Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN DASAR TEKNIK PANGAN

ACARA III
TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

Disusun Oleh:
Kelompok 2

1. Maria Rina D. I (H3115043)


2. Piwan Surya B. (H3115054)
3. Rahmita Devi M. (H3115058)
4. Wike Widyowati (H3115071)
5. Zulfadin Hanafiah (H3115075)

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
ACARA III
TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

A. Tujuan
Tujuan praktikum transfer massa uap air selama pengeringan adalah
1. Memahami prinsip transfer massa uap air selama pengeringan
2. Mengetahui laju transfer massa uap air selama pengeringan
3. Mengetahui pengaruh bentuk dan ukuran bahan terhadap laju transfer massa
uap air selama pengeringan
B. Tinjauan Pustaka
Alat pengering matahari telah diajukan untuk memanfaatkan gratis, yang
dapat diperbaharui dan bukan mengotori daya mencari sumber disediakan oleh
matahari. Alat pengering matahari dapat menjadi satu mengubah orang pribumi ke
matahari omong kosong dan buka cara pengeringan, terutama di lokasi dengan
sinar matahari bajik selama musim panen. Pengantar dengan alat pengering
matahari di negara perkembangan dapat mengurangi kehilangan hulu cemeti dan
meningkatkan mutu dari produk dikeringkan berpengaruh significant
membandingkan dengan pengeringan tradisional kiat. Sistem pengeringan matahari
dengan baik didisain agar menjumpai pengeringan tertentu tentang quirements dari
hulu cemeti spesifik dan untuk memberikan kinerja kepuasan dengan hormat ke
kebutuhan daya. Peningkatan dari perilaku dengan alat pengering matahari melalui
pembahasan teoritis (Tulek, 2011).
Alat Cabinet dryer merupakan salah satu alat pengering bahan pangan.
Prinsipnya adalah menghilangkan kelembaban bahan menjadi bahan kering. Alat
ini menguapkan kadar air dalam bahan sehingga berat bahan berkurang karena
kadar air banyak yang hilang. Kadar air yang menguap inilah yang membuat bahan
menjadi kering (Winarno, 1992).
Prinsip alat kerja ini adalah menurunkan kadar air dalam bahan dengan
mengalirkan panas dari elemen (yang mengubah dari energi listrik menjadi kalor)
dengan udara sebagai mediumnya. Skala komersial industri pangan, oven elektrik
ditetapkan pada kecepatan 2, 45 x 10 rps. Pemanasan didapat dari pergerakan
partikel yang disebabkan oleh arus bolak – balik. Selain itu sering digunakan
sebagai alat pengeringan untuk keperluan laboratorium karena bias dipakai untuk
metode penelitian kelembaban dari beberapa material yang berbeda
(Kumar, 2002).
Cabinet dryer adalah terdiri dari satu ruang atau cabinet yang di dalamnya
tersusun atas rak - rak yang digunakan untuk tempat meletakkan bahan yang akan
dikeringkan. Alat ini dilengkapi dengan fan atau pemanas uap (steamheater). Bahan
yang akan dikeringkan, diletakkan diatas rak - rak yang dapat diambil dan dipasang
kembali. Udara pengering disirkulasikan dan mengalir paralel atau sejajar dengan
permukaan rak (Pitts and Sissom, 1999).
Pengeringan adalah proses reduksi volume yang disebabkan kehilangan air
selama proses pengeringan. Jika jumlah bahan kongkret bebas, tanpa tekanan dan
renggangan, massa kongkret bahan tidak akan hilang berlebihan dalam mesin
pengeringan terstuktur. Bagaimanapun juga, konsentrasi dari massa kongkret juga
menentukan jumlah kehilangan air selama proses berlangsung (Ahmad, 2010).
Proses pengeringan adalah proses kompleks termasuk dipengaruhi oleh
masing – masing kapasitas panas spesifik, massa dan transportasi momentum. Ini
adalah proses yang seringkali mengambil sari air dan menghamburkannya ke dalam
permukaan udara sekitar dan terkadang dalam keadaan vakum tapi normal yang
