Anda di halaman 1dari 40

PENGARUH SUPLEMENTASI ZAT BESI DAN ASAM FOLAT

TERHADAP KADAR MALONDIALDEHIDE

Studi Eksperimental Terhadap Tikus Galur Wistar Bunting

Usulan Penelitian untuk Skripsi

diajukan oleh

Putri Renita Pratiwi

30101307048

kepada

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2016
HALAMAN PENGESAHAN

ii
DAFTAR SINGKATAN

5-MTHF : 5-methyltetrahydrofolat

DCYTB : Duodenal Cytochrome b-like

DFE : Dietary Food Equivalent

DMT : Divalent Metal Transporter

dTMP : DeoxyThymidineMonoPhosphate

dUMP : DeoxyUridine MonoPhosphate

dUTP : DeoxyUridine TriPhosphate

FDA : Food and Drug Administration

Fe2+ : Ferrous

Fe3+ :
Ferric

GPX : Glutathione Peroxidase

HCY : Homosistein

HNE : 4-hidroksinonenal

HPLC : High Performance Liquid Chromatography

MDA : Malondialdehide

MetRs : Methionyl-tRNA sinthase

MTHFR : Methylenetetetrahydrofolate reductase

PH : Potential of Hydrogen

PUFA : Poly Unsaturated Fatty Acid

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

iii
ROOH : Hidroperoksida Lipid

ROS : Reactive Oxgen Species

SOD : Superoxide Dismutase

TBARSC : Thiobarbituric Acid Reactive Substances

TFR : TransFerin Receptor

THF : TetraHydroFolate

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa kehamilan merupakan salah satu periode yang menentukan

pertumbuhan dan perkembangan janin serta menjadi bagian dari periode

windows of opportunity saat masa 0 hingga 2 tahun pertama kehidupan dalam

mengurangi risiko gangguan kesehatan ibu dan bayi pada awal kehidupan dan

masa mendatang (Putri, 2008). Keadaan ini berkaitan dengan tingginya

kejadian anemia selama kehamilan. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013,

populasi ibu hamil anemia sebesar 37,1% dan prevalensinya hampir sama di

pedesaan 37,8% dan perkotaan 36,4% (Najelina, 2015). Departemen

Kesehatan RI telah melakukan program pemberian tablet tambah darah pada

ibu hamil dengan jumlah tablet yang dikonsumsi minimal 90 tablet selama

masa kehamilan (Mardiatun, 2015). Menurut Riskesdas 2013, prevalensi

konsumsi zat besi pada ibu hamil selama masa kehamilan di Indonesia sebesar

89,1% terdapat 33,3% mengkonsumsi minimal 90 tablet selama kehamilan

(Kemenkes, 2013). Kepatuhan minum tablet besi mencapai 72% di wilayah

Amerika Serikat, 77% di Negara Belanda, 70% Filipina. Di Nigeria tahun

2014, angka kepatuhan minum tablet besi sebesar 65,9% (Kertiasih, 2014).

Dalam tablet tambah darah terdapat kandungan zat besi yang merupakan

komponen yang dibutuhkan dalam sintesa hemoglobin (Anggreni, 2008).

Selain itu, zat besi juga merupakan logam transisi redoks-aktif sehingga mudah

1
2

berpindah antara ferrous (Fe2+) dan ferric (Fe3+), menerima atau memberikan

suatu elektron ke berbagai substansi biologis, sehingga mengkatalisis berbagai

reaksi yang merusak dalam sel (Sari, 2012). Sedangkan asam folat berfungsi

dalam proses pematangan eritrosit (Septiyeni, 2016). Selain itu, asam folat

digunakan sebagai kosubstrat dalam proses remetilasi homosistein ( Hcy ) ke

metionin. Remetilasi Hcy ke metionin akan terganggu apabila suplai asam folat

yang tidak adekuat, Hcy akan dimetabolisme menjadi Hcy-tiolakton yang

toksik bagi sel (Darmaja, 2006). Hcy tiolakton merupakan suatu tioester yang

reaktif. Hcy akan mengalami autooksidasi yang menghasilkan ROS dan

mengawali proses peroksidasi lipid (Wahyuni, 2011).

Kadar MDA merupakan biomarker peroksidasi lipid untuk menilai stress

oksidatif karena peroksidasi lipid yang sifatnya sitotoksik terhadap sel (Daulay,

2011). MDA merupakan senyawa dialdehide yang merupakan produk akhir

peroksidasi lipid dalam tubuh, secara kimiawi aldehid tersebut tetap aktif dan

mempunyai kereaktifan terhadap berbagai molekul biologis seperti protein,

asam nukleat, dan amino fosfolipid secara kovalen (Setiawan, 2007).

Peningkatan stress oksidatif pada ibu hamil anemia berisiko kematian ibu dan

gangguan pertumbuhan janin. Stress oksidatif adalah keadaan dimana jumlah

radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas untuk menetralkannya.

Akibatnya proses oksidasi tubuh meningkat dan menimbulkan kerusakan sel

(Kumar, 2009).

Penelitian yang berkaitan dengan kadar MDA yakni penelitian Lia Ratna

Sari (2012) menunjukkan bahwa pemberian suplementasi zat besi peroral dan
3

parenteral meningkatkan kadar malondialdehide tikus bunting anemia dan

penelitian Emmy Wahyuni (2011) menunjukkan bahwa pemberian folat

berbagai dosis tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar MDA.

Atas dasar kemampuan suplementasi zat besi dan asam folat dalam

perannya mensintesis protein yang membawa oksigen, biokimia dari zat besi

dan asam folat serta penelitian sebelumnya yang telah membuktikan adanya

pengaruh suplementasi zat besi dan asam folat terhadap kadar malondialdehide

namun belum menilai tentang pengaruh suplementasi zat besi dan asam folat

berbagai dosis terhadap kadar malondialdehide. Berdasarkan hal di atas perlu

dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian suplementasi zat besi dan

asam folat berbagai dosis terhadap kadar malondialdehide.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah pemberian suplementasi zat besi dan asam folat berpengaruh

terhadap kadar malondialdehide pada tikus wistar bunting?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


4

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh suplementasi zat besi

dan asam folat terhadap kadar malondialdehide pada tikus wistar

bunting.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui kadar malondialdehide pada kelompok tikus

galur wistar bunting yang hanya diberikan pakan defisiensi

zat besi dan asam folat + aquadest.

