Anda di halaman 1dari 12

PERILAKU MEKANISME BAJA DAN

KONSEP PERENCANAAN
STRUKTUR BAJA

OLEH :

NUR AHMAD BADAWI


FIQI IBRAHIM HARIS
LUQMAN
MUH.ILHAM RAMADHAN

JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta limpahan karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perilaku mekanisme baja dan Konsep
perencanaan struktur baja” tepat pada waktunya. Tidak lupa kami sampaikan
ucapan terima kasih yang sangat mendalam kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam makalah ini akan dibahas berbagai hal mengenai Perilaku
mekannisme baja dan konsep perencenaan struktur baja. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca karena memberikan informasi kepada
kita. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, 16 Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................. 2

2.1 Perilaku Mekanisme Baja ............................................................ 2

2.1.1 Material Baja ..................................................................... 2

2.1.1 Sifat Mekanisme Baja ........................................................ 3

2.2 Konsep Perencanaan Struktur Baja ............................................ 5

2.2.1 Perencanaan Tegangan Kerja ........................................... 5

2.1.1 Perencanaan Faktor Daya Tahan dan Beban.................... 6

BAB 3 PENUTUP ......................................................................................... 9

3.1 Kesimpulan ................................................................................. 9

ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem struktur untuk struktur baja banyak penerapanya dalam bidang
konstruksi sipil. Diberbagai bidang konsep perencanaan seperti jembatan, gedung,
storage (tempat penyimpanan) ataupun resedensial/rumah. Dalam pembelajaran
baja II ini lebih ditujukan kedalam struktur baja sederhana, seperti frame/portal 2D
sederhana untuk struktur gudang/warehouse ataupun struktur jembatan rangka 2D
yang sederhana.
Tujuan dari perencanaan struktur menurut Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002) adalah menghasilkan suatu struktur
yang stabil, cukup kuat, mampu layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya
seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil jika
tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur rencana bangunan. Risiko
terhadap kegagalan struktur dan hilangnya kemampulayanan selama umur
rencananya juga harus diminimalisir dalam batas-batas yang masih dapat diterima.
Suatu struktur yang awet semestinya tidak memerlukan biaya perawatan yang
terlalu berlebihan selama umur layannya.
Salah satu tahapan penting dalam perencanaan suatu struktur bangunan adalah
pemilihan jenis material yang akan digunakan. Jenis-jenis material yang selama ini
dikenal dalam dunia konstruksi antara lain adalah baja, beton bertulang, serta kayu.
Material baja sebagai bahan konstruksi telah digunakan sejak lama mengingat
beberapa keunggulannya dibandingkan material yang lain.

1.2 Rumusan Masalah

Berlandaskan pada latar belakang di atas maka Ada dua pokok


permasalahan yang di bahas dalam makalah ini yakni :

1). Bagaimana perilaku mekanisme baja pada suatu struktur yang di rencanakan ?

2). Konsep perencanaan seperti apa yang di gunakan dalam merencanakan sebuah

Struktur yang berelemen baja ?

1
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Perilaku Mekanisme Baja


2.1.1 Material Baja

Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan


menjadi tiga yakni :

a. Baja karbon
Baja karbon dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari persentase
kandungan karbonnya, yaitu: baja karbon rendah (C = 0,03-0,35%), baja
karbon medium (C = 0,35-0,50%), dan baja karbon tinggi (C = 0,55-1,70%).
Baja yang sering digunakan dalam struktur adalah baja karbon medium,
misalnya baja BJ 37. Kandungan karbon baja medium bervariasi dari 0,25-
0,29% tergantung ketebalan. Selain karbon, unsur lain yang juga terdapat
dalam baja karbon adalah mangan (0,25-1,50%), Silikon (0,25-0,30%),
fosfor (maksimal 0,04%) dan sulfur (0,05%). Baja karbon menunjukkan
titik peralihan leleh yang jelas, seperti nampak dalam Gambar 3, kurva a.
Naiknya persentase karbon meningkatkan tegangan leleh namun
menurunkan daktilitas, salah satu dampaknya adalah membuat pekerjaan las
menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh fy
antara 210-250 Mpa

b. Baja paduan rendah mutu tinggi


Yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu tinggi
(high-strength low-alloy steel/HSLA) mempunyai tegangan leleh berkisar
antara 290-550 Mpa dengan tegangan putus (fu) antara 415-700 MPa. Titik
peralihan leleh dari baja ini nampak dengan jelas (Gambar 3 kurva b).
Penambahan sedikit bahan-bahan paduan seperti chromium, columbium,
mangan, molybden, nikel, fosfor, vanadium atau zirkonium dapat
memperbaiki sifat-sifat mekaniknya. Jika baja karbon mendapatkan

2
kekuatannya seiring dengan penambahan persentase karbon, maka bahan-
bahan paduan ini mampu memperbaiki sifat mekanik baja dengan
membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih halus.

c. Baja paduan
Baja paduan rendah (low alloy) dapat ditempa dan dipanaskan untuk
memperoleh tegangan leleh antara 550-760 MPa. Titik peralihan leleh tidak
tampak dengan jelas (Gambar 3 kurva c). Tegangan leleh dari baja paduan
biasanya ditentukan sebagai tegangan yang terjadi saat timbul regangan
permanen sebesar 0,2%, atau dapat ditentukan pula sebagai tegangan pada
saat regangan mencapai 0,5%.

