Konsensus Pneumonia
Konsensus Pneumonia
Priyanti ZS
I. PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Di SMF Paru
RSUP Persahabatan tahun 2000 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 68.9% diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 12.07% diantaranya kasus nontuberkulosis. Pada
rawat inap didapatkan sebesar 21.99%.1
Di Amerika dengan cara invasif penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. 2 Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,
maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi saluran napas bawah adalah :
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup partikel debu
dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Mekanisme ini antara lain adalah
bentuk anatomis saluran napas, refleks batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis
yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memfagosit pertikel-partikel yang mencapai
permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik maka bahan yang bersifat infeksius dapat
dikeluarkan dari slauran napas, sehingga pada orang sehat tidak akan teradi infeksi serius.
Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru
yang tidak bekerja dengan baik.
Di dalam saluran napas atas banyak bakteri yang bersifat komensal. Bila jumlah mereka
semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian
masuk ke saluran napas bawah dan paru. Akibat kegagalan mekanisme pembersihan
saluran napas, keadaan ini akan bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang
tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran napas akan ikut dengan sekresi
saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi
kolonisasi. Proses menempelnya mikroorganisme pada permukaan mukosa saluran napas
tergantung dari sistem pengenalan mikroorganisme tersebut oleh sel epitel.
Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dari
saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini menunjukkan terdapatnya
suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih
mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan
paru terhadap bahan-bahan berbahaya dan infeksius berupa refleks batuk, penyempitan
saluran napas dengan konstraksi otot polos bronkus pada awal proses peradangan dan
juga dibantu oleh responss imunitas humoral.
Definisi pneumonia
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain). Biasanya pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dimasukkan.3
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Pneumonia yang terdapat di masyarakat banyak disebabkan bakteri gram
positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif dan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. 3
Cara pegambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat dengan cara dibatukkan
Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Terdapat bakteri di dalam paru merupakan
akibat ketidakseimbang antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui berbagai cara
yaitu : 4
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring ,orofaring dan isi lambung
Untuk memudahkan penatalaksanaan maka secara klinsi pneumonia dapat dibagi atas :
Adalah pneumonia yang didapat di masyarakat, yaitu terjadi infeksinya di luar rumah sakit.
Etiologi
Untuk mendapatkan penyebab pneumonia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 6
a. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan
dari darah, cairan pleura, transtrakeal aspirasi atau transtorakal aspirasi,
kecuali ditemukan kuman yang bukan koloni di saluran napas atas seperti
M.tuberculosis, Legionella, P.carinii
Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan, hanya digunakan
pada kasus tertentu. IDSA menganjurkan pemeriksaan rutin kultur sputum dan kultur darah.
Pemeriksaan gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan kultur. Kriteria sputum bila ditemukan
PMN > 25/LPB dan sel epitel < 10/LPB
Penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan kuman gram positif dan dapat pula
kuman atipik. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di Bagian Pulmonologi RSUP
Persahabatan dengan berbagai cara , kuman yang ditemukan antara lain: S. viridans , S.
pneumoniae, S . aureus, K. pneumoniae, P. aeruginosa, dapat dilihat pada tabel 1
n (%)
Citrobacter
Diversus
K.pneumoniae
Pseudomonas sp
Peptostreptococcus
S.viridans
S.anhemolyticus
Diplococcus
(8) S.B.hemolyticus
S.epidermidis
Tetraden
K.pneumoniae
Pseudomonas sp
Coliform bacteriae
Diphteroids
Peptococcus
P.aeruginosa
E.cloaceae
K.pneumoniae
P.putida
P.vulgaris
B.melaninogenicus
(10) S.pneumoniae
K.ozaenae
S.aureus
Serratia K
(11) grup D
K.gxytoce
S.aureus
Pseudomonas sp
E.Aerugenosa
Provdentia restgeri
B.Cattarhalis
Acinotobacter sp
Pseudomonas sp
S.Pyogenes
(14) Acinetobacter sp
B.catarrhalis
Aspergillus sp
S.epidermedis
S.unhaemolyticus
Kuman penyebab pneumonia menurut NAS dan BTS dapat dilihat pada tabel 2.
Prevalensi (%)
Kuman
Streptoccoccus pneumonia 20 - 60 60 – 75
Miscellaneous 3-5 -
Kuman atipik 10 - 20 -
Virus 2 - 15 8 – 16
Aspirasi 6 - 10 -
NAS : North American Studies, BTS : British Thoracic Society. Dikutip dari (6)
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitung jenis lekosit terdapat pergeseran
ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi kreatinin
masih dalam batas normal. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Gambaran radiologik
Foto toraks, merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan “air bronchogram” (pneumonia lobaris),
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Gambaran radiologis pada pneumonia
yang disebabkan kuman klebsiela sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan, kadang-kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainnya dapat berupa
bercak-bercak dan kaviti. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (“bulging”) fisura
interlobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia.
Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisis, foto toraks dan laboratorium.
Diagnosis pneumonia komuniti ditegakkan jika ditemukan pada foto toraks terdapat infiltrat baru
atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah.
b. Minum banyak
d. Antibiotika
Indikasi rawat penderita pneumonia adalah penderita sangat muda atau tua, keadaan
klinis berat (misalnya sesak napas, kesadaran menurun. gambaran kelainan foto toraks
cukup luas), ada penyakit lain yang mendasari (seperti bronkiektasis, bronkitis kronik), ada
komplikasi dan tidak ada respons terhadap pengobatan yang diberikan atau sesuai sistim
skor yang dapat dilihat paa tabel 2. Pada penderita yang dirawat penatalaksanaan dibagi
atas : penatalaksanaan umum dan pengobatan kausal.
a. Penatalaksanaan umum
- pemberian oksigen
- obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi
atau terjadi kelainan jantung
b. Pengobatan kausal
2. kuman patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh
karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empirik. Pewarnaan gram
sebaiknya dilakukan pada semua sediaan yang dicurigai sebagai sumber infeksi
dan sebagai petunjuk pilihan pada pengobatan pendahuluan
Jumlah poin
Karakteristik penderita
Faktor demografi
Perawatan di rumah + 10
Penyakit penyerta
Keganasan + 30
Penyakit hati + 20
Penyakit cerebrovaskular + 10
Penyakit ginjal + 10
Pemeriksaan fisik
Hasil laboratorium/Radiologik
+ 10
Hematokrit < 30%
+ 10
PO2 < 60 mmHg
+ 10
Efusi pleura
Rawat inap
b. Kriteria mayor (data yang ditemukan pada waktu masuk atau pada pengamatan
selanjutnya)
4. Serum kreatin > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dl, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Pada pengobatan pneumonia perlu ditentukan apakah penderita perlu dirawat atau
berobat jalan. Jika perlu dirawat maka masa perawatan dipersingkat dengan perubahan obat
suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk megurangi biaya perawatan,
mencegah infeksi nosokomial. Pada waktu perubahan obat suntik ke oral harus diperhatikan
kemanjurannya, keamanan, waktu yang tepat dan biaya. Terdapat berbagai pendapat
mengenai lama pemberian obat suntik yaitu 2-3 hari. Paling aman 3 hari, kemudian setelah hari
ke 4 penderita dapat berobat jalan.
3. Obat yang berbeda kelasnya tetapi potensinya berkurang (sefotaksim suntik ke sefiksim
oral)
4. Obat yang berbeda kelas dan tanpa kehilangan potensinya (seftazidim suntik ke
siprofloksasin oral)
Perubahan obat suntikan ke oral untuk pneumonia komuniti yang direkomendasi ATS dan BTS
lihat gambar 1.
Gambar 1. Rekomendasi ATS dan BTS untuk perubahan obat suntikan ke oral pada pneumonia
komuniti.18
Keterangan :
Pada tabel 5 dapat dilihat pemilihan antibiotika untuk alih terapi pada pneumonia kominiti.
Fluoroquinolone
b-Lactam
Amoxicillin/clavulanate
Cefaclor
Cefprozil
Cefadroxil
Amoxicillin/clavulanate
2G or 3G
fluoroquinolone
TMP/SMZ
Ceftriaxone Cefuroxime 37 – 52
3G fluoroquinolone
Cefotaxime
Cefixime
Cefpodoxime
Ceftibuten
Ceftazidime,
imipenem, or
piperacillin/
Macrolides
Doxycycline
Tetracycline
3G fluoroquinolone
Lincomycin
4G fluoroquinolone
Sulfonamide
2G fluoroquinolone
Kuman penyebab pneumonia komuniti sulit ditemukan maka pengobatan awal yang diberikan
adalah antibiotika secara empiris. Untuk hal tersebut maka antibiotika golongan betalaktam
sering digunakan. Akhir-akhir ini antibiotika golongan betalaktam banyak yang resisten terhadap
sebagian besar kuman patogen, maka diperlukan antibiotika yang dapat mengatasi hal tersebut.
Kesepakatan dari infectious diseases society of America (IDSA) merekomendasikan makrolid
baru atau fluorokuinolon baru untuk dipakai mengatasi infeksi saluran napas bawah. Pada tabel 6
dapat dilihat klasifikasi dari fluorokuinolon baru.
Tabel 6. Classification of the new fluoroquinolones
Ciprofloxacin,pefloxacin,norfloxacin,
ofloxacin, lomefloxacin
Second Enhanced,but mainly against gram-
negative bacteria; limited against
gram-positive bacteria
Levofloxacin,sparfloxacin, temaflo-
xacin,grepafloxacin Enhanced broad-spectrum activity
against both gram-positive and gram
negative bacteria
Third
Fourth
Pemilihan antibiotika secara empiris untuk pneumonia komuniti dari berbagai rekomendasi antara
lain ATS 2001, IDSA 2000 & Canada 2000 dapat dilihat pada tabel 7. ATS 2001 membagi
penderita pneumonia komuniti adanya penyakit jantung dan paru misalnya gagal jantung atau
PPOK dan faktor-faktor lain, misalnya :
iv
fluoroquinolone alone (anti
pneumococcol)
Without cardiopulmonary
diseases or modifying faktors :
iv
azithromycin alone if allergic :
doxycycline, b lactam or fluoro-
quinolone alone (anti
pneumococcol)
Anti pseudomonasl fluoro-
quinolone + anti pseudo-
Risk for pseudomonas
monal b lactam or amino-
glycoside
iv anti pseudomonas b lactam +
iv anti pseudomonal quinolon or
iv anti pseudomonal b lactam +
aminogly-coside + iv macrolide
(azithromycin) or iv non
pseudomonal fluoro-quinolone
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan, kita harus
meninjau kembali apakah diagnosisnya salah atau jika sudah benar
diagnosisnya maka harus dilihat faktor –faktor lainnya seperti penyakit penyerta,
obat-obat yang telah diberikan dan kuman penyebabnya, hal ini dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Patients fall to respond or their condition deteriorate after initial therapy
Pseudomonas aeruginosa :
Aminoglikosida
Fluorokuinolon : siprofloksasin
Sefalosporin
Cerbapeneme : meropenem
imipenem
“respiratory quinolone”
MRSA
Vancomycin
Teicoplanin
Beratnya penyakit
Penyakit penyerta
Riwayat penyakit
Pneumonia
Makrolid + sefalosporin III aktif pseudomonas atau makrolid + kuinolon atau sefalosporin III
+ aminoglikosid
Pneumonia atipik
Kuman penyebab tersering adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,
Legionella spp dan influenza virus tipe A dan B. Penyebab lain Chlamydia psittasi, Coxiella
burnetti, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.
Sering
Gejala di luar paru lebih jarang
flora normal atau
spesifik kokus gram (+) atau (-)
Pewarnaan gram
“patchy”
jarang
Antibiotika masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik
walaupun salah satu penyebabnya visru, namun karena infeksi virus dianggap “selflimiting”,
perhatian ditujukan pada kuman penyebab. Antibiotika terpilih pada pneumonia atipik yang
disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Doksisiklin: 2 x 100 mg
makroli :eritromisin : 4 x 500 mg
spiramisin : 2 x 1 gram
kuinolon
Komplikasi Pneumonia
Abses paru
Empiema
Perikarditis
Meningitis
Prognosis
Secara umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari kuman penyebab dan
penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5 % pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20 % . Menurut Infectious Disease
Society Of America ( IDSA ) Angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan
kelas yaitu kelas I 0,1 % dan kelas II 0,6 % dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8 % , kelas
IV 8,2 % dan kelas V 29, 2 %. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian
penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas..
Pencegahan
1. Pola hidup sehat
Pendahuluan
Definisi
Pneumonia nosokomial adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim
paru dan terjadi setelah 48 jam masa perawatan di rumah sakit. 22,25
- sekret purulen
- lekositosis
Pemeriksaan tambahan/penunjang
Jika memungkinkan pemeriksaan tambahan ini dikerjakan untuk membantu diagnosis dan
klasifikasi beratnya pneumonia nosokomial. Beberapa pemeriksaan tambahan ini memerlukan
fasilitas speasialitik dan mahal harganya.
Kultur semi kuantitatif atau tidak kuantitatif. Hasil dari kesepakatan lokakarya di Bangkok
1998 kultur semi kuantitatif dipandang sudah cukup
Dua set kultur darah dari tempat yang berbeda, kultur darah dapat mengisolasi kuman
patogen pada > 20% penderita. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk
menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada lokakarya di Bangkok 1998 disepakati semua
penderita pneumonia nosokomial dilakukan pemeriksaan kultur darah, jika dipandang
harganya mahal maka hanya dilakukan untuk kasus berat atau tidak ada respons pada
pengobatan
Analisis kimia darah (darah lengkap, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal, fungsi hati) dapat
menjadi data terdapatnya disfungsi multi organ
Pewarnaan Gram dan kultur tidak dari dahak yang dibatukkan pada penderita yang tidak
memakai selang endotrakeal. Jika sulit mengeluarkan dahak dapat dilakukan dengan
induksi dahak
Bahan kultur juga dapat berasal dari sikatan bronkus kateter ganda melalui bronkoskop,
BAL, bilasan bronkus tetapi cara ini sangat mahal dan memerlukan tenaga professional.
Cara ini tidak rutin dikerjakan hanya pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita yang
tidak respons pada pengobatan awal.
Berdasarkan American Thoracic Society (ATS) pneumonia nosokomial dibagi menjadi 3 grup,
yaitu : 22,25
1. Beratnya penyakit pneumonia : - ringan-sedang
- berat
2. Faktor risiko
Kelompok I : Pneumonia ringan-sedang, onset setiap saat dan tidak ada faktor
Risiko atau pneumonia berat dengan onset dini dan tidak ada faktor risiko
Kelompok II : Pneumonia ringan-sedang, faktor risiko spesifik dan onset setiap waktu
Kelompok III : Pneumonia berat, onset setiap waktu dengan faktor risiko spesifik dan atau
pneumonia berat dengan onset lambat dan tidak ada faktor risiko
2. Gagal napas yang memerlukan alat Bantu napas mekanik atau membutuhkan O 2 > 35%
untuk mempertahankan saturasi O2 > 90%
3. Perubahan radiologik secara progresif, pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru
2. Faktor yang berhubungan dengan potensial tercemar bakteri dalam jumlah banyak
Koma dan pemakaian obat tidur, petugas rumah sakit yang tidak mencuci tangan dengan
baik, pemakaian alat-alat pernapasan, pemakaian antasid, b blokers, pemakaian
selang untuk makan ke lambung
Umur > 60 tahun, koma waktu masuk, pindahan dari ruang rawat ke IPI, syok, pemakaian alat
Bantu napas yang lama, pada radiology terlihat gambaran abnormal bilateral, kreatinin < 1,5,
penyakit yang mendasarinya berat, pengobatan awal yang tidak tepat, infeksi yang disebabkan
kuman yang resisten seperti P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter spp atau MRSA, infeksi
onset lanjut dengan risiko patogen yang tinggi, gagal multi organ dan pencegahan perdarahan
usus dengan menggunakan obat yang meningkatkan pH.
