Anda di halaman 1dari 37

KASUS:

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. LAK
Tempat tanggal lahir : Sabu, 06 April 1990 ( 27 tahun)
Suku : Sabu
Agama : Kristen Protestan
Status Pernikahan : Belum menikah
Pendidikan : SMP
Alamat : Jln. Bantikara- Kampung Sabu, Oebobo

II. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


A. Keluhan Utama
Heteroanamnesis (03 Agustus 2017) bersama ibu dan adik pasien
(Ny. AK, 54 tahun dan Nn. IK, 21 tahun) di rumah pasien. Pasien dibawa
ke RS karena pasien sering marah-marah tanpa sebab, merusak barang -
barang di rumah, sempat membakar pakaian, dan suka bicara sendiri -
sendiri.
Autoanamnesis (29 Juli 2017) Saat pemeriksa menanyakan apakah
pasien mengetahui alasan pasien dibawa ke rumah sakit, pasien
mengatakan, “Karena Lea marah-marah, mau pukul adik, kasih rusak
barang di rumah”.

B. Riwayat Gangguan Sekarang


1. Autoanamnesis ( 29 Juli 2017)
Autoanamnesis dilakukan di ruang tenang wanita, Bangsal
Empati pada pukul 12.00 WITA. Pemeriksa menghampiri pasien
yang ketika itu sedang duduk di tempat tidurnya dengan posisi
kedua tangan terikat di tempat tidur. Pemeriksa mengucapkan
salam, “Selamat pagi kak Lea”. Pasien menjawab, “Pagi” (dengan
ekspresi wajah datar). Pemeriksa berkata, “Kak perkenalkan nama
saya Dokter Muda Ayu, kak Lea be boleh duduk disini?”. Pasien

1
menjawab dengan anggukan kepala. Pemeriksa kemudian bertanya,
“Kak Lea be boleh tanya-tanya ko?”. Pasien menjawab, “Iya”.
Pemeriksa bertanya lagi, “Kak Lea kenapa diikat begini?”. Pasien
menjawab, “Tidak tahu” (sambil berusaha memperbaiki
rambutnya dengan tangan yang diikat). Pasien bertanya kembali,
“Kak Lea be boleh tanya kak Lea punya keadaan hari ini?”. Pasien
menjawab, “Tidak baik”. Pemeriksa berkata, “Tidak baik yang
seperti apa kak?”. Pasien menjawab, “Ihhh.. tidak baik. Lepas ini
ikatan dulu” (sambil pasien berusaha melepas ikatannya).
Pemeriksa berkata, “Sabar dulu kak. Nanti baru dibuka kalau kak
sudah tenang”. Pemeriksa lalu bertanya kembali, “Kak Lea tidak
baik ni karena diikat ko? Atau kak Lea memang rasa tidak baik ni
karena sedih ko atau?”. Pasien menjawab, “Iya”. Pemeriksa
kemudian bertanya, “Kalau kemarin perasaanya kermana senang
ko sedih ko atau?”. Pasien menjawab, “Biasa sa, ibu”. Pemeriksa
kemudian bertanya, “Kak Lea tau ko kenapa kak lea dibawa ke
rumah sakit?”. Pasien menjawab, “Karena Lea marah-marah,
mau pukul adik, kasih rusak barang di rumah” (sambil salah satu
tangan menggaruk kepala). Pemeriksa bertanya, “Kenapa kak Lea
begitu?”. Pasien menjawab, “Karena Samuel curi Lea punya Hp
nah, terus Yunus titi Maria di hidung pakai batu ko Maria pung
hidung berdarah”. Pemeriksa bertanya, “Samuel, Yunus dan Maria
itu kak Lea pung saudara ko?”. Pasien menjawab, “Iya, ada satu le
Ile, dia masih kuliah. Samuel ju tinju Ile di telinga sampai keluar
darah. Dia bawa Lea pi sini ju karena mau balas dendam dengan
Lea karena Lea usir dia punya istri nah”. Pemeriksa bertanya,
“Samuel yang bawa kak ke sini ko?”. Pasien menjawab, “Iya. Dia
sonde suka dengan Lea, dia mau balas dendam makanya dia bawa
Lea pi sini”. Pemeriksa bertanya, “ Kak Lea tahu darimana kak?”.
Pasien menjawab, “Tahu sa, ko memang begitu nah”. Pemeriksa
bertanya, “Kak Samuel kak Lea punya saudara nah masa dia buat

2
begitu kak?”. Pasien menjawab, “Memang begitu nah, dong
jahat”. Pemeriksa bertanya, “Dong siapa kak?”. Pasien menjawab,
“Dong semua di rumah. Lea sonde cocok dengan dong semua.”
Pemeriksa bertanya, “Kak Lea kenapa sonde cocok dengan dong?
Dong kan Kak Lea pung keluarga?”. Pasien menjawab, “Ko dong
jahat dengan Lea nah” (dengan intonasi suara tinggi). Pemeriksa
bertanya, “Jahat kermana kak Lea? Kak bisa cerita ko?”. Pasien
menjawab, “Dong jahat dengan Lea, dong sonde suka dengan Lea.
Dong gunting Lea punya rambut ko taruh di kuburan, dong mau
suanggi Lea”. Pemeriksa bertanya, “Siapa yang mau suanggi kak?
Kak tahu itu dari mana?”. Pasien menjawab, “Itu orang timor eh
orang cina. Dong siksa- siksa Lea. Dong sonde suka dengan Lea
makanya dong suanggi Lea”. Pemeriksa bertanya, “Kak dengar
dari mana?”. Pasien menjawab, “Memang begitu a... Dong pukul
Lea pakai parang. Parang ni. parang pung ujung. Golok. Parang
yang ada di uang seribu tuh. Ini sampai Lea punya kepala
bengkak” (dengan intonasi yang tinggi dan mata yang melotot).
Pemeriksa bertanya, “Iya kak. Nah kak pernah ko dengar ada
suara yang bisik – bisik di kak pung telinga? Yang hanya kak sa
yang dengar?”. Pasien menjawab, “Ada”. Pemeriksa bertanya,
“Itu suara omong apa di kak?”. Pasien menjawab, “Dong mau
bunuh Lea. Dong mau kejar Lea. Dong mau potong Lea dengan
pisau”. Pemeriksa bertanya, “Yang omong itu banyak ko satu
orang sa kak?”. Pasien menjawab, “Sonde tahu”. Pemeriksa
bertanya, “Kak bisa lihat dong ko sonde?”. Pasien menjawab,
“Sonde”. Pemeriksa bertanya, “Su dari kapan kak dengar itu?”.
Pasien menjawab, “Su lama”. Pemeriksa bertanya, “Sekarang kak
ada dengar dong omong ko?”. Pasien menjawab, “Sonde le. Cuma
dengar itu hari sa su lama”. Pemeriksa bertanya, “Waktu itu
sering dengar ko hanya satu kali sa?”. Pasien menjawab,
“Sering”. Pemeriksa bertanya, “Terus Kak Lea pung perasaan