2.1.2 Sifat Mekanis Baja

Agar dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang


ahli struktur harus memahami pula sifat-sifat mekanik dari baja. Model
pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari
material baja adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji
baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat-sifat
mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain adanya
potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari
benda ujitersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi di dalam
benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan. Gambar
4, menunjukkan suatu hasil uji tarik material baja yang dilakukan pada suhu
kamar serta dengan memberikan laju regangan yang normal.
Tegangan nominal f yang terjadi dalam benda uji diplot pada sumbu
vertikal, sedangkan regangan (є) yang merupakan perbandingan antara
pertambahan panjang dengan panjang mula-mula (ΔL/L) diplot pada sumbu
horizontal. Gambar 4a merupakan hasil uji tarik dari suatu benda uji baja
yang dilakukan hingga benda uji mengalami keruntuhan, sedangkan
Gambar 4b menunjukkan gambaran yang lebih detail dari perilaku benda
uji hingga mencapai regangan sebesar ± 2%.

3
4
2.2 Konsep Perencanaan Struktur Baja
Dalam struktur baja ada dua konsep dasar
perencanaan, y a i t u perencanaan berdasarkan tegangan
kerja (Allowable Stress Design, ASD) dan perencanaan berdasarkan
beban terfaktor ( Load and Resistance Factor Design, LRFD)

- 2.2.1 Perencanaan Tegangan Kerja / Allowable Stress Design (ASD)

Di dalam metode ini, elemen struktur pada bangunan


(pelat/balok/kolom/pondasi) harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga tegangan yang timbul akibat beban kerja/layan tidak
melampaui tegangan ijin yang telah ditetapkan.

σmaks ≤ σijin .................................. Persamaan 1

Tegangan ijin ini ditentukan oleh peraturan bangunan atau


spesifikasi (seperti American Institute of Steel Construction (AISC)
Spesification 1978) untuk mendapatkan faktor keamanan terhadap
tercapainya tegangan batas, seperti tegangan leleh minimum atau
tegangan tekuk (buckling).

5
Pada kondisi beban kerja, tegangan yang terjadi dihitung
dengan menganggap struktur bersifat elastis, dengan memenuhi
syarat keamanan (kekuatan yang memadai) untuk struktur. Pada
dasarnya, tegangan ijin pada baja sesuai kualitasnya yang diberikan
dalam spesifikasi AISC ditentukan berdasarkan kekuatan yang bisa
dicapai bila struktur dibebani lebih dari semestinya (faktor beban
tambahan jagaan). Bila penampang bersifat daktail dan tekuk
(buckling) tidak terjadi, regangan yang lebih besar daripada
regangan saat leleh dapat diterima oleh penampang tersebut.

Pada metode tegangan kerja (ASD) ini, tegangan ijin


disesuaikan ke atas bila kekuatan plastis merupakan keadaan batas
yang sesungguhnya. Jika keadaan batas yang sesungguhnya adalah
ketidak-stabilan tekuk (buckling) atau kelakuan lain yang mencegah
pencapaian regangan leleh awal, maka tegangan ijin harus
diturunkan. Syarat-syarat daya layan lainnya seperti lendutan
biasanya diperiksa pada kondisi beban kerja.

2.2.2 Perencanaan Faktor Daya Tahan dan Beban (LRFD)

Pendekatan umum berdasarkan faktor daya tahan dan beban,


atau disebut dengan Load Resistance Design Factor (LRFD) ini
adalah hasil penelitian dari Advisory Task Force yang dipimpin oleh
T. V. Galambos. Pada metode ini diperhitungkan mengenai
kekuatan nominal Mn penampang struktur yang dikalikan oleh
faktor pengurangan kapasitas (under-capacity) ϕ, yaitu bilangan
yang lebih kecil dar 1,0 untuk memperhitungkan ketidak-pastian
dalam besarnya daya tahan (resistance uncertainties). Selain itu
diperhitungkan juga faktor gaya dalam ultimit Mu dengan kelebihan
beban (overload) γ (bilangan yang lebih besar dari 1,0) untuk
menghitung ketidak-pastian dalam analisa struktur dalam menahan
beban mati (dead load), beban hidup (live load), angin (wind), dan
gempa (earthquake).

Mu ≤ Ø.Mn .............................................. Persamaan 2

Struktur dan batang struktural harus selalu direncanakan


memikul beban yag lebih besar daripada yang diperkirakan dalam
pemakaian normal. Kapasitas cadangan ini disediakan terutama
untuk memperhitungkan kemungkinan beban yang berlebihan.
Selain itu, kapasitas cadangan juga ditujukan untuk

6
memperhitungkan kemungkinan pengurangan kekuatan penampang
struktur. Penyimpangan pada dimensi penampang walaupun masih
dalam batas toleransi bisa mengurangi kekuatan. Terkadang
penampang baja mempunyai kekuatan leleh sedikit di bawah harga
minimum yang ditetapkan, sehingga juga mengurangi kekuatan.

