Anda di halaman 1dari 38

DOSEN : Hidayat, SKM.,M.

Kes

MATA KULIAH : Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)

“ADKL TENTANG RUMAH SAKIT”

Oleh
KELOMPOK IV
D-IV III B

ANDI REZKY AVITA PO.71.4.221.15.1.047


DESI RESKITA LAPASAMULA PO.71.4.221.15.1.052
FATMAWATI RAHIM PO.71.4.221.15.1.056
IRIANTI APRILLA PO.71.4.221.15.1.061
MUH. ZULHAM BURAHANUDDIN PO.71.4.221.15.1.066
NUR ISMI RANDAH PO.71.4.221.15.1.070
PUTRI FEBRIANTI PO.71.4.221.15.1.074
RUSNI PO.71.4.221.15.1.078
ST. MUSTAINAH PO.71.4.221.15.1.082

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.IV
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa karena atas anugrah-
NYA kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ADKL TENTANG
RUMAH SAKIT” dengan tepat waktu dan penuh rasa tanggung jawab,
mengingat ini merupakan salah satu kriteria penilaian Dosen terhadap mahasiswa
khususnya dalam mata pelajaran Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
(ADKL).

Adapun dalam penulisan makalah ini kami dihadapkan dengan berbagai


kesulitan dan hambatan-hambatan, namun semua itu dapat teratasi berkat adanya
bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moral, maupun materil.

Oleh karena itu, ijinkan kami menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu, akhirnya kami menyadari
bahwa “tiada gading yang tak retak” begitu pula kami selaku insan manusia biasa
yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Olehnya saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat diharapkan.

Makassar, 26 April 2018

penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................ i

Daftar isi .................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan…………………………………………………………………… 2

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Apai itu ADKL.......................................................................................... 4


B. Pengertian Rumah Sakit ............................................................................ 9
C. Bagaimana pelayanan di Rumah Sakit………………………………….. 10
D. Mengetahui apa tipe Rumah Sakit ............................................................ 12

BAB III. PEMBAHASAN


A. Tahap Pelaksanaan Rencana Usaha dan Kegiatan Rumah Sakit .............. 15
B. Mengetahui klasifikasi limbah Rumah Sakit ............................................ 20
C. Profil Rumah Sakit di Indonesia .............................................................. 23
D. Bagaimana upaya pengelolaan limbah Rumah Sakit ................................ 28
E. Pengolahan Limbah Rumah Sakit ............................................................. 29

BAB IV . PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 33
B. Saran ......................................................................................................... 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan
masyarakat Indonesia. Pemerintah telah bersungguh-sungguh dan terus-
menerus berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Peran tersebut pada dewasa ini
semakin dituntut akibat adanya perubahan-perubahan epidemiologik
penyakit, perubahan struktur organisasi, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, perubahan sosio-ekonomi masyarakat dan pelayanan yang
lebih efektif, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka.
Era reformasi yang sedang kita jalani, telah membawa perubahan yang
mendasar dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pelayanan
kesehatan.. Salah satu perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini
adalah manajemen negara yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi
manajemen berbasis daerah secara resmi perubahan manajemen ini
diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang
pemerintah daerah yang kemudian diikuti pedoman pelaksanaannya berupa
Peraturan Pemeritah RI Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan propinsi
sebagai daerah otonomi konsekuensi logis dari undang-undang dan
peraturan pemerintah tersebut adalah bahwa efektivitas pelayanan kesehatan
harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi sesuai dengan
peraturan tersebut maka disusunlah tugas pokok dan fungsinya yakni; (1)
menyelenggarakan, melaksanakan pelayanan kesehatan meliputi promotif,
pemulihan rehabilitasi. (2) penyelenggaraan pelayanan medik,
penyelenggaraan sistem rujukan, penyelenggaraan pelayanan penunjang dan
non medik, penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan,
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan.

1
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal
yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai
peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang
Pelayanan Kesehatan. Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat
mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai
syarat diantaranya; tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan
wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu (Azwar, 1996).
Saat ini, rumah sakit berada dalam iklim persaingan yang sangat ketat.
Masyarakat sebagai pelanggan berada dalam posisi yang lebih kuat karena
semakin banyak pilihan rumah sakit yang dapat melayaninya. Pada saat
yang bersamaan, masyarakat juga semakin kritis terhadap pelayanan
kesehatan. Dalam kondisi seperti ini, agar tetap dapat eksis melayani
pelanggannya, rumah sakit harus memiliki sumberdaya manusia yang
berkualitas. Salah satu aspeknya adalah kemauan dan kemampuan dalam
memberikan pelayanan yang prima. Oleh karena itu diperlukan paradigma
dan sikap mental yang berorientasi melayani, serta pengetahuan dan
keterampilan yang memadai dalam melaksanakan pelayanan yang prima.

B. Rumusan Masalah
1. Apai itu ADKL dan langkah-langkah ADKL
2. Pengertian Rumah Sakit
3. Bagaimana pelayanan di Rumah Sakit
4. Mengetahui apa tipe Rumah Sakit
5. Mengetahui klasifikasi limbah Rumah Sakit
6. Bagaimana upaya pengelolaan limbah Rumah Sakit

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian ADKL
2. Untuk mengetahui apa itu Rumah Sakit
3. Untuk mengetahui bagaimana Pelayanan Di Rumah Sakit

2
4. Untuk mengetahui apa tipe Rumah Sakit
5. Untuk mengetahui klasifikasi limbah Rumah Sakit
6. Untuk Mengetahui Bagaimana upaya pengelolaan limbah Rumah Sakit

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang ADKL

ADKL (Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan) merupakan suatu


pendekatan dalam kajian kesehatan masyarakat pada sumber dampak, media
Lingkungan, populasi terpajan dan dampak kesehatan yang meliputi
kegiatan identifikasi, pemantauan, dan penilaian secara cermat terhadap
parameter lingkungan, karakteristik masyarakat, kondisi sanitasi lingkungan,
status gizi, dan sumber daya kesehatan yang berhubungan potensi besarnya
risiko kesehatan (Kepmenkes No.872/MENKES/SK/VIII/1997)

Dasar hukum pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan

(ADKL) antara lain adalah :

a) Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.


b) Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
c) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.
d) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor :
17 Tahun 2001 Tanggal 22 Mei 2001 tentang Jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
e) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor ;
KEP-124/12/1997 tanggal 29 Desember 1997 tentang Panduan Kajian
Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.