Umur penderita
Kemungkinan terdapat pajanan, patogen yang potensial (lama rawat di rumah sakit)
Kelompok I :
Kelompok II :
Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
S.marcescens,H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada MRSA)
Obat pilihan : amino glukosida dikombinasi dengan salah satu dibawah ini :
imipenem
meropenem
cefepime
Lama pengobatan
Dalam penelitian prospektif tidak ada catatan mengenai lamanya pemberian antibiotika
pada penderita pneumonia nosokomial. Lama pemberian antibiotika sangat individual yaitu
tergantung beratnya penyakit, cepat atau lambatnya respons pengobatan dan adanya kuman
penyebab yang patogen. Jika disebabkan P.aeruginosa atau acinetobacter spp kemungkinan
terjadinya gagal pengobatan, relaps dan kematian akan tinggi. Terdapat gambaran foto toraks
yang multilobar, kavitas, penyakit berat dan adanya nekroting kuman gram negatif pneumonia,
maka respons pengobatan akan lambat dan penyembuhannya tidak sempurna. Pada suatu
penelitian dilaporkan bahwa angka kesembuhan pneumonia nosokomial 95% bila disebabkan
metisilin sensitif Staphyloccocus aureus atau H.influenzae, untuk kuman-kuman tersebut
dibutuhkan pengobatan antibiotika 7-10 hari. 22
Responss pengobatan dapat dilihat dari gejala klinik (suhu tubuh, jumlah dahak,
oksigenasi), leukositosis, perubahan radiologik serta perbaikan organ yang mengalami
kegagalan. Responss klinik ini belum dapat terlihat sebelum 24-72 jam setelah pemberian
antibiotika. 22
Respons bakteriologik dapat terlihat pada serial kultur apakah terdapat eradikasi,
superinfeksi, persistent atau infeksi berulang. Responss radiologik pada penderita pneumonia
berat, sangat sedikit. Perburukan radiologik sering terjadi pada penderita bakterimia atau pada
pneumonia yang disebabkan oleh kuman yang sangat virulent. Penyembuhan radiologik
seringkali lebih lambat dari gejala klinik terutama pada penderita umur tua, PPOK dll. 22
2. Faktor penderitanya
Gagal napas
3. Faktor bakteri
Pencegahan :
a. Nonfarmakologi
b. Farmakologi
4. Vaksinasi
4. Reynold HY. Host Defense Impairments That May Lead to Respiratory Infections dalam
Niederman MS ed. Clinic in chest Medicine, Respiratory Infections, Philadelphia, Tokyo :
WB Saunders Co, 1987 : 339-58
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 1986
6. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for
management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
7. Sunarya N. Spektrum kuman dan pola kepekaanya terhadap antimikroba pada infeksi
paru non TB didapat dari aspirasi transtrakeal. Tesis Bagian Pulmonologi FKUI Jakarta,
1978
9. Rasmin M. Spectrum bakteri pada infeksi saluran napas bawah. Tesis Bagian
Pulmonologi FKUI Jakarta 1990
11. Jabang M. Pengaruh pencucian bronkus sputum terhadap pola kuman penderita infeksi
saluran napas bawah non TB. Journal Respirologi Indonesia 2000, 20:94-108
13. Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada pengobatan infeksi
saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi Indonesia 2000: 20; 156-60
14. Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T.Protekt study an International antimikrobial
survailance study in community acquired respiratory tract (Carti) pathogens.2000-2001
15. Gerberding JL, Sande MA. Infection Diseases of the lung dalam Murray JF, Nadel JA ed .
Texbook of respiratory Mdecine, Philadelphia, Tokyo : WB Saunders Co, 2000: 735-45
16. Kirby JG, New House MT. Bronchiectasis dalam Cherniak RM ed. Current Therapy of
Respiratory disease-2, Toronto, Philadelphia : BC Decker Inc, 1986 : 139-42
17. Ewig S, Ruiz M, Mensa J, Marcos MA, Martinez JA, Aranbica F, Niederman MS. Severe
community-acquired pneumonia assessment of severity criteria. Am J Respir Crit Care
Med 1998; 158: 1102-08
18. Nathwani D. Sequential switch therapy for lower respiratory tract infections. Chest 1998;
113:211s-218s
19. Mandell LA, Marrie TJ, Grossman RF, Chow AW, Hyland RH and The Canadian-acquired
pneumonia working group. Canadian guidelines for the initial management of community
acquired pneumonia, and evidence based up date by the Canadian infectious disease
society and the Canadian thoracic society. Clin Infect Dis 2000; 31 : 383-421
20. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired
pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J
Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
23. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an
old disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S
24. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108 : 1S-
16S
25. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in the Asia
Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.
D. Sequential switch therapy for lower respiratory tract infections. Chest 1998; 113:211s-
218s
19. Mandell LA, Marrie TJ, Grossman RF, Chow AW, Hyland RH and The Canadian-acquired
pneumonia working group. Canadian guidelines for the initial management of community
acquired pneumonia, and evidence based up date by the Canadian infectious disease society
and the Canadian thoracic society. Clin Infect Dis 2000; 31 : 383-421
20. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired
pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J
Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
21. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium konsep baru.
dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995
23. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old
disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S
24. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108 : 1S-16S
25. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in the Asia
Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.