KDM II
Materi :
Emfisema
Apriliani
Devy Diantie
Muhammad Sidik
Syska Susanti Ningsih
110
KATA PENGANTAR
Hormat kami.
Kelompok III
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN DEPAN .......................................................................................................0
KATA PENGANTAR .....................................................................................................1
DAFTAR ISI ....................................................................................................................2
TINJAUAN BAHAN AJAR ........................................................................................... 3
Tujuan penulisan bahan ajar .......................................................................................... 3
Tujuan instruksional khusus .......................................................................................... 3
Analisis Instruksional.....................................................................................................4
Petunjuk awal penggunaan bahan ajar ...........................................................................5
Rencana kegiatan belajar mengajar ...............................................................................6
2
Bahan ajar ini akan menguraikan tentang asuhan keperawatan tentang
Emfisema. Fokus pembahasan mencakup beberapa konsep asuhan
keperawatan Emfisema mulai dari pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan hingga evaluasi.
3
ANALISIS INSTRUKSIONAL
Mahasiswa/
Mahasiswa/
Mahasiswa/ pembaca mampu
Mahasiswa/ pembaca mampu
pembaca mampu menjelaskan
pembaca mampu menjelaskan tipe
menjelaskan penatalaksanaan
menjelaskan tipe penyakit
patofisiologi konsep Asuhan
konsep penyakit emfisemaa
Keperawatan
emfisema
klien dengan
emfisema
4
PETUNJUK AWAL PENGGUNAAN BAHAN AJAR
5
RENCANA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
6
SESI/PERKULIAHAN KE I
TIK
Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menyusun asuhan keperawatan klien dengan emfisema
POKOK BAHASAN
Deskripsi singkat: Perkuliahan pada sesi ini akan Saudara lalui dengan
memahami tentangkonsep penyakit emfisema Dan dilanjutkan dengan sesi
praktikum dengan mempraktekkan konsep asuhan Keperawatan klien dengan
emfisema. .
BAHAN BACAAN
PERTANYAAN KUNCI
Pertanyaan pemandu:
7
BAB I
EMFISEMA
PENDAHULUAN
8
PENYAJIAN
A. EMFISEMA
1. Pengertian
Emfisema pulmonary adalah perubahan anatomis dari parenkim paru yang ditandai oleh perbesaran
abnormal alveoli dan duktus alveolar serta kerusakan dinding alveolar. Penyebab emfisema tidak di ketahui,
namun demikian bukti menunjukan bahwa adanya keterlibatan dari protease yang dilepaskan oleh leukosit
polimorfoneukleus atau makrofag alveolar terhadap pengrusakan jaringan ikat paru-paru.
Berdasarkan efek emfisema pada asinus maka emfisema dapat dibagi menjadi 4 tipe, yakni :
a) Emfisema asinus distal atau disebut juga dengan emfisema paraseptal. Lesi ini biasanya terjadi di
sekitar septum lobulus, bronkus, dan pembuluh darah atau di sekitar pleura. Bila terjadi di sekitar
pleura maka mudah menimbulkan pneumotoraks pada orang muda.
b) Emfisema sentrilobular disebut juga emfisema asinus proksimal atau emfisema bronkiolus
respiratorius. Biasanya terjadi bersama-sama dengan pneumokoniosis atau penyakit-penyakit oleh
karena debu lainnya. Penyakit ini erat hubungannya dengan perokok, bronkitis kronik, dan infeksi
saluran napas distal. Penyakit ini paling sering didapat bersamaan dengan obstruksi kronik dan
berbahaya bila terdapat pada bagian atas paru.
c) Emfisema panasinar Biasanya terjadi pada seluruh asinus. Secara klinis berhubungan erat dengan :
-defisiensi alfa antitripsin
-bronkus dan bronkiolus obliterasi (biasanya lebih jarang)
Salah satu bentuknya adalah sindroma Swyer-James atau Mac Leod dimana sebelah paru menjadi hiperlusen
dan karenanya disebut dengan unilateral pulmonal hypertransradiansi. Disebut dengan bronkiektasis tanpa
atelektasis oleh karena udara terperangkap pada tiap ekspirasi dan diperkirakan terdapat sistem kolateral
ventilasi yang mencegah teradinya atelektasis pada bagian distal dari bronkus yang tersumbat. Emfisema
9
jarang terjadi akan tetapi bila terjadi maka tipenya adalah tipe parasinar.
