Anda di halaman 1dari 96

Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

BAB 2
PENGUJIAN AGREGAT

2.1 PENDAHULUAN
Beton merupakan pilihan utama sebagai bahan utama penyangga struktur.
Selain karena kemudahan dalam mendapatkan material penyusunnya, hal tersebut
juga disebabkan oleh penggunaan tenaga yang cukup besar sehingga dapat
mengurangi masalah penyediaan lapangan kerja. Selain dua kinerja utama yang
telah disebutkan diatas, yaitu kekuatan tekan yang tinggi dan kemudahan
pengerjaannya, kelangsungan proses pengadaan beton pada proses produksinya
juga menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan.
Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi
kinerja dari beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan
kategori bangunan yang dibuat. ASTM (American Society for Testing and
Materials) membagi bangunan-bangunan menjadi 3 kategori, yaitu rumah tinggal,
perumahan, dan struktur yang menggunakan beton mutu tinggi.
Usaha yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk
memahami karakteristik bahan penyusun campuran beton sebagai dasar
perancangan beton yaitu banyak mempublikasikan standar-standar yang berlaku
melalui LPMB. DPU-LPMB memberikan definisi tentang beton sebagai
campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lainnya, agregat
halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan
membentuk massa padat (SNI 03-2834-2000).
Masalah yang dihadapi oleh seorang perencana konstruksi adalah
bagaimana merencanakan komposisi dari bahan-bahan penyusun beton tersebut
agar dapat memenuhi spesifikasi teknik yang ditentukan (sesuai dengan
spesifikasi teknik dalam kontrak atau permintaan pemilik). Parameter-parameter
yang paling mempengaruhi kekuatan beton adalah kualitas semen, proporsi semen
terhadap campuran, kekuatan dan kebersihan agregat, interaksi atau adhesi antar
10
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

pasta semen dengan agregat, pencampuran yang cukup dari bahan-bahan


pembentuk beton, penempatan yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton,
perawatan beton, serta harus diperhatikan kandungan klorida tidak melebihi
0,15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang tidak diekspos (Nawy,
1985:24).

11
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2 PENGUJIAN ABRASI


2.2.1 Pedoman Standar
Standar yang digunakan sebagai pedoman untuk pengujian abrasi adalah
sebagai berikut:
1. ASTM C 131-76.
2. SNI 03-2417-1991 (Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi
Los Angeles).

2.2.2 Maksud
Pengujian abrasi ini bertujuan untuk mengetahui durabilitas agregat
dengan cara mekanis.

2.2.3 Landasan Teori

2.2.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengujian abrasi agregat adalah sebagai
berikut:
1. Los angeles abrasion machine
2. Bola baja
3. Oven
4. Talam
5. Saringan 1 1 2 ”, 1”, 3 4 ”, 1 2 ”, 3 8 ”, 1
4 ”, No. 4, No.8 dan No.12
6. Timbangan ketelitian 1 gram
7. Pan

2.2.5 Prosedur Percobaan


Benda uji yang digunakan untuk pengujian abrasi harus dalam keadaan
bersih, kemudian dikeringkan dalam suhu 100oC ± 5oC sampai beratnya tetap.
Pisahkan benda uji ke dalam ukuran fraksi sesuai pada tabel di bawah ini,
kemudian timbang (A).
Tabel 2.1 Kriteria Benda Uji Abrasi

Ukuran Saringan Berat Agregat


Lolos Tertahan A B C D
1 12 ” 1” 1250 + 25

12
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

1” 3
4 ” 1250 + 25
3
4 ” 1
2 ” 1250 + 10 2500 + 10
3
1
2 ” 8 ” 1250 + 10 2500 + 10
3
8 ” 1
4 ” 2500 + 10
1
4 ” No.4 2500 + 10 2500 + 10
No. 4 No.8 2500 + 10
Total 5.000 + 10 5.000 + 10 5.000 + 10 5.000 + 10
Jumlah Bola Baja 12 11 8 6
Berat Bola (gram) 5000 + 25 4584 + 25 3330 + 20 2500 + 15

Percobaan abrasi dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang tertera di


dalam modul. Prosedur yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Mengambil benda uji yang akan diperiksa lalu cuci sampai bersih.
2. Mengeringkan benda uji dalam oven selama 24 jam pada suhu 100oC ± 10oC
sampai beratnya tetap.
3. Memisahkan agregat tersebut sesuai dengan kelompoknya, lalu campurkan
sesuai dengan kombinasi yang diinginkan (A/B/C/D) dengan berat total 5.000
gram (A).
4. Menghidupkan lampu power.
5. Memutar drum abrasi dengan menekan tombol inching sehingga tutupnya
mengarah ke atas.
6. Membuka tutup mesin abrasi lalu masukkan agregat yang telah disiapkan
tadi.
7. Memasukkan bola baja sebanyak yang disyaratkan (lihat tabel ketentuan
kriteria benda uji abrasi).
8. Menutup kembali mesin abrasi tersebut.
9. Membuka tutup counter lalu atur angkanya menjadi 500 kemudian ditutup
kembali.
10. Menekan tombol start sehingga mesin abrasi berputar. Jumlah putaran akan
terbaca pada counter dan mesin abrasi akan berhenti berputar secara otomatis
pada jumlah putaran 500.
11. Memasang talam di bawah mesin abrasi.
12. Membuka tutup mesin lalu tekan tombol inching sehingga mesin abrasi
berputar dan agregat serta bola baja tertampung pada talam tersebut
13
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

13. Saringlah agregat tersebut dengan saringan No.12 lalu agregat tertahan dicuci
sampai bersih.
14. Mengeringkan lagi dalam oven selama 24 jam pada suhu 100oC ± 10oC.

2.2.6 Perhitungan
Perhitungan keausan agregat pada pengujian abrasi adalah sebagai
berikut:
A-B
Keausan = �100
A

Dimana :

A : berat total benda uji semula (gram)

B : berat benda uji yang tertahan saringan No.12 (gram)

2.3 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT


HALUS
2.3.1 Pedoman Standar
Standar yang digunakan sebagai pedoman untuk pengujian berat jenis
dan penyerapan agregat halus adalah sebagai berikut:
1. ASTM C 128-84.
2. SNI 1970:2008 (Cara Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat Halus).

2.2.2 Maksud

14
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus ini bertujuan untuk
mengetahui berat jenis agregat halus dan penyerapannya..

2.2.3 Landasan Teori

2.2.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengujian abrasi agregat adalah sebagai
berikut:
8. Los angeles abrasion machine
9. Bola baja
10. Oven
11. Talam
12. Saringan 1 1 2 ”, 1”, 3 4 ”, 1 2 ”, 3 8 ”, 1
4 ”, No. 4, No.8 dan No.12
13. Timbangan ketelitian 1 gram
14. Pan

2.2.5 Prosedur Percobaan


Benda uji yang digunakan untuk pengujian abrasi harus dalam keadaan
bersih, kemudian dikeringkan dalam suhu 100oC ± 5oC sampai beratnya tetap.
Pisahkan benda uji ke dalam ukuran fraksi sesuai pada tabel di bawah ini,
kemudian timbang (A).
Tabel 2.1 Kriteria Benda Uji Abrasi

Ukuran Saringan Berat Agregat


Lolos Tertahan A B C D
1 2”1
1” 1250 + 25
1” 3
4 ” 1250 + 25
3
4 ” 1
2 ” 1250 + 10 2500 + 10
3
1
2 ” 8 ” 1250 + 10 2500 + 10
3
8 ” 1
4 ” 2500 + 10
1
4 ” No.4 2500 + 10 2500 + 10
No. 4 No.8 2500 + 10
Total 5.000 + 10 5.000 + 10 5.000 + 10 5.000 + 10
Jumlah Bola Baja 12 11 8 6
Berat Bola (gram) 5000 + 25 4584 + 25 3330 + 20 2500 + 15
15
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Percobaan abrasi dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang tertera di


dalam modul. Prosedur yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
15. Mengambil benda uji yang akan diperiksa lalu cuci sampai bersih.
16. Mengeringkan benda uji dalam oven selama 24 jam pada suhu 100oC ± 10oC
sampai beratnya tetap.
17. Memisahkan agregat tersebut sesuai dengan kelompoknya, lalu campurkan
sesuai dengan kombinasi yang diinginkan (A/B/C/D) dengan berat total 5.000
gram (A).
18. Menghidupkan lampu power.
19. Memutar drum abrasi dengan menekan tombol inching sehingga tutupnya
mengarah ke atas.
20. Membuka tutup mesin abrasi lalu masukkan agregat yang telah disiapkan
tadi.
21. Memasukkan bola baja sebanyak yang disyaratkan (lihat tabel ketentuan
kriteria benda uji abrasi).
22. Menutup kembali mesin abrasi tersebut.
23. Membuka tutup counter lalu atur angkanya menjadi 500 kemudian ditutup
kembali.
24. Menekan tombol start sehingga mesin abrasi berputar. Jumlah putaran akan
terbaca pada counter dan mesin abrasi akan berhenti berputar secara otomatis
pada jumlah putaran 500.
25. Memasang talam di bawah mesin abrasi.
26. Membuka tutup mesin lalu tekan tombol inching sehingga mesin abrasi
berputar dan agregat serta bola baja tertampung pada talam tersebut
27. Saringlah agregat tersebut dengan saringan No.12 lalu agregat tertahan dicuci
sampai bersih.
28. Mengeringkan lagi dalam oven selama 24 jam pada suhu 100oC ± 10oC.

2.2.6 Perhitungan
Perhitungan keausan agregat pada pengujian abrasi adalah sebagai
berikut:
A-B
Keausan = �100
A

16
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Dimana :

A : berat total benda uji semula (gram)

B : berat benda uji yang tertahan saringan No.12 (gram)

2.3.2 Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air


2.3.2.1 Maksud
Percobaan ini dilaksanakan untuk menentukan kadar bahan pada mineral
atau garam mineral dalam air.

2.3.2.2 Landasan Teori


Total zat padat terlarut (Total Dissolved Solids) adalah suatu ukuran
kandungan kombinasi dari semua zat-zat anorganik dan organik yang terdapat di
dalam suatu cairan sebagai molekul, yang terionkan atau bentuk mikrogranula (sol
koloida) yang terperangkap. Secara umum definisi operasionalnya adalah bahwa
zat padat harus cukup kecil untuk lolos dari penyaringan melalui saringan
berukuran 2 µm (mikrometer). Air yang digunakan pada campuran beton harus
bersih dan bebas dari bahan-bahan yang mengandung oli, asam, alkali, garam,
bahan organik, atau bahan lainnya yang dapat mengurangi kekuatan beton.
Umumnya air yang terdapat di alam mengandung zat padat dalam bentuk
suspensi atau koloid seperti kotoran dan lumpur yang dapat dihilangkan dengan
penyaringan maupun pengendapan. Selain itu air juga mengandung unsur mineral
seperti natrium, kalsium, kalium, magnesium, klorida, sulfat dan unsur lain. Bila
air banyak mengandung sulfat, maka akan bersifat korosif yang tidak baik untuk
campuran beton. Sehingga perlu menganalisa kandungan unsur dalam air terutama
untuk pengerasan beton.

