Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO mencatat, bahwa terdapat 600 juta jiwa lansia pada tahun 2012 di
seluruh dunia. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan, bahwa
jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, meningkat
sekitar 7,93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14,44 juta jiwa. Diperkirakan
jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450 ribu
jiwa per tahun. Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di
Indonesia akan sekitar 34,22 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010).
Saat memasuki usia tua, para lansia memiliki perubahan struktur otak yang
menyebabkan kemunduran kualitas hidup yang berimplikasi pada
kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Nugroho, 2008).
Dukungan keluarga yang optimal mendorong kesehatan para lansia
meningkat, selain itu kegiatan harian para lansia menjadi teratur dan tidak
berlebihan. Bagian dari dukungan sosial adalah cinta dan kasih sayang yang
harus dilihat secara terpisah sebagai bagian asuhan dan perhatian dalam
fungsi efektif keluarga (Stanley dan Beare, 2006).
Keluarga adalah orang terdekat yang merupakan support system utama
bagi lanjut usia dalam hal merawat lansia dan mempertahankan kesehatannya.
Keluarga memegang andil yang besar dalam pemberian perawatan lansia
dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Keluarga memegang
peranan penting dalam perawatan usia lanjut. Pekerjaan merawat lansia
bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan karena membutuhkan
pengetahuan, keterampilan, kemauan, pengabdian dan kesabaran. Perawatan
pada lansia sangat komplekdanmemerlukankesabarandalammerawat lansia
keluarga harus lebihmemperhatikan kondisi lansia sehingga memerlukan
pengetahuan serta keterampilan dalam menjalankan caring kepada anggota
keluarga lansia guna mencegah timbulnya penyakit fisik dan mental
menjelang hari tua dengan pemberian fasilitas kesehatan yang memadai.
Keluarga juga berperan dalam pelayanan kesehatan bagi lansia karena
keluarga mempunyai perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan oleh lansia.
Masalah yang sering dialami keluarga dalam menghadapi perawatan lansia
yaitu peran pendampingan, komunikasi, kesibukan keluarga, lingkungan
susah untuk dimodifikasi sehingga aman untuk lansia, layanan kesehatan
yang jauh atau kurang memadai. Lansia memerlukan pendampingan yang
terus-menerus sehingga dapat menimbulkan dampak pada keluarga berupa
beban yang dihadapi keluarga, dan dampak tersebut dapat menimbulkan
burden. Hal tersebut sesuai dengan Sales bahwa melakukan perawatan pada
lansia dengan penyakit kronis dapat menimbulkan perasaan burden atau
strain pada care giver yang dapat memberikan pengaruh pada kualitas hidup
keluarga keluarga berupa beban yang dihadapi keluarga, dan dampak tersebut
dapat menimbulkan burden. Hal tersebut sesuai dengan Sales bahwa
melakukan perawatan pada lansia dengan penyakit kronis dapat menimbulkan
perasaan burden atau strain pada care giver yang dapat memberikan
pengaruh pada kualitas hidup keluarga.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, diantara 7


anggota keluarga yang merawat lansia (care giver), bahwa sebanyak 4 lansia
yang mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
sehingga segala aktivitas dibantu oleh keluarga dan 3 lansia tidak mengalami
keterbatasan, sehingga mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 3 anggota keluarga yang yang
merawat lansia mengatakan bahwa lansia sangat tergantung kepada anggota
keluarga, lansia tidak bisa ditinggal jauh dari rumah, sehingga keluarga
merasa terbebani dalam merawat lansia, sedangkan pada lansia anggota
keluarga merasa tidak terbebani dalam merawat lansia karena lansia mampu
melakukan aktivitas secara mandiri.
Kemandirian lansia dalam ADL didefinisikan sebagai kemandirian
seseorang dalam melakukan aktivitas dan fungsi kehidupan harian yang
dilakukan oleh manusia secara rutin dan universal (Kane, 1981 dalam Sari,
2013). Penelitian dari Shalindra (2013) menunjukkan, bahwa ada
hubunganyang bermakna antara dukungan keluarga dengan
2
kemandirianlansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di Desa
Tualango. Berdasarkan uraian teori dan fenomena di atas penulis tertarik
untuk meneliti tentang “Hubungan antara dukungan keluarga dengan beban
keluarga terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu
Hubungan antara dukungan keluarga dengan beban keluarga terhadap
kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di wilayah kerja
puskesmas I Denpasar Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Bersadarkan perumusan masalah di atas, maka dikemukakan tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara dukungan keluarga
dengan beban keluarga terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan.
2. Tujuan khusus
Mengidentifikasi dukungan keluarga keluarga terhadap kemandirian
lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di wilayah kerja puskesmas I
Denpasar Selatan.

a. Mengidentifikasi dukungan keluarga keluarga terhadap kemandirian


lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di wilayah kerja
puskesmas I Denpasar Selatan. .
b. Mengidentifikasi beban keluarga terhadap kemandirian lansia dalam
pemenuhan aktivitas sehari-hari di wilayah kerja puskesmas I
Denpasar Selatan. .
c. Menganalisis dukungan keluarga dengan beban keluarga terhadap
kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di wilayah
kerja puskesmas I Denpasar Selatan.

