Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRATIKUM ENERGI DAN LISTRIK PERTANIAN

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BRIKET BERBAHAN LIMBAH


PERTANIAN TEMPURUNG KELAPA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV

1. WASGINA (J1B116010)
2. ARIFSON SIMANULLANG (J1B116012)
3. AL AZHAR FAUZAN (J1B116015)
4. RIO RINALDY (J1B116018)
5. DIYAN IKAWATI (J1B116027)
6. ADITYA WAHYUDI (J1B116035)
7. EKO SUSANTO (J1B116045)
8. EVAN JELINA (J1B116052)
9. WAHYU HANDOKO (J1B116054)
10. AHMAD SYAFI’I (J1B116056)
11. ANSYARULAH (J1B116057)
12. YOHANA AGITA TARIGAN (J1B116077)
13. MIKAEL PARDEDE (J1B116094)
14. MUHAMMAD YOGI N.I.W (J1B116087)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
LAPORAN PRATIKUM ENERGI DAN LISTRIK PERTANIAN
PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BRIKET BERBAHAN LIMBAH
PERTANIAN TEMPURUNG KELAPA

NAMA NIM KETERANGAN

WASGINA
ARIFSON J1B116010
SIMANULLANG J1B116012
AL AZHAR FAUZAN J1B116015
RIO RINALDY J1B116018
Convert File
DIYAN IKAWATI J1B116027
EVAN JELINA J1B116052
YOHANA AGITA J1B116077
TARIGAN J1B116094
MIKAEL PARDEDE

EKO SUSANTO J1B116045


ANSYARULAH J1B116057 Cari Jurnal
M. YOGGI NOPRILA I. W J1B116087

ADITYA WAHYUDI J1B116035


WAHYU HANDOKO J1B116054 Video dan Dokumentasi
AHMAD SYAFI’I J1B116056
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya demi tersusunya laporan
akhir praktikum Energi dan Listrik Pertanian ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi kami maupun pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Terlepas dari semua itu, karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar kami
dapat memperbaikinya dilain waktu.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat
digunakan untuk keperluan yang bermanfaat.

Jambi, 20 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Energi ........................................................................................................... 3
2.2 Biomassa ...................................................................................................... 3
2.3 Bahan Bakar ................................................................................................. 5
2.4 Jenis Bahan Perekat ...................................................................................... 8
2.5 Proses Pengarangan ...................................................................................... 9
BAB III METODOLOGI ................................................................................. 11
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 11
3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................... 11
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................................ 11
3.4 Tahap Pengujian ......................................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 14
4.1 Pembuatan Briket ....................................................................................... 14
4.2 Hasil Pengujian Briket ............................................................................... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 22
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 22
5.2 Saran .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 23
LAMPIRAN ..................................................................................................... 25
DOKUMENTASI ............................................................................................ 28

iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Potensi Energi Biomassa Di Indonesia ................................................ 5
Tabel 2. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa ................................................. 6
Tabel 3. Komponen Kimia Serbuk Kayu ........................................................... 7
Tabel 4. Daftar Analisa Bahan Perekat .............................................................. 9
Tabel 5. Hasil Percobaan Pembuatan Briket .................................................... 14
Tabel 6. Hasil Pengujian Briket ...................................................................... 17
Tabel 7. Hasil Pengujian Briket (Lanjutan) ..................................................... 20

iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kadar Air Briket Arang Tempurung Kelapa .................................. 16
Gambar 2. Densitas Briket Arang Tempurung Kelapa .................................... 21
Gambar 3. Laju Pembakaran Arang Briket Tempurung Kelapa ...................... 21

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cadangan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batubara yang
selama ini merupakan sumber utama energi jumlahnya semakin menipis (Pari,
2002). Energi merupakan komponen utama dalam seluruh kegiatan makhluk hidup
di bumi. Sumber energi yang utama bagi manusia adalah sumber daya alam yang
berasal dari fosil karbon. Sumber ini terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu,
sehingga manusia merasa cemas kalau energi ini cepat berkurang. Masalah
pengurangan energi ini (depletion of energy resources) merangsang manusia untuk
berusaha melakukan penghematan, dan mencari sumber energi pengganti. Usaha
manusia dalam mencari pengganti sumber energi ini harus didasarkan pada bahan
bakunya yang mudah diperoleh dan diperbaharui dan produknya mudah
dipergunakan oleh seluruh manusia.
Tingkat pemakaian bahan bakar terutama bahan bakar fosil di dunia semakin
meningkat seiring dengan semakin bertambahnya populasi manusia dan
meningkatnya laju industri di berbagai negara di dunia. Hal tersebut menimbulkan
kekhawatiran akan terjadinya krisis bahan bakar. Disamping itu kesadaran manusia
akan lingkungan semakin tinggi sehingga kekhawatiran meningkatnya laju
pencemaran lingkungan terutama polusi udara yang diakibatkan oleh pembakaran
bahan bakar tersebut sehingga muncul sebuah pemikiran penggunaan energi
alternatif yang bersih.
Beberapa jenis sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan antara lain
energi matahari, energi angin, energi panas bumi, energi panas laut dan energi
biomassa. Diantara sumber-sumber energi alternatif tersebut, energi biomassa
merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat prioritas dalam
pengembangannya dibandingkan dengan sumber energi yang lain. Di sisi lain,
Indonesia sebagai negara agraris banyak menghasilkan limbah pertanian yang
kurang termanfaatkan. Limbah pertanian yang merupakan biomassa tersebut
merupakan sumber energi alternatif yang melimpah dengan kandungan energi yang
relatif besar. Limbah pertanian tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar

1
padat buatan yang lebih luas penggunaannya sebagai bahan bakar alternatif yang di
sebut biobriket.
Melimpahnya tempurung kelapa yang belum termanfaatkan secara optimal
dan besarnya kandungan energi yang terdapat didalamnya bisa dimanfaatkan
menjadi briket arang bahkan menjadi salah satu langkah untuk mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti minyak tanah dan gas elpiji, juga
dapat mengurangi pemanfaatan bahan bakar kayu yang tingkat konsumsinya
semakin hari semakin meningkat sehingga membahayakan ekologi hutan. Untuk
mencapai hal tersebut dilakukan pratikum untuk menghasilkan briket arang yang
berkualitas baik dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Pemanfaatan tempurung
kelapa menjadi briket arang diharapkan dapat memberikan alternatif sumber bahan
bakar yang dapat diperbarui dan bermanfaat untuk masyarakat dengan kualitas yang
baik (Saputra, 2016).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah diharapkan mahasiswa/i mampu membuat
briket dari bahan tempurung kelapa dengan kualitas yang baik,serta dapat
menentukan mutu briket yang dihasilkan baik dari kerapatan,nilai kalor,kadar
air,dan uji pembakaranya.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan praktikum ini ialah, antara
lain dapat mengetahui cara pembuatan briket dari tempurung kelapa, menghasilkan
bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, dan memamfaatkan limbah
tempurung kelapa yang tidak dimamfaatkan lagi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), energi adalah tenaga atau
gaya untuk berbuat sesuatu. Defenisi ini merupakan perumusan yang lebih luas
daripada pengertian-pengertian mengenai energi pada umumnya dianut di dunia
ilmu pengetahuan. Dalam pengertian sehari-hari energi dapat didefenisikan sebagai
kemampuan untuk melakukan sesuatu pekeriaan (Kadir, 1995).
Energi merupakan sektor utama dalam perekonomian indonesia dewasa ini
dan akan mengambil peranan yang lebih besar diwaktu yang akan datang baik
dalam rangka penyediaan devisa, penyerapan tenaga kerja, pelestarian sumber daya
energi, pembangunan nasional serta pembangunan daerah. Situasi energi di
indonesia tidak terlepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi dunia yang
makin meningkat menimbulkan kesempatan bagi indonesia untuk mencari sumber
energi silih (alternatif) untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Untuk itu perlu
untuk mengidentifikasi sektor mana yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya
energi silih.
Seperti diketahui indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan
sumber daya energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak
merupakan sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh
karena itu, sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat
mungkin menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara,
panas bumi, listrik tenaga air, dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar
(Reksohadiprojo, 1988).

2.2 Biomassa
Biomassa didefenisikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan, atau
sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar.
Secara umum sumber-sumber biomassa antara lain tongkol jagung, jerami. Material
kayu seperti kayu atau kulit kayu, potongan kayu. Sampah kota misalkan sampah
kertas dan tanaman sumber energi seperti minyak kedelai, alfalfa, poplars.

3
Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan
beberapa mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan
besi. Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering kira-
kira sampai 75%), lignin (sampai dengan 25%) dimana dalam beberapa tanaman
komposisinya bisa berbeda-beda. Keuntungan penggunaan biomassa untuk sumber
bahan bakar adalah keberlanjutannya, diperkirakan 140 juta ton rnetrik biomassa
digunakan pertahunnya. Keterbatasan dari biomassa adalah banyaknya kendala
dalam penggunaan untuk bahan bakar kendaraan bermobil.
Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang
bekerja sebagai sel surya, menyerap energi matahari yang mengkonversi dioksida
karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa
ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi menjadi
suatu produk lain. Hasil konversi dari senyawa itu dapat berbentuk arang atau
karbon, dan alkohol kayu. Energi yang disimpan itu dapat dimanfaatkan dengan
langsung membakar kayu itu, panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak
atau untuk keperluan lainnya.
Potensi biomassa di Indonesia adalah cukup tinggi. Dengan hutan tropis
Indonesia yang sangat luas, setiap tahun diperkirakan terdapat limbah kayu
sebanyak 25 juta ton yang terbuang dan belum dimanfaatkan. Jurnlah energi yang
terkandung dalam kayu itu besar, yaitu 100 milyar kkal setahun. Demikian juga
sekam padi, tongkol jagung, dan tempurung kelapa yang merupakan limbah
pertanian dan perkebunan, memiliki potensi yang besar sekali. Tabel 1 memberikan
suatu ikhtisar dari potensi energi biomassa yang terdapat di Indonesia. Perlu dicatat,
bahwa jenis energi ini adalah terbarukan, sehingga merupakan suatu produksi yang
tiap tahun dapat diperoleh (Kadir, 1995).

