Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

KIMIA DASAR

ANALISA KUALITATIF DAN KUANTITATIF


PEWARNA SINTETIS

Disusun oleh :
KELAS B
1. Viki Gilang Ramadhan 26030112130056
2. Fatin Hidayati 26030112140057
3. Happy Hapsari S 26030112130082

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makanan jajanan (street food) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi

makanan jajanan diperkirakan akan terus meningkat, mengingat makin terbatasnya

waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan

jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya enak dan cocok dengan

selera kebanyakan orang. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi makanan

jajanan juga berisiko terhadap kesehatan (Hidayati & Saparinto, 2006).

Keberadaan bahan tambahan makanan adalah untuk membuat makanan

tampak lebih berkualitas, lebih menarik serta rasa dan teksturnya lebih sempurna.

Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya memuaskan bagi

konsumen dan produsen. Sering tidak kita sadari bahwa dalam makanan yang kita

konsumsi sehari-hari ternyata mengandung zat-zat kimia yang bersifat racun, baik itu

sebagai pewarna, penyedap rasa dan bahan campuran lain. Zat-zat kimia ini

berpengaruh terhadap tubuh kita, sehingga kebanyakan kita akan mengetahui

dampaknya dalam waktu yang lama (Eka, 2013).

Beberapa jenis bahan makanan yang diuji Badan Pemeriksaan Obat dan

Makanan (BPOM) mengandung bahan berbahaya seperti pewarna tekstil, kertas, dan

cat (rhodamin b), methanyl yellow, dan amaranth. Pemakaian ini sangat berbahaya

karena bisa memicu terjadinya kanker serta merusak ginjal dan hati yang disebabkan
oleh bahan-bahan yang ditambahkan pada jajanan untuk anak-anak seperti es sirup

atau cendol, minuman ringan seperti limun, kue, gorengan, kerupuk, dan saus sambal

(Eka, 2013).

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi mengenai pengertian dari pewarna sintetis pada makanan

2. Menjelaskan mengenai jenis - jenis dan stuktur kimia pewarna sintetis pada

makanan

3. Mengetahui jenis – jenis pewarna sintetis yang aman untuk makanan

4. Mengetahui metode uji kualitatif dan kuantitatif kandungan pewarna pada

makanan

5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pewarna sintetis pada makanan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pewarna

Menurut Cahyadi (2009), berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat

pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna

alami dan pewarna sintetis. Tanaman dan hewan memiliki warna menarik yang dapat

digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Beberapa pewarna alami yang

berasal dari kunyit, paprika, dan bit digunakan sebagai pewarna pada bahan pangan

yang aman dikonsumsi. Pewarna dari hewan diperoleh dari warna merah yang ada

pada daging.

Menurut Cahyadi (2009), pewarna sintetis merupakan zat warna yang dibuat

melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering terkontaminasi

oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Sebelum mencapai produk akhir,

pembuatan zat pewarna organik harus melalui senyawa antara yang cukup berbahaya

dan senyawa tersebut sering tertinggal dalam produk akhir atau terbentuk senyawa-

senyawa baru yang berbahaya. Menurut Winarno (2002), penggunaan zat pewarna

untuk bahan pangan sering disalahgunakan dengan pemakaian pewarna untuk tekstil

dan kulit. Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan

pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering terkontaminasi oleh arsen atau

logam berat lain.

Adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut sangat berbahaya bagi

kesehatan karena dengan terakumulasinya zat warna tersebut dapat mengakibatkan


terjadinya kanker hati. Zat warna tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran

pencernaan kemudian menuju ke hati untuk diekskresikan tetapi hati memiliki

keterbatasan untuk mengekskresi secara terus menerus (Herman, 2010). Timbulnya

penyalahgunaan dikarenakan ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk

pangan dan harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan

zat pewarna untuk pangan (Cahyadi, 2009).

2.2. Pewarna Sintetis (Buatan)

Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia. Karakteristik

dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki

variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.

Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung

berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila

dibandingkan dengan zat pewarna alami.

Pewarna sintetis merupakan sumber utama pewarna komersial untuk hampir

seluruh industri makanan utama. Karena sifat pewarna sintetis mendasari sifat

kelarutannya dalam air, maka sangatlah mutlak diperlukan untuk mewarnai makanan

yang mengandung air. Jika kelarutannya dalam air kurang sempurna, tentu saja warna

yang diinginkan tidak akan tercapai dengan baik dan menarik. Secara lebih khusus

lagi, pewarna sintetik masih dibagi menjadi dua macam yaitu Dyes dan Lakes.

