Anda di halaman 1dari 18

KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

PADA PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA


Jalaludin (Mahasiswa peneliti)*

Tim Promotor :
Prof. Dr. Wempy Banga, M.Si.
Prof. Dr. Nurwati, SE., M.Si.
Dr. Jamal Bake, M.Si

Abstrak
Penelitian ini ingin mengetahui dan menganalisis lebih jauh bagaimana kebijakan pengelolaan pegawai
negeri sipil daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan menggunakan model Miner dan Crane (1994) sebagai alat
bantu dalam menelusuri fenomena penelitian. Mengunakan pendekatan kualitatif.
Grand theory dari penelitian ini adalah pendekatan struktural fungsional dan theory birokrasi, sedangkan
teori operasional didukung oleh teori sumber daya manusia, model Miner dan Crane, dan teori-teori kebijakan .
Teori pendekatan structural fungsional menekankan adanya pengakuan atas keragaman dalam kehidupan sosial..
Weber dengan konsep ideal type of organization mengilustrasikan birokrasi sebagai suatu institusi yang tidak berdiri
sendiri tetapi selalu terkait dengan legitimasi dan otoritas.. Amstrong dalam Triton (2010), mengemukakan bahwa
manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai pendekatan stratejik dan koheren untuk mengelola
asset paling berharga milik organisasi. Parsons, (1995) mengemukakan bahwa: “Public policy is a field rich in
different approaches, academic disciplines, models (heuristics and causal), metaphors and maps. The primary task
therefore of policy analysis to understand how problems and processes may be contextualized”.
Berdasarkan hasil penelitian dikesimpulan bahwa; Model Miner dan Crane (1994), tergolong teori
manajemen sumber daya manusia yang ideal , sebagian besar relevan dengan kebijakan pengelolaan pegawai negeri
sipil Provinsi Sulawesi Tenggara, namun terdapat kegiatan yang tidak operasional, istilah yang berbeda, ada
kegiatan yang sangat spesifik. Pengelolaan pegawai negeri sipil daerah provinsi Sulawesi Tenggara menggunakan
pendekatan kebijakan top down dan bottom up tidak dapat berdiri sendiri lebih besar tergantung pada kebijakan
pemerintah pusat, belum ada peraturan Daerah (Perda), dan lemahnya pengukuran output (kinerja, produktivitas, dan
evaluasi program. Implementasi teori dan kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil daerah sebagian besar
bersinergi dan relevan dengan teori dan kebijakan, ada beberapa tantangan dan hambatan yakni sikap dan
kompetensi pengelola, istilah dan literasi yang berbeda, serta instrument yang tidak jelas dan tidak focus

Kata kunci: kebijakan (policy); Pengelolaan (Human resource management); Pegawai negeri sipil daerah
(government employees); Pemerintah Daerah (local government)

I. PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu organisasi, baik organisasi publik maupun organisasi bisnis sangat tergantung pada
kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Baedhowi (2007) mengemukakan bahwa sumber daya manusia
merupakan faktor yang sangat berperan pada suatu organisasi dalam memberikan pelayanan dan menggerakkan
sumber daya lainnya,karena sumber daya manusia akan mendorong dan mengelola sumber daya lainnya dalam
organisasi.
Kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh pengelolaan organisasi terhadap calon dan atau
sumber daya manusia-nya secara profesional. Menurut (Amstrong, 2003) manajemen sumber daya manusia sebagai
pendekatan stratejik dan koheren untuk mengelola asset paling berharga milik organisasi, untuk mengelola orang-
orang yang bekerja dalam organisasi baik secara individu maupun kolektif dan untuk memberikan sumbangan dalam
mencapai sasaran organisasi.
Menurut (Miner dan Crane, 1994) manajemen sumber daya manusia merupakan proses pengembangan,
penerapan dan evaluasi kebijakan, prosedur, metode dan program yang berkaitan dengan individu dalam organisasi.
Miner dan Crane, (1994) membuat model dan tahapan yang tergolong ideal dalam manajemen sumber daya
manusia, yaitu: desain perencanaan (planning), penerimaan pegawai (input processes), proses perubahan dan
mediasi (transformation or mediating processes) dan proses hasil atau keluaran (output processes).
Pengelolaan sumber daya manusia pada organisasi publik memiliki pendekatan yang berbeda dengan
organisasi bisnis. Pegawai Negeri Sipil daerah sebagai sumber daya manusia organisasi pemerintah di Indonesia,
pengelolaannya dipengaruhi oleh berbagai kebijakan penyelenggara pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan
pelaksana pembangunan daerah. Sejumlah fenomena terlihat bahwa implementasi teori-teori pengelolaan pegawai
negeri sipil daerah dan kebijakan pengelolaan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Penelitian ini ingin mengetahui dan menganalisis lebih jauh bagaimana kebijakan pengelolaan pegawai
negeri sipil daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan menggunakan teori manajemen sumber daya manusia model
Miner dan Crane (1994) sebagai alat bantu dalam menelusuri fenomena penelitian.

II. KAJIAN TEORI

A. Pendekatan teori sosiologi


Spesifikasi pendekatan struktural fungsional adalah adanya pengakuan atas keragaman dalam kehidupan
sosial. Keragaman dipandang sebagai sumber utama dari struktur masyarakat. Keragaman juga terdapat dalam
fungsi sesuai posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem, pada sebuah organisasi. Struktur dan fungsi tidak akan
pernah lepas dari pengaruh budaya, norma dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat. Kedudukan seseorang
dalam struktur organisasi akan menentukan perbedaan fungsi masing-masing. Perbedaan fungsi tidak untuk
memenuhi kepentingan individu, tetapi untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kesatuan. Perspektif
fungsionalisme menurut Puspitawati, (2009) bermula Marie Auguste Francois Xavier Comte. perhatian penuh
terhadap ketertiban dan keharmonisan sosial dalam masyarakat yang berantakan setelah revolusi Prancis, Comte
menyerang paham utilitarianism dan individualism.
B. Teori birokrasi

Menurut Mustafa (2013), istilah birokrasi pertama kali dikemukakan oleh seorang physiokrat Prancis yaitu
Vincent de Goumay. Dalam perkembangan selanjutnya , kajian terhadap konsep birokrasi semakin menarik
perhatian para ahli, salah satu tokohnya adalah Weber yang merupakan salah seorang pelopor teori birokrasi
modern. Weber dengan konsep ideal type of organization mengilustrasikan birokrasi sebagai suatu institusi yang
tidak berdiri sendiri tetapi selalu terkait dengan legitimasi dan otoritas.
C. Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia dan Model Miner dan Crane
Manajemen sumber daya manusia berfokus pada dimensi manusia sebagai faktor kunci bagi jalannya suatu
organisasi. Amstrong dalam Triton (2010), mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia dapat
didefinisikan sebagai pendekatan stratejik dan koheren untuk mengelola asset paling berharga milik organisasi.
Orang-orang yang bekerja dalam organisasi, baik secara individu maupun kolektif memberikan sumbangan untuk
mencapai sasaran organisasi.
.Aswathappa, (2005) yang bahwa:
Human resource management is a management function that helps managers recruit, select, train and
develop members for an organization. Obviously, Human Resource Management is concerned with the
people’s dimension in organizations. Human Resource Management is also a management function
concerned with hiring, motivating, and maintaining people in an organization. It focuses on people in
organizations. Human Resource Management refers to a set of programmes, functions and activities
designed and carried out in order to maximize both employee as well as organizational effectiveness.

Manajemen sumber daya manusia menurut Miner & Crane (1994), adalah:
Human resource management is the process of developing, applying, and evaluating policies, procedures,
methods, and programs relating to the individual in the organization. It is concerned, accordingly, with the
human resources of an organization, in contrast to its material or financial resources.

Gambar 1. Model Miner dan Crane dalam manajemen Sumber Daya Manusia

PLANNING INPUT TRANSFORMATION OR OUTPUT


PROCESSES MEDIATING PROCESSES PROCESSES

- Human - Recruiting - Transfer, promotion, - Performance


resources - Selection and demotion appraisal
planning - Placement - Training - Productivity
- Job analysis - Management and measurement
and design organization - Evaluation of
- Organization development the
structuring - Compensation consequences
management of programs
- Benefits and services and strategies
- Safety and health
programs
- Labor relations
activities

Environmental influences
*Operating widely across organizations: *Operating only for specific subsets of organizations:
- Labor force characteristics - Union influences
- Governmental regulation and the law - International variations

D. Konsep Umum, Perumusan dan Pendekatan Implementasi Kebijakan

Kebijakan sebagaimana dikemukakan oleh Parsons, (1995) bahwa:


Policy is one term on which there seems to be a certain amount of definitional agreement. As commonly
used, the term policy is usually considered to apply to something ‘bigger’ than particular decisions, but
‘smaller’ than general social movements. Thus, policy, in terms of level of analysis, is a concept placed
roughly in the middle range. A second and essential element in most writers’ use of the term is
purposiveness of some kind. Policy is as a rationale, a manifestation of considered judgment.

Pada prinsipnya tujuan melakukan analisis kebijakan adalah upaya mendekatkan perumusan kebijakan
dengan dunia nyata. Sebagaimana dikemukakan oleh (Parsons, 1995) mengemukakan bahwa: “Public policy is a
field rich in different approaches, academic disciplines, models (heuristics and causal), metaphors and maps. The
primary task therefore of policy analysis to understand how problems and processes may be contextualized”.
Dror (1984) mengemukakan 7 (tujuh) model perumusan kebijakan yang dapat digunakan dalam proses
pembuatan keputusan yakni:
a. Pure rasionality model. Model ini fokus pada pengembangan pola pembuatan keputusan yang ideal secara
universal, berbagai keputusan harus dibuat sesuai prosedur dan mekanisme yang benar sehingga tepat sasaran.
b. Economically rational model. Penekanan model ini dititik beratkan pada asumsi pembuatan keputusan dengan
memanfaatkan sumber daya seekonomis dan seefisien mungkin
c. Sequential decision model. Penekanan model ini dititik beratkan pada bagaimana dapat menghasilkan kebijakan
yang paling efektif, model ini fokus pada pembuatan eksperimen dalam rangka menentukan berbagai macam
alternatif.
d. Incremental model. Penekanan model ini dititik beratkan pada bagaimana kebijakan itu dibuat. Proses
pembuatan kebijakan dilakukan dengan merubah sedikit kebijakan yang telah ada. Kebijakan lama yang sudah
ada dipakai sebagai dasar atau pedoman untuk membuat kebijakan yang baru.
e. Satisfying Model. Penekanan model ini didasarkan pada teori satisficing yang dikemukakan Simon.
Pendekatannya dipusatkan pada proses pemilihan alternatif kebijakan pertama yang dipandang paling
memuaskan tanpa harus bersusah payah menilai alternatif yang lain.
f. Extra rational model. Model ini didasarkan pada proses pembuatan keputusan yang sangat rasional untuk
menciptakan metode pembuatan kebijakan yang paling optimal.
g. Optimal Model. Model ini bersifat integrative atau gabungan. Perhatian model ini difokuskan pada
pengidentifikasian nilai, kegunaan praktis dari kebijakan dan masalahnya. Semuanya ditujukan untuk mengatasi
masalah dengan memperhatikan alokasi sumber daya, penentuan tujuan yang hendak dicapai, pemilihan
alternatif program, peramalan hasil dan pengevaluasian alternatif terbaik. Keputusan dibuat atas dasar pilihan
alternatif yang dapat diterima (acceptable).
Agustino (2014) mengemukakan implementasi kebijakan dengan pendekatan top down dan bottom up.
Dalam pendekatan top down implementasi kebijakan dilakukan secara sentralisir yaitu keputusannya dilakukan dari
tingkat pusat sedangkan bottom up keputusannya dilakukan dari tingkat bawah. Pendekatan implementasi top down
maupun bottom up pada prinsipnya bertolak pada asumsi-asumsi yang sama sebagai alur dan kerangka analisis studi
implementasi yang bertumpu pada kesesuaian tindakan yang dilakukan para birokrat selaku aparatur pelaksana.
Tugas dilakukan
Gambar 2. Skema berpikir

TEORI
Grand Theory: Teori Operasional:
Pendekatan teori sosiologi Teori-Teori Manajemen SDM
 Comte, (dalam Puspitawati, 2009);  Aswathappa, (2005); Human resource management is a management function that helps
Setelah revolusi Prancis, menyerang managers recruit, select, train and develop members for an organization.
paham utilitarianism dan  Sedarmayanti (2007), MSDM kegiatan untuk mengantisipasi permintaan atau kebutuhan
individualism dengan suplai tenaga kerja organisasi di masa yang akan datang.
 Durkheim, (dalam Puspitawati, 2009);  Amstrong, (dalam Triton, 2010), MSDM sebagai pendekatan stratejik dan koheren untuk
Individu adalah ekspresi dari mengelola asset paling berharga milik organisasi.
kolektivitas tempat individu berada.  Miner dan Crane, (1994) Human resource management is the process of developing,
 Parsons, (dalam Susilo, 2008); applying, and evaluating policies, procedures, methods, and programs relating to the
Perubahan sosial sama halnya individual in the organization.
pertumbuhan pada makhluk hidup.  Model Miner dan Crane; Planning; input processes; transformation or mediating
 Megawangi, (2005); Masyarakat processes; dan output processes
cenderung homeostatis akan Teori Umum, Model Perumusan, dan implementasi kebijakan
mencapai titik equiblirium  Parsons, (1995):Policy is one term on which there seems to be a certain amount of
Teori birokrasi definitional agreement.
 Goumay (dalam Mustafa, 2013);  Duncan (dalam Luankali, 2007); “...the use of reason and evidence to chose the best policy
Bahasa Prancis, Bureau=Kantor atau among a number of alternatives“
meja tulis  Dror (1984); (1) Pure rasionality model; (2) Economically rational model;(3) Sequential
 Max Weber (dalam Hamdi, 2009); decision model; (4)Incremental model; (5) Satisfying Model; (6) Extra rational model;
Konsep pertama Ideal type of  Agustino (2014); Model pendekatan kebijakan top down dan bottom up.
organization.  Implemetasi Kebijakan publik; Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn; Model Daniel
 Benveniste, (1994); Mazmania dan Paul Sabatier; Model George C. Edward III; dan Model Merilee S. Grindle
Birokrasi=adaptasi manusia terhadap Metodologi penelitian
kebutuhan dan keadaan baru.
 Moleong (2006:14) landasan teoritis dari metodologi kualitatif bertumpu secara mendasar
 Mustafa (2013); Birokrasi= instrumen pada fenomenologi, sedangkan dasar teoritis lainnya, dijadikan dasar teori tambahan yang
penting masyarakat moderen yang tak melatar belakangi secara teoritis penelitian kualitatif.
terelakkan.
 Bungin (2001:11-12) apa yang tampak dipermukaan, termasuk pola perilaku manusia
hanyalah suatu gejala atau fenomena dan apa yang tersembunyi di kepala sang pelaku.

n

KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PENELITIAN


 Undang-undang  Model Pengelolaan  Metode: Kualitatif
 Peraturan Pemerintah/  Pemanfaatan Teori  Instrumen utama: Peneliti
Peraturan Presiden/ Menteri/  Model Kebijakan  Subyek dan informan:Purposive
PERDA/Gubernur  Orientasi, sikap, dan  Keabsahan data: Triangulasi
 Keputusan Presiden/ kompetensi pengelola  Analisa data: Reduksi, Display,
Menteri /Gubernur/Kepala OPD Penarikan kesimpulan /verfikasi

FENOMENA
 Temuan
 Diskripsi dan
Interprestasi tentang
fenomena

SINTESIS DAN
BAB III
DISKUSI

KONSEP BARU
PENGELOLAAN
PNSD

KUALITAS PENGELOLAAN PNSD


KINERJA TINGGI
PRODUKTIVITAS
MANFAAT PROGRAM DAN STRATEGI
III. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitan kualitatif. Peneliti akan menggambarkan atau mendeskripsikan secara
komprehensif informasi (data) yang diperoleh di lokasi penelitian tentang kebijakan pengelolaan Pegawai Negeri
Sipil Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
A. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara yang mengelola pegawai negeri sipil daerah (PNSD). Ditentukan secara purposive sesuai tujuan
penelitian. Informan terdiri dari unsur Kepala/Wakil Kepala Daerah atau yang mewakili, Pejabat Birokrasi, PNSD,
Honorer/PPPK, dan Masyarakat terkait. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Moleong (200:165) bahwa:
Dalam penelitian kualitatif tidak ada sampel acak tetapi sampel bertujuan (purposive). Ciri-cirinya adalah: (1)
sampel tidak ditentukan terlebih dahulu, (3) dari siapa (informan) akan dimulai tidak menjadi persoalan, (3)
sampel dipilih
atas dasar fokus penelitian, dan (4) pemilihan sampel akan berakhir jika sudah terjadi pengulangan.

B. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan 3 (tiga) teknik dan prosedur pengumpulan data
yaitu: (1) teknik wawancara terbuka dan mendalam, (2) observasi atau pengamatan langsung ke lokasi penelitian,
dan (3) teknik dokumentasi.
C. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini akan diuji dengan triangulasi, yaitu mengecek atau menguji kebenaran
data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan berbagai sumber dalam teknik dan waktu yang berbeda.
Triangulasi sumber dilakukan dengan mewawancarai mereka yang bukan berprofesi sebagai pegawai negeri sipil
daerah dan pejabat daerah seperti para akademisi, politisi, kontraktor, dan pedagang yang punya interaksi dengan
pegawai negeri sipil daerah. Triangulasi tekhik dilakukan dengan pengecekan data hasil wawancara atau ungkapan
dengan teknik observasi. Triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengamati obyek fenomena yang sama pada
waktu yang berbeda. Demikian pula mewawancarai informan kunci yang sama pada waktu yang berbeda. Apa yang
dilakukan dalam menguji keabsahan ini sejalan dengan pendapat Sugiyono (2005: 147) bahwa uji keabsahan
dilakukan dengan uji kredibilitas data (validitas internal), uji depenabilitas (reliabilitas) data, uji transferabilitas
(validitas eksternal/generalisasi), dan uji konfirmabilitas (obyektivitas). Namun yang utama adalah uji kredibilitas
data. Uji ini dilakukan dengan: perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan
teman sejawat, memberi check dan analisis kasus negatif.

D. Teknik Analisis Data


Sehubungan dengan pendekatan grounded research yang bertujuan untuk mengungkap unsur-unsur yang
dipahami dalam pengelolaan pegawai negeri sipil daerah, maka teknik analisis data yang tepat digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis komparasi. Temuan dan kesimpulan empiris yang telah diperoleh kemudian
dikomparasiakn dan disandingkan dengan tori-teori pengelolaan sumber daya manusia secara konvensional yang
telah diterima secara umum dan implementasi kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil daerah di Sulawesi
Tenggara. Analisis seperti ini dikenal dengan teknik analisis data komparatif konstan (constant comparative
analysis) dengan strategi deskriptif. Teknik ini digunakan untuk membanding-bandingkan kejadian saat peneliti
menganalisis dan dilakukan terus-menerus sepanjang penelitian berlangsung (Salladin, 2006; Bungin, 2003).
Tahapan teknik analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah seperti yang dikemukakan oleh
Mulyana (2001) sebagai berikut:
1. Reduksi data; adalah proses untuk seleksi, menyederhanakan, abstraksi, dan trasformasi data mentah
hasil catatan (rekaman) di lapangan. Reduksi data menyangkut penajaman, perolehan informasi
menuju fokus penelitian, dan pengorganisasian data yang menuju kearah kesimpulan.
2. Pemaparan data (data display); adalah kegiatan analisis dalam bentuk mengorganisasi dan menyusun
data menjadi informasi bermakna kearah kesimpulan penelitian. Pemaparan data diperlukan agar
penyajian data yang tersusun secara logis dan sistematis.
3. Penarikan kesimpulan atau verfikasi; peneliti akan lebih memperhatikan butir-butir yang merupakan
kunci dan mengkaji informasi kunci tersebut lebih fokus dan cermat. Tujuan kegiatan ini adalah
menentukan saripati informasi yang berhasil dijaring, yang mengarah ke penemuan titik-titik
simpulan yang relevan dengan pemasalahan penelitian tersebut sehingga dapat membantu dlam
upaya penarikan simpulan.

IV. Hasil Penelitian (Sintesis dan Diskusi Teoritik)


A. Kebijakan perencanaan (planning) pegawai negeri sipil
Pembuatan regulasi sebagai kebijakan dalam perencanaan (Planning) melalui rencana pengembangan,
Analisa jabatan dan desain, dan struktur organisasi perangkat daerah ((OPD) pegawai negeri sipil menggunakan
pendekatan model kebijakan Incremental model Dror (1984). Hal ini terlihat pada dengan dilakukannya perubahan
pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dilakukan pergantian dengan
merubah sebagian yang telah ada pada Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil Negara (ASN).
Implementasi kebijakan pengembangan pegawai negeri sipil melakukan pendekatan top down dan bottom up yakni
pembuatannya dilakukan secara sentralisir dari tingkat pusat lalu ketingkat daerah atau institusi tingkat bawah.
Pendekatan implementasi top down dan bottom up pada prinsipnya bertolak pada asumsi-asumsi yang sama sebagai
alur dan kerangka analisis studi implementasi yang bertumpu pada kesesuaian tindakan yang dilakukan para birokrat
selaku aparatur pemerintahan.
Teori Miner dan Crane terhadap kebijakan perencanaan (Planning) melalui rencana pengembangan,
Analisa jabatan dan desain, dan struktur organisasi perangkat daerah ((OPD) pegawai negeri sipil pada pemerintah
daerah Provinsi Sulawesi Tenggara sejalan atau tidak bertentangan, namun pada ditingkat implementasi terdapat
hal-hal berikut:
1. Rencana pengembangan; (a) jika ditinjau dari sisi pentingnya perencanaan pengembangan, maka dapat
dikatakan bahwa pelaksana kebijakan tidak melihat rencana pengembangan sebagai sesuatu yang sangat
strategis dalam pengelolaan pegawai negeri sipil; (b) Pemerintah daerah tidak dapat pengambilan keputusan
tersendiri terhadap rencana pengembangan, namun ada kertergantungan daerah terhadap kebijakan pemerintah
pusat. Meskipun pemerintah daerah sangat membutuhkan pengembangan pegawai negeri sipil dalam periode
perencanaannya; (c) komitmen dan kompetensi pengelolah yang tidak profesional; (d) pada periode tertentu ada
perubahan perencanaan pengembangan pengelolaan pegawai negeri sipil akibat re-orientasi politik dan
kekuasaan; (e) data pegawai negeri sipil sangat dinamis yang mudah berubah akibat mutasi antar daerah,
meninggal, dan pensiun; dan (f) tidak ada data periodik hasil evaluasi untuk rencana pengembangan pegawai
negeri sipil.
2. Analisa jabatan dan desain; (a) pelaksanaan analisa jabatan dan desain berjalan dengan baik, ada kelembagaan
daerah provinsi Sulawesi tenggara yang khusus mengelola analisis jabatan dan desain; (b) semua jabatan terdata
dengan baik, pada saat pengisian jabatan yang kosong terdapat berbagai mekanisme dan prosedur; (c) kaitan
dengan penerimaan calon pegawai negeri sipil untuk pengisian analisis jabatan selalu dilakukan revisi akibat
arus mutasi dan penyesuaian dengan kebijakan pemerintah pusat; (d) hasil analisis jabatan dan desain
perencanaan telah menjadi acuan dalam perencanaan merekrut, menyeleksi, melatih, dan menilai orang untuk
pekerjaan di masa depan; dan (e) masih banyak terdapat jabatan yang diduduki oleh pejabat yang tidak sesuai
dengan latar belakang kompetensi atau pendidikannya.
3. Struktur organisasi; (a) ada penambahan struktur organisasi perangkat daerah (OPD) pada tahun 2016 akibat
dari perubahan peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan penambahan pegawai negeri sipil untuk
mengisi jabatan dan organisasi perangkat daerah (OPD) yang masih kosong, namun tetap berpedoman pada
kebijakan pemerintah pusat; (b) masih terdapat pengisian struktur organisasi yang tidak seimbangan, ada
organisasi perangkat daerah (OPD) yang kekurangan pegawai negeri sipil, namun ada juga yang justru
kelebihan pegawai negeri sipil;

B. Kebijakan proses memasukkan (Input processes)


Pembuatan regulasi dalam kebijakan proses memasukkan (Input processes) melalui rekruitmen, seleksi,
dan penempatan pegawai negeri sipil menggunakan pendekatan model kebijakan Extra rational model, Dror (1984).
Hal ini terlihat dari banyaknya regulasi yang sistimatis dan terstruktur hingga pada petunjuk operasional, sehingga
proses pembuatan keputusan yang sangat rasional untuk menciptakan metode pembuatan kebijakan yang paling
optimal. Terlihat juga dengan dilakukannya perubahan pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-
pokok Kepegawaian dilakukan pergantian dengan merubah sebagian yang telah ada pada Undang-undang nomor 5
tahun 2014 tentang aparatur sipil Negara (ASN). Implementasinya dengan pendekatan top down dan bottom up
yakni pembuatannya dilakukan secara sentralisir dari tingkat pusat lalu ketingkat daerah atau institusi tingkat bawah.
Pendekatan implementasi top down dan bottom up pada prinsipnya bertolak pada asumsi-asumsi yang sama sebagai
alur dan kerangka analisis studi implementasi yang bertumpu pada kesesuaian tindakan yang dilakukan para birokrat
selaku aparatur pemerintahan.
Teori Miner dan Crane terhadap kebijakan proses memasukkan (Input processes) tidak ada yang
bertentangan untuk penempatan, namun tidak praktis dalam memisahkan istilah rekruitmen dan seleksi. Kebijakan
pemerintah proses rekruitmen dan seleksi adalah satu kesatuan yang tidak penting untuk dipisahkan, sehingga lebih
mudah kedua proses itu digabung dalam satu istilah yang disebut penerimaan atau seleksi. Kebijakan proses
memasukkan (input) pegawai negeri sipil pada pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada ditingkat
implementasi terdapat hal-hal berikut:
1. Rekrutmen; belum ada peraturan daerah (PERDA) yang mengatur hal-hal yang bersifat spesifik dan strategis
seperti syarat peserta untuk tidak cepat pindah keluar daerah, mendapatkan pegawai negeri yang mengenal,
mencintai, dan memahami kondisi daerah, membuat persyaratan teknis yang memungkinkan diperolehnya calon
pegawai negeri sipil yang berkualitas.
2. Seleksi; masih sangat diperlukan kesadaran dan komitmen penyelenggara seleksi untuk konsisten terhadap tujuan
seleksi yakni mendapatkan pegawai negeri sipil yang berkualitas demi kepentingan daerah. Selain komitmen
penyelenggara, harus dapat dipastikan bahwa instrument seleksi benar-benar merupakan alat standar yang dapat
mengukur kualitas hasil seleksi.
3. Penempatan; komitmen pengelola dalam hal ini Kepala Daerah selaku pembina kepegawaian akan menentukan
bahwa penempatan adalah proses pengelolaan pegawai negeri sipil yang akan berpengaruh pada output processes
yang berkualitas. Artinya sejak perencanaan pengembangan sampai dilakukannya rekruitmen dan seleksi
tujuannya adalah mengisi kekosongan suatu jabatan. Sehingga kalau tidak komitmen terhadap tujuan maka bisa
terjadi jabatan yang akan diisi tetap kosong dan tempat lain menjadi bertumpuk akhirnya membuat masalah baru.

C. Kebijakan proses perubahan atau mediasi (Transformation or mediating processes)


Pembuatan regulasi dalam kebijakan proses perubahan atau mediasi (Transformation or mediating
processes) melalui (1) tranfer, promosi dan demosi, (2) pelatihan (training), (3) manajemen dan pengembangan
organisasi, (4) managemen kompensasi, (5) tunjangan dan pemberian insentif (Benefits and services), (6) program
Keselamatan dan Kesehatan (Safety and health programs), (7) kegiatan hubungan kerja (Labor relations activities)
pegawai negeri sipil menggunakan pendekatan model kebijakan Pure rasionality model, Dror (1984). Model ini
fokus pada pengembangan pola pembuatan keputusan yang ideal secara universal. Berbagai keputusan harus dibuat
sesuai prosedur dan mekanisme yang benar sehingga tepat sasaran. Hal ini terlihat dari beberapa regulasi lama yang
masih dipertahankan dan tidak dibuatkan regulasi baru. Implementasinya dengan pendekatan top down dan bottom
up yakni pembuatannya dilakukan secara sentralisir dari tingkat pusat lalu ketingkat daerah atau institusi tingkat
bawah. Pendekatan implementasi top down dan bottom up pada prinsipnya bertolak pada asumsi-asumsi yang sama
sebagai alur dan kerangka analisis studi implementasi yang bertumpu pada kesesuaian tindakan yang dilakukan para
birokrat selaku aparatur pemerintahan.
Teori Miner dan Crane terhadap kebijakan proses perubahan atau mediasi (Transformation or mediating
processes) tidak ada yang bertentangan secara total dengan kebijakan, ada beberapa catatan pada implementasi
kebijakan dari 7 (tujuh) program; (1) tranfer, promosi dan demosi, (2) pelatihan (training), (3) manajemen dan
pengembangan organisasi, (4) managemen kompensasi, (5) tunjangan dan pemberian insentif (Benefits and
services), (6) program Keselamatan dan Kesehatan (Safety and health programs), (7) kegiatan hubungan kerja
(Labor relations activities) sebagai berikut:
1. Tranfer, promosi dan demosi; tidak ada perbedaan istilah antara teori Miner dan Crane dengan kebijakan
pengelolaan pegawai negeri sipil daerah. Dalam struktur organisasi perangkat daerah yang menguruhi ketiganya
disebut dengan bagian urusan mutasi yang berarti pergeseran atau perpindahan. Masih menimbulkan pertanyaan
oleh berbagai pihak terkait (stake holder) terkait pelaksanaan transfer, promosi, dan demosi pegawai negeri sipil
belum berdasar atas kompetensi dan kebutuhan organisasi, ada faktor-faktor kepentingan pribadi kekuasaan yang
bertolak belakang dengan kepentingan organisasi. Ada yang dipindah (transfer) karena masalah pemilihan
Kepala daerah, ada yang dipromosi belum sesuai atau sebanding dengan kompetensi pegawai negeri sipil
disekelilingnya, dan ada yang diturunkan jabatannya (demosi) akibat tendensi pribadi penguasa.
2. Pelatihan (training); tidak ada pertentangan istilah pelatihan dalam teori Miner dan Crane dengan kebijakan
pengelolaan pegawai negeri sipil. Namun metode peningkatan kapasitas sumber daya manusia selain pelatihan
masih banyak yang tidak disebutkan oleh Miner dan Crane dengan tujuan yang sama, berbeda metode misalnya
penugasan pendidikan formal, study banding, pemagangan, seminar, kursus, penataran, dan sejenisnya. Dengan
demikian metode pelatihan sebagai satu-satunya upaya peninggakatan kapasitas yang dikemukakan Miner dan
Crane tergolong terbatas dibanding metode yang dikemukakan dalam kebijakan pengelolaan pengawai negeri
sipil daerah. Dari sisi implementasi kebijakan tidak ada pemetaan sehingga berimplikasi pada tidak adanya data,
pemerataan, distribusi, dan pemanfaatan hasil peningkatan kapasitas yang telah atau belum dilakukan.
3. Manajemen dan pengembangan organisasi. Istilah Miner dan Crane tentang manajemen dan pengembangan
organisasi tidak ditemukan dalam kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil, istilah tersebut tergolong luas dan
umum. Jika istilah manajemen dan pengembangan organisasi dikatakan oleh Miner dan Crane sebagai dampak
yang lebih dari hanya sekedar pelatihan seperti yang dicontohkan, maka lebih operasional jika langsung
digunakan istilah pengelolaan sumber daya manusia berkinerja tinggi, budaya organisasi yang positif, produk
unggulan, dan lainnya. Sebaliknya, kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak terlihat adanya
pengelolaan pegawai berkinerja tinggi, budaya positif organisasi, produk unggulan dan lain sejenisnya.
4. Managemen kompensasi; imbalan yang diberikan dalam kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil bersifat
implikasi dari kinerja atau sanksi. Bentuknya penghargaan berupa insentif, promosi jabatan, dan lainnya,
sedangkan yang melanggar diberi sanksi berupa teguran, penururan pangkat, dan pemecatan. Terlihat bahwa
kebijakan pemerintah lebih luas, opreasional dan terinci. Didalam teori Miner dan Crane lebih focus pada
kompensasi dalam arti hadiah, mengabaikan faktor pelanggaran
5. Tunjangan dan pemberian insentif (benefits and services); kebijakan pemberian tunjangan dan insentif bagi
pegawai negeri sipil Provinsi Sulawesi Tenggara berjalan sangat baik sesuai dengan teori-teori dan kebijakan
pengelolaan pegawai negeri sipil. Dalam implementasi juga cenderung sangat baik. Bahkan selain itu
ditambahkan lagi dengan fasilitas berdasarkan jabatan dan kondisi ruang lingkup pekerjaan.
6. Program keselamatan dan kesehatan (Safety and health programs): Kebijakan keselamatan dan kesehatan
(Safety and health programs) pegawai negeri sipil tergolong sangat baik. Ada beberapa yang tidak dijelaskan
Miner dan Crane justru ada dalam kebijakan Pemerintah, kecuali soal stress dan gangguan emosional. Namun
soal gangguan emosional dan stress sangat relative berkaitan dengan sikap dan sifat personal dan diberikan
berbagai bentuk cuti. Hal ini menunjukkan bahwa Model Miner dan Crane lebih jauh menjaga dan melindungi
kondisi karyawan atau pegawai negeri sipil.
7. Kegiatan hubungan kerja (Labor relations activities); lazimnya digunakan istilah perjanjian kerja, kontrak kerja,
atau memorandum of understanding (MoU) antara pihak karyawan atau pegawai dengan pihak perusahaan atau
pimpinan dalam suatu organisasi. Bagi pegawai negeri sipil perikatan secara formal seperti istilah-istilah diatas
tidak pernah dilakukan, apalagi dilakukan melalui perundingan bersama para pihak. Secara implisit dilakukan
janji korsp pegawai negeri sipil, target kinerja, dan kesanggupan dalam suatu jabatan saat pelantikan, istilah itu
hanya ada pada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Hal ini dapat berakibat pada lemahnya
komitmen pegawai negeri sipil atau munculnya kesewenang-wenangan secara sepihak pihak penguasa.
D. Kebijakan proses keluaran (Output processes)
Pembuatan regulasi dalam kebijakan proses keluaran (Output processes) melalui; (1) penilaian kinerja (2)
pengukuran produktivitas, dan (3) evaluasi konsekuensi program dan strategis menggunakan apa yang dikemukakan
Dror (1984) Optimal Model. Model ini bersifat integrative atau gabungan. Perhatian model ini difokuskan pada
pengidentifikasian nilai, kegunaan praktis dari kebijakan dan masalahnya. Semuanya ditujukan untuk mengatasi
masalah dengan memperhatikan alokasi sumber daya, penentuan tujuan yang hendak dicapai, pemilihan alternatif
program, peramalan hasil dan pengevaluasian alternatif terbaik. Implementasi model kebijakan dalam kebijakan
proses keluaran (output processes) menggunakan pendekatan top down dan bottom up sesuai yang dikemukakan
oleh Agustino (2014). Dilakukan secara sentralisir dari tingkat pusat lalu ketingkat daerah atau kebawah.
Pendekatan implementasi top down dan bottom up pada prinsipnya bertolak pada asumsi-asumsi yang sama sebagai
alur dan kerangka analisis studi implementasi yang bertumpu pada kesesuaian tindakan yang dilakukan para birokrat
selaku aparatur pelaksana tugas.
Teori Miner dan Crane terhadap kebijakan proses keluaran (Output processes) melalui; (1) penilaian
kinerja (2) pengukuran produktivitas, dan (3) evaluasi konsekuensi program dan strategis pegawai negeri sipil pada
pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada penilaian kinerja sejalan antara teori, kebijakan dan implementasi atau
tidak bertentangan, namun pada pengukuran produktivitas dan evaluasi konsekuensi program dan strategi, tidak
tegas dalam kebijakan juga tidak jelas dalam implementasi. Terdapat hal-hal berikut pada ditingkat implementasi:
1. Penilaian kinerja; teori dan kebijakan tidak ada yang bertentangan, namun pada tingkat implementasi terlihat
adanya perilaku pimpinan dan personal yang tidak konsistensi terhadap tujuan. Seharusnya seluruh kinerja
organisasi perangkat daerah (OPD) adalah akumulasi dari kontribusi kinerja masing-masing pegawai negeri sipil
yang ada didalamnya. Kinerja organisasi disebagian besar perangkat daerah (OPD) diselesaikan oleh beberapa
orang pegawai, sementara yang pegawai lainnya tetap memiliki kinerja yang tinggi tapi tidak melakukan apa-apa
baik proses maupun prosedur kinerja.
2. Pengukuran produktivitas; tidak ada instrument kebijakan dan proses khusus pengukuran produktivitas baik
dalam kebijakan maupun implementasi dalam pengelolaan pegawai negeri sipil, hanya dapat dicermati pada
laporan penyelenggaraan pemerintahan Daerah kepada pemerintah disingkat LPPD, laporan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran. LPPD berdasarkan rencana kerja
pembangunan daerah (RKPD) yang disampaikan oleh kepala daerah kepada Pemerintah. Namun tidak rinci,
tidak sistematis, dan sulit dimengerti sehingga tidak akuntabel. Dengan tidak jelasnya pengukuran produktivitas
pegawai negeri sipil secara terinci, sistematis, transparan dan akuntabel maka tidak diketahui persis rasio ukuran
volume output ke ukuran volume penggunaan input dalam kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil.
3. Evaluasi konsekuensi program dan strategi (Evaluation of the consequences of programs and strategies);
sebagaimana pengukuran produktivitas, tidak ada instrument kebijakan dan proses khusus Evaluasi konsekuensi
program dan strategi dalam pengelolaan pegawai negeri sipil, hanya dapat dicermati pada laporan
penyelenggaraan pemerintahan Daerah kepada pemerintah disingkat LPPD, laporan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran. LPPD berdasarkan rencana kerja pembangunan daerah
(RKPD) yang disampaikan oleh kepala daerah kepada Pemerintah. Namun tidak rinci, tidak sistematis, dan sulit
dimengerti sehingga tidak akuntabel. Dengan demikian program dan strategi pengelolaan pegawai negeri sipil
tidak dapat dipastikan untuk dipertahankan atau ditingkatkan. Tidak dapat diperoleh informasi tentang aspek-
aspek kunci dari bagaimana sebuah strategi atau program mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Juga tidak ada
dasar yang digunakan untuk menilai prestasi organisasi guna pembuatan kebijakan baru.

V. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dari penelitian, dapat ditarik kesimpulan dari 3 (tiga) fenomena
yang teramati dalam penelitian ini yaitu: (1) fenomena teori, (2) fenomena kebijakan, dan (3) fenomena
implementasi teori dan kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil (PNS) Provinsi Sulawesi tenggara, sebagai
berikut:
1. Model Miner dan Crane (1994), tergolong teori manajemen sumber daya manusia yang ideal karena sebagian
besar relevan dengan kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil Provinsi Sulawesi Tenggara, kecuali pada
beberapa kegiatan; (a) rekruitmen dan seleksi pada kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil, menggabung
keduanya dengan menggunakan istilah penerimaan; (b) Tranfer, promosi dan demosi disederhanakan
peristilahannya dengan nama mutasi, (c) pelatihan merupakan istilah yang sangat sempit dan sederhana. Pada
kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil daerah digunakan istilah peningkatan kapasitas sumber daya
manusia, salah satu kegiatannya adalah pelatihan; (d) Manajemen dan pengembangan organisasi, manajemen
kompensasi tergolong istilah yang tidak operasional, umum, dan luas. Sebaliknya stress dan gangguan emosional
tergolong kegiatan speseifik dan relative yang berkaitan dengan sikap dan sifat personal sulit diukur. Beberapa
istilah tersebut tidak dibahas dalam kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil daerah;
2. Kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang diidentifikasi dengan teori
Miner dan Crane, ditemukan menggunakan pendekatan kebijakan top down dan bottom up sebagaimana
dikemukakan oleh Agustino (2014), sedangkan pendekatan pembuatan kebijakannya masing-masing tahapan
sesuai yang dikemukakan oleh Dror (1984), yakni: (a) Pembuatan kebijakan perencanaan (Planning)
menggunakan pendekatan Incremental model; (b) Pembuatan kebijakan proses memasukkan (Input processes)
menggunakan pendekatan Extra rational model, (c) Pembuatan kebijakan proses perubahan atau mediasi
(Transformation or mediating processes) menggunakan pendekatan Pure rasionality model, dan (d) Pembuatan
kebijakan proses keluaran (Output processes) pendekatan Optimal Model. Beberapa hal yang menjadi
permasalahan kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil, yaitu; kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil
daerah tidak berdiri sendiri yang tergantung pada kebijakan pemerintah pusat, belum ada peraturan Daerah
(Perda) khusus pengelolaan pegawai negeri sipil daerah, pengelolaan pegawai berkemampuan khusus, stress
dan gangguan emosional, kurang ketegasan perikatan kerja (perjanjian kerja) pegawai negeri sipil, dan
lemahnya pengukuran output (kinerja, produktivitas, dan evaluasi program).
3. Implementasi teori dan kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil daerah sebagian besar bersinergi, sesuai atau
relevan, ada beberapa tantangan dan hambatan berikut: (a) dari sikap dan kompetensi pengelola seperti;
perencanaan yang disepelekan, data dan pemetaan yang disepelekan, tujuan organisasi yang tidak diprioritaskan
dan dikesampingkan, orientasi pribadi lebih menonjol; (b) dari masalah istilah dan literasi, seperti; tidak
operasional, terlalu luas, tidak menyeluruh, dan istilah yang tidak lazim; (c) dari instrument tidak jelas dan tidak
focus, seperti: sistem perencanaan, manajemen dan pengembangan organisasi, manajemen kompensasi, ukuran
kinerja, ukuran produktivitas, dan evaluasi dampak program dan strategi.
B. Saran-Saran
Berdasarkan temuan penelitian, maka saran dalam penelitian ini disampaikan kepada; ahli manajemen
sumber daya manusia, pemerintah, dan pegawai negeri sipil sebagai berikut:
1. Ahli manajemen sumber daya manusia; diperlukan penyempurnaan model dan teori-teori praktis yang mudah
bersinergi dengan implementasi kebijakan.
2. Pemerintah selaku perumus dan pelaksana kebijakan; (a) perlu memilih dan menentukan suatu model
pengelolaan kebijakan yang ideal; (b) perlu meningkatkan pendekatan implementasi kebijakan yang
mengakomodir dengan tepat semua jenjang kepentingan para pihak (stake holder); (c) perlu adanya kebijakan
pengendalian individu berupa perikatan kerja formal (perjanjian kerja), orientasi, sikap dan perilaku yang
dilaksanakan secara tegas; dan (d) pemerintahan daerah perlu membuat peraturan Daerah (Perda) pengelolaan
pegawai negeri sipil daerah yang mengakomodir; teori, kebijakan, dan spesifik wilayah
3. Bagi pegawai negeri sipil; perlu memiliki orientasi, sikap, dan perilaku yang baik berdasar tugas dan fungsinya
dalam organisasi, serta terus meningkatkan kompetensi sesuai tujuan organisasi.
C. Implikasi Temuan
Implikasi dari penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada; (1) implikasi teoritis, (2) implikasi
praktis, dan implikasi metodologis, sebagai berikut:
1. implikasi teoritis; walaupun penelitian ini tidak untuk menguji teori dan kebijakan karena sifat penelitian ini
induktif kualitatif dan kasuistik, namun paling kurang temuan dalam penelitian ini memperkuat teori Miner dan
Crane (1994) dan mengoreksi beberapa bagian oleh implementasi kebijakan. Demikian teori pendekatan
implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Agustino (2014) dan pembuatan kebijakan yang dikemukakan
oleh Dror (1984). Temuan penelitian ini dapat memberi khasanah dan kajian pengembangan teori pengelolaan
sumber daya manusia lebih khusus pada organisasi public (pemerintah daerah), selama ini lebih didominasi
lembaga profit.
2. implikasi praktis; dalam implementasi kebijakan pengelolaan pegawai negeri sipil provinsi Sulawesi tenggara
dapat dipelajari dan dipahami hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan model pengelolaan dan pendekatan
kebijakan yang efektif dan efisien.
3. implikasi metodologis; kajian berbagai aspek dengan pendekatan kualitatif dapat diperluas penggunaanya dan
tidak harus marginal dengan pendekatan lain. Manfaat dari penelitian ini dapat menambah dan memperkuat
asumsi para peneliti bahwa tidak perlu lagi ada perdebatan antara pendekatan kualitatif dengan yang lainnya.
D. Keterbatasan Penelitian
Temuan terhadap fenomena pengelolaan kebijakan dan pendekatan implementasi kebijakan yang
menggunakan teori Miner dan Crane (1994), teori Agustino (2014), dan Dror (1984) tidak dapat dilakukan
generalisasi terhadap semua teori yang ada, karena dilakukan dengan tidak mempelajari dan membandingkan semua
teori-teori yang ada. Apalagi dilakukan dengan wilayah implementasi pengelolaan dan implementasi kebijakan yang
terbatas, yakni di provinsi Sulawesi Tenggara.
Yang menjadi keterbatasan pula adalah tidak meneliti pengaruh lingkungan yang dikemukakan didalam
model Miner dan Crane (1994), yaitu operasi secara luas di seluruh organisasi dan beroperasi hanya untuk subset
organisasi tertentu. Hal ini akibat keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga ditengah-tengahnya luasnya faktor pengaruh
lingkungan yang harus dikemukakan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Khakim, 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung:


PT. Citra Aditya,
Abdulsyani. 1997. Manajemen Organisasi. Jakarta: Bina Aksara
Armstrong, M. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia.. PT Elexmedia Komputindo. Jakarta.
Arahood Dale A. 1992. Human resources policy manual. Japan: Bank Administration Institute Toppan Co. Tokyo.

Aswathappa, K. 2005. Human resource and personnel management; text and cases. Tata McGraw-Hill Publishing
Company Limited: New Delhi.

Baedhowi. 2007. Revitalisasi Sumber Daya Aparatur dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Layanan Publik. Jurnal
Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi, Vol.15, No.2 (Mei).
Banga, W. 2011. Kajian Administrasi Publik Kontemporer (Konsep, Teori, dan Aplikasi). Kendari: Unhalu Press.
Benveniste, GUY, 1994. Birokrasi, Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bobrow, Davis and Dryzek, John. 1989. Policy Analysis by Design. Baker dan Taylor International, London.
Manufactured in the United States of America.
Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor. 1993. Kualitatif: dasar-dasar Penelitian. Terjemahan oleh A. Khozin Afandi.
Surabaya: Usaha Nasional.
Bungin, Burhan, 2001. Metode Penelitian sosial; Format-format kuantitatif dan kualitatif. Surabaya: Airlangga
University Press.

Bogdan Robert dan Taylor Steven J. 2003. Penerjemah: A. Khozim affandi. Kualitatif dasar-dasar penelitian.
Surabaya: Usaha nasional.

Carlson, K.D., Connerley, M.L., Mecham III, R.L. 2002. Recruitmen Evaluation: The Case for The Quality of
Applicants Attracted. Personnel Psychology.
Dale, M. 2003. Developing Management Skill (Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia
Darma, S. 2005. Manajemen Kinerja Falsafah Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dessler, G. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT INDEKS.

Dessler, G. 2013. Human Resource management. England : Pearson Education Limited.

Dunn William N. Terjemahan 2012 Gadjah Mada University Press. Pengantar analisis kebijakan publik.
Yokyakarta: Gadjah mada university press.

Enabling Enterprise. 2011. A Guide to Productivity Measurement. Singapore: Published by spring.

Flippo, E.B. 1994. Manajemen Personalia: Edisi Keenam, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Gatewood, RD dan H.S. Field. 2001. Human Resource Selection. Thomson Learning.

Ghozali, I. 2005. Structural Equation Modeling; Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan Program LISREL 8,54, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.

Gibson, James L., Ivancevich, John M. & Donnely, Jr., James H. 1989. Organisasi dan Manajemen Perilaku:
Perilaku, Struktur, dan Proses. Edisi keempat, Terjemahan Jakarta: Erlangga.

Gomez-Mejia, L.R., Balkin, D.B., Cardy, R.L. 2001. Managing Human Resources. Third Edition. Prentice Hall.
New Jersey: Upper Sadle River.

Hardjito, D. 2001. Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian. Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada.

Husn Lalu. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakejaan Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Husna Suad & Heiddjrachman (1997). Manajemen Personalia. Penerbit BPFE. Yogyakarta.

Irawan, Prasetya, Suryani S.F.Motok, Sri Wahyu Krida Sakti, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
STIA LAN Press.
Islam, Md Rafiqul. 2007. Public procurement and contracting in bangladesh: an analysys of the perceptions of civil
servants. ProQuestDokument. 28-12-2014

Islamy Irfan . 2009. Kebijakan publik. Banten: Penerbit Universitas Terbuka.


Ismail, Fuad F. dan Abdul Hamid Muttawali. 2003. Cepat menguasai Ilmu Filsafat, terjemahan oleh Didin
Faqihuddin. Yokyakarta: IRCiSoD.

Ivancevich, John M. 2001. Human Resource Management. New York: Mc. Grow – Hill Companies.

Jakson, S, dkk. 2009. Managing human resources. Edisi Indonesia: Penerbit Salemba empat: Jakarta.

Lupascu, Adrian. 2012. The professionalism of civil servants with special status from the prison administration
system. ProQuestDokument 28-12-2014.
Manual OECD. 2001. Meansurement Of Aggregate and Industry-level Productivity Growth. Prancis. Publié en
français sous le titre : Meansurer La Productivite

Mathis. Robert I, Jackson John H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Maulidin, 2003. Sketsa Hermeneutika, Gerbang, Vol. V, No. 14, Hal. 3-44
Melcher, J., Arlyn. Structure and Process Organizations. Terjemahan oleh Hasymi Ali 1995. Jakarta: Pt. Rineka
Cipta.

Miner, JB & Crane, DP. 1994. Human resource management. America: Harper Collins College Publishers.

Millar dan Michael. 2006. Top civil servants slam poor performance management: ProQuestDokument 28-12-2014.

Moekiat. 1998. Analisis Jabatan. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya.

Mondy, Wayne & Robert M, Noe. 1996. Human Resource Management. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Muhadjir, Nong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yokyakarta: Rake Sarasin


Mulyana, Dedy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu-ilmu sosial
lainnya. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya.

Mustafa, D, 2013. Birokrasi Pemerintahan, Bandung: Cetakan Kesatu, Alfabeta.

Prawirosentono, S. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang
Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta: BPFE.
Puspitawati, H. (2009). Teori Struktural Fungsional dan Aplikasinya dalam Kehidupan Keluarga. Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
130).

Rivai, V. 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahan dan Teori dan Praktik. Yogyakarta: PT Raja
Grafindo.

Robbins, P. Stephen. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan oleh Ali. 2002. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Robinson, Dave. 2002. Nietzsche dan Posmodernisme. Yokyakarta: Pt. Jendela Dunia
Rue, Leslie W. and Lloyd L. Byars. 1980. Management; Theory and Application. Unitet State America: Richard D.
Irwin Inc.

Sabo, William. 2013 Evaluation Strategies for Human Services Programs The Urban Institute Washington,
D.C.

Salusuh, J. 2000. Pengambilan Keputusan Stratejik, untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Jakarta:
Grasindo.

Samsudin, S. 2006. Manajemen Sumber Daya manusia. Bandung; CV. Pustaka Setia.

Sastrohadiwiryo, B. Siswanto. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif dan
Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Scherer and Michael. 2004. Civil Servants As the Enemy . ProQuestdocument link, 28-12-2014.

Schoderbek, Peter P., Richard A. Cosier, dan John C.Aplin. Management. Washinton DC: Hardcourt Brace
Jovanovich Publishers.

Sedarmayanti. 2007. Manajemen sumber daya manusia Reformasi birokrasi dan manajemen pegawai negeri sipil.
Bandung: Pt. Refika Adithama

Sedarmayanti. 2013. Reformasi administrasi publik, reformasi birokrasi dan kepemimpinan masa depan
(mewujudkan pelayanan prima dan kepemerintahan yang baik). Bandung: Pt. Refika Adithama

Siagian, S.P. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pt. Bumi Aksara.

Siagian, S. P. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pt. Bumi Aksara.
Sukasah, Taufik, 2005. Pengaruh Proses Rekrutmen, Seleksi dan Penempatan terhadap Kinerja Pegawai di Deputi
Administrasi Sekretariat Negara RI. Jakarta: Universitas Indonesia.

Stillman II Richard J.1986. Public Administration; Concepts and Cases. Toronto: Houghton Mifflin Company.

Stoner, A.F. James. 1982. Manajemen. Terjemahan Alfonsus Sirait. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Strauss , Anselm dan Juliet Corbin, 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Prosedur, Teknik, dan Teori
Grounded. Terjemahan oleh HM. Djunaidi Ghony. Surabaya: Pt. Bina Ilmu

Sunyoto, Danang. 2012. Sumber Daya Manusia (praktek penelitian). CAPS (Center for Academic Publishing
Service): Yokyakarta.

Susilo, D. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.


Sutopo.1998. Administrasi, Manajemen dan organisasi. Jakarta: LAN

Thoha, M. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Pt. RajaGrawindo Persada.

Triton TB. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia Perspektif Partnership dan Kolektivitas. Jakarta: PT. Suka
Buku.

Vroom, Victor H. 1964. Work and Motivation. New York: John Wiley & Sons.

West, Michael. 1994. Effective team work, Kerjasama Kelompok yang Efektif. Terjemahan Srikandi Waluyo. 1998.
Yokyakarta: Penerbit Kanisius.

Wexley Kenneth N & Yulk Gary (1992). Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Penerbit Rineka Cipta.

Wilson, JQ. 1989. Bureaucracy: what government agencies do and why they do it. Basic Books, Inc. Printed in the
United States of America.

Anda mungkin juga menyukai