Anda di halaman 1dari 25

Referat

Dermatitis Kontak Alergi

Disusun oleh :
Manda Malia Ubra
11 2014 037

Pembimbing : dr. Endang Soekmawati, Sp.KK

Kepaniteraan Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Smf Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
Periode 25 Januari 2016 – 27 Februari 2016

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala cinta
kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
Dermatitis Kontak Alergi ini dengan baik. Referat ini disusun selama menjalani
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin pada Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus, sebagai salah tugas dalam menjalankan kepaniteraan.
Terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Endang Soekmawati, Sp.KK atas
bimbingan, bantuan, dan perhatiannya selama penulis menjalankan kepaniteran klinik
di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih

1|DKA
kepada semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuan yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menjalankan dan menyelesaikan
referat ini dengan baik.
Dengan segala keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki,
penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
kelengkapan dan kesempurnaan referat di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna bagi siapa saja yang telah
membacanya. Terima kasih dan semoga Tuhan memberkati.

Kudus, Februari 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis.1
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi
yang menempel pada kulit. Ada dua jenis dermatitis kontak. Pertama, dermatitis
kontak iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia, dermatitis kontak alergi (DKA)
disebabkan oleh antigen (alergen) dimana memunculkan reaksi hipersensitivitas

2|DKA
tipe IV (cell-mediated atau tipe lambat). Karena DKI bersifat toksik, maka reaksi
inflamasi hanya terbatas pada daerah paparan, batasnya tegas dan tidak pernah
menyebar. Sedangkan DKA adalah reaksi imun yang cenderung melibatkan kulit di
sekitarnya (spreading phenomenon) dan bahkan dapat menyebar di luar area yang
terkena. Pada DKA dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh.
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA
20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan
60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat
kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja. 1 Usia tidak mempengaruhi
timbulnya sensitisasi, tetapi umumnya DKA jarang ditemui pada anak-anak.
Prevalensi pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki. Bangsa kaukasian
lebih sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain.
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten,
bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga
mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh
dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas
daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan,
vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak
(keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya
sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).1
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA bertujuan untuk
menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi bersamaan dengan dermatitis
yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau
psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari(misalnya
berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan
penderita) dapat menyebabkan prognosis menjadi kurang baik. Oleh karena itu
penting untuk diketahui apa dan bagaiman DKA sehingga dapat menurunkan
morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.

B. Tujuan
Adapun penulisan ini bertujuan untuk :

3|DKA
1. Mengetahui definisi dan epidemiologi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
2. Mengetahui etiologi dan predisposisi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
3. Mengetahui patofisiologi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
4. Mengetahui penegakan diagnosis pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
5. Mengetahui penatalaksanaan pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
6. Mengetahui prognosis pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
7. Mengetahui komplikasi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.3
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan
ulang dengan bahan luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau
mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang sebelumnya telah
tersensitasi.
Dermatitis kontak alergi tidak berhubungan dengan atopi. DKA merupakan
reaksi hipersensitivitas tipe lambat, atau reaksi imunologi tipe IV, dimediasi
terutama oleh limfosit yang sebelumnya tersensitisasi, yang menyebabkan
peradangan dan edema pada kulit.

B. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan

4|DKA
kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi
alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.1
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-
tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap
tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison
sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly
antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan
logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga),
formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet),
tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi).4
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi. Misalnya
antara lain :1

1) Faktor eksternal :
- Potensi sensitisasi allergen
- Dosis per unit area
- Luas daerah yang terkena
- Lama pajanan
- Oklusi
- Suhu dan kelembaban lingkungan
- Vehikulum
- pH
2) Faktor Internal/ Faktor Individu :
- Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum.
- Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar matahari.
- Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya mutasi null
pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel Status higinie
dan gizi

Tabel 1 : Allergen utama penyebab Dermatitis Kontak


Dan Beberapa Allergen Umum Lainnya7

Alergen Sumber Penularan


Nikel sulfat Logam, logam pada pakaian, perhiasan,
agen katalisator
Neomisin sulfat Biasanya terkandung dalam cream, obat
salep
Balsam of Peru Pengobatan topical

