Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH AMANDA BROWNIES

Berawal dari Bolu Kukus

Berawal dari ketidakpuasan mencoba resep bolu kukus dari seorang adiknya, Hj.
Sumiwiludjeng (77) pada akhir 1999, mulai mengutak-utik resep bolu kukus tersebut untuk
mendapatkan rasa yang lebih lezat dan pas. Bagi indra pengecap Sumi, lulusan Tata Boga IKIP
Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta), rasa bolu cokelat buatan adiknya masih kurang
nendang.

Memasak memang bukan sekadar hobi bagi Sumi. Istri pensiunan pegawai PT Pos
Indonesia, H. Syukur (Almarhum) ini sejak dulu memanfaatkan kepandaiannya memasak untuk
menambah pemasukan keluarga, Sumi, dibantu putra sulungnya, Joko Ervianto (52), menerima
pesanan kue dan makanan untuk arisan hingga pesta perkawinan. Namun, usaha ini masih
bersifat industri rumahan.

“Ketika akhirnya menemukan formula yang pas untuk bolu kukus cokelat itu, katering
kami mulai menawarkan kue itu kepada pelanggan,” tutur Atin Djukarniatin (52), istri Joko,
yang ikut serta membesarkan toko kue ini.

Menurut Atin, ketika ditawarkan kepada konsumen kateringnya, kue cokelat itu langsung
jadi favorit. Rupanya, tekstur lembut dan paduan rasa cokelat yang mantap, membuat kue ini
gampang disukai. “Banyak orang yang kemudian mulai memesan kue, yang dulu hanya disebut
kue bolu cokelat saja,” tutur Atin.

Joko, yang melihat potensi pasar kue itu, mengeluarkan kue tersebut dari daftar salah satu
menu dalam katering, menjadi produk yang berdiri sendiri. “Akhirnya, agar lebih dikenal orang,
kami mencari nama jenis kue yang baru ini. Lalu, tercetuslah nama brownies kukus,” ujar Atin.

Mengapa brownies kukus? Menurut Atin, karena tekstur kue dan warnanya yang cokelat
pekat ini mirip tekstur kue brownies. Selain itu, nama brownies kukus lebih mengena di telinga
calon konsumen sehingga mereka penasaran mencicipinya.
Setelah mendapatkan nama brownies kukus, awal tahun 2000 Joko dan Atin membuka
sebuah kios kaki lima di kompleks pertokoan Metro, Margahayu, Bandung, untuk menjualnya.
Meski disukai konsumen katering, ketika kalipertama ‘dijual bebas’, brownies kukus itu kurang
menarik minat pembeli. “Orang yang lewat memang menoleh dan penasaran dengan nama
brownies kukus, namun tidak banyak yang membelinya,” ungkap Atin.

Tak kurang akal, Atin lalu menjual kue itu dalam bentuk kue potong seharga Rp1.000 per
potong. Dengan cara ini, ternyata bisa laku 150-250 potong atau 3-5 loyang ukuran 24 x 24 cm.
Sayangnya, usaha yang baru berkembang ini tak bisa bertahan, karena pertokoan Metro terbakar.
Akibatnya, kios brownies kukus pun ikut tergusur dan pindah ke J1. Tata Surya 11, yang masih
terletak di kompleks yang sama. Anehnya, pindah lokasi di perumahan bukannya meredupkan
rezeki, malah menjadi titik terang bisnis brownies kukus ini. Di sini, keuntungannya justru
berlipat ganda.

Usaha Rintisan Keluarga

Sukses menggaet pelanggan baru membuat Joko berpikir untuk memberi brand agar lebih
komersial. “Kami lalu terpikir menghidupkan kembali CV (commanditaire vennootschap)
Amanda, perusahaan yang pernah dimiliki Ibu, ketika masih memiliki usaha kantin dan salon
potong rambut,” tutur Atin. Tahun 2001, kue itu punya nama resmi, yaitu Brownies Kukus
Amanda. Dalarn terminologi Sumi, Amanda adalah akronim dari Anak Mantu Damai, atau anak
dan menantu harus selalu hidup rukun dan damai.

Joko, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung, juga menaruh nama Brownies
Kukus Amanda pada kardus pembungkus, agar lebih profesional. Setelah itu, hanya melalui
promosi dari mulut ke mulut, pamor kue ini melesat. Pembeli berdatangan dan rela antre,
terutama menjelang Lebaran. Minat pembeli ini membuat mereka kewalahan. Maklum, mereka
hanya memiliki 3 (tiga) kompor yang masing-masing hanya cukup untuk mengukus satu loyang.
Akhirnya, Joko bereksperimen. Dengan bantuan seorang tukang, beliau mendesain kukusan yang
memuat 6 loyang untuk satu kali mengukus. Kocokan adonan pun dibuat khusus, sehingga bisa
mengocok untuk 6 resep sekaligus.
Tahun 2002, mereka pindah ke Jl. Rancabolang No.2, Bandung, masih di kawasan yang
sama, karena toko yang lama sudah terasa sesak. “Toko yang sekaligus rumah produksi itu hanya
berupa bangunan tripleks seluas 4×6 meter,” ujar Atin. Pada periode ini, Brownies Kukus
Amanda sudah tenar sebagai oleh-oleh bagi warga Bandung yang hendak bepergian keluar kota.