Perbedaan keduanya berdasarkan bilangan-bilangan rumus kimianya, yaitu kelompok

azo, triarilmetana, quinolin dan lain–lain.


2.2.1 Macam Pewarna Sintetis

a. Dyes

Dyes adalah zat warna yang larut dalam air sehingga larutannya

menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Biasanya

diperjual-belikan dalam bentuk granula (butiran), cairan, campuran warna dan

pasta. Dyes umumnya digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat,

minuman ringan, roti, dan kue-kue produk susu, pembungkus sosis dan lain-

lain. Zat warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam bahan

pangan. Dalam bentuk kering tidak memperlihatkan adanya kerusakan.

b. Lakes

Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari

penyerapan dye pada bahan dasar. Produk-produk makanan yang kadar airnya

terlalu rendah untuk dapat melarutkan dye biasanya menggunakan lakes,

misalnya untuk pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.

Dibandingkan dengan dyes, maka lakes pada umumnya bersifat lebih stabil

terhadap cahaya, kimia dan panas sehinga harga lakes umumnya lebih mahal

daripada harga dyes.

Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai

permitted color atau certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus

menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses

sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media

terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007).


Menurut Joint (FAO/WHO) Expert Committee on Food Additives (JECFA),

zat pewarna sintetis dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus

kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Kelas – kelas Zat Pewarna Sintetis

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88


Tabel 2. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88


2.3. Metode Uji Kualitatif dan Kuanitatif Pewarna

Ada 2. Uji Kuantitatif


(Jenis Pewarna) (Kadar zat pewarna)

Produk yang 1. Uji Kualitatif


diuji

Tidak ada

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Pewarna sintetis Rhodamin B ditemukan dalam produk pangan yang

seharusnya digunakan untuk pewarna tekstil. Walaupun memiliki toksisitas yang

rendah, namun pengkonsumsian dalam jumlah yang besar maupun berulang-ulang

menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada

mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati (Trestiati, 2003).

Analisis pewarna sintetis pada makanan dan minuman dapat dilakukan baik

secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan metode kromatografi

kertas dan spektrofotometri UV Visibel (Aurand, 2003).

2.3.1. Analisa Kualitatif

Identifikasi zat pewarna sintetis pada analisa kualitatif menggunakan metode

Kromatografi Kertas (Papper Chromatografhy) (SNI, 01-2895-1992).

- Analisa Kromatografi Kertas

Prinsip uji bahan Pewarna Tambahan Makanan (BTP) adalah zat warna dalam

contoh makanan/minuman diserap oleh benang wool dalam suasana asam dengan

pemanasan kemudian dilakukan kromatografi kertas Untuk mengetahui jenis zat


pewarna umumnya digunakan metode Kromatografi Kertas. Prinsip kerjanya adalah

kromatografi kertas dengan larutan pengembang (eluen). Setelah zat pewarna

diteteskan diujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-

zat pewarna yang larut dalam air (zat pewarna makanan) lebih jauh dibandingkan

dengan zat pewarna tekstil.Setelah zat pewarna yang diidentifikasi telah diketahui,

maka dapat disimpulkan jenis zat warna yang digunakan pada makanan tersebut.

Kromatografi kertas sesuai untuk pemisahan pewarna, tetapi metode ini

memakan banyak waktu. Selain itu, metode ini memberikan resolusi yang jelek dan

kadang-kadang bercak yang terbentuk tidak terdeteksi dengan baik, menunjukkan

terbentuknya ekor yang dapat mempengaruhi harga Rf (Wirasto, 2008).

