003. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik. Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
BPOM, 2016c. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. 07 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat
Tertentu yang Sering Disalahgunakan. Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
114
115
Depkes, 1993a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922 / Menkes
/ Per / X / 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Ijin Apotek,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes, 1993b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 919 / Menkes
/ Per / X / 1993 tentang Kriteria Obat yang Diberikan Tanpa Resep.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Hartini, Y.S., dan Sulasmono, 2006, Apotek: Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan
Permenkes tentang Apotek Rakyat, Cetakan II, Penerbit Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
IAI, 2015. Kode Etik dan Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia. Majelis Etika dan
Disiplin Apoteker Indonesia Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. Ikatan
Apoteker Indonesia.