Anda di halaman 1dari 20

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi metabolik
c. Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur dan istirahat
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
f. Pola hubungan sesama
g. Pola reproduksi seksualitas
h. Pola koping dan toleransi terhadap stress

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang
kental atau berlebihan.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.
3. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi
sputum, dispnea, anoreksia.

3 INTERVENSI (NANDA, NIC- NOC, 2013).


Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kolaborasi

1. 1. Bersihan NNOC: NIC:


Jalan Nafas tidak a. Respiratory status : Airway Suction
efektif Ventilation a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
Faktor b. Respiratory status : Airway b. Berikan O2 ……l/mnt, metode………
yang berhubungan patency c. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
dengan: Setelah dilakukan tindakan setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakheal
a. Lingkungan : perokok keperawatan selama
AiAirway Managemen
pasif, mengisap aspa, ……..pasien menunjukkan a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
merokok keefektifan jalan nafas ventilasi
b. Obstruksi jalan nafas C: Kriteria Hasil : b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
spasme jalan nafas, a. Mendemonstrasikan batuk c. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
sekresi tertahan, efektif dan suara nafas yang d. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
banyaknya mukus, bersih, tidak ada sianosis dan tambahan
adanya jalan nafas dyspneu (mampu e. Berikan bronkodilator bila perlu
buatan, sekresi bronkus, mengeluarkan sputum,
f. Monitor status hemodinamik
adanya eksudat di bernafas dengan mudah, g. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
alveolus, adanya benda tidak ada pursed lips) Lembab
asing di jalan nafas. b. Menunjukkan jalan nafas h. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
c. Fisiologis: Jalan napas yang paten (klien tidak keseimbangan.
alergik, asma, penyakit merasa tercekik, irama nafas, i. Monitor respirasi dan status O2
paru obstruktif kronik, frekuensi pernafasan dalam j. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
hiperplasi dinding rentang normal, tidak ada penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
bronchial, infeksi, suara nafas abnormal)
disfungsi neuromuskularc. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah faktor yang
penyebab.
v

2. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Faktor yanga. Self Care : ADL a. Observasi adanya pembatasan klien dalam
berhubungan : b. Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
a. Tirah Baring atau
c. Konservasi eneergi b. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
imobilisasi Setelah dilakukan tindakan kelelahan
b. Kelemahan menyeluruh keperawatan selama
c. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
c. Ketidakseimbangan …. Pasien bertoleransi adekuat
antara suplei oksigen terhadap aktivitas dengan d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
dengan kebutuhan Kriteria Hasil : emosi secara berlebihan
d. Gaya hidup yanga. Berpartisipasi dalam
e. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
dipertahankan. aktivitas fisik tanpa disertai (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis,
peningkatan tekanan darah, pucat, perubahan hemodinamik)
nadi dan RR f. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
b. Mampu melakukan aktivitas pasien
sehari hari (ADL’s) secara g. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
mandiri Medik dalam merencanakan progran terapi yang
c. Keseimbangan aktivitas dan tepat.
istirahat h. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
d. Mampu berpindah dengan yang mampu dilakukan
atau tanpa bantuan alat i. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
e. Level kelemahan sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
f. Energy psikomotor sosial
g. Status kardiopulmonary j. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
adekuat sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
h. Sirkulasi status baik diinginkan
i. Status respirasi : pertukaran
k. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
gas dan ventilasi adekuat seperti kursi roda, krek
l. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
m. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
n. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
o. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
p. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
q. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
3. 2. Gangguan nutrisi, NOC: NIC :
a. Nutritional status: Adequacy
kurang dari kebutuhan Nutrition Managemen
tubuh of nutrient a. Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan b.: Nutritional Status : food and
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Ketidakmampuan untuk Fluid Intake jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
memasukkan atau
c. Nutritional Status : nutrient
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe,
mencerna nutrisi oleh intake Vitamin C dan Protein
karena faktor biologis,d. Weight Control d. Berikan substansi gula
psikologis atau ekonomi. Setelah dilakukan tindakan e. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
keperawatan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
selama….nutrisi kurang
f. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
teratasi dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Kriteria hasil : g. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
a. Adanya peningkatan BB makanan harian.
sesuai dengan tujuan h. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
b. BBI sesuai dengan tinggi i. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
badan j. Kaji kemampuan pasien untuk mendaptakn
c. Mampu mengidentifikasi nutrisi yang dibutuhkan
kebutuhan nutrisi Nutrition Monitoring:
d. Tidak ada tanda- tanda a. BB pasien dalam batas normal
malnutrisi b. Monitor adanya penurunan BB
e. Menunjukkan penigkatan c. Monitor lingkungan selama makan
fungsi pengecapan dari
d. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
menelan dilakukan
f. Tidak terjadi penurunan BB e. Monitor interaksi anak atau orang tua selama
yang berarti makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
k. Monitor intake nuntrisi
l. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral
m. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) adalah suatu kondisi dimana aliran
udara pada paru tersumbat secara terus-menerus. Gangguan yang penting adalah bronkhitis
kronis, a bronkhial( Arif Muttaqin, 2008: 156 ).

Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak
menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyebab COPD :

 Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan emfisema.
 Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia.
 Polusi oleh zat- zat pereduksi.
 Faktor keturunan.
 Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.

B. SARAN

 Diharapkan Pembaca dapat mengerti tentang COPD dan mencegahnya dan deteksi
dinipadapenyakitini.
 Perawat dan tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat memberikanpenanganan yang
tepatuntukmengatasipenyakit COPD.
 Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu mencegah faktor pencetus seperti asap
rokok, polusi udara dan lain-lain agar tidak terkena PPOK. Karena mengingat penderita akan
mengalami sakit yang berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan penderita.
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit paru-paru obstruktif kronis ( chronic obstructive pulmonary diseases-


COPD ) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPD adalah : Bronkhitis Kronis, Emfisema Paru-Paru, dan Asma
Bronkhial. Sering juga penyakit ini disebut dengan ‘chronic airflow limitation(CAL)’
dan chronic obstructive lung diseases (COLD)’.
Adapun penyakit pada COPD atau PPOM mencakup 3 macam penyakit yaitu :
Bronkhitis Kronis, Emfisema Paru dan Asma Bronkhial.
Bronkhitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan
mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan
pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam
dua tahun berturut-turut. Definisi ini tidak mencakup penyakit-penyakit seperti bronkiektasis
dan tuberculosis yang juga menyebabkan batuk kronik dan pembentukan sputum. Sputum
yang terbentuk pada bronchitis kronik bisa mukoid atau mukopurulen.
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai
oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi dinding
alveolar.
Asma merupakan suatu bentuk penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang
trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan jalan napas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BRONKHITIS KRONIS
1. Definisi
Bronkhitis akut adalah radang pada bronkus yang biasanya mengenai trakhea dan
laring, sehingga sering dinamai dengan laringo tracheobronchitis. Radang ini dapat timbul
sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya
pada morbili, pertusis, difteri, dan tifus abdominalis.
Istilah bronchitis kronik menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun
(berlangsung lama) dan disebabkan oleh beberapa factor, meliputi factor yang berasal dari
luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri. Bronchitis kronis merupakan keadaan yang
berkaitan dengan produksi mukus trakheabronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan
batuk yang terjadi paling sedikit selama 3 bulan dalam waktu 1 tahun untuk lebih dari 2 tahun
secara berturut-turut.
Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis akut.
walaupun demikian, seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut pada penyakit
bronchitis kronis. Hal tersebut menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus
yang tidak normal. infeksi sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih
banyak sehingga akan memperburuk keadaan.

2. Etiologi
Terdapat tiga jenis penyebab bronchitis akut, yaitu:
1. Infeksi: staphylococcus (stafilokokus), streptococcus (Streptokokus), Pneumococcus
(pneumokokus), Haemophilus influenzae.
2. Alergi
3. Rangsangan lingkungan, misalnya : asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dll.
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat
tubuh, yaitu :
 Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
 Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
 Dilatasi bronchus (Bronkhiekstasi), menyebabklan gangguan sususnan dan fungsi dinding
bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
 Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase
lendir terganggu. kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.

