ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi metabolik
c. Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur dan istirahat
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
f. Pola hubungan sesama
g. Pola reproduksi seksualitas
h. Pola koping dan toleransi terhadap stress
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang
kental atau berlebihan.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.
3. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi
sputum, dispnea, anoreksia.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) adalah suatu kondisi dimana aliran
udara pada paru tersumbat secara terus-menerus. Gangguan yang penting adalah bronkhitis
kronis, a bronkhial( Arif Muttaqin, 2008: 156 ).
Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak
menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyebab COPD :
Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan emfisema.
Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia.
Polusi oleh zat- zat pereduksi.
Faktor keturunan.
Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.
B. SARAN
Diharapkan Pembaca dapat mengerti tentang COPD dan mencegahnya dan deteksi
dinipadapenyakitini.
Perawat dan tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat memberikanpenanganan yang
tepatuntukmengatasipenyakit COPD.
Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu mencegah faktor pencetus seperti asap
rokok, polusi udara dan lain-lain agar tidak terkena PPOK. Karena mengingat penderita akan
mengalami sakit yang berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan penderita.
BAB I
PENDAHULUAN
2. Etiologi
Terdapat tiga jenis penyebab bronchitis akut, yaitu:
1. Infeksi: staphylococcus (stafilokokus), streptococcus (Streptokokus), Pneumococcus
(pneumokokus), Haemophilus influenzae.
2. Alergi
3. Rangsangan lingkungan, misalnya : asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dll.
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat
tubuh, yaitu :
Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
Dilatasi bronchus (Bronkhiekstasi), menyebabklan gangguan sususnan dan fungsi dinding
bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase
lendir terganggu. kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
3. Patofisiologi
Serangan bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul
kembali sebagai Eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. pada umumnya, virus merupakan
awal dari serangan bronchitis akut pada infeksi saluran nafas bagian atas. dokter akan
mendiagnosis bronchitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi
sputum selam kurang lebih 3 bulan dalam 1 tahun atau paling sedikit dalam dua tahun
berturut-turut.
Serangan bronchitis disebabkan karena, tubuh terpapar agen infeksi maupun
noninfeksi (terutama rokok). iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan
timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa,
dan bronkospasme. Tidak seperti enfisema bronchitis lebih mempengaruhi jalan napas kecil
dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronchitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronchitis kronis akan mengalami :
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus pada bronchus besar sehingga meningkatkan
produksi mucus.
Mukus lebih kental
Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunka mekanisme pembersihan mucus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucociliary defence’,
yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mucus dan siliari. Pada pasien dengan
bronchitis akut, system mucus siliari defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih
mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mucus akan
meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding bronchial meradang , menebal (seringkali
sampai dua kali ketebalan normal, dan mengeluarkan mucus kental. Adanya mucus kental
dari dinding bronchial dan mucus yang dihasilkan kelenjar mucus dalam jumlah banyak akan
menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis
kronis mula–mula hanya mempengaruhi bronchus besar, namun lambat laun akan
memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara
terperangakap pada bagian distal dari paru – paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolus, hipoksia, dan asidosis pasien mengalami kekuarangan O2 jaringan dan
ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PO2. Kerusakan ventilasi
juga dapat meningkatkn nilai PCO2 sehingga pasien terlihat cianosis. Sebagai kompensasi
dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum
yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi
pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive
Heart Fairlure).
4. Manifestasi Klinik
1. Penampilan umum: cenderung overweight, sioanosis akibat pengaruh sekunder polisitemia,
edema (akibat CHF kanan), dan barrel chest.
2. Usia: 45-65 tahun.
3. Pengkajian:
Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi ,dispnea dalam beberapa keadaan,variable
wheezing pada saat ekspirasi,serta seringnya infeksi pada sistem resirasi.
Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
4. Jantung : pembesaran jantung ,cor pulmonal,dan Hematokrit > 60%.
5. Riwayat merokok positif (+)
5. Manajemen Medis
Pengobatan utama di tunjukan untuk mencegah ,mengontrol infeksi,dan
meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih.pengobatan yang di berikan adalah sebagai
berikut:
Antimikrobial
postural drainase
Bronchodilator
Aerosolized Nebulizer
Surgical Interventi
B. EMFISEMA PARU-PARU
1. Definisi
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang di tandai
oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan.Sesuai dengan
difinisi tersebut,maka dapat di katakan bahwa tidak termaksud emfisema jika di temukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus)tampa di sertai
adanya destruksi jaringan.Namun,keadaan tersebut hanya sebagai‘overinflation’
2. Patogenesis
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema yaitu:
a) Hilangnya elastisitas paru-paru
Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran nafas
kecil dengan cara merusak serabut elastin,sebagai akibatnya, kantungan alveolus
kehilangan elastisitas dan jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa
alveoli menjadi rusak dan yang lainnya kemmungkinan menjadi membesar.
b) Hiperinflasi paru-paru
Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali ke
posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c) Terbentuknya bullae
Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruang
tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat di lihat pada pemeriksaan pada X-
ray.
d) Kolapsnya jalan napas kecil dan udara terperangkap.
Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks akan
menyebabkan kolapsnya jalan napas.
3. Tipe Emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema :
a) Emfisema sentriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus,bisanya
pada daerah paru-paru atas.inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetap I
biasanya kantung alveolus bersisa.
b) Emfisema panlobular (panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-
paru bagian bawah.tipe ini sering disebut centriacinar emfisema,sering kali timbul pada
perokok.panacinar timbul pada orang tua dan pasien dengan defisiensi enzim alpha-
antitripsin.
c) Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian yang mengakibatan isolasi blebs (udara dalam alveoli)
sepanjang perifer paru-paru.paraseptal emfisema dipercaya sebagai dari pneumotorak
spontan. Pada keadaan lanjut,terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner dan sering
kali timbul Cor pulmonal (CHF bagian kanan ).
4. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang
akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.perjalanan udara akan terganggu
akibat dari perubahan ini. kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan
akibatkan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli,jalan napas kolaps
sebagian,dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil.pada saat alveoli dan septum
kolaps,vudara akan tertahan di antara ruangan alveolus (disebut blebs) dan di
antara parenkim paru-paru (disebut bullae) .proses ini akan menyebabkan peningkatan
ventilator pada ‘dead space’atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja
napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk
melakukan pertukaran O² dan CO².Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-
paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi dengan usia,tetapi jika hal ini timbul pada
pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.
C. ASMA BRONKHIAL
1. Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang
dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
2. Tipe Asma
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik,dan campuran (mixed):
a. Asma alergik/ekstrintik, merupakan suatu jenis asma dengan yang disebabkan oleh alergen
(misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dan lain-lain). Alergen yang
paling umum adalah alergen yang perantaraan penyebarannya melalui udara (air borne) dan
allergen yang muncul secara musiman (season). Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ekzema atau rhinitis alergi.
Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai
saat kanak-kanak.
b. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsik,merupakan jenis asma yang tidak berhubungan
secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperticommon cold, infeksi saluran
napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan asma.
Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan)
juga dapat berperan factor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonallergic dapat menjadi
lebih berat dan seringkali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis
dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma
campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun)
c. Asma campuran (mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan.
Dikarakteristikkan dengan batuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergic.
3. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu hal yang
seringkali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronchus.
Bronkhus penderita asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi.
Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,
metabolism, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering
menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebur
adalah :
a. Allergen utama: debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan dan polutan
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuara yang ekstrim
e. Aktivitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti:refluks gastro esophagus
4. Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri atas triad : dispnea, batuk dan mengi (bengek atau sesak napas).
Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada. Hl tersebut terjadi jika
penderita menganggap penyakittnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak napas,
maka perawat harus yakin bahwa pasien bukan menderita asma.
Gambaran klinis pasien yang menderita asma:
a. Gambaran objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti di
bawah ini :
Sesak nafas prah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.
Bernafas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
Sianosis,takikardia,sesak,gelisah,dan pulsus paradoksus.
Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
b. Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkansukar
bernafas,sesak dan anoreksia.
c. Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas,takut,mudah tersinggung,dan
kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.
5. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B.Ssma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast.sebagian besar allergen yang menimbulkan asma bersifatairborne.Alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu
menimbulkan gejala asma.namun dilain kasus terdapat pasien yang sangt responsive,
sehingga sejumlah kecil allergen masuk dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi
penyakit yang jelas.
Obat yang paling berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah aspirin, bahan
pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Simdrom khusus pada
sistem pernapasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat
pula dilihat pada masa kanak- kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial lalu menjadi rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan pemberian
obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang akan terbentuk terhadap
antigen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme terjadinya bronkospasme oleh aspirin ataupun
obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang
diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi
jalan napas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan reaktivitas jalan
napas. Oleh karena itu, antagonis beta-adrenergik harus dihindarkan pada pasien tersebut.
Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam
industry makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada
pasien yang sensitive. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan
natrium bisulfit, natrium sulfit, dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti salad, buah segar
kentang, kerang, dan anggur.
Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab internal pasien
akan mengakibatkan dikeluarkannya substansi pada alergi yang sebetulnya merupakan
mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamine, bradikinin,
dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya
otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekresi mukus seperti terlihat
pada gambar berikut ini.
6. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronchial:
a. Diagnosis status asmatikus. Factor penting yang harus diperhatikan adalah :
1) Waktu terjadinya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan.
b. Pemberian obat bronkodilator.
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Setelah serangan mereda:
1) Cari factor penyebab
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
7. Obat-obatan
a. Beta Agonists
Beta agonist (β-adrenergic agents) merupakan jenis obat yang diberikan paling awal yang
digunakan dalam pengobatan asma. Hal tersebut dikarenakan obat ini bekerja dengan cara
mendilatasikan otot polos. Agen adrenergic juga meningkatkan pergerakan silia, menurunkan
mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatkan efek bronkolasi dari kortikosteroid.