3
kermana pas dengar itu suara? Ada takut ko? Atau kermana”.
Pasien menjawab, “Biasa sa”. Pemeriksa bertanya, “Selain itu kak
ada lihat bayangan-bayangan ko?”. Pasien menjawab, “Sonde”.
Pemeriksa bertanya, “Nah kalo cium bau- bau yang sonde ada di
situ pernah ko sonde?”. Pasien menjawab, “Tidak, ibu”.
Pemeriksa bertanya, “ Kak Lea pernah rasa ke ada yang bajalan-
bajalan di kak pung tubuh gitu?”. Pasien menjawab, “ Tidak ada,
ibu Ayu” (sambil memperbaiki rambutnya dengan tangan yang
terikat).
Pemeriksa bertanya, “Kak Lea pernah ko rasa seperti
pikiran tuh berulang-ulang atau bergema terus di kepala?”. Pasien
menjawab, “Sonde”. Pemeriksa berkata, “Terus kak pernah atau
sonde seperti kak nih ada pikir mau buat sesuatu terus pas kak mau
pi buat tiba-tiba muncul le pikiran mau buat sesuatu terus pas mau
pi buat itu pikiran ilang terus muncul le pikiran mau buat sesuatu
yang lain?”. Pasien menjawab, “Ada. Lea suka hilang ingatan
begitu. Ini gara-gara dong gunting Lea pung rambut. Ini lihat Lea
pung rambut pendek. Coba ibu Ayu tarik itu yang rontok tuh. Ini
tarik do”. Pemeriksa mengikuti perkataan pasien setelah itu
wawancara dilanjutkan. Pemeriksa kemudian bertanya, “Kak Lea
su sering begitu ko? Kak mau buat apa terus lupa”. Pasien
menjawab, “Iya. Lea punya rambut nih merah ko ibu Ayu?”.
Pemeriksa menjawab, “Iya kak”. Lalu pemeriksa bertanya kembali,
“Kak Lea ada rasa ko sonde kalau apa yang kak pikirkan atau kak
mau buat tuh kayak orang lain sudah tau. Atau su ada di radio
atau televisi begitu?”. Pasien menjawab, “Ada. Dong siarkan di
radio dan televisi”. Pemeriksa bertanya, “Dong bilang apa kak? Di
radio mana?”. Pasien menjawab, “Itu yang mau bunuh Lea tuh,
ada di radio Lisbeth. Itu orang Timor dan Flores pung radio. Terus
di televisi tuh di Metro TV. Ih.. Pak Harry Tanoesoedibjo su
ditahan polisi”. Pemeriksa bertanya, “Kapan kak dengar atau

4
nonton? Siapa yang bilang begitu di kak?”. Pasien menjawab, “Itu
be su dengar lama. Pas ada TV be nonton bilang begitu”.
Pemeriksa bertanya, “Itu dong siarkan terus ko kak? Atau?”.
Pasien menjawab, “Iya. Ko itu orang Timor, emm... orang Flores
dan Batak pung nah”. Pasien bertanya, “Kenapa dengan itu orang
kak? Dong buat apa ko kak omong dong terus?”. Pasien menjawab,
“Sonde”. Pemeriksa lalu melanjutkan ke pertanyaan lainnya, “Kak
pernah sonde rasa kak bisa baca orang lain pung pikiran?”. Pasien
menjawab, “Sonde. Memangnya ibu Ayu bisa baca Lea pung
pikiran?”. Pemeriksa menjawab, “Sonde e.. kak”. Pemeriksa
kemudian bertanya lagi, “Kak ada rasa ko seperti ada kekuatan
jahat yang mengendalikan atau mau pengaruhi kak punya pikiran
atau badan begitu?”. Pasien menjawab, “Sonde ada. Ibu Ayu Lea
mau makan kacang ijo. Oma yang suap. Ibu Ayu mau ko?”.
Pemeriksa menjawab, “Sonde kak. Biar kak yang makan sa. Nah
kak makan su e. Nanti baru ketong lanjut cerita le. Makasih kak
Lea”. Pemeriksa lalu mengakhiri wawancara dan pergi
meninggalkan pasien yang sedang disuapi kacang ijo oleh pasien
lainnya.

2. Autoanamnesis (02 Agustus 2017)


Autoanamnesis dilakukan di ruang tenang wanita, Bangsal
Empati pada pukul 20.00 WITA. Pemeriksa menghampiri pasien
yang ketika itu sedang duduk di tempat tidurnya. Pemeriksa
menyapa pasien, “Selamat malam kak Lea?”. Pasien menjawab,
“Malam ibu dokter Ayu”. Pemeriksa bertanya, “Kak Lea be boleh
duduk disini ko?”. Pasien menjawab, “Duduk sa ibu”. Pemeriksa
kemudian bertanya, “Kak Lea ketong cerita-cerita boleh ko?”.
Pasien menjawab, “Boleh. Mau cerita apa?”. Pemeriksa bertanya,
“Kak Lea perasaan kermana ini hari?”. Pasien menjawab, “Baik”.
Pemeriksa bertanya, “Baik kermana? Ada senang ko kermana?”.

5
Pasien menjawab, “Biasa sa” (sambil memperbaiki posisi
duduknya). Pemeriksa bertanya, “Kak Lea be mau tanya ni boleh
ko?” Pasien menjawab “Tanya apa?”.
Pemeriksa bertanya, “Kak Lea su berapa lama disini?”.
Pasien menjawab, “Su lama, Su dari tanggal 19 Maret tahun ini”.
Pemeriksa bertanya, “Su sering masuk RS ko kak?”. Pasien
menjawab, “Iya. Sudah dari tahun 2008”. Pemeriksa bertanya, “Itu
karena apa kak? Kak tahu kenapa dibawa kesini?”. Pasien
menjawab, “Karena Lea marah-marah nah”. Pemeriksa bertanya,
“Itu kak dibawa semua karena marah-marah ko? Atau ada yang
lain?”. Pasien menjawab, “Iya karena marah –marah, kasih rusak
barang, mau pukul adik”. Pemeriksa bertanya, “Selain itu sonde
ada lagi ko kak? Kayak dengar orang bisik-bisik?”. Pasien
menjawab, “Su sonde le. Dulu sa. Waktu itu be su pernah omong
tuh”. Pemeriksa bertanya, “Nah kak Lea tahu sekarang ada sakit
apa? Kenapa di rawat disini?”. Pasien menjawab, “Saya tidak
sakit. Saya mau pulang karena besok mau ke Gereja”. Pemeriksa
bertanya, “Menurut Kak Lea perlu minum obat ko sonde?”. Pasien
menjawab,“ Tidak perlu. Obat bikin mengantuk, obat itu racun”.
Setelah itu pemeriksa bertanya lagi, “Nah kalau kak Lea sonde
perlu, nah kenapa kak selama ini minum obat?”. Pasien
menjawab, “Kepala pusing nah. Sudah ibu Ayu, Lea mau pulang”
(dengan wajah serius).
Pemeriksa berkata, “O iya kak. Nah be tanya yang lain
boleh ko sonde?”. Pasien menjawab, “Boleh”. Pemeriksa bertanya,
“Kak Lea lahir tanggal berapa?”. Pasien menjawab, “Tanggal 6
April 1990. Sekarang umur 27 tahun. Ibu Ayu umur berapa?”.
Pemeriksa menjawab, “Umur 20 tahun kak”. Pasien bertanya, “Ibu
Ayu suka pi inggris ko korea?”. Pemeriksa menjawab, “Korea kak.
Kenapa?”. Pasien menjawab, “Iya korea sa. Orang Inggris sonde
baik. Itu dong bom Bali tuh. Jangan kasi maaf dong. Lebih baik