“Kami benar-benar stres karena tidak mampu memenuhi permintaan pembeli. Tidak jarang
kami harus menghadapi kemarahan dan caci-maki calon pembeli, yang sudah jauh-jauh datang,
tetapi tidak kebagian kue,” tutur Atin.

Masalah itu lagi-lagi diselesaikan Joko dengan mendesain kocokan untuk 20 resep dan
kukusan superbesar yang bisa memuat 50 loyang. Tak lama kemudian, Joko juga berhasil
mendesain kocokan untuk 300 resep. Setelah itu, permintaan akan Brownies Kukus Amanda jadi
tidak terbendung lagi. Tak hanya di Bandung, namanya pun tenar jauh ke luar kota. Kue ini
seolah menjadi oleh-oleh wajib bagi orang-orang yang berkunjung ke Bandung. Dalam sehari,
meski mengaku tidak mengetahui jumlah pastinya, Atin menyebut angka seribu lebih kue habis
terjual. Karyawannya pun kini sudah mencapai 200 orang.

Selain sukses mendongkrak penjualan, cita-cita Sumi yang tersurat dalam nama Amanda
juga terkabul. Semua anak dan menantu pasangan Sumi dan Sjukur ikut mengelola bisnis ini dan
semuanya hidup rukun. Joko yang menjabat sebagai direktur utama, meminta adik-adiknya untuk
terjun bersama mengelola usa tersebut. Jadilah usaha ini menjadi usaha rintisan keluarga yang
sukses.

Awal tahun 2004, pusat toko mereka pindah ke bangunan permanen dua lantai dan
berhalaman lapang yang megah di JI. Rancabolang No 29, Margahayu, Bandung.

A. Usaha Profesional dan Memiliki Hak Paten

Walaupun awalnya hanya industri kecil dengan skala rumahan, Brownies Kukus Amanda
kini dikelola dengan prinsip manajemen modern. Setidaknya, itu terlihat pada upaya untuk
membuat pengembangan produk, hingga kini Amanda Brownies telah memiliki sekitar 40 varian
produk. Tidak terbatas pada produk kukus saja namun juga pastry, kripik dan produk premium.
Ke depan divisi riset dan pengembangan Amanda Brownies akan terus melakukan upaya
pengembangan dan pengadan varian yang lezat dan diminati.

Berbagai pengembangan rasa baru ini, kata Atin, sebagai upaya untuk penyegaran dan
memberi rasa alternatif pada pelanggan.

Dengan berbagai pengembangan dari varian rasa, Brownies Kukus Amanda kini sudah
dipatenkan. Meski Atin mengakui, soal hak paten di Indonesia masih belum punya `gigi’. Atin
melihat, banyak pengekor kesuksesan Amanda ramai-ramai mengeluarkan produk bernama
brownies kukus.

B. Amanda Brownies di Indonesia

Sejak 2005, Amanda Brownies mulai membuka cabang di Bogor menysul Surabaya di
tahun berikutnya. Karena antusiasme yang positif di kedua kota tersebut, manajemen kemudian
melakukan ekspansi ke kota lain. Bermula ke beberapa kota besar di pulau Jawa; Jogjakarta,
Semarang, Solo, hingga beberapa kota dan kabupaten lain di provinsi se-Jawa.

Pada 2010 manajemen melakukan ekspansi dengan membuka outlet di luar Jawa. Dari
Medan, Sulawesi, Kalimantan, Palembang dan beberapa kota lainnya.

Hingga akhir 2017, Outlet Amanda Brownies telah tersebar di lebih dari 40 kota di Indonesia
dengan lebih dari 70 outlet.

C. Amanda Brownies di Luar Negeri

Di luar negeri, brand Amanda Brownies sudah merambah negara Malaysia, Thailand, Kamboja,
dan melakukan promosi hingga ke China dan Eropa.

D. Amanda Brownies di Sulawesi Selatan

Di Sulawesi Selatan, Amanda Brownies membuka outlet pertamanya di Kota Makassar,


tepatnya di bilangan Jl, Pettarani No. 49 pada Mei 2012, menyusul Outlet Ratulangi ( akhir
2012) Outlet Perintis (2013), dan Outlet Alauddin (2015). Pada Tahun 2016 untuk kalipertama
Amanda Area Sulsel membuka outlet pertama di luar Makassar, tepatnya di kota Parepare.

Untuk memudahkan warga beroleh produk Amanda dengan harga resmi, Amanda
Brownies juga membuka mini outlet/Amanda Express dan mini booth di beberapa titik lokasi
strategis di se antero Makassar.

Anda mungkin juga menyukai