1.3.2.2 Mengetahui kadar malondialdehide pada kelompok tikus

galur wistar bunting yang diberikan pakan defisiensi zat besi

dan asam folat + suplementasi zat besi 1.8 mg + asam folat

0.0023 mg.

1.3.2.3 Mengetahui kadar malondialdehide pada kelompok tikus

galur wistar bunting yang diberikan pakan defisiensi zat besi

dan asam folat + suplementasi zat besi 3.6 mg + asam folat

0.0045 mg.

1.3.2.4 Mengetahui kadar malondialdehide pada kelompok tikus

galur wistar bunting yang diberikan pakan defisiensi zat besi

dan asam folat + suplementasi zat besi 5.4 mg + asam folat

0.0068 mg.

1.3.2.5 Membandingkan kadar malondialdehide antar kelompok

perlakuan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis


5

Untuk memberikan informasi penelitian lebih lanjut tentang

pengaruh suplementasi pemberian zat besi dan asam folat terhadap

kadar malondialdehide.

1.4.2 Manfaat praktis

Sebagai informasi tambahan tentang pengaruh pemberian zat besi

dan asam folat terhadap kadar malondialdehide.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malondialdehide (MDA)

2.1.1. Biokimia MDA

MDA merupakan senyawa hasil peroksidasi lipid yang terbentuk

dari peroksidasi lipid pada membran sel yaitu reaksi radikal bebas

(radikal hidroksi) dengan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA)

(Setiawan, 2007). Reaksi tersebut terjadi secara berantai akan

menghasilkan sejumlah radikal lipid dan senyawa yang sangat sitotosik

terhadap endotel. Radikal-radikal lipid tersebut akan bereaksi dengan

logam-logam transisi bebas dalam darah seperti Fe2+ dan Cu2+

menghasilkan aldehid toksik (Setiawan, 2007). Tidak seperti radikal

bebas, aldehide mempunyai masa hidup yang lebih panjang sehingga

dapat berdifusi dari tempat asalnya dan menyerang sasaran yang jauh

dari tempat asal reaksi peroksidasi lipid. Aldehide bertindak sebagai

second toxic messenger yang memulai reaksi rantai yang kompleks.

Diantara aldehide yang paling banyak diteliti adalah malondialdehide,

4-hidroksialkenal, dan 4-hidroksinonenal ( HNE ). Eliminasi MDA dari

sirkulasi dengan bantuan enzim aldehid dehydrogenase dan thiokinasi

yang terjadi dihepar dalam waktu 2 jam pada tikus namun 10-30%

melekat semipermanen pada protein dan dieliminasi dalam waktu 12

6
7

jam. Toksisitas MDA meningkat karena reaktivitasnya yang tinggi

terutama terhadap protein dan DNA (Wahyuni, 2011).

Peroksidasi lipid merupakan mekanisme jejas sel sehingga

peroksidasi lipid digunakan sebagai parameter dari stress oksidatif pada

sel dan jaringan. Endoperoksida lipid berasal dari asam lemak tidak

jenuh ganda, bersifat tidak stabil dan terurai membentuk beberapa

senyawa komplek termasuk senyawa karbonil reaktif terutama

malondialdehide (Werdhasari, 2014). Peroksidasi lipid dapat merusak

struktur membran, menyebabkan perubahan pada fluiditas dan

permeabilitas, menghambat proses metabolik dan perubahan transport

ion (Setiawan, 2007).

Kerusakan oksidatif pada lipid melibatkan tiga langkah yang

berbeda, yaitu inisiasi (initiation), propagasi (propagation) dan

terminasi (termination). Reaksi inisiasi antara asam lemak tak jenuh

(misalnya linoleat) dan radikal hidroksil (dihasilkan dari reaksi Fenton

dan reaksi Haber Weiss) melibatkan pemindahan satu atom H dari

kelompok methylvinyl dari asam lemak, dimana pada linoleat pada atom

karbon ke-11 dengan reaksi berikut :


2+ 3+ - .
Fe + H2O2 Fe + OH + OH (Reaksi Fenton)
2+
Fe3++ O2- Fe + O2
-. - .
H2O2+ O2  O2+OH + OH (Reaksi Haber Weiss)
.
.
OH+ RH  R + H2O (persamaan 1)
8

Karbon yang kehilangan atom H-nya menjadi radikal bebas dan

membentuk resonance structure yang membagi elektron yang tidak

berpasangan antara atom karbon ke-9 dan ke-13.

Pada reaksi propagasi, resonance structure bereaksi dengan triplet

oksigen yang biradikal (memiliki dua elektron yang tidak berpasangan).

Reaksi ini membentuk radikal peroksi.


. .
ROO R + O2 (persamaan 2)

Radikal peroksi kemudian mengambil satu atom H dari asam lemak

kedua, membentuk hidroperoksida lipid dan menyebabkan timbulnya

radikal bebas lainnya yang dapat mengambil atom H kedua dari persamaan

1. Maka dari itu, sekali radikal hidroksil memulai reaksi peroksidasi

dengan mengambil satu atom H akan menghasilkan produk radikal karbon


.
(R ) yang mampu bereaksi dengan O2 dalam reaksi berantai. Peranan

radikal hidroksil sama seperti percikan api yang memulai kebakaran.

ROO + RH  R + ROOH (persamaan 3)

Hidroperoksida lipid (ROOH) tidak stabil, dengan adanya ion Fe atau

katalisator logam lainnya ROOH akan bereaksi dengan reaksi Fenton

menghasilkan pembentukan radikal alkoksi yang reaktif.