3. Patofisiologi
Serangan bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul
kembali sebagai Eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. pada umumnya, virus merupakan
awal dari serangan bronchitis akut pada infeksi saluran nafas bagian atas. dokter akan
mendiagnosis bronchitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi
sputum selam kurang lebih 3 bulan dalam 1 tahun atau paling sedikit dalam dua tahun
berturut-turut.
Serangan bronchitis disebabkan karena, tubuh terpapar agen infeksi maupun
noninfeksi (terutama rokok). iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan
timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa,
dan bronkospasme. Tidak seperti enfisema bronchitis lebih mempengaruhi jalan napas kecil
dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronchitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronchitis kronis akan mengalami :
 Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus pada bronchus besar sehingga meningkatkan
produksi mucus.
 Mukus lebih kental
 Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunka mekanisme pembersihan mucus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucociliary defence’,
yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mucus dan siliari. Pada pasien dengan
bronchitis akut, system mucus siliari defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih
mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mucus akan
meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding bronchial meradang , menebal (seringkali
sampai dua kali ketebalan normal, dan mengeluarkan mucus kental. Adanya mucus kental
dari dinding bronchial dan mucus yang dihasilkan kelenjar mucus dalam jumlah banyak akan
menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis
kronis mula–mula hanya mempengaruhi bronchus besar, namun lambat laun akan
memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara
terperangakap pada bagian distal dari paru – paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolus, hipoksia, dan asidosis pasien mengalami kekuarangan O2 jaringan dan
ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PO2. Kerusakan ventilasi
juga dapat meningkatkn nilai PCO2 sehingga pasien terlihat cianosis. Sebagai kompensasi
dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum
yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi
pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive
Heart Fairlure).

4. Manifestasi Klinik
1. Penampilan umum: cenderung overweight, sioanosis akibat pengaruh sekunder polisitemia,
edema (akibat CHF kanan), dan barrel chest.
2. Usia: 45-65 tahun.
3. Pengkajian:
 Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi ,dispnea dalam beberapa keadaan,variable
wheezing pada saat ekspirasi,serta seringnya infeksi pada sistem resirasi.
 Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
4. Jantung : pembesaran jantung ,cor pulmonal,dan Hematokrit > 60%.
5. Riwayat merokok positif (+)

5. Manajemen Medis
Pengobatan utama di tunjukan untuk mencegah ,mengontrol infeksi,dan
meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih.pengobatan yang di berikan adalah sebagai
berikut:
 Antimikrobial
 postural drainase
 Bronchodilator
 Aerosolized Nebulizer
 Surgical Interventi

B. EMFISEMA PARU-PARU
1. Definisi
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang di tandai
oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan.Sesuai dengan
difinisi tersebut,maka dapat di katakan bahwa tidak termaksud emfisema jika di temukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus)tampa di sertai
adanya destruksi jaringan.Namun,keadaan tersebut hanya sebagai‘overinflation’
2. Patogenesis
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema yaitu:
a) Hilangnya elastisitas paru-paru
Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran nafas
kecil dengan cara merusak serabut elastin,sebagai akibatnya, kantungan alveolus
kehilangan elastisitas dan jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa
alveoli menjadi rusak dan yang lainnya kemmungkinan menjadi membesar.
b) Hiperinflasi paru-paru
Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali ke
posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c) Terbentuknya bullae
Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruang
tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat di lihat pada pemeriksaan pada X-
ray.
d) Kolapsnya jalan napas kecil dan udara terperangkap.
Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks akan
menyebabkan kolapsnya jalan napas.

3. Tipe Emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema :
a) Emfisema sentriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus,bisanya
pada daerah paru-paru atas.inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetap I
biasanya kantung alveolus bersisa.
b) Emfisema panlobular (panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-
paru bagian bawah.tipe ini sering disebut centriacinar emfisema,sering kali timbul pada
perokok.panacinar timbul pada orang tua dan pasien dengan defisiensi enzim alpha-
antitripsin.
c) Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian yang mengakibatan isolasi blebs (udara dalam alveoli)
sepanjang perifer paru-paru.paraseptal emfisema dipercaya sebagai dari pneumotorak
spontan. Pada keadaan lanjut,terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner dan sering
kali timbul Cor pulmonal (CHF bagian kanan ).
4. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang
akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.perjalanan udara akan terganggu
akibat dari perubahan ini. kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan
akibatkan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli,jalan napas kolaps
sebagian,dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil.pada saat alveoli dan septum
kolaps,vudara akan tertahan di antara ruangan alveolus (disebut blebs) dan di
antara parenkim paru-paru (disebut bullae) .proses ini akan menyebabkan peningkatan
ventilator pada ‘dead space’atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja
napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk
melakukan pertukaran O² dan CO².Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-
paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi dengan usia,tetapi jika hal ini timbul pada
pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.

