Anda di halaman 1dari 28

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Madrasah ibtidaiyah (disingkat MI) adalah jenjang paling dasar pada

pendidikan formal di Indonesia, setara dengan Sekolah Dasar, yang pengelolaannya

dilakukan oleh Kementerian Agama. Pendidikan madrasah ibtidaiyah ditempuh

dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan madrasah

ibtidaiyah dapat melanjutkan pendidikan ke madrasah tsanawiyah atau sekolah

menengah pertama.

Kurikulum madrasah ibtidaiyah sama dengan kurikulum sekolah dasar,

hanya saja pada MI terdapat porsi lebih banyak mengenai pendidikan agama Islam.

Selain mengajarkan mata pelajaran sebagaimana sekolah dasar, juga ditambah

dengan pelajaran-pelajaran seperti: Alquran dan Hadits,Aqidah dan Akhlaq, Fiqih

Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.

Fenomena yang menjadi isu nasional sekarang ini terkait perkembangan pendidikan

nasional Indonesia adalah perubahan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013.

Seperti yang telah kita ketahui, sejak tahun ajaran 2013-2014, Kurikulum tahun

2013 telah disahkan dan sudah dilaksanakan bagi seluruh jenjang

pendidikan di Indonesia. Meskipun kurikulum baru ini sejak diwacanakan sampai

dengan disahkan banyak mendapat kritik dari masyarakat, terutama yang

seperti para pakar pendidikan, dosen, guru maupun pengamat pendidikan.

Didalam kurikulum 2013, pembentukan kepribadian peserta didik menjadi


3

perhatian penuh, semua termaksud dalam kompetensi inti (KI) yang dirumuskan

menjadi 4 bagian yaitu: (1) kompetensi inti sikap spiritual, (2) kompetensi inti sikap

sosial, (3) kompetensi inti pengetahuan, (4) kompetensi inti keterampilan.

Adanya perubahan kurikulum yang terjadi juga menyebabkan semakin banyaknya

akan tuntutan terhadap seorang guru. Sistem penilaian dan pembelajaran yang

berubah menjadi suatu masalah yang semakin menambah kompleksnya beban kerja

bagi seorang dulu. Sistem penilaian yang semakin detail dan rumit, belum lagi sitem

pembelajaran kelas yang disajikan per tema. Setiap guru diharuskan untuk dapat

menerima dan melaksanakan setiap kebijakan maupun perubahan yang terjadi.

Dari hasil diskusi ( Edukasi Kompas 07 desember 2012) terungkap

kekhawatiran, Kurikulum 2013 akan bernasib sama dengan kurikulum-kurikulum

sebelumnya, yaitu bagus dalam tataran konsep dan bahasa kurikulum sangat

indah, tetapi sangat buruk dalam penerapan. Contoh Kurikulum 1984 yang

mengharuskan siswa aktif ataupun Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi.

Kurikulum tersebut, aktivitas belajar semestinya berpusat pada siswa

kenyataannya pola mengajar guru tidak berubah. Guru tetap memberikan materi

di depan kelas dan murid mendengarkan. Guru tidak bisa disalahkan karena guru

tidak pernah diberikan pelatihan,” kata Henny Supolo (dalam Edukasi Kompas,

07 desember 2012). Disisi lain terdapat pula masalah yang bersifat regional maupun

lokal yang selama ini terjadi dalam lingkungan pendidikan Kalimantan Selatan

secara umum dan kabupatenn Tanah Bumbu secara khusus. Hasil wawancara

peneliti dengan salah satu nara sumber Kepala Madrasah Ibtidaiyah Darul azhar,

Kec. Simpang Empat Batulicin . Masalah yang selama ini timbul pada Madrasah
4

ibtidaiyahah di Kec. Simpang Empat Batulicin ini adalah terkait banyaknya calon

siswa yang langsung masuk Madrasah Ibtidaiyah tanpa melalui Taman kanak-

Kanak atau PAUD sehingga proses belajar mengajar harus mulai dari awal

contohnya dalam mengajari anak untuk menulis atau membaca. Mc Clelland

(dalam As’ad, 2002), maka diperlukan kesiapan guru itu sendiri baik aspek fisik

maupun non-fisik (mental). Untuk mengatasi kesulitan tersebut dan mau tidak

mau guru harus memiliki keinginan kuat dalam menghadapi kesulitan dan mampu

mengatasi kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi. mengatasi kesulitan tentu

dengan mencari solusi dengan melibatkan potensi yang dimiliki, salah satunya

adalah dengan Adversity Quotient (AQ).

