Anda di halaman 1dari 36

KONSENSUS PNEUMONIA

Priyanti ZS

Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan, Jakarta

I. PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Di SMF Paru
RSUP Persahabatan tahun 2000 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 68.9% diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 12.07% diantaranya kasus nontuberkulosis. Pada
rawat inap didapatkan sebesar 21.99%.1

Di Amerika dengan cara invasif penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. 2 Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,
maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi saluran napas bawah 2

Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi saluran napas bawah adalah :

1. Mekanisme pertahanan paru

Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup partikel debu
dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Mekanisme ini antara lain adalah
bentuk anatomis saluran napas, refleks batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis
yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memfagosit pertikel-partikel yang mencapai
permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik maka bahan yang bersifat infeksius dapat
dikeluarkan dari slauran napas, sehingga pada orang sehat tidak akan teradi infeksi serius.
Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru
yang tidak bekerja dengan baik.

2. Kolonisasi bakteri di saluran napas

Di dalam saluran napas atas banyak bakteri yang bersifat komensal. Bila jumlah mereka
semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian
masuk ke saluran napas bawah dan paru. Akibat kegagalan mekanisme pembersihan
saluran napas, keadaan ini akan bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang
tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran napas akan ikut dengan sekresi
saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi
kolonisasi. Proses menempelnya mikroorganisme pada permukaan mukosa saluran napas
tergantung dari sistem pengenalan mikroorganisme tersebut oleh sel epitel.

3. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius

Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dari
saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini menunjukkan terdapatnya
suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih
mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan
paru terhadap bahan-bahan berbahaya dan infeksius berupa refleks batuk, penyempitan
saluran napas dengan konstraksi otot polos bronkus pada awal proses peradangan dan
juga dibantu oleh responss imunitas humoral.

Definisi pneumonia

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain). Biasanya pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dimasukkan.3

Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia


segmentalis dan pneumonia lobaris yang lebih dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya
mengenai paru bagian bawah.3

Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Pneumonia yang terdapat di masyarakat banyak disebabkan bakteri gram
positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif dan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. 3

Cara pegambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat dengan cara dibatukkan

(sputum), trantorakal aspirasi, transtrakeal aspirasi, bilasan/sikatan bronkus, BAL

Patogenesis

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Terdapat bakteri di dalam paru merupakan
akibat ketidakseimbang antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui berbagai cara
yaitu : 4

1. Inhalasi langsung dari udara

2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring ,orofaring dan isi lambung

3. Perluasan langsung dari tempat-tampet lain

4. Penyebaran secara hematogen

Pada pneumonia biasanya mikroorganisme masuk secara inhalasi atau


apsirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.

Untuk memudahkan penatalaksanaan maka secara klinsi pneumonia dapat dibagi atas :

a. “Community acquired pneumonia” (pneumonia komuniti)

b. “Hospital aquired” (nosocomial) pneumonia

c. Pneumonia pada “immunocompromised host”

II. PNEUMONIA KOMUNITI

Pneumonia komuniti merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian


tinggi di dunia. Di Amerika pneumonia masih merupakan bahaya potensial yang mengancam
kehidupan dan merupakan penyebab kematian ke 6 dari semua penyebab kematian serta
peringkat pertama sebagai penyebab kematian penyakit infeksi.

Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun1992 yang


dilakukan DepKes, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut saluran napas, merupakan
penyakit terbanyak yang dijumpai dan sebagai penyebab kematian urutan ke tiga. 5
Definisi

Adalah pneumonia yang didapat di masyarakat, yaitu terjadi infeksinya di luar rumah sakit.

Etiologi

Untuk mendapatkan penyebab pneumonia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 6

a. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan
dari darah, cairan pleura, transtrakeal aspirasi atau transtorakal aspirasi,
kecuali ditemukan kuman yang bukan koloni di saluran napas atas seperti
M.tuberculosis, Legionella, P.carinii

b. Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : sputum, bahan yang didapatkan


melalui bronkoskopi (BAL, sikatan, bilasan bronkus dll)

Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan, hanya digunakan
pada kasus tertentu. IDSA menganjurkan pemeriksaan rutin kultur sputum dan kultur darah.
Pemeriksaan gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan kultur. Kriteria sputum bila ditemukan
PMN > 25/LPB dan sel epitel < 10/LPB

Penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan kuman gram positif dan dapat pula
kuman atipik. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di Bagian Pulmonologi RSUP
Persahabatan dengan berbagai cara , kuman yang ditemukan antara lain: S. viridans , S.
pneumoniae, S . aureus, K. pneumoniae, P. aeruginosa, dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Penyebab pneumonia komuniti di Bagian Pulmonologi FKUI/RS. Persahabatan

No Peneliti/tahun (n) Sensitiviti Cara Organisme

n (%)