5|DKA
Campuran wewangian Kosmetik, wewangian
Thimerosal Antiseptik
Sodium gold tiosulfat Obat-obatan
Formaldehida Desinfektan, plastic
Quaternium-15 Desinfektan
Cobalt klorida Semen, galvanisasi, minyak industri,
agen pendingin
Basitrasin Obat salep, bedak
Metildibromoglutaronitril Kosmetik, bahan pengawet
fenoksilatanol
Campuran karba Karet, lateks
Etilneurea melamin-formaldehida resin Tekstil
Thiuram Karet
p-Fenil diamin Pewarna tekstil yang hitam atau gelap,
tinta printer
Parahidroksibenzoic acid ester Bahan pengawet pada makanan
Propilene glycol Bahan pengawet, kosmetik
Prokain, benzokain Anastesi lokal
Sulfonamide Obat-obatan
Turpentin Bahan pelarut, semir sepatu, tinta
printer
Garam merkuri Desinfektan, impregnasi
Krom Semen, antioksidan, minyak industri,
korek api, kulit
Cinnamic aldehihida Wewangian, parfum

C. Epidemiologi
- Insiden dan Prevalensi Penyakit
Epidemiologi DKA sering terjadi. Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari
penyakit yang terkait dengan pekerjaan di Amerika Serikat. Berdasarkan
beberapa studi yang dilakukan, insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi
oleh alergen-alergen tertentu. Dalam data terakhir, lebih banyak perempuan
(18,8%) ditemukan memiliki DKA dibandingkan laki-laki (11,5%). Namun,
harus dipahami bahwa angka ini mengacu pada prevalensi DKA dalam populasi
(yaitu, jumlah individu yang potensial menderita DKA bila terkena alergen), dan
ini bukan merupakan angka insiden (yaitu, jumlah individu yang menderita
DKA setelah jangka waktu tertentu). Tidak ada data yang cukup tentang
epidemiologi dermatitis kontak alergi di Indonesia, namun berdasarkan
penelitian pada penata rias di Denpasar, sekitar 27,6 persen memiliki efek
samping kosmetik, dimana 25, 4 persen dari angka itu menderita DKA.
- Usia

6|DKA
Dalam studi tentang reaktivitas Rhus, individu yang lebih muda (18 sampai
25 tahun) memiliki onset lebih cepat dan resolusi cepat untuk terjadi dermatitis
dibandingkan orang tua. Kompetensi reaksi imun yang dimediasi sel T pada
anak-anak masih kontroversi. Studi ini masih menganggap bahwa anak-anak
jarang mengalami DKA karena sistem kekebalan tubuh yang belum matang,
namun Strauss menyarankan bahwa hiporesponsifitas yang jelas pada anak-
anak mungkin karena terbatasnya paparan dan bukan karena kurangnya
imunitas. Dengan demikian, reaksi alergi terlihat terutama pada pasien anak
yang lebih tua dan yang terjadi sekunder oleh karena obat topikal, tanaman,
nikel, atau wewangian.3
- Pola Paparan
Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya sensitisasi bervariasi tidak
hanya pada usia, tetapi juga dengan faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan
pekerjaan. Meskipun sebagian besar variasi yang berkaitan dengan jenis
kelamin dan geografis pada DKA telah dikaitkan dengan faktor-faktor sosial dan
lingkungan, kegemaran dan pekerjaan memiliki efek yang lebih menonjol.3
- Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta yang sering adalah gangguan yang terkait dengan
defisiensi imun, seperti AIDS atau imunodefisiensi berat, penyakit yang
beragam seperti limfoma, sarkoidosis, kusta lepromatosa, dan dermatitis atopik
telah dikaitkan dengan kurangnya reaktivitas atau anergy. Pekerjaan yang
Umumnya Terkait dengan DKA Ada banyak pekerjaan yang berhubungan
dengan DKA dan hal itu berkaitan dengan alergen yang sering terpapar pada
pekerjaan tertentu. Ada pekerja industri tekstil, dokter gigi, pekerja konstruksi,
elektronik dan industri lukisan, rambut, industri sektor makanan dan logam,
dan industri produk pembersih.3

D. Patogenesis

- Fase Sensitisasi
Bahan kimia yang dapat bersifat sebagai alergen biasanya berat molekulnya
kecil (berat molekul <500 Da), larut dalam lemak dan ini disebut sebagai hapten.