Kelebihan beban dapat diakibatkan oleh perubahan


pemakaian dari yang direncanakan untuk struktur, penaksiran
pengaruh beban yang terlalu rendah dengan pnyederhanaan
perhitungan yang berlebihan, dan variasi dalam prosedur
pemasangan. Biasanya perubahan pemakaian yang drastis tidak
ditinjau secara eksplisit atau tidak dicakup oleh faktor keamanan,
namun prosedur pemasangan yang diketahui menimbulkan kondisi
tegangan tertentu harus diperhitungkan secara eksplisit.

Format umum dari spesifikasi LRFD diberikan dengan


persamaan. Secara umum persamaan tersebut berarti bahwa
kekuatan ( Rn) yang disediakan dalam desain paling tidak
harus sama dengan pemfaktoran beban-beban yang bekerja
( iQi). Subskrip i menunjukan bahwa harus ada isian untuk
masing-masing tipe beban Qi yang bekerja, seperti beban mati,
beban hidup dan beban lingkungan. Faktor i mungkin saja
berlainan untuk masing- masing tipe beban.

Spesifikasi LRFD didasarkan atas hal-hal berikut ini :

1. Suatu model atas dasar probabilitas

2. Evaluasi atas dasar pertimbangan dan pengalaman di masa lalu,


disertai studi-studi

lembaga desain atas struktur-struktur yang representatif.

o Traditional Allowable Stress Design (Working Stress Design)

Menurut standard API RP 2A, metoda pembebanan struktur


bisa berdasarkan Metoda Working Stress Design (WSD) atau Load
and Resistance Factor Design (LRFD). Perbedaan kedua metode ini
terletak pada nilai koefesien terfaktor yang digunakan untuk kondisi
beban yang berbeda

Pada sisi kekuatan, harga nominal resistensi Rn dikalikan


dengan faktor resistensi (reduksi kekuatan) untuk mendapatkan

7
kekuatan desain. Pada sisi beban persamaan di atas, berbagai efek
beban Qi (seperti beban mati, dan beban hidup) dikalikan dengan
faktor-faktor kelebihan beban i untuk mendapatkan jumlah i
Qi dari beban-beban terfaktor. Subskrip i menunjukan bahwa harus
ada isian untuk masing-masing tipe beban Qi yang bekerja, seperti
beban mati, beban hidup dan beban lingkungan. Faktor i mungkin
saja berlainan untuk masing-masing tipe beban. Namun untuk
metode WSD, Faktor i tidak berbeda- beda untuk masing-masing
tipe beban, sehingga perubahan-perubahan dalam berbagai faktor
kelebihan beban dan faktor resistensi dilakukan dengan mengubah
tegangan ijin.

Metoda tradisional dari spesifikasi AISC adalah Allowable


Stress Design (disain tegangan yang diijinkan) yang disebut pula
Working Stress Design (disain tegangan kerja). Fokus metoda
WSD terletak pada kondisi beban layanan yang harus memenuhi
persyaratan keamanan bagi struktur tersebut.

Dari studi perbandingan metoda WSD dan LRFD untuk


analisa struktur tetap anjungan lepas pantai tipe monopod dapat
disimpulkan bahwa penggunaan metode LRFD memberikan nilai
unity check yang lebih kecil daripada pada metoda WSD. Karena
itu, penggunaan metode LRFD dalam perancangan struktur
anjungan lepas pantai akan memberikan penggunaan bahan yang
lebih ekonomis.

Beban lingkungan (angin, arus, dan gelombang) yang terjadi


pada struktur tipe monopod relatif lebih kecil dibandingkan dengan
yang terjadi pada struktur tipe jacket 4-kaki atau lebih. Sehingga,
perlu studi lebih lanjut mengenai perbandingan metoda WSD dan
LRFD untuk struktur jenis tersebut. Perbandingan beban lingkungan
terhadap beban gravitasi yang terjadi pada struktur jenis jacket 4-
kaki atau lebih akan menjadi lebih besar sehingga pengaruh load
factor beban lingkungan akan sangat penting terhadap besaran
Unity Check yang didapat. Karena itu, perlu juga dilakukan
Penelitian mengenai besar load factor bebanlingkungan yang sesuai
dengan kondisi lingkungan di Indonesia.

Penggunaan metoda LRFD juga akan sangat bermanfaat


untuk analisa struktur anjungan lepas pantai yang sudah lewat batas
umur perencanaan (design life) tetapi akan terus digunakan.

8
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Agar dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli
struktur harus memahami sifat-sifat mekanik dari baja mengingat sifat sifat
mekanik ini merupakan hal yang fundamental dan urgen.Sifat sifat mekanik pada
dasarnya telah diatur dalam berbagai peraturan peraturan yang berlaku.

Dalam struktur baja ada dua konsep dasar


perencanaan, y a i t u perencanaan berdasarkan tegangan
kerja (Allowable Stress Design, ASD) dan perencanaan berdasarkan beban
terfaktor ( Load and Resistance Factor Design, LRFD)

Anda mungkin juga menyukai