Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN SKENARIO 1 BELAJAR MANDIRI BLOK IX SEMESTER 3

RESPIRASI & KARDIOVASKULAR

KELOMPOK I

KETUA : Septian Cahya 143307010062

SEKRETARIS : Anggi Dwi Landari 143307010063

ANGGOTA : Suhartomi 143307010001

Sindi Achmad Zamali 143307010002

Eka Putri 143307010003

Anna Duita Sidabutar 143307010016

Muhammad Idris Tanjung 143307010017

Veronica 143307010018

Christine Yennyanti 143307010031

Handres Hafidtullah 143307010032

Lailatul Mardhiyah 143307010033

Yuni Sartika 143307010046

Dila Kartika Saragih 143307010047

Yuni Ratna Sari 143307010048

Sri Wulandari 143307010061

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada kepada rekan-rekan yang
telah bekerja sama membantu menyusun makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan serta
wawasannya mengenai jawaban dari pertanyaan yang ada. Dalam penyusunan makalah ini
banyak hal yang belum sempurna. Oleh sebab itu kami selaku penyusunan makalah ini, kami
mengharapkan adanya masukan yang berupa kritikan ataupun saran demi kebaikan untuk
makalah berikutnya.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Semoga semua ini
berguna bagi kita semua khususnya dalam menunjang pembelajaran kita di dunia
kedokteran.
PEMBAHASAN
Skenario

Skenario 1

Tuan B, berusia 56 tahun datang ke poliklinik RS pendidikan Royal Prima dengan


keluhan Batuk darah sejak 1 hari yang lalu. 1 bulan yang lalu, Tuan B menderita batuk
berdahak yang disertai demam yang tidak terlalu tinggi. Tuan B memiliki riwayat kencing
manis yang tidak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu. Tuan B tidak pernah merokok. Hasil
pemeriksaan tanda vital dijumpai : Sensorium CM, Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi
88x/i, Nafas 24x/i, Temperatur 37oC. Dari hasil pemeriksaan fisik toraks dijumpai : Tidak ada
ketinggalan bernafas, Stem fremitus mengeras, Hipersonor, Suara nafas bronkial, disertai
ronki basah (+) pada lapangan atas paru kiri.

Permasalahan pada skenario


1. Mengapa dapat terjadi batuk berdarah ?
2. Bagaiman Hubungan batuk berdahak dan demam dengan terjadinya batuk berdarah
?
3. Apa hubungan penyakit kencing manis dengan penyakit sekarang ?
4. Bagaimana patomekanisme tanda – tanda hasil pemeriksaan fisik toraks ?
5. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang Anda perlukan untuk menegakkan
diagnosis ?
6. Bagaimana prosedur pemeriksaan penunjang yang Anda anjurkan ?
7. Apa kriteria diagnosis penyakit ini menurut WHO ?
8. Bagaimana regimen penatalaksanaan terkini penyakit yang Anda diagnosis ini?
KAJIAN BERSAMA
I. TERJADINYA BATUK BERDARAH

Ekspektorasi darah dapat terjadi akibat infeksin tuberculosis yang masih aktif ataupun
akibat kelainan yang di timbulkan akibat penyakit tuberculosis yang sudah sembuh.Susunan
parenkim paru dan pembuluh darahnya di rusak oleh penyakit ini sehingga muncul
bronkiektasis dengan hipervaskularisasi ,pelebaran pembuluh darah bronchial , anastomosis
pembuluh darah bronchial dan pulmoner.

Penyakit tuberculosis juga dapat mengakibatkan timbulnya kaviti dan terjadi


pneumonitis tuberculosis akut yang dapat menyebabakan ulserasi bronkus disertai nekrosis
pembuluh darah di sekitarnya dan alveoli bagian distal .Pecahnya pembuluh darah tersebut
mengakibatkan ekspektorasi darah dalam dahak ,ataupun hemoptisis massif.Rupture
aneurisma Rassmussen telah diketahui sebagai penyebab hemoptisis massif pada penderita
tuberculosis ataupun pada bekas penderita tuberculosis .Kematian akibat hemoptisis massif
pada penderita tuberculosis berkisar antara 5-7% .Pada pemeriksaan post-mortem ternyata
pada penderita tersebut di temukan rupture aneurisma.Umumnya pada penderita yang
meninggal tersebut terjadi ruptur pada bagian arteri pulmoner yang mengalami pelebaran
akibat inflamasi pada kaviti.Hal tersebut dapat terjadi akibat keterlibatan infeksi
tuberculosis pada tunika adventisia atau media pembuluh darah namun juga akibat proses
destruksi dari inflamasi local.

Hemoptisis massif juga dapat terjadi pada bekas penderita tuberculosis .Hal tersebut dapat
terjadi akibat erosi lesi kalsifikasi pada arteti bronchial sehingga terjadi hemoptisis
massif.selain itu ekspektorasi bronkolit juga dapat menyebabkan hemoptisis.