6
usir itu Justin Bieber sa. Biar Christian Ronaldo sa yang pi Bali”.
Pemeriksa berkata, “Iya kak. Kak Lea sekolah dimana
sebelumnya?”. Pasien menjawab, “SD di SDN 1 Oebobo, SMP di
SMPN 5 Walikota Kupang”. Pemeriksa bertanya, “Kak Lea setelah
itu lanjut SMA ko kermana?Kak Lea bisa cerita ko?”. Pasien
menjawab, “Sonde. Lea lulus tahun 2007 terus bapa meninggal,
aish itu.. Lea pi kerja di Malaysia untuk bantu mama dan adik
dong. Lea di Malaysia 6 bulan terus pi batam 3 bulan, terus pulang
Kupang”. Pemeriksa bertanya, “Kak Lea pulang kembali Kupang
kenapa?”. Pasien menjawab, “Lea punya firasat buruk, kalau dong
mau siksa mama makanya Lea pulang. Tapi sampai sini ternyata
mama sonde apa-apa tapi Maria, Yunus titi batu di dia pung
hidung terus berdarah. Yunus tuh jahat mati. Lea sonde suka”.
Pemeriksa lalu bertanya lagi, “Kak Lea, cerita di be dulu. Kak Lea
kermana di Malaysia sampai sekarang?”. Pasien menjawab, “Di
Malaysia Lea kerja. Dong kasi Lea gaji 5 ringgit. Terus kalau Lea
di Batam biasa cuci baju nanti dong kasi Lea uang 10 ribu. Ada
mbak ike, mbak siti, banyak. Ibu ayu pinjam itu kertas dengan
pulpen dulu” (kata pasien dengan wajah serius). Pemeriksa
bertanya, “Mau buat apa kak?” (sambil menyerahkan kertas dan
pulpen kepada pasien). Pasien berkata, “Sudah, kasih sini sa” (kata
pasien lalu menulis di kertas tersebut). Pemeriksa bertanya, “Kak
tulis apa tuh. Dino tuh siapa kak?”. Pasien menyerahkan kertas
lalu berkata, “Itu orang sumba. Lea punya pacar. Sekarang dia
kerja di Kuta Square”. Pemeriksa bertanya, “Kak Lea masih
hubungan dengan dia sampai sekarang ko?”. Pasien menjawab,
“Tidak. Saya tidak suka lagi”. Pemeriksa bertanya lagi, “Kenapa
kak Lea sonde suka? Bisa cerita di be dari awal kermana?”.
Pasien berkata, “Sini biar be tulis sa. Sonde boleh omong” (ucap
pasien lalu mulai menulis). Setelah selesai menulis, pasien
menyerahkan kertas kepada pemeriksa. Pasien berkata, “ Ini, ibu

7
Ayu baca su. Lea su tulis semua disitu”. Pemeriksa menerima
kertas tersebut dan mulai membaca tulisan pasien.
Dalam kertas itu pasien menulis ‘Dia punya nama Dino,
Kerja di Kuta Square orang Sumba. Dia sudah menikah dengan
orang Rote yang jual daging babi. Orang Flores kasih makan Ayu
punya bapa daging babi dong bodok. Ibu Ayu jang pernah potong
rambut seperti Lea, Ile, Maria. Ile titi Maria di hidung di bapa
pung batu asa piso, itu orang Sumba dong yang kasih makan Om
Swastiwastu punya bapa daging babi. Itu orang Timor dengan
orang Flores tu ular berbisa lebih baik usir Steven William dari
Bali panggil Ronaldo pi Bali daripada Jelo marah kalo Lea sudah
tidur di jalan raya malam di Sape NTB hari minggu keluar ga
hidup’. Pemeriksa berkata, “Wuih. Kak Lea tulis pung banyak le”.
Pasien berkata, “Iya. Sudah ko ibu Ayu. Lea mau tidur”.
Pemeriksa berkata, “Sebentar e kak. Nah sekarang be mau periksa
kak Lea. Boleh ko?”. Pasien menjawab, “Aih, b mau tidur ibu
Ayu”. Pemeriksa berkata, “ Nah kalau begitu kak Lea tidur su.
Nanti besok baru lanjut lagi e. Makasih kak Lea. Selamat Malam”.
Setelah itu pemeriksa mengakhiri wawancara dan meninggalkan
pasien.

3. Heteroanamnesis (03 Agustus 2017) dengan ibu dan adik pasien


(Ny. AK/ 54 tahun dan Nn. IK/21 tahun).
Pada tanggal 03 Agustus 2017 pemeriksa pergi kunjungan
ke rumah pasien di Oebobo, pemeriksa menghampiri ibu pasien
(Ny. AK) dan adik pasien (Nn. IK) memberikan salam,
memperkenalkan diri dan meminta kesediaan untuk bertanya
mengenai kondisi pasien. Menurut keterangan ibu pasien, pasien
pertama kali mengalami hal seperti ini ketika tahun 2008. Gejala
awal yang dialami pasien adalah sering marah – marah tanpa sebab,

8
merusak barang - barang di rumah, dan suka bicara sendiri -
sendiri.
Dari penuturan ibu pasien keluhan ini muncul setelah pasien
pulang dari bekerja di Malaysia. Pasien pergi bekerja di Malaysia
sejak tahun 2007 setelah ia lulus SMP yang bertepatan dengan
meninggalnya ayah pasien. Pasien bekerja di Malaysia selama 6
bulan, lalu bekerja di Batam selama 3 bulan dan kembali ke
Kupang. Pasien pernah memberitahukan kepada ibunya bahwa
ketika di perjalanan pulang ke Kupang menggunakan kapal, pasien
pernah mengalami pelecehan seksual. Saat itu, kata ibu pasien,
pasien merasa terpukul dan memikirkan hal tersebut terus menerus.
Pasien sempat meminta uang kepada ibunya untuk membeli tiket
kembali ke Batam, tetapi ibu pasien mengatakan tidak memiliki
uang dan akhirnya pasien marah. Sejak saat itu, pasien mulai sering
marah – marah tanpa sebab dan merusak barang - barang di rumah.
Dari penuturan adik pasien, pernah ia melihat pasien berbicara
sendiri-sendiri seperti sedang berbicara dengan seseorang lewat
telepon padahal saat itu pasien tidak sedang menelepon. Oleh sebab
itu, pasien dibawa ke RS untuk pertama kalinya.
Dari tahun 2008 hingga sekarang, pasien sering keluar
masuk rumah sakit. Menurut ibu pasien, hampir setiap tahun pasien
masuk RS dan dirawat dengan gejala yang sama. Pada tahun 2014
pasien dirawat dan sembuh. Sejak keluar RS (selama ± 2 tahun)
pasien tidak menunjukkan gangguan atau gejala. Pasien
beraktivitas seperti biasa. Pasien tiap bulan terus mengontrol di
Poliklinik sendiri dan meminum obat yang diberikan.
Sekitar tahun 2016, pasien pergi ke Baumata untuk sekolah
Ilmu Teologia (belajar mengenai Alkitab) mengikuti seorang
hamba Tuhan. Pasien berada di Baumata selama beberapa bulan.
Tidak tahu pasti apa saja yang dilakukan pasien disana, tetapi yang
diketahui adalah selama disana pasien pernah mengatakan bahwa ia

