Anda di halaman 1dari 11

BAB 3 METODOLOGI

3.1 METODOLOGI PENELITIAN

3.1.1. Pendekatan Metodologi

Metodologi pelaksanaan yang akan disampaikan pada bab ini merupakan


implementasi dan pemahaman dan tanggapan konsultan terhadap KAK. Secara umum
tahapan pelaksanaan ini terdiri dari:

(1)Tahap Persiapan,

(2) Tahap Kajian Literatur,

(3) Pengumpulan Data,

(4) Tahap Analisa,

(5) Tahap Penyusunan Kesimpulan.

3.1.2. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan

Penyusunan tahapan kegiatan ini disesuaikan dengan kebutuhan pelaporan


dalam studi ini, dimana tujuan dari setiap tahapan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan, meliputi kegiatan:


a. Insisiasi studi berupa konsolidasi tim.
b. Pengenalan terhadap wilayah studi/kegiatan
c. Melakukan Brainstorming guna pemantapan metodologi yang akan
dikembangkan.
Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai awal (inisiation) dari
seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap persiapan ini akan sangat
mempengaruhi proses yang dilakukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Secara umum
terdapat 3 (tiga) kegiatan utama di dalam tahap persiapan ini, yaitu:

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -1
TAHUN ANGGARAN 2016
a. Merencanakan secara detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan berikutnya, untuk
mengefisienkan penggunaan waktu dan sumberdaya.
b. Menetapkan metoda perumusan dan perancangan yang akan digunakan, hal ini
penting untuk ditetapkan karena akan mempengaruhi kebutuhan data,
penyediaan waktu analisis, dan kualitas hasil penelitian secara keseluruhan.
c. Mengenal wilayah studi atau kegiatan, dalam kegiatan ini

2. Tahap Kajian Literatur,:


Pada tahap ini dilakukan studi sekunder mengenai literatur tentang sektor informal
selama ini dan kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai Kajian Pemetaan dan
Optimalisasi Pajak daerah Kota Padangsidimpuan. Kajian literatur dilakukan untuk
mempertajam tahap identifikasi yang akan dilakukan pada tahap kegiatan berikutnya.

a. Kondisi geografi Kota Padangsidimpuan


b. Struktur kependudukan Kota Padangsidempuan
c. Kondisi perekonomian Kota Padangsidimpuan
d. Kondisi PDRB Kota Padangsidimpuan
e. Kondisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Padangsidimpuan

f. Jumlah kendaraan di Kota Padangsidimpuan

3. Tahap Pengumpulan Data, meliputi kegiatan:

a. Data Primer, diperoleh melalui penyebaran kuisioner untuk menangkap persepsi


orang-orang yang expert terkait dengan pajak pengambilan dan pemanfaatan air
tanah dan air permukaan. Pengambilan data dilakukan dengan observasi
langsung dan terpadu dilengkapi dengan pengisian kuesioner dengan harapan
observasi yang dilakukan memiliki tingkat obyektivitas dan ketelitian yang
akurat.

b. Data Sekunder, mengenai data-data tentang PDRB Kota Padangsidimpuan dan


PAD Kota Padang Sidimpuan tahun 2010 - 2014

Adapun data yang dikumpulkan adalah:

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -2
TAHUN ANGGARAN 2016
a. Data Penerimaan Asli Daerah (PAD) tahun 2014
b. Data PDB Kota padangsidimpuan.
c. Kondisi dan Perkembangan Perekonomian Kota Padangsidimpuan.
d. RPJMD Kota Padang Sidempuan
e. Data Lokasi Exsisting Lokasi parkir di Kota Padangsidimpuan
4. Tahap Analisa, meliputi kegiatan:
a. Analisis peraturan perundangan yang ada (Terutama Perda yang ada di Kota
Padangsidimpuan).
b. Analisis kondisi Sosial masyarakat Kota Padangsidimpuan.
c. Analisis Permasalahan parkir di Kota padangsidimpuan
d. Analisa terhadap Lokasi Parkir yang potensial di Kota Padangsidimpuan
e. Analisa konstribusi Parkir di Kota Padangsidimpuan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
5. Tahap Penyusunan Kesimpulan, meliputi:

a. Menentukan Potensi Pendapatan perparkiran di Kota Padangsidimpuan


b. Strategi dan evaluasi pelaksanaan pemungutan parkir di Kota
Padangsidempuan
c. Melakukan Pemetaan lokasi potensial pemungutan parkir di Kota
Padangsidimpuan.
Bagian ini akan menjelaskan tahapan pelaksanaan pekerjaan Penyusunan kajian
Konstribusi Perparkiran dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD), teknik analisis yang
digunakan serta keluaran yang diharapkan dari setiap tahapan pekerjaan.

