Anda di halaman 1dari 7

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suhu Tinggi

2.1.1 Definisi pengolahan suhu tinggi

Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi artinya pengolahan


pangan dengan menggunakan panas, yaitu pengolahan yang dilakukan dengan
pemanasan diatas suhu normal (ruang). Suhu normal atau suhu ruang yang dimaksud
adalah suhu yang berkisar antara 27°C sampai dengan 30°C. Pengolahan pangan
dengan menggunakan suk mehu tinggi bertujuan untuk memperpanjang masa simpan
atau untuk mengawetkan bahan pangan yang disertai dengan penganekaragaman
pangan.

Dalam mengawetkan bahan pangan, dengan menggunakan suhu tinggi, ada


dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk
membunuh mikroba pembusuk dan mikroba pathogen serta jumlah panas yang
diberikan tidak boleh menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizi (Koeswardhani,
2006).

2.1.2 Jenis pengolahan suhu tinggi

a. Penggorengan

Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan untuk


mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan yang berisi
minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang mengembang dan
renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa, warna, gizi dan daya awet produk
akhir. Penggorengan dapat mengubah eating quality suatu makanan dan memberikan
efek preservasi akibat dekstruksi termal mikroorganisme dan enzim serta mengurangi
kadar air sehingga daya simpan menjadi lebih baik dan sebagian air akan menguap
sehingga ruang kosong yang semula diisi air akan diisi minyak(Ketaren, 2008).
Menurut Fellows (2002) penggorengan adalah suatu operasi mengubah
eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal
pada mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life
makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan.
Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan masa,
dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Panas yang diterima
bahan dipergunakan untuk berbagi proses dalam bahan, antara lain untuk penguapan
air, gelatinisasi pati, denaturasi protein, reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses
yang beragam ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu
produk.

