KVC”
DOSEN PENGAMPU :
KELOMPOK : 2/L
FAKULTAS FARMASI
SURAKARTA
2017
I. JUDUL
Ekstraksi Cair – Cair dan Optimasi Fase Gerak untuk KCV
II. TUJUAN
1. Melakukan pemisahan / fraksinasi ekstrak tanaman menggunakan metode
ekstraksi cair – cair.
2. Menentukan fase gerak yang cocok untuk pemisahan senyawa
menggunakan metode KLT.
Menurut Nerst : “Apabila suatu zat berada dalam suatu campuran pelarut yang
tidak saling bercampur maka zat tersebut akan terdistribusi sedemikian rupa di
antara kedua pelarut tersebut dan akan berada dalam kesetimbangan pada
temperatur dan tekanan tertentu asalkan tidak terjadi interaksi kimia antara zat –
zat dalam larutan”.
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran
dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam
skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan
penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam. logam. Proses ini pun
digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi
padat cair. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran
dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan
aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti
halnya pada proses ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas
sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan
pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin (Khopkar, 2010).
Untuk mencapai proses ekstraksi cair - cair yang baik, pelarut yang
digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.
b. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.
c. Perbedaan berat jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar.
d. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.
e. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
f. Tidak merusak alat secara korosi.
g. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.
Agar proses ekstraksi dapat berlangsung, harga β harus lebih besar dari satu.
Jika nilai β =1 artinya kedua komponen tidak dapat dipisahkan.
Koefisien distribusi
K=
K = koefisien distribusi
Kromatografi adalah salah satu metode pemisahan kimia yang didasarkan pada
adanya perbedaan partisi zat pada fase diam dan fase gerak. Kromatografi kolom
adalah salah satu metode yang digunakan untuk pemurnian senyawa dari
campuran dengan memakai kolom. Fase gerak atau eluen adalah campuran cairan
murni. Eluen dipilih sedemikian rupa sehingga faktor retensi senyawa berkisar 0,2
– 0,3 supaya meminimalisasi penggunaan waktu dan jumlah eluen melewati
kolom. Fase gerak yang menghasilkan faktor retensi senyawa paling tinggi 0,5
sebagai fase gerak awal. Sedangkan fase gerak yang menghasilkan faktor retensi
senyawa paling rendah 0,2 sebagai fase gerak akhir (Sudjadi, 1986).
Alat :
Corong pisah
Batang pengaduk
Erlenmeyer
Kertas saring
Cawan
Lempeng
Klt silika gel 60 F254
Bak kromatografi
Pipa kapiler
Cawan penguap
Klem
Statif
Lampu UV 254 nm dan 366 nm
Bahan :
Ekstrak herba ciplukan
N-heksana
Etil asetat
Aquadest
V. CARA KERJA
Ekstraksi Cair-Cair
Optimasi Fase Gerak Kromatografi Kolom dengan KLT
VI. HASIL PERCOBAAN
EKSTRAKSI CAIR-CAIR
A. MASERASI (kelompok 1 )
Bobot ekstrak = 8,2591 gram
Rendemen (%)
Fraksi n-heksan
Bobot fraksi – Gelas kosong
150,763 – 148,273 = 2,49 gram
= 30,14 %
= 47,87 %
Fraksi air
Bobot fraksi – Gelas kosong
173,011 – 169,921 = 3,09 gram
= 37,41 %
B. MASERASI (kelompok 2 )
Bobot ekstrak = 8,7651 gram
Rendemen (%)
Fraksi n-heksan
Bobot fraksi – Gelas kosong
149,867 – 146,372 = 3,495 gram
= 39,86 %
Fraksi etil asetat
Bobot fraksi – Gelas kosong
167,534 – 164,765 = 2,770 gram
= 31,60 %
Fraksi air
Bobot fraksi – Gelas kosong
172,089 – 168,566 = 3,523 gram
= 40,19 %
C. REMASERASI (kelompok 3 )
Bobot ekstrak = 10,16 gram
Rendemen (%)
Fraksi n-heksan
Bobot fraksi – Gelas kosong
172,629 – 176,705= 2,076 gram
= 20,433 %
= 29,508 %
Fraksi air
Bobot fraksi – Gelas kosong
165,733 – 168,835 = 3,102 gram
= 30,531 %
D. SOKHLETASI
Bobot ekstrak = 5,6879 gram
Rendemen (%)
Fraksi n-heksan
Bobot fraksi – Gelas kosong
102,946 – 102,168 = 0,778 gram
= 13,678 %
= 22,046 %
Fraksi air
Bobot fraksi – Gelas kosong
173,9452 – 172,7542 = 1,191 gram
Rendemen fraksi n-heksan = × 100 %
= 20,939 %
A. MASERASI (Kelompok 1)
Total = 8 ml
C Hitam Merah
= 0,771 cm
D Hitam Merah
= 0,687 cm
E Hitam Merah
= 0,521 cm
F Hitam Biru
= 0,833 cm
B. MASERASI (Kelompok 2)
Toluen = × 8 ml = 4 ml
Kloroform = × 8 ml = 3,2 ml
Total = 8 ml
C Hitam Biru
= 0,679 cm
D Hitam Merah
= 0,768 cm
C. REMASERASI
Air = × 8 ml = 0,8 ml
D. SOKHLETASI
Metanol = × 8 ml = 2,4 ml
Kloroform = × 8 ml = 0,8 ml
Total = 8 ml
Ekstrak yang digunakan dalam percobaan ini adalah ekstrak daun herba
Ciplukan (Physalis angulata L).Pelarut yang digunakan yaitu pelarut yang bersifat
polar dan nonpolar. Pada pengerjaan awal, partisi dilakukan dengan
menggunakan pelarut non polar (n-Heksan), hal ini disebabkan karena jika pada
pengerjaan awal digunakan pelarut polar, maka dikhawatirkan adanya senyawa
nonpolar yang ikut terlarut, sebagaimana kita ketahui bahwa pelarut polar selain
mampu melarutkan senyawa yang bersifat polar juga mampu melarutkan senyawa
yang bersifat nonpolar. Tahap-tahap dalam melakukan proses partisi yaitu
pertama-tama hasil maserasi ekstrak herba Ciplukan (Physalis angulata L.)