Berikut ini contoh prosedur analisis zat warna yang terdapat dalam bahan

makanan.

a. Tahap Ekstraksi

Untuk sampel cairan, ambil 25 mL sampel dimasukkan ke dalam

polyamida sepanjang 2 cm sedangkan sampel padatan dilarutkan dalam 25

mL air panas. Zat pewarna yang terserap dicuci dengan 5 mL aseton

sebanyak 5 kali kemudian dengan 5 mL air panas sebanyak 5 mL untuk

menghilangkan pengotor seperti gula, asam dan sebagainya. Untuk melepas

zat pewarnanya dielusi dengan 20 mL NaOH-metanolat. Larutan yang

diperoleh diatur pHnya menjadi 5 – 6 dengan menambahkan larutan asam

asetat metanolat. Larutan zat warna metanolat diuapkan dengan Buchi

rotavapor menjadi volume 1 mL sebelum diteteskan pada kertas untuk

pemisahan kromatografi.
b. Analisa Kromatografi

Sampel sebanyak 2 µL diteteskan pada kertas Whatman dengan

ukuran 12 x 20 cm. Jarak penetesan 1,5 cm dari batas bawah kertas dan

jarak antara penetesan berikutnya 1,5 cm. Kertas dibiarkan mengering

selama 15 menit di udara terbuka dan kemudian dielusi di dalam bejana

yang telah berisi eluen jenuh. Eluen yang digunakan untuk pemisahan

campuran zat warna ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Kode Eluen Komposisi

A n-Butanol – Asam asetat – Air 20 : 10 : 50

B n-Butanol – Etanol – Air – NH4OH 50 : 25 : 25 : 10

Setelah 45 menit di dalam bejana, kertas diambil dan dikeringkan

untuk selanjutnya di analisa secara kualitatif dan kuantitatif jika eluen

dapat memisahkan zat pewarna dengan baik. Analisa kualitatif dilakukan

dengan mengukur harga Rf sampel dibandingkan dengan zat pewarna

standar yang dipakai. Untuk analisa kuantitatif, noda yang terjadi discan

menggunakan TLC-scanner dan luas puncak yang diperoleh diubah

menjadi konsentrasi dengan kalibrasi standar

- Metode Uji Kualitatif Kromatrografi Kertas (Sumarlin, 2010).

a. Memasukan 10 ml sampel cair atau 10 – 25 gram sampel padatan ke dalam

gelas piala 100 ml.

b. Diasamkan dengan menambahkan 5 ml Asam asetat 10 %.

c. Memasukan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.


d. Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih ( ± 10 menit).

e. Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.

f. Menambahkan 25 ml amoniak 10 % ke dalam benang wool yang telah dibilas

tersebut.

g. Memanaskan benang wool sampai tertarik pada benang wool (luntur).

h. Benang wool dibuang, larutan diuapkan di atas water bath sampai kering.

i. Residu ditambah beberapa tetes metanol, untuk ditotolkan pada kertas

kromatografi yang siap pakai.

j. Dieluasi dalam bejana dengan eluen sampai mencapai tanda batas.

k. Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkan mengering.

l. Warna yang terjadi diamati, membandingkan Rf (Retardation factor) antara

Rf sampel dan Rf standar.


2.3.2. Analisa Kuantitatif

Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisa kuantitatif menggunakan

metode Spektrofotometri UV Visibel (Depkes RI, 1995). Spektrofotometer Uv-Vis

adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi

dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer sesuai

dengan namanya merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.

Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu

dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi cahaya secara

relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai

fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber

spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk

mengukur perbedaan absorbsi antara cuplikan dengan blanko ataupun pembanding.

Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan

larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang

akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm

(650nm-1100nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto

sel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer didapat dengan menggunakan

tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas

cahaya pada blangko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol

sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada

100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala

absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel.


a. Preparasi Standart

1. Deret standar tartrazine (0 ppm – 10 ppm) Memipet masing-masing 1025,4 µl,

2050,8 µl dan 3076,3 µl standar tartrazine 487,6 ppm ke dalam labutakar 100

ml. Menambahkan aquades masing-masing menjadi 100 ml kemudian

dikocok. Deret standar ini mengandung 0, 1, 2.5, 5, 7.5 dan 10 ppm tartrazine

2. Standar Rhodamin B (0 ppm – 10 ppm) Memipet masing-masing 1107,4 µl

dan 2214,8 standar tartrazine 451,5 ppm ke dalam labu takar 100 ml.

Menambahkan aquades masing-masing menjadi 100 ml kemudian di kocok.

Deret standar ini mengandung 0, 1, 2.5, 5, 7.5 dan 10 ppm Rhodamin B

b. Preparasi Sampel

Metode preparasi sampel pada analisa kuantitatif secara Spektrofotometri

menggunakan metode preparasi sampel pada analisa kualitatif (Kromatografi kertas),

yaitu :

1. Memasukan ± 10 ml sampel cair atau 10 – 25 gram sampel padatan ke dalam

gelas piala 100 ml.