b. Penyangraian

Roasting merupakan proses penyangraian biji yang tergantung pada waktu


dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan.Terjadi
kehilangan berat kering terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya.
Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa. Kehilangan berat kering
terkait erat dengan suhu penyangraian (Varnam and Sutherland, 2004).
Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous.
Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas
pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan
permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan
faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik
untuk penyangraian secara batch maupun continuous yaitu berupa drum horizontal
yang dapat berputar (Ciptadi dan Nasution, 2005).
c. Pasteurisasi
Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif
cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 C) dengan tujuan untuk
mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang di-
pasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu
pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi) (Bejan
dan Alan, 2003).
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode 1) Low
Temperature Long atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short Time yang
disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8°C selama 30 menit,
sedangkan HTST dilakukan pada suhu 71,7°C selama 15 detik (Koeswardhani,
2006).
d. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat
mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang
menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara atau
langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba yang dapat
hidup dalam bahan pangan (Koeswardhani, 2006).
Dalam proses sterilisasi, semakin rendah suhu yang digunakan maka
semakin lama waktu yang dibutuhkan. Namun, waktu pemanasan yang cukup lama,
lebih-lebih pada suhu tinggi, akan berakibat menurunnya nilai gizi. Sterilisasi tersebut
dikenal dengan istilah Ultra High Temperature atau disingkat UHT, yaitu pemanasan
yang dilakukan pada suhu sekitar 135°C-140°C selama 6 - 10 detik atau 140°C-
150°C selama 2 - 4 detik.
2.1.3 Teknik enrobing dan coating
Fellows (2002) menyatakan coating dan enrobing adalah kegiatan setelah
proses yang dilakukan dengan menyalut makanan dengan edible coating. Edible
coating adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, serta dapat
berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen,
lemak, dan larutan), atau sebagai pembawa bahan makanan dan tambahan (aditif)
juga untuk meningkatkan kemudahan penanganan makanan.
Ketebalan dari coating dan enrobing ditentukan oleh viskositas bahan.
Semakin tinggi viskositas bahan akan semakin tebal bumbu yang menyelimuti bahan
makanan. Proses coating dan enrobing menghasilkan perubahan pada warna, rasa,
tekstur, dan juga flavor. Warna penting bagi banyak makanan dan memberikan
petunjuk mengenai perubahan kimia pada makanan, seperti reaksi browning. Tekstur
merupakan faktor penentu mutu makanan daripada warna dan rasa. Ciri dari tekstur
adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk, bersari, menepung, dan mengeripik. Flavor
merupakan kombinasi bau, rasa, dan mouthfeel(Warsito, 2003).
2.2 Suhu Rendah
2.2.1 Macam-macam penyimpanan suhu rendah
a. Pendinginan
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan
bahan yaitu -2 sampai 10 °C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam
lemari es adalah pada suhu 5-8 °C. Pendinginan dan pembekuan juga akan berbeda
pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat-sifat lain dari bahan pangan.
Pendinginan merupakan cara yang sudah umum bagi pengawetan makanan yang
sifatnya sementara. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan
makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan
dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan
yang tertua(Winarno, 2003).
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang
digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya
antara –1 oC sampai 4 oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses
biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan
selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan
pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam
lemari es yang mempunyai suhu –2 oC sampai 16 oC (Rusendi, 2010).
b. Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana
produk pangan diturunkan suhunya sehingga berada dibawah suhu bekunya. Selama
pembekuan terjadi pelepasan energy (panas sensible dan panas laten). Pembekuan
menurunkan aktivitas air dan mengehntikan aktivitas mikroba (bahkan beberapa
dirusak, reaksi enzimatis, kimia dan biokimia. Dengan demikian produk beku dapat
memiliki daya awet yang lama (Kusnandar, 2010).
Suhu yang digunakan untuk membekukan bahan pangan umumnya dibawah
-2 OC. Pembekuan bahan pangan biasanya digunakan untuk pengawetan bahan dan
produk olahan yang mudah rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas air yang
tinggi) seperti buah, sayur, ikan, daging dan unggas. Pada suhu beku, sebagian besar
air yang ada di dalam bahan pangan (90%-95%) membeku.
2.2.2 Pengaruh suhu terhadap penyimpanan bahan pangan
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan
sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya
metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi
daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur
simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan
nilainya sebagai bahan makanan.
Peningkatan suhu antara 0 C – 35 C akan meningkatkan laju respirasi buah-
buahan dan sayuran, yang memberi petunjuk bahwa baik proses biologi maupun
proses kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarang pendinginan merupakan
satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan
sayuran segar. Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh
suhu tersebut (Pantastico, l999).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme,
dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8 oC, kecepatan reaksi akan berkurang
menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat memperpanjang masa
hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena keaktifan respirasi menurun
(Winarno, 2003).
2.2.3 Mekanisme proses pembekuan
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat
bahan. Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian
yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lebih lambat. Pada awal proses
pembekuan terjadi fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari awal ke suhu
titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada dalam keadaan cair.
Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi
pemebentukan kristal es. (Rohanah, 2002). laju pembekuan ada dalam 3 golongan
yaitu :
1. pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm
bahan yang dibekukan
2. Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1
cm bahan yang dibekukaN
3. Pembekuan cepat jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm
bahan yang dibekukan. Prinsip dasar dari semua proses pembekuan cepat adalah
cepatnya pengambilan panas dari bahan pangan
2.3 Definisi Bahan
2.3.1 Nanas
Nanas yang mempunyai nama latin (Ananas Comosus (L) Merr) mempunyai
nama lain henas, kenas, honas (Batak), ganas, danas (Sunda), manas (Bali), pandang
(Makasar). Buah nanas tergolong dalam famili Bromeliaceace yang bersifat tumbuh
di tanah dengan menggunakan akarnya.
Buah nanas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae(tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta(tumbuhan berbiji)
Kelas : Angiospermae(berbiji tertutup)
Ordo : Farinosae
Famili : Bromoliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas Comocus (L) Merr
Sinonim : A. Sativus Schult
Nama Simplisia : Ananas Fruktus (Setiawan, 2000).
Nanas merupakan tanaman herba yang dapat hidup dalam berbagai musim.
Tanaman ini digolongkan dalam kelas monokotil yang bersifat tahunan yang
mempunyai rangkaian bunga yang terdapat di ujung batang, tumbuhnya meluas
dengan menggunakan tunas samping yang berkembang menjadi cabang-cabang
vegetafif, pada cabang tersebut kelak dihasilkan buah (Setiawan, 2000).
2.3.2 Pisang
Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari
buah, batang, daun, kulit hingga bonggolnya. Tanaman pisang yang merupakan suku
Musaceae termasuk tanaman yang besar memanjang. Tanaman pisang sangat
menyukai sekali pada daerah yang beriklim tropis panas dan lembab terlebih
didataran rendah. Ditemui pula di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia,
Indonesia serta termasuk pulau Papua, Australia Topika, Afrika Tropi. Pisang dapat
berubah sepanjang tahun pada daerah dengan hujan merata sepanjang tahun.
Umumnya, kebanyakan orang memakan buah pisang saja dan kulitnya akan dibuang
begitu saja.
Menurut Suhartono (2011), menyebutkan bahwa pisang kepok (Musa
acuminate L.) merupakan produk yang cukup baik dalam pengembangan sumber
pangan lokal karena pisang tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi buahnya
selalu tersedia, kulit buah kuning kemerahan dengan bintikbintik coklat.
Berikut adalah klasifikasi dari buah pisang kepok (Musa acuminate L.): Kingdom :
Plantae Filum : Magnoliophta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Zingiberalez 6 7 Famili :
Musaceae Genus : Musa spesies : Musa acuminate L.

Anda mungkin juga menyukai