C. ASMA BRONKHIAL
1. Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang
dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.

2. Tipe Asma
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik,dan campuran (mixed):
a. Asma alergik/ekstrintik, merupakan suatu jenis asma dengan yang disebabkan oleh alergen
(misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dan lain-lain). Alergen yang
paling umum adalah alergen yang perantaraan penyebarannya melalui udara (air borne) dan
allergen yang muncul secara musiman (season). Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ekzema atau rhinitis alergi.
Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai
saat kanak-kanak.
b. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsik,merupakan jenis asma yang tidak berhubungan
secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperticommon cold, infeksi saluran
napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan asma.
Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan)
juga dapat berperan factor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonallergic dapat menjadi
lebih berat dan seringkali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis
dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma
campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun)
c. Asma campuran (mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan.
Dikarakteristikkan dengan batuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergic.

3. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu hal yang
seringkali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronchus.
Bronkhus penderita asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi.
Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,
metabolism, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering
menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebur
adalah :
a. Allergen utama: debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan dan polutan
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuara yang ekstrim
e. Aktivitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti:refluks gastro esophagus

4. Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri atas triad : dispnea, batuk dan mengi (bengek atau sesak napas).
Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada. Hl tersebut terjadi jika
penderita menganggap penyakittnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak napas,
maka perawat harus yakin bahwa pasien bukan menderita asma.
Gambaran klinis pasien yang menderita asma:
a. Gambaran objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti di
bawah ini :
 Sesak nafas prah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
 Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.
 Bernafas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
 Sianosis,takikardia,sesak,gelisah,dan pulsus paradoksus.
 Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
b. Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkansukar
bernafas,sesak dan anoreksia.
c. Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas,takut,mudah tersinggung,dan
kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.

5. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B.Ssma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast.sebagian besar allergen yang menimbulkan asma bersifatairborne.Alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu
menimbulkan gejala asma.namun dilain kasus terdapat pasien yang sangt responsive,
sehingga sejumlah kecil allergen masuk dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi
penyakit yang jelas.
Obat yang paling berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah aspirin, bahan
pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Simdrom khusus pada
sistem pernapasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat
pula dilihat pada masa kanak- kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial lalu menjadi rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan pemberian
obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang akan terbentuk terhadap
antigen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme terjadinya bronkospasme oleh aspirin ataupun
obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang
diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi
jalan napas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan reaktivitas jalan
napas. Oleh karena itu, antagonis beta-adrenergik harus dihindarkan pada pasien tersebut.
Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam
industry makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada
pasien yang sensitive. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan
natrium bisulfit, natrium sulfit, dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti salad, buah segar
kentang, kerang, dan anggur.
Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab internal pasien
akan mengakibatkan dikeluarkannya substansi pada alergi yang sebetulnya merupakan
mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamine, bradikinin,
dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya
otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekresi mukus seperti terlihat
pada gambar berikut ini.

6. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronchial:
a. Diagnosis status asmatikus. Factor penting yang harus diperhatikan adalah :
1) Waktu terjadinya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan.
b. Pemberian obat bronkodilator.
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Setelah serangan mereda:
1) Cari factor penyebab
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.

