Anda di halaman 1dari 13

Keragaman Budaya Jambi

A.Sejarah dan Asal Muasal Propinsi Jambi


Di Swarnadwipa (pulau emas) atau Pulau Sumatera, Provinsi Jambi merupakan bekas wilayah
Kesultanan Islam Melayu Jambi (1500-1901 M). Kesultanan ini memang tidak berhubungan secara
langsung dengan dua kerajaan Hindu-Buddha pra-Islam. Sekitar abad ke 6 – awal 7 M, berdiri
Kerajaan Melayu (Melayu Tua) yang terletak di Muara Tembesi (kini masuk wilayah Batanghari,
Jambi). Catatan Dinasti Tang mengatakan bahwa awal abad ke 7 M dan lagi pada abad ke 9 M, Jambi
mengirim duta/utusan ke Empayar China (Wang Gungwu 1958; 74). Kerajaan ini bersaing dengan Sri
Wijaya untuk menjadi pusat perdagangan.
Letak Malayu yang lebih dekat ke jalur pelayaran Selat Melaka menjadikan Sri Wijaya merasa
terdesak sehingga perlu menyerang Malayu yang akhirnya tunduk kepada Sri Wijaya. Muaro Jambi,
sebuah kompleks percandian di hilir Jambi mungkin dulu bekas pusat belajar agama Buddha
sebagaimana catatan dari pendeta China I-Tsing yang berlayar dari India pada tahun 671 M. Ia belajar
di Sri Wijaya selama 4 tahun dan kembali pada tahun 689 Masehi bersama empat pendeta lain untuk
menulis dua buku tentang ziarah Buddha. Saat itulah ia menuulis bahwa Kerajaan Malayu kini telah
menjadi bagian dari Sri Wijaya.
Setelah Sri Wijaya mulai pudar di abad ke 11 Masehi, ibu negeri dipindahkan ke Jambi (Wolters
1970: 2). Inilah Kerajaan Melayu (Melayu Muda) atau Dhamasraya yang berdiri di Muara Jambi.
Sebagai sebuah bandar yang besar, Jambi juga menghasilkan berbagai rempah-rempahan dan kayu-
kayuan. Sebaliknya dari pedagang Arab, mereka membeli kapas, kain dan pedang. Dari Cina, sutera
dan benang emas, sebagai bahan baku kain tenun songket (Hirt & Rockhill 1964; 60-2). Tahun 1278
Ekspedisi Pamalayu dari Singosari di Jawa Timur menguasai kerajaan ini dan membawa serta putri
dari Raja Malayu untuk dinikahkan dengan Raja Singosari. Hasil perkawinan ini adalah seorang
pangeran bernama Adityawarman, yang setelah cukup umur dinobatkan sebagai Raja Malayu. Pusat
kerajaan inilah yang kemudian dipindahkan oleh Adityawarman ke Pagaruyung (pedalaman Minang
atau Suruaso) dan menjadi raja pertama sekitar tahun 1347 M. Kemudian di abad ke 15, Islam mulai
menyebar di Nusantara.

Kesultanan Jambi
“Tanah Pilih Pesako Betuah”. Seloka ini tertulis di lambang Kota Jambi. Dimana menurut orang tua-
tua pemangku adat Melayu Jambi, kononnya Tuanku Ahmad Salim dari Gujarat (India) berlabuh di
selat Berhala, Jambi dan mengislamkan orang-orang Melayu disana. Beliau bernama lengkap Syeikh
Ahmad Salim bin Syeikh Sultan Al-Ariffin Sayyid Ismail. Beliau masih keturunan dari Syeikh Abdul
Qadir Al-Jailani.
Di tempat baru ini, ia membangun pemerintahan baru dengan dasar Islam, bergelar Datuk Paduko
Berhalo dan menikahi seorang putri dari Minangkabau bernama Putri Selaras Pinang Masak. Mereka
dikurniakan empat orang anak, kesemuanya menjadi datuk wilayah sekitar kuala tersebut. Adapun
putra bungsu yang bergelar Orang Kayo Hitam berniat untuk meluaskan wilayah hingga ke
pedalaman, jika ada tuah, membangun sebuah kerajaan baru. Maka ia lalu menikahi anak dari
Temenggung Merah Mato bernama Putri Mayang Mangurai. Oleh Temenggung Merah Mato, anak
dan menantunya itu diberilah sepasang Angsa serta Perahu Kajang Lako. Kepada anak dan
menantunya tersebut dipesankan agar menghiliri aliran Sungai Batanghari untuk mencari tempat guna
mendirikan kerajaan yang baru itu dan bahwa tempat yang akan dipilih sebagai tapak kerajaan baru
nanti haruslah tempat dimana sepasang angsa bawaan tadi mau naik ke tebing dan mupur (berdiam) di
tempat tersebut selama dua hari dua malam.
Setelah beberapa hari menghiliri Sungai Batanghari kedua angsa naik ke darat di sebelah hilir
(Kampung Jam), kampung Tenadang namanya pada waktu itu. Dan sesuai dengan amanah mertuanya,
maka Orang Kayo Hitam dan istrinya Putri Mayang Mangurai beserta pengikutnya mulailah
membangun kerajaan baru yang kemudian disebut “Tanah Pilih”, dijadikan sebagai pusat
pemerintahan kerajaannya (Kota Jambi) sekarang ini.