1.3.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar bahan padat dalam air
adalah sebagai berikut:
1. Gelas ukur 100 ml
17
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2. Cawan
3. Oven
4. Timbangan

5. Desikator
6. Hot plate

(1) (2)

(3) (4)

(5) (6)
Gambar 2.4 Peralatan Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air

1.3.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang digunakan pada percobaan kadar bahan padat
dalam air adalah sebagai berikut:
1. Menimbang semua cawan yang akan digunakan (W1).
2. Memasukkan sampel air sebanyak 100 ml ke dalam cawan, lalu
mendidihkan menggunakan hot plate sampai airnya hampir habis.
3. Memasukkan kedalam oven 100ºC ± 10ºC sampai beratnya tetap (1 jam).
4. Mendinginkan dalam desikator.
5. Menimbang berat cawan dan berat kering residu yang tertinggal (W2).

2.3.2.5 Data Percobaan


Data yang didapatkan dari percobaan kadar bahan padat dalam air dapat
dilihat pada Tabel 2.2.

18
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.2 Data Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air

W1 15.420,000 mg
W2 15.460,000 mg

Keterangan:
W1 : Berat cawan (gram)
W2 : Berat cawan dan residu yang tertinggal (gram)

2.3.2.6 Perhitungan
Perhitungan untuk mendapatkan kadar bahan padat dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
1.000
Kadar bahan padat = W mg/liter (ppm)
S
dimana:
W : Berat residu kering (mg) = W2 – W1 (mg)
S : Volum sampel air (ml).
Kadar bahan padat yang diizinkan untuk bahan campuran beton
maksimum 2.000 ppm.
1.000
Kadar bahan padat = (15.460,000 – 15.420,000)  100
mg/liter (ppm)
= 400,000 ppm

2.3.2.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
didapatkan bahwa air tersebut memiliki kandungan bahan padat sebesar 400,000
ppm. Angka tersebut berada di bawah batas maksimum yaitu 2000 ppm, sehingga
dapat disimpulkan bahwa air tersebut layak digunakan sebagai campuran
pembuatan beton.

19
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3 Bahan Tersuspensi dalam Air


2.3.3.1 Maksud
Percobaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar bahan yang
tersuspensi dalam air.

2.3.3.2 Landasan Teori


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, suspense merupakan koloid zat
padat yang terserak dalam zat cair, tidak mudah mengendap karena kecil
ukurannya dan tidak mudah menggumpal karena molekulnya sering tolak
menolak. Sehingga bahan tersuspensi dapat didefinisikan sebagai bahan yang
terkandung didalam suatu zat (misalnya: larutan) yang tidak terlihat secara kasat
mata karena ukuran molekulnya yang sangat kecil.
Air merupakan suatu larutan yang lumrah kita jumpai di alam, tentunya
keadaan di alam yang tidak terprediksi turut menjadi faktor penyusunan
komposisi air di suatu daerah. Air yang mengandung kotoran dalam bentuk bahan
tersuspensi tidak akan terlihat keruh secara kasat mata, namun tentunya
keberadaan bahan tersuspensi ini menurunkan kualitas air tersebut. Dalam dunia
konstruksi air yang cukup banyak mengandung kotoran akan mengganggu proses
pengerasan atau ketahanan beton. Jika kandungannya di bawah 2000 ppm maka
20
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

masih diperbolehkan penggunaannya. Tetapi apabila kandungan kotorannya sudah


diatas 2000 ppm maka penggunaanya perlu dipertimbangkan kembali untuk
digunakan dalam pemuatan beton.

2.3.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan bahan tersuspensi dalam air
adalah sebagai berikut:
1. Gelas ukur 1.000 ml
2. Oven
3. Beaker glass 1.000 ml
4. Botol semprot
5. Timbangan
6. Desikator
7. Kertas saring

(1) (2)

(3) (4)

(5) (6)

(7)
Gambar 2.5 Peralatan Percobaan Kadar Bahan Tersuspensi dalam Air

21
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan bahan tersuspensi dalam air
adalah sebagai berikut:
1. Mengeringkan kertas saring dalam oven pada suhu 100ºC ± 10ºC selama ± 1
jam.
2. Menimbang kertas saring yang telah dioven (W1).
3. Memasukkan sampel air sebanyak 1.000 ml lalu memasukkan sampel air yang
akan disaring ke dalam botol semprot.
4. Mengaduk sampel air sampai homogen kemudian memasukkannya ke dalam
beaker glass yang telah dipasang kertas saring.
5. Mengeringkan residu bersama kertas saring dalam oven pada suhu 100 o C ±
10oC selama 24 jam.
6. Mendinginkan dalam desikator lalu menimbang residu dan kertas saring
tersebut (W2).

2.3.3.5 Data Percobaan


Data yang didapat dari percobaan bahan tersuspensi dalam air dapat
dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Data Percobaan Kadar Bahan Tersuspensi dalam Air

W1 2.900,000 mg
W2 2.920,000 mg

Keterangan:
W1 : Berat kertas saring yang telah dioven (mg)
W2 : Berat kertas saring beserta residu yang tertinggal (mg)

2.3.3.6 Perhitungan
Perhitungan untuk mendapatkan kadar residu dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
1.000
Kadar residu = W  mg/liter (ppm)
S
dimana:
22
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

W : Berat residu = W2 – W1 (mg)


S : Volume sampel air (ml)
Bahan tersuspensi dalam air yang diizinkan untuk bahan campuran beton
adalah maksimum 2000 ppm.
Kadar residu = (2.920,000 – 2.900,000)  1.000
1.000
mg/liter (ppm)
= 20,000 ppm

2.3.3.7 Kesimpulan
Dari data percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
didapatkan bahwa kandungan bahan tersuspensi dalam air yang diuji sebesar
20,000 ppm. Angka tersebut berada di bawah batas maksimum yaitu 2.000 ppm,
sehingga air dapat digunakan sebagai bahan campuran beton.

2.3.4. Kadar Organik Dalam Air


2.3.4.1 Maksud
Percobaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar bahan organik
dalam air.

2.3.4.2 Landasan teori


Senyawa organik adalah senyawa yang terdiri dari atom carbon,
hydrogen, oxygen, nitrogen, sulfur, phosphor, dan xenon. Atom carbon sebagai
tulang punggungnya sedangkan atom yang lain akan berikatan dengan atom
carbon melalui ikatan kovalen.
Zat organik dalam air menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar
oleh kotoran manusia, hewan atau sumber lain. Makin tinggi kandungan zat
organik di dalam air, maka semakin jelas bahwa air tersebut telah tercemar.
23
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tingginya zat organik dalam air berpengaruh pada wujud air yang menjadi
berwarna keruh dan menjadi berbau ataupun berasa karena adanya penguraian zat-
zat organik di dalamnya.

2.3.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar organik dalam air adalah
sebagai berikut:
1. Gelas ukur 100 ml
2. Cawan
3. Oven
4. Timbangan
5. Desikator
6. Hot plate
7. Lilin
8. Korek gas

(1) (2)

(3) (4)

(5) (6)

Gambar 2.6(7) (8)dalam Air


Peralatan Percobaan Kadar Bahan Organik

2.3.4.4 Prosedur Percobaan


24
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Prosedur yang digunakan dalam percobaan kadar bahan organik dalam


air adalah sebagai berikut:
1. Mengambil contoh air sebanyak 100 ml.
2. Menguapkan air di atas hot plate sampai mendekati kering, kemudian
mengeringkannya dioven dengan suhu 100ºC ± 10ºC sampai beratnya tetap (±
1 jam).
3. Mendinginkan dengan desikator lalu timbang residu bersamaan dengan cawan
(W1).
4. Memijarkan residu dalam cawan menggunakan lilin, mendinginkan terlebih
dahulu dalam desikator lalu menimbangnya (W2).

2.3.4.5 Data Percobaan


Data percobaan yang digunakan pada percobaan kadar organik dalam air
dapat dilihat dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Data Percobaan Kadar Organik dalam Air

W1 15.440,000 mg
W2 15.460,000 mg

Keterangan:
W1 : Berat residu beserta cawan (mg)
W2 : Berat residu beserta cawan yang telah didinginkan (mg)

2.3.4.6 Perhitungan
Perhitungan untuk mendapatkan kadar bahan organik dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
1.000
P = (W1 – W2)  mg/liter (ppm)
S
dimana:
P : Kadar bahan organik (ppm)
W1 : Berat residu pada penimbangan pertama (mg)
W2 : Berat residu pada penimbangan kedua (mg)
S : Volume uji (ml)
Kadar bahan organik yang diizinkan untuk bahan campuran beton adalah
maksimum 2.000 ppm.

25
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

P = (15.460,000 – 15.440,000)  mg/liter (ppm)


= 200,000 ppm

2.3.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
diperoleh nilai kadar bahan organik air sebesar 200,000 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar bahan organik dalam air masih jauh dari batas
maksimum yang diizinkan yakni 2.000 ppm. Sehingga air dapat digunakan
sebagai bahan campuran pembuatan beton.

26
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.5 Rekapitulasi Pemeriksaan Air

Persyaratan
No Uraian Hasil Pemeriksaan
Umum
1 Keadaan Air
Jernih Jernih
Jernih/Kotor/Keruh
2 Rasa Air Tawar Tawar

3 Bau Air Tidak Berbau Tidak berbau

4 pH Air 7 4,5 – 8,5


Maksimum
5 Kadar Bahan Padat 400,000 ppm 2.000 mg/liter
(ppm)
Maksimum
6 Bahan Tersuspensi 20,000 ppm 2.000 mg/liter
(ppm)
Maksimum
7 Kadar Organik 200,000 ppm 2.000 mg/liter
(ppm)

2.4 PEMERIKSAAN AGREGAT KASAR


2.4.1 Analisis Saringan Agregat Kasar
2.4.1.1 Maksud

27
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui ukuran butiran dan gradasi


agregat kasar untuk keperluan desain campuran beton.