D). Emfisema irreguler atau disebut juga dengan emfisema jaringan parut. Biasanya terlokalisir, bentuknya
irreguler dan tanpa gejala klinis. Salah satu bentuk emfisema yang lain adalah emfisema jaringan parut yang
berbentuk irreguler. Jaringan parut yang menyebabkan irreguler dari emfisema ini berhubungan dengan
tuberkulosa, histoplasmosis, dan pneumokoniosis. Begitu pula eosinofilik granuloma dalam bentuk irreguler
dan limfangileiomiomatosis.
6U
B. Manifestasi
Sebenarnya penyakit ini tidak terlalu menimbulkan gejala yang heboh, namun dalam beberapa kasusnya gejala
yang terlihat hanya sesak nafas atau kesulitan mengambil nafas. Hal ini bisa berlangsung bertahun-tahun.
Namun dalam tingkat keparahan yang sudah kronis, penyakit ini akan mulai menampakan gejalanya seperti
kelelahan hingga tidak sanggup menjalani aktivitas sehari-hari, batuk kronis, kehilangan berat badan, nafsu
makan berkurang, gelisah, tidak nafsu makan, pembengkakan pada kaki, penurunan kemampuan berolahraga,
dan penurunan berat badan.
Merokok adalah pemicu nomor satu yang bisa menyebabkan penyakit emfisema. Saat seseorang merokok dia
tidak menghirup udara, namun lebih menghirup asap rokok. Paru-paru membutuhkan oksigen, tapi bagaimana
jika yang di hirup adalah asap rokok ? Dalam asap rokok terkandung zat-zat berbahaya hingga berjuta-juta, hal
ini akan menyebabkan kerusakan di mana-mana. Rokok tidak hanya membunuh seseorang dengan perlahan
tapi dengan pasti akan menyebabkan kerusakan pada setiap centi tubuh kita.
Cacat pada antitripsin Alpha-1 merupakan hal lainnya yang paling sering menyebabkan emfisema. Cacat
antitripsin Alpha-1 merupakan kelainan genetis dimana pasien memiliki kandungan antitripsin Alpha-1 atau
AAT dalam jumlah yang sangat sedikit pada darahnya. AAT dapat melawan tripsin, sebuah enzim yang
dihasilkan oleh sel darah putih. Cacat yang terjadi pada AAT menyebabkan sel kekebalan tubuh menyerang
dan merusak jaringan pada paru-paru. Hal ini biasanya terjadi pada pasien yang lebih muda. Sekitar 3-5% dari
10
kasus emfisema disebabkan oleh cacat pada AAT.
Paparan zat berbahaya bisa menjadi pemicu emfisema lainnya, debu yang masuk, atau bahan kimia bisa
menjadi penyebab saluran pernafasan memburuk. Biasanya orang di perkotaan sangat beresiko terkena
penyakit pada saluran pernafasan di banding dengan warga yang tinggal di pedesaan, hal ini disebabkan karena
udara di pedesaan masih segar dan belum tercemar. Sedangkan perkotaan sudah banyak kendaraan yang lewat
dan kurangnya pepohonan yang membantu menyerap polusi. Selain itu asap industri dari pabrikan bisa
memicu emfisema.
Namun sebelum pengobatan dilakukan, dokter akan mendiagnosis penyakit anda dengan beberapa media,
diantaranya :
Pemeriksaan fisik – pemeriksaan suara napas, detak jantung, dan kondisi kesehatan pasien secara
fisik.
Penyinaran dengan sinar-X – membantu mengidentifikasi adanya perubahan bentuk pada paru-paru
yang menandakan emfisema.