1. Sunarya N 34 17 Transtorakal S.pneumoniae


aspirasi
1987 (50%) S.albus
(7) S.aureus

Citrobacter

Diversus

K.pneumoniae

Pseudomonas sp

Peptostreptococcus

S.viridans

S.anhemolyticus

Diplococcus

Gram negative rods

2. Supriyantoro 50 26 Sikatan S.viridans


bronkus
1989 (52%) terlindung S.pneumoniae

(8) S.B.hemolyticus

S.epidermidis

Tetraden

K.pneumoniae

Pseudomonas sp

Coliform bacteriae

Diphteroids

3. Rasmin M 16 16 Sikatan S.anhemolyticus


bronkus
1990 (100%) S.pneumoniae
terlindung
(9) S.viridans

Peptococcus

P.aeruginosa

E.cloaceae
K.pneumoniae

P.putida

P.vulgaris

B.melaninogenicus

4. Soepandi P 14 14 Pencucian K.pneumoniae


dahak
1997 (100%) Enterobacter

(10) S.pneumoniae

K.ozaenae

S.aureus

Serratia K

5. Jabang M 14 11 Pencucian K.pneumoniae


dahak
1997/98 (78.57%) Non enterocoecus

(11) grup D

K.gxytoce

S.aureus

Pseudomonas sp

6. Hadiarto M 10 9 Dahak K.pneumoniae

1997 (90%) S.pneumoniae

(12) S.b hemoliticus

E.Aerugenosa

Provdentia restgeri

B.Cattarhalis

7. Hadiarto M 24 16 Dahak Klebsiella sp

1997/1998 (66.66%) S.aureus


(13) S.pneumoniae

Acinotobacter sp

Pseudomonas sp

S.Pyogenes

8. Hadiarto M 19 19 Dahak S.viridans

2000/2001 100% K.pneumoniae

(14) Acinetobacter sp

B.catarrhalis

Aspergillus sp

S.epidermedis

S.unhaemolyticus

Kuman penyebab pneumonia menurut NAS dan BTS dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kuman patogen pada pneumonia


komuniti

Prevalensi (%)

Kuman penyebab NAS BTS

Kuman
Streptoccoccus pneumonia 20 - 60 60 – 75

Haemophilus infuenzae 3 - 10 4–5

Staphylococcus aureus 3-5 1–5

Basil gram negatif 3 - 10 Rare

Miscellaneous 3-5 -

Kuman atipik 10 - 20 -

Legionella 2-8 2–5

Mycoplasma pneumoniae 1-6 5 – 18

Clamydia pneumonia 4-6 -

Virus 2 - 15 8 – 16

Aspirasi 6 - 10 -

NAS : North American Studies, BTS : British Thoracic Society. Dikutip dari (6)

Gambaran klinis (15)


Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi
40oC, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau
purulen kadang-kadang berdarah.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
dengan suara napas bronkial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitung jenis lekosit terdapat pergeseran
ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi kreatinin
masih dalam batas normal. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Gambaran radiologik
Foto toraks, merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan “air bronchogram” (pneumonia lobaris),
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Gambaran radiologis pada pneumonia
yang disebabkan kuman klebsiela sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan, kadang-kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainnya dapat berupa
bercak-bercak dan kaviti. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (“bulging”) fisura
interlobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia.

Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisis, foto toraks dan laboratorium.

Diagnosis pneumonia komuniti ditegakkan jika ditemukan pada foto toraks terdapat infiltrat baru
atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

 Batuk-batuk bertambah

 Perubahan karakteristik dahak/purulen

 Suhu tubuh > 37,50C(oral)/riwayat demam

 Pemeriksaan fisis : ada ronki atau konsolidasi atau napas bronkial

 Leukosit > 10.000 atau < 4500


Penatalaksanaan3,16

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah.

1. Penderita yang tidak dirawat

a. Istirahat di tempat tidur, bila panas tinggi dikompres

b. Minum banyak

c. Obat-obat penurun panas, mukolitik dan ekspektoran

d. Antibiotika

2. Perawatan di Rumah Sakit

Indikasi rawat penderita pneumonia adalah penderita sangat muda atau tua, keadaan
klinis berat (misalnya sesak napas, kesadaran menurun. gambaran kelainan foto toraks
cukup luas), ada penyakit lain yang mendasari (seperti bronkiektasis, bronkitis kronik), ada
komplikasi dan tidak ada respons terhadap pengobatan yang diberikan atau sesuai sistim
skor yang dapat dilihat paa tabel 2. Pada penderita yang dirawat penatalaksanaan dibagi
atas : penatalaksanaan umum dan pengobatan kausal.

a. Penatalaksanaan umum

- pemberian oksigen

- pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

- mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan napas

- obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi
atau terjadi kelainan jantung

- bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri

- obat-obat khusus pada keadaan tertentu

b. Pengobatan kausal

Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data


MO (mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu
diperhatikan :

1. penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan


pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi

2. kuman patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh
karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empirik. Pewarnaan gram
sebaiknya dilakukan pada semua sediaan yang dicurigai sebagai sumber infeksi
dan sebagai petunjuk pilihan pada pengobatan pendahuluan

3. perlu diketahui riwayat pemberian antibiotika sebelumnya pada penderita.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka pemberian antibiotika untuk pneumonia


diberikan secara empirik. Untuk mengetahui derajat risiko penderita pneumonia dapat
dilihat pada tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Sistim skor pada pneumonia komuniti

Jumlah poin
Karakteristik penderita

Faktor demografi

 Usia : laki-laki Umur (tahun)

perempuan Umur (tahun) – 10

 Perawatan di rumah + 10

 Penyakit penyerta

Keganasan + 30

Penyakit hati + 20

Gagal jantung kongestif + 10

Penyakit cerebrovaskular + 10

Penyakit ginjal + 10

Pemeriksaan fisik

 Perubahan status mental + 20

 Pernapasan > 30 kali/menit + 20

 Tekanan darah sitolik < 90 mmHg + 20


 Suhu tubuh < 350C atau > 400C + 15

 Nadi > 125 kali/menit + 10

Hasil laboratorium/Radiologik

 Analisis gas darah arteri : pH 7,35 + 30

 BUN > 30 mg/dL + 20

 Natrium < 130 mEq/liter + 20

 Glukosa > 250 mg/dL + 10

+ 10
 Hematokrit < 30%

+ 10
 PO2 < 60 mmHg
+ 10
 Efusi pleura

Dikutip Dari (6)