Stoltz (2003) menyatakan bahwa AQ merupakan kemampuan seseorang untuk

mampu bertahan menghadapi kesulitan dan mampu menghadapi kesulitan tersebut,

serta mampu melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensinya.AQ berperan

dalam meramalkan dan menentukan kesuksesan seseorang. Selanjutnya, Stoltz juga

menyatakan bahwa AQ dapat meramalkan kinerja, motivasi, pemberdayaan,

kreativitas, produktivitas, pengetahuan, energi, pengharapan, kebahagian, vitalitas

dan kegembiraan. AQ membagi individu manusia menjadi 3 kelompok yaitu,

Quitters, Campers, dan Climbers. Quitters adalah mereka yang memilih untuk

menolak kesempatan, menghindari kewajiban, dan menghindari tantangan.

Mereka meninggalkan impian-impiannya dan jalan yang mereka anggap datar dan

lebih mudah.Campers adalah mereka yang telah mencapai tingkat tertentu dalam

hidupnya, namun berhenti untuk mengembangkan potensinya, karena merasa sudah

cukup nyaman dalam hidupnya. Mereka merasa cukup puas dengan apa yang sudah
5

ada dengan mengabaikan apa yang masih mungkin terjadi. Campers melepaskan

kesempatan untuk maju, yang sebenarnya dapat dicapai jika energi dan sumber

dayanya diarahkan dengan semestinya. Sedangkan, climbers adalah mereka yang

menjalani hidupnya dengan lengkap, yang benar-benar memahami tujuannya dan

bisa merasakan gairahnya. Climbers tahu bahwa banyak imbalan datang dalam

bentuk manfaat-manfaat jangka panjang, dan langkah-langkah kecil sekarang ini

akan membawanya pada kemajuan-kemajuan lebih lanjut di kemudian hari. Bila

dilihat dari sisi kemampuan dalam menghadapi kesulitan, maka quitters

mempunyai kemampuan yang paling kecil dalam menghadapi kesulitan. Hal ini

berbeda jauh dengan climbers yang berusaha untuk menghadapi kesulitan dengan

tenaga, pengorbanan serta dedikasi yang terus- menerus. Stoltz ( 2003) menyatakan

bahwa semakin tinggi tingkat kesulitan, semakin sedikit jumlah climbers. Jika hal

ini dihubungkan dengan pembelajaran sekolah, maka semakin sulit materi pelajaran

akan semakin sedikit orang yang berminat untuk mempelajarinya.

Gaya berpikir seseorang sangat berkaitan dengan respon seseorang terhadap

kesulitan. Seligman (dalam Stolt.2003) menyatakan bahwa seseorang

yangmemiliki gaya berpikir optimis cenderung merespon kesulitoleh seseorang,

maka AQ memiliki 4 dimensi yang merupakan bagian dari sikap manusia dalam

menghadapi masalah, yaitu: 1) C (control), yaitu menjelaskan bagaimana seseorang

memiliki kendali dalam suatu masalah yang muncul, 2) O2 (Or dan Ow). Or

(origin), yaitu menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber

masalah yang ada. OW (ownership), yaitu menjelaskan tentang bagaimana

seseorang mengakui akibat dari masalah yang timbul.3) R (reach), yaitu


6

menjelaskan tentangbagaimana suatu masalah yang muncul dapat

mempengaruhi segi-segi hidup yang lain dari orang tersebut. 4) E (endurance), yaitu

menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu

berlangsungnya masalah yang muncul. Apakah iacenderunguntuk memandang

masalah tersebut terjadi secara permanen dan berkelanjutan atau hanya dalam

waktu yang singkat saja.

Orang yang memiliki AQ tinggi tidak akan pernah takut dalam menghadapi

berbagai tantangan dalam proses pendakiannya. Bahkan dia akan mampu untuk

mengubah tantangan yang dihadapinya dan menjadikannya sebuah peluang.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa mereka yang memiliki AQ-nya yang tinggi

akan membentuk mereka dengan kinerja yang tinggi pula.

Keberhasilan dalam meningkatkan kinerja dengan membentuk AQ yang tinggi

tidak lengkap jika tidak dibarengi dengan peningkatan semangat kerja seseorang.

Dalam pembangunan dunia pendidikan guru harus memiliki semangatkerja agar

mampu mendorong dalam pelaksanaan tugas-tugasnya di sekolah, semangat kerja

yang harus dimiliki oleh para guru guna keberhasilannya.Memiliki semangat kerja

yang tinggi akan mempengaruhi kinerja guru yang sesuai dengan yang diharapkan.

Menurut Nitisemito (1992), semangat dan gairah kerja sulit untuk dipisah-

pisahkan meski semangat kerja memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap

prestasi kerja. Dengan meningkatnya semangat dan gairah kerja, maka pekerjaan

akan lebih cepat diselesaikan dan semua pengaruh buruk dari menurunnya

semangat kerja seperti absensi dan selanjutnya akan dapat diperkecil dan

selanjutnya menaikkan semangat dan gairah kerja yang berarti diharapkan juga
7

meningkatkan produktivitas karyawan. Semangat kerja dapat diartikan sebagai

semacam pernyataan ringkas dari kekuatan-kekuatan psikologis yang

beraneka ragam yang menekan sehubungan dengan pekerjaan mereka. Semangat

kerja dapat diartikan juga sebagai suatu iklim atau suasana kerja yang terdapat di

dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam

melaksanakan pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja secara lebih

baik dan lebih produktif.

Suatu kerjasama yang efektif dalam suatu organisasi dilakukan dengan cara yang

lebih bersifat membina, mendorong dan memberi semangat maka pimpinan

harus mengarahkan usaha-usahanya kepada terciptanya semangat yang

menimbulkan kinerja yang optimal.

Semangat adalah sesuatu kondisi kejiwaan/batin individu maupun kelompok,

berpola dalam reaksi mental-emosional penuhkesungguhan, disiplin, daya juang,

keberanian, keteguhan bukan sajadalam suasana normal melainkan juga abnormal

dalammenyelesaikan suatu tuas guna mencapai tujuan-tujuan(Suthedja,1988:),

Semangat kerja dapat mempengaruhi prestasi kerja seseorang ,sebab apabila guru

bersemangat dalam pekerjaannya akan menunjukan kemampuan yang lebih baik.

Dengan demikian semangat kerja dalam menjalankan tugas sebagai guru perlu

ditingkatkan, sehingga semua komponen yang ada mempunyai semangat kerja yang

tinggi dalam pelaksanaan tugas dan setiap pekerjaan yang dilakukan akan menjadi

lebih baik dan mutu pendidikan lebih meningkat.

Dari pemaparan diatas menunjukkan betapa pentingnya AQ, dan semangat kerja

dalam upaya meningkatkan prestasi kinerja guru. Jika guru telah memiliki AQ dan
8

semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya maka

prestasi kerja guru akan dapat meningkat. Hal ini tentu akan dapat berpengaruh

terhadap kualitas pendidikan. Keberhasilan kinerja guru akan mampu menciptakan

sekolah yang berkualitas yang nantinya akan diminati masyarakat. Dengan

demikian kualitas pendidikan akan terwujud dengan meningkatnya kualitas

masing-masing sekolah.

Berdasarkan latar belakang di atas maka hubungan Adversity Quotient ,semangat

kerja dan prestasi kerja guru sangatlah menarik bagi penulis untuk meneliti dan

mengkajinya lebih mendalam yang kemudian penulis tuangkan dalam tesis yang

berjudul “ Hubungan Adversity Quetiont , semangat kerja Guru dengan prestasi

Kerja Guru Madrasah Ibtidaiyah Se Kabupaten Tanah Bumbu”

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah

yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara adversity quotient dengan prestasi kerja

guru di madrasah ibtidaiyah se kabupaten tanah bumbu?

2. Apakah terdapat hubungan antara semangat kerja guru dengan prestasi kerja

guru di madrasah ibtidaiyah se kabupaten tanah bumbu?

3. Apakah terdapat hubungan antara adversity quotient dan semangat kerja

guru dengan prestasi kerja guru di madrasah ibtidaiyah se kabupaten tanah

bumbu?

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji masalah-masalah


9

yang telah dirumuskan, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Apakah terdapat hubungan antara adversity quotient dengan prestasi

kerja guru di madrasah ibtidaiyah se kabupaten tanah bumbu?

2. Apakah terdapat hubungan antara semangat kerja guru dengan prestasi

kerja guru di madrasah ibtidaiyah se kabupaten tanah bumbu?

3. Apakah terdapat hubungan antara adversity quotient dan semangat kerja

guru dengan prestasi kerja guru di madrasah ibtidaiyah se kabupaten

tanah bumbu?

C. Kegunaan Hasil penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut

1. Secara teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai salah satu

khasanah keilmuan yang akan memberikan ragam informasi ilmiah tentang

adversity Quotient,semangat kerja guru dengan prestasi kerja sehingga

dapat mengetahui pemanfaatannya di bidang pendidikan.

2. Secara praktis

a. hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan masukan

terutama kepada :Kepala sekolah, sebagai bahan masukan dalam

meningkatkan prestasi kerja guru

b. Guru yang bersangkutan dalam upaya meningkat kualitas pengajaran

kualitas dalam miningkatkan prestasi kerja pofesinya sebagai guru


10

c. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian dan rujukan

untuk penelitian lebih lanjut dikemudian hari.

D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan lingkup penelitian yakni “Hubungan antara Adversity Quotient

dan Semangat KerjaGuru dengan prestasi Kerja Guru di Madrasah Ibtidaiyah se

Kabupaten Tanah Bumbu?”, maka diduga ada dua faktor yang berhubungan dengan

Prestasi kerja guru yaitu Adversity Quotient dan Semangat kerja guru. Penelitian

ini menempatkan variabel Adversity Quotient dan Semangat kerja guru sebagai

variabel independen/bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab berubahanya/timbulnya variabel dependen. Sementara variabel Prestasi

kinerja guru sebagai variabel dependen/terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas..

Asumsi penelitian ini adalah:

1. Adversity Quetion mempunyai hubungan dengan prestasi kerja guru

2. Semangat kerja mempunyai hubungan dengan prestasi kerja guru

3. Adversity Quetion dan semangat kerja akan berhubungan dengan prestasi

kinerja guru.

Berdasarkan asumsi tersebut maka dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

1. Hipotesis Alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara Adversity Quetion (X1) dengan prestasi kinerja guru (Y) pada pada

Madrasah Ibtidaiyah se Kabupaten Tanah Bumbu Hipotesis Nihil (Ho):

Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Adversity


11

Quetion (X1) dengan prestasi kinerja guru (Y) pada pada Madrasah

Ibtidaiyah se Kabupaten Tanah Bumbu

2. Hipotesis Alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara semangat kerja (X2) dengan prestasi kerja guru (Y) pada pada

Madrasah Ibtidaiyah se Kabupaten Tanah Bumbu Hipotesis Nihil (Ho):

Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara semagat

kerja (X2) dengan prestasi kerja guru (Y) pada pada Madrasah Ibtidaiyah

se Kabupaten Tanah Bumbu

3. Hipotesis Alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara adversity quetion (X1) dan semangat kerja kerja (X2) dengan prestasi

kerja guru (Y) pada pada Madrasah Ibtidaiyah se Kabupaten Tanah Bumbu

4. Hipotesis Nihil (Ho): Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara adversity quetion (X1) dan semangat kerja (X2) dengan prestasi kerja

guru (Y) pada pada Madrasah Ibtidaiyah se Kabupaten Tanah Bumbu

E. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memeliki keterbatasan dalam hal analisis data,dimana variabel

bebas yang digunakan hanya 2 yaitu adversity Quotient dan semangat kerja

guru, padahal mungkin masih ada variabel yang lain lebih dominan untuk

menunjang prestasi kerja guru, tetapi tidak dimasukan dalam penelitian ini.

F. Definis operasional

Agar dapat diperoleh kejelasan dan menghindari perbedaan persepsi antara

penulis dengan pembaca dalam menafsirkan permasalahan penelitian ini, maka


12

perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian sebagai

berikut:

1. Adversity Quotient

Adversity quotient adalah kecerdasan individu dalam berfikir,

mengontrol, mengelola, dan mengambil tindakan dalam menghadapi

kesulitan, hambatan atau tantangan hidup, serta mengubah kesulitan

maupun hambatan tersebut menjadi sebuah peluang untuk meraih

kesuksesan.

Pengukuran variabel adversity quotient diungkap melalui skor skala

adversity quotient yang dikemukakan oleh Paul G. Stoltz, yang terdiri dari

aspek-aspeknya, yaitu : (1) Control yang mengungkap berapa banyak

kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang

menimbulkan kesulitan, (2) Origin and Ownership merupakan dimensi yang

menjelaskan siapa atau apa yang menjadi penyebab kesulitan (origin) dan

sampai sejauh mana seseorang merasakan akibat-akibat kesulitan itu

(ownership), (3) Reach adalah dimensi yang menjelaskan sejauh mana

kesulitan yang dialami akan menjangkau bagian-bagian lain dan berdampak

pada kehidupan seseorang, (4) Endurance adalah dimensi yang

mempertanyakan lama kesulitan dan berapa lama penyebab dari kesulitan

itu akan berlangsung.

2. Semangat kerja

semangat kerja itu adalah sikap individu atau kelompok sebagai anggota

organisasi untuk mengabdi kepada tugas/pekerjaannya dan berusaha lebih


13

keras untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi dengan mencurahkan

seluruh kemampuannya, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan

secara lebih cepat dan dengan hasil yang lebih memuaskan.

Semangat kerja guru adalah hal yang berkaitan dengan semangat kerja

dalam melaksanakan tugas-tugasnya mengajar dan tugas-tugas yang lain

yang berkaitan dengan profesinya sebagai guru.

Indikator semangat kerja menurut Purwanto (2012:84) adalah

rasakekeluargaan yang tinggi, loyalitas dalam tugas, antusiasme yang

tinggi, sifat-sifatyang dapat dipercaya, dan kesanggupanuntuk

bekerjasamadalammelaksanakantugas. Sedangkan Bafadal(2003:92)

seorang guru yang memilikimoralatau semangatkerja yang tinggi akan

bekerja dengan penuh antusias,penuhgairah,penuh inisiatif, penuh

kegembiraan,tenang, teliti,suka bekerjasamadenganorang lain, ulet, tabag

dan tidak pernahdatang terlambat.

Dari beberapa pendapat diatas , pengukuran semangat kerja guru dalam

penelitia ini dikembangkan kedalam 6 subvariabel,yaitu (1) kesungguhan

(2) loyalitas (3) Antusiasme dalam meningkatkan dan melaksanakan

kegiatan mengajar (4) inisiatif mengembangkan alat pelajaran,(5)

melakukan pengajaran remedial dan pengayaan (6) moral kerja dan

kehadiran.

3. Prestasi kerja guru

Prestasi yaitu hasil kerja sumber daya manusia dalam suatu

organisasi.prestasi kerja pegawai dalam penelitian ini diartikan sebagai


14

kemapuan kerja (achievement) pegawai(guru) dalam melaksanakan tugas

yang menjadi tanggung jawabnya guna mencapai hasil yang baik, dengan

teman sejawat dalam menjalankan tugas dan pekerjaan administrasi lainya.

Prestasi kerja guru merupakan gambaran hasil kerja guru di sekolah.Prestasi

kerja guru dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan kerja guru

dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya guru

mencapai hasil yang terbaik, bekerjasama dengan teman sejawat dalam

menyelesaikan berbagai masalah pekerjaan.As’ad (2005 : 17 )

menjelaskan tentang beberapa subvariabel yang dapat dijadikan sebagai

ukuran dalam menentukan prestasi kerja yang meliputi, (1) kualitas kerja,

(2) kreativitas,(3) tanggung jawab, (4) kerjasama, (5)disiplin kerja, (6)

keselamatan kerja.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Adversity Quotient

1. Konsep Advesity Quotient

Dalam kamus bahasa Inggris, adversity berasal dari kata adverse yang artinya

kondisi tidak menyenangkan atau kemalangan. Jadi dapat diartikan adversity

sebagai kesulitan, masalah, atau ketidakberuntungan. Sedangkan quotient

menurut kamus bahasa Inggris adalah derajat atau jumlah dari kualitas

spesifik/karakteristik atau dengan kata lain mengukur kemampuan seseorang.


15

Istilah adversity quotient (AQ) diambil dari konsep yang dikembangkan oleh Paul

G Stoltz, ph.D, presiden PEAK Learning ,inc. Seorang konsultan di dunia kerja

dan pendidikan berbasis skill, untuk menjembatani kecerdasan intelektual (IQ)

dengan kecerdasan emosional (EQ). Karena menurut Stoltz (2000) kedua hal

itu saja tidak cukup untuk menjadi tolok ukur yang akan memprediksi keberhasilan

seseorang. Menurutnya, meskipun seseorang mempunyai IQ , EQ dan SQ yang

baik namun apabila tidak mempunyai daya juang yang tinggi dan merespon

kesulitan yang baik dalam dirinya, maka kedua hal tersebut akan menjadi sia–sia

saja.

Menurut Stoltz (2003) Adversity quotient adalah kemampuan seseorang dalam

mengubah persoalan menjadi sebuah kesempatan.Stoltz juga mengatakan bahwa

adversity quotient adalah seperangkat ukuran untuk mengetahui respon terhadap

tantangan kerja yang dihadapi menjadi sebuah peluang mencapai keberhasilan.

Adversity quotient mempunyai tiga bentuk, yaitu:

1. Adversity quotient /AQ adalah kerangka kerja konseptual yang baru untuk

memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan.

2. Adversity quotient /AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon

terhadap tantangan kerja.

3. Adversity quotient/ AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar

ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan, yang akan berakibat

memperbaiki efektivitas dan profesional secara keseluruhan.

Gabungan dari tiga unsur di atas merupakan sebuah kesatuan yang lengkap

untukmemahami dan memperbaiki komponen dasar meraih sukses,


16

Dari penjelasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa adversity quotient

merupakan kemampuan seseorang untuk dapat bertahan dalam

menghadapi kesulitan atau masalah hidup, serta dapat mengubah hambatan

menjadi sebuah peluang mencapai kesuksesan.

2. Dimensi Adversity Quotient

Menurut Stoltz (2003) adversity quotient terdiri dari empat dimensi

penyusun yang disingkat CO2RE yaitu dimensi Control, Origin-Ownership,

Reach dan Endurance. Ini merupakan gambaran karakteristik individu yang

mendasari kemampuan untuk menghadapi kesulitan dan tantangan dalam hidup.

Berikut ini penjelasan dari keempat dimensi tersebut:

a. Control ( Pengendalian)

Control mengukur sejauh mana seseorang mampu memengaruhi dan

mengendalikan respon individu secara positif terhadap situasi apapun. Kendali

yang sebenarnya dalam situasi hampir tidak mungkin diukur, kendali yang

dirasakan jauh lebih penting. Dimensi control merupakan salah satu yang penting

karena berhubungan langsung dengan pemberdayaan serta memengaruhi dimensi

CO2RE lainnya

b. Origin-Ownership ( asal–usul dan pengakuan )

O2 merupakan kependekan dari origin (asal-usul) dan ownership

(pengakuan), O2 mempertanyakan dua hal berikut :

1. Siapa atau apa yang menjadi asal-usul kesulitan dan sampai sejauh

manakah seseorang mengakui akibat – akibat kesulitan.


17

2. Sampai sejauh mana seseorang bersedia mengakui akibat kesulitan itu.

rasa bersalah tidak sama dengan memikul tanggung jawab. Mengakui

akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan mencerminkan tanggung

jawab dan inilah paro kedua dimensi O2.

c. Reach ( Jangkauan )

Reach merupakan kemampuan dan potensi suatu masalah memengaruhi

bagian-bagian lain dalam kehidupan seseorang. respon-respon dengan AQ yang

rendah akan membuat kesulitan memengaruhi kesegi-segi lain dari kehidupan.

d. Endurance ( daya tahan )

Endurance merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk

tetap bertahan dalam situasi yang sulit dan berusaha memperbaikinya.Seberapa

besar tingkat ketahanan dan ketekunan seseorang dalam menghadapi masalah.

Empat dimensi di atas adalah yang mendasari seseorang dalam menentukan

tingkat adversity quotient, karena AQ adalah variabel yang menentukan

seseorang dalam menaruh harapan dan terus memegang kendali dalam situasi

yang sulit.Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk

mengetahui kecerdasan dalam menghadapi rintangan tidak hanya cukup

mengetahui apa yang meningkatnya, tetapi apa yang perlu diperhatikan adalah

dimensi-dimensinya agar dapat memahami kecerdasan dalam menghadapi

rintangan sepenuhnya.

2. Defenisi Semangat Kerja

Semangat kerja merupakan terjemahan dari kata morale yang artinya moril

atau semangat juang (Echols & Shadily,1997). Chaplin (2006) berpendapat morale
18

(moril) adalah sikap atau semangat yang ditandai secara khas oleh adanya

kepercayaan diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha,

kegembiraan dan organisasi yang baik. Nitisemito (1996) mengatakan bahwa

semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan

dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Sedangkan Hasibuan (2005)

mengatakan semangat kerja sebagai keinginan dan kesungguhan seseorang

mengerjakan pekerjaanya dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi

kerja yang maksimal.

Davis (2000) menyatakan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan

maupun perilaku yang memungkinkan seseorang menghasilkan kerja lebih

banyak dan lebih baik.

Sulthon (2009 : 27 ) mengartikan semangat kerja guru sebagai dorongan yang ada

pada guru untuk melakukan tugasnya yang berkaitan dengan mengajar dan tugas

yang lain yang berhubungan dengan profesinya sebagai guru. Dorongan dalam

melakukan tugas ini bergerak dari dua kutub yaitu tinggi dan rendah .menurut

sulthon semangat kerja guru dapat diukur melalui indicator-indikator sebagai

berikut :

a. Kedisplinan

b. Tanggung jawab penyelesaian tugas

c. Kesungguhan dalam memecahkan masalah yang dihadapi

d. Meningkatkan usaha dalam melaksanakan kegiatan belajar

mengajar(KBM) Mengembangkan alat pelajaran

e. Adanya inovasi dan kreativitas


19

f. Kesungguhan dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar

g. Melakukan pengajaran remedial dan pengayaan

h. Moral kerja dan kehadiran.

3. Prestasi Kerja Guru

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan

peserta didik. Dengan adanya guru yang berkualitas serta profesional akan

berpengaruh terhadap keberhasilan dari peserta didik serta tujuan materi ajar yang

diharapkan. Kualitas dan profesionalitas guru dapat dinilai dari prestasi kerjanya,

dalam rangka pencapaian tujuan materi ajar serta standar pendidikan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah.

Martoyo berpendapat bahwa prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-

organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Menurut Martoyo

(2000),“faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan atau

produktivitas kerja karyawan adalah motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi

fisik pekerjaan, sistem kompensasi, aspek-aspek ekonomi, aspek-aspek teknis, dan

perilaku lainnya”.Lower dan Porter (1968) dalam Indra Wijaya (1989)

menyebutkan bahwa prestasi kerja guru merupakan perpaduan antara motivasi

mengajar dan kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaannya atau prestasi

seorang guru bergantung kepada keinginan untuk berprestasi dan kemampuan yang

bersangkutan melakukannya. Apabila prestasi kerja yang dicapai guru kurang

mendapat perhatian, akan dapat berakibat pada hal-hal yang tidak diinginkan,

seperti hasil kerja guru yang tidak maksimal ,Ada tiga faktor penting yang

mempengaruhi prestasi kerja menurut Steers (1985), yaitu (1) kemampuan,


20

kepribadian, dan minat kerja; (2) kejelasan dan Penerimaan atas penjelasan peran

seorang pekerja; dan (3) tingkat motivasi pekerjaan[4].Menurut Veitzhal Rivai

(2004:234) menyatakan bahwa aspek-aspek penilaian prestasi kerja guru dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,

teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta

pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

b. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas

perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam

bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yanng pada intinya

individu tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggungjawabnya sebagai

seorang karyawan.

c. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu kemampuan untuk bekerja sama

dengan orang lain, memotivasi siswa

d. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja guru

merupakan hasil kerja baik berupa pencapaian tujuan pendidikan yang dapat

diselesaikan seorang guru dalam kurun waktu tertentu. Penilaian prestasi

kerja guru dapat dilihat dari segi teknis, yaitu kemampuan dalam

pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan. Kemampuan konseptual

merupakan kemampuan memahami bidang kerja dalam lingkup pembagian

tugasnya yang meliputi tugas, fungsi, serta tanggung jawab seorang guru

dalam melakukan tugasnya.


21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitia ini adalah metode diskriftif dengan

korelasional. Teknik Korelasional, yaitu penelitian yang sifatnya melukiskan

hubungan yang terdapat di antara dua variabel atau lebih .penelitian

korelasional berusaha menetapkan seberapa kuatnya hubungan yang terdapat

antara dua variabel (sugiyono,2004 : 2016) Rancangan penelitian yang

digunakam dalam penelitian ini adalah deskriftif korelasional dengan desain

hubungan antar variabel sebagaimana tercermin dalam kerangka berfikir ini

dapat digambarkan sebagai berikut :


22

Adversity quotient
adva
(X 1) Prestasi Kerja

(Y)
Semangat Kerja

(X 2)

Gambar 3.1

Model Hubungan variable X1, X2 dengan Y

Berdasarkan model diatas, penelitian ini terdiri dari atas 3 Variabel, yaitu 2

variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variable bebas adalah Adversity quotient (X

1), semangat kerja guru (X 2). Variabel terikat adalah prestasi kerja guru (Y),

variable X1 berhubungan dengan Y, variabel X2 berhubungan dengan Y. Semua

variabel baik X1 dan X2 berhubungan Y.

Jenis penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian tentang data

yang dikumpulkan dan dinyatakan dengan angka-angka.penelitian tentang data

yang dikumpulkan dan dinyatakan dengan angka-angka.penelitian ini

menggunakan jenis hubungan tunggal “ Correlation Linear Person” dan hubungan

ganda dengan perhitungan manual maupun dengan software SPSS versi 19 for

window

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi
23

Populasi adalah objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan

memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai kitan dengan masalaah yang

diteliti.

Populasi penelitian ini adalah seluruh guru dan kepala madrasah Ibtidaiyah

Se-Kabupaten Tanah Bumbu.. Menurut data pada kantor kementrian Agama

Kabupaten Tanah Bumbu adalah 11 buah madrasah Ibtidaiyah Negeri dan

Swasta, dengan jumlah guru sebanyak 266 orang guru dengan latar belakang

yang berbeda yang didiskripkan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1 :

Data Guru Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Tanah Bumbu

NO Nama Madrasah L P Jumlah Guru


1 MI Darul Azhar 25 15 40
2 MI Al-Kautsar 15 10 35
3 MI Nurul Hidayah 10 7 17
4 MI Al-Mujahidin 13 5 18
5 MI Al-Hidayah 20 15 35
6 MIS At-Taqwa 15 8 23
7 MIS Al-Amin 10 5 13
8 MIS Al-Ikhlas 17 7 24
9 MIS Darul Mutammam 18 9 27
10 MIS Sairussalam 10 7 17
11 MI Satiung 20 5 25
jumlah 173 93 274

Sumber data : Kementrian Agama Kantor Kabupaten Tanah Bumbu

Dengan demikian ukuran populasi sasaran dalam penelitian ini sebesar 266

orang.
24

2. Sampel

Dalam penelitian ini digunakan probality sampling .Probality sampling

adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap

unsur(anggota) populasi untuk dipilh menjadi anggota sampel. Dari probality

sampling ini digunakan teknik proportional random sampling yaitu

pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Teknik ini digunakan karena

anggota populasi dianggap homogen . (sugiono, 2013: 57-530).

Dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian kecil individu yang

diambil dari populasi yang sama dijadikan wakil dari suatu penelitian,

sehingga hasil yang didapat menjadi valid atau dapat dipertanggung

jawabkan datanya bukan hasil rekayasa

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus slovin atau dari Taro

Yamane yang dikutip oleh Rakhmat (1998 : 82 ) sebagai berikut :

𝑁
n
1+𝑁(𝑑 2 )

Keterangan :

N = Jumlah Populasi

n = Jumlah sampel

d = Presisi yang ditetapkan (5%) ( Riduwan, 2014:65)

sedangkan perhitungan untuk penentuan ukuran sampelnya adalah sebagai

berikut :
25

sedangkan perhitungan untuk penentuan ukuran sampelnya sebagai berikut

𝑁 274
n = =
1+𝑁(𝑑 2 ) 1+274.(0,05)2

274 274
= =
1+274.(0,0025) 1+0,68

274
= = 164
1,68

Berdasarkan perhitungan diatas, diketahui sampel pada penelitian ini

adalah 164 orang .