berarti membawa fluida melalui objek. Proses ini mempunyai aplikasi bervariasi
dalam bidang industri misalnya pengeringan kayu, atau dalam industri pangan
(Haghi et al., 2008).
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan panas alami
maupun panas buatan. Panas alam yang biasa digunakan pada proses pengeringan
ini, ialah dengan menggunakan panas matahari, misalnya dalam pembuatan sale
pisang, sale kesemek,atau kurma yang didatangkan dari Negara padang pasir.
Pengeringan dengan menggunakan panas buatan ialah dengan alat pengering yang
khusus dibuat untuk maksud tersebut. Pengeringan pada dasarnya bertujuan untuk
mengeluarkan air dengan cara sedemikian rupa, sampai mencapai kadar air
tertentu. Dengan sangat terbatasnya kadar air, akan menyebabkan enzim-enzim
tidak aktif dan atau mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Untuk berhasilnya suatu
usaha pengawetan hasil pertanian dengan cara pengeringan, haruslah diperhatikan
berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi keadaan bahan makanan yang akan
dikeringkan, udara disekelilingnya, terutama dalam pemilihan jenis, kondisi bahan,
serta tingkat kematangan yang tepat (Hudaya dan Daradjat, 1980).
Proses pengeringan pada umumnya terdiri dari dua periode utama yaitu
periode laju pengeringan tetap (constant rate period) dan periode laju pengeringan
menurun (falling rate period). Pemahaman akan hal ini akan lebih mudah bila
melihat kurva dari grafik hubungan kadar air dan laju pengeringan selama proses
pengeringan. Menurut penelitian sebelum periode laju pengeringan tetap, terjadi
periode pemanasan (warming-up period), laju pada saat itu pengeringan
meningkat. Periode laju pengeringan tetap terjadi sampai air bebas di permukaan
bahan telah hilang dan kemudian laju pengeluaran air semakin berkurang. Kadar
air pada saat laju pengeringan berubah dari laju pengeringan tetap ke laju
pengeringan menurun disebut titik kritis (critical point). Laju pengeringan tetap
terjadi pada awal proses pengeringan produk biologi dengan kadar air lebih dari
70% basis basah. Laju pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu perpindahan
air dari dalam bahan ke permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan bahan
ke udara di sekitarnya. Semakin besar luas permukaan yang dikeringkan dan
semakin besar selisih tekanan uap air permukaan dan udara maka laju pengeringan
semakin cepat (Harianto dkk., 2008).
Pada proses pengeringan, panas dibutuhkan untuk menguapkan air yang
terkandung dalam bahan pangan dan udara yang mengalir diperlukan untuk
membawa uap air hasil pengeringan yang berada disekitar bahan agar relative
humidity udara pengering tetap terjaga rendah. Relative humidity udara sekitar
yang rendah menyebabkan transfer panas dan massa. Oleh karena itu semakin
tinggi laju udara pengering, maka proses pengeringan akan berjalan lebih cepat
(Figiarto, 2012).
Pada saat suhu ruang pengering konstan, tekanan ruang pengering yang lebih
rendah akan mempercepat laju pindah massa air dari permukaan bahanke udara
ruang pengering. Perpindahan massa air terjadi karena perbedaan tekanan uap di
permukaan bahan dengan ruang pengering. Jika perbedaan tersebut semakin besar
maka laju pengering akan semakin cepat (Irawati, 2008).
Penetapan kandungan air dapat dilakukan berbagai cara tergantung pada sifat
bahannya. Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam
oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan.
Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
diuapkan (Winarno, 1992).
Hubungan ini menyatakan bahwa perubahan energi internal suatu sistem
sama dengan kalor yang diserap dikurangi usaha luar yang dilakukan sistem. Bila