7. Obat-obatan
a. Beta Agonists
Beta agonist (β-adrenergic agents) merupakan jenis obat yang diberikan paling awal yang
digunakan dalam pengobatan asma. Hal tersebut dikarenakan obat ini bekerja dengan cara
mendilatasikan otot polos. Agen adrenergic juga meningkatkan pergerakan silia, menurunkan
mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatkan efek bronkolasi dari kortikosteroid.
Agen adrenergic yang sering digunakan antara lain epineprin, albuterol, metaproterenol,
isoproterenol, isoetharine, dan terbutaline. Biasanya diberikan secra parenteral atau inhalasi.
cara
b. Bronkodilator
Pada kasus penyakit asma, bronkodilator tidak digunakan secara oral tetapi dipakai secara
inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik,maka sebaiknya diberikan aminophilin secara parenteral. Demikian
sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin secara oral maka
sebaliknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronkodilator simpatomimetik berefek samping menimbulkan takikardia
sehingga penggunaan parenteral pada orang tua harus dilakukan denga hati-hati. Obat jenis
ini pun berbahaya pada pasien dengan penyakit hipertensi, kardiovaskelr dan serebrovaskuler.
Pada orang dewasa, bronkodilator diberikan bersama 0.3 ml larutan epinefrin 1 : 1000
(perbandingan tersebut adalah perbandingan epinefrin dengan pengenceran 10-3) secara
subkutan. Sedangkan pada anak-anak diberikan bronkodilator sebanyak 0,01 mg/kg BB
subkutan (1 mg permil) dan dapat diulang tiap 30 menit sebanyak 2-3 kali atau sesuai
kebutuhan.
Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik yang selektif terhadap
adrenoreseptor (orsiplendin, salbutamol, Tebutalin, Ispenturin, dan Fenoterol). Selain itu,
obat-obatan tersebut mempunyai sifat yang lebih efektif dengan masa kerja lebih lama dan
efek samping lebih kecil daripada bentuk nonselektif (Adrenalin, Efedrin, dan Isoprnedlin).
Obat-obat bronkodilator yang diberikan dengan aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemiknya lebih kecil. Campuran tersebut baik digunakan untuk sesak napas berat
pada anak-anak dan dewasa. Untuk menggunakannya, mula-mula diberikan sebanyak sedotan
metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan, maka
dapat diulang tiap empat jam dan jika tidak ada pebaikan selama 10-15 menit segera berikan
Aminophilin dengan perlahan disuntikkan secara intravena. Pemberian Aminophilin dengan
perlahan disuntikkan secara intravena dalam durasi 5-10 menit. Efek samping yang timbul
jika diberikan secara tidak perlahan adalah menurunnya tekanan darah. Dosis awal yang
diberikan sebesar 5-6 mg/kg BB untuk orang dewasa dan anak-anak. Sedangkan dosis
penunjang yang diberikan adalah sebesar 0,9 mg/kgBB/jam secara infus.
c. Kortikosteroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan maka pengobatan
dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortion secara oral atau dengan dosis 3-4 mg ]/kg BB
intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai
serangan akut terkontrol dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednisone atau dengan dosis 1-
2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepatan aliran O 2-
4 liter/menit yang dialirkan melalui air untuk memberikan kelembapan obat ekspetoran
seperti gliserolguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi. Oleh karena itu
antara cairan per oral dan infus harus cukup dan sesuai dengan prinsip dehidrasi. Antibiotik
diberikan hanya bila ada infeksi.

D. Mekanisme Terjadinya Obstruksi pada COPD


a. Intraluminer
Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus
tertutup oleh secret yang berlebihan.
b. Intramular
Dinding bronkus menebal, akibatnya:
 Kontraksi otot-otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada asma
 Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus
 Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis dan asma.
c. Ekstramular
Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan paru
mengakibatkan hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah dengan hiperinflamasi
jeringan paru menyebabkan penyempitan saluran napas.

1. Manifestasi Klinis COPD


COPD merupakan penyakit obstruksi saluran napas, terjadi sedikit demi sedikit,
bertahun tahun, biasanya dimulai pada seorang penderita perokok berumur 15-25 tahun
produktivitasnya menurun dan timbul perubahan pada saluran pernapasan kecil dan fungsi
paru mulai berubah pula. Umur 35-45 tahun timbul batuk produktif. Umur 45-55 tahun
timbul sesak napas, hipoksemia dan perubahannya pada pemeriksaan spirometri. Sering
berulang-ulang mendapat infeksi saluran pernapasan bagian atas sehingga sering kali tidak
dapat bekerja. Umur 55-65 tahun sudah ada kor pulmonal yang dapat menyebabkan
kegagalan pernapasan dan meninggal dunia.
Semua penyakit pernapasan dikarakteristikkan oleh obstruksi kronis pada aliran
udara. Penyebab utama obstruksi bermacam-macam., misalnya ;
 Inflamasi jalan napas
 Pelengketan mukosa
 Penyempitan lumen jalan napas
 Kerusakan jalan napas
 Takipnea

 Ortopnea

2. Pemeriksaan Diagnostik COPD


Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis sangat membantu dalam menegakan atau menyokong
diagnosis
dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
b. Pemeriksaan Faal Paru
Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev folume ekspirasi kuat
mengalami penurunan menjadi kurang dari 20 %.
c. Analisis Gas Darah
Pada pemeriksaan gas darah arteri PH <> 45 mmHg, sedangkan yang normal PH 7,35- 7,45
dan PaCO2 35-45 mmHg, serta pO2 75-100 mmHg.
d. Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram)