ROOH + Fe2+  OH- + RO + Fe3+ (persamaan 4)

Dengan adanya Fe, reaksi berantai tidak hanya disebarluaskan tetapi

lebih ditingkatkan. Diantara produk penghancuran dari ROOH adalah


9

aldehid, seperti malondialdehyde dan hidrokarbon seperti ethana dan

ethylene. Aldehide sangat reaktif dan dapat merusak protein.

Reaksi peroksidasi pada membran lipid diakhiri bila radikal karbon

atau radikal peroksi bertautan membentuk produk konjugasi yang tidak

radikal seperti reaksi berikut :


. .
R + R  R-R
. .
R + ROO --> ROOR
. .
ROO + ROO  ROOR + O2

Akhirnya terdapat timbunan asam lemak bertautan dengan berat

molekul tinggi dan fosfolipid pada membran lipid yang teroksidasi. Efek

primer dari peroksidasi lipid adalah penurunan kestabilan membran yang

mempengaruhi sifat membran dan dapat memecahkan ikatan membran-

protein.

2.1.2. Mekanisme Stress Oksidatif terhadap Kehamilan

Kehamilan adalah kondisi yang menunjukkan peningkatan

kerentanan terhadap stress oksidatif. Kehamilan ditandai dengan

perubahan dinamis beberapa sistem tubuh sehingga terjadi peningkatan

konsumsi oksigen dan mitokondria termasuk fetoplasenta. Plasenta

mengandung banyak logam transisi terutama besi. Plasenta memiliki

satu lapis sel khorionik antara ibu dan janin yang berfungsi sebagai

pertukaran gas, nutrisi, dan produk metabolik. Pelepasan oksigen dari


10

hemoglobin ibu menggunakan tekanan parsial oksigen yang lebih

rendah dari struktur plasenta dan sirkulasi janin (banyak mengandung

hemoglobin) yang memiliki afinitas oksigen lebih besar (Sari, 2012).

Awal plasenta terbentuk memiliki kondisi hipoksia, ketika

plasenta mature dan terjadi peningkatan vaskularisasi, maka terdapat

perubahan menjadi banyak oksigen dan banyak mengandung

mitokondria sehingga merangsang terbentuknya ROS. Plasenta kaya

mitokondria merupakan kondisi yang dapat merangsang stress

oksidatif. NItrat oksida diproduksi secara lokal oleh plasenta dapat

menimbulkan potensial stress oksidatif (Suardana, 2012). Perubahan

spesifik yang lain dalam kondisi hamil adalah adanya peningkatan

serum lipid peroksidasi, khromolipids fluorescent, dan asam

thiobarbituricreactive substrate yang terjadi normal pada wanita hamil

dengan nilai superoksida dismutase lebih rendah dan mencapai

maksimal pada trimester ke dua, kemudian mengalami penurunan

sampai melahirkan dibandingkan wanita tidak hamil. Telah dilaporkan

dalam kehamilan tanpa komplikasi terdapat peningkatan kadar MDA

peroksidasi lipid dalam serum yang disebabkan adanya perubahan

aktivitas peroksidasi lipid di plasenta dan peningkatan lipid dalam

serum (Suardana, 2012).

2.1.3. Sistem Pertahanan Antioksidan dan Stres Oksidatif


11

Radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif yang diproduksi

dalam jumlah yang normal, penting untuk fungsi biologis, seperti sel

darah putih yang menghasilkan H2O2 untuk membunuh beberapa jenis

bakteri dan jamur serta pengaturan pertumbuhan sel, namun ia tidak

menyerang sasaran spesifik, sehingga ia juga akan menyerang asam

lemak tidak jenuh ganda dari membrane sel, organel sel, atau DNA,

sehingga dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi sel

(Winarsi, 2007). Namun tubuh diperlengkapi oleh seperangkat sistem

pertahanan untuk menangkal serangan radikal bebas atau oksidan

sehingga dapat membatasi kerusakan yang diakibatkan oleh radikal

bebas (Suardana, 2012). Sistem pertahanan antioksidan ini antara lain

adalah enzim Superoxide Dismutase (SOD) yang terdapat di

mitokondria dan sitosol, Glutathione Peroxidase (GPX),

Glutathionreductase, dan catalase. Selain itu terdapat juga sistem

pertahanan atau antioksidan yang berupa mikronutrien yaitu β-karoten,

vitamin C dan vitamin E (Werdhasari, 2014). Sistem pertahanan ini

bekerja dengan beberapa cara antara lain berinteraksi langsung dengan

radikal bebas, oksidan, atau oksigen tunggal, mencegah pembentukan

senyawa oksigen reaktif, atau mengubah senyawa reaktif menjadi

kurang reaktif (Winarsi, 2007). Namun dalam keadaan tertentu,

produksi radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif melebihi sistem

pertahanan tubuh, kondisi yang disebut sebagai stress oksidatif

(Agarwal, 2005). Pada kondisi stress oksidatif, imbangan normal antara


12

produksi radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif dengan

kemampuan antioksidan alami tubuh untuk mengeliminasinya

mengalami gangguan sehingga mempengaruhi rantai reduksi-oksidasi

normal, sehingga menyebabkan kerusakan oksidatif jaringan.

Kerusakan jaringan ini juga tergantung pada beberapa faktor, antara

lain:

a. target molekuler ( lipid, DNA, protein ),

b. tingkat stres yang terjadi (keseimbangan prooksidan dan oksidan),

c. mekanisme yang terlibat,

d. waktu dan sifat alami dari sistem yang diserang (Daulay, 2011).

2.1.4. Pengukuran MDA

Metode pengukuran MDA yang sering digunakan adalah metode

thiobarbituric acid (TBA) menggunakan spektrofotometer atas dasar

penyerapan warna yang terbentuk dari reaksi TBA dan MDA. Tes ini

didasarkan pada reaksi kondensasi antara satu molekul MDA dengan

dua molekul TBA pada pH rendah. Reaksi ini terjadi pada suasana asam

pada suhu 90-1000C, TBA akan memberikan warna pink-cromogen

yang dapat diperiksa secara spektrofotometrik pada panjang gelombang

530-535 nm atau fluoresen pada panjang gelombang 553 nm. Jumlah

MDA yang terdeteksi menunjukkan banyaknya peroksidasi lipid yang

terjadi (Sari, 2012). Senyawa berwarna tersebut dapat diukur

konsentrasinya berdasarkan absorbansi warna yang terbentuk, dengan


13

membandingkan pada absorbansi warna larutan standar yang telah

diketahui konsentrasinya (Latifa, 2015).