9
adalah malaikat, semua orang harus mengikuti perkataannya,
apabila tidak pasien akan marah – marah. Pasien juga menganggap
dialah yang paling benar diantara yang lainnya. Hal tersebut
membuat teman-temannya tidak nyaman dan membawanya
kembali ke Kupang.
Setelah kembali pasien sudah tidak mau meminum obat
lagi. Waktu itu ibu pasien sempat mengingatkan pasien untuk
mengontrol ke RS dan mengambil obat, namun pasien menolak.
Ibu pasien lalu menawarkan diri untuk mengambil obat, tetapi
pasien malah memarahi ibunya dan berkata, “Kalau mama yang
ambil nah nanti mama sa yang minum itu obat. Lea tidak mau lagi,
Lea sudah sembuh. Itu obat bikin mengantuk nah”, kata ibu pasien
menirukan apa yang pasien katakan waktu itu padanya kepada
pemeriksa. Menurut ibunya pasien tidak minum obat lagi selama ±
3 bulan. Setelah itu pada awal tahun 2017, pasien kembali dibawa
ke RS dengan keluhan yang sama yaitu marah – marah, merusak
barang – barang di rumah dan ingin memukul adiknya.
Menurut penuturan ibu pasien, pasien pernah menderita
sakit asma sebelumnya dan terus kambuh berulang – ulang hingga
saat ini. Pasien tidak pernah mengalami kejang – kejang atau
kecelakaan yang membuat kesadarannya menurun. Pasien juga
tidak pernah mengonsumsi alkohol, obat – obatan terlarang
(NAPZA) dan merokok.
Dari wawancara dengan keluarga pasien juga didapatkan
bahwa ibu pasien pernah mengalami keluhan yang sama seperti
pasien. Menurut adik pasien, dulu ibunya pernah marah – marah,
mengamuk, dan tidak mengenali mereka. Akibatnya ibu pasien
pernah diikat beberapa hari. Ibu pasien waktu itu tidak dibawa
berobat ke RS, hanya didoakan oleh hamba Tuhan dan sembuh
hingga saat ini.

10
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Heteroanamnesis : Berdasarkan cerita yang didapatkan dari ibu
dan adik pasien, gangguan ini telah beberapa kali dialami oleh pasien.
Gejala awalnya tahun 2008, pasien lebih suka marah-marah, merusak
barang dan berbicara sendiri-sendiri. Pasien sudah sering masuk RS dan
dirawat di Bangsal Empati sejak tahun 2008. Menurut ibu pasien,
hampir setiap tahun pasien masuk RS dan dirawat dengan gejala yang
sama. Pada tahun 2014 pasien dirawat dan sembuh. Menurut keluarga
sejak terakhir kali dirawat pada tahun 2014 hingga tahun 2016 (selama
± 2 tahun) pasien tidak menunjukkan gangguan atau gejala. Pasien
beraktivitas seperti biasa, tiap bulan terus mengontrol di Poliklinik dan
meminum obat. Pasien masuk kembali dan dirawat di RS pada bulan
Maret 2017. Sebelumnya pada akhir tahun 2016 pasien putus obat ± 3
bulan dan mulai lagi gejalanya, yaitu suka marah-marah dan merusak
barang-barang di rumah. Keluarga mengaku ini karena pasien tidak
mau minum obat lagi sebab merasa diri sudah membaik.

D. Riwayat Sifat Kepribadian Sebelumnya


Heteronamnesis: Ketika ditanya mengenai pribadi pasien
sebelum sakit, ibu pasien mengatakan bahwa pasien adalah pribadi
yang sangat menyukai kebersihan, sangat suka bekerja, kalau
mengerjakan sesuatu harus sempurna dan orangnya teliti. Contohnya di
rumah setiap harinya pasien selalu melakukan pekerjaan rumah mulai
dari sapu, mengepel, dan mencuci pakaian. Semua ditata rapi dan
bersih. Apabila kotor pasien akan membersihkan kembali. Selain itu
dalam hal menginginkan sesuatu pasien harus bisa mendapatkannya,
apapun caranya biasanya dengan memaksa. Apabila tidak terpenuhi,
pasien akan marah - marah.

11
E. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Heteroanamnesis: Dari penuturan ibu pasien, pasien lahir
secara normal dengan usia kehamilan 9 bulan. Ibu pasien
melahirkan pasien di rumah tanpa pertolongan tenaga medis, hanya
dibantu keluarga. Selama mengandung pasien, ibu pasien
mengatakan tidak makan sama sekali hanya minum air tuak oleh
karena merasa mual dan ingin muntah. Namun menurut ibu pasien,
keadaannya dan pasien baik-baik saja selama mengandung maupun
melahirkan. Hal tersebut juga dialami ketika ibu pasien
mengandung saudara - saudara pasien. Pasien adalah anak yang
diinginkan kedua orang tuanya. Pasien lahir setahun setelah
pernikahan kedua orangtuanya.

2. Masa Kanak Dini (Usia 0-3 tahun)


Heteroanamnesis: Sejak lahir hingga usia 3 tahun, pasien
dalam keadaan sehat. Pasien mendapat ASI selama 1 tahun lebih,
setelah itu pasien diberi makanan berupa bubur. Ketika ditanya
mengenai pertumbuhan dan perkembangan pasien, ibu pasien
mengatakan pasien tumbuh dan berkembang dengan normal
seperti saudara- saudaranya yang lain. Pasien memulai bicara di
usia 7 bulan dan berjalan di usia hampir 1 tahun.

3. Masa Kanak Pertengahan (Usia 3-11 tahun)


Heteroanamnesis: Pasien masuk Sekolah Dasar tepat waktu
yaitu pada usia 6 tahun dan selalu berprestasi di kelasnya. Nilai
akademik pasien selalu baik. Pasien pernah tertinggal kelas 1 kali
pada saat kelas 2 SD oleh karena sakit yang dialami pasien. Waktu
itu pasien menderita sakit asma dan terus mengalaminya sampai
saat ini. Pasien orang yang rajin, ramah, memiliki banyak teman
sebaya, dan sering mengikuti perlombaan di Gereja.

12
4. Masa Remaja
Heteroanamnesis: Pasien melanjutkan jenjang pendidikan
di SMPN 5 Kupang selama 3 tahun dan setelah tamat pasien tidak
melanjutkan pendidikannya ke SMA dan memilih bekerja untuk
membantu keluarganya.