3. Penatalaksanaan COPD
Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsipnya adalah untuk meringankan keluhan
simptomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi paru dan usaha pencegahan harus
dilakukan seperti penghentian merokok, menghindari polusi udara.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian bronkodilator
1)Teoillin
Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan per oral.
2)Agonis B2
Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan kombinasi obat secara
aerosol maupun oral, sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih kuat.
b. Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi saluran
pernapasan.
c. Mengurangi retraksi usus
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus, merupakan pengobatan yang utama dan
penting pada pengelalaan COPD. Untuk itu dapat dilakukan :
 Minum air putih yang cukup agar tidak dehidrasi.
 Ekspektoran.
 Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan ammonium klorida
 Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencer sputum.
 Mukolitik.
 Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.
d. Fisioterafi dan rehabilitasi
Berguna untuk :
 Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan
 Memperbaiki efisiensi ventilasi
 Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis.

4. Komplikasi COPD
Komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :
a. Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi asidosis respirasi.
b. Retensi co2
c. Menurunnya saturasi O2
d. Hematologik : polisitemia
e. Ulkus peptikum, terjadinya sukar diketahui
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga
manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan
sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
 Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
 Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
 Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
 Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
 Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
 Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang
patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
 Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
 Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
 Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
 Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
 Apakah tampak sianosis?
 Apakah vena leher pasien tampak membesar?
 Apakah pasien mengalami edema perifer?
 Apakah pasien batuk?
 Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
 Bagaimana status sensorium pasien?
 Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

2. Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan produksi secret, sekresi tertahan , tebal,
sekresi kental.

b) Kerusakan Pertukaran Gas b/d Gangguan suplai oksigen (Obstruksi jalan napas, spasme
bronkhus, jebakan udara)
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia , mual /muntah
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.

3. Intervensi dan Rasional


1. Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan produksi secret, sekresi tertahan , tebal,
sekresi kental.
Mandiri
 Intervensi : Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkhus terjadi denga obstruksi jalan napas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran, krekels basah (bronkitis)
; Bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas(asma
berat).
 Intervensi : Kaji frekuensi pernapasan
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stress/ adanya proses infeksi akut . pernapasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang di banding inspirasi.
 Intervensi : Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot bantu
pernapasan
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses
akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
 Intervensi : Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk
bernapas. Sokongan tangan atau kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu
menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
 Intervensi : Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mmentriger episode
akut
 Intervensi : Dorong latihan napas abdomen
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
 Intervensi : Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala dibawah setrelah
perkusi dada.
 Intervensi : Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran.
 Intervensi : Berikan air hangat
Rasional : Pengunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapatr
meningkatkan distensi gaster dan tekanan diagfragma.
Kolaborasi :
 Intervensi : Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid,
oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
Rasional : - Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas,
mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi.
- Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos denga peningkatan langsung siklus AMP.
Dapat juga menurunkan kelemahan otot/ kegagalan pernapasan dengan meningkatkan
kontraktilitas diagfragma.
- Menurunkan inflamsi jalan napas local dan edema dengan menghambat efek histamine dan
mediator lain.
 Intervensi : Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik
Rasional : Kotiksteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi / menghambat pengeluaran histamine
menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan napas, inflamasi pernapasan, dispnea.
 Intervensi : Fisioterapi dada
Rasional : Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan
memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru. Catatan: dapat meningkatkan spasme
bronkus pada asma
 Intervensi : Awasi GDA, foto dada, nadi oksimetri
Rasional : Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi


Mandiri :
 Intervensi :Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan dan /atau kronisnya proses penyakit
 Intervensi : Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah
untuk bernapas
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas.
 Intervensi : Kaji kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
 Intervensi : Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan
napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak afektif.

 Intervensi : Auskulatasi bunyi nafas


Rasional : Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya
mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekels basah menyebar
menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
 Intervensi : Palpasi fremitus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak
 Intervensi : Awasi tingkat kesadaran/status mental
Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.
 Intervensi : Batasi aktivitas pasien
Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan
masih penting dari program pengobatan.
 Intervensi : Awasi Tanda Vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia. Distrimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
Kolaborasi :
 Intervensi : Awasi GDA dan nadi oksimetri
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis, emfisema) dan PaO2 secra umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan : PaCO2 “normal” atau
meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama astemik.

 Intervensi : Berikan oksigen sesuai indikasi


Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.