Adapun untuk menentukan jumlah sampel tiap-tiap sekolah secara

proporsional digunakan rumus Sugiyono (Riduwan, 2014: 66 ) yaitu :


𝑁1
n1 = xn
𝑁

keterangan :

n1 = jumlah sampel menurut starata

N1= jumlah sampel menurut sekolah

N = jumlah populasi Total

n = jumlah sampel total

sebaran jumlah sampel di masing-masing sekolah secra rinci dapat dilihat

pada tabel berikut :

3.2 :

Sampel Penelitian

NO Nama Madrasah Populasi Sampel


1 MI Darul Azhar 40 (40/274) x 164 = 24
2 MI Al-Kautsar 35 (35/274) x 164 = 21
26

3 MI Nurul Hidayah 17 (17/274) x 164 = 10


4 MI Al-Mujahidin 18 (18/274) x 164 = 11
5 MI Al-Hidayah 35 (35/274) x 164 = 21
6 MIS At-Taqwa 23 (23/274) x 164 = 14
7 MIS Al-Amin 13 (13/274) x 164 = 8
8 MIS Al-Ikhlas 24 (24/274) x 164 = 14
9 MIS Darul Mutammam 27 (27/274) x 164 = 16
10 MIS Sairussalam 17 (17/274) x 164 = 10
11 MI Satiung 25 (25/274) x 164 = 15
jumlah 274 164

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Berdasarkan sifat dan tujuannya digunakan tiga jenis instrument yaitu : (1)

kuesioner untuk memperoleh data tentang Adversity quotient, (2) kuesioner

untuk memperoleh data tentang semangat kerja guru (3) instrument untuk

memperoleh data tentang prestasi kerja guru oleh kepala sekolah.

Sesuai dengan variabel – variabel yang tercakup dalam rancangan penelitian

untuk pengumpulan data digunakan metode penyebaran angket atau kuisioner.

Angket digunakan untuk mengungkap variabel-variabel Adversity quotient dan

semangat kerja guru yang diisi langsung oleh responden. Angket yang diisi

seluruhnya merupakan angket tertutup model skala likert. Angket penelitian ini

dengan pengukuran data interval,kategori jawaban terdiri dari 5 tingkatan.

Untuk analisis secara kuantitatif,maka alternative jawaban tersebut dapat diberi

skor dari nilai 1 sampai 5 sebagai berikut :


27

1. Ada lima alternative jawaban untuk variabel Adversity quotient dan

semangat kerja yang diisi oleh guru, yaitu

5 = selalu(SL)

4 = Sering (SR)

3 = kadang-kadang (KK)

2 = jarang (JR)

1 = Tidak pernah (TP)

2. Ada lima alternative jawaban untuk variabel prestasi kerja yang diisi oleh

kepala sekolah, yaitu

5 = Baik Sekali (BS)

4 = Baik (B)

3 = Cukup (C)

2 = Tidak Baik (TB)

1 = Sangat Tidak Baik (STB)

Data tentang Adversity quetion dan semangat kerja guru diperoleh dengan

menggunakan kuisioner/angket. Angket tersebut dibagikan kepada responden

kemudian diisi langsung oleh responden yaitu guru pada madrasah Ibtidaiyah di

Kabupaten Tanah Bumbu yang menjadi sampel penelitian. Untuk data tentang

prestasi kerja guru akan dilakukan melalui lembar penilaian oleh kepala madrasah

dengan menggunakan format penilaian prestasi kerja.

Kisis-kisi angket/kuisioner sebagai istrumen daam penelitian ini dikembanngkan

berdasarkan indicator – indicator yang telah ditentukan dari masing-masing

variabel berdasarkan kajian teori dan definisi operasional.


28

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta:

Rineka Cipta.

As’ad, M. (2002). Psikologi Idustri. Edisi Revisi. Yogyakarta : Liberty

E. Mulyasa (2007) Menjadi guru Profesional. Bandung: Rosda Karya

Farber, Barpy J (1998) Diamonds, Under Pressure USA: Barkley Books,

Newyork p.2

Santoso, A. S. (2007). Hubungan antara Adversity Quotient dengan Motivasi

Berprestasi Karyawan Bagian Produksi Perusahaan Cetak dan Sablon SAE

Surakarta. Skripsi : Universitas Kristen Satya Wacana

Sugiyono. (1999). Statistika Untuk Penelitian, cetakan ke-2. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif . Bandung:Alfabeta.

Sinamo.2005. Etos Kerja Profesional :Jakarta : Darma Mahardika

Stoltz, Paul G. (2000) .Adversity Quotient, Mengubah Hambatan Menjadi


29

Peluang. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Anda mungkin juga menyukai