DIC Askep

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

AsKep pada pasien dengan Disseminated Intravaskular Cuagulation (DIC)

Disususn oleh :
1. Ajeng Alfi S (1611012)
2. Eka Yulis S. (1611015)
3. Khusnul Arifianti (1611023)
4. Mufarikhatul Binti L (1611026)
5. Zulfa Alkarimah (1611033)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Blitar, 19 Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................ 1

1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 2

1.3 TUJUAN ........................................................................................................... 2

2 BAB II....................................................................................................................... 3

2.1 Definisi .............................................................................................................. 3

2.2 Etiologi .............................................................................................................. 3

2.3 Patofisiologis..................................................................................................... 4

2.4 Manifestasi klinis .............................................................................................. 4

2.5 Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................... 5

2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................ 7

2.7 Komplikasi ........................................................................................................ 7

BAB III ............................................................................................................................. 9

3.1 Pengkajian ......................................................................................................... 9

3.2 Diagnosa ......................................................................................................... 10

3.3 Intervensi......................................................................................................... 10

3 BAB IV ................................................................................................................... 13

BAB V ............................................................................................................................ 24

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 24

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dapat terjadi hampir pada
semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC
umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala
tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Koagulasi
intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya, Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan
komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan
ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif
yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan
DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki
prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari,
pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang
tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari
berbagai disiplin. DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa,
terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif,
serta sepsis bakterial.
Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan
melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif
akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang
akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan
endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang
berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC
ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis.
Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus
menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek anti hemostatik dari produk
degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum
suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis,

1
trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat
turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan
lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang, penurunan
fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep dasar penyakit DIC ?
2. Bagaimana konsep askep pada pasien yang menderita DIC ?
3. Bagaimana aplikasi kasus semu pada pasien DIC ?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui konsep dasar penyakit DIC
2. Memahami konsep askep pada pasien yang menderita DIC
3. Memahami melalui aplikasi kasus semu pasien DIC

2
2 BAB II
Konsep Dasar Penyakit

2.1 Definisi
Disseminated Intravaskular Coagulation adalah gangguan dimana terjadi
koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada
sembarang malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan
malignansi hematologi seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI dan
paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada pasien
kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar dan
anfilaksis. (Brunner & Suddart, 2002)

Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang


biasanya dirangsang oleh suatu zat racun didalam darah. Pada saat yang
bersamaan terjadi pemakaian trombosit dan protein dan faktor-faktor
pembekuan sehingga jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi
perdarahan yang berlebihan. (DeLoughery TG, 2005)

2.2 Etiologi
Pendarahan terjadi karena :

1. Hipofibrinogemia
2. Trombositopenia
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan
fibrinogen)
4. Fibrinolisis berlebihan

DIC dapat terjadi pada penyakit-penyakit :

1. Infeksi (DHF, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika,


infeksi oleh beberapa jenis riketsia)
2. Komplikasi kehamilan (solusio plasenta, kematian janin intrauterin,
emboli cairan amnion)

3
3. Setelah operasi (operasi baru, by pas cardiopulmonal, lobektomi,
gastrektomi, splenektomi)
4. Keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, leukemia akut)

2.3 Patofisiologis

2.4 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam dan bergantung pada system
organ yang terlibat dalam thrombus/infark atau episode pendarahan. DIC
kronis bisa menimbulkan sedikit gejala, seperti mudah memar, pendarahan
lama dari tempat tusukan pungsi vena, pendarahan gusi, dan pendarahan
gastrointestinal lambat, atau tidak ada gejala yang tidak dapat diamati
(Gando S.A multicenter, 2006)

4
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
a) Masa Protombin

Masa protrombin bias abnormal pada DIC, dapat disebabkan beberapa hal. Karena
masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan
FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis
faktor V dan faktor IX. Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75%
pasien DIC sedang pada kurang 50% pasien bias dalam batas normal atau
memendek. Normal atau memendeknya masa protrombin ini terjadi karena

(1) beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat
mempercepat pembentukan fibrin,

(2) hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin atau sistem
pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam
evaluasi DIC.

b) Partial Thrombin Time (PTT)

PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena berbagai
sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin
menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga
menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin,
PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.

PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi
fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60%
pasien DIC, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan
DIC. Mekanisme terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien DIC
sama seperti pada masa protrombin.

c) Kadar Faktor Pembekuan

Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang


berarti pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada
kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam
sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan
atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi

5
substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh
jika F VIII diperiksa dengan pasien DIC dengan disertai peningikata F Xa, jelas F
VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan F
VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dengan
waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi
sebagai kadar F VIII yang tinggi.

d) FDP

Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat
biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung
menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes
protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin
monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik,
karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti
pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien
dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien
dengan tromboemboli.

e) D- Dimer

Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi
fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan
oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk
menilai KID. D-Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya
untuk menilai kemungkinan DIC, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal pada
93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal
pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 % kasus.
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal
ini disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan
fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen
inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid,
kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi
pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative.

6
Jadi FDP yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan
tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat
menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.

2.6 Penatalaksanaan
1. Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC
2. Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 U/KgBB iv tiap 4-6 jam.
Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah 24-48 jam
sesudah mencapai harga normal.
3. Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang
keluar. Bila dalam pengobatan yang baik, jumlah trombosit tetap rendah
dalam waktu sampai seminggu, berarti tetap mungkin terjadi perdarahan
terus atau ulangan, sehingga dalam keadaan ini perlu diberikan platelet
concentrate.
4. Obat penghambat fibrinolitik. Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid
(EACA) atau asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama
sekali tidak boleh dilakukan, karena akan menyebabkan trombosis. Bila
perlu sekali, baru boleh diberikan sesudah heparin disuntikkan. Lama
pengobatan tergantung dari perjalanan penyakit primernya. Bila penyakit
primernya dapat diatasi cepat, misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis,
pengobatan DIC hanya perlu untuk 1-2 hari. Pada keganasan leukemia dan
penyakit-penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif, heparin perlu
lebih lama diberikan. Pada keadaan ini sebaiknya diberikan heparin
subkutan secara berkala. Antikoagulan lain jarang diberikan. Sodium
warfarin kadang-kadang memberikan hasil baik.

2.7 Komplikasi
 Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
 Penurunan fungsi ginjal
 Gangguan susunan saraf pusat
 Gangguan hati
 Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan

7
 Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
 Purpura fulminan
 Insufisiensi adrenal
 Lebih dari 50% mengalami kematian

8
BAB III
KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian
1. Kaji adanya faktor- faktor predisposisi
a. Septikemia
b. Komplikasi obstetric
c. Sindrom distres pernafasan dewasa / ARDS
d. Luka bakar berat dan luas
e. Neoplasia
f. Gigitan ular
g. Penyakit hepar
h. Bedah kardiopulmonal
i. Trauma
2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini
a. Perdarahan
- Hematuria
- Rembesan darah dari sisi pungsi vena dan luka
- Epistaksis
- Perdarahan GI tract ( hematemesis melena)
b. Kerusakan perfusi jaringan
1. Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental,
atau sakit kepala
2. Ginjal : penurunan pengeluaran urine
3. Paru-paru : dispnea, ortopnea
4. Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercak sianosis
pada lengan perifer atau kaki )
3. Pemeriksaan diagnostic
a. Jumlah trombosis rendah
b. PT (Protombin time) dan PTT memanjang
c. Degradasi produk fibrin meningkat

9
d. Kadar fibrinogen plasma darah rendah

3.2 Diagnosa
1. Risiko Cedera
2. Nyeri akut

3.3 Intervensi
1. Risiko Cedera : Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi
lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber
defensive individu, yang dapat mengganggu kesehatan. (NANDA. Hal
412)
Koagulasi darah : Tingkatan dimana pembekuan darah terjadi dalam
periode waktu yang normal (NOC. Hal 226)
Indikator :
a. Pembentukan bekuan
b. Waktu protombin
c. Rasio kenormalan waktu protombin
d. Waktu parsial tromboplastin
e. Hemoglobin
f. Fibrinogen plasma
g. Fibrin split products
h. Hematocrit
i. Waktu pembekuan aktif
j. Perdarahan
k. Memar
l. Petekis
m. Ekimosis
n. Hematuria
o. Hematemesis
p. Gusi berdarah

Pencegahan perdarahan : Pengurangan stimulus yang dapat


menyebabkan perdarahan atau pendarahan pada pasien yang beresiko
(NIC. Hal 278)

10
Aktivitas :

a. Monitor dengan ketat risiko terjadinya perdarahan pada pasien


b. Catat nilai hemoglobin dan hematocrit sebelum dan setelah pasien
kehilangan darah sesuai indikasi
c. Monitor tanda dan gejala pendarahan menetap (contoh : cek
semua sekresi darah yang terlihat jelas maupun yang tersembunyi)
d. Monitor komponen koagulasi darah (termasuk protombin time
(PT), Partial Thromboplastin Time (PTT), fibrinogen, degradasi
fibrin, dan trombosit hitung dengan cara yang tepat)
e. Monitor tanda-tanda vital ortostatik, termasuk tekanan darah
f. Pertahankan agar pasien tetap tirah baring jika terjadi pendarahan
aktif
g. Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan yang kaya
vitamin K
h. Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tanda-tanda
perdarahan dan mengambil tindakan yang tepat jika terjadi
perdarahan (misalnya, lapor kepada perawat)
2. Nyeri akut : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the
study of pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.
(NANDA. Hal 469)
Kontrol nyeri : Tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri (NOC. Hal
247)
Indikator :
a. Menggambarkan faktor penyebab
b. Menggunakan tindakan pencegahan
c. Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik
d. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan
e. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada professional
kesehatan

11
Pemberian analgesik : Penggunaan agen farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri (NIC. Hal 247)

Aktivitas :

1. Temukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri


sebelum mengobati pasien
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang diresepkan
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Pilih analgesik atau kombiansi analgesik yang sesuai ketika lebih
dari satu diberikan
5. Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesik
narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau jika ditemukan
tanda-tanda yang tidak biasanya
6. Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri
yang berat
7. Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan adanya efek
samping
8. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek samping
analgesik (misalnya, konstipasi dan iritasi lambung)
9. Ajarkan tentang penggunaan analgesik, strategi untuk menurunkan
efek samping dan harapan terkait dengan keterlibatan dalam
keputusan pengurangan nyeri.

12
3 BAB IV
APLIKASI KASUS SEMU

4.1 Pengkajian
1) Data Pasien :
Nama : Nn. Danias
Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 23 Januari 1988
Alamat : Tangerang Selatan, No 27
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawan
Status perkawinan : Belum Nikah
Status pendidikan : SMA
2) Riwayat penyakit :
a. Keluhan Utama :
Nyeri pada tangan tangan dan timbul bercak-bercak merah pada
kulit
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri dan demam dengan suhu tinggi >38 sehingga perlu rawat
inap di RS pada tanggal 23 november 2011
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Menderita penyakit ginjal
d. Riwayat Kesehatan Keluarga :
-
3) Pemeriksaan fisik
Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invatif
a. Kulit dan mukosa membrane
 Perembesan difusi darah atau plasma

13
 Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen
 Bula hemoragi
 Hemoragi subkutan
 Hematoma
 Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas
berwarna agak kebiruan, abu –abu, atau ungu gelap )
 Akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercaksianosis pada
lengan perifer dan kaki )
b. Sistem GIMual dan muntah
 Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi
 Nasogastrik dan feses
 Nyeri hebat pada abdomen
 Peningkatan lingkar abdomen
c. Sistem ginjal
 Hematuria
 Oliguria
 Penurunan pengeluaran urin
d. Sistem pernafasan
 Dispnea
 Takipnea
 Sputum mengandung darah
 Orthopnea
e. Sistem kardiovaskuler
 Hipotensi meningkat dan postural
 Frekuensi jantung meningkat
 Nadi perifer tidak teraba
f. Sistem saraf perifer
o Perubahan tingkat kesadaran
o Gelisah
o Ketidaksadaran vasomotor
g. Sistem muskuloskeletal
 Nyeri : otot,sendi,punggung

14
h. Perdarahan sampai hemoragi
 Insisi operasi
 Uterus post partum
 Fundus mata perubahan visual
 Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan
selang nasogastrik atau dada, dll.
 Kerusakan perfusi jaringan
 Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental,
sakit kepala

4.2 Analisis Data

No Data Etiologi Diagnosa


1 DS : Resiko perdarahan
- Klien mengatakan pada kulitnya
terlihat bercak merah
- Klien mengatakan adanya luka
pada kulit nya
- Klien mengatakan jika kencing
nya terdapat darah
- Klien mengatakan gusi nya
berdarah
- Klien mengatakan kadang
mimisan
DO :
- TTV =
- Nadi : 130 X / menit
- Napas : 30 x / menit
- Suhu : 40oC
- TD : 80 / 50 mmHg
- Pada klien terlihat purpura
- Pada klien ditemukan bula

15
hemoragi
- Pada klien ditemukan hemoragi
subkutan dan hematoma
- Pada klien ditemukan sputum
mengandung darah
- Pada klien terlihat perubahan
tingkat kesadaran
2 DS : Resiko Kekurangann
- Klien mengeluh buang air kecil Volume Cairan
terus
- Klien mengeluhkan mual dan
muntah
DO :
- TTV =
- Nadi : 130 X / menit
- Napas : 30 x / menit
- Suhu : 40oC
- TD : 80 / 50 mmHg
- Pada klien ditemukan capilarry
refill > 2 detik
- Pada klien ditemukan hipotensi
meningkat dan postural
- Klien terlihat napas cepat dan
dangkal
- Pada klien ditemukan orthopnea
- Pada klien ditemukan frekuensi
jantung meningkat
- Pada klien ditemukan nadi
perifer tidak teraba
3 DS : Ketidakseimbangan
- Klien mengatakan badan nya nutrisi kurang dari
kurus kebutuhan tubuh

16
- Klien mengeluh nyeri pada
perut nya
- Klien mengatakan mual dan
muntah
DO:
- Klien terlihat gelisah
- Klien terlihat sesak napas
(Dispnea)
- Klien terlihat memegangi perut
nya
- Klien terlihat mual dan muntah
- Klien terlihat kurus dan terjadi
penurunan berat badan : 46 kg
- Ditemukan porsi makan nya
setengah
4 DS : Kecemasan (ansietas) Ansietas
- Klien mengatakan tidak napsu
makan
- Klien mengeluh lemah dan
lemas
- Klien mengeluh tidak tenang
dan merasa dirinya kacau
- Klien mengeluh gelisah
DO:
- Pada klien ditemukan frekuensi
jantung meningkat
- Klien terlihat meringis sakit
- Pada klien ditemukan akral
dingin
- Klien terlihat pucat
- Klien terlihat gelisah
- Pada klien

17
ditemukan perubahan pada
sensorium, kacau mental, sakit
kepala

4.3 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Resiko Perdarahan Status Sirkulasi Pencegahan Perdarahan
Dipertahankan pada skala 2 Aktivitas-aktivitas :
Ditingkatkan ke skala 4 1. Monitor dengan ketat
Indikator : risiko terjadinya
1. Tekanan darah sistol perdarahan pada pasien
2. Tekanan darah diastol 2. Catat nilai hemoglobin
3. Tekanan nadi dan hematocrit sebelum
4. Tekanan darah rata- dan setelah pasien
rata kehilangan darah sesuai
5. Saturasi oksigen indikasi
6. Suara nafas tambahan 3. Monitor komponen
7. Asites koagulasi darah
8. Kelelahan (termasuk prothrombin,
9. Gangguan kognisi time (PT), Partial
10. Wajah pucat Thromboplastin Time
(PTT) , Fibrinogen,
degradasi fibrin/split
products, dan trombosit
hitung dengan cara yang
tepat
4. Monitor TTV ortostatik,
termasuk TD
5. Pertahankan agar pasien

18
tetap tirah baring jika
terjadi perdarahan aktif
6. Lindungi pasien dari
trauma yang dapat
menyebabkan
perdarahan
7. Jangan masukkan benda
apapun pada lubang
sumber perdarahan
8. Instruksikan pasien
untuk meningkatkan
makanan yang kaya
vitamin K
9. Instrusikan pasien dan
keluarga untuk
memonitor tanda
perdarahan dan
mengambil tindakan
yang tepat jika terjadi
perdarahan (mislnya
lapor kepada perawat)
2 Resiko Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan
Kekurangann Dipertahankan pada skala 1 Aktivitas-aktivitas :
Volume Cairan Ditingkatkan ke skala 3 1. Timbang BB setiap hari
Indikator : 2. Masukkan kateter utin
1. TD 3. Monitor status hidrasi
2. Denyut nadi radial (misalnya membrane
3. Tekanan arteri rata – mukosa lembab, denyut
rata nadi adekuat dan TD
4. Tekanan vena sentral ortostatik)
5. Berat badan stabil 4. Monitor TTV pasien
6. Turgor kulit 5. Monitor perubahan bb

19
7. Kelembapan pasien sebelum dan
membrane mukosa setelah dialysis
8. Serum elektrolit 6. Kaji lokasi da luasnya
9. Hematocrit edema, jika ada
10. Berat jenis urin 7. Monitor makanan/cairan
11. Kehausan yang dikonsumsi dan
12. Kram otot hitung asupan kalori
13. pusing harian
8. Monitor status gizi
9. Berikan cairan dengam
tepat
10. Berikan diuretic yang
diresepkan
11. Distribusikan asupan
cairan selama 24 jam
12. Monitor reaksi pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diresepkan
3 Ketidakseimbangan Status Nutrisi : Asupan Nutrisi Manajemen Nutrisi
nutrisi : kurang dari Dipertahankan pada skala 2 Aktivitas-aktivitas :
kebutuhan tubuh Ditingkatkan ke skala 3 1. Tentukan status gizi
Indikator : pasien dan kemampuan
1. Asupan kalori (pasien) untuk
2. Asupan protein memenuhi kebutuhan
3. Asupan lemak gizi
4. Asupan karbohidrat 2. Identifikasi (adanya)
5. Asupan serat alergi atau intoleransi
6. Asupan vitamin makanan yang dimiliki
7. Asupan mineral pasien
8. Asupan zat besi 3. Tentukan apa yang
9. Asupan zat besi menjadi preferensi
10. Asupan natrium makanan bagi pasien

20
4. Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
5. Lakukan atau bantu
pasien terkait dengan
perawatan mulut
6. Anjurkan pasien untuk
duduk pada posisi tegak
di kursi jika
memungkinkan
7. Pastikan makanan
disajikan dengan cara
yang menarik dan pada
suhu yang paling cocok
untuk konsumsi secara
optimal
8. Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi
9. Monitor kalori dan
asupan makanan
10. Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan
dan kenaikan berat
badan
11. Anjurkan pasien untuk
memantau kalori dan
intake makanan
4 Ansietas Kontrol Kecemasan Diri Pengurangan Kecemasan
Dipertahankan pada skala 3 Aktivits-aktivitas :
Ditingkatkan ke skala 4 1. Gunakan pendekatan

21
Indikator : yang tenang dan
1. Memantau intensitas meyakinkan
kecemasan 2. Nyatakan dengan jelas
2. Mengurangi penyebab harapan terhadap
kecemasan perilaku klien
3. Mengurangi rangsang 3. Berada di sisi klien
lingkungan ketika untuk meningkatkan
cemas rasa aman dan
4. Mencari informasi mengurangi ketakutan
untuk mengurangi 4. Dorong keluarga untuk
cemas mendampingi klien
5. Memonitor durasi tiap dengan cara yang tepat
episode cemas 5. Puji/kuatkan perilaku
6. Mempertahankan yang baik secara tepat
hubungan sosial 6. Dorong verbalisasi
7. Mempertahankan perasaan, persepsi dan
konsentrasi ketakutan
8. Mempertahankan tidur 7. Identifikasi pada saat
adekuat terjadi perubahan tingkat
9. Memantau manifestasi kecemasan
fisik dari kecemasan 8. Berikan aktivitas
10. Mengendalikan respon pengganti yang
kecemasan bertujuan untuk
memngurangi tekanan
9. Bantu klien
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
10. Dukung penggunaan
mekanisme koping yang
sesuai
11. Atur penggunaan obat-

22
obatan untuk
mengurangi kecemasan
secara tepat

23
BAB V

5.1 Kesimpulan
Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang
lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa
kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan
penyakit primer yang mendasarinya. DIC merupakan salah satu
kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan
penanganan segera.
Dapat disimpulkan bahwa Disseminated intravascular coagulation
(D.I.C) adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan
oleh bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah
merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh. Gangguan DIC ini
disebabkan oleh hipofibrinogenemia, rombositopenia, beredarnya
antikoagulan, dalam sirkulasi darah, fibrinolisis berlebihan, Infeksi,
komplikasi kehamilan, setelah operasi, trauma berat, keganasan. Bila
penyakit sudah parah dapat terbentuk banyak bekuan yang menyebabkan
hambatan aliran darah di semua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan
organ yang luas. Angka kematian lebih dari 50 %.

24
Daftar Pustaka

Stitham,Sean.2008. Disseminated Intravascular Coagulation


NANDA
NIC
NOC

25

Anda mungkin juga menyukai