Asal Nama “Jambi”


‘Jambi’ berasal dari kata ‘Jambe’ dalam bahasa Jawa yang berarti ‘Pinang’. Kemungkinan besar saat
Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan yang baru, pepohonan pinang banyak tumbuh
disepanjang aliran sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo Hitam.
Namun dari penjelasan di atas, ada versi lain yang menyebutkan bahwa kata Jambi itu justru berasal
dari bahasa Arab yang di tulis dalam tulisan Arab (huruf Hijaiyah) dengan makna sahabat akrab.
Demikian info dari teman bloger saya yang bernama Ridcho:
“Berpedoman pada buku sejarah De Oudste Geschiedenis van de Archipel bahwa Kerajaan Melayu
Jambi dari abad ke 7 s.d. abad ke 13 merupakan bandar atau pelabuhan dagang yang ramai. Disini
berlabuh kapal-kapal dari berbagai bangsa, seperti: Portugis, India, Mesir, Cina, Arab, dan Eropa
lainnya. Berkenaan dengan itu, sebuah legenda yang ditulis oleh Chaniago menceritakan bahwa
sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam pengaruh Hindu, seorang puteri Melayu bernama Puteri
Dewani berlayar bersama suaminya dengan kapal niaga Mesir ke Arab, dan tidak kembali. Pada
waktu lain, seorang putri Melayu lain bernama Ratna Wali bersama suaminya berlayar ke Negeri
Arab, dan dari sana merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga Arab. Kedua peristiwa dalam
legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan Mesir dengan Melayu. Mereka
sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi secara akrab.
Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak mungkin berasal dari
ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu ini. Orang Arab
atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa itu sebagai ”Jambi”, ditulis dengan
aksara Arab yang secara harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna
’tetangga’ atau ’sahabat akrab’.”
Demikianlah pendapat yang kedua, dengan alasan jika memang dulunya Orang Kayo Hitam menyebut
pinang dengan kata jambe seharusnya putri pinang masak itu namanya Putri Jambe Masak. Jadi
menurut saya (pendapat teman bloger saya yang bernama M.Isa. Ansyori) kata jambi itu bukannlah
diambil dari bahasa Jawa, mengingat hingga sekarang masyarakat Jambi dari dulu tetap menyebut
pinang dengan istilah pinang, tidak pernah menyebutnya dengan kata jambe, kecuali orang Jawa yang
sudah tinggal di Jambi yang menyebutnya dengan kata jambe.

Keris Siginjai
Hubungan Orang Kayo Hitam dengan Tanah Jawa digambarkan dalam cerita orang tuo-tuo yang
mengatakan bahwa Orang Kayo Hitam pergi ke Majapahit untuk mengambil Keris bertuah, dan kelak
akan menjadikannya sebagai keris pusaka Kesultanan Jambi. Keris itu dinamakan ‘Keris Siginjai’.
Keris Siginjai terbuat dari bahan-bahan berupa kayu, emas, besi dan nikel. Keris Siginjai menjadi
pusaka yang dimiliki secara turun temurun oleh Kesultanan Jambi. Selama 400 tahun, keris Siginjai
tidak hanya sekedar lambang mahkota kesultanan Jambi, tapi juga sebagai lambang pemersatu rakyat
Jambi.

Keris Siginjai
Sultan terakhir yang memegang benda kerajaan itu adalah Sultan Achmad Zainuddin pada awal abad
ke 20. Selain keris Siginjai, ada sebuah keris lagi yang dijadikan mahkota kerajaan yaitu keris Singa
Marjaya yang dipakai oleh Pangeran Ratu (Putra Mahkota). Pada tahun 1903M Pangeran Ratu
Martaningrat keturunan Sultan Thaha yang terakhir menyerahkan keris Singa Marjaya kepada
Residen Palembang sebagai tanda penyerahan. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menyimpan
Keris Siginjai dan Singa Marjaya di Museum Nasional (Gedung Gajah) di Batavia (Jakarta).

Slogan Jambi: “Sepucuk Jambi, Sembilan Lurah”

Logo Propinsi Jambi


Seloka ini tertulis di lambang Propinsi Jambi, menggambarkan luasnya wilayah Kesultanan Melayu
Jambi yang merangkumi sembilan lurah dikala pemerintahan Orang Kayo Hitam, yaitu : VIII-IX
Koto, Petajin, Muaro Sebo, Jebus, Aer Itam, Awin, Penegan, Miji dan Binikawan. Ada juga yang
berpendapat bahwa wilayah Kesultanan Jambi dahulu meliputi 9 buah lurah yang dialiri oleh anak-
anak sungai (batang), masing-masing bernama : 1. Batang Asai 2. Batang Merangin 3. Batang
Masurai 4. Batang Tabir 5. Batang Senamat 6. Batang Jujuhan 7. Batang Bungo 8. Batang Tebo dan
9. Batang Tembesi. Batang-batang ini merupakan Anak Sungai Batanghari yang keseluruhannya itu
merupakan wilayah Kesultanan Melayu Jambi.