5. Masa Dewasa
 Riwayat Pendidikan
 SDN 1 Oebobo Kupang
 SMP Negeri 5 Kupang
 Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja selama 6 bulan di Malaysia pada
tahun 2007 setelah tamat dari SMP dan setelah ayahnya
meninggal dunia. Pasien melanjutkan bekerja di Batam selama
3 bulan dan kembali ke Kupang. Keluarga tidak mengetahu
pekerjaan apa yang pasien lakukan di Malaysia maupun Batam.
Dari penuturan pasien disana ia menjual kue dan mencuci.
 Riwayat Psikoseksual
Pasien pertama kali menstruasi sewaktu kelas 6 SD.
Menurut pasien, perasaannya waktu itu biasa saja, tidak ada
rasa takut dan cemas. Pasien pernah mengalami pelecehan
seksual sewaktu pasien bekerja di luar Kupang sekitar tahun
2008.
 Riwayat Agama
Pasien adalah penganut agama Kristen Protestan sejak lahir.
Pasien rajin beribadat ke Gereja. Menurut kelurga pasien pada
tahun 2016 pasien pernah ke Baumata untuk sekolah Ilmu
Teologia (belajar mengenai Alkitab) selama beberapa bulan.

13
 Aktivitas Sosial
Menurut adik pasien, pasien hanya bergaul dengan orang-
orang yang sudah dekat dengan dia saja dan biasanya pasien
akan menjauhi temannya apabila temannya berbuat kesalahan.
 Riwayat Pelanggaran Hukum
Tidak ada riwayat pelanggran hukum.

6. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien saat ini tinggal bersama ibu dan ketiga saudaranya di
rumahnya di Oebobo. Rumah tersebut terdiri dari 6 ruangan yaitu 2
kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang tengah sekaligus dapur dan
ruang makan, 1 ruang yang biasa digunakan untuk mencuci piring
atau pakaian, dan 1 toilet dan kamar mandi. Tembok rumah
tersebut terbuat dari bambu dan tripleks dengan lantai yang belum
berkeramik tetapi sudah dilapisi semen. Di dalam kamar tidur
pasien terdapat 1 buah kasur dan 1 buah lemari kayu yang telah
rusak karena dihancurkan oleh pasien. Pasien tidur sendiri.
Penerangan di dalam rumah menggunakan energi listrik. Rumah
tersebut tidak memiliki ventilasi, cahaya di siang hari sangat
sedikit yang masuk ke dalam rumah, sehingga rumah tampak gelap
walau di siang hari. Pasien dan keluarga menggunakan air sumur
untuk kebutuhan sehari-hari yang harus diangkut dari jarak ± 1 km
dari rumahnya.

Foto 1. Rumah pasien dilihat dari depan

14
Foto 2. Ruang tamu (sebelah kiri) dan Kamar tidur pasien (sebelah kanan)

Foto 3. Saat wawancara dengan keluarga pasien

7. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari 5 bersaudara, dan di
keluarganya ada yang pernah memiliki riwayat keluhan yang sama
dengan pasien yaitu ibu kandung pasien.

15
Keterangan:
: Laki – Laki ┼ : Meninggal dunia

: Perempuan : Pasien

: Memiliki riwayat keluhan yang sama dengan pasien

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL PASIEN


Pemeriksaan status mental dilakukan pada tanggal 29 Juli 2017
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Perempuan nampak sesuai usia. Pasien terkesan
bersih dan rapi, dilihat dari rambut yang tidak berantakan dan
gigi bersih. Rambut berwarna hitam panjang dan lurus. Kulit
berwarna gelap. Pasien menggunakan baju kaos berwarna hijau
dengan rok selutut berwarna merah muda.
2. Perilaku dan aktivitas motorik: Pasien tampak tenang.
3. Sikap terhadap pemeriksaan: Kooperatif, kontak mata adekuat.
B. Mood dan Afek
 Mood: Labil (pasien mengatakan bahwa perasaannya akhir-akhir
ini baik-baik saja, terkadang pasien merasa marah dan jengkel).
 Afek: Luas (pasien selama wawancara mampu menunjukkan
berbagai ekspresi wajah seperti marah jika ada hal yang membuat
pasien jengkel dan marah serta tertawa jika ada hal yang
dirasakannya lucu).
 Keserasian: Serasi.
C. Pembicaraan : Bicara spontan, artikulasi jelas, volume suara sedang-
tinggi, intonasi suara naik-turun.
D. Persepsi :
 Saat ini halusinasi auditorik negatif, halusinasi visual negatif,
halusinasi olfaktorik negatif, dan halusinasi perabaan negatif.

16
 Riwayat Halusinasi Auditorik positif sekitar tahun 2008
(menurut keluarga sering melihat pasien berbicara sendiri
seperti orang yang sedang berbicara ditelepon. Pasien juga
mengatakan pernah mendengar suara-suara yang mengatakan
ingin membunuhnya).
E. Proses Pikir
 Bentuk : Tidak Logis (masih terdapat waham).
 Arus : Asosiasi Longgar.
F. Isi Pikir:
 Waham Kejar positif (Pasien merasa bahwa ada yang ingin
membunuhnya).
 Waham Rujukan positif (Pasien mengatakan bahwa keluarganya
ingin membalas dendam padanya sehingga ia dibawa ke RS.
Pasien juga mengatakan bahwa ada orang yang mengguna –
gunainya dengan memotong rambutnya dan menaruhnya di
kuburan).
 Waham Dikendalikan positif  “Thought broadcasting” (pasien
mengatakan bahwa apa yang terjadi padanya disiarkan di radio
dan televisi).
 Riwayat Waham Kebesaran positif tahun 2016 (Pasien merasa
bahwa ia adalah seorang malaikat, semua orang harus mengikuti
perkataannya dan menganggap dialah yang paling benar).
G. Kesadaran dan Kognisi
1. Taraf kesadaran dan kesigapan: Compos Mentis (GCS:
E4V5M6).
2. Orientasi
 Waktu: Baik (pasien dapat mengetahui pemeriksaan
dilakukan pada siang hari).
 Tempat: Baik (pasien tahu jika sedang dirawat di Rumah
Sakit Umum Prof. Yohannes tepatnya di Bangsal).

17
 Orang: Baik (pasien mengetahui yang mewawancarainya
adalah dokter muda Ayu).
3. Daya ingat
 Daya ingat jangka panjang: Baik (pasien mengingat tanggal
lahirnya 06 April 1990).
 Daya ingat jangka sedang: Baik (pasien mengetahui menu
makan malamnya nasi, sayur, tempe, daging).
 Daya ingat jangka pendek: Baik (pasien mampu mengingat
menu makan pagi tadi nasi, sayur, telur).
4. Konsentrasi dan perhatian: Tergganggu (pasien tidak dapat
menghitung serial 100-7 sebanyak 7 kali 100-7 = 93 -7=83 -7
=73 -7=63 -7 =53 dan pasien tidak melanjutkan lagi. Pasien juga
salah dalam mengeja kata WAHYU secara terbalik yang pasien
eja adalah UYAWA).
5. Kemampuan visuospasial: Baik (pasien dapat mengikuti gambar
jam beserta arah jarum jamnya yang pemeriksa perintahkan
kepada pasien untuk digambar kembali).