Tes darah – untuk mengetahui bahwa penyebab emfisema bukanlah karena kekurangan zat Alpha-1-
antitrypsin. Selain itu, tes darah dilakukan untuk mengecek adanya infeksi, dan melihat kemampuan
paru-paru menyalurkan oksigen serta memindahkan karbon dioksida dari aliran darah.
Tes fungsi paru – bertujuan untuk mengetahui kinerja paru-paru pasien.
Pencegahan Penyakit Emfisema
1. Gunakan masker untuk melindungi saluran pernafasan dari kemasukan debu atau polusi.
2. Hindari asap apapun yang bisa memicu sesak nafas
3. Berhenti merokok
4. Berolahraga dengan teratur seperti renang untuk meningkatkan kapasitas paru-paru
5. Hindari udara dingin, karena bisa menghambat pernafasan
6. Makan makanan bergizi
PATOLOGI
Pada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkhus terminal, yang
disertai kerusakan dinding alveolus.
11
Pembagian Klinis
Paracicatricial Terdapat pelebaran saluran udara dan
kerusakan dinding alveokus di tepi suatu
lesi fibrotik paru
Lobular
Pembagian Menurut Lokasi Tempat Proses
Sentrolobular Kerusakan terjadi di sentral asinus.
Daerah distalnya tetap normal
Panlobular Kerusakan terjadi di seluruh asinus.
Tak dapat ditentukan Kerusakan terdapat di seluruh asinus,
tetapi tidak dapat ditentukan dari mana
mulainya
ETIOLOGI
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan
penurunan volumr ekspirasi paksa (FEV) (Nowak, 2004).
2. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak pada emfisema kecuali pada penderita
dengan defisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu kerusakan jaringan
12
lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi alfa 1-antritripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autoson
resesif. Orang yang sering menderita emfisema paru adalah penderita yang memiliki gen S atau Z. Emfisema
paru akan lebih cepat timbul bila penderita tersebut merokok.
3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun menjadi lebih berat.
Infeksi saluran pernapasan atas pada seorang penderita bronkhitis kronis hampir selalu menyebabkan infeksi
paru bagian bawah, menyebabkab kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkhitis kronis disangka paling
sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
4. Hipotesis Elastase-Antielastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan Antielastase agaer tidak terjadi
kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara keduanya akan menimbulkan kerusakannya pada jaringan
elastis paru. Struktur paru akan berubah dan timbullah emfisema. Sumber elastade yang penting adalah
pankreas, sel-sel PMN, dan makrofag alveolar (pulmonary alveolar macrophage--PAM). Rangsangan pada
paru antara lain oleh asap rokok dan infeksi menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktivitas sistem
antielastase, yaitu sistem enzin alfa 1-protease-inhibitor terutama enzim alfa-1 antitripsin menjadi menurun.
Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan antielastase akan
menimbulkan kerusakan jaringan elastis paru dan kemudian emfisema.
Patofisiologi
Tipe emfisema dapat di tetapkan hanya melaui morfologi deskriptif. Secara morfologis terdapat dua tipe
utama emfisema : sentrilobular (CLE) dan panlobular (PLE). Pada CLE terjadi distensi dan kerusakan
bronkeolus. Lubang lubang terbentuk pada dinding bronchioles, lubang tersebut menjadi membesar dan saling
bertemu dan cenderung untuk membentuk satu ruang sejalan dengan meluasnya dinding. Penyakit cenderung
tidak beraturan yang menyebar diseluruh paru tetapi lebih hebat pada bagian atas .
Pada PLE, terjadi perbesaran dan kerusakan yang lebih beraturan dari alveoli dalam asinus pulmonari.
PLE biasanya lebih dif us dan lebih hebat pada paru bagian bawah. Ketika toraks kelien yang mengalami
emfisema dibuka selama pembedahan atau saat autopsi, paru-parunya tampak menjadi lebih membesar yang
tetap berisi oleh udara dan tidak kolaps. Paru-paru tampak lebih putih dibandingkan yang normal dan teraba
lembut atau bergelembung-gelembung. Ruang subpleural yang terisi udara (bleb) dan ruang parenkin yang
terisi udara dengan diameter lebih besar dari 1cm (bullae) tampak khas pada paru klien ini. Bullae umum
terdapat baik pada PLE maupun CLE menyajikan pathogenesis dari CLE dan PLE. Diagram ini menekankan
bahwa meski predisposisi genetik mungkin menjadi faktor dalam terjadinya emfisemasa pulmonal dan
merokok serta polusi adalah faktor utama dalam pathogenesis bronkhistis tipe emfisem, terdapat suatu
interaksi antara keduanya. Sebagai contoh, inidividu dengan predisposisi genetic dapat mengalami emfisema
jika terpajan terhadap polusi udara.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jarring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran
darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi
dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (korpumonale)adalah salah satu
komplikasi emfisema. Terdapat kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri
pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Gejala pertama yang menandakan emfisema adalah dispnea saat eksersi (DOG), yang berkembang
menjadi dispnea kontunual. Pembentukan sputum cenderung sedikit atau tidak ada. Individu dengan emfisema
biasanya tampak kurus dan bentuk dada seperti tong (barrel-chest) dengan penambahan diameter
anteroposterior akibat hiperflasi.
Ciri pola pernapasan individu dengan emfisema termasuk penggunaan otot-otot aksesori pernapasan,
peningkatan frekuensi pernapasan, dan perpanjangan fase ekspratori yang di akibatkan dari penyempitan jalan
udara atau kolapsnya jalan udara kecil bibir dimonyongkan yang memudahkan ekhalasi udara yang efektif.
Teknik pernapasan ini meningkatkan tekanan ekspirasi akhir, yang menghambat kolaps jalan udara selama
ekspirasi.
13
Gambaran Emfisema Bronkhitis
Mulai timbul Usia 30 - 40 tahun 20-30 tahun batuk akibat
merokok (cacat pada usia
pertengahan)
Sputum Minimal Banyak sekali
Dispenea Dispenea relatif dini Lambat
Rasio V/Q Ketidakseimbangan Ketidakseimbangan nyata
miniman
Bentuk tubuh Kurus dan ramping Gizi cukup
Diameter AP dada Dada seperti tong Tidak membesar
Gambaran respirasi Hiperventilasi Hipoventilasi
Volume paru FEV 1 rendah FEV 1 rendah
TLC dan RV meningkat TCL normal RV
meningkat moderat
Pao2 Normal/rendah Meningkat
Sao2 Normal Desaturasi
Polisitemia Normal Hb dan hematokrit
meningkat
Sianosis Jarang Sering
Pemeriksaan Diagnostik
o Ronsen dada : menunjukan hiperinflasi paru, pendataran diafragma, peningkatan ruang udara
retrosternal; menurunkan marking faskular/bullae.
o Uji fungsi paru : lihat pada asma; TLC menurun, kapasitas inspiratori menurun, dan volume
residual meningkat
o AGD : pao2 menurun, paco2 normal atau meningkat, ph normal atau asidosis, respiratori alkalosis
ringan sekunder akibat hiperventilasi.
o Beronkhogram : menunjukan dilatasi silindris bronchi pada saat inspirasi, kolabs bronchial pada
saat ekspirasi kuat.
o Kimia darah : pemeriksaan antitrypsin-a1 dilakukan untuk memastikan defisiensi dan diagnosis
emfisema primer.
o EKG : lihat BK, aksis QRS vertical. EKG saat latihan fisik, tes stres: membantu dalam mengkaji
tingkat disfungsi pulmonal, mengevaluasi keefektifan terapi bronchodilator, merencanakan atau
mengevaluasi program latihan.
Penatalakasanaan
A) Penatalaksanaan Medis
Sarana utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, memperlambat progresi penyakit,
dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup
14
(1) tindakan pengobatan dimaksud untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya bernafas,
(2) pencegahan dan pengobatan cepat infeksi,
(3) terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonal,
(4) pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernafasan,
(5) dukungan psikologi serta penyuluhan dan rehabilitas yang berkesinambungan.
B) Penatalaksanaan keperawatan
· Data subjektif
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan emfisema termasuk:
1. Riwayat dan awitan gejala seperti dispnea, batuk, pembentukan sputum.
2. Riwayat merokok
3. Riwayat keluarga tentang emfisema
4. Pemajanan terhadap iritan lingkungan, baikdirumah ataun ditempat kerja
5. Modalitas perawatan diri
6. Medikasi atau terapi yang diresepkan dan keampuhannya dalam meredakan gejala
· Data objektif
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji klien termasuk emfisema termasuk:
1. Kaji penampilan umum: klien biasanya tampak kurus dengan dada membesar, dada besar umum
ditemukan pada lansia; jadi hal ini tidak selalu menandakan penyakit paru.
2. Kaji tanda-tanda vital: takikardia dan takipnea
3. Pemeriksaan paru ( ispeksi,palpasi,perkusi, dan auskultasi)
4. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
O AGD: emfisema tahap dini; respiratori alkalosis dengan hipoksemia. Emfisema tahap lanjut;
asidosis respiratorik dengan hipoksemia.
O Fungsi pulmonary: penurunan FEV, VC; peningkatan TLC, dan RV
15
1. Tanda- tanda vital
A. Keadaan Umum : Lemah
B. Kesadaran : Kualitatif CM
C. Nadi : Bila sedang kambuh nadi meningkat
D. Suhu : Normal
E. RR : Bila sedang kambuh respirasi cepat
2. Antropometri
BB : Penurunan berat badan
TB : Normal
3. Pemeriksaan Sistematik/ persistem
1) Inspeksi
A. Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas.
B. Pada inspeksi, klien tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap),
penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan.
C. Pernapasan abnormal tidak efektik dan penggunaan otot-otot bantu napas (sternokleidomastoideus).
D. Batuk produktif dengan sputum purulent disertai demam mengindikasi adanya tanda pertama infeksi
pernapasan
2) Palpasi
A. Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus menurun.
B. Klien mengalami nyeri
3) Perkusi
Didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menurun.
4) Auskultasi
A. Adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus.
B. Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan
secara efektif dari sekresi yang dihasillkan.
C. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini
terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan
kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mengalami distensi selama ekspirasi.
5) Pengukuran
RR : Pada pasien dengan keluhan emfisema, respirasi akan meningkat yaitu >24x/mnt
Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal.
Kedalaman : Dangkal disertai nafas cepat
G) Pola kebiasaan sehari-hari
16
3. Personal Higiene Kilen terlihat bersih mandi 2x Mandi 1x sehari,
sehari, gosok gigi 2x sehari, gosok gigi 1x sehari,
kuku pendek, mengganti kuku panjang, ganti
pakaian 1x sehari pakaian 1 hari sehari
4. Pola aktivitas Kebiasaan bekerja yang Klien menjadi cepat
berlebihan keletihan
H) Data Psikologis
1. Status Emosi
Sedih dan takut akan penyakitnya yang kian parah
2. Kecemasan klien sedang
3. Konsep diri
A. Citra tubuh
Pasien mengatakan dia menyukai seluruh anggota tubuhnya dan tidak ada anggota yang tidak dia sukai
B. Identitas diri
Klien merasa puas dengan posisi di tempat kerjanya dan dia bangga menjadi seorang laki-laki karena bisa
menjadi kepala keluarga bagi istri dan anak-anaknya
C. Peran
Peran klien adalah sebagai kepala kelurga dan bertugas mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya
D. Ideal diri
Klien berharap agar penyakitnya cepat sembuh dan dapat kembali beraktifitas seperti biasa
E. Harga diri
Keluarga klien mendukung dan memotifasi agar klien cepat sembuh
I) Data sosial
1. Pola komunikasi
Gaya bicaranya terbata-bata, gelisah, dan lambat merespon
2. Pola interaksi
Tidak ada hambatan hanya komunikasinya kurang jelas karena pola nafasnya kurang teratur
J) Data Spiritual
1. Motifasi religi klien
Klien yakin dan percaya bahwa penyakit yang di deritanya akan sembuh dengan berusaha mengikuti
prosedur pengobatan dan tidak lupa berdo’a kepada tuhan yang maha esa
2. Persepsi klien terhadap penyakitnya
Klien berfikir bahwa penyakitnya yang di deritanya merupakan suatu teguran dari tuhan
3. Pelaksanaan ibadah sebelum atau selama dirawat
Pelaksanaan ibadah klien setiap hari sebelum sakit dan selama sakit terdapat perubahan saat beribadah
17
2. Pemeriksaan EKG: Lihat BK, aksis QRS vertical. EKG saat latihan fisik, tes stres: membantu dalam
mengkaji tingkat disfungsi pulmonal, mengevaluasi keefektifan terapi bronchodilator, merencanakan atau
mengevaluasi program latihan.