Senarai (silsilah) Sultan Jambi (1790-1904)


1). 1790 – 1812 Mas’ud Badruddin bin Ahmad Sultan Ratu Seri Ingalaga
2). 1812 – 1833 Mahmud Muhieddin bin Ahmad Sultan Agung Seri Ingalaga
3). 1833 – 1841 Muhammad Fakhruddin bin Mahmud Sultan Keramat
4). 1841 – 1855 Abdul Rahman Nazaruddin bin Mahmud
5). 1855 – 1858 Thaha Safiuddin bin Muhammad (1st time)
6). 1858 – 1881 Ahmad Nazaruddin bin Mahmud
7). 1881 – 1885 Muhammad Muhieddin bin Abdul Rahman
8). 1885 – 1899 Ahmad Zainul Abidin bin Muhammad
9). 1900 – 1904 Thaha Safiuddin bin Muhammad (2nd time)
10). 1904 Dihancurkan Belanda

Provinsi Jambi
Wilayah propinsi Jambi hari ini pun terbagi atas 1 Bandar Ibukota (Jambi) dan 9 daerah – mungkin
agar sesuai seloka adat tadi-. Tetapi nama daerahnya telah bertukar, Yaitu :
1). Muara Jambi – beribunegeri di Sengeti
2). Bungo – beribunegeri di Muaro Bungo
3). Tebo – beribunegeri di Muaro Tebo
4). Sarolangun – beribunegeri di Sarolangun Kota
5). Merangin/Bangko – beribunegeri di Kota Bangko
6). Batanghari – beribunegeri di Muara Bulian
7). Tanjung Jabung Barat – beribunegeri di Kuala Tungkal
8). Tanjung Jabung Timur – beribunegeri di Muara Sabak
9). Kerinci – beribunegeri di Sungai Penuh
Pada akhir abad ke 19, di daerah Jambi terdapat kerajaan atau Kesultanan Jambi. Pemerintahan
kerajaan ini dipimpin oleh seorang Sultan dibantu oleh Pangeran Ratu (Putra Mahkota) yang
mengepalai Rapat Dua Belas yang merupakan Badan Pemerintahan Kerajaan.
Wilayah administrasi Kerajaan Jambi meliputi daerah-daerah sebagaimana tertuang dalam adagium
adat “Pucuk Jambi Sembilan Lurah, Batangnyo Alam Rajo” yang artinya: Pucuk yaitu ulu dataran
tinggi, sembilan lurah yaitu sembilan negeri atau wilayah dan batangnya Alam Rajo yaitu daerah teras
kerajaan yang terdiri dari dua belas suku atau daerah.
Secara geografis keseluruhan daerah Kerajaan Jambi dapat dibagi atas dua bagian besar yakni:
* Daerah Huluan Jambi: meliputi Daerah Aliran Sungai tungkal Ulu, Daerah Aliran Sungai jujuhan,
Daerah Aliran Sungai Batang Tebo, Daerah Sungai Aliran Tabir, daerah Aliran Sungai Merangin dan
Pangkalan Jambu.
* Daerah Hilir Jambi : meliputi wilayah yang dibatasi oleh Tungkal Ilir, sampai Rantau Benar ke
Danau Ambat yaitu pertemuan Sungai Batang Hari dengan Batang Tembesi sampai perbatasan
dengan daerah Palembang.
* Sebelum diberlakukannya IGOB (Inlandsche Gemente Ordonantie Buitengewesten), yaitu peraturan
pemerintahan desa di luar Jawa dan Madura, di Jambi sudah dikenal pemerintahan setingkat desa
dengan nama marga atau batin yang diatur menurut Ordonansi Desa 1906. Pada ordonansi itu
ditetapkan marga dan batin diberi hak otonomi yang meliputi bidang pemerintahan umum,
pengadilan, kepolisian, dan sumber keuangan.
* Pemerintahan marga dipimpin oleh Pasirah Kepala Marga yang dibantu oleh dua orang juru tulis
dan empat orang kepala pesuruh marga. Kepala Pesuruh Marga juga memimpin pengadilan marga
yang dibantu oleh hakim agama dan sebagai penuntut umum adalah mantri marga. Di bawah
pemerintahan marga terdapat dusun atau kampung yang dikepalai oleh penghulu atau kepala dusun
atau Kepala Kampung.
* Pada masa pemerintahan Belanda tidak terdapat perubahan struktur pemerintahan di daerah Jambi.
Daerah ini merupakan salah satu karesidenan dari 10 karesidenan yang dibentuk Belanda di Sumatera
yaitu: Karesidenan Aceh, Karesidenan Tapanuli, Karesidenan Sumatera Timur, Karesidenan Riau,
Karesidenan Jambi, Karesidenan Sumatera Barat, Karesidenan Palembang, Karesidenan Bengkulu,
Karesidenan Lampung, dan Karesidenan Bangka Belitung.
* Khusus Karesidenan Jambi yang beribu kota di Jambi dalam pemerintahannya dipimpin oleh
seorang Residen yang dibantu oleh dua orang asisten residen dengan mengkoordinasikan beberapa
Onderafdeeling. Keadaan ini berlangsung sampai masuknya bala tentera Jepang ke Jambi pada tahun
1942.
* Penduduk asli Provinsi Jambi terdiri dari beberapa suku bangsa, antara lain Melayu Jambi, Batin,
Kerinci, Penghulu, Pindah, Anak Dalam (Kubu), dan Bajau. Suku bangsa yang disebutkan pertama
merupakan penduduk mayoritas dari keseluruhan penduduk Jambi, yang bermukim di sepanjang dan
sekitar pinggiran sungai Batanghari.
* Suku Kubu atau Anak Dalam dianggap sebagai suku tertua di Jambi, karena telah menetap terlebih
dahulu sebelum kedatangan suku-suku yang lain. Mereka diperkirakan merupakan keturunan prajurit-
prajurit Minangkabau yang bermaksud memperluas daerah ke Jambi. Ada sementara informasi yang
menyatakan bahwa suku ini merupakan keturunan dari percampuran suku Wedda dengan suku
Negrito, yang kemudian disebut sebagai suku Weddoid.

Suku Anak Dalam (Suku Kubu)


* Orang Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar. Sebutan “jinak” diberikan kepada
golongan yang telah dimasyarakatkan, memiliki tempat tinggal yang tetap, dan telah mengenal tata
cara pertanian. Sedangkan yang disebut “liar” adalah mereka yang masih berkeliaran di hutan-hutan
dan tidak memiliki tempat tinggal tetap, belum mengenal sistem bercocok tanam, serta komunikasi
dengan dunia luar sama sekali masih tertutup.
* Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah pedesaan dengan pola yang
mengelompok. Mereka yang hidup menetap tergabung dalam beberapa larik (kumpulan rumah
panjang beserta pekarangannya). Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa (Rio), dibantu oleh
mangku, canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa). Mereka inilah yang bertugas mengambil
keputusan yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat desa.
* Strata Sosial masyarakat di Jambi tidak mempunyai suatu konsepsi yang jelas tentang sistem
pelapisan sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu jarang bahkan tidak pernah terdengar istilah-istilah
atau gelar-gelar tertentu untuk menyebut lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka hanya
mengenal sebutan-sebutan yang “kabur” untuk menunjukkan status seseorang, seperti orang pintar,
orang kaya, orang kampung, dsb.
* Pakaian. Pada awalnya masyarakat pedesaan mengenal pakaian sehari-hari berupa kain dan baju
tanpa lengan. Akan tetapi setelah mengalami proses akulturasi dengan berbagai kebudayaan, pakaian
sehari-hari yang dikenakan kaum wanita berupa baju kurung dan selendang yang dililitkan di kepala
sebagai penutup kepala. Sedangkan kaum pria mengenakan celana setengah ruas yang
menggelembung pada bagian betisnya dan umumnya berwarna hitam, sehingga dapat leluasa bergerak
dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pakaian untuk kaum pria ini dilengkapi dengan kopiah.
* Kesenian di Provinsi Jambi yang terkenal antara lain Batanghari, Kipas perentak, Rangguk, Sekapur
sirih, Selampit delapan, Serentak Satang. Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain Upacara
Lingkaran Hidup Manusia, Kelahiran, Turun Mandi, Masa Dewasa, Perkawinan, Berusik sirih
bergurau pinang, Duduk bertuik, tegak betanyo, Ikat buatan janji semayo, Ulur antar serah terimo
pusako dan Kematian.

Filsafat Hidup Masyarakat Setempat:


1). Sepucuk jambi sembilan lurah, batangnyo alam rajo.
2). Lambang Daerah Tingkat I Provinsi Jambi, berbentuk Bidang Dasar Segi Lima, menggambarkan
lambang Jiwa dan semangat Pancasila.
3). Masjid, melambangkan Ketuhanan dan Keagamaan;
4) Keris, melambangkan kepahlawanan dan Kejuangan;
5). Gong, melambangkan jiwa musyawarah dan Demokrasi.