6. Pikiran abstrak: Baik (Pasien menjawab persamaan dan


perbedaan bola dan apel yakni sama-sama bulat tapi apel untuk
dimakan sedangkan bola untuk ditendang main bola kaki).
7. Intelegensi dan kemampuan informasi: Baik (pasien tahu
Presiden Indonesia saat ini adalah Jokowi dan Gubernur NTT
sekarang adalah Frans Lebu Raya).

18
8. Bakat kreatif: Bernyanyi.
9. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik (dapat melakukan
aktivitas sehari – hari sendiri seperti, makan dan mandi sendiri).
H. Pengendalian Impuls: Terkendali (Pasien tenang saat diwawancara).
I. Daya Nilai dan Tilikan
1. Penilaian Realitas: Terganggu (karena pasien memiliki gangguan
isi pikir berupa Waham Kejar positif  Pasien merasa bahwa
ada yang ingin membunuhnya, Waham Rujukan positif  Pasien
mengatakan bahwa keluarganya ingin membalas dendam
padanya sehingga ia dibawa ke RS. Pasien juga mengatakan
bahwa ada orang yang mengguna – gunainya dengan memotong
rambutnya dan menaruhnya di kuburan, Waham Dikendalikan
postif  “Thought broadcasting” (pasien mengatakan bahwa apa
yang terjadi padanya disiarkan di radio dan televisi).
2. Daya Nilai : Baik (ketika ditanya apa yang akan dilakukan pasien
ketika berada dalam ruang yang terbakar pasien menjawab, ‘Ia
akan lari keluar dan berteriak minta tolong, lalu akan membuka
keran mengisi air dalam ember dan menyiramnya untuk
memadamkan api’.
3. Tilikan: 1 (saat ditanya, “Kak Lea tahu sekarang ada sakit apa?
Kenapa di rawat disini?”. Pasien menjawab, “Saya tidak sakit.
Saya mau pulang karena besok mau ke Gereja”. Pemeriksa
bertanya, “Menurut Kak Lea perlu minum obat ko sonde?”.
Pasien menjawab,“Tidak perlu. Obat bikin mengantuk, obat itu
racun”. Setelah itu pemeriksa bertanya lagi, “Nah kalau kak Lea
sonde perlu, nah kenapa kak selama ini minum obat?”. Pasien
menjawab, “Kepala pusing nah. Sudah ibu Ayu, Lea mau
pulang”).
J. Taraf Dapat Dipercaya: Dapat dipercaya.

19
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Internistik
Keadaan umum : Tampak Sehat
Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
Tanda Vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 86 x/ menit, RR
22x/menit, Suhu 37,50C
Kepala : Normocephal, rambut hitam panjang, lurus,
tebal dan rapi
Mata : Konjungtiva Anemis -/- , Skelra Ikterik -/-
Wajah : Simetris
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru : Suara Paru Vesikuler +/+, Rhonki -/- ,
Wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-), Benjolan pada
telapak tangan kiri antara ibu jari dan jari
telunjuk.
B. Status Neurologis : Tidak Dilakukan
C. Laboratorium/ Penunjang : Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Psikologi : Tidak dilakukan

V. FORMULASI DIAGNOSTIK
A. AXIS I : Skizofrenia Paranoid
Pedoman kriteria diagnostik umum skizofrenia, yaitu:
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas
(dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang
tajam atau kurang jelas):
a. ~“thought echo” = isi pikir dirinya sendiri yang
berulang atau bergema daam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
~“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang

20
asing dari luar masuk kedalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
~“thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar
keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b. ~“delusion of control” = waham tentang dirinya
dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar,
atau
~“delusion of influence” = waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar,
atau
~“delusion of passivity”= waham tentang dirinya
tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan
dari luar; (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk
ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan atau penginderaan khusus);
~“delusional perception” = pengalaman inderawi
yang tak wajar, yang bermakana sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik:
~ Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau
~ Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara),
atau
~ Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah
satu bagian tubuh.

21
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).

 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu
ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja,
apabila disertai baik oleh waham yang mengambang
maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
value ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang
mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan
atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan
stupor;
d. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis,
bicara yang jarang, dan respon emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunya kinerja sosial; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak desebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptik.

22
Pasien memenuhi kriteria diagnostik umum skizofrenia, yaitu:
 “thought broadcasting” dimana pasien mengatakan bahwa apa
yang terjadi padanya disiarkan di radio dan televisi.
 Halusinasi auditorik, dimana pasien mendengar suara-suara
yang mengatakan ingin membunuhnya dan keluarga pasien
juga mengatakan bahwa sering melihat pasien berbicara
sendiri-sendiri seperti orang yang sedang berbicara ditelepon.
Selanjutnya pasien dapat didagnosis sebagai suatu skizofrenia
paranoid karena:
a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b) Halusinasi dan atau waham harus menonjol:
 Suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal seperti
bunyi pluit, mendengung, atau tertawa.
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, ata lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol
 Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waha
dikendalikan, dipengaruhi,atau “passivity”, dan keyakinan
dikejar – kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
c) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol.
Pada pasien ini terdapat riwayat halusinasi auditorik, dimana
pasien mendengar suara-suara yang mengatakan ingin membunuhnya
dan keluarga pasien juga mengatakan bahwa sering melihat pasien
berbicara sendiri-sendiri seperti orang yang sedang berbicara
ditelepon. Selain itu terdapat waham kejar, dimana pasien merasa ada
yang ingin membunuhnya.

23
B. AXIS II : Ciri Kepribadian Anankastik
 Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan
 Preokupasi dengan hal-hal yang rinci peraturan, daftar, urutan,
oraganisasi atau jadwal
 Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
 Ketelitian berlebihan terlalu berhati-hati dan ketertarikan yang
tidak semestinya pada produktivitas sampai mengabaikan
kepuasan dan hubungan interpersonal
 Keterpaduan dan ketertarikan yang berlebihan pada kebiasaan
sosial
 Kaku dan keras kepala
 Pemaksaan yang tidak beralasan agar orang lain mengikuti persis
caranya mengerjakan sesuatu atau keeganan yang tak beralaskan
untuk mengizinkan orang lain mengerjakan sesuatu
 Mencampuradukan pikiran atau dorongan yang memaksa dan
yang engan

Berdasarkan heteronamnesis, pasien adalah pribadi yang sangat


menyukai kebersihan, sangat suka bekerja, kalau mengerjakan
sesuatu harus sempurna dan orangnya teliti. Contohnya di rumah
setiap harinya pasien selalu melakukan pekerjaan rumah mulai dari
sapu, mengepel, dan mencuci pakaian. Semua ditata rapih dan bersih.
Apabila kotor pasien akan membersihkan kembali. Selain itu dalam
hal menginginkan sesuatu pasien harus bisa mendapatkannya,
apapun caranya biasanya dengan memaksa. Apabila tidak terpenuhi
pasien akan marah - marah.