3.2 KERANGKA BERPIKIR

Dari latar belakang dan ruang lingkup kegiatan ini, dibuat suatu kerangka
berpikir yang mengarahkan kegiatan ini menuju hasil yang ingin dicapai. Kerangka
berpikir kegiatan ini dapat dibaca pada gambar berikut ini

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -3
TAHUN ANGGARAN 2016
Latar Belakang Masalah

Belum tergalinya potensi pajak parkir dan Potensi dan permasalahan perparkiran di
retribusi parkir di Kota Padangsidimpuan Kota Paangsidimpuan

Menggali Potensi Pajak Parkir Evaluasi potensi perparkiran yang ada

Analisa
1. Kontribusi Pajak Parkir dan Retribusi
Parkir Terhadap PAD
2. Tingkat Pencapaian Target ( TPT )
3. Elastisitas

Merumuskan Strategi pengoptimalan


parkir terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD)

Strategi Hasil Analisa


1. Melakukan strategi peningkatan 1. Hasil Tingkat Pencapaian Target
potensi Parkir Pajak
2. Pemetaan Lokasi Parkir (Exsisting 2. Identifikasi Konstribusi parkir
dan Potensial) terhadap PAD
3. Peramalan Konstribusi Pajak Parkir
dan retribusi terhadap Pendapatan
Asli Daerah

Penyusunan Laporan konstribusi


parkir terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kota
Padangsidimpuan

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -4
TAHUN ANGGARAN 2016
3.3 KAJIAN TEORITIS
3.3.1 Penerimaan Pajak

Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang


bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa
dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran
pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari
tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu menyejahterakan
rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial. Untuk dapat
mencapai tujuan ini, negara harus melakukan pembangunan di segala bidang. Sebagai
sebuah negara yang berdasarkan hukum material/sosial, Indonesia menganut prinsip
pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, ketersediaan dana
yang cukup untuk melakukan pembangunan merupakan faktor yang sangat penting.
Dalam menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan ini, salah satu cara
yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan pemungutan pajak. Andriani
dalam Barata dan Ardian (1989) mendefinisikan pajak sebagai iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan
pajak menurut Soemitro dalam Suharno (2003) adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplusnya”
digunakan untuk public saving yang menurut sumber utama untuk membiayai public
investment. Apabila ditelaah lebih dalam ternyata di dalam definisi pajak tersebut
terkandung maksud:
1. Iuran yang dapat dipaksakan, pemerintah dapat memaksa wajib pajak untuk
memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan sita. Kelalaian dan
pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak dapat dikenakan hukuman (sanksi)
berupa hukuman denda, kurungan maupun penjara.
2. Setiap wajib pajak yang membayar iuran/pajak kepada negara tidak akan mendapat
balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi imbalan yang secara tidak

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -5
TAHUN ANGGARAN 2016
langsung diperoleh Wajib Pajak berupa pelayanan pemerintah yang ditujukan kepada
seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan sarana irigasi, jalan, sekolah, dan
sebagainya.

Dalam rangka penerimaan pajak perlu diketahui teori-teori yang


melatarbelakangi dilakukannya pemungutan pajak, sebagaimana diungkapkan Rimsky
dalam Suharno (2003), yaitu:

1. Teori Asuransi.
Dalam teori ini ditekankan mengenai keadilan dan keabsahan pemungutan pajak
seperti yang berlaku dalam perjanjian asuransi, di mana perlindungan yang
diberikan oleh negara kepada warganya dalam bentuk keselamatan dan keamanan
jiwa serta harta benda diperlukan suatu pembayaran dalam bentuk pajak.
2. Teori Kepentingan.
Penekanan teori ini adalah mengenai keadilan dan keabsahan pemungutan pajak
berdasarkan besar kecilnya kepentingan masyarakat dalam suatu negara.
3. Teori Bakti.
Negara mempunyai hak utuk memungut pajak dari warganya sebagai tindak lanjut
teori kepentingan dalam hal penyediaan fasilitas umum yang diselenggarakan oleh
negara.
4. Teori Daya Pikul.
Keadilan dan keabsahan negara dalam memungut pajak dari warganya didasarkan
pada kemampuan dan kekuatan masing-masing anggota masyarakatnya, dan bukan
pada besar kecilnya kepentingan.
5. Teori Daya Beli.
Keadilan dan keabsahan pemungutan pajak yang dilakukan negara ini lebih
cenderung melihat aspek akibat yang baik terhadap kedua belah pihak (masyarakat
dan negara) sehingga negara dapat memanfaatkan kekuatan dan kemampuan beli
(daya beli) masyarakat untuk kepentingan negara yang pada akhirnya akan
dikembalikan atau disalurkan kembali kepada masyarakat.