2. Diasamkan dengan menambahkan 5 ml asam asetat 10 %.

3. Memasukan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.

4. Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih ( 10 menit).

5. Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.

6. Menambahkan 25 ml amoniak 10 % ke dalam benang wool yang telah dibilas

tersebut.

7. Memanaskan benang wool sampai warna yang tertarik pada benang wool

luntur kembali.
8. Warna yang telah ditarik dari benang wool dan masih larut dalam amoniak

kemudian di analisa dengan spektrofotometer UV-Visibel.

2.4. Penggunaan Pewarna Sintetis

Penggunaan bahan pewarna buatan yang tidak direkomendasikan oleh

Departemen Kesehatan (Depkes) RI atau oleh FDA dapat menimbulkan gangguan

kesehatan, seperti timbulnya kanker usus dan pankreas. Hal ini disebabkan oleh

kandungan arsen melebihi 0,00014% dan timbal melebihi 0,001%. Adapun batas

konsumsi untuk zat pewarna buatan yang direkomendasikan oleh Depkes berkisar

1,25-1,5 mg/kg berat badan (untuk warna merah), 2,5 mg/kg, berat badan (untuk

warna biru), 12,5 mg/kg berat badan (untuk warna hijau), dan 5-7,5 mg/kg (untuk

warna kuning).

Tabel 4. Jenis pewarna sintesis pada produk makanan dan batas maksimum
penggunaannya
No. Nama bahan Jenis / bahan makanan Batas maksimum
tambahan penggunaan
makanan
1 Biru berlian Kapri kalengan, ercis 100 mg – 300 mg /
kalengan, es krim, jem, acar kg
ketimun dalam botol, saus apel
kalengan, makanan lain, jeli
2 Coklat HT Minuman ringan, makanan 70 mg – 300 mg /
lain, makanan cair kg
3 Eritrosin Es krim, buah pir kalengan, 15 mg – 300 mg /
jem, udang beku, saus apel kg
kalengan, makanan lain, jeli,

4 Hijau FCF yoghurt, irisan daging olahan 100 mg – 300mg /


Es krim, buah pir kalengan, kg
jem, saus apel kalengan,
makanan lain, jeli

5 Hijau S Minuman ringan, makanan 70 mg – 300 mg /


lain, makanan cair kg

6 Indigotin Es krim, jem, saus apel 6 mg – 300 mg /


kalengan, makanan lain, jeli, kg
yoghurt

7 Karmiosin Minuman ringan, makanan 57 mg – 300 mg /


lain, makanan cair, es krim, kg
yoghurt

8 Kuning FCF Minuman ringan, makanan 12 mg – 300 mg /


lain, makanan cair, es krim kg

9 Kuning kuinolin Es krim, makanan lain 50 mg – 300 mg /


kg
10 Merah Alura Minuman ringan, makanan 70 mg – 300 mg /
lain, makanan cair kg
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, R., Meikawati, W., & Sumarginingsih, S. 2010. Penggunaan Zat Warna
Rhodamin B Pada Terasi Berdasarkan Pengetahuan & Sikap Produsen
Terasi Di Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia, (Online), 6 (2)
:(http://jurnal.unimus.ac.id/ index.php/jkmi/article/view/153/135), diakses
pada 19 September 2014.

Cahyadi, T. S. 2009. Analisis Pewarna Rhodamin B Dan Pengawet Natrium Benzoat


Pada Saus Tomat X Dari Pasar Tradisional R Di Kota Balikpapan. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya,

Eka, L., 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Hidayati, D., Saparinto, C. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


942/Menkes/SK/VII/2003. Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene
Sanitasi Makanan Jajanan.

Rompas, Ivone Cecilia. Identifikasi Zat Pewarna Rhodamin B Pada Saus Tomat
Bakso Tusuk Di Sekolah Dasar Kota Manado. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

Sumarlin, L. 2010. Identifikasi Pewarna Sintetis Pada Produk Pangan Yang Beredar
di Jakarta dan Ciputat. FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B Dan Metanil Yellow Dalam Minuman Jajanan
Anak Sd Di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis [Skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta Surakarta

Yuliarti, N. 2007.Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.

http://ivahaveiro.blogspot.co.id/2012/10/analisa-zat-pewarna-pada-makanan-
metode.html

Anda mungkin juga menyukai