Tabel 4. Derajat skor risiko

Kelas risiko Total skor Perawatan


Risiko

Rendah Tidak diprediksi


I Rawat
< 70
II
71 – 90
jalan
III
IV Rawat jalan
Sedang 91 – 130

V Rawat inap/rawat jalan


Berat > 130
Rawat inap

Rawat inap

Dikutip Dari (6)


Pneumonia komuniti yang berat dapat diartikan sebagai pneumonia yang perlu
perawatan di ICU, karena pneumonia berat dapat mengancam kehidupan. Berdasarkan
modifikasi kriteria pneumonia berat menurut ATS dibagi menjadi :17

a. Kriteria minor (data dasar ketika penderita datang) :

1. Frekuensi napas > 30/menit

2. PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg

3. Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral

4. Gambaran rontgen paru melibatkan > 2 lobus

5. Tekanan sistolik < 90 mmHg

6. Tekanan diastolik < 60 mmHg

b. Kriteria mayor (data yang ditemukan pada waktu masuk atau pada pengamatan
selanjutnya)

1. Membutuhkan ventilasi mekanik

2. Infiltrat bertambah > 50%

3. Membutuhkan vasopressor > 4 jam (septik shok)

4. Serum kreatin > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dl, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Penderita yang memerlukan perawatan ICU adalah penderita yang mempunyai


paling sedikit 2 dari 3 gejala minor atau 1dari 2 gejala mayor.

Pada pengobatan pneumonia perlu ditentukan apakah penderita perlu dirawat atau
berobat jalan. Jika perlu dirawat maka masa perawatan dipersingkat dengan perubahan obat
suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk megurangi biaya perawatan,
mencegah infeksi nosokomial. Pada waktu perubahan obat suntik ke oral harus diperhatikan
kemanjurannya, keamanan, waktu yang tepat dan biaya. Terdapat berbagai pendapat
mengenai lama pemberian obat suntik yaitu 2-3 hari. Paling aman 3 hari, kemudian setelah hari
ke 4 penderita dapat berobat jalan.

Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti : 18

 Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi


 Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

 Penderita sudah tidak panas + 8 jam

 Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)

 Lekosit menuju normal/normal

 C.reaktif protein menuju normal

Antibiotika yang dipilih dari suntikan ke oral dibagi menjadi :

1. Obat yang sama jenis dan potensinya (metronidazol, Siprofloksasin, Klindamysin,


ofloksasin, koamoksilin clav, amoksilin dll)

2. Obat yang sama tetapi potensinya berkurang (sefuroksim, ampisilin, eritromisin)

3. Obat yang berbeda kelasnya tetapi potensinya berkurang (sefotaksim suntik ke sefiksim
oral)

4. Obat yang berbeda kelas dan tanpa kehilangan potensinya (seftazidim suntik ke
siprofloksasin oral)

Perubahan obat suntikan ke oral untuk pneumonia komuniti yang direkomendasi ATS dan BTS
lihat gambar 1.
Gambar 1. Rekomendasi ATS dan BTS untuk perubahan obat suntikan ke oral pada pneumonia
komuniti.18

Keterangan :

DTHT : Dundee Teaching Hospitals Trust

ATS : American Thoracic Society

BTS : British Thoracic Society

Pada tabel 5 dapat dilihat pemilihan antibiotika untuk alih terapi pada pneumonia kominiti.

Tabel 5. Antimicrobial useful for intravenous to oral sequential treatment of patients


with community-acquired pneumonia

Preferred oral formulation Alternative oral formulation

Class of agent Antimicrobial Bioavailability Antimicrobial agent Bioavailability


preferred iv agent agent %

Fluoroquinolone

Ciprofloxacin Ciprofloxacin 70-80 2G fluoroquinolone

Levofloxacin Levofloxacin 99 3G fluoroquinolone

b-lactam plus macrolide

Trovafloxacin Trovafloxacin ~ 88 4G fluoroquinolone

b-Lactam

Ampicillin Ampicillin 30-55 Amoxicillin

Cefuroxime Cefuroxime 37-52 Penicillin V

Amoxicillin/clavulanate

Cefaclor

Cefprozil

Cefadroxil

Amoxicillin/clavulanate

2G or 3G
fluoroquinolone

TMP/SMZ
Ceftriaxone Cefuroxime 37 – 52
3G fluoroquinolone
Cefotaxime
Cefixime

Cefpodoxime

Ceftibuten
Ceftazidime,

imipenem, or
piperacillin/

tazobactam Cefuroxime 37 – 52 4G fluoroquinolone

Macrolides

Erytromycin Erythromycin variable Clarithromycin

Azithromycin Azithromycin ~ 37 3G fluoroquinolone

Doxycycline

Tetracycline

Doxycycline Doxicycline 60 – 90 Macrolide

3G fluoroquinolone

Lincomycin

Clindamycin Clindamycin 90 Metronidazol + b-


lactam

4G fluoroquinolone
Sulfonamide

TMP/SMZ TMP/SMZ 70 – 100


b-lactam

2G fluoroquinolone

Dikutip dari (6)

Kuman penyebab pneumonia komuniti sulit ditemukan maka pengobatan awal yang diberikan
adalah antibiotika secara empiris. Untuk hal tersebut maka antibiotika golongan betalaktam
sering digunakan. Akhir-akhir ini antibiotika golongan betalaktam banyak yang resisten terhadap
sebagian besar kuman patogen, maka diperlukan antibiotika yang dapat mengatasi hal tersebut.
Kesepakatan dari infectious diseases society of America (IDSA) merekomendasikan makrolid
baru atau fluorokuinolon baru untuk dipakai mengatasi infeksi saluran napas bawah. Pada tabel 6
dapat dilihat klasifikasi dari fluorokuinolon baru.
Tabel 6. Classification of the new fluoroquinolones

Generation Fluoroquinolone Antibacterial activity

First Nalidixic acid, oxolinic acid, cinoxacin Mainly against enterobacteriaceae

Ciprofloxacin,pefloxacin,norfloxacin,
ofloxacin, lomefloxacin
Second Enhanced,but mainly against gram-
negative bacteria; limited against
gram-positive bacteria
Levofloxacin,sparfloxacin, temaflo-
xacin,grepafloxacin Enhanced broad-spectrum activity
against both gram-positive and gram
negative bacteria
Third

Trovafloxacin (restricted),gatifloxa- Extended activity,including against


cin,moxifloxacin,clinafloxacin, anaerobes
gemifloxacin (investigational)

Fourth

Note : Third and fourth generation are “respiratory” fluoroquinolones

Dikutip dari (6)

Pemilihan antibiotika secara empiris untuk pneumonia komuniti dari berbagai rekomendasi antara
lain ATS 2001, IDSA 2000 & Canada 2000 dapat dilihat pada tabel 7. ATS 2001 membagi
penderita pneumonia komuniti adanya penyakit jantung dan paru misalnya gagal jantung atau
PPOK dan faktor-faktor lain, misalnya :

 Obat-obat yang resisten S.pneumoniae

 Umur > 65 tahun

 Kuman gram negatif

Tabel 7. CAP Empiric Therapy


IDSA 2000 Canada 2000 ATS 2001

Out patient Out patient Out patient

Macrolide or doxycycline or  Without modifying faktors  Without cardiopulmonary disease


fluoroquinolone : or modifying faktors :

- macrolide atau - macrolide or doxycycline


doxycycline
 With cardiopulmonary disease or
 With modifying faktors : modifying faktors :

- never macrolides - b lactam : high dose amoxicillin,


amoxicillin/clavulanat or
- respiratory paranteral ceftriaxome +
fluoroquinolone macrolide or doxycycline or
resp.fluroquinolone alone
-
Amoxicillin/clavulanate +
macrolide

General ward General ward General ward

3G cephalosporin + Respiratory fluoroquinolone With cardiopulmonary disease or


Macrolide or b or 2G,3G or 4G modifying faktors :
lactam/Betalactam inhibitor cephalosporin + macrolide
macrolide or fluoro quinolone  b
alone lactam iv + macrolide iv or
doxycycline or

 iv
fluoroquinolone alone (anti
pneumococcol)

Without cardiopulmonary
diseases or modifying faktors :

 iv
azithromycin alone if allergic :
doxycycline, b lactam or fluoro-
quinolone alone (anti
pneumococcol)

ICU ICU ICU


3G or 4G cephalosporin or b No risk for pseudomonas No risk for pseudomonas
lactam inhibitor + fluoro
quinolone or macrolide  iv respiratory fluoroquino-  iv
lone + cefotoxime, lactam +
ceftriaxone or b lactam
inhibitor  iv
macrolide azithromycin or iv
Risk for pseudomonas fluoroquinolone


Anti pseudomonasl fluoro-
quinolone + anti pseudo-
Risk for pseudomonas
monal b lactam or amino-
glycoside
 iv anti pseudomonas b lactam +
iv anti pseudomonal quinolon or
iv anti pseudomonal b lactam +
aminogly-coside + iv macrolide
(azithromycin) or iv non
pseudomonal fluoro-quinolone

Dikutip dari (6,19,20)

Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan, kita harus
meninjau kembali apakah diagnosisnya salah atau jika sudah benar
diagnosisnya maka harus dilihat faktor –faktor lainnya seperti penyakit penyerta,
obat-obat yang telah diberikan dan kuman penyebabnya, hal ini dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Patients fall to respond or their condition deteriorate after initial therapy

Dikutip dari (6)

Secara umum antibiotika yang dapat diberikan pada pneumonia komuniti


kalau berdasarkan kuman penyebab :

Pseudomonas aeruginosa :

 Aminoglikosida

 Fluorokuinolon : siprofloksasin

 Sefalosporin

 Cerbapeneme : meropenem

imipenem

Penicillin resistan S.pneumoniae (PRSP)

 Dosis penisilin ditingkatkan


 Makrolid baru

 “respiratory quinolone”

MRSA

 Vancomycin

 Teicoplanin

Lama pengobatan untuk pneumonia komuniti terganutng dari :

 Beratnya penyakit

 Penyakit penyerta

 Riwayat penyakit

 Obat-obat antibiotika yang diberikan

Pneumonia yang disebabkan S.pneumoniae : 7-10 hari

Mycoplasma & Clamydia : 10-14 hari

Pneumonia

Legionella : > 14 hari

Daya tahan tubuh menurun : 3 minggu

Bagian Pulmonologi FKUI / RS Persahabatan


menentukan kriteria perawatan dan pengobatan sbb :
1. Rawat jalan, usia < 55 tahun, tanpa penyakit penyerta

Pengobatan : betalaktam, trimetoprim +


sulfametoksasol, sefalosporin I, eritromisin
Alternatif : betalaktam + inhibitor betalaktamase
atau makrolid

2. Rawat jalan, usia 55 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta

Pengobatan : trimetoprim + sulfametoksasol, betalaktam + inhibitor betalaktamase

Alternatif : sefalosporin II bila perlu + makrolid

3. Rawat inap tanpa ICU

Inj, PP, Inj betalaktamase + inhibitor


batalaktamase atau sefalosporin II
Alternatif : sefalosporin III bila perlu + makrolid

4. Rawat Inap ICU

Makrolid + sefalosporin III aktif pseudomonas atau makrolid + kuinolon atau sefalosporin III
+ aminoglikosid

Pneumonia atipik
Kuman penyebab tersering adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,
Legionella spp dan influenza virus tipe A dan B. Penyebab lain Chlamydia psittasi, Coxiella
burnetti, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.

Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk


nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Pada
pemeriksaan fisik terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi.
Laboratorium menunjukkan lekositosis ringan, pewarnaan gram negatif, biakan
negatif dari sputum atau darah. Gambaran radiologik infiltrat interstitial.
Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Perbedaan gambaran klinik pneumonia


atipik dan tipik
P.atipik P.tipik
Tanda dan
gejala

 Onset gradual akut

 Suhu kurang tinggi tinggi,menggigil

 Batuk non produktif produktif

 Dahak mukoid purulen

 Gejala lain nyeri kepala,mialgia, sakit jarang


tenggorokan

Sering
 Gejala di luar paru lebih jarang
flora normal atau
spesifik kokus gram (+) atau (-)
 Pewarnaan gram
“patchy”

lekosit ,/normal kadang konsolidasi lobar


 Radiologik rendah
lebih tinggi
 Laboratorium Sering

jarang

 Gangguan fungsi hati

( dikutip dari 21)

Antibiotika masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik
walaupun salah satu penyebabnya visru, namun karena infeksi virus dianggap “selflimiting”,
perhatian ditujukan pada kuman penyebab. Antibiotika terpilih pada pneumonia atipik yang
disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :

 Tetrasiklin : tetrasiklin : 4 x 500 mg

Doksisiklin: 2 x 100 mg
 makroli :eritromisin : 4 x 500 mg

spiramisin : 2 x 1 gram

 kuinolon

Lama pengobatan antara 10-14 hari kadang-kadang hingga 3-4 minggu.


Makrolid generasi baru roksitromisin, klaritromisin dan azithromisin efektif untuk
penyakit ini.

Komplikasi Pneumonia
 Abses paru

 Empiema

 Perikarditis

 Meningitis

Prognosis
Secara umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari kuman penyebab dan
penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.

Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5 % pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20 % . Menurut Infectious Disease
Society Of America ( IDSA ) Angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan
kelas yaitu kelas I 0,1 % dan kelas II 0,6 % dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8 % , kelas
IV 8,2 % dan kelas V 29, 2 %. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian
penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas..

Pencegahan
1. Pola hidup sehat

2. Vaksinasi untuk yang mempunyai faktor risiko


III. PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Pendahuluan

Pneumonia nosokomial atau disebut juga pneumonia yang didapat di


rumah sakit menduduki peringkat ke 2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika
Serikat, hal ini akan berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan,
kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-
10 kasus/1000 penderita yang masuk ke rumah sakit dan akan menjadi lebih
tinggi 6-20x pada penderita dengan ventilasi mekanik. 22

Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian ini


akan meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau
bakteremia sekunder.23,24 Pada penderita pneumonia yang dirawat di IPI angka
kematian meningkat 3-10x dibandingkan dengan penderita tanpa pneumonia.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan


penderita tanpa pneumonia, hal ini tentunya akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit.
Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari. 22

Definisi

Pneumonia nosokomial adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim
paru dan terjadi setelah 48 jam masa perawatan di rumah sakit. 22,25

Diagnosis Pneumonia Nosokomial


Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : 22,25

 Rontgen dada, adanya infiltrat baru atau progresif pada paru

 Ditambah 2 diantara berikut ini : - suhu tubuh > 38,3oC

- sekret purulen

- lekositosis

Diagnosis pneumonia nosokomial mempunyai 3 tujuan :

1. Untuk menentukan, ada pneumonia nosokomial bila pada penderita pneumonia


ditemukan kumpulan tandan dan gejala baru
2. Identifikasi kuman patogen penyebab

3. Untuk menentukan derajat beratnya penyakit

Pemeriksaan tambahan/penunjang

Jika memungkinkan pemeriksaan tambahan ini dikerjakan untuk membantu diagnosis dan
klasifikasi beratnya pneumonia nosokomial. Beberapa pemeriksaan tambahan ini memerlukan
fasilitas speasialitik dan mahal harganya.

Pemeriksaan tambahan tersebut adalah :

 Kultur semi kuantitatif atau tidak kuantitatif. Hasil dari kesepakatan lokakarya di Bangkok
1998 kultur semi kuantitatif dipandang sudah cukup

 Dua set kultur darah dari tempat yang berbeda, kultur darah dapat mengisolasi kuman
patogen pada > 20% penderita. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk
menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada lokakarya di Bangkok 1998 disepakati semua
penderita pneumonia nosokomial dilakukan pemeriksaan kultur darah, jika dipandang
harganya mahal maka hanya dilakukan untuk kasus berat atau tidak ada respons pada
pengobatan

 Analisis gas darah untuk membantu menentukan beratnya penyakit

 Analisis kimia darah (darah lengkap, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal, fungsi hati) dapat
menjadi data terdapatnya disfungsi multi organ

 Aspirasi endotrakeal dengan pewarnaan Gram bukan merupakan standar tetapi


merupakan cara yang mudah dan tidak membutuhkan tenaga professional. Komplikasi
yang terjadi hanya penurunan saturasi oksigen selama berlangsungnya aspirasi

 Pewarnaan Gram dan kultur tidak dari dahak yang dibatukkan pada penderita yang tidak
memakai selang endotrakeal. Jika sulit mengeluarkan dahak dapat dilakukan dengan
induksi dahak

 Bahan kultur juga dapat berasal dari sikatan bronkus kateter ganda melalui bronkoskop,
BAL, bilasan bronkus tetapi cara ini sangat mahal dan memerlukan tenaga professional.
Cara ini tidak rutin dikerjakan hanya pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita yang
tidak respons pada pengobatan awal.

Klasifikasi Pneumonia Nosokomial

Berdasarkan American Thoracic Society (ATS) pneumonia nosokomial dibagi menjadi 3 grup,
yaitu : 22,25
1. Beratnya penyakit pneumonia : - ringan-sedang

- berat

2. Faktor risiko

3. Onset dari penyakit pneumonia : - onset dini (< 5 hari)

- onset lanjut (> 5 hari)

Kriteria kelompok tersebut :

Kelompok I : Pneumonia ringan-sedang, onset setiap saat dan tidak ada faktor

Risiko atau pneumonia berat dengan onset dini dan tidak ada faktor risiko

Kelompok II : Pneumonia ringan-sedang, faktor risiko spesifik dan onset setiap waktu

Kelompok III : Pneumonia berat, onset setiap waktu dengan faktor risiko spesifik dan atau
pneumonia berat dengan onset lambat dan tidak ada faktor risiko

Kriteria pneumonia berat : 22

1. Dirawat di IPI karena pneumonia atau gagal napas

2. Gagal napas yang memerlukan alat Bantu napas mekanik atau membutuhkan O 2 > 35%
untuk mempertahankan saturasi O2 > 90%

3. Perubahan radiologik secara progresif, pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru

4. Terdapat sepsis dengan hipotensi dan atau disfungsi organ termasuk :

 Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolic < 60 mmHg)

 Memerlukan vasopresor > 4 jam

 Jumlah urin < 20 mm/jam atau jumlah urin 80 ml/4 jam

 Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialysis

Faktor risiko pada pneumonia nosokomial

Risiko faktor pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian : 25

1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh


 Penyakit kronik :

(Penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkolisme, azotemia), perawatan di


rumah sakit yang lama, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur
lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang
lama, sepsis, syok homograph, infeksi di luar paru dan “acute lung
injury”

2. Faktor yang berhubungan dengan potensial tercemar bakteri dalam jumlah banyak

 Koma dan pemakaian obat tidur, petugas rumah sakit yang tidak mencuci tangan dengan
baik, pemakaian alat-alat pernapasan, pemakaian antasid, b blokers, pemakaian
selang untuk makan ke lambung

Faktor risiko kematian :

Umur > 60 tahun, koma waktu masuk, pindahan dari ruang rawat ke IPI, syok, pemakaian alat
Bantu napas yang lama, pada radiology terlihat gambaran abnormal bilateral, kreatinin < 1,5,
penyakit yang mendasarinya berat, pengobatan awal yang tidak tepat, infeksi yang disebabkan
kuman yang resisten seperti P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter spp atau MRSA, infeksi
onset lanjut dengan risiko patogen yang tinggi, gagal multi organ dan pencegahan perdarahan
usus dengan menggunakan obat yang meningkatkan pH.

dikutip dari (25)


Pengobatan pneumonia nosokomial

Beberapa faktor yang menentukan kemungkinan terdapatnya infeksi patogen. Tempat


terjadinya pneumonia (di rumah sakit atau di masyarakat) : 22

 Umur penderita

 Terdapat penyakit penyerta atau Immunosupresi

 Kemungkinan terdapat pajanan, patogen yang potensial (lama rawat di rumah sakit)

 Secara klinik terlihat pneumonia yang berat

Pengobatan pneumonia nosokomial berdasarkan klasifikasi pneumonia


nosokomial menurut ATS : 22

Kelompok I :

Kuman penyebab : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp,


S.marcescens,H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada MRSA)
Obat pilihan : sefalosporin II atau III non pseudomonas, betalaktam + inhibitor
betalaktamase. Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin +
aztreonom

Kelompok II :

Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E.coli,Klebsiella spp, Proteus spp,


S.marcescens, H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (Hati-hati kemungkinan ada MRSA)

Kuman penyebab tambahan : anaerob, MRSA, legionella spp, P.aeruginosa

Obat pilihan : sefalosporin II atau III non pseudomonas, batalaktam + Inhibitor


betalaktamase. Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin +
aztreonam. Jika anaerob diberikan klindamisin atau metronidazol atau betalaktam +
inhibitor betalaktamase

Legionella spp : makroli atau fluoro kuinolon

MRSA diberikan : vancomycin P.aerugiona diberikan sesuai dengan kelompok II


Kelompok III :

Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
S.marcescens,H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada MRSA)

Kuman penyebab tambahan : P.aeruginosa, acinetobacter Spp, S.maltophilia, MRSA

Obat pilihan : amino glukosida dikombinasi dengan salah satu dibawah ini :

 penisilin anti pseudomonas

 piperacillin + tazoba actam

 ceftazidime atau cefoperazone

 imipenem

 meropenem

 cefepime

Harus dipikirkan kemungkinan terdapat infeksi P.aeruginosa atau acinetobacter atau


MRSA. Pada keadaan ini diperlukan agresif pengobatan antibiotika kombinasi. Jika terdapat
S.maltophilia dapat diberikan kotrimotsasol atau sefalosporin generasi IV.

Lama pengobatan

Dalam penelitian prospektif tidak ada catatan mengenai lamanya pemberian antibiotika
pada penderita pneumonia nosokomial. Lama pemberian antibiotika sangat individual yaitu
tergantung beratnya penyakit, cepat atau lambatnya respons pengobatan dan adanya kuman
penyebab yang patogen. Jika disebabkan P.aeruginosa atau acinetobacter spp kemungkinan
terjadinya gagal pengobatan, relaps dan kematian akan tinggi. Terdapat gambaran foto toraks
yang multilobar, kavitas, penyakit berat dan adanya nekroting kuman gram negatif pneumonia,
maka respons pengobatan akan lambat dan penyembuhannya tidak sempurna. Pada suatu
penelitian dilaporkan bahwa angka kesembuhan pneumonia nosokomial 95% bila disebabkan
metisilin sensitif Staphyloccocus aureus atau H.influenzae, untuk kuman-kuman tersebut
dibutuhkan pengobatan antibiotika 7-10 hari. 22

Respons terhadap pengobatan

Setelah pengobatan secara empirik kemungkinan diberikan modifikasi antibiotika


berdasarkan hasil kultur/resistensi darah atau bahan dari saluran napas bawah. Hal ini
diperlukan karena kemungkinan terdapat resistensi atau terdapat kuman patogen seperti
P.aeruginosa, acinetobacter spp, yang belum tercakup pada pengobatan awal. Respons klinik
hampir selalu berhubungan dengan keadaan penderita misalnya umur, penyakit penyerta, kuman
penyebab dan hal-hal lain yang mungkin terjadi selama terjadinya pneumonia nosokomial. 22

Responss pengobatan dapat dilihat dari gejala klinik (suhu tubuh, jumlah dahak,
oksigenasi), leukositosis, perubahan radiologik serta perbaikan organ yang mengalami
kegagalan. Responss klinik ini belum dapat terlihat sebelum 24-72 jam setelah pemberian
antibiotika. 22

Respons bakteriologik dapat terlihat pada serial kultur apakah terdapat eradikasi,
superinfeksi, persistent atau infeksi berulang. Responss radiologik pada penderita pneumonia
berat, sangat sedikit. Perburukan radiologik sering terjadi pada penderita bakterimia atau pada
pneumonia yang disebabkan oleh kuman yang sangat virulent. Penyembuhan radiologik
seringkali lebih lambat dari gejala klinik terutama pada penderita umur tua, PPOK dll. 22

Penyebab terjadinya perburukan atau tidak terdapatnya perbaikan

Perburukan penyakit terjadi bila : 22

1. Diagnosis bukan pneumonia

Kesalahan diagnosis misalnya, atelektasis, gagal jantung, emboli paru,


kontusio paru, ARDS, pneumonia aspirasi

2. Faktor penderitanya

 Pemakaian alat bantu napas yang terlalu lama

 Gagal napas

 Penyakit dasar yang fatal

 Umur > 60 tahun

 Gambaran radiologik terlihat infiltrat bilateral

 Penyakit paru kronik

3. Faktor bakteri

 Bakterinya resisten terhadap antibiotika yang diberikan

 Kuman penyebabnya Pseudomonas aeruginosa tetapi diberikan


antibiotika tunggal

 Kuman penyebab lainnya misal : jamur, TB dan virus atau bakteri


patogen yang tidak tercakup oleh antibiotika awal

4. Komplikasi selama pengobatan

 Suhu tubuh meningkat disebabkan infeksi ditempat lain mis : sinusitis


infeksi saluran kemih, dll

 Komplikasi dari pneumonianya mis : abses, empiema

 Keadaan lain : panas yang tetap meninggi, sepsis, kegagalan multi


organ

Evaluasi penderita yang tidak responss pada pengobatan

Penderita yang mengalami perburukan dengan cepat atau tidak responss


pada pengobatan awal, mungkin perlu antibiotika spektrum luas sambil
menunggu hasil kultur. Evaluasi secara agresif diperlukan tergantung individu,
dimulai dengan diagnosis banding dan mengulang kultur serta resistensi dari
bahan sekresi saluran napas bawah. Jika hasil kultur resisten atau terdapat
kuman patogen yang tidak umum maka pengobatan dapat dimodifikasi. Jika
hasil kultur sensitif dan kuman tidak patogen, harus dipikirkan adanya proses
non infeksi atau terjadi komplikasi. Pemeriksaan radiologik khusus kadang-
kadang diperlukan untuk melihat komplikasi atau diagnosis banding misalnya
lateral dekubitus, CT Scan, USG, dll. 22

Jika evaluasi bakteriologik dan radiologik negatif, diputuskan pengamatan


penderita sambil meneruskan pengobatan empirik atau mengubah antibiotika
atau biopsi paru. Mengenai biopsi paru masih diperdebatkan. Jika penderita
mengalami perburukan yang cepat yaitu < 24-72 jam setelah pengobatan atau
perbaikan kemudian perburukan maka dapat ditambahkan antibiotika sambil
melakukan tindakan evaluasi agresif radiologi, mikrobiologi. 22

Pencegahan :

a. Nonfarmakologi

1. Cuci tangan menggunakan sarung tangan

2. Posisi setengah duduk untuk mencegah aspirasi


3. Mencegah isi lambung yang berlebihan

4. Perubahan posisi untuk memperbaiki drainage sekresi paru

b. Farmakologi

1. Pemilihan obat pencegah stress ulkus yang tepat

2. Mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu

3. Profilactic treatment pada penderita neutropenia

4. Vaksinasi

IV. DAFTAR PUSTAKA


1. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan, Jakarta tahun 2000

2. Crompton GK. Diagnosis and Management of respiratory disease. Oxford : Black


Scientific Publications. 1980 : 73-89

3. Pennington J. Respiratory Infections : Diagnosis and Management, 2 nd edition, New York :


Raven Press, 1989 : 1-49

4. Reynold HY. Host Defense Impairments That May Lead to Respiratory Infections dalam
Niederman MS ed. Clinic in chest Medicine, Respiratory Infections, Philadelphia, Tokyo :
WB Saunders Co, 1987 : 339-58

5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 1986

6. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for
management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82

7. Sunarya N. Spektrum kuman dan pola kepekaanya terhadap antimikroba pada infeksi
paru non TB didapat dari aspirasi transtrakeal. Tesis Bagian Pulmonologi FKUI Jakarta,
1978

8. Supriyantoro. Perbandingan hasil pemeriksaan bakteriologis dari sputum dan sikatan


bronkus penderita infeksi saluran napas akut (ISNA). Tesis Bagian Pulmonologi FKUI,
Jakarta 1989

9. Rasmin M. Spectrum bakteri pada infeksi saluran napas bawah. Tesis Bagian
Pulmonologi FKUI Jakarta 1990

10. Soepandi P, Mangunnegoro H, Yunus F, Gunawan J. The pattern of microorganisms and


efficacy of new macrolide in acute LRTI. Respirology 1998; 3: 113-7

11. Jabang M. Pengaruh pencucian bronkus sputum terhadap pola kuman penderita infeksi
saluran napas bawah non TB. Journal Respirologi Indonesia 2000, 20:94-108

12. Hadiarto M. A multinational, multicentre, prospective, randomized, double blind, study to


compare the efficacy and safety of two dosis of bay 12-8039 oral tablets to clarithromycin
oral tablets in the treatment of patients with community acquired pneumonia. Jakarta
Region, 1997

13. Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada pengobatan infeksi
saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi Indonesia 2000: 20; 156-60

14. Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T.Protekt study an International antimikrobial
survailance study in community acquired respiratory tract (Carti) pathogens.2000-2001

15. Gerberding JL, Sande MA. Infection Diseases of the lung dalam Murray JF, Nadel JA ed .
Texbook of respiratory Mdecine, Philadelphia, Tokyo : WB Saunders Co, 2000: 735-45

16. Kirby JG, New House MT. Bronchiectasis dalam Cherniak RM ed. Current Therapy of
Respiratory disease-2, Toronto, Philadelphia : BC Decker Inc, 1986 : 139-42

17. Ewig S, Ruiz M, Mensa J, Marcos MA, Martinez JA, Aranbica F, Niederman MS. Severe
community-acquired pneumonia assessment of severity criteria. Am J Respir Crit Care
Med 1998; 158: 1102-08

18. Nathwani D. Sequential switch therapy for lower respiratory tract infections. Chest 1998;
113:211s-218s

19. Mandell LA, Marrie TJ, Grossman RF, Chow AW, Hyland RH and The Canadian-acquired
pneumonia working group. Canadian guidelines for the initial management of community
acquired pneumonia, and evidence based up date by the Canadian infectious disease
society and the Canadian thoracic society. Clin Infect Dis 2000; 31 : 383-421

20. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired
pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J
Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.

21. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium konsep


baru. dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran berkelanjutan FKUI,
Jakarta 1995

22. American thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults. Diagnosis, assessment


of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategis. Am J Repsir Crit Care Med
1995; 153: 1711-25

23. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an
old disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S

24. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108 : 1S-
16S

25. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in the Asia
Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.
D. Sequential switch therapy for lower respiratory tract infections. Chest 1998; 113:211s-
218s

19. Mandell LA, Marrie TJ, Grossman RF, Chow AW, Hyland RH and The Canadian-acquired
pneumonia working group. Canadian guidelines for the initial management of community
acquired pneumonia, and evidence based up date by the Canadian infectious disease society
and the Canadian thoracic society. Clin Infect Dis 2000; 31 : 383-421

20. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired
pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J
Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.

21. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium konsep baru.
dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995

22. American thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults. Diagnosis, assessment of


severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategis. Am J Repsir Crit Care Med 1995;
153: 1711-25

23. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old
disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S

24. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108 : 1S-16S

25. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in the Asia
Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.

Anda mungkin juga menyukai