4
f) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 872/MENKES/SK/VIII/1997
tanggal 15 Agustus 1997 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak
Kesehatan Lingkungan.

Konsepsi ADKL pada dasarnya merupakan model pendekatan guna


mengkaji dan atau menelaah secara mendalam untuk mengenal, memahami,
dan meprediksi kondisi dan karakteristik lingkungan yang berpotensi
terhadap timbulnya risiko kesehatan, mengembangkan tatalaksana
pemecahan dan pengelolaan masalah serta upaya mitigasinya yang
dilaksanakan terhadap sumber perubahan, media lingkungan, masyarakat
terpajan dan dampak kesehatan yang terjadi.

Dengan demikian penerapan ADKL dapat dilakukan guna : menelaah


rencana usaha atau kegiatan dalam tahapan pelaksanaan atau pengelolaan
kegiatan serta untuk melakukan penilaian guna menyusun atau
mengembangkan upaya pemantauan maupun pengelolaan guna mencegah,
mengurangi atau mengelola dampak kesehatan masyarakat akibat suatu
usaha atau kegiatan pembangunan.

Konsep ADKL mengacu pada Paradigma Kesehatan Lingkungan, yang


mencakup 4 simpul pengamatan dinamika perubahan komponen lingkungan
yang berpotensi timbulnya dampak kesehatan masyarakat, yaitu (Ditjend PL,
2002:2-2) ;

a. Simpul 1 (sumbernya)

Pengamatan, pengukuran, dan pengendalian sumber pencemar : emisi


untuk pencemaran udara (mobil, industri, pembangkit listrik dan lain-
lain), sumber penyakit menular (penderita TB, pendrita DBD, penderita
malaria, dll). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam simpul 1 antara lain
adalah :

1. Jenis dan volume kegiatan yang dilakukan di lokasi


2. Lamanya kegiatan di lokasi

5
3. Bahaya fisik yang ada di lokasi
4. Perubahan-perubahan yang dilakukan baik dalam ukuran maupun
bentuk
5. Kegiatan penanggulangan yang direncanakan dan yang telah
dikerjakan.
6. Laporan pelaksanaan pengendalian mutu

b. Simpul 2 (media lingkungan)


Pengamatan, pengukuran, dan pengendalian bila komponen lingkungan
tersebut sudah berada di sekitar manusia seperti konsentrasi parameter
pencemaran di udara, kadar kandungan residu pestisida dalam sayur
mayur, bakteri E coli dalam air minum, dll). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam simpul 2 antara lain :
1) Riwayat latar belakang
a. Deskripsi lokasi
b. Rona geografik local
c. Situasi lokasi dalam kaitannya dengan masyarakat
d. Gambar visual ruang (RUTR, peta topografi, peta udara)
e. Lamanya pencemar telah ada di lokasi
f. Perubahan yang dilakukan, baik dalam ukuran maupun bentuk
g. Kegiatan pembersihan yang direncanakan dan yang telah
dikerjakan
2) Kepedulian kesehatan masyarakat
a. Keluhan terhadap lingkungan yang kotor dan tercemar
b. Gangguan kesehatan ringan maupun berat dan tindakan yang
telah dilakukan untuk mengatasinya baik oleh masyarakat
maupun pemerintah
3) Penduduk
a. Demografi (jumlah & sifat penduduk)
b. Sosio-psikologi

6
4) Penggunaan lahan dan sumber daya alam
a. Akses terhadap lokasi dan akses terhadap media tercemar
b. Daerah industry
c. Daerah pemukiman
d. Daerah rekreasi
e. Daerah produksi makanan
f. Penggunaan air pemrukaan
g. Penggunaan air tanah
h. Sarana pemancingan
5) Pencemaran lingkungan
a. Konsentrasi bahan kimia
b. Inventarisasi B3 (bahan berbahaya & beracun) yang terlepaskan
6) Jalur penyebaran pencemar di lingkungan
a. Topografi
b. Jenis tanah dan lokasi
c. Permukaan tanah penutup
d. Curah hujan tahunan
e. Kondisi suhu
f. Faktor lain : kecepatan angina
g. Komposisi hidrogeologi dan struktur
h. Lokasi badan air permukaan dan penggunaan badan air

c. Simpul 3 (tubuh manusia)


Pengamatan dan pengukuran kadar parameter bahan pencemar di dalam
tubuh manusia (dalam darah, urine, rambut, lemak, jaringan, sputum).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah :
1) Fitrah pemajanan
Fitrah pemajanan perlu dicatat secara detil spesifik untuk menjamin
teramatinya adanya asosiasi dan memungkinkan untuk dilakukan
inferensi aetologik spesifik. Variabel harus spesifik sehingga dapat
dipisah-pisahkan ke dalam tingkat klasifikasi pemajanan.