2.4.1.2 Landasan Teori


Analisis saringan adalah suatu kegiatan analisis untuk mengetahui
distribusi ukuran agregat kasar dengan menggunakan ukuran-ukuran saringan
standar tertentu yang ditunjukkan dengan lubang saringan (mm) dan untuk nilai
apakah agregat kasar yang akan digunakan tersebut cocok untuk produksi beton.
Berdasarkan data hasil percobaan maka dapat ditentukan apakah agregat
tersebut memiliki gradasi yang baik, cukup baik ataupun kurang baik. Semakin
baik gradasi yang didapat maka akan didapatkan kekuatan yang lebih dari beton
yang dihasilkan. Selain itu juga digunakan untuk mendapatkan presentasi agregat
kasar dalam campuran.

2.4.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan analisis saringan agregat kasar
adalah sebagai berikut:
1. Mesin pengguncang saringan (sieve shaker)
2. Saringan 3", 1½", 1", ¾", ⅜", dan No.4
3. Pan dan cover
4. Timbangan
5. Oven

(1) (2)

(3) (4)
28
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(5)
Gambar 2.7 Peralatan Percobaan Analisis Saringan Agregat Kasar

2.4.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan dalam percobaan analisis saringan agregat
kasar adalah sebagai berikut:
1. Mengambil contoh agregat kasar sebanyak ±1000 gram.
2. Memasukkan contoh agregat ke dalam oven pada suhu 100ºC ± 10ºC
selama 24 jam atau sampai berat agregatnya tetap.
3. Menimbang berat masing-masing saringan.
4. Menyusun saringan pada sieve shaker dengan susunan saringan yang
terbesar hingga yang terkecil lalu yang paling bawah adalah pan.
5. Memasukkan agregat ke dalam saringan yang paling atas kemudian
ditutup dan mengguncangkannya selama 10 menit.
6. Mendiamkan saringan tersebut selama 5 menit untuk memberi
kesempatan agar debu-debu mengendap.
7. Membuka saringan tersebut kemudian menimbang masing-masing
saringan beserta agregat yang tertahan.
8. Menghitung berat agregat yang tertahan dari masing-masing saringan.

2.4.1.5 Data Percobaan


Data percobaan serta persentase agregat tertahan dan lolos dari analisis
saringan agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Data Percobaan Analisis Saringan Agregat Kasar


Berat Contoh Kering : 997,000 gram

29
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Berat
Berat Saringan
Nomor
Saringan +
Saringan
Tertahan
(gram) (gram)
3"
557,000 577,000
(76,20 mm)
1½"
636,000 636,000
(38,10 mm)
1"
609,000 655,000
(25,40 mm)
¾"
547,000 773,000
(19,05 mm)
⅜"
526,000 1065,000
(9,53 mm)
No. 4
430,000 602,000
(4,75 mm)
Pan 453,000 467,000

30
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.7 Analisis Saringan Agregat Kasar


Berat Contoh Kering : 997,000 gram
Persentase
Berat
Jumlah
Nomor Berat Saringan Berat
Berat Tertahan Lolos
Saringan Saringan + Tertahan
Tertahan
Tertahan
(gram) (gram) (gram) (gram) (%) (%)
3"
557,000 577,000 0 0 0 100,000
(76,20 mm)
1½"
636,000 636,000 0 0 0 100,000
(38,10 mm)
1"
609,000 655,000 46,000 46,000 4,614 95,386
(25,40 mm)
¾"
547,000 773,000 226,000 272,000 27,282 72,718
(19,05 mm)
⅜"
526,000 1065,000 539,000 811,000 81,344 18,656
(9,53 mm)
No.4
430,000 602,000 172,000 983,000 98,596 1,404
(4,75 mm)
Pan 453,000 467,000 14,000 997,000 100,000 0

31
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.1.6 Kesimpulan
Pada percobaan ini didapatkan bahwa agregat yang diujikan lolos
saringan 3" dan 1½” adalah 100%. Agregat yang lolos pada saringan 1" adalah
95,386%. Agregat yang lolos saringan ¾" adalah 72,718%. Agregat yang lolos
saringan ⅜" adalah 18,656%. Agregat yang lolos saringan No.4 adalah 1,404%.
Hal ini berarti agregat yang digunakan memiliki kisaran ukuran lebih kecil dari
38,100 mm.

32
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.2 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar


2.4.2.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis agregat kasar dan
kemampuannya menyerap air.

2.4.2.2 Landasan Teori


Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan
volume bahan terhadap berat jenis air dengan volume yang sama pada temperatur
20ºC – 25ºC. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan berat jenis
jenuh permukaan, serta penyerapan dari agregat. Berat jenis yang akhirnya
digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat. Berat jenis dari
agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga secara
langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton.
Pengukuran berat jenis agregat diperlukan untuk perencanaan campuran
aspal dengan agregat, campuran ini berdasarkan perbandingan berat karena lebih
teliti dibandingkan dengan perbandingan volume dan juga untuk menentukan
banyaknya pori agregat. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang
besar sehingga dengan berat sama akan dibutuhkan aspal yang banyak dan
sebaliknya.

2.4.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat kasar adalah sebagai berikut:
1. Dunagan test set
2. Saringan No.4
3. Oven
4. Cawan

33
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2)

(3) (4)

Gambar 2.8 Peralatan Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

2.4.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan benda uji yang tertahan saringan No.4 sebanyak ±5000 gram.
2. Mencuci benda uji tersebut lalu mengeringkannya di dalam oven pada suhu
100ºC ± 10ºC selama 24 jam.
3. Mendinginkan benda uji dalam ruang terbuka selama 2 jam, lalu
merendamnya dalam air mineral selama 24 jam.
4. Membuang air rendamannya, lalu menumpahkannya di atas kain yang
menyerap air. Kemudian mengeringkan masing-masing agregat yang besar
untuk memperoleh keadaan jenuh kering permukaan (SSD).
5. Menimbang agregat yang telah kering permukaan tersebut (A).
6. Segera memasukkannya ke dalam keranjang dunagan kemudian mencelupkan
ke dalam container berisi air. Menggoyangkan keranjang tersebut di dalam air
untuk mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap.
7. Menimbang berat agregat dalam air (B).

34
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

8. Mengeringkan agregat dalam oven selama 24 jam pada suhu 100ºC ± 10ºC,
setelah didinginkan, menimbang berat keringnya (C).
2.4.2.5 Data Percobaan
Data percobaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar dapat dilihat
pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Data Percobaan Berat Jenis dan Agregat Kasar


Nomor Sampel
Parameter Rata-rata
I II
Berat contoh jenuh kering
A (gram) 5.186,000 5.213,000 5.199,5000
permukaan
B Berat contoh dalam air (gram) 3.148,000 3.070,000 3.109,000

C Berat contoh kering (gram) 4.949,000 4.839,000 4.894,000

2.4.2.6 Perhitungan
Perhitungan pada berat jenis dan penyerapan agregat kasar dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Perhitungan pada sampel 1:
C
Bulk Spesific Gravity =
A-B
4949,000
= 5186,000 - 3148,000

= 2,428
A
Bulk Spesific Gravity (SSD) =
A-B
5186,000
= 5186,000 - 3148,000

= 2,545
C
Apparent Spesific Gravity =
C-B
4949,000
= 4949,000 - 3148,000

= 2,748

35
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

A-C
Absorption =  100%
C
5186,000 - 4949,000
=  100%
4949,000

= 4,789%

36
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.9 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar


Nomor Sampel
Parameter Rata-rata
I II
Berat contoh jenuh kering
A (gram) 5.186,000 5.213,000 5.199,500
permukaan
B Berat contoh dalam air (gram) 3.148,000 3.070,000 3.109,000

C Berat contoh kering (gram) 4.949,000 4.839,000 4.894,000

D Bulk spesific gravity 2,428 2,258 2,343

E Bulk spesific gravity (SSD) 2,545 2,433 2,489

F Apparent spesific gravity 2,748 2,735 2,742

G Absorption (%) 4,789 7,729 6,259

2.4.2.7. Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil perhitungan pada sampel I yang
telah dilakukan, maka dapat diketahui nilai Bulk Spesific Gravity sebesar 2,428,
Bulk Spesific Gravity (SSD) sebesar 2,545, Apparent Spesific Gravity sebesar
37
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2,748 dan Absorption sebesar 4,789%. Nilai Arbsorption agregat kasar tersebut
tidak memenuhi syarat karena melebihi batas maksimum yaitu 3%. Hasil dari
perhitungan tersebut digunakan dalam penentuan variabel-variabel pada mixed
design.

2.4.3 Bobot Isi Agregat Kasar


2.4.3.1 Maksud

38
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan berat isi atau bobot isi dalam
kondisi lepas dan padat.

2.4.3.2 Landasan Teori


Berat isi atau disebut juga sebagai berat satuan agregat adalah rasio antara
berat agregat dengan isi atau volume. Berat isi agregat diperlukan dalam
perhitungan bahan campuran beton, apabila jumlah bahan ditakar dengan ukuran
volume. Berat isi agregat adalah berat agregat persatuan isi.
Tujuan pengujian ini adalah untuk memeriksa perbandingan volume
beton yang dilaksanakan dari pengadukan dengan volume beton berdasarkan
perencanaan. Pemeriksaan volume ini erat hubungannya dengan rencana biaya
yang tersedia dalam membuat suatu konstruksi yang dikehendaki. Apabila volume
beton yang diuji sama dengan volume perencanaan, maka pada pengadukan
selanjutnya dapat dilakukan dengan berpedoman pada perbandingan bahan-bahan
pengadukan yang pertama. Tetapi bila berbeda pada pelaksanaannya, maka
kebutuhan bahan harus dikoreksi dengan nilai perbandingan antara bobot isi
pemeriksaan dengan bobot isi perencanaan.

2.4.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan bobot isi agregat kasar adalah
sebagai berikut:
1. Timbangan
2. Batang pemadat
3. Container (Mold 6”)
4. Meja getar
5. Mistar perata
6. Jangka sorong
7. Sekop

(1) (2) 39
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(3) (4)

(5) (6)

(7)

Gambar 2.9 Peralatan Percobaan Bobot Isi Agregat Kasar

2.4.3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan berat isi lepas agregat kasar
adalah sebagai berikut:
1. Menimbang berat container (A) yang telah diketahui volumenya (V).
2. Memasukkan campuran agregat kasar dengan hati-hati agar tidak terjadi
pemisahan butir dari ketinggian 5 cm di atas container dengan menggunakan
sendok/sekop sampai penuh.
3. Meratakan permukaan container dengan mistar perata.
4. Menimbang berat container + isi (C).
Prosedur yang digunakan dalam percobaan berat isi padat adalah sebagai
berikut:
1. Menimbang berat container (A) yang telah diketahui volumenya.