B. Rumah Adat

Rumah adat Jambi dinamakan Rumah Panggung dengan model kajang lako. Rumah adat tersebut
merupakan rumah tinggal yang terbagi dalam 8 ruangan. Ruangan tersebut adalah: pertama Jogan,
merupakan tempat istirahat dan menaruh air. Kedua Serambi Depan, merupakan ruangan untuk tamu
laki-laki juga ruangan untuk mengaji anak-anak lelaki. Ketiga, Serambi Dalam yang merupakan
tempat tidur bagi anak-anak lelaki. Keempat, Ameben Melintang yang merupakan kamar pengantin.
Kelima, Serambi Belakang yang merupakan kamar tidur bagi anak-anak gadis. Keenam, Laren yang
merupakan tempat menerima tamu wanita dan kegiatan anak-anak remaja putri. Ketujuh, Garang yang
merupakan ruangan untuk menumbuk padi sekaligus tempat untuk menampung air. Kedelapan adalah
dapur. Ada pula ruangan yag disebut Tengganai, yaitu ruangan yang digunakan untuk pertemuan
kaum/ninik mamak.
C. Pakaian Adat

Pria dari Jambi memakai mahkota dan kalung bersusun. Ia juga memakai pending dengan keris
terselip di depan perut serta gelang emas pada kedua belah lengan dan tangan. Baju dan celananya
bersuji dengan model yang khas dan kain songket melingkar di tengah badan.
Pakaian yang dipakai wanitanya serupa benar dengan sang pria seperti mahkota, kalung bersusun,
pending serta gelang emas pada kedua belah lengan, tangan dan kaki. Ia juga memakai baju kurung
serta kain songket. Pakaian ini dipakai untuk upacara pernikahan.

D. Tari-tarian Daerah Jambi


Sebelum jejaka melamar maka, pihak jejaka umumnya akan mengadakan pemanatuan (biasanya
oleh tante tertua dari jejaka) terlebih dahulu terhadap calon permaisuri dan besan. Jika hasilnya
sesuai dengan yang diharapkan maka keluarga jejeka dengan membawa sirih pinang, susu, kopi, gula,
tepung terigu, dan sebagainya untuk melakukan acara lamaran. Jika lamaran diterima oleh pihak gadis
(terjadi kesefahaman) maka diadakan acara “pertunangan”, untuk itu pihak jejaka/lelaki menyerahkan
(1) Pakaian sepelulusan yang berupa bahan kebaya untuk akad, dan kain bawahan, bisa berupa batik
atau songket. Terkadang juga dilengkapi selop dan dompet. (2) Cincin pengikat cincin ini hanya untuk
dipakai wanita, bukan satu pasang. Karena, tukar cincin baru akan dilakukan saat akad nikah nanti,
yang ke (3) Sirih Pinang berupa perlengkapan untuk makan sirih, berupa daun sirih, kapur sirih,
tembakau, serta pinang, yang diletakkan di tempat sirih khusus sebagai “tando” (Upacara mengantar
tando) hal ini dimaksudkan sebagai tanda bahwa sang gadis sudah punya ikatan dengan si jejaka.
a. Tari Sekapur Sirih, merupakan tari persembahan. Tari adat Jambi ini banyak persamaannya dengan
tari Melayu.
b. Tari Selampit Delapan, merupakan tari pergaulan muda-mudi dan sangat digemari di daerah Jambi.
c. Tari Rangguk, tarian Jambi yang lincah untuk menyambut tamu.
d. Skin adalah sejenis keris kecil. Sesuai dengan namanya, tari "skin" menggambarkan ketangkasan
kaum wanita dalam ulah keprajuritan. Tari ini merupakan tari kreasi yang tetap memanfaatkan
perbendaharaan gerak tari tradisi.
Tari Sekapur Sirih
E. Senjata Tradisional

Keris merupakan senjata tradisional di Jambi. Keris yang bentuknya lurus, dinamakan badik tumbuk
lada. Keris ini banyak dan terdapat dimana-mana. Hulunya terbuat dari kayu atau tanduk dan
wilayahnya lurus. Selain itu terdapat pula keris dengan wilahan yang berlekuk. Senjata lainnya adalah
tombak, pedang dan sumpit.

F. Bahasa Yang Dipakai Daerah Jambi


Jambi adalah salah satu pemakai asli Bahasa Melayu. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian
kepurbakalaan dan sejarah. Bahasa Jambi dalam arti kata bahasa-bahasa yang ada di Jambi, selain
Bahasa Indonesia, pada dasarnya juga berasal dari bahasa Melayu yang telah mengalami
perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan sesuai dengan pengaruh yang diterimanya
dari bahasa-bahasa lain. Di lain pihak bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional juga berasal dari
bahasa Melayu yang telah pula mengalami proses perkembangan dan perubahan sebab akibat dari
masuknya anasir-anasir bahasa lain. Dengan demikian bahasa Jambi dan Bahasa Indonesia
mempunyai dasar yang sama, ialah bahasa Melayu.
Dialek-dialek yang ada suatu aspek pemakain bahasa oleh setiap kelompok persukuan dalam sautu
daerah, seringkali menunjukkan adanya perbedaan yang besar secara horizontal. Dalam bahasa Jawa
misalnya, jelas ada perbedaan-perbedaan antara bahasa Jawa yang diucapkan di Purwokerto, dan
Tegal, dan Kebumen, di Surakarta atau Surabaya. Begitu pula dengan bahasa Jambi yang diucapkan
di Lingkungan daerah Kerinci berbeda dengan bahasa Jambi diucapkan di daerah Suku Anak Dalam
(Kubu), atau di Lingkungan daerah Melayu Jambi dan sebagainya. Bahasa yang berbeda secara
horizontal itulah yang kita sebut dengan istilah dialek.Dialek-dialek yang dikenal di daerah Jambi
dapat dikategorikan ke dalam beberapa macam, yaitu: dialek Suku Anak Dalam, dialek Melayu
Jambi, dialek Kerinci, dialek orang Batin, dialek Suku Pindah, Dialek orang-orang Penghulu, dan
dialek Bajau.