tidak ada usaha yang dilakukan perubahan energi internal suatu bahan sama dengan
kalor yang diserap. Hasil ini diapakai pada proses dengan volume atau massa
konstan (Marcello, 1994).
Objek primer dalam rancangan kalor pada perpindahan panas adalah untuk
menentukan kebutuhan luasan penampang untuk menstransferkan panas dengan
memberikan suhu fluida dan sekitarnya. Hal ini difasilitasi oleh koefisien kalor,
usaha yang merupakan pokok dasar dalam transfer kalor. Dengan catatan bahwa
penggunaan suhu diperoleh dari rata-rata transfer kalor (Pitts, 1999).
Pada transfer kalor terdapat hubungan antara kalor dengan perubahan suhu
kalor spesifik. Kesederhanaan luar biasa di alam yang dapat digambarkan dalam
bentuk: Q= m.c.(T1-T2) dengan c adalah besaran karakteristik material yang
disebut dengan kalor spesifik. Harga c bergantung pada beberapa variabel, suhu
(dan juga pada tekanan), tetapi untuk perubahan suhu yang tidak terlalu besar, c
sering dapat ditetapkan berharga konstan (Giancoli, 1997).
Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian yaitu (1) panas
harus diberikan pada bahan, dan (2) air harus dikeluarkan dari bahan. Dua
fenomena ini menyangkut pindah panas ke dalam dan pindah massa ke luar.
Perpindahan panas dalam proses pengeringan dapat terjadi melalui dua cara yaitu
pengeringan langsung dan pengeringan tidak langsung. Pengeringan langsung yaitu
sumber panas berhubungan dengan bahan yang dikeringkan, sedangkan
pengeringan tidak langsung yaitu panas dari sumber panas dilewatkan melalui
permukaan benda padat (conventer) dan konventer tersebut yang berhubungan
dengan bahan pangan (Supriyono, 2001).
Singkong merupakan makanan pokok bagi daerah pedesaan maupun
perkotaan dan dalam beberapa tahun terakhir telah berubah dari menjadi tanaman
subsisten ke tanaman komersial industri. Penggunaan Pati kini jauh melampaui
desain aslinya sebagai sumber energi biologis. Hampir setiap industri yang ada
menggunakan pati atau turunannya dalam satu bentuk atau lain. Dalam makanan
dan farmasi pati digunakan untuk mempengaruhi atau mengendalikan karakteristik
seperti tekstur, kelembaban, konsistensi dan stabilitas rak. Hal ini dapat digunakan
untuk mengikat atau hancur, untuk memperluas atau densify, untuk mengklarifikasi
atau opacify, untuk menarik kelembaban atau menghambat kelembaban, untuk
menghasilkan tekstur halus atau tekstur lembek, pelapis lembut atau pelapis renyah.
Hal ini dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi atau untuk membentuk film
tahan minyak. Pati benar-benar berfungsi sebagai bahan multifungsi dalam industri
makanan. Subyek bab ini lebih spesifik daripada yang tersirat oleh judul. Transfer
massa terjadi setiap kali aliran fluida, yaitu, beberapa massa dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain (Akpa and Dagde, 2012).
Berdasarkan sifat fisik dan kimia, ubi kayu merupakan umbi atau akar pohon
yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm,
tergantung dari jenis ubi kayu yang ditanam. Sifat fisik dan kimia ubi kayu sangat
penting artinya untuk pengembangan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Karakterisasi sifat fisik dan kimia ubi kayu ditentukan olah sifat pati sebagai
komponen utama dari ubi kayu. Ubi kayu tidak memiliki periode matang yang jelas
karena ubinya terus membesar. Akibatnya, periode panen dapat beragam sehingga
dihasilkan ubi kayu yang memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda – beda. Sifat
fisik dan kimia pati seperti bentuk dan ukuran granula, kandungan amilosa dan
kandungan komponen non pati sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi
tempat tumbuh dan umur tanaman (Susilawati dkk., 2008).