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -6
TAHUN ANGGARAN 2016
Beberapa faktor yang berperan penting dalam menjamin optimalisasi penerimaan
pajak adalah:
1. Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang-undangan dalam Bidang
Perpajakan Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi
tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak (‘No taxation without representation’
atau ‘Taxation without representation is robbery’) (Mayhew, 1750). Namun,
keberadaan undang-undang saja tidaklah cukup. Undang-undang haruslah jelas,
sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak.
Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai pemungutan pajak
akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri.

2. Tingkat Intelektualitas Masyarakat


Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip Self
Assessment. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh kepada pembayar pajak
untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang
tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 4 ayat (1) menyatakan:
“wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar,
lengkap, jelas, dan menandatanganinya”. Sementara di Pasal 12 ayat (1) dinyatakan:
“setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada
adanya surat ketetapan pajak”. Dalam hal ini,pembayar pajak mengisi sendiri Surat
Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir masa pajak atau akhir tahun
pajak. Selanjutnya, fiskus melakukan penelitian dan pemeriksaan mengenai
kebenaran pemberitahuan tersebut. Dengan menerapkan prinsip ini, pembayar pajak
harus memahami peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan sehingga
dapat melakukan tugas administrasi perpajakan. Untuk itu, intelektualitas menjadi
sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi
kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan. Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi
bila memang undang- undang itu sendiri sederhana, mudah dimengerti, dan tidak
menimbulkan kesalahan persepsi.

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -7
TAHUN ANGGARAN 2016
3. Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)
Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peratura
perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optimalisasi target
penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten di bidang
perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan bermoral tinggi.

4. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat


Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak juga
dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan. Menurut Smith (1901),
pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu:
a. Equity/Equality di mana keadilan merupakan pertimbangan penting dalam
membangun sistem perpajakan. Dalam hal ini, pemungutan pajak hendaknya
dilakukan seimbang dengan kemampuannya. Negara tidak boleh melakuka
diskriminasi di antara sesama pembayar pajak.
b. Certainty, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang (certain) dan tida
mengenal kompromis (not arbitrary). Kepastian hukum harus tercermin mengenai
subyek, obyek, besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayaran.
c. Convenience adalah pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi
pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.
d. Economy, yaitu pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya Biaya
pemungutan hendaknya tidak melebihi pemasukan pajaknya. Keempat asas di atas
sebenarnya sudah tercakup dalam sasaran dari reformasi perpajakan di Indonesia.
Menurut Rosdiana dan Tarigan (2005), enam sasaran utama
yang dilakukan pemerintah pada tahun 1984 dalam reformasi perpajakan mencakup:
1. Penerimaan negara dari sektor perpajakan menjadi bagian dari negara yan mandiri
dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional.
2. Pemerataan dalam pengenaan pajak dan keadilan dalam pembebanan pajak.
3. Menjamin adanya kepastian.
4. Sederhana.
5. Menutup peluang penghindaran pajak dan/atau penyelundupan pajak oleh wajib
pajak dan penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak.
6. Memberikan dampak yang positif dalam bidang ekonomi.

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -8
TAHUN ANGGARAN 2016
3.4 KETENTUAN UMUM KEBIJAKAN PERPARKIRAN

Beberapa pengertian yang berhubungan dengan ketentuan umum tentang kebijakan


perparkiran diambil berdasarkan pedoman parkir terdahuli dan disesuaikan dengan
perundangan yang baru yaitu undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas
dan angkutan jalan.

3.4.1 Tujuan dan Ruang Lingkup Penyelenggaraan Fasilitas Parkir

Tujuan penyelenggaraan fasilitas parkir adalah :


a. Memberikan tempat beristirahat kendaraan
b. Menunjang Kelancaran Arus lalu-lintas
Sedangkan didalam UU no.22 tahun 2009 disebutkan bahwa untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan
lalu lintas dapat diselenggarakan manajemen kebutuhan lalu lintas. Manajemen
kebutuhan lalu lintas tersebut dapat dilaksanakan dengan cara pembatasan ruang parkir
pada kawasan tertentu dengan batasan ruang parkir maksimal. Berdasarkan kondisi
tersebut maka tujuan penyelenggaraan fasilitas parkir adalah :
a. Memberikan tempat istrahat kendaraan
b. Menunjang kelancaran arus lalu lintas
c. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas
d. Mengendalikan pergerakan lalu lintas
Selain tujuan tersebut perlu ditambahkan ruang lingkup penyelenggaraan fasilitas
parkir. Ruang lingkup penyelenggaraan fasilitas parkir adalah meliputi kegiatan –
kegiatan : pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas parkir.