4
Tabel 1. Potensi Energi Biomassa Di Indonesia
Produksi Energi Pangsa
Sumber Energi (106 ton/th) (109kkal/th) (%)
Kayu 25.00 100.0 72.0

Sekam Padi 7.55 27.0 19.4

Jenggal Jagung 1.52 6.8 4.9

Tempurung Kelapa 1.25 5.1 3.4


Potensi Total 35.32 138.9 100

2.3 Bahan Bakar


Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalakan api. Bahan bakar
dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga bersifat buatan
(diolah dengan teknologi maju). Bahan bakar alami misalnya kayu bakar, batubara
dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas alam cair dan listrik.
Sebenarnya, listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena langsung
menghasilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari proses
pembakaran, disamping cahaya akibat nyalanya (Ismun, 1993).
Konsumsi energi bagi manusia merupakan suatu masalah besar dimana
sumber energi banyak digunakan sekarang yaitu minyak bumi dan batubara yang
cadangannya makin menipis. Oleh sebab itu penghematan konsumsi energi bagi
umat manusia perlu ditanggulangi guna penyelamatan kebutuhan hidup masa
datang. Hal ini bisa terjadi terutama di negara-negara berkembang (Nusyirwan dan
Nuryetti, 1980).
Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar makin lama makin
mahal. Makin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan bakar, maka
makin mahal harganya. Demikian pula, makin langka bahan baku yang dipakai
untuk menghasilkan bahan bakar, maka harganya akan semakin mahal. Akibat
langsung jika menggunakan bahan bakar semacam ini adalah biaya hidup tinggi
sehingga tidak banyak orang yang mampu memanfaatkannya. Gas alam yang
dicairkan, misalnya LNG tidak banyak terjangkau oleh masyarakat desa atau
pedagang-pedagang kecil vang memerlukan bahan bakar.

5
A. Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut. Pada bagian
pangkal tempurung terdapat 3 buah lubang tumbuh (ovule) yang menunjukkan
bahwa bakal buah asahnya berlubang 3 dan yang tumbuh biasanya satu buah.
Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3 mm sampai 5
mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan silikat (SiO2) yang
terdapat pada tempurung tersebut. Dari berat total buah kelapa, antara 15% sampai
19% merupakan berat tempurungnya. Selain itu tempurung juga banyak
mengandung lignin. Sedang kandungan methoxyl dalam tempurung hampir sama
dengan yang terdapat dalam kayu. Pada umumnya, nilai kalor yang terkandung
dalam tempurung kelapa adalah berkisar antara 18200 kJ/kg hingga 19338.05 kJ/kg
(Palungkun, 1999).
Tabel 2. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Unsur Kimia Kandungan (%)
Sellulosa 26.60

Pentosan 27

Lignin 29.40

Kadar Abu 0.60

Solvent Ekstratif 4.20

Uronat anhydrad 3.50

Nitrogen 0.11

Air 8.00

B. Serbuk Kayu
Serbuk kayu merupakan salah satu limbah industri pengolahan kayu seperti
serbuk gergajian, sebetan, sisa kupasan. Di Indonesia ada tiga macam industri kayu
yang secara dominan mengkonsumsi kayu dalam jumlah relatif besar, yaitu
penggergajian, vinir atau kayu lapis, dan pulp atau kertas. Masalah yang
ditimbulkan dari industri pengolahan itu adalah limbah penggergajian yang
kenyataannya dilapangan masih ada yang ditumpuk dan sebagian lagi dibuang ke

6
aliran sungai sehingga menimbulkan pencemaran air, atau dibakar secara langsung
sehingga emisi karbon di atmosfir bertambah.
Limbah yang dimaksud disini adalah hasil samping yang terbentuk dari
kegiatan bahan biomassa kayu atau berserat ligno-sellulosa, suatu bahan baku yang
belum termanfaatkan. Untuk kasus ini dibatasi pada industri pengolahan kayu.
Adanya limbah yang dimaksud adalah menimbulkan masalah penanganannya yang
selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya
berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu
dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah adalah memanfaatkannya
menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan
sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat. Hasil evaluasi
menunjukkan beberapa hal berprospek positif sebagai contoh teknologi aplikatif
dimaksud dapat diterapkan secara memuaskan dalam mengkonversi limbah industri
pengolahan kayu menjadi arang serbuk, briket arang, arang aktif, arang kompos dan
soil conditioning. Serbuk gergaji merupakan salah satu jenis limbah industri
pengolahan kayu gergajian (Pari, 2002).
Pada umumnya, serbuk kayu memiliki nilai kalor antara 4018.25 kal/g hingga
5975.58 kal/g dan memiliki komposisi kimia yang bervariasi, bergantung pada
varietas, jenis dan media tumbuh (Atria, 2002).
Namun secara umum, serbuk kayu memiliki komposisi kimia seperti yang
terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komponen Kimia Serbuk Kayu
Komponen Kimia Kandungan (%)
Holosellulosa 70.52

Sellulosa 40.99

Liguin 27.88

Pentosan 16.89

Abu 1.38

Air 5.64

7
2.4 Jenis Bahan Perekat
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari perekat
yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement. Glue
merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot
dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu. Mucilage
adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan diperuntukkan terutama
untuk perekat kertas. Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui
pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta. Cement
adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan
mengeras melalui pelepasan pelarut (Ruhendi, 2007).
Bahan perekat dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis yaitu:
- Perekat anorganik
Termasuk dalam jenis ini adalah sodium silikat, magnesium, cement dan
sulphite. Kerugian dari penggunaan bahan perekat ini adalah sifatnya yang banyak
meninggalkan abu sekam pada waktu pembakaran.
- Bahan perekat tumbuh-tumbuhan
Jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lehih sedikit bila
dibandingkan dengan bahan perekat hydrocarbon. Kerugian yang dapat
ditimbulkan adalah arang cetak yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban.
- Hydrocarbon dengan berat molekul besar
Bahan perekat jenis ini sering kali dipergunakan sebagai bahan perekat untuk
pembuatan arang cetak ataupun batubara cetak. Dengan pemakaian bahan perekat
maka tekanan akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan briket tanpa memakai
bahan perekat (Josep dan Hislop, 1981).
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa dengan adanya penggunaan atau
pemakaian bahan perekat maka ikatan antar partikel akan semakin kuat, butir-
butiran arang akan saling mengikat yang menyebabkan air terikat dalam pori - pori
arang. Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan membentuk
tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan. Dengan
adanya bahan perekat maka susunan partikel akan semakin baik, teratur dan lebih
padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dan arang briket akan

8
semakin baik. Dalam penggunaan bahan perekat harus memperhatikan faktor
ekonomis maupun non-ekonomisnya (Silalahi, 2000).
Proses absorbsi adalah suatu proses penyerapan air dari bahan tanpa
mempengaruhi sifat kimia dari bahan. Luas permukaan yang sangat besar
(kerapatan yang tinggi) yang dijadikan oleh sejumlah materi koloid tertentu
memungkinkan terjadinya daya absorbsi sejumlah besar zat-zat dengan dipengaruhi
oleh gaya kohesi (tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis) sehingga di
dalam material terbentuk suatu emulsi (pencampuran) zat cair dan bahan yang
terdapat pada material (Hartoyo dan Hudaya, 1990).
Pada percobaan ini, digunakan bahan perekat dengan jenis bahan perekat
tepung tapioka (kanji) yang memiliki sifat :
- daya serap terhadap air
- mempunyai kekuatan perekatan yang baik, mudah didapat dan ticlak
mengganggu kesehatan.
Analisa berbagai tepung pati-patian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabe1 4. Daftar Analisa Bahan Perekat

Menurut Adan (1998), jumlah perekat yang digunakan dalam pembuatan


briket bioarang adalah sebanyak 10% dari berat arang yang akan digunakan dalam
pembuatan briket tersebut.

2.5 Proses Pengarangan


Proses pengarangan (pirolisa) adalah penguraian biomassa (lysis) menjadi
panas (pyro) pada suhu lebih dari dari 1500C. Pada proses pirolisa terdapat beberapa
tingkatan proses yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah
pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah

9
pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer (Abdullah,
1991).
Selama proses pengarangan dengan alur konveksi pirolisa perlu diperhatikan
asap yang ditimbulkan selama proses tersebut:
- Jika asap tebal dan putih, berarti bahan sedang mengering.
- Jika asap tebal dan kuning, berarti pengkarbonan sedang berlangsung.
Pada fase ini sebaiknya tungku ditutup dengan maksud agar oksigen pada ruang
pengarangan serendah-rendahnya.
- Jika asap semakin menipis dan berwama biru berarti pengarangan hampir
selesai kemudian drum dibalik dan proses pembakaran selesai.

10
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 6 Oktober 2018 pukul
07:30-15:00 dilahan percobaan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jambi.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kaleng, saringan, batu giling,
korek api, tungku, sendok, dan pipa pencetakan. Kemudian bahan yang digunakan
pada praktikum ini adalah batok kelapa 2500 gram dan air 1 L.

3.3 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang akan dilaksanaka pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1. Persiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Bahan baku batok kelapa seberat 2500 gram dibakar (karbonisasi) dengan
menggunakan metode pengarangan sederhana, dengan cara tempurung
dimasukkan ke dalam kaleng besi, lalu disiram dengan minyak tanah agar mudah
terbakar. Pembakaran bahan baku dilakukan selama 1 jam dengan suhu ± 300°C
sampai batok kelapa membentuk arang warna hitam.
3. Batok kelapa yang sudah menjadi arang dihaluskan dengan cara dihancurkan
dengan gilingan.
4. Arang Batok kelapa yang telah halus kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh
sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Serbuk briket arang yang telah diayak
kemudian ditimbang ( hasil ayakan yang halus 400 gram).
5. Selanjutnya panaskan air sebanyak 1 L, tunggu air sampai mendidih setelah itu
masukkan tepung kanji dengan formulasi 25 % dari batok kelapa yang halus
aduk sampai tepung kanji menjadi perekat (lem).
6. Arang batok kelapa yang sudah diayak dicampur dengan perkat (lem) tadi, aduk
sampai merata.

11
7. Langkah selanjutnya adalah pencetakan, pencetakan briket arang dilakukan
setelah adonan merata, lalu dicetak dengan alat cetak briket arang dengan cara
manual dengan memasukkan adonan briket kedalam lubang cetak pipa yang
telah dipotong-potong, kemudian ditekan dan dihasilkan briket arang.
8. Briket arang yang selesai dicetak dilakukan pengeringan dengan menggunakan
metode pengeringan sinar matahari selama 7 hari. Setelah briket arang selesai
dikeringkan kemudian dilakukan pengujian.

3.4 Tahap Pengujian


1. Kadar Air
Kadar air sampel ditentukan dengan metode pengeringan dengan sinar
matahari selama 7 hari, dengan cara menimbang bahan dengan timbangan
digital. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak lima kali pengulangan.
Perhitungan kadar air :

Keterangan :
a = berat cawan kosong (g)
b= berat cawan + sampel briket (g)
c= berat cawan + sampel briket setelah di oven hingga beratnya konstan (g)
2. Kerapatan Massa (Densitas)
Kerapatan massa briket setelah dikempa dapat dicari dengan cara mengukur
massa sampel briket yang kemudian dibagi dengan volume sampel briket
tersebut. Densitas briket dapat dinyatakan dengan rumus :
𝜌=𝑀𝑉

Keterangan :
𝜌 = Kerapatan (g/cm3)
M = Massa (g)
V = π x r2 x t = Volume silinder (cm3)

12
3. Laju Pembakaran Briket
Laju pembakaran briket dihitung dengan cara berat briket yang telah
dinyalakan dibagi dengan waktu pembakaran sampai briket habis terbakar atau
menjadi abu.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Briket


Pembuatan briket arang dari limbah tempurung kelapa mulai dari persiapan
bahan baku, proses karbonisasi (pengarangan), pengerusan dan pengayakan,
pembuatan adonan briket (pembuatan lem), pencetakan, dan pengeringan
didapatkan hasil seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Percobaan Pembuatan Briket
Tanggal Percobaan 6 Oktober 2018
a. Bahan baku Batok Kelapa
Jenis limbah biomassa Batok kelapa briket A Batok kelapa briket
(10%) B (25%)
Berat awal (g) 2000 gram 2500 gram
Kadar air (%bb) - 5%
Nilai kalor panas (kJ/kg) - -
b Jenis bahan perekat Tepung Tapioka
Kadar perekat (pati:air panas) A. 10% B. 25%
100 gram perekat : 1 Liter air panas
Berat awal (g) 25 gram (80 mesh) 66,83 gram
24 gram (20 mesh)
Berat larutan (ml) 200 ml (80 dan 20 mesh) 1000 ml
c Briket
Massa (g) sebelum dikeringkan
- (80 mesh) 29,95 g 29,31 g 29,61 g
- (20 mesh) 45,53 g 45,30 g 43,27 g 66,83

Massa (g) setelah dikeringkan


- (80 mesh) 18,27 g 19,22 g 19,25 g
- (20 mesh) 39,00 g 38,25 g 37,00 g 47,25

14
KAbriket (%bb) sebelum 11 14 14 5
dikeringkan
- (80 mesh)
- (20 mesh)
KAbriket (%bb) setelah dikeringkan 2 2 1,5 2,60
- (80 mesh)
- (20 mesh)
e Jenis pengempaan briket (Pa) -
f Waktu pengeringan (hari) 7 7

Keterangan:
- Pengukuran setiap 2 jam selama 8 hari (1 hari = 4 kali pengulangan)
4.1.1 Kadar Perekat
Penambahan bahan perekat adalah untuk memasukkan atau menarik air dan
membentuk tektur yang padat atau menggabungkan antara dua atau lebih briket
yang direkat. Pemilihan dan penggunaan bahan perekat dilakukan dengan beberapa
hal antara lain mempunyai daya serap yang baik terhadap air dan harganya relatife
murah serta mudah didapat. Kekuatan perekat dipengaruhi oleh sifat briket, alat dan
teknik perekatan yang digunakan, pematangan perekat akan terjadi dan
menghasilkan keteguhan rekat yang baik disertai dengan tekanan yang cukup.
Pemberian tekanan antara lain dimaksudkan untuk meratakan perekat dan untuk
memasukkan perekat kedalam pori-pori. Ditinjau dari macam bahan perekat yang
digunakan, produk yang dihasilkan dapat dibedahkan antara arang briket yang tidak
atau kurang berasap dan banyak berasap. Pemakaian tepung kanji sebagai bahan
perekat menghasilkan briket yang tinggi kekuatannya, tetapi memberikan asap jika
dibakar (Hasanuddin, 2012).
Dari hasil pengujian yang diperlihatkan dengan tabel diatas, terlihat bahwa
perbandingan antara briket yang memiliki komposisi perekat 10 % adalah yang
paling rapuh dari pada komposisi perekat 25 %. Hasil praktikum ini menunjukkan
bahwa briket dengan komposisi campuran perekat 10 % adalah yang paling rapuh
karena tingkat ikatan partikelnya kurang kuat disebabkan karena bentuk partikel
yang kering dan sangat halus.

15
Briket ini kehilangan beberapa partikel sebanyak beberapa gram.
Sedangkan briket yang hanya sedikit kehilangan partikel adalah briket dengan
campuran perekat 25% sebesar beberapa gram pula. Sedangkan pada campuran 10
% terjadi pengurangan partikel yg lebih banyak dari yang 25 %, ini disebabkan
karena briket berperekat 25 % mengikat lebih banyak uap air dan kandungan
tapioka yang lebih banyak juga menyebabkan briket susah untuk kering sehingga
lebih rapuh. Pada permukaan sisi bagian bawah briket berperekat 25 %, karena efek
gravitasi bumi, air lebih mudah berkumpul ke bawah akibatnya pada bagian bawah
inilah air sulit untuk menguap (Gandhi B, 2009).
Campuran komposisi perekat berpengaruh terhadap daya ketahanan briket
terutama pada stability tinggi dan ketahanannya terhadap benturan (durability).
Campuran perekat juga menjadi faktor kerapuhan briket, dan briket berperekat 25
% lebih banyak dan lebih tahan daripada briket yang berperekat lebih rendah yaitu
10 %, ini disebabkan masih banyaknya kandungan air dalam arang briket
berperekat 25 % yang masih banyak tertinggal dalam briket.
4.1.2 Kadar Air
Kadar air mempengaruhi kualitas briket arang yang dihasilkan. Semakin
rendah kadar air maka nilai kalor dan daya pembakarannya akan semakin tinggi,
begitupun sebaliknya. Kadar air briket juga dapat menentukan sifat higroskopis dari
briket tersebut. Briket yang memiliki kadar air tinggi akan sulit dinyalakan, mudah
rapuh dan ditumbuhi jamur.
10
Kadar Air (%)

8
6
4
Perekat 10% 20 mesh
2
Perekat 10% 80 mesh
0
Perekat 25%

Hari Pengukuran

Gambar 1. Kadar Air Briket arang Tempurung Kelapa


Berdasarkan grafik pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa jenis dan jumlah
bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air briket arang
tempurung kelapa. Semakin tinggi jumlah perekat yang digunakan maka kadar

16
airnya juga meningkat. Hal ini dikarenakan adanya penambahan kadar air dari
bahan perekat itu sendiri. Penambahan perekat yang semakin tinggi menyebabkan
air yang terkandung dalam perekat akan masuk dan terikat dalam pori arang, pori-
pori briket semakin kecil dan pada saat dikeringkan air yang terperangkap di dalam
pori briket arang sukar menguap.
Semakin tinggi jumlah kadar air briket maka semakin rendah nilai kalor
yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan panas yang tersimpan dalam briket terlebih
dahulu digunakan untuk mengeluarkan atau menguapkan air yang terperangkap
dalam briket sebelum kemudian menghasilkan panas yang digunakan sebagai panas
pembakaran.

4.2 Hasil Pengujian Briket


Dari pratikum yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengujian Briket
Waktu
Setelah
Banyaknya asap terbakar Bau Keterangan
pembakaran
(menit)
Produk Sampel
Briket Briket Briket Briket Briket Briket Briket Briket Briket Briket
A B A B A B A B A B
(10%) (25%) (10%) (25%) (10%) (25%) (10%) (25%) (10%) (25%)
+ +
1 ++ 6 ++
+ + Jadi abu
Batok + + Jadi Jadi Jadi
2 ++ 6 ++
kelapa + + Abu api Api
Jadi abu
+ +
3 ++ 4 ++ sebagian
+ +
Keterangan :
++++ = sangat banyak
++++ = banyak
+++ = cukup banyak
++ = sedikit

17
+ = sedikit banget
4.2.1 Banyak Asap
Pada praktikum yang telah dilaksanakan, bahwa perbandingan banyak asap
oleh briket yang mengandung komposisi perekat 10 % menghasilkan asap yang
lebih banyak dari pada briket yang mengandung komposisi perekat sebesar 25 %.
Briket yang menghasilkan lebih banyak asap yaitu pada perekat 10 % ini
disebabkan oleh partikel-partikel briket arang yang mudah terbakar dan kadar air
yang terkandung lebih sedikit sehingga dapat menghasilkan asap yang lebih banyak
dan menghasilkan bara api yang lebih baik dan merata. Sedangkan briket pada
komposisi perekat 25 % menghasilkan lebih sedikit asap, hal ini disebabkan oleh
banyaknya kandungan kadar air yang terdapat pada briket sehingga pada saat
pembakaran briket, asap yang dihasilkan lebih sedikit dan bara api kurang merata
tetapi tetap dapat melakukan proses pembakaran.
Nilai kadar karbon ini akan memegang peranan penting dalam hal polusi
udara yang ditimbulkan. Briket tempurung kelapa mempunyai nilai yang tertinggi,
sehingga menimbulkan banyak polusi. Secara teoritis pembakaran bahan bakar
menghasilkan CO2 dan H20 saja, padahal kenyataannya pembakaran pada bahan
bakar banyak yang tidak sempurna dimana akan menimbulkan zat-zat polutan yang
berbahaya terhadap kesehatan manusia. Adapun beberapa polutan dari bahan bakar
antara lain : Sulfur Dioksida (SO2) Carbon Monoksida (CO), Oksida nitrogen (N02),
Oksidan (O3), Hidrokarbon (HC), Khlorin (CL2) Partikel debu, Timah Hitam (Pb),
dan Besi (Fe). Secara teoritis pembakaran bahan bakar menghasilkan CO2 dan H20
saja, padahal kenyataannya pembakaran pada bahan bakar banyak yang tidak
sempurna dimana akan menimbulkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap
kesehatan manusia.
Kadar karbon terikat merupakan fraksi karbon (C) yang terikat di dalam
briket selain fraksi abu, air, dan zat menguap. Kadar karbon akan bernilai tinggi
apabila kadar abu dan kadar zat menguap briket rendah. Selain itu, nilai kadar air
yang rendah akan meningkatkan nilai kadar karbon. Kadar karbon briket
berpengaruh terhadap nilai kalor. Semakin besar nilai kadar karbon maka semakin
tinggi nilai kalornya. Kadar karbon yang tinggi pada briket akan menghasilkan
briket berkualitas baik.

18
4.2.2 Bau
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, bahwa perbandingan bau
yang dihasilkan oleh briket yang mengandung komposisi perekat 10% sangat
sedikit dari pada briket yang mengandung komposisi perekat sebesar 25%. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya jumlah perekat yang digunakan pada briket yang
mengandung komposisi perekat 25% sehingga dari perekat tersebut dapat
dihasilkan bau pada briket.
4.2.3 Kadar Abu
Abu merupakan bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang sudah
tidak memiliki unsur karbon lagi. Kadar abu briket dapat dipengaruhi oleh
kandungan abu dari bahan perekat atau bahan baku. Salah satu unsur utama
penyusun abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor briket
arang yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah kualitas
briket karena kandungan abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor briket arang
(Rahmawati, 2013).
Kadar abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran, dalam hal
ini abu yang dimaksud adalah abu sisa pembakaran briket. Salah satu penyusun abu
adalah silika, pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor briket arang yang
dihasilkan. Kadar abu briket berpengaruh terhadap nilai kalor dan nilai kadar
karbon. Semakin kecil nilai kadar abu maka semakin tinggi nilai kalor dan kadar
karbonnya.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dilihat dari tabel 2 dapat
kita lihat briket yang memiliki komposisi 10 % mempunyai kadar abu lebih tinggi
dan briket yang memiliki komposisi 25 % mempunyai kadar abu yang lebih rendah
dikarenakan proses pembakaran yang lebih lama dibandingkan komposisi perekat
10%. Dan dari hasil uji nilai kalor, terlihat bahwa briket yang mempunyai campuran
10% memiliki nilai kalor yang paling tinggi.
Menurut Rustini (2004) bahwa kadar karbon di dalam briket arang
dipengaruhi oleh nilai kadar abu, semakin rendah nilai kadar abu briket arang maka
nilai kadar karbon terikatnya akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian

19
yang telah dilakukan bahwa perlakuan yang memiliki nilai kadar abu rendah maka
akan menghasilkan nilai kadar karbon yang tinggi begitu juga sebaliknya.
4.2.4 Densitas
Densitas merupakan perbandingan antara berat dengan volume briket. Besar
kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun briket
tersebut. Rata-rata nilai densitas untuk perekat 10% yaitu 0,92 g/cm3, sedangkan
perekat 25 % yaitu 0,87 g/cm3.
Tabel 7. Hasil Pengujian Briket (lanjutan)
Massa jenis Nilai Laju
(g/cm3) kalor pembakaran
(kkal/kg) (g/menit)
Produk Sampel
Briket Briket Briket Briket
A B A B
(10%) (25%) (10%) (25%)
1 1,09 0,84 0,26 1,52
1,53 - 0,27
Tempurung 2 1,12 0,89 0,27 1,61
kelapa 0,62 1,77
3 0,60 0,88 1,73 1,59
0,58 1,76

Nilai densitas perekat 10% lebih besar dibandingkan dengan perekat 25%.
Hal ini dipengaruhi oleh massa dan volume dari bahan baku. Densitas yang tinggi
disebabkan karena ikatan antar bubuk arang tempurung kelapa lebih padu dan kuat
serta tekstur tempurung kelapa yang keras. Ukuran partikel yang lebih kecil dapat
memperluas bidang ikatan antar serbuk, sehingga dapat meningkatkan kerapatan
briket (Masturin, 2002). Grafik perbedaan nilai densitas dapat dilihat pada gambar
2.

20
2

Densitas
1.5
Perekat 10% 20
1 mesh
Perekat 10% 80
0.5
mesh
0 Perekat 25%
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

Jumlah Sample

Gambar 2. Densitas Briket Arang Tempurung Kelapa


4.2.5 Laju Pembakaran
Laju pembakaran briket adalah kecepatan briket habis sampai menjadi abu.
Laju pembakaran briket dipengaruhi oleh faktor nilai kalor dan kadar air. Nilai laju
pembakaran dapat dilihat pada Tabel 3. Rata-rata laju pembakaran untuk perekat
10% yaitu 1,01 g/menit, sedangkan perekat 25% yaitu 1,57 g/menit.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan nilai laju pembakaran tidak
terlalu berbeda jauh. Nilai laju pembakaran dengan perekat 10% lebih rendah
dibandingkan dengan perekat 25%, hal ini disebabkan oleh kandungan air dan juga
perekat yang digunakan masih kurang mengental. Sehingga semakin banyak jumlah
perekat maka nilai laju pembakaran semakin besar, dan sebaliknya semakin sedikit
jumlah perekat maka nilai laju pembakaran kecil. Grafik perbedaan nilai laju
pembakaran dapat dilihat pada gambar 3.

2
Laju Pembakaran

1.5 Perekat 10% 20


(g/menit)

mash
1
Perekat 10% 80
0.5 mash
0 Perekat 25%
Sample 1 Sample 2 Sample 3
Jumlah Sample

Gambar 3. Laju Pembakaran Arang Briket Tempurung Kelapa

21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pratikum pembuatan briket tempurung kelapa yang dilakukan
jenis dan jumlah bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar
air briket arang tempurung kelapa.
Konsentrasi perekat berbeda pada briket yaitu 10 % dan 25%, maka dapat
disimpulkan semakin tinggi kadar perekat maka nilai kalor akan berkurang, karena
perekat memiliki sifat yang sukar terbakar dan bersifat menyerap air. Campuran
komposisi perekat berpengaruh terhadap daya ketahanan briket terutama pada
ketahanannya terhadap benturan.
Nilai laju pembakaran tidak terlalu berbeda jauh. Nilai laju pembakaran
dengan perekat 10% lebih rendah dibandingkan dengan perekat 25%,

5.2 Saran
Pada pratikum ini disarankan untuk mendapatkan kualitas briket yang lebih
baik, pada saat pemasakan tepung kanji dengan waktu yang lama hingga perekat
mengental dan kadar air pada bahan perekat sedikit.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, K., A. K. Irwanto, N. Siregar, E. Agustina, A. H. Tambunan, M. Yamin,


dan E. Hartulistiyoso, 1991. Bogor: Energi dan Listrik Pertanian, JICA IPB.
Adan, I. U., 1998. Teknologi Tepat Guna: Membuat Briket Bioarang. Yogyakarta:
Kanisius.
Andry, H. U., 2000. Aneka Tungku Sederhana Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Atria, M., N. Yuli, dan M. Sutrisna., 2002. Optimasi Beberapa Faktor Fisik
Terhadap Laju Degradasi Sellulosa Kayu Albasia dan Karbonsimetil
Sellulosa Secara Enzimetik oleh Jamur
Brades, A. C., Febrina S. T., 2008. Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok
(Eichornia Crasipess Solm) Dengan Sagu Sebagai Pengikat.
Gandhi, B. A. 2009. “Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat Terhadap
Karakteristik Briket Arang Tongkol Jagung”. Profesional. 8/1 : 1-12
Hartoyo dan N. Hudaya, 1990. Membuat Arang Tempurung Kelapa Sistem Kiln
Drum. Trubus, Info Agribisnis
Hartoyo, 1983. Pembuatan Arang dari Briket Arang Secara Sederhana dari Serbuk
Gergaji dan Limbah Industri Perkayuan. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan.
Hasanuddin, 2012. Pengaruh Perbandingan Komposisi Filler Dengan Perekat Pada
Briket Ampas Tebu Terhadap NIlai Kalori, Jurusan Teknik Mesin ,
Universitas Hasanuddin
Hendra dan Darmawan, 2000. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Tekanan
Kempa Terhadap Kualitas Briket Arang. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan.
Ismun. 1993. Menjadikan Dapur Johannes Bioarang 3B Susunan Bata Siap Pakai:
Yogyakarta.
Josep, S., dan D. Hislop, 1981. Residu Briquetting in Development Countries.
London: Aplyed Science Publisher.
Kadir, A., 1995. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi.
Cet. l. Edisi kedua/revisi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Masturin, A. 2002. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dari Campuran Arang
Limbah Gergajian Kayu. Skripsi. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Nusyirwan, RY., dan Nuryetty., 1983. Pembuatan Briket Arang dari Serbuk
Gergaji. Banda Aceh: Penelitian Pada Balai Industri.
Palungkun, R., 1999. Aneka Produk Olahan Kelapa. Bogor: Penebar Swadaya.
Pari, G., 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Sampah Industri Pengolahan
Kayu. Makalah Falsafah Sains (PPs 70 L) Program Sarjana/C3. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

23
Pari, G., dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis Dan Kimia Briket Arang dari
Limbah Arang Aktif. Bogor: Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
Reksohadiprojo, S., 1988. Ekonomi Energi. Edisi I. Yogyakarta: PAU Studi
Ekonomi - Universitas Gadjah Mada.
Ruhendi, S., D.N. Koroh, F.A. Syahmani, H. Yanti, Nurhaida, S. Saad, T. Sucipto,
2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor:Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Rustini. 2004. Pembuatan Briket Arang dari Serbuk Gergajian Kayu Pinus (Pinus
merkusii) dengan Penambahan Tempurung Kelapa. Skripsi. Bogor: Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Saputra, mujianto. 2016. Pemanfaatan Tempurung Kelapa (Cocos Nucifera)
Sebagai Bahan Baku Briket Arang. Skripsi. Teknologi Pertanian. Samarinda
Schuchart, F., Wulfert, K. Darmoko, Darmosarkoro, W. Sutara E. S., 1996.
Pedoman Teknis Pembuatan Briket Bioarang. Medan: Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan Sumatera Utara.
Silalahi, 2000. Penelitian Pembuatan Briket Kayu dari Serbuk Gergajian Kayu.
Bogor: Hasil Penelitian Industri DEPERINDAG.

24

Anda mungkin juga menyukai