kelompok 1 : 8,2591 gram, kelompok 2 : 8,7651 gram, kelompok 3 : 10,16 gram
masing-masing dilarutkan dalam etanol 15 mL dan air sebanyak 60 mL. Setelah
larut, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 75 mL n-
heksana dan dikocok pelan pada satu arah yaitu ke arah badan hingga homogen.
Sesekali membuka keran corong pisah untuk mengeluarkan udara dari hasil
pengocokan. Dipisahkan hingga terlihat adanya dua lapisan, dimana lapisan atas
adalah lapisan n-heksan, sedangkan lapisan bawah adalah lapisan air. Hal ini
disebabkan karena air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada n-heksan.
Selanjutnya untuk lapisan ekstrak n-heksan ditampung dan diuapkan sehingga di
dapatkan ekstrak kering. Sedangkan untuk lapisan air, dimasukkan ke dalam
corong pisah dan ditambahkan lagi n-heksan dan dikocok hingga homogen,
prosedur ini dilakukan sama halnya pada prosedur awal, dan dilakukan terus-
menerus hingga lapisan atas kelihatan jernih. Setelah dipartisi dengan
menggunakan n-heksan, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan pelarut etil
asetat dengan melakukan proses yang sama dengan penggunaan pelarut n-heksan.
Setelah itu pelarut etil asetat yang sudah mengandung ekstrak diuapkan untuk
mendapatkan ektrak yang bersifat polar dan nonpolar.
Pada praktikum kali ini untuk kelompok 1 pelarut yang pertama yaitu n-
heksan didapatkan bobot fraksi 2,49 gram serta rendemen sebesar 30,14%
sedangkan untuk pelarut kedua yaitu etil asetat didapatkan bobot fraksi sebesar
3,954 gram serta rendemen sebesar 47,87% dan untuk pelarut ketiga yaitu air
didapatkan bobot fraksi 3,09 gram serta rendemen 37,41%. Untuk kelompok 2
pelarut yang pertama yaitu n-heksan didapatkan bobot fraksi 3,495 gram serta
rendemen sebesar 39,86% sedangkan untuk pelarut kedua yaitu etil asetat
didapatkan bobot fraksi sebesar 2,770 gram serta rendemen sebesar 31,60% dan
untuk pelarut ketiga yaitu air didapatkan bobot fraksi 3,523 gram serta rendemen
40,19%. Sedangkan untuk kelompok 3 pelarut yang pertama yaitu n-heksan
didapatkan bobot fraksi 2,076 gram serta rendemen sebesar 20,433% sedangkan
untuk pelarut kedua yaitu etil asetat didapatkan bobot fraksi sebesar 2,998 gram
serta rendemen sebesar 29,508% dan untuk pelarut ketiga yaitu air didapatkan
bobot fraksi 3,102 gram serta rendemen 30,531%. Kemudian setelahnya
dilakukan uji dengan metode kromatografi lapis tipid (KLT) untuk
mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam fase polar dan dalam fase
nonpolar.
akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng
akan berwarna gelap. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat
terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366
nm.
Pada hasil KLT, n-heksan dan etil asetat mengalami fluorosensi karena
termasuk pelarut nonpolar. Sedangkan pada air tidak mengalami fluorosensi,
karena air termasuk pelarut polar. Dan sampel etanol dapat mengalami fluorosensi
pada UV 254 nm karena termasuk pelarut universal yaitu larut dalam air dan
pelarut organik lainnya.
Pada praktikum yang dilakukan tidak digunakan pereaksi semprot. Hal ini
dikarenakan sampel yang digunakan sudah dapat terbaca pada UV 254 nm dan
UV 366 nm.
VIII. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Subagyo, dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang
Dirjen POM , 1979, “Farmakope Indonesia edisi III”, Depkes RI: Jakarta