40
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2. Memasukkan campuran agregat kasar ke dalam container tersebut kurang


lebih sepertiga bagian lalu menusuk-nusuknya dengan batang pemadat
sebanyak 25 kali.
3. Mengulangi hal yang sama untuk lapis kedua.
4. Memasukkan agregat kasar hingga melebihi permukaan atas container lalu
menusuk-nusuknya sebanyak 25 kali untuk lapisan terakhir.
5. Meletakkan container di atas meja penggetar lalu pasang penjepitnya.
6. Menghidupkan motor penggerak selama 5 menit sampai mencapai kepadatan.
7. Mengisi kembali bagian permukaan yang berlubang dengan agregat lalu
meratakan permukaannya dengan mistar perata.
8. Menimbang container berikut isinya (C).

2.4.3.5 Data Percobaan


Data percobaan bobot isi lepas dan padat agregat kasar dapat dilihat pada
Tabel 2.10 dan 2.11.

Tabel 2.10 Data Percobaan Bobot Isi Lepas Agregat Kasar


Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat container (gram) 7.304,000 7.920,000 7.202,000
Berat container + agregat (gram) 11.654,000 11.972,000 11.238,000
Berat agregat (gram) 4.350,000 4.052,000 4.036,000

Tabel 2.11 Data Percobaan Bobot Isi Padat Agregat Kasar


Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat container (gram) 7.304,000 7.920,000 7.202,000
Berat container + agregat (gram) 12.195,000 12.515,000 11.941,000
Berat agregat (gram) 4.891,000 4.595,000 4.739,000

2.4.3.6 Perhitungan
41
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Perhitungan berat isi dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai


berikut:
C-A
Berat Isi =
V
dimana:
A : berat container (gram)
C : berat container berikut isinya (gram)
V : volume container (cm3)
Perhitungan bobot isi lepas pada sampel I:
Volume = π r2 t = 3.187,452 cm3
11.654,000 - 73,040
Berat isi lepas = 3187,452
= 1,365 gram/cm3

dimana:
A = 7.304,000 gram
C = 11.654,000 gram
Perhitungan bobot isi padat pada sampel I:
Volume = π r2 t = 3.208,920 cm3
12.195,000 - 7.304,000
Berat isi lepas = 3.187,452
= 1,534 gram/cm3

dimana:
A = 7.304,000 gram
C = 12.195,000 gram

42
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.12 Perhitungan Bobot Isi Lepas Agregat Kasar


Nomor Sampel
Parameter
I II III

Berat container (gram) 7.304,000 7.920,000 7.202,000


Berat container + agregat (gram) 11.654,000 11.972,000 11.238,000
Berat agregat (gram) 4.350,000 4.052,000 4.036,000
Volume container (cm3) 3.187,452 3.286,260 3207,567
Berat isi agregat (gram/cm3) 1,365 1,233 1,258
Berat isi rata-rata agregat (gram/cm3) 1,285

Tabel 2.13 Perhitungan Bobot Isi Padat Agregat Kasar


Nomor Sampel
Parameter
I II III

Berat container (gram) 7.304,000 7.920,000 7.202,000


Berat container + agregat (gram) 12.195,000 12.515,000 11.941,000
Berat agregat (gram) 4.891,000 4.595,000 4.739,000
Volume container (cm3) 3.187,452 3.286,260 3.207,567
Berat isi agregat (gram/cm3) 1,534 1,398 1,477
Berat isi rata-rata agregat (gram/cm3) 1,470

43
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
maka dapat diketahui berat isi lepas sebesar 1,285 gram/cm 3 dan berat isi padat
sebesar 1,470 gram/cm3.

2.4.4 Kadar Air Agregat Kasar


2.4.4.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar air yang terkandung
dalam agregat.

2.4.4.2 Landasan Teori

44
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung
agregat dengan berat agregat keadaan kering. Jumlah air yang terkandung di
dalam agregat perlu diketahui, karena akan mempengaruhi jumlah air yang
diperlukan di dalam campuran beton. Agregat yang basah (banyak mengandung
air), akan membuat campuran lebih basah dan sebaliknya.
Menentukan banyaknya kandungan air yang terdapat didalam agregat
dalam keadaan jenuh permukaan kering sangat penting karena berpengaruh
terhadap banyaknya air yang diperlukan pada campuran beton. Kadar air agregat
adalah besarnya perbandingan antara berat air agregat dengan agregat dalam
keadaan kering, dinyatakan dalam persen (SK SNI 03–1971–1990). Kadar air
perlu diketahui untuk menghitung jumlah air yang diperlukan dalam campuran
beton.

2.4.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar air agregat kasar adalah
sebagai berikut:
1. Tin box
2. Timbangan
3. Oven
4. Desikator

(1) (2)

Gambar 2.10 Peralatan Percobaan Kadar Air Agregat Kasar


45
Kelompok 3
(3) (4) Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan kadar air agregat kasar adalah
sebagai berikut:
1. Menimbang semua tin box yang akan digunakan lalu memberi nomor dengan
label (W1)
2. Memasukkan benda uji yang akan diperiksa dalam tin box ± 50 gram.
3. Menimbang tin box yang telah berisi benda uji tersebut (W2).
4. Memasukkan ke dalam oven dengan suhu 100oC ± 10ºC selama kurang lebih
24 jam.
5. Setelah dikeringkan dalam oven, memasukkan tin box ke dalam desikator.
6. Setelah dingin, menimbang kembali tin box yang telah berisi agregat tersebut
(W3).

2.4.4.5 Data Percobaan


Data percobaan pemeriksaan kadar air agregat kasar dapat dilihat pada
Tabel 2.14.

Tabel 2.14 Data Percobaan Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar

Nomor Sampel
Parameter
I II III
(gram
Berat tin box 9,030 9,320 10,300
)
(gram
Berat tin box + contoh basah 86,780 86,290 91,830
)
(gram
Berat tin box + contoh kering 83,300 82,160 89,110
)
2.4.4.6 Perhitungan
Perhitungan yang digunakan pada kadar air agregat kasar adalah sebagai
berikut:
Benda uji I:
Berat air (A) = W2 – W3
= 86,780 - 83,300
= 3,480 gram
Berat contoh kering (B) = W3 – W1
46
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

= 83,300 - 9,030
= 74,270 gram
A
Kadar air (w) =  100%
B
3,480
= 74,270  100%

= 4,686 %
dimana:
W1 : Berat tin box
W2 : Berat tin box + contoh basah
W3 : Berat tin box + contoh kering
A : Berat air
B : Berat contoh kering

47
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.15 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar


Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat tin box (gram) 9,030 9,320 10,300
Berat tin box + contoh basah (gram) 86,780 86,290 91,830
Berat tin box + contoh kering (gram) 83,300 82,160 89,110
Berat air (gram) 3,480 4,130 2,720
Berat contoh kering (gram) 74,270 72,840 78,810
Kadar air (%) 4,686 5,670 3,451
Kadar air rata-rata (%) 4,602

2.4.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa dari berbagai macam agregat mengandung kadar air yang berbeda-beda.

48
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Kadar air pada percobaan 1 adalah 4,686%, percobaan 2 adalah 5,670%, dan
percobaan 3 adalah 3,451%. Rata-rata kadar air agregat dari ketiga percobaan
adalah 4,602%.

2.4.5 Kadar Lumpung dan Lempung Agregat Kasar


2.4.5.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan lumpur dan
lempung dalam agregat kasar.

2.4.5.2 Landasan Teori


Suatu agregat memiliki kemungkinan terdapat partikel-partikel yang
ringan, lunak, dan dapat berubah komposisinya atau hancur. Lempung, lumpur,
dan debu atau butiran-butiran halus lainnya, misalnya debu pecahan batu, arang,
kayu dan mika mungkin terdapat atau menempel pada permukaan agregat.
Partikel yang lunak yaitu lumpur dan atau tanah liat yang mengeras, yang jika
49
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

terkena (terendam) air akan mengembang dan kemudian pecah dapat mengganggu
ikatan antara agregat dengan pasta semennya.
Lumpur tidak diizinkan dalam jumlah banyak, untuk masing–masing
agregat kadar lumpur yang diizinkan berbeda. Kadar lumpur agregat normal yang
diizinkan berdasarkan SK SNI S–04–1989–F untuk agregat halus (pasir) adalah
maksimal 5% dan untuk agregat kasar (split) maksimal 1%. Ada kecenderungan
meningkatnya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan, jika
terdapat lumpur. Lumpur tidak dapat menjadi satu dengan semen sehingga
menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat. Pada akhirnya
kekuatan tekan beton akan berkurang karena tidak dapat saling mengikat.

2.4.5.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar lumpur dan lempung
adalah sebagai berikut:
1. Saringan No.4
2. Timbangan
3. Oven
4. Tin box

(1) (2)

(3) (4)
50
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Gambar 2.11 Peralatan Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar

2.4.5.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan kadar lumpur dan lempung
agregat kasar adalah sebagai berikut:
1. Menimbang semua tin box yang akan digunakan lalu memberinya nomor
dengan label.
2. Mengambil benda uji lalu memasukkan benda uji ke dalam tin box
secukupnya (± 100 gram), untuk agregat kasar tertahan saringan No.4.
3. Memasukkan tin box beserta isinya ke dalam oven pada suhu 100ºC ±
10ºC selama 24 jam.
4. Mendinginkan benda uji dalam desikator lalu menimbang berat masing-
masing tin box beserta isinya (A).
5. Mencuci benda uji, lalu mengeringkan benda uji dalam oven pada suhu
100ºC ± 10ºC selama 24 jam.
6. Mendinginkan dalam desikator lalu menimbang kembali berat kering
benda uji tersebut (B).