II. HUBUNGAN BATUK BERDAHAK DAN DEMAM DENGAN TERJADINYA BATUK


BERDARAH

Bakteri yang masuk menginfeksi sehingga batuk disertai dahak berwarna kekuningan
timbul peradangan yang memuat sifat batuk menjadi produktif. Karena batuk yang terus
menerus menyebabkan iritasi pada bronkus, keadaan berlanjut berupa batuk berdarah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Batuk seperti ini kebanyakan terjadi pada
kavitas, tetapi dapat pula terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Kemudian, batuk dengan sputum menunjukkan bahwa terjadi infeksi dari kuman yang
masuk. Bila bakteri ini terdapat didalam jaringan atau dalam darah akan di fagositosis oleh
leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini
selanjutnya menamai hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin I yang
disebut pirogen endogen ke dalam cairan tubuh. Saat interleukin I mencapai hipotalamus
segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam. Demam ini menyerupa demam
influenza kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC.

III. HUBUNGAN RIWAYAT PENYAKIT KENCING MANIS DENGAN PENYAKIT SEKARANG

Penyakit kencing manis mengakibatkan system pertahanan tubuh kita menjadi lemah,
sehingga sangat mudah terinfeksi dengan mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur,
ataupun parasit. Selain itu, kondisi gula darah yang tinggi juga merupakan lingkungan yang
baik untuk berkembangnya bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Gula darah tersebut akan
menjadi sumber nutrisi bagi bakteri.

IV. PATOMEKANISME TANDA – TANDA HASIL PEMERIKSAAN TORAKS

Lesi awal yang dibentuk pada penderita TB akan terus berkembang, ketika M.
tuberculosis melakukan penetrasi pada pleura dan sekitarnya dan akan menyebabkan Efusi
pleura. Pada kasus berat lesi akan menjadi sangat besar dan pada bagian tengahnya akan
mengalami nekrosis dan membentuk kavitasi (progressive primary tuberculosis) sehingga
pada saat palpasi akan dijumpai stem fremitus mengeras serta\ ronki basah dan suara nafas
bronkial. Pembesaran kelenjar limfe sekitar bronkus dapat menyebabkan obstruksi saluran
nafas dan kolaps yang kemudian dapat berkembang menjadi Emfisema dan bronkioektasis
sehingga pada saat perkusi akan dijumpai hipersonor.

V. JENIS PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIPERLUKAN UNTUK PENEGAKKAN


DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan Bakteriologi

 Bahan Pemeriksaan

Dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

 Cara pengambilan dahak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari.
 Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor,
bilasan bronkus, bilasan lambung, BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH)
dapat dilakukan dengan cara ; mikroskopis dan biakan
Pemeriksaan Biakan Kuman. Pemeriksaan identifikasi M. Tuberculosis dengan cara :

a. Biakan
 Egg base media : Lowenstein-Jensen, Ogawn, Kudoh
 Agar base media : Middle brook
b. Uji molekular
 PCR-Based Methods of IS61110 Genotyping
 Spoligotyping

Identifikasi M.tuberculosis dan uji kepekaan :

 Hain test (uji kepekaan untuk R dan H)


 Molecular bedcon testing (uji kepekaan untuk R)
 Gene X-pert (uji kepekaan untuk R)

Lowenstein-Jensen

Adalah media padat yang menggunakan basa telur. Digunakan untuk isolasi dan
pembiakan Mycobacteria species. Pemeriksaan identifikasi M.tuberculosis dengan media
Lowenstein-Jensen ini memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan dipakai
sebagai alat diagnostik pada program penanggulangan TB.

c. Uji lainnya ; tuberkulin dan serologi

2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto
lateral, top-lordotic, oblik atau CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

3. Pemeriksaan Penunjang Lain

 Analisis Cairan Pleura


Pemeriksaa analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan perlu dilakukan pada
pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
 Pemeriksaan Histopatologi
Dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
 Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
 Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
 Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal needle aspiration (TNNA), biopsi paru terbuka
 Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai TB
 Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke
dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi

 Pemeriksaan Darah
Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai
indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses akktif, tetapi laju
endap darah yang normal tidak menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang spesifik.

VI. PROSEDUR PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG KITA ANJURKAN

Pemeriksaan penunjang tuberkulosis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih
dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan
seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua diatas diagnosis
dapat diperoleh melalui pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya didaerah apeks paru (segmen apikal lobus bawah),
tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau didaerah hilus menyerupai
tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila
lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang
tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-
lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang
bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangan tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas di sertai penciutan yang
dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya


tersebar merata pada seluruh lapangan paru.

Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan
hitam radiolusen doipinggir paru/pleura (pneumotoraks).

Pada suatu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, klasifikasi, kavitas (non
skelrotik) maupun atelektasis dan emfisema.
Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang anah-aneh, terutama gambaran
radilogis, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest imitator. Gambaran infiltrasi dan
tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau
karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Disamping itu
perlu diingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto. Faktor kesalahan ini dapat
mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologi sering dilakukan juga foto dengan
proyeksi densitas keras.

Adanya bayangan(lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas


penyakit, kecuali suatu infiltrat yang bdetul nyata-nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif,
sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, klasifikasi, kavitas,
schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.

Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkhografi, yakni


untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.

Pemeriksaan radiologis dada yang lebuih canggih dan saat ini sudah banyak di pakai
di rumah sakit rujukan adalah computed tomography scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini
lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas
dan sayatan dapat dibuat transversal.

Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah magnetic resonance imaging (MRI).
Premeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat
apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital
dan koronal.

Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan pemeriksaan ini mudah
dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak
mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non
produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien
dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga
dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20-30menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh
dengan cara bronkoskopi diambil dengan rushing atau bronchial washing aatau BAL
(broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung.
Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya.
Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru
dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar, sehingga
sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Di perkirakan di indonesia terdapat
50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekureang kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL sputum.

Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara tan tiam hok yang merupakan
modifikasi gabungan cara pulasan kinyoun dan gabbet. Cara pemeriksaan sediaan sputum
yang dilakukan adalah:

 Pemriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa


 Pemeriksaan sediaan langsung denganmikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)
 Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
 Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet walaupun
sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan yang dipakai (
auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penamaan sputum
dalam medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak, biakan dinyatakan
negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu lowenstein jensen, kudoh atau
ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara
bactec (bactec 400 radiometric system) dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam
7-10 hari. Disamping itu dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) dapat
dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lenih cepat atau mendeteksi
M.tuberculosae yang tidak tumbuh dalam sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya
dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead
bacili atau non culturable bacili yang disebabkan keampuhan panduan obat
antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu
pendek.

Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-
bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan
pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja.

VII. KRITERIA DIAGNOSIS PENYAKIT INI MENURUT WHO

WHO tahun 1991 memberikan kriteria Tuberculosis paru, yaitu :

 Pasien dengan sputum BTA positif


1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskpis ditemukan BTA,
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan.

2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan
gambaran TB akif.

3. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.

 Pasien dengan sputum BTA negative

1. Pasien yang pada pemeriksan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA,
sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan
gambaran TB aktif.

2. Pasien yang pada pemeriksaan sputumya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA
sama sekali, tetapi pada biakan positif.

VIII. REGIMEN PENATALAKSANAAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

Penderita TB harus diobati dan pengobatannya harus adekuat. Pengobatan TB


memakan waktu minimal 6 bulan. Dalam pemberantas penyakit tuberkulosis, Negara
mempunyai pedoman dalam pengobatan TB yang disebut program pemberantas TB
(National Tuberculosis Programme). Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan
multydrugs regimen;hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB
terhadap obat,obat anti tuberculosis dibagi dalam 2 golongan besar yaitu obat lini pertama
dan obat lini kedua.

Yang termasuk obat anti TB lini pertama:isoniazid(H), etambutol(E), streptomisin(S),


pirazinamid(Z) rifamfisin(R), dan teoasitazon(T);sedangkan yang termasuk obat lini kedua
adalah: etionamide, sikloserin, PAS, amikasin, kanamisin, kapreomisin, siprofloksasin,
ofloksasin, klofazimin, dan rifabutin.

Nama obat Dosis yang direkomendasikan


Dosis pemberian setiap hari Dosis pemberian
intermiten
Mg/kgBB Maksimum(mg) mg/kgBB
Maksimum(mg)
Isoniazid (H) 5 mg 300 mg 15 mg 750 mg (seminggu 2
kali}
Rifamfisin (R) 10 mg 600 mg 15 mg 600 mg (seminggu 2
kali)
Pirazinamid (Z) 35 mg 2500 mg 50 mg
Streptomisin (S) 15-20 mg 750-1000 mg 15-20 mg 750-1000 mg
Etambutol (E) 15-25 mg 1800 mg
Toasetazon (T) 4 mg (anak) 150 mg

Obat lini kedua untuk mengobati pasien HIV yang terinfeksi oleh multidrug-resistent
tuberculosis

Nama Obat Doasis yang direkomendasikan


Etionamide 250 mg 2-4 kali sehari
Sikloserin 250-1000 mg/hari dosis terbagi
PAS 12-16 gram/hari dosis terbagi
Amikasin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu IV atau IM
Kanamisin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu,IM
Kapreomisin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu/IM
Siprofloksasin 500-750 mg, 2 kali sehari
Ofloksasin 400 mg, 2 kali sehari
Klofazimin 200-300 mg/hari
Rifabutin 150-300 mg/hari

Anda mungkin juga menyukai