7
2) Dosis
Dosis dapat diukur dalam dosis total atau dalam kecepatan
pemajanan atau pemajanan kumulatif. Dosis perlu dinyatakan
sehubungan dengan terjadinya pemajanan pada subyek, apakah dosis
ambient dalam interval waktu pendek atau lama.
3) Waktu
Setiap pemajanan perlu dijelaskan kapan pemajanan itu terjadi dan
kama akhirnya terhenti dan bagaimana pemajanan itu tersebar selama
periode itu (periodik, kontinyu, bervariasi).
4) Dosis representatif dan waktu pemajanan
5) Dosis representatif umumnya diwakili oleh tiga macam yaitu
pemjanan puncak, pemajanan kumulatif, dan pemajanan rata-rata.

d. Simpul 4 (dampak kesehatan)


Pengamatan, pengukuran, dan pengendalian prealensi penyakit menular
dan tidak menular yang ada pada kelompok masyarakat (keracunan,
kanker paru, kanker kulit, penderita penyakit menular, dll). Data terbaik
dampak kesehatan adalah community base, berdasarkan survai, dapat
juga dengan data sekunder dari Dinas Kesehatan, Rumah sakit ataupun
Puskesmas. Data tersebut berupa : rekam medis, data kesakitan &
kematian, pencatatan kanker dan penyakit lain, statistik kelahiran dan
data surveilans.

 Langkah-langkah ADKL
1. Evaluasi data dan informasi yang berkaitan dengan lokasi kejadian
2. Mempelajari kepedulian terhadap pencemaran
3. Menetapkan bahan pencemar sasaran kajian
4. Identifikasi dan evaluasi jalur pemajanan
5. Memperkirakan dampak kesehatan masyarakat
6. Kesimpulan dan rekomendasi

8
7. Pengelolaan resiko
8. laporan

B. Pengertian Rumah Sakit


Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis
profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan perawatan yang
berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan yang diderita oleh pasien.
Sementara itu, dalam Sistem Kesehatan Nasional (1992) dinyatakan bahwa
rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat
penyembuhan dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang
tidak terbatas pada perawatan di dalam rumah sakit saja, tetapi memberikan
pelayanan rawat jalan, serta perawatan di luar rumah sakit.
Pengertian serupa dikemukakan oleh Association of Hospital Care
(Azwar, 1996) bahwa rumah sakit adalah pusat pelayanan kesehatan
masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.
Batasan pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi
kegiatan rumah sakit sangat bervariasi, sesuai dengan perkembangan zaman.
Artinya rumah sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan
penyakit, tempat pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan dan penelitian
sederhana, dan bersifat sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya
berkembang sesuai dengan tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, antara lain; sebagai pengembangan pendidikan dan penelitian,
spesialistik/subspesialistik, dan mencari keuntungan.
Implikasinya adalah setiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pasiennya dalam semua aspek
pelayanan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik agar efektivitas
pelayanan kesehatan dapat terwujud.

9
C. Bagaimana Pelayanan Di Rumah Sakit
Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah
sakit berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu
dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
(Suparto, 1994)
Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan
harus memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah
sakit harus berupaya memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan
berbagai tingkat kebutuhannya.
Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk
memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan medis atau non medis, dan tindakan diagnosis lainnya
yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan
teknologi dan sarana yang disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).
Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi
kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai
dengan tingkat rumah sakitnya.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa
pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi,
pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang
medik.
Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan,
baik dari jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan
kesehatan masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok
yang dimaksud adalah:

10
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah
pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat
berkesinambungan.

2. Dapat diterima dan wajar


Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat
diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan
kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan
masyarakat.

3. Mudah dicapai
Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah
mudah dicapai oleh masyarakat (dari sudut lokasi).

4. Mudah dijangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah
dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud
disini termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang
seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu.
Pengertian yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu
pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain
tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang
telah ditetapkan.

11
D. Tipe Rumah Sakit

Wolper dan Pena (dalam Azwar, 1996) menyatakan bahwa rumah sakit adalah
tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta
tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan
berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Association of
Hospital Care (dalam Azwar, 1996) menjelaskan bahwa rumah sakit adalah
suatu pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan dan
penelitian kedokteran diselenggarakan.

1. Fungsi Rumah Sakit

Fungsi rumah sakit berdasarkan sistem kesehatan nasional dalam


Djojodibroto (1997) adalah: memberikan pelayanan rujukan medik
spesialistik dan subspesialis menyediakan dan menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien sarana
pendidikan dan pelatihan di bidang kedokteran dan kedokteran gigi
jenjang diploma, dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis
konsultan, magister, doktor dan pendidikan berkelanjutan bidang
kedokteran.

2. Macam Rumah Sakit

Djojodibroto (1997) membagi rumah sakit menjadi beberapa macam, yaitu


menurut:

1. Pemilik

Rumah sakit dapat dibedakan atas dua macam, yaitu rumah sakit
pemerintah (goverment hospital) dan rumah sakit swasta (privat
hospital).

12
2. Filosofi yang dianut

Rumah sakit dapat dibedakan atas dua macam, yaitu rumah sakit yang
tidak mencari keuntungan (non-profit hospital) dan rumah sakit yang
mencari keuntungan (profit hospital).

3. Jenis pelayanan yang diselenggarakan.

Rumah sakit dapat dibedakan atas dua macam, yaitu rumah sakit umum
(general hospital) yang menyelenggarakan semua jenis pelayanan
kesehatan dan rumah sakit khusus (specially hospital).

4. Lokasi rumah sakit

Rumah sakit dibedakan atas beberapa macam, tergantung dari


pembagian sistem pemerintah yang dianut, misalnya rumah sakit pusat
jika lokasinya di ibukota negara, rumah sakit propinsi jika lokasinya di
ibukota propinsi dan rumah sakit kabupaten jika lokasinya di ibukota
kabupaten.

Azwar(1996) menyatakan bahwa rumah sakit di Indonesia jika ditinjau


dari kemampuan yang dimiliki dibedakan menjadi lima macam, yaitu:

1. Rumah sakit tipe A

Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan


pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis secara luas. Rumah
sakit kelas A ditetapkan sebagai tempat pelayanan rumah sakit rujukan
tertinggi (top referral hospital) atau rumah sakit pusat.