3
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan
memberikan kontribusi pada teori ilmu keperawatan terutama dalam
meneliti analisis hubungan antata dukungan keluarga dengan beban
keluarga terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-
hari di wilayah kerja puskesmas II Denpasar Selatan.r. Hasil penelitian ini
juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti lainnya yang
melakukan penelitian dengan objek yang sama.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan keluarga yang mempunyai lansia
agar dapat merawat lansia dengan baik.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia
1. Pengertian lansia
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,
yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup.
Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirakan anak. Ketika kondisi
hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini dan
memasuki selanjutnya yaitu usia lanjut kemudian mati. Bagi manusia yang
normal, siapa orangnya tentu telah siap menrima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungannya (Darmojo, 2004).
2. Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
seperti kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut
memutih, gigi ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semangkin
memburuk, gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak proporsional
(Nugroho, 2008).
Menurut constantides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan
bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus-menerus secara ilmiah dimulai sejak lahir
dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit
tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
3. Batasan Lanjut Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Mubarak dan
5
Iqbal, W (2006), Batasan lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 70 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun
4. Teori penuaan
Menurut Guraalnik, dkk dalam Tamher (2009) para perencana dan
pengambilan keputusan menaruh perhatian pada aspek lanjut usia yang
sehat dan sakit-sakitan mengingat usia yang panjang, tetapi sakit-sakitan
akan menguras banyak sumber daya dan akan mengganggu aktifitas
sehari-hari lansia. Indeks aktifitas sehari-hari menurut Katz, dapat
diprediksi berapa usia harapan hidup aktif pada suatu masyarakat. Dari
berbagai studi disimpulkan bahwa dari status fungsional aktifitas sehati-
hari terkait erat bukan hanya dengan usia, tetapi juga dengan penyakit.
Keterbatasan gerak menyebabkan utama gangguan aktifitas hidup
keseharian (activity of daily living-ADL) dan IADL (ADL intrumen).
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia.
Menurut nugroho (2000), perubahan yang terjadi pada lansia adalah :
a. Perubahan atau kemunduran biologi
1) Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastic lagi. Fungsi
kulit sebagai penyakit suhu tubuh lingkungan dan mencegah
kuman-kuman penyakit masuk.
2) Rambut mulai rontok, berwarna putih, kering dan tidak mengkilat.
3) Gigi mulai habis.
4) Penglihatan dan pendengaran berkurang.
5) Mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
6) Keterampilan tubuh menghilang disana-sini terdapa timbunan
lemak terutama pada bagian pinggul dan perut.

6
7) Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah
jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut,
fungsinya menurun dan kekuatannya berkurang.
8) Pembuluh darah penting khususnya yang terletak dijantung dan otak
mengalami kekakuan lapisan intim menjadi kasr akibat merokok,
hipertensi, diabetes mellitus, kadar kolesterol tinggi dan lain-lain
yang memudahkan timbulnya pengumpulan darah dan thrombosis.
9) Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium) menurun akibatnya
tulang menjadi keropos dan mudah patah.
b. Perubahan atau kemunduran kemampuan kognitif
1) Mudah lupa karena ingatan tidak berfungsi dengan baik.
2) Ingatan kepada hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada yang
terjadi pada masa tuanya yang pertama dilupakan adalah nama-nama
3) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang atau tempat
juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingatan yang sudah
mundur dan juga karena pandangan yang sudah menyempit
4) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman skor yang dicapai
dalam test-test intelegentsi menjadi lebih rendah sehingga lansia
tidak mudah untuk menerima hal-hal yang baru.
c. Perubahan-perubahan psikososial
1) Pension, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya selain
itu identitas pension dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan
2) Merasakan atau sadar akan kematian.
3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak yang lebih sempit.
4) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan.
5) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga.
6) Hilangnya kemampuan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.

7
B. Dukungan Keluarga
1. Pengertian keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2003) yang menyatakan bahwa
keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Duval dan Logan
(1986) menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan
ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Ferry,
2009).
2. Ciri-ciri keluarga
Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton dalam (Setiadi, 2008) ciri-ciri
keluarga dibagi beberapa macam :
a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
b. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
c. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur) termasuk
perhitungan garis keturunan.
d. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-
anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan
dan mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
e. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah
tangga.
3. Struktur keluarga
Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan
fungsi keluarga dimasyarakat. Struktur keluarga terdiri dari bermacam-
macam (Setiadi, 2008) diantaranya adalah :

8
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
e. Keluarga kawin
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga
karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
4. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (2003) fungsi keluarga meliputi :
a. Fungsi efektif adalah fungsi keluarga yang utama mengajarkan segala
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan
orang lain.
b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat berlatih
anak untuk kehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.

9
e. Fungsi perawatan dan pemeliharan kesehatan adalah fungsi untuk
mempertahankan keaadan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi.
Ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya menurut
Effendy (1998) dalam Setiadi (2008), yaitu :
a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan kepada anggota keluarga.
b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anggota
keluarga agar kesehatan selalu terpelihara.
c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan
5. Pengertian dukungan keluarga
Menurut Cohen & Syme (1996) Dukungan sosial adalah sesuatu
keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang
dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang
memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008).
Dukungan keluarga merupakan suatu strategi intervensi preventif
yang paling baik dalam membantu anggota keluarga mengakses dukungan
sosial yang belum digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk
meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan keluarga
mengacu pada dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai
suatu yang dapat diakses untuk keluarga misalnya dukungan bisa atau tidak
digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan (Friedman, 2003).
Dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sebagai
koping keluarga, baik dukungan keluarga yang eksternal maupun internal.
Dukungan dari keluarga bertujuan untuk membagi beban, juga memberi
dukungan informasional (Friedman, 2003).
Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antar keluarga
dengan lingkungan sosialnya, ketiga dimensi interaksi dukungan keluarga
tersebut bersifat reproksitas (timbal balik atau sifat dan frekuensi hubungan
10
timbal balik), umpan balik (kualitas dan kualitas komunikasi) dan
keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam
hubungan sosial. Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi
sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya dan merupakan pelaku
aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasi komunitas hubungan personal
untuk mencapai keadaan berubah (Friedman, 2003).
6. Jenis Dukungan Keluarga
Jenis dukungan keluarga terdiri dari empat jenis atau dimensi dukungan
menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) antara lain :
a. Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat
dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi yang
meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap lansia
b. Dukungan penghargaan (penilaian)
Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing
dan menengahi pemecahan dan sebagai sumber dan validator identitas
anggota. Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk
lansia, dorongan maju, atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu dan perbandingan positif pada lansia.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit
yang mencakup bantuan seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan waktu
mengalami stres.
d. Dukungan informatif
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator
(penyebar) informasi tentang dunia yang mencakup dengan memberi
nasehat, petunjuk-petunjuk, sarana-sarana atau umpan balik. Bentuk
dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat,
pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan
pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu
11
yang mendapat perhatian, disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari
masyarakat (Friedman, 2003).
7. Ciri-ciri bentuk dukungan keluarga
Menurut House Smet (1994) dikutip oleh Setiadi (2008) setiap bentuk
dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain :
a. Informative, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat
digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan
yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau
informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini disampaikan
kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau
hampir sama.
b. Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi
dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati,
cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang
menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri
tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar
segala keluhannya, bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang
dihadapinya.
c. Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan
dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolonga secara
langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan
peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat
yang dibutuhkan dan lain-lain.
d. Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan
seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya penderita.
Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat
berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga
maka penilaian sangat membantu adalah penilaian yang positif.
8. Sumber dukungan keluarga

12
Menurut Rook & Dooley, Kuntjoro (2002) dalam Tamher (2009), ada
dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artificial.
Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial
dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada
disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat)
teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal
sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang
dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan
keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sehingga
sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika
dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut
terletak pada :
a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya
tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.
b. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan
nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
c. Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan yang
telah berakar.
d. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki keragaman dalam
penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang nyata
hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam.
e. Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari bebas dan label
psikologis.
9. Manfaat dukungan keluarga
Menurut Friedman (2003) dukungan sosial keluarga adalah sebuah
proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan
sosial berbeda-beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan. Namun
demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan sosial keluarga
membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal
sebagai akibatnya. Hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

13
C. Kemandirian Lansia
1. Pengertian
Menurut mu’tadin (2002), kemandirian mengandung pengertian yaitu
suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju
demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukan.
Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu
kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak bergantung pada orang
lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya dilakukan sendiri dengan
keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya (Alimul, 2004).
Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas
hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
(AKS) menurut Setiati (2000) dikutip oleh Ratna (2004) ada 2 yaitu AKS
standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan merawat
diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,dan mandi. Sedangkan
AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti memasak,
mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia
Meliputi faktor kondisi kesehatan, faktor kondisi ekonomi, dan faktor
kondisi sosial :
a. Kondisi Kesehatan
Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah
mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup
prima. Prosentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai
kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka bisa melakukan
aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari seperti : mengurus
dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat
Setiati (2000) bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat
14
dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari (AKS). AKS ada 2 yaitu AKS standar dan AKS
instrumental. AKS standar meliputi kemampuan merawat diri seperti
makan, berpakaian, buang air besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS
instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti memasak,
mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang. Sedangkan
pada lanjut usia dengan kesehatan sedang cenderung tidak mandiri. Hal
ini disebabkan karena kondisi kesehatan mereka baik fisik maupun
psikis yang kadang-kadang sakit atau mengalami gangguan, sehingga
aktivitas sehari-hari tidak semuanya dapat dilakukan sendiri. Pada
beberapa kegiatan mereka memerlukan bantuan orang lain, misalnya
mengerjakan pekerjaan yang berat atau mengambil keputusan. Orang
lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat melakukan aktivitas
apa saja sedangkan yang memiliki kondisi kesehatan sedang cenderung
memilih aktivitas yang memerlukan sedikit kegiatan fisik. Untuk
mengerjakan beberapa aktivitas fisik dan psikis yang berat mereka
memerlukan pertongan dari orang lain. Dampak dari menurunnya
kondisi kesehatan seseorang secara bertahap dalam ketidak mampuan
secara fisik mereka hanya tertarik pada kegiatan yang memerlukan
sedikit tenaga dan kegiatan fisik (Hurlock, 1994).
b. Kondisi Ekonomi
Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonomi sedang karena
mereka dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka
alami sekarang. Misalnya perubahan gaya hidup. Dengan berkurangnya
pendapatan setelah pensiun , mereka dengan terpaksa harus
menghentikan atau mengurangi kegiatan yang dianggap
menghamburkan uang (Hurlock, 2002). Pekerjaan jasa yang mereka
lakukan misalnya mengurus surat-surat, menyampaikan undangan
orang yang punya hajatan, baik undangan secara lisan maupun berupa
surat undangan. Walaupun upah yang mereka terima sedikit, tetapi
mereka merasa puas yang luar biasa. Karena ternyata dirinya masih
15
berguna bagi orang lain Lanjut usia yang tidak mandiri juga berada
pada ekonomi sedang. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka
tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak atau keluarga.
Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-kebutuhan lain
seperti makan, pakaian, kesehatan atau kebutuhan untuk acara sosial.
Sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah berusia
lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan
penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia
lanjut (Hurlock, 2002).
c. Kondisi Sosial
Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut
usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat
keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2002). Hubungan sosial antara
orang lanjut usia dengan anak yang telah dewasa adalah menyangkut
keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab anak terhadap orangtua
yang menyebabkan orang lanjut usia menjadi mandiri.
Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang telah berumah
tangga maupun yang belum, atau yang tinggal satu rumah, tidak tinggal
satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal atau yang tinggal berjauhan
( tinggal di luar kota ) masih memiliki kewajiban bertanggungjawab
terhadap kebutuhan hidup orang lanjut usia seperti kebutuhan sandang,
pangan, kesehatan dan sosial. Hal ini merupakan kewajiban anak untuk
menyantuni orang tua mereka sebagai tanda terimakasih atas jerih
payah orangtua yang telah membesarkan mereka. Anak-anak lanjut usia
juga bersikap adil dan berperikemanusiaan (sesuai dengan sila ke 2 dari
Pancasila) dalam merawat dan mendampingi orangtuanya yang sudah
lanjut usia.
Sebagaimana pendapat Hurlock (2002) yang menjelaskan bahwa
sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah berusia
lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan

16
penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia
lanjut.

Selain itu menurut Parker dalam Adilasari (2008), faktor-faktor yang


mempengaruhi tingkat kemandirian lansia adalah sebagai berikut :

a. Tanggung jawab
Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan
sesuatu dan diminta pertanggung jawaban atas hasil kerjanya.
Misalnya lansia diberi tanggung jawab yang dimulai dengan
tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri. Lansia yang diberi
tanggung jawab sesuai dengan kondisinya akan merasa dipercaya,
berkompeten dan dihargai.
b. Mandiri
Percaya diri dan mandiri adalah dua hal yang saling
menguatkan. Semakin lansia dapat mandiri, dia akan semakin
mampu mengelola kemandirian, kemudian mengembangkan
kemandirian. Keluarga harus memberikan kesempatan dan waktu
agar lansia bisa memiliki tugas-tugas yang praktis, mereka harus
memahami metode atau cara bagaimana cara menyelesaikannya
dan bagaimana menghadapi frustasi yang tidak bisa dihindarkan.
c. Pengalaman praktis dan akal sehat yang relevan
Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang
praktis dan relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan
memahami diantaranya mampu untuk:
1) Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri.
2) Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang
sesuai kebutuhan.
3) Menggunakan sarana transportasi umum dan menyebrang jalan
4) Kreasi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat
d. Otonom

17
Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri (self
determination) yang berarti mampu mengendalikan atau
mengetahui atau mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya.
e. Kemampuan memecahkan masalah
Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai, lansia akan
terdorong untuk mecari jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang
mereka alami.
f. Kebutuhan akan kesehatan yang baik
Olah raga dan berbagai aktifitas fisik adalah penting untuk
mengembangkan atau meningkatkan proses koordinasi yang baik
dan kebugaran. Kita semua tahu bahwa latihan dapat memberi
keuntungan dan berpengaruh terhadap kesehatan kita dan
kebahagiaan secara umum. Latihan dapat memberi energi yang
baru dan dianggap dapat meingkatkan sikap dan motivasi kita,
maka jika tubuh kita bugar, kita akan memiliki stamina yang labih
baik.

g. Support sosial
Support sosial bagi lansia terdiri dari tiga komponen yaitu :
Jaringan-jaringan informal meliputi keluarga dan kawan-kawannya
1) Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial
setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial.
2) Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan
dan interaksi sosial yang disediakan oleh organisasi
lingkungan sekitar.
3. Tingkat Kemandirian
Menurut pendapat Lovinger dikutip oleh Yuliana (2009), tingkat
kemandirian adalah sebagai berikut :
a. Tingkat impulsif dan melindungi

18
Adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati dan
mencari keadaan yang mengamankan diri. Ciri-ciri tingkatan pertama
ini adalah :
1) Peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksinya dengan orang lain.
2) Mengikuti aturan oportunistik (orang yang suka memanfaatkan
orang lain) dan hedonistik (orang yang suka hidupnya untuk senang-
senang tanpa tujuan yang jelas)
3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu
4) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game
5) Cenderung mmenyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
b. Tingkat komformistik
1) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
2) Cenderung berpikir stereotif (angggapan) dan klise (tidak nyata)
3) Peduli akan komformitas (orang yang ahti-hati dalam mengamb
keputusan) terhadap aturan eksternal
4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
5) Menyamarkan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi
6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal
7) Takut tidak diterima kelompok
8) Tidak sensitif terhadap ke individu
9) Merasa berdosa jika melanggar aturan
c. Tingkat sadar diri
Adalah merasa tahu dan ingat pada keadaan diri sebenarnya. Ciri-ciri
tingkatan ketiga adalah :
1) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup
2) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada
3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi
4) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah
5) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan
19
d. Tingkat seksama (conscientious)
Seksama berarti cermat, teliti. Ciri-ciri tingkatan keempat ini adalah :
1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal
2) Mampu melihat dari berbagai pembuatan pilihan dan pelaku
tindakan
3) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perpestik diri sendiri
maupun orang lain.
4) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan
penilaian diri.
5) Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling
menguntungkan).
6) Memiliki tujuan jangka panjang
7) Cenderung meilhat peristiwa dalam konteks sosial
8) Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
e. Tingkat individualistik
Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua ciri-
ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang lain. Ciri-
ciri tingkatan kelima adalah :
1) Peningkatan kesadaran individualistik
2) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan
ketergantungan.
3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
4) Mengenal eksistensi perbedaan individual
5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan
6) Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal dirinya.
f. Tingkat mandiri
Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkatan keenam
ini adalah :
1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan
2) Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri
maupun orang lain
20
3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosisal.
4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertetangan.
5) Toleran terhadap ambiguitas (keadaan yang sama atau mirip dalam
seseorang)
6) Peduli terhadap pemenuhan diri.
7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
8) Respon positif terhadap kemandirian orang lain.
9) Mengukur kemandirian lansia dengan Indeks Barthel
Tahun 1965, Mahoney dan Barthel diterbitkan skala weightted untuk
mengukur ADL dasar dengan pasien kronis cacat. Digambarkan sebagai
"indeks sederhana kemerdekaan untuk mencetak kemampuan pasien dengan
gangguan neuromuskuler atau muskuloskeletal untuk merawat dirinya
sendiri," termasuk indeks Barthel 10 item, termasuk makan, transfer,
perawatan pribadi dan kebersihan, mandi, toileting, berjalan, bernegosiasi
tangga dan mengendalikan usus dan kandung kemih. Item yang mencetak
diferensial sesuai dengan sistem penilaian tertimbang yang memberikan
poin berdasarkan kinerja independen atau dibantu. Misalnya, seseorang
yang membutuhkan bantuan dalam makan akan mendapatkan lima poin,
sedangkan kemerdekaan dalam makan akan diberikan 10 poin. pasien
dengan skor maksimum dari 100 poin didefinisikan sebagai benua, bisa
makan dan berpakaian secara mandiri, berjalan setidaknya satu blok, dan
naik dan turun tangga. Penulis berhati-hati untuk dicatat bahwa skor
maksimum tidak selalu menandakan kemerdekaan, karena ADL berperan
seperti memasak, menjaga rumah, dan sosialisasi tidak dinilai (Jeal A.
Delisa, 2005).

21
Tabel 2 Indeks Barthel
No Aktivitas Dibantu Mandiri

1 Makan (bila makanan harus dipotong- 5 10


potong dulu=dibantu)
2 Transfer dari kursi roda ke tepat tidur 5 – 10 15
dan kembali (termasuk duduk di
tempat tidur)
3 Higiene personal (cuci muka, 0 5
menyisir, bercukur jenggot, gosok
gigi)
4 Naik dan turun toilet/WC 5 10
(melepas/memakai pakaian,
membersihkan kemaluan,menyiram
WC)
5 Mandi 0 5

6 Berjalan di permukaan datar (bila 10 15


tidak dapat berjalan, dapat mengayuh
kursi roda sendiri)
7 Naik dan turun tangga 5 10

8 Berpakaian (termasuk memakai 5 10


tali sepatu, menutup retsleting)
9 Mengontrol BAB 5 10

10 Mengontrol kandung kemih 5 10

D. Beban Keluarga

Keberadaan stres seperti halnya terjadi pada individu, begitupun


dalam sebuah keluarga pada awalnya membantu keluarga untuk
memobilisasi sumber- sumbernya dan untuk bekerja guna memecahkan
22
masalah. Stres menyebabkan keseimbangan antara keadaan stabil
menjadi berbahaya atau terancam; pada kasus ini anggota keluarga pada
awalnya mengeluarkan banyak upaya untuk mendapatkan kembali
keseimbangan dalam keluarga. Akan tetapi, jika upaya awal untuk
menyelesaikan masalah atau memenuhi tuntutan mengalami kegagalan,
stres akan meningkat. Seringkali suatu stressor pada awalnya
mempengaruhi individu, diikuti dengan sebuah subsistem dan subsistem
yang lain, sampai akhirnya semua subsistem keluarga terpengaruh (ripple
effect). Walaupun stres dapat dialami oleh semua subsistem, setiap
subsistem dapat menoleransi dan menangani stres secara berbeda.

Keluarga menghadapi situasi penuh stres dan ketegangan karena


memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Situasi
penuh stres ini diperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan
anggota keluarga yang mengalami halusinasi tersebut dalam jangka
waktu yang tidak singkat dalam perawatan, kesabaran tinggi dalam
menghadapi emosi, kekhawatiran akan perilaku maladaptif dan masa
depannya. Situasi-situasi tersebut menimbulkan beban keluarga yang
tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara optimal dapat
mengantarkan keluarga ke dalam krisis psikologis.

Fontaine (2009) mengatakan bahwa beban keluarga adalah tingkat


pengalaman distress keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya.
Kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya stres emosional dan ekonomi
dari keluarga. Sebagaimana respon keluarga terhadap berduka dan trauma,
keluarga dengan lansia juga membutuhkan empati dan dukungan dari tenaga
kesehatan profesional.
WHO (2001, dalam Ngadiran, 2010), beban keluarga keluarga
diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu undefined burden dan hidden burden.
1. Undefined burden (beban yang sulit diukur) adalah beban keluarga yang
berhubungan dengan sosial dan ekonomi keluarga, masyarakat, dan
negara. Beban ini cukup substansial, tetapi tidak dapat diukur secara pasti

23
karena tidak ada data yang pasti, contohnya kehilangan produktifitas dari
anggota keluarga karena harus merawat anggota keluarga yang sakit,
berkurangnya produktivitas dari anggota keluarga yang sakit,
ketergantungan anggota keluarga yang sakit terhadap dukungan dari
orang yang merawatnya, biaya secara finansial baik langsung maupun
tidak langsun anggota keluarga yang sakit
2. Hidden burden (beban tersembunyi). Beban ini berhubungan dengan
stigma, hak seseorang dan kebebasan. Beban ini sulit untuk diukur,
contohnya dijauhi oleh teman, relasi, tetangga dan pimpinan tempat
bekerja, diperlakukan tidak adil diantara anggota keluarga yang lain, dan
stigma dari masyarakat.
Lefley (1996, dalam Fatmadona, 2013), menjabarkan beban
caregiver dengan penyakit kronis secara rinci sebagai berikut:
a. Ketergantungan ekonomik pasien
b. Gangguan rutinitas harian
c. Manajemen prilaku
d. Permintaan waktu dan energi
e. Interaksi yang membingungkan dengan layanan kesehatan
f. Biaya pengobatan dan perawatan
g. Penyimpangan kebutuhan anggota keluarga lain
h. Gangguan bersosialisasi
i. Ketidakmampuan menemukan perawatan yang memuaskan
Stuart (2009), menyatakan beban caregiver terbagi 2 yaitu:
1. Beban objektif, sehubungan dengan prilaku pasien, peran, efek samping pada
keluarga, kebutuhan dukungan dan biaya finansial penyakit. Beban objektif
termasuk pembatasan aktivitas, waktu yang dihabiskan selama perawatan dan
tugas yang diberikan, serta biaya yang dikeluarkan.
2. Beban subjektif, yaitu perasaan caregiver keluarga yang dibebankan,
ketegangan, sangat individual dan tidak konsisten sehubungan dengan elemen
beban objektif, seperti status emosional, status fisik, finansial dan pekerjaan.

24
BAB III

KERANGKA BERPIKIR,KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka berpikir

Dalam keluarga yang mempunyai lansia ada yang menganggapkemandirian

lansia dalam pemenuhan ADL sebagai hal yang menyulitkan yang akan

menstimulasi dan mempengaruhi dukungan keluarga sebagai suatu sumber

koping yang akan merespon beban keluarga, dimana beban keluarga sebagai

definisi kesulitan yang dipersepsikan oleh keluarga. Akhirnya terjadi interaksi

ketiga variabel tersebut sehingga keluarga akan dihadapkan pada situasi

mandiri atau tidak mandirinya lansia dalam pemenuhan ADLnya.

25
B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep (conseptual framework) adalah model pendahuluan dari masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari

hubungan variabel-variabel yang diteliti (Swarjana, 2013).

Lansia Karakteristik Keluarga: Usia, Jenis Kelamin,


Pendidikan, pekerjaan, penghasilan, hubungan
Kemandirian lansia dengan klien (Friedman, 2010 dan 1998)
dengan Indeks Barthel :
Dukungan Keluarga:
 makan,
 transfer, 1. Dukungan Emosional
 perawatan pribadi 2. Dukungan Informasi
 kebersihan, 3. Dukungan Instrumental
4. Dukungan Penilaian
 mandi,
(House&Kahn (1985), dalam Friedman, 2010)
 toileting, Kemandirian atau ketidak
 berjalan, mandirian lansia dalam
 bernegosiasi tangga pemenuhan ADL
 mengendalikan usus
Beban Keluarga:
 kandung kemih 1. Objektif
2. Subjektif
(WHO, 2008)

Gambar 1.
Kerangka Konsep Hubungan Dukungan dan Beban Keluarga Terhadap Kemandirian Lansia Dalam Pemenuhan ADL.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Terdapat dua jenis variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

a. Variabel bebas atau independen variabel adalah variabel yang

mempengaruhi variabel lainnya. Dalam penelitian ini yang

merupakan variabel bebas adalah dukungan keluarga yang terdidi

dari dukungan emosional, informasi, instrumental dan penilaian.

b. Variabel terikat atau dependen variabel adalah variabel yang

dipengaruhi oleh variabel lainnya. Dalam penelitian ini yang

menjadi variabel terikat beban keluarga.

27
2. Definisi operasional variabel

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Devinisi Operasional Alat Ukur Skor Skala


1 2 3 4 5
Dukungan Komposit dari Alat ukur yang Nilai skor, dari 24 Interval
Keluarga dukungan emosional, digunakan adalah pernyataan untuk
dukungan informasi, Lembar Kuesioner didapatkan mean,
dukungan yang berisi 26 median, nilai
penghargaan, dan pertanyaan dengan minimal dan nilai
dukungan instrumental menggunakan Skala maksimal dalam
keluarga (caregivers), Likert dari rentang 1 CI 95%.
terhadap kemandirian sangat tidak baik, 2
lansia dalam tidak baik, 3 baik
pemenuhan ADL.. dan 4 sangat baik
(Satrianegara, 2014)
Beban Pernyataan beban - Menetapkan Nilai skor, dari 13 Interval
Keluarga keluarga (caregivers) bobot untuk pernyataan untuk
terhadap sejumlah setiap pilihan didapatkan mean,
pertanyaan yang jawaban. median, nilai
meliputi: beban obyektif - Dinyatakan minimal dan nilai
dan beban subyektif. dalam skala. maksimal dalam
CI 95%.
- Membuat ada
scoring dan
menghitung
skor.
D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, pokok permasalahan dan kerangka konsep

yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan hipotesis adalah

1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan beban keluarga

terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL.

2. Terdapat hubungan dukungan emosional dengan beban keluarga

terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL.

3. Terdapat hubungan dukungan informasi dengan beban keluarga

terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL.

4. Terdapat hubungan dukungan instrumental dengan beban keluarga

terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL.

28
5. Terdapat hubungan dukungan penilaian dengan beban keluarga

terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL.

29
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Rancangan penelitian pada dasarnya merencanakan suatu kegiatan

sebelum kegiatan dilaksanakan yang mencakup komponen-komponen

penelitian yang diperlukan. Metode dalam penelitian merupakan cara

memperoleh kebenaran ilmiah yang sistematis, akurat dan berdasarkan fakta

atau data empiris.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis

penelitian deskrip tif analitik. Desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan metode cross sectional. Variabel bebas (X)

dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dan variabel terikat (Y) adalah

beban keluarga dimana outputnya adalah kemandirian atau ketidak mandirian

lansia dalam pemenuhan ADL.

30
B. Kerangka Kerja

Populasi
Lansia yang berada di wilayah kerja puskesma I Denpasar Selatan

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Sampling dengan teknik


Conseccutive Sampling

Jumlah sampel berdasarkan rumus


perhitungan jumlah sampel

Pengumpulan data
- Memberikan kuesioner kepada keluarga yang
menjadi responden.
-Melakukan pengukuran indek Barthel pada
lansia dalam keluarga yang menjadi responden

Analisis data

Penyajian hasil penelitian

Gambar 3.2
Hubungan Antara Dukungan dan Beban Keluarga terhadap Kemandirian Lansia
Dalam Pemenuhan ADL.
.

31
C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan

pada bulan Maret-April 2017.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Sugiyono (2009:115) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam

penelitian ini anggota populasi adalah keluarga yang memiliki lansia di

rumah di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan.

2. Teknik pengambilan sampel

a. Sampel penelitian

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Sampel adalah bagian dari populasi yang

diambil atau ditentukan mewakili populasi untuk diamati.Menurut

Nursalam (2011) besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan

berdasarkan besar kecilnya jumlah sampel dan ketersediaan subjek

dari penelitian itu sendiri. Penentuan besar sampel adalah

menggunakan rumus populasi infinit (populasi tidak diketahui) yaitu

sebagai berikut.

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑)2

32
30
=
1+30(0.05)2

Keterangan :

n = perkiraan besar sampel

N = perkiraan besar populasi

d = tingkat signifikansi (d = 0,05)

b. Teknik Pengambilan Sampel

Tehnik yang dilakukan peneliti dalam menentukan sampel

menggunakan teknik purposive sampling yang didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).

Sampel diperoleh dengan menentukan kriteria inklusi. Kriteria inklusi

adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target dan

populasi terjangkau yang akan diteliti. Adapun kriteria keluarga yang

dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 20 tahun (Soelaiman, 1993 dalam

Notoatmodjo 2003).

2. Terlibat dalam perawatan lansia sehari-hari (caregiver) yang

tinggal berdekatan dengan lansia selama lebih dari 4 bulan.

3. Mengantarkan lansia berobat.

4. Tidak mengalami gangguan jiwa.

5. Panca indera berfungsi baik.

6. Bisa membaca dan menulis, dan bersedia menjadi responden.

7.

33
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer dalam penelitian ini menggunakan daftar pertanyaan yang

disebarkan kepada responden mengenai dukungan dan beban keluarga

terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL. Pertanyaan-

pertanyaan kuesioner diukur dengan menggunakan skala likert. Sedangkan

data sekunder adalah data yang diperoleh sebagai pendukung hasil

penelitian yang diperoleh dari catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah

yang relevan dengan penelitian ini.

2. Cara pengumpulan data

Cara yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan mengisi

lembar kuesioner. Langkah-langkah pengumpulan data penelitian ini

adalah sebagai berikut.

a. Tahap persiapan

1) Mengurus surat-surat perizinan penelitian.

2) Meminta izin kepada pihak Puskesmas I Denpasar Selatan dan

Dinas Kesehatan Kota Denpasar untuk melaksanakan penelitian

pendahuluan.

3) Menyeleksi responden berdasarkan kriteria yang telah

ditetapkan.

4) Meminta persetujuan dari responden dengan memberikan surat

persetujuan dan meminta tanda tangan responden.

34
5) Menyiapkan alat ukur dalam bentuk kuesioner.

b. Tahap pelaksanaan

1) Memberikan pengarahan dan menjelaskan tujuan penelitian

kemudian memberikan kuesioner kepada responden.

2) Responden menjawab kuesioner dukungan dan beban keluarga

terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL.

3) Melakukan pengukuran terhadap lansia dengan indeks Barthel

tentang kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL.

c. Tahap akhir pelaksanaan

1) Kuesioner dikumpulkan peneliti setelah responden selesai

mengisinya.

2) Peneliti mengecek kembali data yang telah dikumpulkan.

3) Hasil jawaban responden akan diolah dan di analisis oleh

peneliti.

F. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik sehingga lebih mudah diolah (Saryono, 2011). Penelitian

ini menggunakan instrumen berupa kuesioner yang disebarkan kepada

keluarga yang memiliki lansia.

Validitas dijelaskan sebagai suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian

tentang inti atau arti sebenarnya yang diukur. Batas minimum dianggap

memenuhi syarat validitas apabila r hitung > r tabel. Jadi untuk memenuhi

35
syarat validitas, maka butir pertanyaan atau pernyataan dalam penelitian ini

harus memiliki koefisien korelasi lebih dari 0,306 dengan jumlah sampel 30

responden (Sugiyono,2009).

Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan

yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran dimana pengujiannya dapat

dilakukan secara internal, yaitu pengujian dengan menganalisis konsistensi

butir-butir yang ada. Variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai

Cronbach Alpha lebih dari 0,7 (Sugiyono, 2009).

G. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Selesai pengumpulan data dilakukan cek ulang tentang

kelengkapan dan kebenaran data. Data dianalisis dengan menggunakan

perangkat program komputer dengan alur sebagai berikut.

a. Editing Data

Editing data adalah menkoreksi kembali jawaban yang telah diberikan

responden, apabila ada kesalahan atau kurang dalam pengisian

kuesioner segera akan mencari sampel ulang.

b. Coding Data

Coding data adalah melakukan pengkodean terhadap variabel yang

ada pada penelitian seperti karakteristik responden, kepuasan pasien

serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

c. Entry Data

36
Entry data yaitu memasukkan data ke dalam variabel sheet dengan

menggunakan perangkat lunak microsoft exel.

d. Cleaning Data

Cleaning data yaitu pembersihan data yang tidak sesuai diluar range

penelitian tidak diikutsertakan dalam analisis, seperti data

karakteristik responden.

e. Tabulasi

Tabulasi adalah pengelompokan data yang telah sesuai dengan

penelitian kemudian dimasukkan pada tabel untuk dimasukkan ke

dalam alat analisis.

2. Analisis data

Data yang sudah diperoleh dari suatu penelitian agar dapat

memberikan keterangan yang dapat dipahami tepat dan teliti maka

dibutuhkan suatu pengelolaan data yang lebih lanjut. Data yang

dikumpulkan dianalisis secara statistik dengan perangkat program

komputer.

H. Masalah Etika

Masalah etika penelitian adalah masalah yang sangat penting dalam

penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan

There are no sources in the current document.manusia, maka segi

etika dalam penelitian harus diperhatikan. Masalah etika yang harus

diperhatikan adalah sebagai berikut (Hidayat, 2009).

1. Inform consent (lembar persetujuan menjadi responden)

37
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

dengan memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan

dengan tujuan agar responden mengerti maksud, tujuan penelitian dan

mengetahui dampaknya. Jika responden bersedia diteliti maka responden

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia

maka peneliti harus menghormati hak responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Memberikan jaminan mengenai kerahasiaan identitas responden

penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden apabila

responden tidak bersedia mencantumkan nama.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang dikupulkan

dijamin kesahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja

yang dilaporkan pada hasil penelitian.

38
Daftar Pustaka

Azwar, A. (2001). Prinsip dasar motivasi pelaksanaan program kesehatan.


Jakarta: EGC
Brady, N. & McCain, G.C. (2004). Living with schizophrenia: A family
perspective, online J Issues Nurs, 10 (1): 7.
Capernito, L.J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan. (Handbook of
Nursing Diagnosis). Edisi 8, Alih bahasa monica Ester. Jakarta: EGC
Depkes RI (2008). Riset kesehatan dasar. www.litbang.go.id. Diakses
tanggal 23 Pebruari 2011. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. (2003). Buku Pedoman Umum: TPKJM (tim pembina, pengarah,
dan pelaksana kesehatan jiwa masyarakat. Jakarta: Depkes RI.
Friedman, M.M, Bowden, O & Jones, M. (2010). Buku ajar keperawatan
keluarga: riset, teori, & praktik; alih bahasa, Achir Yani S.
Hamid…[et al.]; editor edisi bahasa Indonesia, Estu Tiar, Ed. 5.
Jakarta: EGC.
Friedman, M.M, Bowden, O & Jones, M. (2003), Family nursing: theory and
practice ed3rd. Philadhelphia: Appleton&Lage.
Friedman, M.M, Bowden, O & Jones, M. (1998). Keperawatan keluarga:
teori dan praktik; alih bahasa, Ina Debora R.L.,Yoakim Asy; editor,
Yasmin Asih, Setiawan, Monica Ester, -Ed. 3. Jakarta: EGC.
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia (tidak dipublikasikan).
Long, B. C. (1995).Perawatan medikal bedah. (Essential of medical surgical
nursing), Penerjemah R. karnaen, Syamsunir adam, maria ulfa, hotma
rumahorbo, nurlina supartini, eva berty, eri suhaeri. Bandung: Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan (edisi revisi).
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian keperawatan.
Jakarta: CV. Sagung Seto.
Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis
(2th.ed). Jakarta: CV. Sagung Seto.
Smet, K.G. (2004). Social support survey, Journal of social science & Medicine:
32. Diakses 4 Pebruari 2011.
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.

39

Anda mungkin juga menyukai