3.4.5.5 Data Percobaan


Data percobaan kadar lumpur dan lempung agregat kasar dapat dilihat
pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Data Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar
Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat agregat kering (semula) + tin
(gram) 56,940 43,810 56,080
box
Berat agregat kering (akhir) + tin
(gram) 56,760 43,360 55,810
box
Berat tin box (gram) 10,240 10,260 8,820
51
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5.6 Perhitungan
Perhitungan pada kadar lumpur dan lempung dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
A-B
Kadar lumpur dan lempung =  100%
A
dimana:
A : Berat agregat kering semula
B : Berat agregat kering akhir
Benda uji 1:
A-B
Kadar lumpur dan lempung =  100%
A
46,700 - 46,520
=  100%
46,700

= 0,385%

52
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.17 Pemeriksaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar


Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat agregat kering (semula) + tin
(gram) 56,940 43,810 56,080
box
Berat agregat kering (akhir) + tin
(gram) 56,760 43,360 55,810
box
Berat tin box (gram) 10,240 10,260 8,820

Berat agregat kering (semula) (gram) 46,700 33,550 47,260

Berat agregat kering (akhir) (gram) 46,520 33,100 46,990

Kadar lumpung dan lempung (%) 0,385 1,341 0,571


Kadar lumpur dan lempung rata-
(%) 0,766
rata

53
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5.7 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam
agregat kasar memiliki kandungan kadar lumpur dan lempung yang berbeda-beda.
Kadar lumpur dan lempung pada percobaan 1 adalah 0,385%, percobaan 2 adalah
1,341%, percobaan 3 adalah 0,571%. Dimana dari ke tiga hasil percobaan tersebut
didapatkan nilai rata-rata sebesar 0,766%.

54
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6 Abrasion Test


2.4.6.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui keausan agregat yang
diakibatkan oleh faktor-faktor mekanis.

2.4.6.2 Landasan Teori


Pengujian keausan dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan beton
menahan beban dalam jangka panjang. Beton sebagai unsur struktur akan
menerima tegangan secara terus menerus. Definisi dari keausan pada abrasion
test ini adalah perbandingan antara berat bahan yang hilang atau tergerus (akibat
benturan bola-bola baja) terhadap berat bahan awal.
Tegangan yang bekerja harus mampu ditahan oleh permukaan agregat
yang merupakan tempat mengikatnya semen, dan agregat yang diuji keausannya
adalah agregat kasar. Agregat dengan keausan tinggi tidak akan mampu
bertahan terhadap tegangan yang bekerja dan agregat tersebut kemungkinan
telah mengalami proses pelapukan pada permukaannya walaupun bagian
dalamnya masih memiliki sifat kekerasan yang tinggi.

2.4.6.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan abrasion test adalah sebagai
berikut:
1. Los angeles abrasion machine
2. Bola baja
3. Talam
4. Saringan No.12
5. Pan dan cover
55
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2)

(3) (4)

(5)
Gambar 2.12 Peralatan Percobaan Abrasion Test

2.4.6.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan abrasion test adalah sebagai
berikut:
1. Mengambil benda uji yang akan diperiksa lalu mencucinya sampai bersih.
2. Mengeringkan benda uji dalam oven selama 24 jam pada suhu 110ºC ± 10ºC
sampai beratnya tetap.

56
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

3. Memisahkan agregat tersebut sesuai dengan kelompoknya, lalu


mencampurkannya sesuai dengan kombinasi yang diinginkan (A) dengan
berat total agregat 5.000 gram (A).
4. Menghidupkan lampu power.
5. Memutar drum abrasi dengan menekan tombol inching sehingga tutupnya
mengarah ke atas.
6. Membuka tutup mesin abrasi lalu masukkan agregat yang telah disiapkan
tadi.
7. Memasukkan bola baja sebanyak yang disyaratkan (lihat tabel ketentuan
kriteria benda uji abrasi).
8. Menutup kembali mesin abrasi tersebut.
9. Membuka tutup counter lalu mengatur angkanya menjadi 500 kemudian
menutupnya kembali.
10. Menekan tombol start sehingga mesin abrasi berputar. Jumlah putaran akan
terbaca pada counter dan mesin abrasi akan berhenti berputar secara otomatis
pada jumlah putaran 500.
11. Memasang talang di bawah mesin abrasi.
12. Membuka tutup mesin lalu tekan tombol inching sehingga mesin abrasi
berputar dan agregat serta bola baja tertampung pada talam tersebut.
13. Menyaring agregat tersebut dengan saringan No.12 lalu agregat tertahan
dicuci sampai bersih.
14. Mengeringkan lagi dalam oven selama 24 jam pada suhu 110ºC ± 10ºC.
15. Menimbang berat keringnya (B) dalam satuan gram.

2.4.6.5 Data Percobaan


Data dari percobaan serta perhitungan abrasion test dapat dilihat pada
Tabel 2.18.

Tabel 2.18 Data Percobaan Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles
57
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Gradasi Saringan Berat Agregat


Lolos Tertahan (gram)
1½" 1" 1.250,000
1" ¾" 1.250,000
¾" ½" 1.250,000
½" ⅜" 1.250,000
Total 5.000,000
Jumlah Bola Baja 12,000
2.4.6.6 Perhitungan
Perhitungan pada keausan dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
A-B
Keausan =  100%
A
5.000,000 - 3.701,000
=  100%
5.000,000

= 25,980%
dimana:
A : Berat total
B : Berat benda uji tertahan saringan No.12

Tabel 2.19 Tabel Kombinasi Abrasion Test


Ukuran Saringan Berat Agregat
Lolos Tertahan A B C D
1½" 1" 1.250
1" ¾" 1.250
¾" ½" 1.250 2.500
½" ⅜" 1.250 2.500
⅜" ¼" 2.500
¼" No. 4 2.500
No. 4 No. 4 5.000
Total 5.000 5.000 5.000 5.000
Jumlah Bola Baja 12 11 8 6

58
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

59
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.20 Pemeriksaan Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles


Gradasi Saringan Berat Agregat
Lolos Tertahan (gram)
1½" 1" 1.250,000
1" ¾" 1.250,000
¾" ½" 1.250,000
½" ⅜" 1.250,000
Total 5.000,000
Jumlah Bola Baja 12

Tabel 2.21 Perhitungan Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles


Berat Agregat
Parameter
(gram)
Berat Total (A) (gram) 5.000,000
Berat Benda Uji Tertahan Saringan No.12 (B) (gram) 3.701,000
A-B
Keausan =  100% (%) 25,980
A

60
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
maka dapat diketahui bahwa keausan agregat yang diujicobakan adalah 25,980%.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa agregat tersebut memiliki persentase keausan di
bawah batas maksimum yaitu 40%.

61
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.7 Analisis Bentuk Agregat Kasar


2.4.7.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui bentuk/kepipihan agregat
yang akan dipakai sebagai campuran beton.

2.4.7.2 Landasan Teori


Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara alamiah bentuk
agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan,
bentuk agregat dipengaruhi oleh cara peledakan maupun mesin pemecah batu dan
teknik yang digunakan.
Jika dikonsolidasikan, butiran yang bulat akan menghasilkan campuran
beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan
pasta semennya pun akan lebih ekonomis. Bentuk-bentuk agregat ini lebih banyak
berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton segar (fresh concrete).
Agregat kasar yang mengandung butir–butir hanya dapat dipakai, apabila jumlah
butir-butir pipih tersebut tidak melampaui 20% dari berat agregat seluruhnya.
Butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.

2.4.7.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan analisis bentuk agregat kasar
adalah sebagai berikut:
1. Jangka sorong
2. Cawan
3. Timbangan
4. Oven

62
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2)

(3) (4)
Gambar 2.13 Peralatan Percobaan Analisis Bentuk Agregat

2.4.7.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan analisis bentuk agregat adalah
sebagai berikut:
1. Mengambil benda uji sebanyak ± 1.000 gram yang telah dikeringkan dalam
oven (±1 jam).
2. Mengukur panjang (P), lebar (L) dan tebal (T) dari masing-masing butiran
agregat, lalu memasukkan dalam klasifikasinya.
P > 3L : Panjang
L > 3T : Pipih
P < 3L dan L < 3T : Baik
3. Menimbang agregat yang berbentuk panjang (B), berbentuk pipih (C) dan
juga menimbang total agregat yang digunakan (A).
4. Menghitung persentase butiran agregat yang tergolong panjang dan pipih.

2.4.7.5 Data Percobaan


Data percobaan analisis bentuk agregat kasar serta klasifikasinya dapat
dilihat pada Tabel 2.22.
63
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.7.6 Perhitungan
Perhitungan yang diperoleh dari data analisis bentuk agregat kasar adalah
sebagai berikut:
Berat agregat total (A) = 311,000 gram
Berat agregat untuk P > 3L (B) = 23,000 gram
Berat agregat untuk L > 3T (C) = 25,000 gram
Perhitungan:
BC
Persentase agregat panjang dan pipih =  100%
A
23,000  25,000
=  100%
311,000
= 15,434%
Persentase yang diizinkan adalah maksimum 20%

64
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.22 Pemeriksaan Analisis Bentuk Agregat


Panjang Lebar Tebal Klasifikasi Panjang Lebar Tebal Klasifikasi
No
(Panjang/ No. (Panjang/
. (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
Pipih/Baik) Pipih/Baik)
1. 2,855 2,000 0,660 Pipih 21. 4,400 1,374 0,868 Panjang
2. 3,745 2,090 0,520 Pipih 22. 5,848 1,368 0,992 Panjang
3. 3,075 2,910 2,510 Baik 23. 3,076 1,158 0,948 Baik
4. 3,145 1,480 0,980 Baik 24. 2,774 1,170 1,028 Baik
5. 3,415 1,380 0,800 Baik 25. 2,960 1,084 0,824 Baik
6. 2,880 1,622 0,590 Baik 26. 2,964 1,814 0,486 Pipih
7. 4,155 2,300 1,640 Baik 27. 2,922 2,468 1,524 Baik
8. 3,140 0,960 1,040 Panjang 28. 3,568 1,810 1,118 Baik
9. 2,340 1,760 0,660 Pipih 29. 2,840 1,674 1,790 Baik
10. 2,220 2,020 0,335 Pipih 30. 2,615 0,538 0,564 Pipih
11. 3,125 2,350 1,385 Baik 31. 2,514 2,306 1,246 Baik
12. 3,635 1,950 1,365 Baik 32. 2,722 2,230 1,172 Baik
13. 2,790 1,605 1,230 Baik 33. 3,096 2,356 1,350 Baik
14. 2,360 1,560 0,865 Baik 34. 3,138 1,896 1,570 Baik
15. 2,035 0,985 0,525 Pipih 35. 2,755 1,860 1,855 Baik
16. 2,910 1,980 1,440 Baik 36. 2,845 2,695 1,940 Baik
17. 3,870 2,380 1,260 Baik 37. 2,850 1,990 1,595 Baik
18. 2,945 0,850 0,520 Panjang 38. 2,770 1,550 0,615 Baik
19. 2,870 0,670 0,620 Panjang 39. 1,875 1,690 1,015 Baik
20. 2,010 1,840 1,705 Baik 40. 2,480 1,610 0,965 Baik

2.4.7.7 Kesimpulan
65
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Berdasarkan data praktikum dan hasil percobaan yang telah dilakukan,


didapatkan persentase agregat panjang dan pipih sebesar 15,434%. Angka tersebut
berada di bawah batas maksimum yang diizinkan yaitu 20%. Sehingga agregat
tersebut baik digunakan sebagai bahan campuran beton.

2.5 PEMERIKSAAN AGREGAT HALUS


2.5.1 Analisis Saringan Agregat Halus
2.5.1.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui ukuran butiran dan gradasi
agregat halus untuk keperluan desain campuran beton.

2.5.1.2 Landasan Teori


Analisis saringan agregat bertujuan untuk menentukan pembagian butir
(gradasi) agregat. Data distribusi butiran pada agregat diperlukan dalam
perencanaan adukan beton. Pelaksanaan penentuan gradasi ini dilakukan pada

66
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

agregat halus dan kasar. Alat yang digunakan adalah seperangkat saringan dengan
ukuran diameter tertentu.
Gradasi gabungan dari agregat halus untuk beton kelas II, mutu K-125
dan mutu lebih tinggi harus ditentukan dengan cara analisis saringan dengan
menggunakan saringan standard ISO 63-31, 5-16. Selain itu juga digunakan untuk
mendapatkan prosentasi agregat halus dalam campuran.

2.5.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan analisis saringan agregat halus
adalah sebagai berikut:
1. Mesin pengguncang saringan (sieve shaker)
2. Saringan No.8, No.16, No.30, No.50, N0.100, No.200
3. Pan dan cover
4. Timbangan
5. Oven

(1) (2)

(3) (4)

(5) 67
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Gambar 2.14 Peralatan Percobaan Analisis Saringan Agregat Halus

2.5.1.4 Prosedur Peralatan


Prosedur yang digunakan dalam percobaan analisis saringan agregat
halus adalah sebagai berikut:
1. Mengambil contoh agregat halus sebanyak ± 1.000 gram.
2. Memasukkan contoh agregat ke dalam oven pada suhu 100oC ± 10ºC
selama 24 jam atau sampai berat agregatnya tetap.
3. Menimbang berat masing-masing saringan.
4. Menyusun saringan pada sieve shaker dengan susunan saringan yang
terbesar hingga yang terkecil lalu yang paling bawah adalah pan.
5. Memasukkan agregat ke dalam saringan yang paling atas kemudian
ditutup dan mengguncangkannya selama 10 menit.
6. Mendiamkan saringan tersebut selama 5 menit untuk memberi
kesempatan agar debu-debu mengendap.
7. Membuka saringan tersebut kemudian menimbang masing-masing
saringan beserta agregat yang tertahan.
8. Menghitung berat agregat yang tertahan dari masing-masing saringan.

2.5.1.5 Data Percobaan


Data percobaan serta persentase agregat tertahan dan lolos dari analisis
saringan agregat halus dapat dilihat pada Tabel 2.23.

Tabel 2.23 Data Percobaan Analisis Saringan Agregat Halus


Berat Contoh Kering : 998,000 gram
Berat
Berat Saringan
Nomor
Saringan +
Saringan
Tertahan
(gram) (gram)
No.8
405,000 515,000
(2,36 mm)
No.16
256,000 474,000
(1,18 mm)
No.30
402,000 784,000
(0,60 mm)
No.50
250,000 406,000
(0,30 mm)
68
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

No.100
244,000 364,000
(0,15 mm)
No.200
237,000 248,000
(0.075 mm)
Pan 445,000 446,000

69
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.24 Analisis Saringan Agregat Halus


Berat Contoh Kering : 998,000 gram
Berat Persentase
Jumlah
Berat Saringan Berat
Nomor Berat
Saringan + Tertahan Tertahan Lolos
Saringan Tertahan
Tertahan
(gram) (gram) (gram) (gram) (%) (%)
No.8
405,000 515,000 110,000 110,000 11,022 88,977
(2,36 mm)
No.16
256,000 474,000 218,000 328,000 32,865 67,134
(1,18 mm)
No.30
402,000 784,000 382,000 710,000 71,142 28,857
(0,60 mm)
No.50
250,000 406,000 156,000 866,000 86,773 13,226
(0,30 mm)
No.100
244,000 364,000 120,000 986,000 98,797 1,202
(0,15 mm)
No.200
237,000 248,000 11,000 997,000 99,899 0,100
(0.075 mm)
Pan 445,000 446,000 1,000 998,000 100,000 0

2.5.1.6 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan didapatkan bahwa agregat yang diujikan lolos
saringan No.8 adalah 88,977%. Agregat yang lolos pada saringan No.16 adalah

70
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

67,134%. Agregat yang lolos saringan No.30 adalah 28,857%. Agregat yang lolos
saringan No.50 adalah 13,226%. Agregat yang lolos saringan No.100 adalah
1,202%. Agregat yang lolos saringan No.200 adalah 0,100%. Oleh karena itu,
agregat halus tersebut termasuk ke dalam Grading zone I.

2.5.2 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


2.5.2.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis agregat halus dan
kemampuannya menyerap air.

2.5.2.2 Landasan Teori


Berat jenis adalah nilai perbandingan antara massa dan volume dari
bahan yang kita uji. Sedangkan penyerapan berarti tingkat atau kemampuan suatu
bahan untuk menyerap air. Jumlah rongga atau pori yang terdapat pada agregat
disebut porositas. Pengukuran berat jenis agregat diperlukan untuk perencanaan
campuran aspal dengan agregat, campuran ini berdasarkan perbandingan berat

71
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

karena lebih teliti dibandingkan dengan perbandingan volume dan juga untuk
menentukan banyaknya pori agregat.
Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang besar sehingga
dengan berat sama akan dibutuhkan aspal yang banyak dan sebaliknya. Agregat
dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak
karena banyak aspal yang terserap akan mengakibatkan aspal menjadi lebih
tipis.Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat terarbsorbsi
oleh agregat. Nilai penyerapan adalah perubahan berat agregat karena penyerapan
air oleh pori-pori dengan agregat pada kondisi kering.

2.5.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan analisis saringan agregat halus
adalah sebagai berikut:
1. Timbangan
2. Labu ukur 500 ml
3. Kerucut kuningan (cone)
4. Penumbuk (tamper)
5. Talam
6. Sendok pengaduk
7. Oven
8. Saringan No.4
9. Hot plate

(1) (2)

(3) (4)
72
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma

(6)
(7) (8)
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(5)

(9)

Gambar 2.15 Peralatan Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

2.5.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat adalah sebagai berikut:
1. Mengambil benda uji yang lolos saringan No.4 (± 1.000 gram).
2. Mengeringkan dalam oven pada suhu 100ºC ± 10ºC selama 24 jam lalu
mendinginkannya.
3. Merendam benda uji tersebut selama 24 jam dalam air.
4. Menebarkan contoh di atas talam lalu mengaduk-aduknya di udara terbuka
dengan panas matahari sehingga terjadi proses pengeringan yang merata.
5. Apabila suhu udara sudah sama dengan suhu ruangan, selanjutnya yaitu
memasukkan contoh ke dalam kerucut kuningan dan membaginya ke dalam
3 bagian apabila suhu contoh sudah sama dengan suhu ruang,

73
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

memadatkan lapis pertama dengan penumbuk sebanyak 8 kali, lapis kedua 8


kali dan lapis ketiga 9 kali, sehingga jumlah keseluruhan tumbukan 25 kali
dengan tinggi jatuh 5 mm di atas permukaan contoh secara merata dan jatuh
bebas.
6. Membersihkan daerah di sekitar kerucut dari butiran agregat yang tercecer.
7. Mengangkat kerucut tersebut dalam arah vertikal secara perlahan-lahan.
8. Mengamati contoh saat dibuka, apabila masih terletak rapi, maka contoh
masih basah. Mengeringkan kembali contoh tersebut dan apabila jatuh lepas
keseluruhan maka contoh terlalu kering, sehingga perlu melakukan kembali
langkah 7 sampai didapat contoh dalam keadaan SSD.
9. Memasukkan ke dalam pan dan cover untuk menghindari penguapan.
10. Mengisi labu ukur dengan air suling setengahnya lalu memasukkan benda uji
tersebut ke dalam labu ukur sebanyak 100 gram, jangan sampai ada butiran
yang tertinggal.
11. Mengeluarkan gelembung udara dengan memanaskan labu ukur tersebut di
atas hot plate.
12. Merendam air hingga suhunya mencapai suhu ruangan lalu menambahkan air
suling sampai tanda batas.
13. Menimbang labu ukur yang berisi air dan sampel agregat dengan ketelitian.
14. Memasukkan sampel agregat ke dalam oven pada suhu 100ºC ± 10ºC selama
24 jam, setelah itu memasukkan ke dalam desikator lalu menimbang beratnya
(A).
15. Mengisi labu ukur tadi dengan air suling sampai tanda batas lalu
menimbangnya (B).

2.5.2.5 Data percobaan


Data percobaan berat jenis dan penyerapan agregat halus dapat dilihat
pada Tabel 2.25.

Tabel 2.25 Data Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Nomor Sampel
Parameter Rata-rata
I II
Berat contoh jenuh kering
A (gram) 95,000 98,000 96,500
permukaan
B Berat contoh dalam air (gram) 670,000 670,000 670,000
74
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

C Berat contoh kering (gram) 729,000 729,000 729,000

2.5.2.6 Perhitungan
Perhitungan pada berat jenis dan penyerapan agregat kasar dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Perhitungan pada sampel 1:
A
Bulk Spesific Gravity =
B  100 - C
95,000
= 670,000  100,000  729,000  100%

= 2,317

100
Bulk Spesific Gravity (SSD) =
B  100 - C
100,000
= 670,000  100,000  729,000  100%

= 2,439
A
Apparent Spesific Gravity =
BA-C
95,000
= 670,000  95,000  729,000  100%

= 2,639
100 - A
Absorption =  100%
A
100,000 - 95,000
=  100%
95,000

= 5,263 %

75
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.26 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


Nomor Sampel
Parameter Rata-rata
I II
Berat contoh jenuh kering
A (gram) 95,000 98,000 96,500
permukaan
B Berat contoh dalam air (gram) 670,000 670,000 670,000
C Berat contoh kering (gram) 729,000 729,000 729,000
D Bulk spesific gravity 2,317 2,390 2,354
E Bulk spesific gravity (SSD) 2,439 2,439 2,439
F Apparent spesific gravity 2,639 2,513 2,576
G Absorption (%) 5,263 2,041 3,652

76
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2.7 Kesimpulan
Berdasarkan data praktikum dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
maka dapat diketahui nilai Bulk Spesific Gravity sebesar 2,317, Bulk Spesific
Gravity (SSD) sebesar 2,439, Apparent Spesific Gravity sebesar 2,639 dan
Absorption (penyerapan) sebesar 5,263%. Hasil dari perhitungan tersebut
digunakan dalam penentuan variabel-variabel pada mixed design.

2.5.3 Bobot Isi Agregat Halus


2.5.3.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan berat isi atau bobot isi
agregat halus dalam kondisi lepas dan padat.

2.5.3.2 Landasan Teori


77
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

. Benda uji adalah elemen atau bagian dari suatu konstruksi bangunan
yang ditujukan untuk diuji tingkat. Benda uji elemen atau bagian dari suatu
konstruksi bangunan yang ditujukan untuk diuji tingkat ketahanan apinya (Revisi
SNI 03-1741-2000). Berat isi adalah berat per satuan volume. Berat isi dalam
keadaan seimbang adalah berat isi yang ditentukan menurut pasal 8.2 tentang
pengukuran berat isi dalam keadaan seimbang, dicapai oleh beton ringan
struktural setelah disimpan dalam ruangan dengan kelembaban relatif 50% ± 5%
dan temperatur 23ºC ± 2ºC selama jangka waktu yang cukup sampai berat konstan
tercapai (Revisi SNI 03-3402-1994).
Berat isi kering oven berat seperti yang ditentukan dalam pasal 8.3.
tentang pengukuran berat isi kering oven, dicapai oleh beton ringan struktural
setelah dimasukkan dalam oven pengering pada 110ºC ± 5ºC selama periode
waktu cukup sampai berat konstan tercapai (Revisi SNI 03-3402-1994). Berat isi
teoritis beton adalah biasanya ditentukan di laboratorium, nilainya diasumsikan
tetap untuk semua campuran yang dibuat dengan komposisi dan bahan yang
identik. Hal ini diperhitungkan dengan cara berat total material dalam campuran
(kg) dibagi dengan total volume absolut (m3). Berat isi teoritis beton (kg/m3)
dihitung pada keadaan bebas udara (SNI 1973:2008).

2.5.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan bobot isi agregat halus adalah
sebagai berikut:
1. Timbangan
2. Batang pemadat
3. Container (Mold 6”)
4. Meja getar
5. Mistar perata
6. Jangka sorong
7. Sekop

78
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2)

(3) (4)

(5) (6)

(7)

Gambar 2.16 Peralatan Percobaan Bobot Isi Agregat Halus

2.5.3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan berat isi lepas agregat halus
adalah sebagai berikut:
1. Menimbang berat container (A) yang telah diketahui volumenya (V).
2. Memasukkan campuran agregat halus dengan hati-hati agar tidak terjadi
pemisahan butir dari ketinggian 5 cm di atas container dengan menggunakan
sekop sampai penuh.
3. Meratakan permukaan container dengan mistar perata.
4. Menimbang berat container beserta isinya (C).

79
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Prosedur yang digunakan dalam percobaan berat isi padat adalah sebagai
berikut:
1. Menimbang berat container (A) yang telah diketahui volumenya.
2. Memasukkan campuran agregat halus ke dalam container tersebut kurang
lebih sepertiga bagian lalu menusuk-nusuknya dengan batang pemadat
sebanyak 25 kali.
3. Mengulangi hal yang sama untuk lapis kedua.
4. Memasukkan agregat halus hingga melebihi permukaan atas container lalu
menusuk-nusuknya sebanyak 25 kali untuk lapisan terakhir.
5. Meletakkan container di atas meja penggetar lalu pasang penjepitnya.
6. Menghidupkan motor penggerak selama 5 menit sampai mencapai kepadatan.
7. Mengisi kembali bagian permukaan yang berlubang dengan agregat lalu
meratakan permukaannya dengan mistar perata.
8. Menimbang container berikut isinya (C).

2.5.3.5 Data Percobaan


Data percobaan bobot isi lepas dan padat agregat halus dapat dilihat pada
Tabel 2.27 dan 2.28.

Tabel 2.27 Data Percobaan Bobot Isi Lepas Agregat Halus


Nomor Sampel
Parameter
I II III
(gram
Berat container 7.562,000 7.122,000 7.202,000
)
(gram
Berat container + agregat 12.080,000 11.545,500 11.337,000
)
(gram
Berat agregat 4.518,000 4.423,500 4.135,000
)

Tabel 2.28 Data Percobaan Bobot Isi Padat Agregat Halus


Nomor Sampel
Parameter
I II III
(gram
Berat container 7.562,000 7.122,000 7.202,000
)

80
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(gram
Berat container + agregat 12.080,000 12.193,500 12.121,000
)
(gram
Berat agregat 4.518,000 5.071,500 4.919,000
)

2.5.3.6 Perhitungan
Perhitungan berat isi agregat halus dilakukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
C-A
Berat isi =
V
dimana:
A : berat container (gram)
C : berat container berikut isinya (gram)
V : volume container (cm3)
Perhitungan bobot isi lepas:
Volume = π r2 t = 3.207,640 cm3
12.080,000 - 7.562,000
Berat isi lepas = 3.192,817
= 1,415 gram/cm3

dimana:
A = 7.562,000 gram
C = 12.080,000 gram

Perhitungan bobot isi padat:


Volume = π r2 t = 3.192,817 cm3
12.080,000 - 7.562,000
Berat isi padat = 3.192,817
= 1,409 gram/cm3

dimana:
A = 7.562,000 gram
C = 12.080,000 gram

81
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

82
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.29 Perhitungan Bobot Isi Lepas Agregat Halus


Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat container (gram) 7.562,000 7.122,000 7.202,000
Berat container + agregat (gram) 12.080,000 11.545,500 11.337,000
Berat agregat (gram) 4.518,000 4.423,500 4.135,000
Volume container (cm3) 3.207,640 3.279,393 3.207,567
Berat isi agregat (gram/cm3) 1,409 1,349 1,289
Berat isi rata-rata agregat (gram/cm3) 1,349

Tabel 2.30 Perhitungan Bobot Isi Padat Agregat Halus


Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat container (gram) 7.562,000 7.122,000 7.202,000
Berat container + agregat (gram) 12.080,000 12.193,500 12.121,000
Berat agregat (gram) 4.518,000 5.071,500 4.919,000
Volume container (cm3) 3.192,817 3.279,393 3.207,567
Berat isi agregat (gram/cm3) 1,415 1,546 1,534
3
Berat isi rata-rata agregat (gram/cm ) 1,498

2.5.3.7 Kesimpulan

83
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Berdasarkan data percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,


maka dapat diketahui berat isi lepas sebesar 1,415 gram/cm 3 dan berat isi padat
sebesar 1,409 gram/cm3.

2.5.4 Kadar Air Agregat Halus


2.5.4.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar air yang terkandung
dalam agregat halus.

2.5.4.2 Landasan Teori


Berdasarkan SNI 03-1971-1990, kadar air agregat adalah besarnya
perbandingan antara berat air yang dikandung agregat dengan berat agregat dalam
keadaan kering yang dinyatakan dalam persen. Kadar air yang terkandung pada
84
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

agregat sangat sulit ditentukan tanpa diuji terlebih dahulu. Kondisi agregat
(split/kerikil dan pasir) ini dapat berupa kering udara atau basah. Kadar air yang
berbeda-beda pada agregat ini dapat mengakibatkan pengurangan atau
penambahan air terhadap campuran sehingga faktor air semen yang sudah
direncanakan juga mengalami perubahan sehingga menghasilkan kuat tekan beton
yang kemungkinan beragam. Kadar air tersebut dapat dihitung dengan
membandingkan keadaan pada saat agregat belum dikeringkan dan pada saat
setelah dikeringkan.
Kadar air pada agregat sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang
terkandung dalam agregat. Semakin besar selisih antara berat agregat semula
dengan berat agregat setelah kering oven, maka semakin banyak pula air yang
dikandung oleh agregat tersebut dan sebaliknya. Karena besar kecilnya kadar air
berbanding lurus dengan jumlah air yang terkandung, maka semakin besar jumlah
air yang terkandung dalam agregat semakin besar pula kadar air itu dan
sebaliknya. Akan tetapi bila berat kering oven besar maka kadar air akan semakin
kecil dan sebaliknya.

2.5.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar air agregat halus adalah
sebagai berikut:
1. Tin box
2. Timbangan
3. Oven
4. Desikator

85
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2)

(3) (4)
Gambar 2.17 Peralatan Percobaan Kadar Air Agregat Halus

2.4.4.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan kadar air agregat kasar adalah
sebagai berikut:
1. Menimbang semua tin box yang akan digunakan lalu memberi nomor dengan
label (W1)
2. Memasukkan benda uji yang akan diperiksa dalam tin box ± 50 gram.
3. Menimbang tin box yang telah berisi benda uji tersebut (W2).
4. Memasukkan ke dalam oven dengan suhu 100oC ± 10ºC selama kurang lebih
24 jam.

5. Setelah dikeringkan dalam oven, memasukkan tin box ke dalam desikator.


6. Setelah dingin, menimbang kembali tin box yang telah berisi agregat tersebut
(W3).

2.5.4.5 Data Percobaan


Data percobaan pemeriksaan kadar air agregat halus dapat dilihat pada
Tabel 2.31.

Parameter Nomor Sampel

86
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

I II III
Berat tin box (gram) 9,760 10,110 8,940
Berat tin box + contoh basah (gram) 76,070 83,320 66,370
Berat tin box + contoh kering (gram) 74,070 81,070 64,580
Tabel 2.31 Data Percobaan Kadar Air Agregat Halus

2.5.4.6 Perhitungan

Perhitungan yang digunakan pada kadar air agregat halus adalah sebagai
berikut:
Benda uji I:
Berat air (A) = W2 – W3
= 76,070 - 74,070
= 2,000 gram
Berat contoh kering (B) = W3 – W1
= 74,070 - 9,760
= 64,310 gram

A
Kadar air (w) =  100%
B
2,000
= 64,310  100%

= 3,110 %
dimana:
W1 : Berat tin box
W2 : Berat tin box + contoh basah
W3 : Berat tin box + contoh kering
A : Berat air

87
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

B : Berat contoh kering

88
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat tin box (gram) 9,760 10,110 8,940
Berat tin box + contoh basah (gram) 76,070 83,320 66,370
Berat tin box + contoh kering (gram) 74,070 81,070 64,580
Berat air (gram) 2,000 2,250 1,790
Berat contoh kering (gram) 64,310 70,960 55,640
Kadar air (%) 3,110 3,171 3,217
Kadar air rata-rata (%) 3,166
Tabel 2.32 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus

89
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa dari berbagai macam agregat mengandung kadar air yang berbeda-beda.
Kadar air pada percobaan 1 adalah 3,110%, percobaan 2 adalah 3,171%, dan
percobaan 3 adalah 3,217%. Rata-rata kadar air agregat dari ketiga percobaan
adalah 3,166%.

90
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.5 Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus


2.5.5.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan lumpur dan
lempung dalam agregat halus.

2.5.5.2 Landasan Teori


Lumpur adalah gumpalan atau lapisan yang menutupi permukaan
agregatdan lolos ayakan No.200. Kandungan kadar lumpur pada permukaan
butiran agregat akan mempengaruhi kekuatan ikatan antara pasta semen dan
agregat sehingga akan mengurangi kekuatan dan ketahanan beton. Lumpur dan
debu halus hasil pemecahan batu adalah partikel berukuran antara 0,002 mm s/d
0,006 mm (2 s/d 6 mikron).
Lumpur dan tanah liat menyebabkan bertambahnya air pengaduk yang
diperlukan dalam pembuatan beton, disamping itu pula akan menyebabkan
turunnya kekuatan beton yang bersangkutan serta menambah penyusutan dan
creep. Partikel yang lunak yaitu lumpur dan atau tanah liat yang mengeras,
yang jika terkena (terendam) air akan mengembang dan kemudian pecah dapat
mengganggu ikatan antara agregat dengan pasta semennya. Untuk mendapatkan
kuat tekan beton yang tinggi dapat dilakukan dengan cara meminimalkan
kandungan lumpur yang terkandung dalam agregat halus ataupun kasar.

2.5.5.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar lumpur dan lempung
agregat halus adalah sebagai berikut:
1. Saringan No.4
91
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2. Timbangan
3. Oven
4. Tin box

(1) (2)

(3) (4)

Gambar 2.18 Peralatan Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus

2.5.5.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan kadar lumpur dan lempung
agregat halus adalah sebagai berikut:
1. Menimbang semua tin box yang akan digunakan lalu memberinya nomor
dengan label.
2. Mengambil benda uji lalu memasukkan benda uji ke dalam tin box
secukupnya (± 100 gram), untuk agregat kasar tertahan saringan No.4.
3. Memasukkan tin box beserta isinya ke dalam oven pada suhu 100ºC ± 10ºC
selama 24 jam.
4. Mendinginkan benda uji dalam desikator lalu menimbang berat masing-
masing tin box beserta isinya (A).
5. Mencuci benda uji, lalu mengeringkan benda uji dalam oven pada suhu 100ºC
± 10ºC selama 24 jam.
92
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

6. Mendinginkan dalam desikator lalu menimbang kembali berat kering benda


uji tersebut (B).

2.5.5.5 Data Percobaan


Data percobaan kadar lumpur dan lempung agregat halus dapat dilihat
pada Tabel 2.33.

Tabel 2.33 Data Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus
Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat agregat kering (semula) + tin
box
(gram) 44,640 40.050 49,580
Berat agregat kering (akhir) + tin box (gram) 28,490 28,450 37,950
Berat tin box (gram) 9,700 9,280 8,940

2.5.5.6 Perhitungan
Perhitungan pada kadar lumpur dan lempung agregat halus dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
A-B
Kadar lumpur dan lempung =  100%
A
dimana:
A : Berat agregat kering semula
B : Berat agregat kering akhir
Benda uji 1:
A-B
Kadar lumpur dan lempung =  100%
A
34,840 - 18,790
=  100%
34,840

= 46,068%

93
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

94
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.34 Pemeriksaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus


Nomor Sampel
Parameter
I II III
Berat agregat kering (semula) + tin
box
(gram) 44,640 40.050 49,580
Berat agregat kering (akhir) + tin box (gram) 28,490 28,450 37,950
Berat tin box (gram) 9,700 9,280 8,940
Berat agregat kering (semula) (gram) 34,840 30,770 40,640
Berat agregat kering (akhir) (gram) 18,790 19,170 29,010
Kadar lumpung dan lempung (%) 46,068 37,699 28,617
Kadar lumpur dan lempung rata-
(%) 37,461
rata

95
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.5.7 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam
agregat kasar memiliki kandungan kadar lumpur dan lempung yang berbeda-beda.
Kadar lumpur dan lempung pada percobaan 1 adalah 46,068%, percobaan 2
adalah 37,699%, percobaan 3 adalah 28,617%. Dimana dari ke tiga hasil
percobaan tersebut didapatkan nilai rata-rata sebesar 37,461%.

96
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.6 Kadar Bahan Organik Agregat Halus


2.5.6.1 Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar bahan organik yang
terkandung dalam agregat halus (pasir) yang digunakan sebagai bahan campuran
beton.

2.5.6.2 Landasan Teori


Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi syarat-syarat
tertentu, salah satunya pasir tidak boleh banyak mengandung bahan organik yang
akan berpengaruh negatif pada semen. Zat organik yang tercampur dapat
membuat asam-asam organis dan zat lain bereaksi dengan semen yang sedang
mengeras. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan beton dan juga
menghambat hidrasi semen sehingga proses pengerasan berlangsung lambat.
Kandungan bahan organik dalam agregat halus dibuktikan dengan pemeriksaan
warna dari Abraham Harder (dengan memakai larutan NaOH).
Pada pemeriksaan ini agregat halus atau pasir dimasukkan dalam jumlah
tertentu kedalam botol dan ditambahkan dengan larutan NaOH 3%. Kadar bahan
organik yang tinggi dalam suatu agregat akan menimbulkan kerugian terhadap
beton. Agregat yang digunakan dalam campuran beton sebaiknya dicuci terlebih
dahulu untuk mengurangi bahan organik yang terkandung.

2.5.6.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar bahan organik agregat
halus adalah sebagai berikut:
1. Botol organik
2. Larutan NaOH 3%
3. Standar warna
4. Gelas ukur
97
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2)

(3) (4)
Gambar 2.19 Peralatan Percobaan Kadar Bahan Organik Agregat Halus

2.5.6.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada percobaan kadar bahan organik agregat
halus adalah sebagai berikut:
1. Mengambil contoh pasir dalam keadaan asli (dari lapangan).
2. Memasukkan pasir yang tadi ke dalam botol organik sebanyak 130 ml.
3. Menambahkan larutan NaOH 3% sampai batas 200 ml.
4. Menutup botol tersebut, lalu mengocoknya selama 10 menit agar tercampur.
5. Membiarkannya selama 24 jam agar terjadi reaksi sempurna antara larutan
NaOH dan bahan-bahan organik.

2.5.6.5 Data Percobaan


Data dari percobaan serta perhitungan kadar bahan organik agregat halus
dapat dilihat pada gambar 2.20.

98
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Gambar 2.20 Hasil Pemeriksaan Bahan Organik Agregat Halus

2.5.6.6 Perhitungan
Membandingkan warna larutan dengan standar warna. Standar warna
No.1 dan No.2 yaitu pasir tersebut bisa dipakai sebagai bahan campuran beton
tanpa dicuci terlebih dahulu, jika warna larutan sama dengan standar warna No.3
dan No.4, maka kandungan bahan organiknya tinggi sehingga pasir tersebut perlu
dicuci dahulu sebelum digunakan untuk campuran beton, dan apabila warnanya
pada No.5 perlu dipertimbangkan penggunaannya.

99
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.35 Pemeriksaan Zat Organik Pada Agregat Halus

HASIL PENGAMATAN

2.5.6.7 Kesimpulan
100
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Berdasarkan percobaan yang dilakukan terhadap kadar bahan organik


agregat halus warna larutan pasir sama dengan warna No.2 pada standar warna
yang menunjukkan bahwa pasir tersebut bisa dipakai sebagai bahan campuran
beton tanpa dicuci terlebih dahulu.

2.5.7 Bulking Factor Test


2.5.7.1 Maksud
Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui persentase peningkatan
volume pasir dengan kadar air asli dibandingkan dalam keadaan jenuh air.

2.5.7.2 Landasan Teori


Bulking factor adalah rasio dari volume pasir dalam keadaan kering
dikurang volume dalam keadaan jenuh. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui material yang tepat untuk menghasilkan mutu beton yang baik

101
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

sesuai dengan kebutuhan dan kegunaan, material yang baik mempunyai kadar air
yang baik.
Bulking agregat tergantung pada dua faktor yaitu persentase kadar air dan
ukuran partikel agregat halus. Bulking meningkat karena kadar air naik sampai
batas tertentu dan menyebabkan kadar air mengalami penurunan volume, ketika
agregat halus benar-benar jenuh maka tidak menunjukkan bulking apapun.

2.5.7.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan bulking factor test adalah
sebagai berikut:
1. Gelas ukur 1.000 ml

(1)

Gambar 2.21 Peralatan Percobaan Bulking Factor Test

2.5.7.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang digunakan pada
percobaan bulking factor test adalah
sebagai berikut:
1. Mengambil contoh pasir dengan
kadar air asli.
2. Memasukkan pasir ke dalam gelas
ukur sampai skala ± 300 ml, kemudian mencatat volume pasir tersebut (A).
3. Mengisi gelas ukur dengan air sampai setengahnya.
4. Mengaduk sampel sampai keadaan jenuh air.
5. Membaca dan mencatat volume pasir setelah dicampur dengan air (B).
102
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

6. Membaca volume pasir (B).

2.5.7.5 Data Percobaan


Data dari percobaan bulking factor test agregat halus dapat dilihat pada
Tabel 2.36.

Tabel 2.36 Data Percobaan Bulking Factor


Nomor Contoh
Parameter
I II III
Volume semula (ml) 300,000 300,000 300,000
Volume dalam keadaan jenuh air (ml) 265,000 250,000 280,000

2.5.7.6 Perhitungan
Perhitungan Bulking factor test dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Percobaan 1:
A-B
Bulking factor =  100%
B
300,000 - 265,000
=  100%
265,000

= 13,208%

103
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok

Tabel 2.37 Pemeriksaan Bulking Factor


Nomor Contoh
Parameter
I II III
Volume semula (ml) 300,000 300,000 300,000
Volume dalam keadaan jenuh air (ml) 265,000 250,000 280,000
Bulking factor (%) 13,208 20,000 7,143
Bulking factor rata-rata (%) 13,450

104
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.7.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
maka dapat dikestahui bulking factor pada percobaan 1 adalah 13,208%,
percobaan 2 adalah 20,000% dan 3 memiliki nilai 7,143%. Nilai rata-rata bulking
factor dari ketiga percobaan adalah 13,450%.

105
Kelompok 3
Jurusan Teknik Sipil

Universitas Gunadarma

Anda mungkin juga menyukai