Sampel yang digunakan untuk memeriksa kadar MDA adalah

plasma, jaringan, dan urin. Nilai normal MDA tergantung metode yang

digunakan, lebih dari µmol/l dengan mengukur TBAR dengan metode

kolorimetri, kadar normal hingga 2,5 µmol/l dengan metode fluorometri

dan kadar 0,60 – 1 µmol/l dengan metode HPLC (high performance

liquid chromatography). Metode spektofotometri dapat ditentukan

kadar plasma MDA yang menunjukkan secara spesifik kadar plasma

total dan membedakan hasil yang serupa dengan menggunakan HPLC.

Kadar normal MDA dengan metode spektofotometri 1,04 ± 0,43 µmol/l

(Sari, 2012).

Pengukuran kadar MDA merupakan pengukuran aktivitas radikal

bebas secara tidak langsung sebagai indikator stress oksidatif.

Pengukuran ini dipengaruhi oleh variasi diurnal, spesimen hemolisis

dan jenis spesimen. Sampel hemolisis dapat menyebabkan peningkatan

kadar MDA. Oleh karena itu, pemisahan sampel harus dilakukan

secepat mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit. Penggunaan

sampel serum mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan

sampel plasma dengan antikoagulan (Wahyuni, 2011).

2.2. Zat Besi


14

2.2.1. Definisi

Zat besi adalah mineral yang diperlukan oleh semua sistem

biologi di dalam tubuh. Besi merupakan unsur esensial untuk sintesis

hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan sebagai

komponen enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk produksi

adenosin trifosfat yang terlibat dalam respirasi sel (Anggreni, 2008).

Kelompok Umur Besi ( mg )

Perempuan

10-12 tahun 20

13-15 tahun 26

16-18 tahun 26

19-29 tahun 26

30-49 tahun 26

50-64 tahun 12

65-80 tahun 12

80+ tahun 12

Hamil

Trimeseter 1 +0

Trimester 2 +9

Trimester 3 +13

Permenkes RI 2013 Angka Kecukupan Gizi

2.2.2. Fungsi zat Besi


15

Fungsi zat besi meliputi :

1. Respirasi sel, sebagai kofaktor bagi enzim yang terlibat di dalam

reaksi oksidasi-reduksi

2. Sebagai alat angkut elektron pada metabolisme energi

3. Dibutuhkan dalam banyak fungsi tubuh yang esensial seperti

transport oksigen, produksi Adenosin Triphosphate (ATP)

(Agustian, 2008).

2.2.3. Tablet Besi

Tablet besi (Fe) adalah tablet yang berisi 200 mg besi (60 mg

elemental iron) dan 0,25 mg asam folat setiap tablet. Fe merupakan

unsur yang sangat penting dalam pembentukan hemoglobin, yaitu

senyawa warna merah yang terdapat dalam sel darah merah yang

digunakan untuk mengangkut oksigen dan karbon dioksida dalam

tubuh. Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan

hemoglobin umumnya 20-25 mg perhari. Besi dalam makanan yang

dikonsumsi berada dalam bentuk ikatan feri (umumnya dalam pangan

nabati) maupun ikatan ferro (umumnya dalam pangan hewani). Besi

yang terbentuk ferri oleh getah lambung, diredukusi menjadi ferro yang

lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus.

Suplementasi zat besi adalah salah satu strategi untuk

meningkatkan intake zat besi sebagai upaya menanggulangi masalah

anemia gizi yang dilengkapi dengan asam folat dan sekaligus dapat
16

mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan asam folat

(Fatma, 2007). Program suplementasi zat besi pada ibu hamil

dilaksanakan dengan pemberian asam besi folat pada ibu hamil telah

dilaksanakan di seluruh Indonesia sejak tahun 1975 dalam rangka

pencegahan dan penanggulangan. Pada ibu hamil, pemberian tablet besi

untuk pencegahan anemia dengan Hb < 11 g% yaitu 1 tablet besi (60

mg elemen iron dan 0,25 mg asam folat) per hari selama 90 hari, mulai

pemberian pertama ibu hamil memeriksakan kehamilannya K1

(Kemenkes, 2013).

Memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat, atau Na-

fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb

sebanyak 1 gr% per bulan. Program nasional menganjurrkan kombinasi

60% mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia

(Silalahi, 2007).

Pemberian preparat besi yang diberikan secara peroral karena

lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini lebih

murah. Preparat yang tersedia berupa :

a. Ferro Sulfat : merupakan preparat yang umum digunakan,

senyawa ini tergolong murah dan dapat diabsorbsi sampai 20%

(Linda J Harvey, 2007). FeSO4 dosis 3 x 200 mg, diberikan saat perut

kosong ( sebelum makan ). Jika hal ini memberikan efek samping

misalkan terjadi mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare maka


17

sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan dengan makan atau

menggantikannya dengan\preparat besi lain (Mehta, 2000).

b. Ferro Glukonat merupakan preparat dengan kandungan besi lebih

rendah daripada ferro sulfat .Harga lebih mahal tapa efektifitasnya

hamper sama.

c. Ferro Fumarat, Ferro Laktat

2.2.4. Metabolisme Besi

Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan

dalam plasma dan di dalam semua sel. Karena zat besi yang terionisasi

bersifat toksik terhadap tubuh, maka zat besi selalu hadir dalam bentuk

ikatan dengan hem yang berupa hemoprotein (sepertihemoglobin,

mioglobin dan sitokrom) atau berikatan dengan sebuah protein (seperti

transferin, ferritin dan hemosiderin) (Jones, 2000). Jumlah besi di dalam

tubuh seorang normal berkisar antara 3 -5 g tergantung dari jenis kelamin,

berat badan dan hemoglobin. Besi dalam tubuh terdapat dalam hemoglobin

sebanyak 1,5– 3g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan jaringan

(Sacher, 2000).