3.4.2 Faktor – faktor penentu Perencanaan Parkir

Agar parkir dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, maka dalam sebuah
pengadaan sarana parkir diperlukan perecanaan dan perancangan yang baik.
Perancangan parkir ini harus mamperhatikan perencanaan dan perancangan suatu
kota agar tidak saling menggangu. Faktor-faktor penentu yang sangat mempengaruhi
perencanaan parkir adalah sebagai berikut:

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -9
TAHUN ANGGARAN 2016
1. Tingkat Motorisasi
Tingkat motorisasi adalah pengelompokan kelas menurut tinggi rendahnya angka
kepadatan mobil, yaitu banyaknya mobil penumpang yang terdapat pada setiap 100
penduduk. Untuk setiap kota tingkat motorisasi berbeda-beda tergantung dari tingkat
kemakmuran penduduknya. Tingkat motorisasi dikelompokkan menjadi (Joseph de
Chaira & Lee Kopperlman, 1975):
a. Kelas 1 (daerah pinggiran kota)
Mempunyai tingkat motorisasi 0 – 10 mobil per 100 penduduk
b. Kelas 2 (daerah kota bagian luar)
Mempunyai tingkat motorisasi 10 – 20 mobil per 100 penduduk
c. Kelas 3 (daerah kota bagian dalam)
Mempunyai tingkat motorisasi 20 – 30 mobil per 100 penduduk.
d. Kelas 4 (daerah pusat kota)
Mempunyai tingkat motorisasi lebih dari 30 mobil per 100 penduduk.

2. Faktor Lokasi dan Fungsi Kota


Faktor lokasi sangat berpengaruh sebagai penentu jenis dan cara parkir. Suatu
kawasan kota yang difungsikan sebagai pusat kegiatan kota akan membutuhkan
sarana parkir yang lebih luas daripada kawasan-kawasan lainnya, misalnya kawasan
perumahan. Kawasan kota dengan lalu lintas yang padat akan membutuhkan
pemecahan tersendiri dibanding dengan jenis dan cara parkir di kawasan kota dengan
lalu lintas kurang padat. Di kawasan pusat kegiatan pada kenyataannya kebutuhan
akan sarana parkir di luar jalan (off street parking) cukup besar, meski pada
umumnya memiliki lahan yang terbatas. Nilai tanah yang tinggi dan daya tampung
yang sedikit membuat pelataran parkir menjadi tidak ekonomis. Oleh karena di
kawasan pusat kegiatan kota penggunaan saran parkir yang sesuai adalah dengan
bangunan parkir yang bertingkat.

3. Pengukuran / Besaran Dalam Parkir


a. Akumalasi Parkir
Merupakan jumlah kendaraan yang diparkir di suatu tempat pada waktu tertentu, dan
dapat dibagi sesuai dengan kategori jenis dan maksud perjalanan. Akumulasi ini
berkaitan erat dengan beban parkir (jumlah kendaraan parkir) dalam satu jam

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -
TAHUN ANGGARAN 2016 10
kendaraan per periode waktu tertentu.
b. Volume Parkir
Menyatakan jumlah kendaraan yang termasuk dalam beban parkir (yaitu jumlah
kendaraan per periode waktu tertentu, biasanya per hari).
c. Pergantian Parkir (Parking Turnover)
Menunjukkan tingkat penggunaan ruang parkir dan diperoleh dengan
membagi volume parkir dengan ruang parkir uintuk periode waktu tertentu.
d. Durasi Parkir
Lama waktu suatu kendaraan parkir di suatu ruang parker.
e. Indeks Parkir
Indeks parkir adalah akumulasi parkir dibagi dengan ruang parkir yang tersedia

4. Faktor Perkembangan
Tingkat laju dan gerak masyarakat kota selalu berkembang diikuti dengan
semakin tingginya tingkat motorisasi. Oleh karena itu, hal ini harus diikuti dengan
peningkatan penyediaan fasilitas-fasilitas transportasi, antara lain termasuk fasilitas
parkir. Dengan adanya perkembangan-perkembangan ini, maka harus ada
pertimbangan dalam jangka pendek (1-5 tahun) maupun dalam jangka panjang (10-
20 tahun).

Hal-hal yang mempengaruhi faktor perkembangan ini adalah:


- Perkembangan aktivitas
- Tingkat motorisasi
- Perkembangan luas lahan
- Perkembangan sistem transportasi

DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KOTA


PADANGSIDIMPUAN III -
TAHUN ANGGARAN 2016 11

Anda mungkin juga menyukai