G. Lagu Daerah Provinsi Jambi


Batanghari
Batanghari aeknyolah tenang
Biakpun tenang deraslah ketepi
Anaklahnyo Jambi jangan lah di kenang
Siang tebayang bamimpi malam lah bamimpi
Anaklah Jambi jangan lah di kenang
Siang tebayang bamimpi malam lah bamimpi

Jalanlah jalan ke Ojong Jabong


Singgah sebentar di Penyaguan
Oy rindu dan dendam dik oy idaklah tetanggong
Budi setitik kenang jadilah kenangan
Rindu dan dendam dik oy idaklah tetanggong
Budi setitik kenang jadilah kenangan
Pegi besantai ke Tanggo Rajo
Nampaklah jelas Jambi Seberang
Maulah ku pinang dek oy apolah kan dayo
Sudahlah nasib orang diambeklah orang
Maulah ku pinang dek oy apolah kan dayo
Sudahlah nasib orang diambeklah orang

Batanghari kebanggaan Jambi


Sungai tepanjang sebatas negeri
Pojoklahnyo hati dek oy bawaklah menari
Mari berjoget lagu si Batang Hari
Pojoklah hati dek oy bawaklah menari
Mari berjoget lagu si Batang Hari
H. Prosesi Pernikahan Adat Jambi

1.Tahap Meminang/Melamar
Sebelum jejaka melamar maka, pihak jejaka umumnya akan mengadakan pemanatuan (biasanya
oleh tante tertua dari jejaka) terlebih dahulu terhadap calon permaisuri dan besan. Jika hasilnya
sesuai dengan yang diharapkan maka keluarga jejeka dengan membawa sirih pinang, susu, kopi, gula,
tepung terigu, dan sebagainya untuk melakukan acara lamaran. Jika lamaran diterima oleh pihak gadis
(terjadi kesefahaman) maka diadakan acara “pertunangan”, untuk itu pihak jejaka/lelaki menyerahkan
(1) Pakaian sepelulusan yang berupa bahan kebaya untuk akad, dan kain bawahan, bisa berupa batik
atau songket. Terkadang juga dilengkapi selop dan dompet. (2) Cincin pengikat cincin ini hanya untuk
dipakai wanita, bukan satu pasang. Karena, tukar cincin baru akan dilakukan saat akad nikah nanti,
yang ke (3) Sirih Pinang berupa perlengkapan untuk makan sirih, berupa daun sirih, kapur sirih,
tembakau, serta pinang, yang diletakkan di tempat sirih khusus sebagai “tando” (Upacara mengantar
tando) hal ini dimaksudkan sebagai tanda bahwa sang gadis sudah punya ikatan dengan si jejaka.
Prosesi lamaran biasanya berupa seloko-seloko (seperti berbalas pantun) antar wakil keluarga terlebih
dahulu, yang kira-kira isinya adalah menanyakan maksud dan tujuan keluarga laki laki bertamu ke
keluarga wanita. Setelah itu, prosesi lamaran itu sendiri, berupa pemasangan cincin ke calon
pengantin wanitanya. Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama. Setelah selesai makan,
maka dilakukan perundingan keluarga inti, dimana membicarakan tentang kelanjutan lamaran tadi,
berupa, pembicaraan tanggal, adat dll. Pembicaraan yang dilakukan antara lain: Tanggal pernikahan.
Apakah upacara pernikahan akan dilaksanakan sepanen jagung (3 bulan) sepanen padi (6 bulan) atau
yang lain Adat yang digunakan. Apakah menggunakan pure adat jambi, atau ada campurannya lalu
Seserahan. Apa saja hantaran yang akan diberikan keluarga laki laki. Uang adat uang adat disini ada
2, yaitu uang adat, dan uang selemak semanis. Klo uang adat, biasanya kecil, berkisar 50-100 ribu
saja, nah, uang selemak semanis ini yang cukup besar, disesuaikan dgn kemampuan keluarga laki laki.
Uang selemak semanis ini, merupakan urunan atau membantu belanja untuk acara resepsi pernikahan
nanti.