Kebanyakan besi tubuh adalah dalam hemoglobin dengan 1 ml sel

darah merah mengandung 1 mg besi (2000 ml darah dengan hematokrit

normal mengandung sekitar 2000 mg zat besi) (Kartamihardja, 2008).

Pertukaran zat besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup.

Besi yang diserap usus setiap hari kira-kira 1-2 mg, ekskresi besi melalui
18

eksfoliasi sama dengan jumlah besi yang diserap usus yaitu 1-2 mg. Besi

yang diserap oleh usus dalam bentuk transferin bersama dengan besi yang

dibawa oleh makrofag sebesar 22 mg dengan jumlah total yang dibawa

tranferin yaitu 24mg untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis.

Eritrosit yang terbentuk memerlukan besi sebesar 17 mg yang merupakan

eritrosit yang beredar keseluruh tubuh, sedangkan yang 7 mg akan

dikembalikan ke makrofag karena berupa eritropoesis inefektif (Bakta,

2007).

Secara umum, metabolisme besi ini menyeimbangkan antara

absorbsi 1-2 mg/ haridan kehilangan 1-2 mg/ hari. Kehamilan

dapatmeningkatkan keseimbangan besi, dimana dibutuhkan 2-5 mg besi

perhari selama kehamilan dan laktasi. Diet besi normal tidak dapat

memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen besi

(Kartamihardja, 2008).

2.2.5. Keterkaitan zat besi dengan MDA

Pemberian suplementasi zat besi dapat meningkatkan kadar MDA

karena zat besi merupakan logam transisi redoks-aktif sehingga mudah

berpindah antara ferrous (Fe2+) dan ferric (Fe3+), menerima atau

memberikan suatu elektron ke berbagai substansi biologis, sehingga

mengkatalisis berbagai reaksi yang merusak dalam sel (Sari, 2012).

Penggunaan suplementasi zat besi baik jangka waktu pendek maupun


19

jangka waktu panjang akan menyebabkan kerusakan DNA (Daulay,

2011).

Kadar zat besi dalam tubuh berlebihan menyebabkan terjadinya

peningkatan besi bebas yang memacu timbulnya oksidan berupa

reactive oxgen species (ROS). Oksidan merupakan senyawa yang dapat

mengganggu integritas membran sel dan memperberat hemolisis.

Peningkatan ROS dalam tubuh akan menimbulkan peroksidasi lipid

yang ditandai dengan peningkatan kadar MDA serum. MDA

merupakan senyawa yang bersifat reaktif. Peningkatan produksi ROS

dan MDA menyebabkan kerusakan membran sel yang mengandung

senyawa lipid termasuk eritrosit. Peroksidasi membran eritrosit

menyebabkan hemolisis sehingga terjadi penurunan hemoglobin (Sari,

2012).

2.3. Asam Folat

2.3.1. Definisi

Folat merupakan vitamin B9 yang larut air (Yusmardi, 2010).

Sedangkan asam folat adalah sintetik dari folat yang ditemukan sebagai

suplemen dan fortifikasi makanan (Wahyuni, 2011). Menurut Food and

Drug Administration (FDA), RDA asam folat 0,4 mg atau 400

mikrogram Dietary Food Equivalent ( DFE )sehari.

2.3.2. Fungsi Asam Folat


20

Koenzim folat bersama dengan derivate koenzim dari vitamin

B12, B6 dan B2 esensial dalam metabolisme satu karbon. Secara

biokimia, unit karbon dari serin atau glisin dipindahkan ke

tetrahydrofolate (THF) membentuk metilen-THF yang digunakan

untuk (1) sintesis timidin yang berperan dalam sintesis DNA, (2)

oksidasi membentuk formyl-THF sintesis purin (precursor DNA dan

RNA), (3) diubah menjadi methyl-THF yang penting untuk proses

meilasi Hcy menjadi metionin (Yusmardi, 2010). Sebagian metionin

diubah menjadi S-adenosylmethionine yang merupakan donor universal

dari gugus methyl untuk DNA, RNA, hormone, neurotransmitter, lipid

membrane dan protein (Wahyuni, 2011).

2.3.3 Mekanisme Kerja Asam Folat

Senyawa biokimia asam folat yang bersifat inaktif dikonversi oleh

enzim dihydrofolate reductase menjadi tetrahydrofolic acid dan

methyltetrahydrofolate. Senyawa ini ditransport ke dalam sel melalui

reseptor dengan cara endositosis. Hasil reduksi asam folat dibutuhkan

untuk mempertahankan fungsi normal eritropoesis, yaitu berperan

dalam reaksi-reaksi biokimia esensial yang menyediakan prekursor-

prekursor untuk sintesis asam amino, purine dan DNA.

Dalam proses sintesis suatu DNA dibutuhkan senyawa dTMP

dimana dalam reaksi pembentukannya enzim thymidylate sintase

mengkatalisasi transfer satu unit karbon dari N5-


21

N10methyltetrahydrofolate menjadi deoxyuridine monophosphate

(dUMP) untuk membentuk dTMP. Setiap 1 mole dTMP yang

dihasilkan, diperlukan 1 mole tetrahydrofolate. Dan dalam proses

proliferasi jaringan yang, sintesis DNA akan menbutuhkan sejumlah

besar tetrahydrofolat. Terjadilah regenerasi tetrahydrofolate melalui

reduksi dihydrofolate yang dikatalisis enzim dihydrofolat reductase.

Tetrahydrofolat yang diproduksi tersebut akan mengubah kofaktor N5-

N10methyltetrahydrofolate melalui kerja serine

transhydroxymethylase sehingga memungkinkan untuk melanjutkan

proses sintesis dTMP. Siklus ini sering disebut sebagai siklus sintesis

dTMP.