7|DKA
Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan
difagosit oleh sel langerhans, dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom
atau sitosol dan kemudian berikatan dengan HLA-DR membentuk antigen
lengkap. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya
berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T.
Tetapi setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan,
akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel langerhans sehingga
mampu menstimulasi sel T. 1,8
Sensitisasi hanya bisa terjadi jika hubungan dengan limpha nodus baik. Sel
langerhans yang membawa alergen melalui limphatik afferent menuju
parakortikal pada daerah limpha nodus, dimana akan berhubungan dengan
limfosit T.1
Sensitisasi adalah mungkin jika sambungan ke regio nodus limfa utuh.
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1)
yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan
mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk memory T cells, yang akan
bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase
elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia
berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat
ini individu tersebut telah tersensitasi.1,8
- Fase Elisitasi
Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang dari antigen yang sama
dengan kosentrasi yang sama. Terjadi ± 24-48 jam, dimana terjadi proses yang
cepat. Antigen yan telah dikenal itu akan langsung mempengaruhi sel limfosit T
yang telah tersensitisasi yang kemudian akan dilepaskan sebagai mediator yang
akan menarik sel-sel radang. Hal inilah yang selanjutnya menimbulkan gejala
klinis dermatitis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel
T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang IFN (interferon)
gamma. IL-1 dan IFN gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan
lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan

8|DKA
permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit
seperti eritema, edema dan vesikel yang akan tampak sebagai dermatitis.1,7

Gambar 1 : Patogenesis dermatitis kontak alergi 10

E. Gejala Klinik
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa
yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Dermatitis
kontak alergi akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum,
eritema dan edema. Pada yang kronis terlihat kulit kering berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin juga fisura, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin penyebabnya juga
campuran.1

9|DKA
Dermatitis kontak alergi dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara
autosensitisasi. Kulit kepala, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap
dermatitis kontak alergi.1

F. Penegakan Diagnosis

1) Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.1
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit
berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi,
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai
kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data
yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal
yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari
yang bersangkutan maupun keluarganya.1 Penelusuran riwayat pada DKA
didasarkan pada beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 2 : Penelusuran riwayat pada DKA1,8

Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pekerjaan pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari
pekerjaan, paparan berulang dari alergen yang
didapat saat kerja, tempat bekerja, pekerjaan
sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam Faktor genetik, predisposisi


keluarga

Riwayat penyakit Alergi obat, penyakit yang sedang diderita,


sebelumnya obat-obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang Onset, lokasi, pengobatan


spesifik

10 | D K A
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Berbagai
lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada table dibawah. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh
sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang,
pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-
sebab endogen.1,7

Tabel 3 : Berbagai Lokasi Terjadinya DKA1


Lokasi Kemungkinan Penyebab
Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya
memasak makanan (getah sayuran,
pestisida) dan mencuci pakaian
menggunakan deterjen.
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet,
debu semen, dan tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang
ada di pakaian.
Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,
alergen di udara (aero-alergen), nikel
(tangkai kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep
mata.
Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai
kacamata, obat topikal, gagang telepon.
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara,
zat warna pakaian.
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet
(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan
pelembut atau pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, alergen yang berada di
tangan, parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,

11 | D K A
sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati
beberapa kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut :

- Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena alergi
terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak
langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang popular). Lesi
eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi
kontak langsung.

Gambar 2 : Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan13

Gambar 3 : Dermatitis kontak alergi pada di lengan dan Telapak tangan14

- Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick. Pasien
hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir

12 | D K A
Gambar 3 : Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick 8

- Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,
cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat
mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-anting
yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel
dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase
sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis
kontak kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian
leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik

Gambar 4 : Dermatitis kontak alergi di daerah telinga


akibat dari reaksi hipersensitifitas terhadap nikel6

- Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada

13 | D K A
karet dari celananya. Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas sesuai
dengan daerah yang terkena alergen.

Gambar 5 : Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi


pada karet dari celananya.6

- Genitalia.Penyebabnya data antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut


wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen.
Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi pada cream
yang mengandung neomisin, terlihat eritema

Gambar 6 : Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi pada cream
yang mengandung neomisin13

- Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen,
sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena
Quaternium-15, bahan pengawet pada pelembab. Kaki mengalami skuama,
krusta

14 | D K A
Gambar 6 : Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena Quaternium-158

3) Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang
khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis
seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang utama ialah dengan
Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel
perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut
karena kontak alergi.1
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang
secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab,
bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila
menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk
membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu.
Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin
atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya
deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila
pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji
tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam
dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan
ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-
kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan

15 | D K A
standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan
kemungkinan terkena iritasi.1

Gambar 7 : Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien11

Gambar 8 : Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam11

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel : 1
 Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut
atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’ reaksi
positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya
semakin memburuk.

16 | D K A
 Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji
tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20
mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat
menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak
mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
 Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
 Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan
hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya
dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka
uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.
 Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita
yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria
type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi
anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur
khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.


Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek
tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat
seperti berikut :1
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=non tested)

17 | D K A
T.R.U.E. Test®
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark) patch-
test.

A. Hasil uji positif terhadap


picaridin (KBR) 2,5%.

B. Hasil uji positif terhadap


methyl glucose diolate
(MGD) 10%.

Gambar 9 : Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam11

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,


biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk
membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga
mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat
bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada
pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah
aplikasi.1
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi
dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih
jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++
bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung
menurun (reaksi tipe decrescendo).1

b) Pemeriksaan Histopalogi
Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara :
- Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat
dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.
- Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit normal
tidak perlu diikutsertakan.
- Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi
primer yang belum mengalami garukan atau infeksi sekunder.

18 | D K A
- Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.
- Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak, lebih
baik biopsi lebih dari satu.
- Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan
subkutis.
- Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi, misanya
formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-selnya
mati.
- Lalu dikirim ke laboratorium
- Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin(HE).
Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein dan Giemsa.
- Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume jaringan
- Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal
jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam cairan fiksasi

Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi, menginvasi


dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis atau spongiosis
epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi tidak spesifik. 1
 Epidermis :
- Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum korneum.
- Hiperplastik, akantosis yang luas.
- Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini ditandai dengan
penonjol dari jembatan antar sel di lapisan spinosus.
- Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul normal.
 Dermis :
- Limfosit perivesikuler
- Eosinofil : bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi
- Edema

19 | D K A
Gambar 9 : Histopatologik dermatitis kontak alergi13

Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal, spongiosis


sedang dan elongasi akantosis dari pars papilare dermis yang dinyatakan
lewat infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan beberapa eosinofil, serta
elongasi dari papila epidermis.1

G. Diagnosis Banding
Tabel 3 : Perbandingan Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi. 8

Gambaran klinis Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergi


Reaksi T cell–mediated
Patogenesis Efek sitotoksik langsung
immune
Setiap orang Golongan minoritas
Onset sedang (chemical
burns)
12-48 jam sebelum
Onset Setelah terpapar bahan
tersensitisasi
iritan lemah yang
berulang
Ekzema subakut atau
Ekzema akut sampai
Tanda kronik dengan
subakut dengan vesikel
deskuamasi dan fisura.
Nyeri dan sensasi
Gejala Pruritus
terbakar
Konsentrasi kontaktan Tinggi Rendah
Pemeriksaan Tidak ada Patch or prick tests

20 | D K A
Gambar 10 : Dermatitis kontak iritan pada Gambar 11 : Dermatitis kontak alergi pada
tangan karena terkena bahan dindustri13 tangan karena terkena bahan industri13

F. Penatalaksanaan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak alergi adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul.

Pengobatan secara topical


Untuk lesi yang akut dan basah diberi kompres NaCl 0,9%, jika kering gunakan
krim kortikosteroid,hidrokortison 1%, atau diflukoltoron valerat 0,1% atau
betametasone valerat 0,005%-0,1%.
Kompres ini dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel, kompres ini
diganti setiap 2-3 jam.1
Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan kulit yang sakit dari debris dan
sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai. Di samping itu terjadi perlunakan dan
pecahnya vesikel, bula, dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang
membasah menjadi kering, permukaan menjadi besih sehingga mikroorganisme
tidak dapat sembuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna
untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh
bermacam-macam dermatosis.13-14

21 | D K A
Pengobatan secara sistemik
Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu yang
singkat.
 Prednison 5-10 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam (dewasa), 1mg/kgBB/hari (anak)
 Dexametasone 0,5-1mg/dosis, 2-3kali/24jam(dewasa), 0,1 mg/kgBB/hari (anak)
 Triamsinolon 4-8 mg/dosis,2-3kali/24 jam (dewasa), 1 mg/kgBB/hari (anak)
Antihistamin
 Chlorpheniramin meleat 3-4 mg/dosis,2-3kali/24jam (dewasa), 1
mg/kgBB/dosis,3 kali/24 jam (anak)
 Diphenhidramin HCL 10-20 mg/dosis i.m,1-2 kali/24 jam (dewasa), 0,5
mg/kgBB/dosis, 1-2 kali/24 jam (anak)
 Loratadine 1 tab/hari ( dewasa)

Antibiotika bila ditemukan tanda – tanda infeksi sekunder


 Amoksisilin 3 X 500 mg/hari atau Klindamisin 2 x 300 mg/hari selama 5-10 hari.

Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 9
- Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis
kontak alergi
- Menghindari substansi allergen
- Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
- Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada
sabun bilas dengan air
- Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
- Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain
- Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
- Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
berisiko terhadap paparan allergen

G. Komplikasi

22 | D K A
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.
Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong
kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi
bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet)
dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut
neurodermatitis (lichen simplex chronicus).

H. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan
dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen(dermatitis atopik,
dermatitis numularis atau psoriasia). Faktor lain yang membuat prognosis kurang
baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan
dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Penyebab
dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan
berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat
pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit. Gejala klinis DKA, pasien umumnya
mengeluh gatal. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas
jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur, batasnya
tidak jelas. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji
tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil positif.
Penatalaksanaan dari DKA dapat secara medikamentosa serta nonmedikamentosa.
Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengurangi reaktivitas sistim
imun dengan terapi kortikosteroid, mencegah infeksi sekunder dengan antiseptik

23 | D K A
dan terutama untuk mengurangi rasa gatal dengan terapi antihistamin. Sedangkan
untuk nonmedikamentosa adalah dengan menghindari alergen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, Adi S, Djuanda S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI. 2011.
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
2005.
3. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004
4. Trihapsoro, Iwan. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji
Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372, diakses pada tanggal 6
Februari 2016. 2003.
5. Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 6th ed. New York: The McGraw-Hill; 2003. h. 1164-1179.
6. James WD, Berger TG, Elston DM, Contact Dermatitis and Drug Eruptions In
Andrew’s Diseases of The Skin Clinical Dermatology 10th Edition. Philadelphia.
Elsevier Inc 2006: Ch 6 P 91-111

24 | D K A
7. Taylor SJ. Contact Dermatitis And Related Disorder. In ACP Medicine University of
Texas Medical Branch. 2001 : P. 1-16
8. Hogan DJ. Contact Dermatitis, Allergic: Follow-up. Florida: Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1049216-followup, diakses pada tanggal 7
Februari 2016. 2009.
9. Sumantri MA, Febriani HT, Musa ST. Dermatitis Kontak. Yogyakarta : Fakultas
Farmasi UGM. 2005.
10. Patofisiologi Dermatitis Kontak Alerg. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25718/4/Chapter%20II.pdf,
diakses pada tanggal 7 Februari 2016.
11. Spiewak R. Patch Testing For Contact Allergy And Allergic Contact Dermatitis.
Jagieollonian University Medical College, Krakow Poland. The Open Allergy Journal,
2008: P. 42-51
12. Gawkrodger DJ. Eruptions. In Dermatology 3rd Edition. Philadelphia. Elsevier Inc
2003: Ch 26 P. 30-36.
13. Daili ES, Menaldi SL, Wisnu EM Dermatitis Dalam Penyakit Kulit Yang Umum Di
Indonesia. Pt Medical Multimedia Indonesia. 2008 : P 14-30
14. Wolff K, Lowell A, Stephen I, Gillchrest BA, Paller SA, Leffel DJ et al. Allergic Contact
Dermatitis In Fitzpatrick’s, Dermatology In Clinical Medicine. New York. McGraw Hill
Medical. 2008: Ch 120 P 1301 – 15

25 | D K A

Anda mungkin juga menyukai