2.Persiapan Pernikahan
Dua malam menjelang hari “H”, masing-masing calon mempelai mempersiapkan diri untuk mengikuti
prosesi malam batangas, yaitu semacam mandi uap hal ini dimaksudkan untuk mengurangi keluarnya
keringat pada upacara hari “H” nanti, selain itu juga calon mempelai wanita menjalani malam berinai,
memeriahkan kuku-kukunya dengan daun pacar.

3.Upacara Pernikahan
Umumnya berlangsung dikediaman wanita, diawali dengan penjemputan CMP (Calon Mempelai
Pria) kerumahnya, CMP disertai ortu, keluarga dan kerabat menuju rumah CMW (Calon Mempelai
Wanita) dengan iringan rebana dan pencak silat. Sesampainya dirumah CMW, mereka ditaburi
beras kuning kemudian CMP dipersilahkan duduk diatas kasur kecil/kain permadani untuk persiapan
menghadap penghulu. Sebelum prosesi Akad Nikah, CMW akan menunjukkan kemahirannya
membaca Al-Qur’an.5

4.Upacara Serah Terima Penganten


Dilaksanakan setelah Ijab Kabul, dengan diawali dengan datangnya beberapa utusan nenek mamak
pihak si gadis dengan membawa berbagai barang ketempat mempelai pria, lalu dengan iringan musik
rabana dan kompangan (alat musik khas Jambi) pengantin pria diarak menuju kediaman pengantin
wanita, dengan di dampingi nenek mamak-nya menuju kamar pengantin wanita, pada saat itulah
dicegat oleh keluarga pihak pengantin wanita (tahapan ini disebut membuka lanse) sehingga
terjadilah dialog secara spontan namun penuh dengan petatah-petitih yang mempunya makna yang
sakral, setelah proses itu barulah kedua pengantin disandingkan diatas putro ratno / pelaminan.

5.Lamaran
Lamaran ini di Jambi, disebut sebagai anter tando. Sebelum diadakan acara lamaran, biasanya akan
ada utusan dari pihak laki laki, yg akan bertanya, ataupun bersilahturahmi ke keluarga wanita. Utusan
ini akan mencari tau, apakah wanita nya sudah ada yg melamar. Setelah itu, baru akan dilakukan
prosesi lamaran.
Lamaran ini biasanya dihadiri tuo tengganai dari kedua belah pihak keluarga. Pada saat lamaran,
keluarga laki laki akan membawa syarat adat, diantaranya:
 Cincin pengikat. Cincin ini hanya untuk dipakai wanita, bukan satu pasang. Karena, tukar
cincin baru akan dilakukan saat akad nikah nanti.
 Pakaian sepelulusan. Berupa bahan kebaya untuk akad, dan kain bawahan, bisa berupa batik
atau songket. Terkadang juga dilengkapi selop dan dompet.
 Sirih Pinang. Berupa perlengkapan untuk makan sirih, berupa daun sirih, kapur sirih,
tembakau, serta pinang, yang diletakkan di tempat sirih khusus.

Prosesi lamaran biasanya berupa seloko seloko (seperti berbalas pantun) antar wakil keluarga terlebih
dahulu, yang kira2 isinya adalah menanyakan maksud dan tujuan keluarga laki laki bertamu ke
keluarga wanita. Setelah itu, prosesi lamaran itu sendiri, berupa pemasangan cincin ke calon
pengantin wanitanya. Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama. Setelah selesai makan,
maka dilakukan perundingan keluarga inti, dimana membicarakan tentang kelanjutan lamaran tadi,
berupa, pembicaraan tanggal, adat dll.
Pembicaraan yang dilakukan antara lain:
• Tanggal pernikahan. Apakah upacara pernikahan akan dilaksanakan sepanen jagung (3 bulan)
sepanen padi (6 bulan) atau yang lain
• Adat yang digunakan. Apakah menggunakan pure adat jambi, atau ada campurannya.
• Seserahan. Apa saja hantaran yang akan diberikan keluarga laki laki.
• Uang adat. Uang adat disini ada 2, yaitu uang adat, dan uang selemak semanis. Klo uang adat,
biasanya kecil, berkisar 50-100 ribu saja, nah, uang
selemak semanis ini yang cukup besar, disesuaikan dgn kemampuan keluarga laki laki. Uang selemak
semanis ini, merupakan urunan atau membantu belanja untuk acara resepsi pernikahan nanti.
I. Makanan Tradisional Khas Jambi
1. Tempoyak

Tempoyak adalah masakan yang berasal dari buah durian yang difermentasi. Tempoyak merupakan
makanan yang biasanya dikonsumsi sebagai lauk teman nasi. Tempoyak juga dapat dimakan langsung
(hal ini jarang sekali dilakukan, karena banyak yang tidak tahan dengan keasamandan aroma dari
tempoyak itu sendiri).

2. Gulai Tepek Ikan

Gulai Tepek Ikan yang berbahan dasar ikan gabus ini merupakan makanan bersejarah dan hanya
dihidangkan pada momen penting, seperti perkawinan, kenduri, acara adat dan jamuan menyambut
tamu istimewa. dan selain gulai tepek ikan ini jambi juga memiliki tempoyak sebagai kuliner khas
yang lain.