Mekanisme Kerja Lain-lain :

Senyawa N5-methyltetrahydrofolate diperlukan untuk mengkonversi

homosistein menjadi metionin. Gagalnya sintesis N5-

methyltetrahydrofolate berakibat pada peningkatan konsentrasi serum

homosistein. Dari data sumber terdapat korelasi positif antara

homosistein serum yang meningat dengan penyakit-penyakit vaskular

oklusif seperti jantung iskemik dan stroke. Oleh karena itu

suplementasi asam folat bermanfaat untuk memperbaiki status folat

dan mengurangi prevalensi hiperhomosisteinemia (Wahyuni, 2011)

2.3.3. Keterkaitan Asam Folat dan Hemoglobin


22

Defisiensi asam folat dapat menyebabkan gangguan pada sintesis

DNA sehingga akan mengganggu dari sintesis nukleoprotein dan akan

menyebabkan megaloblastik hematopoiesis (Yusmardi, 2010).

Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena

terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defisiensi asam

folat dan vitamin B12, dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi

dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12

penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis DNA

pada inti eritoblast, maka maturasi inti akan lebih lambat, sehingga

kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan

sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta

susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast.

Sel megaloblast disini akan dihancurkan saat masih berada didalam

sumsum tulang sehingga akan terjadi eritopoiesis inefektif dan masa

hidup eritrosit akan lebih pendek sehingga akan menyebabkan anemia

(Handayani, 2008).

Mekanisme biokimiawi yang mendasari perubahan megaloblastik

adalah terganggunya konversi dump menjadi dTMP dengan adanya

enzim timidilat sintetase yang membutuhkan koenzim folat. Pada

defisiensi folat dump diubah menjadi dUTP melebihi kapasitas kerja

enzim dUTP dalam sel melalui konversi kembali menjadi dump,

akibatnya terjadi penumpukan dUTP dalam sel, sehingga terjadi

kelambanan dalam sintesa DNA (Tangkilisan, 2002).


23

2.3.5. Keterkaitan Asam Folat dengan MDA

Asam folat digunakan sebagai kosubstrat dalam proses remetilasi

Hcy ke metionin dengan bantuan 5 methylenetetetrahydrofolate

reductase (MTHFR). Apabila remetilasi Hcy ke metionin terganggu

akibat suplai asam folat yang tidak adekuat, Hcy akan dimetabolisme

menjadi Hcy-tiolakton oleh methionyl-tRNA sinthase (MetRs) yang

toksik bagi sel (Darmaja, 2006). Hcy tiolakton merupakan suatu tioester

yang reaktif, bereaksi dengan kelompok amino bebas low-density

lipoprotein (LDL) membentuk sel busa yang berperan dalam

aterosklerosis (Yusmardi, 2010).

Hcy secara cepat mengalami autooksidasi membentuk

homosistin, mixed disulfe, dan homosistin tiolakton. Selama

autooksidasi Hcy akan menghasilkan ROS yang potensial termasuk

superoksida dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida (radikal

hidroksil) memiliki efek toksik pada vaskuler akibat

hiperhomosisteinemi (HHcy). Superoksida yang terbentuk dari radikal

hidroksil akan mengawali peroksidasi lipid. Hubungan Hhcy dengan

stress oksidatif dimungkinkan karena Hhcy merangsang kerusakan

oksidatif pada endotel vaskuler terutama pada endotelium dan reaksi

enzim eNOS melalui autooksidasi Hcy , pembentukan Hcy disulfida,

interaksi Hcy tiolakton dan protein Hcy (Wahyuni, 2011).


24

2.4. Keterkaitan Zat Besi dan Asam Folat dengan Kadar MDA

Zat besi merupakan logam transisi redoks-aktif sehingga mudah

berpindah antara ferrous (Fe2+) dan ferric (Fe3+), menerima atau memberikan

suatu elektron ke berbagai substansi biologis, sehingga mengkatalisis berbagai

reaksi yang merusak dalam sel (Sari, 2012). Kadar zat besi dalam tubuh

berlebihan menyebabkan terjadinya peningkatan besi bebas yang memacu

timbulnya oksidan berupa reactive oxgen species (ROS). Peningkatan ROS

dalam tubuh akan menimbulkan peroksidasi lipid yang ditandai dengan

peningkatan kadar MDA serum (Setiawan, 2007). MDA merupakan senyawa

yang bersifat reaktif. Peningkatan produksi ROS dan MDA menyebabkan

kerusakan membran sel yang mengandung senyawa lipid (Sari, 2012).

Asam folat digunakan sebagai kosubstrat dalam proses remetilasi Hcy ke

metionin dengan bantuan 5 methylenetetetrahydrofolate reductase (MTHFR).

Apabila remetilasi Hcy ke metionin terganggu akibat suplai asam folat yang

tidak adekuat, Hcy akan dimetabolisme menjadi Hcy-tiolakton oleh methionyl-

tRNA sinthase (MetRs) yang toksik bagi sel.Hcy secara cepat mengalami

autooksidasi membentuk homosistin, mixed disulfe, dan homosistin tiolakton.

Selama autooksidasi Hcy akan menghasilkan ROS yang potensial termasuk

superoksida yang mengawali proses peroksidasi lipid dan hidrogen peroksida.

(Yusmardi, 2010).

2.5. Kerangka Teori


Kadar zat besi dan
Kejadian Hamil
asam folat

Aktivitas kadar Zat Besi Kadar


metabolisme tubuh Asam Folat
25

Kadar Besi
∑ ROS Bebas
Sistem Homosistein
antioksidan
tubuh
Stress Oksidatif

- Tingkat stress yang


terjadi
Kerusakan Jaringan - Target molekuler
- Mekanisme yang
terlibat
- Waktu dan sifat alami
Peroksidasi Lipid daris system yang
diserang

Kadar MDA

2.6. Kerangka Konsep

Zat besi dan asam folat Kadar Malondialdehide

2.7. Hipotesis

Ada pengaruh suplementasi zat besi dan asam folat terhadap kadar

malondialdehide.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental

dengan menggunakan rancangan penelitian Post Test Only Control Group

Design.