3. Hasil Pemeriksaan Radiologi : Ronsen dada, menunjukan hiperinflasi paru, pendataran diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal; menurunkan marking faskular/bullae.
L) Analisa Data
B. Intervensi (NOC-NIC)
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Kerusakan pertukaran Setelah -Berikan - - Berguna dalam
gas yang berhubungan dilakukan bronkodilator evaluasi derajat
dengan kerusakandinding tindakan sesuai yang distress
paru, penurunan keperawatan diresepkan. pernapasan atau
kecepatan difusi O2 dan 1x30 menit - Instruksikan kronisnya proses
CO2 serta hipoksia dan pertukaran gas dan berikan Penyakit.
hiperkapnia kembali dorongan pada
efektifdengan pasien pada
KH : pernapasan
Menunjukkan diafragmatik
adanya dan batuk
18
perbaikan efektif.
ventilasi.
Bebas gejala
distress
pernapasanttv
normal
2 Pola pernapasan tidak - Setelah - Latih pasien - Untuk melatih
efektif berhubungan dilakukan napas ketahanan jalan
dengan penyempitan tindakan perlahan-lahan, napas. Serta
jalan nafas keperawatan bernapas lebih memungkinkan
1x30 menit jalanefektif. untuk melatih
napas kembali -Jelaskan pada batuk efektif.
efektif dengan pasien bahwa -Mampu
KH : dia dapat mengurangi
-Tidak terjadi mengatasi ansietas pasien
perubahan hiperventilasi dalam
dalam frekuensi melalui kontrol menghadapi
pola pernapasan.pernapasan hiperventilasi.
secara sadar. -Usaha untuk
-Pasien -Kolaborasi: menstabilkan
memperlihatkan Pemberian pola napas
frekuensi obat-obatan pasien.
pernapasan yang sesuai indikasi
efektif dan dokter, batuk
mengalami efektif bila
perbaikan memungkinkan
pertukaran gas
pada paru.
C. C. Evaluasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan :
a. Pasien bisa bernapas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernapasan
b. Pasien tidak mengatakan nyeri saat bernapas.
c. Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran
gas pada paru.
d. Pasien menyatakan faktor penyebab, jika mengetahui.
19
PENUTUP
LATIHAN BAB I
1). Lesi yang biasanya terjadi disekitar seputum lobulus, bronkus, dan pembuluh darah
atau sekitar pleura. Maka mudah menimbulkan ?
a). pneumotorik
b). pneumotoris
c). pneumotoraks
d). polimorvoneukleus
a). bronkus
c). faring
3). Penyakit ini erat hubungannya dengan perokok, bronkitis kronik, dan infeksi saluran
napas distal. Penyakit ini paling sering didapat bersamaan dengan obstruksi kronik dan
berbahaya bila terdapat pada bagian atas paru merupakan tipe penyakit emfisema...
5). Emfisema jarang terjadi akan tetapi bila terjadi maka tipenya adalah...
20
a). type asinus distal
KUNCI JAWABAN
1. c
2. b
3. a
4. d
5. c
21