C. Metodologi
1. Alat
a. Pisau
b. Baskom
c. Timbangan analitik
d. Cabinet dryer
e. Parut
f. Ubi kayu
g. Singkong
2. Cara Kerja

Singkong dan ubi kayu

Pengupasan

Penimbangan 150 gram setiap bahan

Pengirisan tipis Pemotongan dadu Pemarutan

Peletakan di atas rak pengering

Pengeringan dengan cabinet dryer (±


60˚C) selama 3 jam

Penimbangan bahan setiap 3 jam

Penentuan laju transfer massa uap


air selama pengeringan
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3.1 Hasil Transfer Masaa Uap Air Selama Pengeringan
Jumlah air yang diuapkan Laju transfer massa uap air
(gr H2O) (gr H2O)
Kel Sampel Perlakuan
0,5 1 1,5 2 0,5 1 1,5 2
jam jam jam jam jam jam jam jam
43, 39, 23,0
1 Singkong Iris tipis 34,6 20,8 87 39,8 10,4
5 8 6
Potong 26, 22, 14,9
2 Singkong 22,4 23 53 22,1 11,5
dadu 5 1 3
79, 14, 158,
3 Singkong Parut 25,5 14,5 14,4 17 7,25
3 4 6
63, 56, 127, 22,8
4 Ubi kayu Iris tipis 34,3 19,1 56,7 9,55
6 7 2 6
Potong 26, 23, 17,8
5 Ubi kayu 26,8 16,9 53,8 23,7 8,45
dadu 9 7 6
23, 13,5 10,0
6 Ubi kayu Parut 32 20,3 20,1 46,4 32
2 3 5
57, 50. 115, 26,2 11,0
7 Singkong Iris tipis 39,4 22,1 50,9
9 9 8 6 5
Sumber: Laporan sementara