2.2. Variabel dan Definisi Operasional

2.2.1. Variabel

2.2.1.1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suplementasi

zat besi dan asam folat.

2.2.1.2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar

malondialdehide.

2.2.2. Definisi Operasional

2.2.2.1. Suplementasi zat besi bersama dengan asam folat

Suplementasi zat besi per oral adalah pemberian zat besi

ferro sulfat menggunakan sonde dilakukan setiap hari selama

20 hari.

Dosis terapi yang disarankan untuk anemia FeSO4 200

mg. Takaran untuk konversi dosis manusia berat badan (70kg)

26
27

dengan tikus berat badan 200 gram adalah 0,018

(laurence,1964), sehingga didapatkan dosis :

Faktor konversi dosis manusia ke tikus = 0,018

Maka dosis untuk tikus = faktor konversi x dosis manusia

= 0,018 x 200

= 3,6/200 gram BB

Asam folat diberikan dengan dosis 0,25 mg.

Maka dosis untuk tikus = 0,018 x 0,25

= 0,0045/200 gram BB

Zat besi bersama dengan asam folat diberikan bersamaan

secara peroral selama 20 hari.

Skala pengukuran : Rasio

2.2.2.2. Kadar Malondialdehide

Kadar MDA adalah produk akhir metabolit peroksidasi

lipid yang digunakan sebagai biomarker peroksidasi lipid

untuk menilai stress oksidatif. Pengukuran kadar MDA

menggunakan metode Thiobarbituric Acid Reactive

Substances (TBARSC) dan hasil pembacaan menggunakan

spektrofotometer.

Skala pengukuran : Rasio


28

2.3. Subjek dan Sampel Penelitian

2.3.1. Subjek

Subjek penelitian ini adalah tikus galur wistar bunting yang

diperoleh dari Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gajah Mada

Yogjakarta.

2.3.2. Sampel

2.3.2.1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

1. Usia 2 bulan

2. Berat badan ±200 gram

3. Hamil pertama

4. Sehat pada penampilan luar : gerak tampak aktif,

makan dan minum normal

b. Kriteria Eksklusi :

1. sakit selama penelitian

2. mati selama penelitian

2.3.2.2. Besar Sampel

Besar sampel keseluruhan yang digunakan dalam

penelitian disesuaikan dengan standar WHO yaitu minimal 5

hewan coba. Penelitian ini menggunakan 28 ekor tikus bunting

yang kemudian dibagi dalam 4 kelompok perlakuan.

2.3.2.3. Cara Sampling

Sampel diperoleh dengan random sampling


29

2.4. Alat dan Bahan Penelitian

2.4.1. Alat dan Bahan Penelitian

2.4.1.1. Alat

a. Kandang tikus

b. Sonde lambung

c. Timbangan

d. Disposable Syringe

e. Kapas steril

f. Tabung reaksi

g. Spektrofotometer

h. Sentrifuse

i. Mikropipet

j. Kuvet

k. Waterbath

2.4.1.2. Bahan Penelitian

a. Tikus wistar bunting

b. Aquadest

c. Pakan defisiensi zat besi dan folat

d. Tablet zat besi dan asam folat

e. larutan TCA 15%

f. larutan TBA 0,37% dalam HCl 0.25 N


30

2.4.2. Cara pengukuran MDA

Pengukuran kadar MDA dapat dilakukan dengan metode

Thiobarbituric acid reactive substance ( TBARS ) dengan cara sebagai

berikut :

a. Ambil darah tikus 2 cc, masukan dalam tabung sentrifuge yang

telah diberi 2 tetes EDTA.

b. Sampel darah yang telah disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm

selama 30 menit diambil supernatannya sebanyak 200 µl masukan

ke dalam tabung sentrifuge yang kosong.

c. Tambahkan dengan larutan TCA 15% sebanyak 2000 µl

d. Tambahkan dengan larutan TBA 0.37% dalam HCl 0.25 N

sebanyak 2000 µl.

e. Panaskan dalam waterbath pada suhu 950C selama 60 menit.

f. Dinginkan pada suhu ruang selama 15 menit.

g. Sentrifuge selama 15 menit pada kecepatan 3000 rpm.

h. Ambil supernatant dan masukkan dalam kuvet.

i. Baca absorbansi supernatant dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 545 nm.


31

2.5. Cara Penelitian

2.5.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelltian dilakukan di Pusat Antar Universitas (PAU)

Universitas Gajah Mada Yogjakarta.. Penelitian dilakukan selama 20

hari dari bulan Desember 2016 – Januari 2017.

2.5.2. Prosedur Penelitian

28 ekor tikus bunting dirandom kemudian dibagi dalam 4

kelompok, setiap kelompok terdiri dari 7 ekor tikus bunting. Kemudian

hewan coba diberi perlakuan sesuai dengan kelompok perlakuan selama

20 hari. Selanjutnya diukur kadar MDA Post suplementasi.

2.5.3. Kelompok Perlakuan

2.5.3.1. Kelompok Kontrol : pakan defisiensi zat besi dan asam folat

+ aquadest

2.5.3.2. Kelompok 1 : Kelompok perlakuan diberi pakan defisiensi

zat besi dan asam folat + suplementasi zat besi 1.8 mg + asam

folat 0.0023 mg .

2.5.3.3. Kelompok 2 :Kelompok perlakuan diberi pakan defisiensi zat

besi dan asam folat + suplementasi zat besi 3.6 mg + asam

folat 0.0045 mg.

2.5.3.4. Kelompok 3 : Kelompok perlakuan diberi pakan defisiensi

zat besi dan asam folat + suplementasi zat besi 5.4 mg + asam

folat 0.0068 mg .
32

Pengambilan sampel darah tikus melalui sinus orbita dan analisis

kadar malondialdehide dilakukan Post Suplementasi.

2.6. Alur Penelitian

28 ekor tikus bunting

Randomisasi

Kontrol Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3


(7 tikus) (7 tikus) (7 tikus) (7 tikus)
Perlakuan
Pakan Pakan Pakan Pakan selama 20
defisiensi defisiensi zat defisiensi zat defisiensi zat hari
zat besi dan besi dan asam besi dan asam besi dan asam
asam folat folat + zat besi folat + zat besi folat + zat besi
+ aquadest 1.8 mg + asam 3.6 mg + asam 5.4 mg + asam
folat 0.0023 mg folat 0.0045mg folat 0.0068mg

Minum ad libitum

Pengambilan Darah

Analisis Kadar Malondialdehide Post


Suplementasi
33

2.7. Analisis Hasil

Setelah semua data kadar MDA post suplementasi terkumpul kemudian

data diedit, ditabulasi, disajikan dalam distribusi frekuensi kemudian dianalisa

menggunakan uji SPSS. Dilakukan uji normalitas data dan homogenitas

terlebih dahulu. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro-wilk dan pada uji

homogenitas dengan menggunakan Levene statistic. Apabila didapatkan hasil

data adalah normal dan homogen maka dilakukan uji One Way Anova. Apabila

didapatkan hasil p<0,05 dilanjutkan uji Post Hoc Tukey HSD.

Apabila dari hasil uji normalitas dan homogenitas tidak terpenuhi

dilakukan uji Kruskal-Wallis. Dari hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan

perbedaan yang bermakna yaitu <0,05 maka dilakukan uji Mann-Whitney

(Sugiyono, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

AGARWAL, A., PRABAKARAN, S.A, SAID, T.M. 2005. Prevention of Oxidative

Stress Injury to Sperm Minireview.

AGUSTIAN, L. 2008. Penilaian Status Gizi Setelah Terapi Besi Pada Anak

Sekolah Dasar Yang Menderita Anemia Defisiensi Besi.

ANGGRENI, E. 2008. Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi

Terhadap Tingkat Kejadian Anemia Di Puskesmas Pekan Heran Kabupaten

Indragiri Hulu Tahun 2008.

BAKTA 2007. Hematologi Klinik Ringkas

Jakarta, EGC.

DARMAJA, I. M. G., SUWITRA, K. 2006. Perbandingan Efektivitas Asam Folat

Dosis Standar Dengan Dosis Tinggi Terhadap Hiperhomosisteinemia Pada

Gagal Ginjal Dengan Hemodialisis Reguler.

DAULAY, M. 2011. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Jumlah, Morfologi

dan Motilitas Sperma serta Kadar malondialdehyde ( MDA ) testis Mencit

Jantan Dewasa ( Mus musculus ) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal.

FATMA 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta, PT Raja Grafindo

Persada.

HANDAYANI, W., HARIBOWO, A.S. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dan

Gangguan Sistem Hematologi, Jakarta, Salemba Media.

JONES, N. W., SN. 2000. Catatan Kuliah Hematologi, Jakarta, EGC.

KARTAMIHARDJA, E. 2008. Anemia Defisiensi Besi. 1.

34
35

KEMENKES, R. I. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta, Bakti Husada.

KERTIASIH, N. W., ANI, L.S. 2014. Kepatuhan Minum Tablet Besi Pada Ibu

Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Mengwi 1 Kabupaten Badung.

KUMAR, N. C., N., DHILLON, B.S., KUMAR, P. 2009. Role of Oxidative Stress

While Controlling Iron Deficiency Anemia During Pregnancy-Indian

Scenario.

LATIFA, K. I. 2015. Profil Kadar MDA (Malondialdehide) Pada Tikus Yang

Diberikan Ekstrak Herba Thymi

LINDA J HARVEY, J. R. D., WENDY J HOLLANDS, ET AL 2007. Effect of

high-dose iron supplements on fractional zinc absorption and status in

pregnant women. American Journal of Clinical Nutrition, 85, 1, 131-136.

MARDIATUN, Y., A., PURNSMAWATI, D., ZULKIFLI, RISTRINI 2015.

Hubungan Riwayat Ante Natal Care (ANC) dan Tingkat Konsumsi Fe (Zat

Besi) dengan Kejadian KEK Ibu Hamil Di Provinsi Nusa Tenggara Barat

dan Di Daerah Istimewa Jogjakarta.

MEHTA, A. H., A.V. 2000. Hematologyat Glance. London, Blackwell Science Ltd.

NAJELINA, M. 2015. Hubungan Anemia Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil Dengan

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun

2014.

PUTRI, R. N. A. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi

Baduta Berdasarkan IMT Menurut Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pancoran Mas Depok.


36

SACHER, R. M. P., RA. 2000. Widman’s Clinical Interpretation of Laboratory

Tests Philadelphia: FA Davis Company., 68-70.

SARI, L. R. 2012. Perbedaan Pengaruh Suplementasi Besi Peroral dan Parenteral

Terhadap Kadar MDA Pada Tikus Wistar ( Rattus Novergicus ) Hamil

Anemia.

SEPTIYENI, W., LIPOETO, N.I., SERUDJI, J. 2016. Hubungan Asupan Asam

Folat, Zink, dan Vitamin A Ibu Hamil Trimester III terhadap Berat Badan

Lahir di Kabupaten Padang Pariaman.

SETIAWAN, B., SUHARTONO, E. 2007. Peroksidasi Lipid dan Penyakit terkait

Stress Oksidatif pada Bayi Prematur.

SILALAHI, S. D. 2007. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &

Neonatal, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka.

SUARDANA, K. 2012. Peran Stress Oksidatif Pada Abortus.

SUGIYONO 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Alfabeta.

TANGKILISAN, H. A. 2002. Defisiensi Asam Folat.

WAHYUNI, E. 2011. Pengaruh Pemberian Folat Terhadap Kadar Homosistein

serum dan Malondialdehide Plasma

WERDHASARI, A. 2014. Peran Antioksidan Bagi Kesehatan.

WINARSI, H. 2007. Antioksidan dan Radikal Bebas, Yogyakarta, Kanisius.

YUSMARDI 2010. Perbandingkan Kadar Serum Asam Folat Maternal Penderita

Preeklamsi Berat dengan Kehamilan Normal.

Anda mungkin juga menyukai