Agen adrenergic yang sering digunakan antara lain epineprin, albuterol, metaproterenol,
isoproterenol, isoetharine, dan terbutaline. Biasanya diberikan secra parenteral atau inhalasi.
cara
b. Bronkodilator
Pada kasus penyakit asma, bronkodilator tidak digunakan secara oral tetapi dipakai secara
inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik,maka sebaiknya diberikan aminophilin secara parenteral. Demikian
sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin secara oral maka
sebaliknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronkodilator simpatomimetik berefek samping menimbulkan takikardia
sehingga penggunaan parenteral pada orang tua harus dilakukan denga hati-hati. Obat jenis
ini pun berbahaya pada pasien dengan penyakit hipertensi, kardiovaskelr dan serebrovaskuler.
Pada orang dewasa, bronkodilator diberikan bersama 0.3 ml larutan epinefrin 1 : 1000
(perbandingan tersebut adalah perbandingan epinefrin dengan pengenceran 10-3) secara
subkutan. Sedangkan pada anak-anak diberikan bronkodilator sebanyak 0,01 mg/kg BB
subkutan (1 mg permil) dan dapat diulang tiap 30 menit sebanyak 2-3 kali atau sesuai
kebutuhan.
Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik yang selektif terhadap
adrenoreseptor (orsiplendin, salbutamol, Tebutalin, Ispenturin, dan Fenoterol). Selain itu,
obat-obatan tersebut mempunyai sifat yang lebih efektif dengan masa kerja lebih lama dan
efek samping lebih kecil daripada bentuk nonselektif (Adrenalin, Efedrin, dan Isoprnedlin).
Obat-obat bronkodilator yang diberikan dengan aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemiknya lebih kecil. Campuran tersebut baik digunakan untuk sesak napas berat
pada anak-anak dan dewasa. Untuk menggunakannya, mula-mula diberikan sebanyak sedotan
metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan, maka
dapat diulang tiap empat jam dan jika tidak ada pebaikan selama 10-15 menit segera berikan
Aminophilin dengan perlahan disuntikkan secara intravena. Pemberian Aminophilin dengan
perlahan disuntikkan secara intravena dalam durasi 5-10 menit. Efek samping yang timbul
jika diberikan secara tidak perlahan adalah menurunnya tekanan darah. Dosis awal yang
diberikan sebesar 5-6 mg/kg BB untuk orang dewasa dan anak-anak. Sedangkan dosis
penunjang yang diberikan adalah sebesar 0,9 mg/kgBB/jam secara infus.
c. Kortikosteroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan maka pengobatan
dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortion secara oral atau dengan dosis 3-4 mg ]/kg BB
intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai
serangan akut terkontrol dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednisone atau dengan dosis 1-
2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepatan aliran O 2-
4 liter/menit yang dialirkan melalui air untuk memberikan kelembapan obat ekspetoran
seperti gliserolguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi. Oleh karena itu
antara cairan per oral dan infus harus cukup dan sesuai dengan prinsip dehidrasi. Antibiotik
diberikan hanya bila ada infeksi.
Ortopnea
3. Penatalaksanaan COPD
Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsipnya adalah untuk meringankan keluhan
simptomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi paru dan usaha pencegahan harus
dilakukan seperti penghentian merokok, menghindari polusi udara.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian bronkodilator
1)Teoillin
Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan per oral.
2)Agonis B2
Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan kombinasi obat secara
aerosol maupun oral, sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih kuat.
b. Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi saluran
pernapasan.
c. Mengurangi retraksi usus
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus, merupakan pengobatan yang utama dan
penting pada pengelalaan COPD. Untuk itu dapat dilakukan :
Minum air putih yang cukup agar tidak dehidrasi.
Ekspektoran.
Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan ammonium klorida
Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencer sputum.
Mukolitik.
Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.
d. Fisioterafi dan rehabilitasi
Berguna untuk :
Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan
Memperbaiki efisiensi ventilasi
Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis.
4. Komplikasi COPD
Komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :
a. Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi asidosis respirasi.
b. Retensi co2
c. Menurunnya saturasi O2
d. Hematologik : polisitemia
e. Ulkus peptikum, terjadinya sukar diketahui
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga
manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan
sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang
patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
Apakah tampak sianosis?
Apakah vena leher pasien tampak membesar?
Apakah pasien mengalami edema perifer?
Apakah pasien batuk?
Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
Bagaimana status sensorium pasien?
Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
2. Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan produksi secret, sekresi tertahan , tebal,
sekresi kental.
b) Kerusakan Pertukaran Gas b/d Gangguan suplai oksigen (Obstruksi jalan napas, spasme
bronkhus, jebakan udara)
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia , mual /muntah
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.