C. AXIS III : Riwayat Asma Bronkial (+)

24
D. AXIS IV :
 Masalah psikososial dan lingkungan lain (pasien pernah
mengalami pelecehan seksual dan hal itu membuatnya
kepikiran terus menerus).
 Masalah berkaitan dengan “primary support group” (pasien
memiliki pengetahuan yang rendah tentang penyakit dan
pengobatannya. Hal ini dapat dilihat bahwa pasien pernah
mengalami putus obat. Pasien juga memiliki hubungan yang
tidak baik dengan keluarganya)
 Masalah ekonomi (Keluarga pasien memiliki perekonomian
yang tergolong rendah. Hal inilah yang sering membuat
pasien marah, sebab ketika ia meminta uang kepada ibunya
selalu tidak diberikan karena ibunya tidak memiliki uang).

E. AXIS V : GAF Score (80-71) : Gejala sementara dan dapat


diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL


AXIS I : Skizofrenia Paranoid
AXIS II : Ciri Kepribadian Anankastik
AXIS III : Riwayat Asma Bronkial (+)
AXIS IV : Masalah berkaitan dengan psikososial dan
lingkungan lain, masalah dengan “primary support
group” (keluarga), dan masalah ekonomi.
AXIS V : GAF Score (80-71) : Gejala sementara dan dapat
diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan,
sekolah, dll.

25
VII. DAFTAR MASALAH
a) Oragonobiologi : Genetik (riwayat keluarga ada keluarga dengan
gejala yang sama yaitu dari garis keturunan ibu, dimana ibu pasien
pernah memiliki riwayat gangguan yang sama dengan pasien).
b) Psikologi:
1) Gangguan isi pikir :
Waham kebesaran (+)
Waham kejaran (+)
Waham curiga (+)
2) Pasien tidak tahu sakitnya
c) Psikososial : Masalah pasien pernah mengalami pelecehan seksual.
Masalah berkaitan dengan perekonomian keluarga, pasien pernah
meminta uang untuk ia dapat kembali ke Batam dan bekerja namun
tidak diberi oleh Ibunya sebab tidak memiliki uang.

VIII. RENCANA TERAPI


 Haloperidol 2 x 5 mg
 Trihexyphenidyl 2 x 2 mg
 Chlorpromazine 2 x 50 mg
 Salbutamol 2 x 2 mg

IX. PROGNOSIS
Dubia at malam
Faktor yang mendukung:
 Cukup mudah menjangkau tempat pelayanan kesehatan.

Faktor yang memperberat:


 Hubungan pasien dengan keluarga yang kurang harmonis.
 Pasien menyangkal dia sakit dan perlu berobat.

26
 Relaps berulang kali : Pasien sering bolak-balik di rawat di
bangsal Empati RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes dengan
keluhan yang sama.
 Memiliki riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang
serupa dengan pasien.

X. KIE
KIE diberikan kepada pasien:
 Harus selalu makan dan istirahat yang teratur dan selalu rutin
mengkonsumsi obat yang sudah di berikan dokter.
 Berusaha untuk berpikir positif dan melakukan aktivitas yang
berguna.
 Mencoba untuk tenang, dan mengontrol emosi.

KIE diberikan kepada keluarga pasien:


 Penyakit yang sedang dialami ini merupakan gangguan
kejiwaan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan hal gaib
 Langkah yang diambil keluarga untuk datang ke Rumah sakit
sudah tepat karena semakin cepat ditangani semakin baik.
Keluarga juga harus turut berperan dalam kesembuhan pasien
dengan mengontrol jadwal minum obat pasien dan membina
hubungan yang baik dengan pasien.

27
PEMBAHASAN
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering.(1)
Skizofrenia merupakan suatu sindrom klinis dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai
oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran
yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.(2)
Skizofrenia juga disebut sebagai salah satu gangguan mental yang sangat
berat, bersifat kronik.(1) Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam
kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun)
dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang
ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri.(3)
Gangguan ini biasanya mulai pada umur sebelum 25 tahun dan bertahan seumur
hidup dan dapat terjadi pada semua orang dari berbagai lapisan masyarakat.
Pasien dan keluarganya sering menderita oleh karena keadaan penderita umumnya
dengan perawatan diri yang buruk dan pengucilan dari lingkungan oleh karena
ketidakpedulian masyarakat mengenai keadaan ini.(2)
Pada kasus ini, pasien didiagnosis skizofrenia paranoid dan terdapat gejala
gangguan fungsi kognitif (adanya waham-waham menetap lainnya), gangguan
persepsi (adanya halusinasi auditorik berupa sering merasa mendengar suara –
suara yang membisikinya).
Angka prevalensi seumur hidup skizofrenia di dunia bervariasi berkisar 4
permil sampai dengan 1,4%. Beberapa kepustakaan menyebutkan secara umum
prevalensi skizofrenia sebesar 1% penduduk. Prevalensi gangguan jiwa berat
(psikosis/skizofrenia) sekitar 1,7%. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia
remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25
tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun.(1)

28
Etiologi skizofrenia belum pasti. Berdasarkan penelitian biologik, genetik,
fenomenologik dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan atau
penyakit. Ada beberapa penelitian yang dilaporkan saat ini:(1)
1) Biologi
Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik
ditemukan pada penderita skizofrenia. Gangguan yang paling banyak
dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang
kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit. Dapat juga
ditemukan atrofi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik yaitu
garis parahipokampus, hipokampus dan amigdala.
2) Biokimia
Formulasi sederhana dari hipotesis dopamine pada pasien
skizofrenia menunjukkan fakta bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu
banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori ini tampak dari 2 fakta berikut
ini. Pertama adalah bahwa efikasi dan potensitas obat antipsikotik
berhubungan dengan kemampuannya bekerja sebagai antagonist reseptor
dopamine tipe 2 (D2). Kedua bahwa obat-obat yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik, yang notabene ada dalam cocaine dan amfetamin
merupakan psikotomimetik.
Selain hipotesis mengenai dopamine, terdapat juga beberapa peran
dari serotonin, norepinefrin, Gamma Amino Butirat Acid (GABA),
neuropeptida, glutamate dan asetilkolon serta nikotin berperan terhadap
kejadian skizofrenia.
3) Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara
signifikan, kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan
darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga
(misalnya terdapat dalam keluarga), semakin dekat hubungan kekerabatan
makin tinggi risiko. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang
tua diadopsi, waktu lahir oleh keluarga normal memiliki angka sakit yang
sama dengan anak yang diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia.

29
4) Faktor keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peran penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remosi. Pasien yang
pulang kerumah sering relaps pada tahun berikutnya. Pasien beresiko
adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang memperlihatkan cemas
secara berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, sangat pengeritik
(ekspresi emosi tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak dibebaskan oleh
keluarganya.
Skizofrenia merupakan sindrom yang heterogen yang mana diagnosisnya
belum dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium tertentu, diagnosisnya
ditegakan berdasarkan sekumpulan gejala yang dinyatakan karakteristik untuk
skizofrenia.(3)

A. Pedoman Diagnostik

AXIS I : Skizofrenia Paranoid


Pedoman Diagnostik:(2)
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. ~ “thought echo” = isi pikir dirinya sendiri yang berulang atau
bergema daam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
~ “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
~ “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
b. ~ “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar, atau
~ “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar, atau

30
~ “delusion of passivity”= waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” =
secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
~ “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakana sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik:
~ Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
~ Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
~ Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).

 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-value ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme

31
dan stupor;
d. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
desebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptik.

 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal).
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

Dalam kasus ini tampak nyata bahwa pasien ini memiliki riwayat halusinasi
auditorik, dimana pasien mendengar suara-suara yang mengatakan ingin
membunuhnya dan keluarga pasien juga mengatakan bahwa sering melihat pasien
berbicara sendiri-sendiri seperti orang yang sedang berbicara ditelepon. Selain itu
terdapat waham kejar, dimana pasien merasa ada yang ingin membunuhnya.

AXIS II : Gangguan Kepribadian Anankastik


Pedoman diagnostik:(2)
o Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan
o Preokupasi dengan hal-hal yang rinci peraturan, daftar, urutan,
oraganisasi atau jadwal
o Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
o Ketelitian berlebihan terlalu berhati-hati dan ketertarikan yang tidak
semestinya pada produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan
hubungan interpersonal

32
o Keterpaduan dan keterarikan yang berlebihan pada kebiasaan sosial
o Kaku dan keras kepala
o Pemaksaan yang tidak beralasan agar orang lain mengikuti persis
caranya mengerjakan sesuatu atau keeganan yang tak beralaskan untuk
mengizinkan orang lain mengerjakan sesuatu
o Mencampuradukan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang
engan

 Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari atas


Pasien mempunyai tipe kepribadian Anankastik. Menurut ibu
kandung pasien, orangnya sangat menyukai kebersihan, sangat suka
bekerja, kalau mengerjakan sesuatu harus sempurna, orangnya teliti,
apa yang dia mau harus di turuti.

AXIS III : Riwayat Asma Bronkial (+)

AXIS IV : Masalah psikososial dan lingkungan lain, Masalah berkaitan


dengan “primary support group” (keluarga), Masalah ekonomi.

AXIS V : GAF Score (80-71) : Gejala sementara dan dapat diatasi,


disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll.

B. PENATALAKSANAAN
Terapi pada skozofrenia bersifat komperhensif yaitu meliputi terapi
psikofarmaka, psikoterapi dan terapi psikososial.(1,3)
a) Terapi Psikofarmakologi
Skizofrenia diobati dengan antipsikotik yang tipikal dan atipikal.
Obat golongan tipikal berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala
positif sedangkan gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Sedangkan obat
golongan atipikal bermanfaat baik untuk gejala positif maupun negatif.

33
Obat golongan tipikal meliputi : Chlorpromazine, fluphenazine,
trifluoperazine, thioridazine, haloperidol dan lain-lain, sedangkan obat
golongan atipikal meliputi: clozapine, olanzapine, zotepine, Quetiapine,
sulpiride, risperidon dan lain-lain.
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah
mengalami pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal,
kini pilihan beralih ke antipsikosis atipikal. Standar Emas baru adalah
dengan antipsikosis atipikal. Meskipun harganya mahal, tetapi manfaatnya
sangat besar.
Mekanisme kerja obat antipsikosis tipikal adalah memblokade
dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron diotak, khususnya di sistem
limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamin D2 Receptor antagonists)
sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal
disamping berafinitas terhadap dopamin D2 Reseptors juga berespon
terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors sehingga efektif juga untuk gejala
negatif.
Pada pasien diberikan terapi farmakologis berupa haloperidol dan
trihexyphenidil. Haloperidol merupakan antipsikotik tipikal dengan efek
antipsikotik yang kuat berupa sindroma ekstrapiramidal serta efek samping
sedatif yang lemah. Efek samping berupa sindrom ekstrapiramidal dicegah
dengan pemberian trihexyphenidyl pada pasien ini. Tujuan terapi
farmakologis pada pasien ini adalah “optimal response with minimal side
effect”.
Untuk memantau efek antipsikotik terhadap pasien, maka perlu
diperhatikan adanya respon pasien terhadap pengobatan yang diberikan
selama 2 – 3 hari (initial dose). Bila pasien belum menunjukkan adanya
perbaikan, maka dosis dapat dinaikkan 2 – 3 hari pengamatan sampai
mencapai dosis efektif. Evaluasi selanjutnya dilakukan setiap 2 minggu
dan bila perlu dinaikkan sampai ke dosis optimal kemudian dipertahankan
selama 8 – 12 minggu. Selanjutnya dosis terapi diturunkan setiap 2
minggu sampai ke dosis rumatan untuk dipertahankan hingga 6 – 48 bulan

34
dimana diselingi dengan drug holiday 1 – 2 hari/minggu. Tappering off
dilakukan 2 – 4 minggu hingga akhirnya pengobatan dapat dihentikan.
b) Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia baru
dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah
mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali
pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan
catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat
struktur kepribadian, mematangkan kepribadian, memperkuat ego,
meningkatkan citra diri, memulihkan kepercayaan diri guna mencapai
kehidupan yang berarti dan bermanfaat.
Keluarga perlu diarahkan peran mereka dalam menunjang
perbaikan klinis pasien. Keluarga perlu diberikan pemahaman mengenai
keadaan pasien, perjalanan penyakitnya serta terapi yang akan diberikan.
Perlu dicari tahu kemungkinan penyebab gangguan jiwa pada pasien ini
sehingga pendekatan terapi psikososial lebih dapat memberikan hasil yang
lebih baik. Penerimaan masyarakat serta keterlibatan pasien sebagai
kelompok masyarakat tertentu akan membantu pasien dalam
mengembangkan keterampilan dan bakat yang dimiliki serta
mempertahankan hubungan interpersonal yang baik antara pasien dengan
orang lain.
c) Terapi Psikososial
Salah satu dampak dari gangguan jiwa skizofrenia adalah
terganggunya fungsi sosial penderita atau hendaya (impairment). Dengan
terapi psikososial ini diharapkan agar penderita mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih
tetap menjalani terapi psikofarmaka sebagaimana juga waktu menjalani

35
psikoterapi. Kepada penderita skizofrenia diupayakan untuk tidak
menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak
bergaul (sosialisasi).

C. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada gejala, tipe skizofrenia dan pengobatan yang
diterima. Indikator yang dapat dihubungkan dengan prognosis yaitu:
 Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi secara mendadak.
 Awitan terjadi setelah umur 30 tahun, terutama pada perempuan.
 Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid (sebelum sakit) baik. Performa
sebelumnya tetap merupakan prediktor terbaik untuk meramalkan
performa di masa datang.
 Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol, selama episode
akut (simptom positif).
 Kemungkinan adanya suatu stresor yang mempresipitasi psikosis akut dan
tidak ada bukti gangguan susunan saraf pusat (SSP).
 Tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia. (1)

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Skizofrenia. In: Elvira SD, Hadisukanto G, editors. Buku Ajar


Psikiatri. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2014. p: 173–203.

2. Maslin R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari


PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;
2001. p : 46-49.

3. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 4th ed.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2014. p : 10-
23.

37

Anda mungkin juga menyukai