2. Rumah sakit tipe B

Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan


pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Rumah

13
sakit kelas B didirikan di setiap ibukoata propinsi (propincial hospital)
yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten.
Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga
diklasifikasikan sebagai rumah sakit kelas B.

3. Rumah sakit tipe C

Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan


pelayanan kedokteran spesialis terbatas, yaitu pelayanan penyakit
dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan
kebidanan dan kandungan. Rumah sakit kelas C akan didirikan di
setiap ibukota kabupaten (regency hospital) yang menampung
pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah sakit tipe D

Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit ynag bersifat transisi karena
pada satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C.
Kemampuan rumah sakit kelas D hanya memberikan pelayanan
kedokteran umum dan kedokteran gigi. Rumah sakit kelas D juga
menampung pelayanan rujukan yang berasal dari puskemas.

5. Rumah sakit Tipe E

Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang
menyelenggarakan satu macam pelayanan kedokteran saja, misalnya
rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit
jantung, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit gigi dan mulut dan lain
sebagainya.

14
BAB III

PEMBAHASAN

A. Tahap Pelaksanaan Rencana Usaha dan Kegiatan Rumah Sakit


1. Tahap Prakonstruksi
b. Sosialisasi
Sosialisasi kepada masyarakat sekitar lokasi pembangunan proyek
adalah tahap awal yang harus dilakukan oleh pemrakarsa sebelum
mendirikan atau menjalankan suatu proyek. Sosialisasi AMDAL
merupakan penerapan surat keputusan kepala BAPEDAL No. 8 tahun
2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam
proses AMDAL. Kegiatan sosialisai merupakan salah satu bentuk
pengenalan dan proses pemberian pemahaman kepada masyarakat
tentang rencana usaha atau kegiatan yang akan dilakukan. Melalui
sosialisasi ini diharapkan saran dan masukan dari masyarakat tentang
berbagai aspek social yang mendukung penyelenggaraan rencana
kegiatan.

c. Perolehan Lahan
Tahap pertama yang dilakukan dalam pembebasan lahan ini adalah
pendataan lahan dan pemilik lahan yang terkena lokasi kegiatan
pembangunan secara keseluruhan. Dari hasil pendataan tersebut
diketahui status dan luas lahan, volume tanaman tumbuh dan bangunan
(jika ada).
Dengan adanya data tersebut maka pembebasan lahan dapat dilakukan
sesuai peraturan yang ada. Proses pembebasan lahan dilakukan dengan
proses jual beli. Secara teknis proses jual beli mengacu kepada Perpres
nomor 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum, serta mempertimbangkan harga NJOP PBB, harga pasar

15
setempat dan harga yang ditetapkan pemerintah (jika ada). Pekerjaan
perolehan lahan ini bisa dilaksanakan oleh pemrakarsa dengan bantuan
pihak-pihak terkait seperti Pemda Kabupaten, aparat Kecamatan,
Kelurahan dan RT setempat.

2. Tahap Konstruksi
a. Perekrutan Tenaga Kerja
Pada tahap konstruksi Rumah Sakit yang dianggap padat karya, akan
dibutuhkan tenaga kerja terlatih (skill) maupun tenaga kerja tak
terlatih (unskill). Pengadaan tenaga kerja dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan dan tahapan yang telah direncanakan.
Kebutuhan tenaga kerja secara umum dibagi menjadi dua yaitu tenaga
yang membutuhkan keterampilan khusus seperti pemasangan pipa-pipa
untuk pengolahan IPAL, proses pemasangan fasilitas yang berkaitan
dengan listrik, pekerjaan yang berkaitan dengan mesin dan lain-lain,
sedangkan yang lainnya adalah pekerja yang cenderung membutuhkan
tenaga “fisik” dan dalam hal ini jika masyarakat sekitar dianggap
mampu dan layak untuk mengerjakannya.

b. Mobilisasi Peralatan dan Material


Mobilisasi peralatan (Alat berat dan lain-lain) dan material adalah
kegiatan untuk memasukkan peralatan dan material yang digunakan
dalam membangun Rumah Sakit. Peralatan dan material didatangkan
atau diangkut dari luar lokasi rencana kegiatan (Proyek) dengan
menggunakan truk atau mobil. Alat berat yang digunakan berupa alat
berat untuk menggali, meratakan serta mengangkut bahan-bahan yang
dibutuhkan, sedangkan bahan/material yang diangkut berupa batu,
bata, pasir, kerikil, semen. Pipa dan lain-lain. Mobilisasi alat berat dan
material dilakukan melalui jalur tengah yaitu melalui jalur desa pusuk,
pemilihan akses jalan ini didasarkan pada volume kendaraan dan

16
aktivitas lalu lintas dijalur tersebut yang cenderung sepi, sehingga
dapat mengurangi dampak yang mungkin terjadi.

c. Persiapan Lahan
Sebulum memulai proses pembangunan bangunan utama Rumah
Sakit dan bangunan-bangunan penunjang lainnya, perlu dilakukan
persiapan lahan, yang meliputi perataan, pengerukan, penggalian,
pemadatan serta penggalian pondasi. Persiapan lahan ini merupakan
salah satu proses penting sebelum memulai konstruksi, sehingga
pemrakarsa dapat menjamin dan mengetahui kondisi tanah yang
menjadi tempat bangunan konstruksi.

d. Pembangunan Bangunan Rumah Sakit (Pondasi, gedung, kamar


dan lain-lain)
Pembangunan atau konstruksi bangunan utama rumah sakit dimulai
setelah semua persiapan selesai, proses konstruksi dimulai dari
pembangunan pondasi bangunan utama, yang kemudian akan
diteruskan dengan pembangunan tahap selanjutnya sesuai yang telah
direncanakan tim dari pemrakarsa. Tata ruang dari bangunan utama
telah disesuaikan dengan kebutuhan serta pengelompokan
berdasarkan fungsi dari masing-masing ruangan.

Jika ditinjau dari segi lokasinya, bangunan utama terletak ditengah-


tengah area, sehingga memungkinkan akses keluar masuk rumah sakit
cukup banyak. Pada proses konstruksi masing-masing pekerja
memegang peranan masing-masing seperti pemsangan mesin-mesin,
aliran listrik (sumber tenaga listrik), sumber air, dan lain-lain.

Pembangunan sarana pengolahan IPAL juga dimasukkan kedalam


proses konstruksi bangunan utama, area pengolahan IPAL terletak
cukup jauh dari sumber air (sungai/danau) yaitu sekitar 2 km, Selain
pembangunan sarana IPAL dilakukan juga konstruksi lahan parkir

17
dan taman disekitar bangunan utama Sistem pengolahan limbah dan
B3 dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. System pengolahan limbah Rumah Sakit

3. Tahap Operasional (Pasca Konstruksi)


a. Pembersihan Lokasi Sisa Konstruksi
Sebelum Rumah Sakit benar-benar beroprasi, lokasi proyek
dibersihkan terlebih dahulu, pembersihan lokasi terdiri dari
pembersihan sisa-sisa material seperti bongkahan batu, pasir-pasir,
kerikil, potongan kayu serta sampah-sampah sisa konstruksi dan
pengosongan alat-alat berat, pembersihan lokasi hanya memakan
waktu yang cukup singkat, pembersihan lokasi berkaitan erat dengan
estetika dan kenyamanan orang-orang yang berada didalam dan diluar
area rumah sakit.

b. Pemeliharaan Mesin dan Sarana Pendukung


Pemeliharaan mesin serta sarana pendukung adalah kegiatan
melaksanakan perawatan, pemeriksaan, dan perbaikan terhadap mesin-
mesin ataupun sarana penunjang yang digunakan oleh Rumah Sakit
untuk mempertahankan efisiensi dan keandalan kerja dari mesin serta
sarana terkait. Dari segi pemeliharaan, pihak rumah sakit memiliki

18
rentan waktu yang singkat/pendek yaitu setiap bulannya atau 720 jam
kerja mesin akan tetapi hal ini bersifat fleksibel yaitu tergantung dari
hasil pemantauan setiap harinya. Dalam proses pemeliharaan dan
pemantauan ada beberapa titik yang harus benar-benar diperhatikan,
yaitu saluran aliran limbah, mesin-mesin yang berkaitan dengan
sumber listrik dan air. Proses-proses pemeriksaan dan pemantauan
terdiri dari pengujian kemampuan mesin secara berkala, pemantauan
efisiensi serta aktifitas sarana/mesin terkait.

c. Pengelolaan Limbah/B3 (IPAL)


Pengelolaan limbah merupakan tindakan dalam penanganan limbah
yang dihasilkan dalam suatu kegiatan, dalam hal ini limbah dihasilkan
dari segala proses yang dilakukan di Rumah Sakit. Penanganan atau
engelolaan limbah pada Rumah Sakit secara umum dapat dilakukan
didalam area Rumah Sakit atau dapat dikelola dengan sarana IPAL
yang ada di Rumah Sakit, akan tetapi ada beberapa limbah yang
dikelola diluar IPAL, diantaranya adalah jenis limbah padat berupa
sampah ataupun sisa-sisa makanan yang terbuang di sekitar area
Rumah Sakit, dalam hal ini limbah tersebut dikelola oleh sarana non
IPAL, bisa dari pihak kebersihan kota, maupun tenaga kerja yang
bekerja di bidang kebersihan Rumah Sakit.
Limbah cair (B3) umumnya dihasilkan dari kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dirumah sakit, seperti pembuangan sisa-sisa obat, proses
pencucian alat-alat maupun pemeliharaan mesin dan sarana lain,
limbah cair (B3) dapat dikelola pada system IPAL yang telah
dibangun, selain itu limbah juga beasal dari pengunjung Rumah Sakit
yang umumnya berupa limbah padat. Limbah padat yang dihasilkan
dari kegiatan domestic, pengelolaannya dilakukan dengan pembuatan
tong sampah ataupun septi tank yang kemudian akan dibuang ke
tempat pembuangan sampah akhir.

19
d. Penghijauan
Kegiatan penghijauan memiliki fungsi sebagai upaya menimilkan
dampak limbah gas dan kebisingan serta debu disekitar kegiatan rumah
sakit serta berfungsi untuk menjaga kestabilan ekosistem. Daun-daun
tanaman hijau bertugas menyerap polutan-polutan disekitarnya.
Sebaliknya dedaunan tersebut melepaskan oksigen yang membuat
udara disekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-
akar pepohonan akan mengikat air dan dapat menjadi cadangan air.
Disamping itu penataan penghijauan yang baik juga dapat menambah
nilai estetika areal disekitar Rumah Sakit. Penghijauan akan dilakukan
pada area disekitar lokasi Rumah Sakit terutama diarea yang memiliki
jarak atau berbatasan dengan pemukiman warga (green belt).
Penghijauan dilakukan dengan menanam tanaman yang cepat tumbuh,
berfungsi ekologis dan mempunyai nilai estetika.
Fungsi penghijauan dikawasan rumah sakit ditekankan sebagai
penyerap CO2, penghasil oksigen, penyerap polutan, peredam
kebisingan, penahan angin dan peningkatan keindahan (PP RI
no.63/2002). Adapun factor-faktor yang berpengaruh terhadap potensi
reduksi zat pencemar adalah jenis tanaman, kerimbunan dan ketinggian
tanaman, jumlah emisi karbon, suhu, kecepatan angin, kepadatan dan
ketinggian bangunan.

B. Profil Rumah Sakit di Indonesia


1. Statistik Rumah Sakit
Pembangunan nasional pada tahap pertama, salah satu hasilnya adalah
meningkatnya ekonomi dan pendidikan masyarakat. Hal itu berakibat pada
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, dan itu
diikuti pula dengan meningkatnya kebutuhan untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik. Penyediaan sarana kesehatan merupakan
kebutuhan pokok dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

20
Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah
sakit antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang
biasanya diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidur. Jumlah
Rumah Sakit di Indonesia sampai tahun 1996 sebanyak 1074 buah dengan
jumlah tempat tidur 120.083.1 Bila dilihat menurut pengelolanya, yang
terbanyak adalah rumah sakit milik swasta dengan jumlah 474 buah
(44,1%) dengan jumlah tempat tidur 40.023. Rincian jumlah rumah sakit
menurut pengelolanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Beberapa indikator kinerja rumah sakit bisa dilihat dari angka penggunaan
tempat tidur (BOR). Angka penggunaan tempat tidur (BOR) merupakan
indikator yang menggambarkan tingkat pemanfaatan dari tempat tidur
rumah sakit. Rata-rata angka penggunaan tempat tidurnya di Indonesia
pada tahun 1996 sebesar 55,9%2. Sedangkan angka penggunaan tempat
tidur menurut jenis rumah sakit selama tahun 1996 dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :

21
Dari tabel di atas terlihat bahwa BOR tertinggi ada pada RS Umum
milik Departemen Kesehatan (63,4%) dan diikuti dengan RS milik Swasta
(60,0%) dan Pemda tingkat I (58,4%). Persentase terkecil dari angka
pemanfaatan tempat tidur adalah RS milik ABRI (41.4%).

2. Unit Operasional Rumah Sakit


Secara umum unit operasional rumah sakit terdiri dari 2 bagian besar
yakni unit kegiatan medik dan unit kegiatan non medik. Pengelompokkan
unit-unit tersebut dapat disajikan sebagai berikut:
1. Unit Kegiatan Pelayanan Medik, terdiri dari :
a) Unit Kegiatan Layanan Rawat Inap
b) Unit Kegiatan Layanan Rawat Jalan
c) Unit Kegiatan Layanan Gawat Darurat
d) Unit Kegiatan Layanan Perawatan Intensif
e) Unit Kegiatan Layanan Bedah/Operasi

2. Unit Kegiatan Penunjang Medik, yang terdiri :


a) Unit Kegiatan Laboratorium
b) Unit Kegiatan Radiologi
c) Unit Kegiatan Farmasi
d) Unit Kegiatan Dapur

22
e) Unit Kegiatan Sterilisasi
f) Unit Kegiatan Anestesi
g) Unit Kegiatan Haemodialisis
h) Unit Kegiatan Diagnosis dan Uni Medik

3. Unit Kegiatan Penunjang Non Medik


a) Unit Kegiatan Sanitasi
b) Unit Kegiatan Logistik
c) Unit Kegiatan Linen dan Laundry
d) Unit Kegiatan Rekam medik
e) Unit Kegiatan Sarana dan prasarana Fisik
f) Unit Kegiatan Mekanikal dan elektrikal

C. Definisi dan Klasifikasi Limbah Rumah Sakit

Limbah rumah sakit merupakan campuran limbah yang heterogen


sifat-sifatnya. Limbah rumah sakit berasal dari pelayanan medis, perawatan,
gigi, veterinary, farmasi atau sejenisnya serta limbah yang dihasilkan rumah
sakit pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian. Seluruh
jenis limbah ini dapat mengandung limbah berpotensi infeksi. Kadangkala
residu insinerasi dapat digolongkan sebagai limbah berbahaya bila inisinerator
tidak dioperasikan sesuai dengan kriteria. Berikut deskripsi umum tentang
kategori limbah rumah sakit antara lain:

a) Limbah umum sejenis limbah domestik.


b) Container di bawah tekanan seperti tabung gas, aerosol.
c) Limbah patologis/ jaringan tubuh Limbah jaringan tubuh meliputi
jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan tubuh
lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh
tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas
khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

23
d) Limbah sisa hewan percobaan
e) Limbah radioaktif dari pelacakan tumor, prosedur terapis, tindakan
kedokteran nuklir, radio immunoassay dan bakteriologis yang dapat
berupa padat, cair dan gas. Limbah radioaktif adalah bahan yang
terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis
atau riset radionucleida.
f) Limbah kimiawi dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi
limbah farmasi dan limbah citotoksik
g) Limbah infectious mengandung mikroorganisme pathogen yang meliputi
limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit
menular. Yang termasuk limbah jenis ini antara lain : sampah
mikrobiologis, produk sarah manusia, benda tajam, bangkai binatang
terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah raung isolasi, limbah
pembedahan, limbah unit dialisis dan peralatan terkontaminasi ( medical
waste ).
h) Limbah benda-benda tajam yang merupakan obyek atau alat yang
memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat
memotong atau menusuk kulit. Misalnya : jarum hipodermik,
perlengkapan intervena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Selain
itu meliputi benda-benda
i) Limbah obat-obatan / farmasi seperti obat-obatan yang tidak terpakai,
obat-obatan yang terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau
telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh
pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan
dan limbah hasil produksi obat-obatan.
j) Limbah citotoksik yaitu bahan yang terkontaminasi obat citotoksik
selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. Limbah

24
yang terdapat limbah citotoksik didalamnya harus dibakar dalam
incinerator dengan suhu diatas 1000o Celcius.
k) Limbah plastik, merupakan bahan plastik yang dibuang oleh klinik,
rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang
dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan
perlengkapan medis.

Agen penyakit yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan di


RS memasuki media lingkungan melalui air ( air kotor dan air minum ), udara,
makanan, alat atau benda, serangga, tenaga kesehatan dan media lainnya.
Melalui media ini agen penyakit tersebut akan dapat ditularkan kepada
kelompok masyarakat RS yang rentan, misalnya penderita yang dirawat atau
yang berobat jalan, karyawan RS, pengunjung atau pengantar orang sakit serta
masyarakat di sekitar RS. Oleh karena itu pengawasan terhadap mutu media
ini terhadap kemungkinan akan adanya kontaminasi oleh agen penyakit yang
dihasilkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan di RS, hendaknya dipantau
dengan cermat sehingga media tersebut bebas dari kontaminasi, dengan
demikian kelompok masyarakat di RS terhindar dari kemungkinan untuk
mendapatkan gangguan atau penyakit akibat buangan agen dari masyarakat
tersebut.

a. Jalur Pemajanan
1. Jalur 1 (Sumber)

Sumber pencemarnya adalah dari aktivitas Rumah Sakit yaitu Limbah


rumah sakit berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary,
farmasi atau sejenisnya serta limbah yang dihasilkan rumah sakit pada
saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian.

2. Jalur 2 (Media Lingkungan)

Agen penyakit yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan di


RS memasuki media lingkungan melalui air ( air kotor dan air minum
), udara, makanan, alat atau benda, serangga, tenaga kesehatan dan

25
media lainnya. Melalui media ini agen penyakit tersebut akan dapat
ditularkan kepada kelompok masyarakat RS yang rentan, misalnya
penderita yang dirawat atau yang berobat jalan, karyawan RS,
pengunjung atau pengantar orang sakit serta masyarakat di sekitar RS.

3. Jalur 3 (Titik pemajanan)

Suatu area potensial rill dimana terjadi kontak antara manusia dengan
media lingkungan tercemar di Rumah Sakit sendiri titik pencemar
yaitu kawasan rumah sakit itu sendiri jika sanitasinya kurang baik akan
menimbulkan dampak penyakit.

4. Jalur 4 (Cara pemajanan)

Pengunjung/pengantar orang sakit ke RS, yang berada di dalam RS,


mereka dapat terpapar dengan keadaan lingkungan RS tersebut, jika
keadaan lingkungan RS ini kurang saniter, maka gangguan kesehatan
makin besar atau Kelompok masyarakat yang datang ke RS, kelompok
ini merupakan kelompok yang paling rentan terhadap kemungkinan
untuk mendapatkan infeksi nosokomial di RS.

5. Jalur 5 ( Penduduk Berisiko)

Orang-orang yang terpajan atau berpotensi terpajan oleh pencemar


pada titik pemajanan, disini yang berisiko terpajan pencemar adalah
pengunjung maupun petugas medis/non medis di Rumah Sakit.

b. Kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat


gangguan karena buangan RS tersebut adalah :
1. Kelompok masyarakat yang datang ke RS untuk memperoleh
pertolongan pengobatan dan perawat RS, kelompok ini merupakan
kelompok yang paling rentan terhadap kemungkinan untuk
mendapatkan infeksi nosokomial di RS. Pemberian obat-obatan yang
dapat menurunkan daya tahan/kekebalan seseorang (misalnya obat

26
golongan kortikosteroid), penderita gangguan gizi/nutrisi, gangguan
darah (Hb) serta gangguan fungsi-fungsi tubuh lainnya yang dapat
memperburuk daya tahan penderita terhadap kemungkinan serangan
agen penyakit lain selain yang dideritanya. Lebih-lebih lagi bila
kualitas media lingkungan RS yang tidak terawasi, akan lebih
memperbesar resiko penderita yang bersangkutan.

2. Karyawan RS yang dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu


akan kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen
penyakit. Hal ini diperberat lagi bila penderita tersebut menderita
penyakit menular atau karyawan RS yang berada dalam lingkungan RS
yang kurang saniter, akibat dari pengelolaan buangan RS yang kurang
baik, sehingga ia terpapar dengan media lingkungan yang
terkontaminasi dengan agen penyakit.

3. Pengunjung/pengantar orang sakit ke RS, karena berada di dalam


lingkungan RS, maka mereka akan terpapar dengan keadaan
lingkungan RS tersebut. Bila keadaan lingkungan RS ini kurang
saniter, maka resiko gangguan kesehatan makin besar.

4. Masyarakat yang bermukim disekitar RS, lebih-lebih lagi RS


membuang hasil buangan RS tidak sebagaimana mestinya ke
lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi
turun nilainya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat
kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, maka
RS wajib melaksanakan pengelolaan buangan RS yang baik dan benar
dengan melaksanakan kegiatan sanitasi RS.

27
D. Upaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Dalam pengelolaannya, limbah rumah sakit memiliki penerapan


pelaksanaan yang berbeda-beda antara fasilitas-fasilitas kesehatan yang
umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan, pengangkutan, pengolahan
dan pembuangan.

a. Penimbulan (pemisahan dan pengurangan). Dalam proses


pemilahan/pemisahan dan reduksi sampah hendaknya harus
mempertimbangkan kelancaran dan penampungan sampah, pengurangan
volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian
tabel yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas
dan pembuangan.

b. Penampungan. Untuk penampungan harus merupakan wadah yang


memiliki sifat yang kuat, tidak udah bocor atau berlumut, terhindar dari
sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak berlebihan. Penampungan
dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi
kantong dan container seperti dengan menggunakan kantong yang
bermacam warna seperti yang telah ditetapkan dalam Permenkes RI no.
986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang
biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan
simbol radioaktif untuk limbah radioaktif Berbagai cara yang digunakan
untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah dan kantong berwarna hitam
dengan tulisan “domestik”.

c. Pengangkutan. Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan


internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik
penampungan awal ke tempat pembuangan atau incinerator.
Pengangkutan eksternal merupakan pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar dan memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan

28
harus dipatuhi oleh petugas yang telibat. Limbah medis yang diangkut
harus dalam container khusus, harus kuat dan tidak bocor. Untuk alat
pengangkutan sampah di rumah sakit dapat berupa gerobak atau troli dan
kereta yang harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Depkes RI
sebagai berikut antara lain

1) Memiliki wadah yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta


dilengkapi dengan penutup.