3. Sup Tulang

Sup tulang ini, kuahnya bening dan ditaburi daun bawang serta bawang goreng. Daging sapinya
empuk dan terasa lezat, sebenarnya mirip sup iga. lama merebus daging kira-kira 4-5 jam, makanya
daging bisa terasa empuk.Sop Tulang ini sangat mantap kali disantap dengan nasi putih
diwaktumengalami hujan lebat.

4. Nasi Gemuk
Sama seperti nasi uduk bahan dasaruntuk membuat nasi gemuk adalah beras, santan, daun pandan,
daun salam, dan daun jeruk serta beberapa rempah-rempah lainnya. Pada dasarnya sama dengan
bahan dasar dari nasi uduk hanya saja sedikit perbedan ada pada pelengkapnya saja. Nah sobat
demikian tulisan saya tentang Makanan Khas Provinsi Jambi Semoga bisa menambah pengetahuan
kita tentang khazanah tanah air kita tercinta, Indonesia terutama Makanan Khas Provinsi Jambi

J. Alat Musik Tradisional Daerah Jambi


1. Serangko
Serangko adalah sejenis alat musik tiup yang terbuat dari tanduk kerbau. Panjang alat musik Serangko
ini mencapai 1 meter - 1,5 meter. Pada zaman dahulu alat musik Serangko ini digunakan oleh
komandan perang untuk memberikan komando. Selain fungsi itu, Serangko juga digunakan untuk
pemberitahuan ketika ada musibah kematian yang menimpa salah satu masyarakat di Jambi.

2. Gangor / Cangor
Gangor Cangor merupakan alat musik tradisional Jambi yang terbuat dari bambu. Cangor merupakan
alat musik sitar tabung, termasuk kelompok alat musik idio-kordofon. Alat musik ini biasanya
dimainkan sebagai pelepas lelah bagi petani ketika sedang istirahat. Cangor banyak ditemukan di
Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo dan Kerinci.

Cangor
3. Puput Kayu
Jika di Sumatera Barat kita mengenal alat musik Puput Serunai, di Jambi ada yang namanya Puput
Kayu. Puput Kayu ini adalah sejenis alat musik tradisional Jambi yang terbuat dari kayu. Alat musik
Puput Kayu tergolong alat musik tiup. Puput Kayu ini sejenis serunai yang dilengkapi lidah-lidah
sebagai alat bantu tiup, pada badan puput kayu terdapat tujuh lubang nada. Puput kayu dimainkan
sebagai pelengkap alat kesenian pada saat mengiringi lagu dan tarian tradisional Jambi.
Puput Kayu
4. Gendang Melayu Jambi
Gendang Melayu Jambi memiliki karakteristik bentuk maupun bunyi yang khas dibandingkan dengan
gendang dari daerah lainnya. Gendang Melayu Jambi terbuat dari bongkot kelapa dan kulit binatang
ternak seperti kambing.
Jalinan rotan berfungsi untuk mengencangkan kulit gendang tersebut. Gendang dimainkan dengan
cara dipukul menggunakan kedua tangan sambil dipeluk dalam posisi duduk. Agar bunyinya lebih
nyaring pada lingkaran kulit bagian dalam dipasak dengan menggunakan
rotan bulat disebut sentung. Diprovinsi Jambi gendang ini lazimnya digunakan untuk polaritme lagu-
lagu daerah serta pengiring tari,serta lagu-lagu melayu Jambi lainnya.

5. Gambus Jambi
Gambus adalah alat musik petik seperti mandolin yang berasal dari Timur Tengah. Paling sedikit
gambus dipasangi 3 senar sampai paling banyak 12 senar. Gambus dimainkan sambil
diiringi gendang. Sebuah orkes memakai alat musik utama berupa gambus dinamakan orkes
gambus atau disebut gambus saja. Di Jambi kita dapat menemukan alat musik Gambus ini.

6. Sekdu
Sekdu adalat Instrumen atau alat musik tradisional Jambi yang dimainkan dengan cara ditiup dan
dibuat dari bambu dengan diamater 1,5 cm. Namun dibagian peniupnya terbuat dari kayu yang
biasanya disebut dengan klep peniup. Nada yang dihasilkan oleh Sekdu ini hanya terdiri dari nada do,
re, mi, sol dan la, sehingga Sekdu ini disebut alat musik pentatonis atau selendro. Sekdu biasanya
digunakan oleh masyarakat melayu tua dalam acara-acara upacara adat.
7. Kelintang Kayu
Di Jambi kita juga dapat menemui alat musik yang disebut Kelintang Kayu.
Kelintang kayu juga termasuk alat musik tradisional Jambi yang terbuat dari potongan-
potongan kayu yang dimainkan dengan cara dipukul.

Kelintang Kayu
Tari Sekapur Sirih Dari Jambi

Anda mungkin juga menyukai