 Intervensi : Berikan penekan SSP (antiansietas, sedatif atau narkotik)


Rasional :Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal napas.
 Intervensi : Bantu intubasi, berikan ventilasi mekanik
Rasional : Terjadinya/kegagalan napas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan
hidup.

c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,


produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Mandiri :
 Intervensi : Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
Rasional : pasien distress pernapasan akut sering anoksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan
pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. sebagai
akibat pasien sering masuk rumah sakit dengan beberapa derajat malnutrisi. Orang yang
mengalami emfisema sering kurus dengan perototan kurang.
 Intervensi : Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan/ hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (
komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan
makanan buruk, penurunan aktifitas, dan hipoksemia.
 Intervensi : Berikan perawatan oral sering
Rasional : Rasa tak enak, baud an penampilan adalah pencegahan utama terhadap nafsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
 Intervensi : Berikan porsi makan kecil tapi sering
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan
untuk menigkatkan masukan kalori total.

 Intervensi : Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat


Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang menggangu napas abdomen dan gerakan
diagfragma, dan dapat menigkatkan dispnea .
 Intervensi : Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
Rasional : suhu ekstrem dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme batuk.
 Intervensi : Timbang Berat Badan
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi . Catatan: penurunan berat badan dapat berlanjut,
meskipun masukan ade kuat sesuai teratasinya edema.
Kolaborasi :
 Intervensi : Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
Rasional : Metode makan dan kebutuhan kalori di dasarkan pada situasi / kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien / penggunaan energi.
 Intervensi :Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum, Transferin, profit asam amino, besi
pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan
vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
Rasional : Mengevaluasi / mengatasi kekurangan dan mengawasi ke efektifan terapi nutrisi.
 Intervensi : Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
Rasional : menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan menigkatkan masukan.

3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi


Mandiri :
 Intervensi : Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan/atau dehidrasi.
 Intervensi : Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan
adekuat
Rasional : Aktivitas ini meningkatkan mobilitas dan pengeluaran secret untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi paru.
 Intervensi : Observasi warna, karakter, bau sputum
Rasional : Sekret berbau,kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
 Intervensi : Awasi pengunjung
Rasional : Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.
 Intervensi: Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci tangan
yang benar.
Rasional : Mencegah penyebaran pathogen melalui cairan.

 Intervensi : Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat


Rasional : Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan
pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
 Intervensi : Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
Kolaborasi :
 Intervensi : Dapatkan spesimen sputum
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasi organism penyebab dan kerentanan terhadap berbagai
antimicrobial.

 Intervensi : Berikan antimikrobial sesuai indikasi


Rasional : Dapat diberikan untuk organism khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas
atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.

4) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.


Mandiri
 Intervensi : Jelaskan proses penyakit
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan .perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.

 Intervensi : Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif


Rasional : Napas biibir dan napas abdominal/diafragmatik menguatkan otot pernapasan, membantu
meminimalkan kolaps jalan napas kecil, dan memberikan individu arti untuk mengontrol
dispneu. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa
sehat.

 Intervensi : Diskusikan efek samping dan reaksi obat


Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping
hampir sama dan potensial interaksi obat. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara
efek samping mengganggu (obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin
dihentikan/diganti).
 Intervensi : Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
Rasional : Pemberian yang tepat obat meningkatkan penggunaaan dan keefektifan.

 Intervensi : Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut


Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran
napas atas.
 Intervensi : Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif
Rasional : Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas.
 Intervensi :Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu kering, asap,
polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan/meningkatkan iritasi bronchial menimbulkan
peningkatan produksi secret dan hambatan jalan napas.

 Intervensi : Jelaskan efek, bahaya merokok


Rasional : Penghentian merokok dapat memperlambat/menghambat kemajuan PPOM. Namun,
meskipun pasien ini menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan
pengawasan medik.
 Intervensi :Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode istirahat
Rasional : Mempunyai pengetahuan ini dapat memampukan pasien untuk membuat pilihan/keputusan
informasi untuk menurunkan dispneu, memaksimalkan tingkat aktivitas, melakuakan
aktivitas yang diinginkan, dan mencegah komplikasi.
 Intervensi : Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan
kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.
 Intervensi : Diskusikan cara perawatan di rumah jika pasien diindikasikan pulang
Rasional : Memberikan kelanjutan perawatan. Dapat membantu menurunkan frekuensi perawatan di
rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai