Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi artinya pengolahan
pangan dengan menggunakan panas, yaitu pengolahan yang dilakukan dengan pemanasan diatas suhu normal (ruang). Suhu normal atau suhu ruang yang dimaksud adalah suhu yang berkisar antara 27°C sampai dengan 30°C. Pengolahan pangan dengan menggunakan suk mehu tinggi bertujuan untuk memperpanjang masa simpan atau untuk mengawetkan bahan pangan yang disertai dengan penganekaragaman pangan.
Dalam mengawetkan bahan pangan, dengan menggunakan suhu tinggi, ada
dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk membunuh mikroba pembusuk dan mikroba pathogen serta jumlah panas yang diberikan tidak boleh menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizi (Koeswardhani, 2006).
2.1.2 Jenis pengolahan suhu tinggi
a. Penggorengan
Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan untuk
mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan yang berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa, warna, gizi dan daya awet produk akhir. Penggorengan dapat mengubah eating quality suatu makanan dan memberikan efek preservasi akibat dekstruksi termal mikroorganisme dan enzim serta mengurangi kadar air sehingga daya simpan menjadi lebih baik dan sebagian air akan menguap sehingga ruang kosong yang semula diisi air akan diisi minyak(Ketaren, 2008). Menurut Fellows (2002) penggorengan adalah suatu operasi mengubah eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal pada mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein, reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk.
b. Penyangraian
Roasting merupakan proses penyangraian biji yang tergantung pada waktu
dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan.Terjadi kehilangan berat kering terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian (Varnam and Sutherland, 2004). Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch maupun continuous yaitu berupa drum horizontal yang dapat berputar (Ciptadi dan Nasution, 2005). c. Pasteurisasi Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 C) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang di- pasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi) (Bejan dan Alan, 2003). Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode 1) Low Temperature Long atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short Time yang disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8°C selama 30 menit, sedangkan HTST dilakukan pada suhu 71,7°C selama 15 detik (Koeswardhani, 2006). d. Sterilisasi Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara atau langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan pangan (Koeswardhani, 2006). Dalam proses sterilisasi, semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan. Namun, waktu pemanasan yang cukup lama, lebih-lebih pada suhu tinggi, akan berakibat menurunnya nilai gizi. Sterilisasi tersebut dikenal dengan istilah Ultra High Temperature atau disingkat UHT, yaitu pemanasan yang dilakukan pada suhu sekitar 135°C-140°C selama 6 - 10 detik atau 140°C- 150°C selama 2 - 4 detik. 2.1.3 Teknik enrobing dan coating Fellows (2002) menyatakan coating dan enrobing adalah kegiatan setelah proses yang dilakukan dengan menyalut makanan dengan edible coating. Edible coating adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, serta dapat berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lemak, dan larutan), atau sebagai pembawa bahan makanan dan tambahan (aditif) juga untuk meningkatkan kemudahan penanganan makanan. Ketebalan dari coating dan enrobing ditentukan oleh viskositas bahan. Semakin tinggi viskositas bahan akan semakin tebal bumbu yang menyelimuti bahan makanan. Proses coating dan enrobing menghasilkan perubahan pada warna, rasa, tekstur, dan juga flavor. Warna penting bagi banyak makanan dan memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia pada makanan, seperti reaksi browning. Tekstur merupakan faktor penentu mutu makanan daripada warna dan rasa. Ciri dari tekstur adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk, bersari, menepung, dan mengeripik. Flavor merupakan kombinasi bau, rasa, dan mouthfeel(Warsito, 2003). 2.2 Suhu Rendah 2.2.1 Macam-macam penyimpanan suhu rendah a. Pendinginan Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai 10 °C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es adalah pada suhu 5-8 °C. Pendinginan dan pembekuan juga akan berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat-sifat lain dari bahan pangan. Pendinginan merupakan cara yang sudah umum bagi pengawetan makanan yang sifatnya sementara. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua(Winarno, 2003). Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara –1 oC sampai 4 oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2 oC sampai 16 oC (Rusendi, 2010). b. Pembekuan Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana produk pangan diturunkan suhunya sehingga berada dibawah suhu bekunya. Selama pembekuan terjadi pelepasan energy (panas sensible dan panas laten). Pembekuan menurunkan aktivitas air dan mengehntikan aktivitas mikroba (bahkan beberapa dirusak, reaksi enzimatis, kimia dan biokimia. Dengan demikian produk beku dapat memiliki daya awet yang lama (Kusnandar, 2010). Suhu yang digunakan untuk membekukan bahan pangan umumnya dibawah -2 OC. Pembekuan bahan pangan biasanya digunakan untuk pengawetan bahan dan produk olahan yang mudah rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas air yang tinggi) seperti buah, sayur, ikan, daging dan unggas. Pada suhu beku, sebagian besar air yang ada di dalam bahan pangan (90%-95%) membeku. 2.2.2 Pengaruh suhu terhadap penyimpanan bahan pangan Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Peningkatan suhu antara 0 C – 35 C akan meningkatkan laju respirasi buah- buahan dan sayuran, yang memberi petunjuk bahwa baik proses biologi maupun proses kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran segar. Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu tersebut (Pantastico, l999). Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8 oC, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena keaktifan respirasi menurun (Winarno, 2003). 2.2.3 Mekanisme proses pembekuan Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lebih lambat. Pada awal proses pembekuan terjadi fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pemebentukan kristal es. (Rohanah, 2002). laju pembekuan ada dalam 3 golongan yaitu : 1. pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan 2. Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukaN 3. Pembekuan cepat jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan. Prinsip dasar dari semua proses pembekuan cepat adalah cepatnya pengambilan panas dari bahan pangan 2.3 Definisi Bahan 2.3.1 Nanas Nanas yang mempunyai nama latin (Ananas Comosus (L) Merr) mempunyai nama lain henas, kenas, honas (Batak), ganas, danas (Sunda), manas (Bali), pandang (Makasar). Buah nanas tergolong dalam famili Bromeliaceace yang bersifat tumbuh di tanah dengan menggunakan akarnya. Buah nanas dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae(tumbuhan) Divisi : Spermatophyta(tumbuhan berbiji) Kelas : Angiospermae(berbiji tertutup) Ordo : Farinosae Famili : Bromoliaceae Genus : Ananas Spesies : Ananas Comocus (L) Merr Sinonim : A. Sativus Schult Nama Simplisia : Ananas Fruktus (Setiawan, 2000). Nanas merupakan tanaman herba yang dapat hidup dalam berbagai musim. Tanaman ini digolongkan dalam kelas monokotil yang bersifat tahunan yang mempunyai rangkaian bunga yang terdapat di ujung batang, tumbuhnya meluas dengan menggunakan tunas samping yang berkembang menjadi cabang-cabang vegetafif, pada cabang tersebut kelak dihasilkan buah (Setiawan, 2000). 2.3.2 Pisang Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari buah, batang, daun, kulit hingga bonggolnya. Tanaman pisang yang merupakan suku Musaceae termasuk tanaman yang besar memanjang. Tanaman pisang sangat menyukai sekali pada daerah yang beriklim tropis panas dan lembab terlebih didataran rendah. Ditemui pula di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Indonesia serta termasuk pulau Papua, Australia Topika, Afrika Tropi. Pisang dapat berubah sepanjang tahun pada daerah dengan hujan merata sepanjang tahun. Umumnya, kebanyakan orang memakan buah pisang saja dan kulitnya akan dibuang begitu saja. Menurut Suhartono (2011), menyebutkan bahwa pisang kepok (Musa acuminate L.) merupakan produk yang cukup baik dalam pengembangan sumber pangan lokal karena pisang tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi buahnya selalu tersedia, kulit buah kuning kemerahan dengan bintikbintik coklat. Berikut adalah klasifikasi dari buah pisang kepok (Musa acuminate L.): Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Zingiberalez 6 7 Famili : Musaceae Genus : Musa spesies : Musa acuminate L.