Pengeringan adalah proses transfer panas dan massa untuk


menghilangkan kelembaban dengan cara penguapan. Ini melalui sebuah
penyilangan atau multidimensi area karana hal ini meliputi kombinasi optimal
dari transfer massa dan panas. Tujuan dari pengeringan bukan hanya untuk
menyediakan panas dan menghilangkan kelembaban, tapi untuk memproduksi
sebuah produk hasil pengeringan yang berdasarkan kualitas (Kumar, 2012).
Alat Cabinet Dryer merupakan salah satu alat pengering bahan pangan.
Prinsipnya adalah menghilangkan kelembaban bahan menjadi bahan kering.
Alat ini menguapkan kadar air dalam bahan sehingga berat bahan berkurang
karena kadar air banyak yang hilang. Kadar air yang menguap inilah yang
membuat bahan menjadi kering (Sumarni, 2010).
Pada proses pengeringan, panas dibutuhkan untuk menguapkan air yang
terkandung dalam bahan pangan dan udara yang mengalir diperlukan untuk
membawa uap air hasil pengeringan yang berada disekitar bahan agar relative
humidity udara pengering tetap terjaga rendah. Relative humidity udara sekitar
yang rendah menyebabkan transfer panas dan massa. Oleh karena itu semakin
tinggi laju udara pengering, maka proses pengeringan akan berjalan lebih cepat
(Figiarto dkk, 2012).
Pada saat suhu ruang pengering konstan, tekanan ruang pengering yang
lebih rendah akan mempercepat laju pindah massa air dari permukaan bahanke
udara ruang pengering. Perpindahan massa air terjadi karena perbedaan tekanan
uap di permukaan bahan dengan ruang pengering. Jika perbedaan tersebut
semakin besar maka laju pengering akan semakin cepat (Irawati dkk, 2008).
Prinsip alat kerja ini adalah menurunkan kadar air dalam bahan dengan
mengalirkan panas dari elemen (yang mengubah dari energi listrik menjadi
kalor) dengan udara sebagai mediumnya. Skala komersial industri pangan, oven
elektrik ditetapkan pada kecepatan 2, 45 x 10 rps. Pemanasan didapat dari
pergerakan partikel yang disebabkan oleh arus bolak – balik. Selain itu sering
digunakan sebagai alat pengeringan untuk keperluan laboratorium karena biasa
dipakai untuk metode penelitian kelembaban dari beberapa material yang
berbeda (Kumar, 2002).
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses transfer panas
dan transfer massa. Proses dalam pengeringan ada dua macam yaitu proses
pemindahan panas dari udara kering ke bahan yang dikeringkan dan proses
pemindahan massa baik air maupun uap air dari bahan yang ke permukaan
bahan yang dikeringkan dengan diikuti perpindahan uap air dari permukaan
bahan ke dalam ruangan pengering (Saputra, 2006).
Prinsip pengeringan adalah mengeluarkan air dari bahan sampai
tercapai kadar air yang aman untuk disimpan. Sementara tujuan utama
pengeringan adalah untuk mencegah kerusakan. Beberapa keuntungan
melakukan pengeringan adalah meningkatkan daya simpan, mempertahankan
viabilitas benih, menambah nilai ekonomis, memudahkan pengolahan lebih
lanjut, serta memudahkan dan mengurangi biaya transportasi. Berdasarkan
sumber energinya, pengeringan pada bahan dapat dibedakan menjadi
pengeringan alami dan pengeringan buatan (Giancoli, 1997).
Transfer massa uap air merupakan panas, kecuali mengalir dari suatu
benda yang suhunya lebih tinggi ke benda lain yang suhunya lebih rendah
apabila keduanya disinggungkan satu sama lain, juga mengalir dari bagian
suatu benda yang suhunya lebih rendah. Aliran panas demikian merupakan
transfer atau pindahan tenaga kinetik getaran dari satu atom ke atom lain di
sebelahnya melalui tumbukan (Martini, 2011).
Laju transfer uap air merupakan banyaknya gram air yang diuapkan oleh
suatu bahan dalam waktu tertentu. Laju transfer massa uap air dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kadar air bahan, suhu pengeringan, ketebalan bahan, dan
porositas bahan. Semakin tinggi kadar air dan ketebalan yang terdapat pada
bahan, semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk menguapkannya.
Sementara itu, semakin tinggi suhu pengeringan, maka semakin cepat laju
transfer uap air pada bahan. Porositas bahan memiliki pengertian ukuran
kekosongan suatu material dan merupakan bagian dari volume void atas volume
total (Catrawedarma, 2008)
Berdasarkan Tabel 3.1, hasil dari kelompok 2 yaitu sampel singkong
dengan perlakuan diiris dadu diperoleh berat awal sebelum dilakukan
pengeringan yakni sebesar 300 gram. Jumlah air yang diuapkan selama 0,5 jam;
1 jam; 1,5 jam dan 2 jam secara berturut-turut adalah sebesar 26, 5 g H2O ; 22,
1 g H2O; 22, 4 g H2O; dan 23 g H2O, dan laju transfer masa uap air selama 0,5
jam; 1 jam; 1,5 jam dan 2 jam secara berturut-turut yaitu sebesar 53 g H2O/jam;
22, 1 g H2O/jam; 14, 93 g H2O/jam dan 11, 5 g H2O/Jam. Terjadi
penyimpangan disini, seharusnya semakin lama waktu pemanasan maka jumlah
air yang diuapkan semakin berkurang. Akan tetapi pada sampel kelompok 2,
jumlah air yang diuapkan menaik sari 1 jam menuju 2 jam. Menurut Maniah
(2013), proses pengeringan dipengaruhi oleh kondisi udara pengering, sifat
internal bahan dan sistem pengeringan yang diterapkan. Kinetika pengeringan
dikendalikan oleh besarnya konstanta pengeringan dalam sistem atau model
pengeringan lapis tipis (thin layer drying) yang tergantung pada laju alir udara
pengering, difusivitas air di dalam bahan, kondisi udara pengering, struktur
mikro pori-pori bahan, serta kadar air dan ketebalan bahan.

Ubi kayu

Grafik 3. 1 Hubungan Laju Transfer Massa Uap Air dengan Waktu

Perpindahan panas dan perpindahan massa yang terjadi selama proses


pengeringan merupakan proses yang sangat kompleks karena banyaknya faktor
yang dapat mempengaruhi proses tersebut. Selama proses pengeringan, tidak
hanya perpindahan panas yang terjadi tetapi juga adanya penambahan uap air
ke udara. Penambahan uap air dari bahan ke udara ini disebabkan oleh
perbedaan tekanan uap dimana proses pengeringan terjadi dengan cara
penguapan air. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara
melalui aliran udara panas atau udara bertekanan sehingga tekanan uap air
bahan lebih besar dari tekanan uap air udara (Pamungkas, 2008).
Berdasarkan Grafik 3.1 Hubungan Laju Transfer Massa Uap Air
dengan waktu menggunakan sampel singkong dan ubi kayu dengan masing –
masing sampel diberi perlakuan diiris tipis, di parut dan dipotong dadu, maka
didapatkan hasil bahwa pada semua sampel mengalami penurunan laju transfer
massa uap air terhadap waktu pengeringan setiap 4 kali pengamatan yaitu
selama 0, 5 jam; 1 jam; 1, 5 jam; dan 2 jam. Jadi, semakin lama waktu
pengeringan maka semakin banyak kadar air bahan yang berkurang sehingga
menyebabkan bahan menyusut dan menjadi lebih ringan. Berdasarkan teori
Tahir dan Wahyu (2010), menyatakan bahwa laju pengeringan bervariasi sesuai
dengan jenis bahan yang dikeringkan dan jenis proses pengeringan yang
digunakan. Secara umum proses pengeringan terbagi dalam dua periode
meliputi periode laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun.
Laju pengeringan tetap berlangsung selama masih terdapat kandungan air pada
permukaan bebas. Selanjutnya perubahan dari laju pengeringan yang tetap
kelaju pengeringan yang menurun terjadi pada berbagai tingkat kandungan air
yang berbeda untuk berbagai bahan pangan. Perubahan dari laju pengeringan
tetap terjadi pada suatu kandungan air dalam keseimbangan dengan udara, yaitu
pada kelembaban relatif 58-65%. Laju pengeringan tetap berkurang pada awal
proses pengeringan produk biologis dengan kadar air awal lebih besar dari 70
%bb, dan merupakan fungsi dari suhu, kelembaban serta kecepatan aliran udara
pengering.
Grafik laju transfer massa uap air yang digambarkan dengan massa air
yang diuapkan (y) dengan waktu (x) antara ubi kayu dan singkong dengan
perlakuan diiris tipis, diiris dadu, dan diparut menunjukkan bahwa terjadi
perbedaan yang cukup signifikan pada sampel. Sampel ubi kayu yang diiris
tipis, ubi kayu diiris tipis, ubi kayu diparut, ubi kayu dipotong dadu, ubi kayu
diiris tipis, dan singkong yang di parut menunjukaan penurunan laju transfer
massa uap air yang cukup signifikan selama pemanasan 1 jam dibandingkan
dengan sampel singkong dipotong dadu dan singkong diiris tipis. Tetapi dari
keseluruhan hasil grafik, didapat bahwa semua sampel mengalami penurunan
laju transfer massa air. Urutan sampel yang paling cepat mengalami penurunan
kadar air Sampel ubi kayu yang diiris tipis, ubi kayu diiris tipis, ubi kayu
diparut, ubi kayu dipotong dadu, ubi kayu diiris tipis, dan singkong yang di
parut singkong dipotong dadu dan singkong diiris tipis.
Seharusnya sampel dengan perlakuan yang diparut lebih cepat
mengering daripada sampel dengan perlakuan dirajang. Laju transfer massa uap
air ubi kayu parut seharusnya lebih besar daripada laju transfer massa uap air
ubi rajang. Karena kandungan air yang dikeluarkan pada waktu t= 0 lebih
banyak ubi parut daripada ubi rajang. Hal ini dijelaskan pada teori berikut ini:
bergantung dari produk yang dikeringkan, produk pangan yang tidak
higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode laju pengeringan menurun,
sedangkan produk pangan higroskopis memiliki dua periode laju pengeringan
menurun (Dwika dkk, 2012).
Berdasarkan teori Dwika dkk (2012), maka metode pengeringan yang
lebih baik adalah dengan diparut atau membuat luas permukaan dan kadar
airnya menjadi lebih banyak karena dengan metode tersebut kadar air dalam
bahan dapat menguap lebih cepat terutama pada bahan yang higroskopis atau
mudah menyerap air. Atau dengan kata lain, bahan yang diparut akan
mengakibatkan kandungan air didalamnya keluar lebih banyak, sehingga lebih
cepat diuapkan. Sedangkan sebaliknya, bahan yang hanya dirajang
mengakibatkan kandungan air di dalamnya hanya keluar sedikit, jadi
penguapan airnya pun lebih lama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air adalah
kadar air bahan, suhu pengeringan, ketebalan bahan dan porositas bahan. Jika
kadar air dalam bahan yang dikeringkan lebih banyak maka laju transfernya
semakin lambat. Suhu pengeringan yang tinggi akan mempercepat laju transfer
massa uap air. Semakin lama waktu pengeringan, air yang diuapkan juga
semakin besar. Ketebalan bahan sangatlah berpengaruh terhadap laju transfer,
karena semakin tebal bahan maka laju transfernya akan semakin lambat dan hal
ini berlaku sebaliknya (Martini, 2011).
E. Kesimpulan
Dari praktikum acara 3 Transfer Massa Uap Air Selama Pengeringan
yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air suatu bahan hingga
mencapai jumlah tertentu.
2. Hasil transfer masa uap air dari kelompok 2 yaitu sampel singkong dengan
perlakuan diiris dadu laju selama 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam dan 2 jam secara
berturut-turut yaitu sebesar 53 g H2O/jam; 22, 1 g H2O/jam; 14, 93 g H2O/jam
dan 11, 5 g H2O/Jam, yaitu menurun tiap jamnya.
3. Prinsip pengeringan adalah mengeluarkan air dari bahan sampai tercapai kadar
air yang aman untuk disimpan. Sementara tujuan utama pengeringan adalah
untuk mencegah kerusakan.
4. Bergantung dari produk yang dikeringkan, produk pangan yang tidak
higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode laju pengeringan menurun,
sedangkan produk pangan higroskopis memiliki dua periode laju pengeringan
menurun. Maka metode pengeringan yang lebih baik adalah dengan diparut
atau membuat luas permukaan dan kadar airnya menjadi lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zakiah and Azmi Ibrahim. 2010. Drying Shrinkage Characteristics of


Concrete Reinforced with Oil Palm Trunk Fiber. International Journal of
Engineering Science and Technology. Volume: 2. Nomor: 5.
Akpa, Jackson Gunorubon and Dagde, Kenneth Kekpugile. 2012. Modification of
Cassava Starch for Industrial Uses. International Journal of Engineering and
Technology, Vol. 2, No. 6, Pp. 913-920.
Catrawedarma. 2008. Pengaruh Massa Air Baku Terhadap Performansi Sistem
Destilasi. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin cakram, Vol. 2, No. 2, Hal. 117-123.

Dwika, Ruben Tinosa dkk. 2012. Pengaruh Suhu dan Laju Alir Udara Pengering pada
Pengeringan Keraginan Menggunakan Teknologi Spray Drier. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 1, No.1, Hal. 699 – 708.
Figiarto, Rohmat. 2012. Peningkatan Kualitas Gabah dengan Proses Pengeringan
Menggunakan Zeolit Alam pada Unggun Terfluidisasi. Jurnal Teknologi Kimia
dan Industri. Vol. 1, No. 1.
Giancoli, Douglas C. 1997. Fisika 1 Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Haghi, A.K and N Amanifard. 2008. Analysis of Heat and Mass Transfer During
Microwave Drying of Food Products. Brazilian Journal of Chemical
Engineering, Vol. 25. No. 3.
Harianto, Tazwir, dan Rosmawaty Peranginangin. 2008. Studi Teknik Pengeringan
Gelatin Ikan dengan Alat Pengering Kabinet. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 3 No. 1
Hudaya, S., dan S. Darajat. 2000. Dasar-Dasar Pengawetan. Depdikbud. Jakarta.
Irawati. 2008. Perpindahan Massa pada Pengeringan Vakum Disertai Pemberian
Panas Secara Konvektif. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian.
Jogjakarta.
Kumar, C. 2012. Multiphysics Modelling of Convective Drying of Food Materials.
Proceeding of the Global Engineering Science and Food Technology
Conference. Food Science Publish. Bangladesh.
Martini, Kus Sri. 2011. Kimia Bahan Makan. UNS Press. Surakarta.

Pamungkas dkk. 2008. Perubahan Konstanta Laju Pengeringan Pasta Dengan


Perlakuan Awal Puffing Udara. UGM Press. Yogyakarta.
Pitts, R. Donald R. and Sissom Leighton E. 1999. Schaum’s Outline series: Teory and
Problems of Heat Transfer. Mc Graw Hill. Newyork.
Supriyono. 2003. Mengukur Faktor-Faktor Dalam Proses Pengeringan. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Susilawati, Siti Nurdjanah dan Sefanadia Putri. 2008. Karakteristik Sifat Fisik dan
Kimia Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Berdasarkan Lokasi Penanaman dan
Umur Panen Berbeda. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, Vol. 13,
No. 2, Hal. 59 – 74.
Tahir dan Wahyu Purnama. 2010. Desain Tungku Biomassa Pada Sistem Pengering
Erk-Hibrid Untuk Pengeringan Benih Jarak Pagar. Jurnal Keteknikan
Pertanian, Vol. 24, No. 1, Hal. 17-23.
Tulek, Y. 2011. Drying Kinetics of Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) in a
Convective Hot Air Dryer. Journal of Agriculture and Science Technology Vol.
13, No. Pp. 655-664
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

A. Jumlah Uap Air Yang Diuapkan (gr)


= Berat awal – berat akhir
1. 0,5 jam => 300 – 273, 5 = 26, 5 gr
2. 1 jam => 273, 5 – 2251, 4 = 22, 1 gr
3. 1,5 jam => 251, 4 – 229, 0 = 22, 4 gr
4. 2 jam => 229 – 206 = 23 gr

B. Laju Transfer Massa Uap Air (gr H2O/jam)


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑎𝑝 𝑎𝑖𝑟 (𝑔𝑟)
=
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
26,5
1. 0,5 jam => 0,5 = 53 gr H2O/jam
22
2. 1 jam => 1 = 22, 1 gr H2O/jam
22,4
3. 1,5 jam => = 14, 93 gr H2O/jam
1,5
23
4. 2 jam => 2 = 11, 5 gr H2O/jam

Anda mungkin juga menyukai