2) Harus kedap air dan mudah diisi dan dikosongkan

3) Setiap keluar dari pembuangan akhir selalu dalam kondisi bersih

d. Pengolahan dan Pembuangan. Metode yang digunakan untuk mengolah


dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang
sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan
aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.

E. Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi


volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau
kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan
pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya
preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke
lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta
upaya pemanfaatan limbah. Teknik pengolahan limbah rumah sakit yang
mungkin dapat diterapkan antara lain adalah

1) Incinerasi

2) Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh


bersuhu 121 o C)

3) Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)

29
4) Desinfeksi zat kimia dengn proses grinding (menggunakan cairan kimia
sebagai desinfektan)

5) Inaktivasi suhu tinggi

6) Radiasi ( dengan menggunakan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti


60o C)

7) Microwave treatment

8) Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran


sampah)

9) Pemampatan/pemadatan dengan tujuan untuk mengurangi volume yang


terbentuk

10) Reduksi limbah (waste reduction)

11) Minimasi limbah (waste minimization)

12) Pencegahan pencemaran

13) Reduksi pada sumbernya (source reduction)

Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus


dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah
atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi
limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara
preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan
keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya
pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah. Berbagai cara yang
digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah

1) House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam
menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,

30
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin.

2) Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah


menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan
limbah.

3) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian


alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.

4) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar


persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses
kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan
lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.

5) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan


petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.

6) Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan


yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi
yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah
sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.

F. Rekomendasi Pencegahan Pencemaran


Dengan mencegah terjadinya pencemaran sedini mungkin berarti
mengurangi beban pencemaran, mencegah bahaya dan risiko infeksi yang
disebabkan limbah rumah sakit. Hal ini juga berarti meminimalisasi beaya
yang harus dikeluarkan untuk eliminasi bahan pencemar dan beaya untuk
pengobatan penyakit.

1. Dengan pencegahan pencemaran volume limbah direduksi semaksimal


mungkin sehingga mengurangi beaya untuk pengolahan limbah rumah
sakit.

31
2. Strategi pencegahan pencemaran dengan rasionalisasi dan efisiensi
pemakaian sumber daya rumah sakit yang bertujuan mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan, akan mengurangi beaya-beaya untuk pengadaan,
transportasi, distribusi, dan penyimpanan.

3. Perlindungan lingkungan melalui pencegahan pencemaran adalah


tindakan yang positif yang dapat memberikan citra positif bagi
masyarakat yang dapat digunakan sebagai strategi pemasaran sosial
rumah sakit.

32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis
profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan perawatan yang
berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan yang diderita oleh pasien.
Untuk mencapai hasil yang optimal, faktor petugas kesehatan tidak luput
dari hal ini. Seorang petugas kesehatan yang ideal adalah mereka yang
memiliki ability (kemampuan), performance (kinerja), personality
(kepribadian), credibility (kepercayaan) dan maturity (kematangan).
Dengan mencegah terjadinya pencemaran sedini mungkin berarti
mengurangi beban pencemaran, mencegah bahaya dan risiko infeksi yang
disebabkan limbah rumah sakit. Hal ini juga berarti meminimalisasi beaya
yang harus dikeluarkan untuk eliminasi bahan pencemar dan beaya untuk
pengobatan penyakit.
Kegiatan penghijauan memiliki fungsi sebagai upaya menimilkan dampak
limbah gas dan kebisingan serta debu disekitar kegiatan rumah sakit serta
berfungsi untuk menjaga kestabilan ekosistem. Daun-daun tanaman hijau
bertugas menyerap polutan-polutan disekitarnya.

B. Saran
Salah satu efektivitas Pelayanan Rumah Sakit Umum harus menciptakan
dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit agar dapat
melayani kebutuhan dan keinginan serta memberikan kepuasan kepada
pasien yang penerapannya harus dilaksanakan oleh semua elemen organisasi
rumah sakit secara komprehensif dan berkelanjutan termasuk pula pasien
sebagai pihak pemakai.

33
DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, Nyoman. 2003 Limbah Rumah Sakit dan Masalahnya


(http://www.balihesg.org/index.php, Di akses pada tanggal 26 April2018)

Azwar Asrul, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan.

Bapedal., Cleaner Production in Indonesia., Bapedal, Jakarta., Tanpa tahun.

Gani, Ascobat, 1995. Aspek-Aspek Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rajawali Press.

Jacobalis, Samsi, 1982. Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akreditasi


Rumah Sakit. Jakarta: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres PERSI II.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 872/MENKES/SK/VIII/1997 tanggal


15 Agustus 1997 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan.

Moenir, HAS. 1996. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi


Aksara.

Wijono, Djoko, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol. I, Surabaya,


Airlangga, University Press.

Departemen Kesehatan RI, 1994. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: ditjen
Yanmed.

34
Departemen Kesehatan RI, 1999. Dirjen Pelayanan Medik Direktorat RSU dan
Pendidikan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999. Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan


Rumah Sakit. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999. Undang-undang Nomor 23 Tentang kesehatan.


Jakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai