Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan praktik lapangan ini dengan baik. Penyusunan laporan
praktik lapangan dengan judul “Penerepan Good Manufacturing Practice Pada Proses
Produksi Produk PND 41-50 di PT. Bumi Menara Internusa II, Malang” didasarkan pada
pengamatan selama praktik lapangan di PT. Bumi Menara Internusa II periode 11 Juli -
28 Agustus 2018.
Penyusunan laporan praktik lapangan ini, tidak akan berhasil tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-
besarnya kepada :
1. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan motivasi dan
menyediakan kebutuhan penulis selama melaksanakan praktik lapangan.
2. Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
laporan praktik lapangan.
3. Bapak Dr. Ir. I Wayan Astika, MSi, dan panitia praktik lapangan yang sudah
memberikan pembekalan persiapan untuk praktik lapangan.
4. Bapak Joko Yulianto selaku asisten manager produksi dan pembimbing lapang
yang telah membantu dan memberikan pengarahan bagi penulis selama
melakukan kegiatan praktik lapangan.
5. Seluruh karyawan PT. Bumi Menara Internusa II, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu atas kerjasama dan bantuan yang diberikan selama
penulis melaksanakan praktik lapangan.
6. Teman-teman seperjuangan praktik lapangan di PT. Bumi Menara Internusa II
yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan dan penulisan laporan praktik
lapangan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan praktik
lapangan ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan penyempurnaanya. Semoga laporan praktik lapangan ini dapat
memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan bagi siapapun yang membacanya.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Tujuan umum dari kegiatan praktek lapangan ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa melalui
latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai dengan bidang
keahliannya.
2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi, merumuskan,
dan memecahkan permasalahan sesuai dengan bidang keahliannya di lapangan
secara sistematis dan interdisiplin.
2
Kegiatan praktik lapang dilakukan di PT. Bumi Menara Internusa II, Dampit,
Malang. Perusahaan ini terletak di Jalan Pahlawan No. 1-3, Dampit, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur. Waktu Pelaksanaan mulai dari 11 Juli 2018 hingga
25 Agustus 2018.
Profil Perusahaan
Struktur Organisasi
Ketenagakerjaan
ASPEK PRODUKSI
Jenis Udang
Mutu Udang
Setiap udang sebagai bahan baku haruslah memiliki mutu yang baik untuk
menghasilkan produk yang bermutu dan berkualitas baik. Penerapan mutu udang di
PT. Bumi Menara Internusa II didasarkan pada kondisi udang. Kondisi yang
7
Tipe Produk
Tipe produk BTO atau Butterfly Tail On merupakan tipe produk dengan
bentuk menyerupai kupu-kupu. Tipe produk ini udang yang sudah dihilangkan
kepalanya dilakukan pengupasan dari ruas 1 hingga 5 dengan ekor yang dibiarkan
tetap menempel. Kemudian dilakukan pembelahan dengan sisi kanan dan kiri sama
tebal serta usus dihilangkan. Hasil akhir dari perlakuan tersebut udang akan
menyerupai bentuk kupu-kupu. Serupa dengan BTO terdapat pula produk BTF atau
Butterfly Tail Off. Perlakuan pada produk ini serupa dengan produk BTO,
perbedaannya terletak pada bagian ekor produk BTF dihilangkan sehingga
pengupasan dilakukan hingga ruas keenam. Hasil akhir produk BTF juga serupa
dengan produk BTO, hanya saja tidak terdapat ekor pada produk BTF.
PDTO atau Peeled Deveined Tail On merupakan tipe produk dengan
perlakuan pengupasan pada ruas 1 sampai 5 dan ekor tetap dipertahankan
menempel. Kemudian dilakukan penghilangan usus dengan beberapa cara.
Beberapa cara pengambilan usus yang dapat dilakukan seperti menarik usus melalui
depan tanpa melakukan pembelahan, menarik usus melalui ruas kelima dengan
menggunakan tusuk, membelah udang dari ruas 1 hingga 5 disebut sebagai full cut,
membelah udang dari ruas 2 sampai 5 disebut partial cut atau membelah udang dari
ruas 2 sampai 4 disebut sebagai special cut. Tipe produk yang serupa yaitu PND
atau Peeled and Deveined, perbedaan terletak pada bagian ekor yang dihilangkan
sehingga proses pengupasan dilakukan pada ruas 1 hingga 6.
Tipe produk selanjutnya adalah PTO atau Peeled Tail On. Pada tipe produk
ini udang dilakukan pengupasan pada ruas 1 sampai 5 dengan ekor dipertahankan
menempel dan usus tidak dihilangkan. Tipe produk yang sejenis yaitu PUD atau
Peeled Undeveined, bedanya terletak pada ekor yang dihilangkan sehingga
pengupasan dilakukan dari ruas 1 hingga 6. Tipe produk lain yang juga diproduksi
di PT. Bumi Menara Internusa II yaitu HL Ez Peel. Tipe produk ini, udang
diperlakukan hanya dengan mengambil ususnya dengan cara membelah udang
tanpa melakukan pengupasan dan ekor tetap dipertahankan menempel.
Spesifikasi Produk
Setiap produk yang diproduksi oleh PT. Bumi Menara Internusa II memiliki
spesifikasi produk yang disesuaikan dengan keinginan pembeli. Pada kegiatan ini
produk yang diamati adalah PND 41-50 dengan pembekuan IQF. Produk ini
memiliki spesifikasi sebagai tercantum pada Tabel 2.
Produk PND 41-50 dengan pembekuan IQF merupakan jenis produk raw
frozen shrimp. Produk raw merupakan produk udang yang tanpa dilakukan
pemasakan ataupun penepungan, udang hanya dilakukan proses pengupasan sesuai
dengan tipe produk kemudian dibekukan. Sementara itu, tipe produk PND sendiri
merupakan merupakan tipe produk yang dilakukan pengupasan dan penghilangan
ekor serta usus. Cara penghilangan usus pada produk ini dengan pembelahan full
cut. Ukuran 41-50 pada spesifikasi merupakan ukuran produk akhir udang dengan
artian terdapat 41 sampai 50 udang dalam satu pounds. Bahan yang digunakan yaitu
udang dengan jenis vannamei.
Produk ini menggunakan pembekuan IQF atau Individual Quick Frezer yang
berarti udang mengalami pembekuan secara satuan atau individual. Rendemen dari
akhir produk ini disesuaikan dengan spesifikasi yaitu diantara 92%-94% tidak boleh
kurang ataupun lebih dari rentan yang sudah ditentukan karena dapat merugikan
pihak pembeli maupun perusahaan. Artian dari deglazed 2270 gram pada
spesifikasi adalah ketika produk dicairkan sebelum pemasakan harus memiliki berat
2270 gram setiap masing-masing bagnya. Sementara artian glazing 10%-14%
adalah produk ini dilakukan glazing atau pelapisan dengan air ozone setelah proses
pembekuan dengan berat udang setelah proses glazing bertambah 10%-14% dari
berat udang sebelum glazing. Glazing bertujuan untuk menghilangkan bunga es
sehingga permukaan udang menjadi rata dan mengkilap. Produk ini menggunakan
pengemasan primer berupa polibag dengan berat masing-masing polibag lima
pounds, kemudian dilakukan pengemasan sekunder menggunakan MC dengan
masing-masing MC berisi empat polibag.
Proses Produksi
disimpan di cold storage untuk menunggu proses pengiriman. Alur proses produksi
yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II secara umum dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Pada produk PND 41-50 pada pengamatan ini menggunakan bahan udang
headless dalam bentuk blok bahan yang diambil dari cold storage, sehingga tidak
ada kegiatan penerimaan dan potong kepala. Proses produksi produk ini terdiri dari
proses defrost, sortir, kupas, rendam, pembekuan IQF, pengemasan dan
penyimpanan. Hasil dari masing-masing proses harus disesuaikan dengan ketentuan
dan size hasil tiap proses yang tercantum pada Tabel 3.
Defrost
Defrost merupakan proses pencairan blok bahan dengan cara meniupkan
udara melalui alat tiup khusus ke dalam box yang sudah terisi bahan. Proses defrost
terbagi atas 2 macam, yaitu defrost tiup langsung cair dan defrost tampung
semalam. Defrost tiup langsung cair merupakan proses pencairan blok bahan baku
udang yang langsung dilakukan proses lanjutan setelah blok bahan mencair.
Sementara defrost tampung semalam merupakan proses pencairan blok bahan yang
dilanjutkan dengan penampungan semalam setelah blok bahan mencair, baru
keesokan harinya dilakukan proses lanjutan.
Berdasarkan work instruction, control poin pada proses defrost terletak pada
suhu core udang selama proses yang harus dibawah 3˚C. Suhu core udang selama
proses ini berlangsung harus terjaga dibawah 3˚C agar udang tidak mengalami
penurunan mutu yaitu berupa red. Hal tersebut dijalankan oleh seluruh personil
bagian defrost dengan baik dengan pengawasan kepala regu (karu), quality control
(QC), dan supervisor. Kegiatan defrost yang dijalankan telah sesuai dengan work
instruction dan tidak terjadi penyimpangan proses maupun ketidaksesuaian hasil
dari proses defrost.
Sortir
Proses sortir udang di PT. Bumi Menara Internusa II dilakukan secara
manual. Hal tersebut dipilih karena bahan baku udang yang diterima oleh PT. Bumi
Menara Internusa II kebanyakan berupa blok bahan. Berbeda dengan udang segar
head on, udang berupa blok bahan memiliki ukuran yang sudah seragam dalam satu
bloknya, sehingga penggunaan proses sortir mekanis tidak dapat dilakukan karena
mesin yang ada hanya dapat membedakan ukuran udang saja. Sama sperti proses
defrost, proses sortir di PT. Bumi Menara Internusa II juga diatur didalam work
instruction untuk menjaga mutu produk yang dihasilkan.
11
Kupas
Proses kupas merupakan proses penghilangan atau pengupasan kulit udang
sesuai dengan tipe dan spesifikasi produk yang diminta oleh pembeli. Tujuan dari
proses kupas adalah untuk membersihkan udang serta mengurangi bahaya fisik
yang dapat ditimbulkan oleh kulit udang. Pada proses kupas produk PND 41-50
maka pengupasan dilakukan dari ruas 1 hingga 6 dan menghilangkan ekor udang.
Selain itu, udang juga dilakukan penghilangan usus dengan cara pembelahan full
cut yaitu membelah udang dari ruas 1 hingga 5.
Seperti proses yang lain, proses kupas juga diatur dalam work instruction.
Sebelum proses kupas dilakukan analisa bahan, perisapan dan pendistribusian sama
halnya pada proses sortir. Control poin pada proses kupas adalah tidak boleh ada
usus yang tertinggal, genjer 1 segmen, tidak ada genjer kuning atau hijau, dan
broken, red, serta black spot dikeluarkan. Pada proses kupas dilakukan juga
12
pemisahan warna udang antara yang gelap dan terang, agar produk yang dihasilkan
seragam. Hasil dari proses kupas dilakukan analisa untuk mengetahui ukuran dan
uniformity udang sesuai atau tidak dengan spesifikasi.
Pada produk PND 41-50, bahan yang digunakan berasal dari dua bahan yang
berbeda yaitu bahan yang berasal dari proses sortir dan ada bahan yang berasal dari
proses defrost tanpa melalui sortir. Berdasarkan hasil analisa sampling yang
dilakukan, bahan yang berasal dari proses defrost langsung memiliki ukuran 45,6
dengan prosentase udang red 4%. Sementara bahan dari proses sortir memiliki
ukuran 44,4 dan tanpa ada udang yang mengalami kerusakan. Jika kedua bahan
dibandingkan dari segi ukuran maka udang hasil defrost lebih layak digunakan
karena ukuran masuk dalam spesifikasi yaitu 44,6 – 46,0. Sementara jika dilihat
dari analisa hasil kupas, udang yang berasal dari proses defrost memiliki ukuran
55,2 dan udang dari hasil sortir memiliki ukuran 54,5 tanpa ada kerusakan mutu
dikeduanya. Hasil analisa menunjukan bahwa hasil kupas dari kedua bahan tersebut
memiliki ukuran yang sesuai ketentuan yaitu 54,4 – 56,1.
Rendam
Proses rendam merupakan proses perendaman udang di dalam larutan
ingredient yang dilakukan dengan tujuan untuk menambah cita rasa pada udang.
Larutan ingredient dibuat dengan menggunakan campuran air chiller, es, garam dan
ingredient serta suhu larutan ingredient harus dibawah 5˚C. Proses rendam sendiri
terbagi atas 2 jenis yaitu rendam langsung dan rendam tampung semalam. Rendam
langsung merupakan proses perendaman udang dengan waktu singkat yang
kemudian dilanjutkan ke proses selanjutnya. Sedangkan rendam tampung semalam
yaitu proses perendaman yang memerlukan waktu semalaman dan baru keesokan
harinya dilakukan proses lanjutan.
Berdasarkan work instruction perbandingan banyak udang dengan air
ingredient untuk produk PND 41-50 adalah 1 : 1,25 atau dapat diartikan sebanyak
1kg udang maka banyak larutan ingredient adalah 1,25 L. Proses rendam dilakukan
dengan dengan kecepatan pengadukan 6rpm selama 4 sampai 5 jam. Selama proses
rendam suhu juga harus dijaga agar tetap dibawah 5˚C dengan tujuan agar udang
tidak mengalami penurunan mutu berupa red.
Berdasarkan hasil pengamatan tercatat suhu core udang dan suhu larutan
ingredient pada awal perendaman berturut-turut adalah 3,2˚C dan 3,5˚C. Sementara
itu suhu core udang dan suhu larutan ingredient pada proses perendaman berturut-
turut 4,4˚C dan 4,1˚C. Pada akhir proses rendam tercatat suhu core udang dan suhu
larutan ingredient berturut-turut 5,2˚C dan 4,8˚C. Terlihat dari data hasil
pengamatan menunjukan suhu core udang pada akhir proses rendam menunjukkan
ketidak sesuaian dengan work instruction.
Pembekuan IQF
Pada produk PND 41-50, udang mengalami proses pembekuan menggunakan
mesin individual quick freezer (IQF). Pembekuan IQF merupakan pembekuan
udang yang dilakukan secara individual dan cepat dengan tujuan menghambat
pertumbuhan udang serta mempertahankan kesegaran serta mutu produk. Proses
awal sebelum dibekukan, udang dilakukan cek size, uniformity, dan mutu.
Selanjutnya udang dilakukan penyusunan pada longpan dengan jarak udang satu
sama lain tidak saling menempel dan tidak meringkuk. Ukuran longpan yang
13
Pengemasan
Produk PND 41-50 menggunakan 2 macam kemasan yaitu kemasan primer
berupa polibag dan kemasan sekunder berupa master carton atau MC. Setiap
polibag berisikan produk PND 41-50 seberat 2564 – 2628 gram dan dalam satu MC
terdiri atas 4 polibag dengan berat sesuai spesifikasi yaitu 10,256 – 10,512 kg. Pada
proses penimbangan dilakukan analisa untuk mengetahui ketepatan operator dalam
melakukan penimbangan. Analisa dilakukan dengan 10 kali iterasi pada masing-
masing penimbangan. Hasil analisa menunjukan pada proses penimbangan polibag
dan penimbangan MC tidak ada berat yang diluar batas yang ditentukan dengan
rata-rata polibag 2594,5 g dan berat rata-rata MC 10,47 kg.
Setiap kemasan polibag yang telah diseal dilewatkan melalui metal detektor
untuk memeriksa keberadaan benda asing. Benda asing yang dapat dideteksi oleh
metal detector adalah Fe dengan diameter 1,5 mm, stainless diameter 2,5 mm dan
almunium diameter 2 mm. Selain benda-benda serta ukuran yang lebih kecil dari
diameter tersebut maka tidak akan terdeteksi oleh metal detektor. Polibag yang
lolos dari metal detektor kemudian disusun ke dalam MC. Setelah MC terisi 4
polibag dilakukan penyegelan dan penimbangan untuk selanjutnya disimpin pada
cold storage.
14
PT. Bumi Menara Internusa II sudah memenuhi persyaratan yang pada QS GMP
infrastrutuk dan literatur.
Desain Gedung
Bangunan di PT. Bumi Menara Internusa II didesain memiliki fasilitas alat
pemadam api ringan (APAR) yang cukup memadai sebagai penanggulangan
terjadinya kebakaran. Bangunan juga didesain agar hama dan debu tidak masuk
dengan membuat tirai plastik pada pintu-pintu masuk ruang produksi serta
memasang jarring-jaring pada bagian ventilasi udara. Luas bangunan setiap ruang
produksi sudah disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Ruangan produksi antara
produk bersifat kering dan produk bersifat basah juga sudah dibedakan dengan baik.
Bangunan juga didesain menggunakan bahan-bahan yang awet dan dilakukan
perawatan serta perbaikan secara rutin serta mudah dilakukan perbaikan dan
sanitasi. Bangunan PT. Bumi Menara Internusa II terdiri dari 9 ruangan sesuai
dengan yang tercantum pada Lampiran 4, yaitu :
1. Ruang 1 merupakan ruang defrost, ruang sortir, ruang tampungan dan terdapat
ruang penggilingan es.
2. Ruang 2 merupakan ruang timbang produk, ruang contact freezer 1, 2, dan 3
serta cold storage 1 dan 2.
3. Ruang 3 adalah ruang packing.
4. Ruang 4 adalah ruang contact freezer 4, 5, dan 6.
5. Ruang 5 adalah ruang rendam.
6. Ruang 6 merupakan area pembekuan IQF.
16
Lantai
Lantai yang digunakan pada ruang proses produksi di PT. Bumi Menara
Internusa II khususnya pada ruang penanganan produk PND 41-50 terdiri atas 2
jenis yaitu lantai berlapis u-crete dan lantai beton. Lantai jenis u-crete digunakan
pada ruang defrost, sortir, kupas, rendam, pembekuan IQF, dan packing. U-crete
merupakan jenis pelapis lanta i yang kuat, tidak menyerap air, tidak mudah rusak
dan tidak licin. U-crete adalah lapisan yang ideal untuk digunakan pada lantai
pabrik terutama pabrik pengolahan pangan. Ketebalan lapisan u-crete yang
digunakan di PT. Bumi Menara Internusa II berkisar 3 mm dengan pelapisan ulang
setiap 3 tahun sekali pada jalur transportasi dan 5 tahun sekali pada area lainnya.
Pelapisan pada jalur transportasi lebih sering dilakukan karena pada jalur
transportasi, kemungkinan lapisan terkikis lebih besar akibat lebih sering terjadi
gesekan dengan benda-benda lain.
Material lantai lain yang digunakan pada ruang proses produksi yaitu beton.
Material beton digunakan oleh PT. Bumi Menara Internusa II pada ruang cold
storage. Hal tersebut dipilih karena dianggap dapat menahan beban yang berat pada
cold storage. Namun beton juga memiliki kelemahan seperti warnanya yang gelap
sehingga debu atau kotoran lebih sulit untuk terlihat. Penanggulangan yang
dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa yaitu dengan proses sanitasi yang rutin
dan lebih ketat. Selain itu penggunaan palet dan rak sebagai alas produk juga
17
Tangga
Tangga merupakan akses penghubung antar ruang yang berada di bawah
dengan ruang yang berada di atas. Penggunaan tangga pada ruang proses produksi
di PT. Bumi Menara Internusa II khususnya pada ruang proses produk PND 41-50
terletak pada ruang rendam menuju ruang pembekuan IQF dan packing yang
terletak di bawahnya. Pada area didekat tangga juga diberikan kolam air. Kolam air
terletak tidak tepat pada ujung tangga, namun terletak tepat di depan pintu masuk
ruang pembekuan. Kolam air juga dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan bak
klorin bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi dan meningkatkan personal
hygiene setiap pekerja. Kolam air dan bak klorin berisi campuran air dengan klorin
yang berfungsi sebagai desinfektan pada alas kaki dan tangan pekerja.
Tangga yang ada pada ruang rendam memiliki konstruksi yang praktis yaitu
lurus menuju ruang pembekuan IQF. Bahan yang digunakan untuk melapisi tangga
yaitu keramik dan pada bagian ujung-ujung anak tangga diberi list keramik agar
tidak licin. Selain itu juga terdapat pegangan yang terbuat dari stainless pada sisi
tangga. Tangga juga dibuat sedikit miring agar tidak terjadi genangan dan
memudahkan proses sanitasi. Proses sanitasi minimal dilakukan sebelum proses
produksi dan setelah proses produksi. Secara keseluruhan, kondisi tangga yang ada
18
Dinding
Dinding pada ruang proses produksi produk PND 41-50 di PT. Bumi Menara
Internusa II menggunakan bermacam-macam material pelapis seperti keramik,
panel, dan plat stainless. Material yang banyak digunakan untuk melapisi dinding
di PT. Bumi Menara Internusa II adalah keramik. Keramik yang digunakan berwana
putih sehingga kotoran maupun keretakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Winarno (2011) yang mengatakan bahwa warna dinding pada ruang proses
produksi harus berwarna terang. Pada ruang defrost dan sortir dinding
menggunakan lapisan keramik serta pada bagian-bagian yang sering dilalui perlatan
menggunakan pelapis plat stainless setinggi ± 1,5 m. Pelapisan juga dilakukan pada
bagian sudut-sudut dinding seperti pada pintu. Pemberian pelapis stainless
bertujuan untuk menghindari kerusakan pada dinding akibat benturan dengan
perlatan.
Pada ruang rendam dan kupas, material pelapis dinding yang digunakan
adalah keramik dan panel. Material panel terletak pada dinding bagian atas,
sementara ± 1,5 m kebawah menggunakan material keramik. Penggunaan material
tersebut hanya pada sisi-sisi dinding tertentu yang dianggap memiliki resiko
benturan yang lebih kecil. Selain itu pemilihan material tersebut karena mudah
dibersihkan dan memiliki warna yang terang. Pada kedua ruangan ini hanya pada
sudut-sudut dinding tertentu yang menggunakan pelapis steiless yang memiliki
resiko benturan tinggi seperti pada sudut ruangan dan sudut pintu. Pada ruang
pembekuan IQF dan packing material dinding banyak menggunakan keramik dan
panel serta beberapa sisi yang memiliki resiko tinggi dilapisi oleh stainless.
Sementara itu dinding pada cold storage menggunakan pelapis panel karena
dianggap tidak berbahaya, ringan, kokoh dan mudah dibersihkan.
Secara umum, dinding yang ada pada ruang proses produksi di PT. Bumi
Menara Internusa II memiliki tinggi ± 5 m serta permukaan yang halus, mudah
dibersihkan, rata dan berwarna terang. Retakan dan lubang pada dinding dilakukan
penyegelan dengan baik sehingga dinding kedap air dan tahan terhadap bahan
kimia. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Kementrian Perindustrian (2010) yang
menyatakan dinding ruang produksi setinggi minimal 2 m dari lantai dan kedap air,
tahan bahan kimia, halus, rata, berwarna terang, mudah dibersihkan serta tidak
beracun.
Pintu
Pintu yang ada pada ruang proses produksi di PT. Bumi Menara Internusa II
menggunakan jenis yang sangat beragam. Namun, pintu pada ruang antar proses
umumnya dalam kondisi terbuka dengan diberi tirai angin. Hal tersebut lakukan
untuk memudahkan proses transportasi dalam kegiatan proses produksi dan
pemberian tirai bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi dan mencegah hama
masuk. Pada sudut-sudut pintu juga diberi pelapis stainless untuk mengurangi
kerusakan akibat benturan dengan peralatan yang lalu-lalang.
Jenis pintu lain yang banyak digunakan adalah pintu sliding dan pintu manual.
Bahan yang umum digunakan sebagai pintu merupakan pintu stainless, pemilihan
bahan tersebut dengan tujuan kedap air, tidak mudah berkarat dan mudah
19
dibersihkan. Pintu dipasang secara rapat, rata dan mudah difungsikan. Pada area
deforts juga terdapat pintu sliding yang dilengkapi dengan penyemprot air otomatis.
Pintu ini digunakan sebagai keluar masuknya bahan, fungsi penyemprotan air untuk
mencegah serangga dan debu ikut masuk kedalam ruang produksi.
Setiap ruang proses produksi juga dilengkapi dengan petunjuk jalur evakuasi
menuju pintu darurat terdekat. PT. Bumi Menara Internusa II memiliki 14 pintu
darurat dan kesemuanya berfungsi dengan baik. Di dekat pintu darurat dilengkapi
dengan lampu emergency yang menunjukkan posisi pintu darurat. Material yang
digunakan sebagai pintu darurat adalah steinlees supaya ringan dan mudah
dibersihkan. Sama seperti infrastruktur lainnya, pintu juga dilakukan sanitasi secara
rutin sebelum proses produksi dan setelah proses produksi. Secara umum, kondisi
pintu yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II telah sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan dan mampu mendukung penerapan GMP sesuai dengan Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010.
Ventilasi
Ventilasi disediakan di semua area untuk memelihara kondisi lingkungan dan
kesehatan yang seperlunya bagi mmaterial bahan, produk jadi, peralatan dan
pengepakan. Semua sistem ventilasi harus bersih, berfungsi seperlunya dan
didesain dengan cara yang dapat mencegah kontaminasi produk dari kondensasi,
jamur, bakteri, serangga, dan bau. Secara umum, kondisi pada ventilasi yang di PT.
Bumi Menara Internusa II telah sesuai dengan standar yang ada pada literatur dan
QS GMP infrastruktur.
Plafond
Plafond yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II menggunakan panel.
Pemilihan plafon jenis panel ini memiliki beberapa keuntungan. Panel memliki
karakteristik yang tidak mudah menyerap air serta mudah dibersihkan. Plafond
merupakan jenis plafond yang ideal bagi pabrik pengolahan pangan, namun
memiliki harga yang relatif lebih mahal.
Kondisi plafond yang ada di PT Bumi Menara Internusa II secara umum
dalam kondisi baik. Sambungan pada plafond dibuat sangat rapat untuk mencegah
penumpukan kotoran maupun hama. Plafond yang digunakan juga memiliki warna
putih cerah dan selalu dalam kondisi bersih. Selain itu juga tidak ditemukan
terjadinya kondensasi pada plafond. Instalasi air juga tidak menempel pada plafond
maupun dinding. Instalasi tergantung menggunakan pipa yang diberi lapisan
pelindung serta dibedakan warna antara air ozon yang berwarna kuning dan
instalasi air menggunakan warna merah. Kondisi plafond yang ada telah sesuai
dengan penerapan GMP infrastruktur.
Peralatan
Peralatan yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II, pada ruang sortir banyak
ditemukan keranjang yang digunakan sebagai alat distribusi udang dalam kondisi
rusak. Menurut keterangan supervisor terkait kerusakan ditolerir selama tidak
mengakibatkan kerusakan pada udang. Selain itu keranjang yang terindikasi terjadi
patahan maka bagian patahan dipotong agar tidak mengkontaminasi udang. Jika
memang keranjang mengalami kerusakan yang sangat parah barulah dilakukan
penggantian keranjang baru. Pada dasarnya semakin ujung proses tersebut maka
20
toleransi kerusakan pada peralatan semakin kecil, sehingga pada proses pembekuan
dan pengemasan tidak ditemukan kerusakan pada peralatan. Pada peralatan ukur
seperti timbangan juga dilakukan kalibrasi secara rutin 3 sampai 6 bulan sekali.
Kondisi peralatan yang digunakan pada proses produksi di PT. Bumi Menara
Internusa II secara keseluruhan sudah sesuai dengan persyaratan penerapan GMP
dan tidak membahayakan produk.
Ruang Laboratorium
Sebagai salah satu perusahaan pengolahan pangan, PT. Bumi Menara
Internusa II memiliki laboratorium untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan
baku, bahan tambahan dan bahan penting yang digunakan, sampai dengan produk
akhir. Laboratorium yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II telah memenuhi
standarisasi mutu yang sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian (2010) yang
menyatakan bahwa perusahaan yang memproduksi pangan olahan seharusnya
memiliki laboratorium sendiri untuk melakukan pengendalian mutu dan keamanan
bahan baku, bahan setengah jadi dan produk akhir. Laboratorium di PT. Bumi
Menara Internusa II juga telah menerapkan cara berlaboratorium yang baik atau
Good Laboratory Practices dan alat ukur yang digunakan dikalibrasi secara rutin
untuk menjamin ketelitiannya.
Saluran
Saluran merupakan fasilitas pendukung dalam proses produksi yang
berfungsi untuk mengalirkan buangan menuju tempat penampungan atau
pengolahan limbah. Saluran yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II dibuat
dengan kemiringan 1.5% - 2% agar air dapat mengalir dengan lancar. Saluran juga
dilengkapi dengan water trap yang dapat menangkap material padat serta
dibuatkan neck of goose atau leher angsa untuk mencegah bau masuk kembali ke
dalam ruang produksi. Saluran bagian horizontal dibuat secara melingkar dengan
kedalaman tertentu agar tidak terjadi overflow. Saluran dibuat sekurang-kurangnya
memiliki lebar 20 cm dan kedalaman 20 cm dengan dasar saluran membentuk
setengah lingkaran.
Permukaan saluran diberi lapisan yang sama dengan lapisan pelindung lantai.
Saluran dibuat dengan permukaan licin dan tahan terhadap bahan kimia atau bahan
sanitizer. Saluran dibuat tidak menempel pada dinding, diberi jarak 5 cm – 10 cm
agar kotoran tidak menempel pada dinding saat dilakukan tidakan sanitasi. Tutup
saluran dibuat menggunakan bahan stainless sehingga dapat diangkat
menggunakan tangan dan tepasang dengan rata pada lantai. Penerapan standar
dalam pembuatan saluran di PT. Bumi Menara Internusa II sesuai dengan
21
Sarana Sanitasi
Fasilitas sanitasi yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II sangat beragam
seperti bak cuci tangan, sarana sanitasi perlatan dan bak sanitasi kaki. Bak cuci
tangan berfungsi sebagai sarana untuk sanitasi tangan para pekerja. Bak cuci tangan
yang ada di PT. Bumi menara Internusa II ditempatkan di tempat-tempat yang
diperlukan, misalnya dekat pintu masuk ruangan proses produksi. Bak cuci tangan
dilengkapi dengan air mengalir yang tidak boleh dipakai berulang. Selain itu juga
dilengkapi sabun serta bak klorin yang berfungsi sebagai disinfektan, dan pengering
tangan. Perlengkapan lainnya terdapat tempat sampah tertutup, saluran air buangan
cuci tangan tersendiri dan tidak melalui ruang produksi. Cuci tangan juga dilakukan
secara rutin setiap 1 jam sekali untuk menjaga personal hygiene dari masing-masing
pekerja.
Sarana sanitasi peralatan berfungsi sebagai alat sanitasi pada peralatan dan
mesin. Sarana sanitasi peralatan sangat beragam seperti bak sanitasi, kran air, kain
lap, klorin dan lain sebagainya. Sanitasi peralatan dilakukan sebelum dan sesudah
proses produksi. Selain itu, sanitasi pada peralatan dilakukan ketika peralatan jatuh
ke lantai sebagai upaya meminimalisir kontaminasi. Sementara itu bak sanitasi kaki
merupakan sarana sanitasi khusus yang berfungsi mensterilkan sepatu pekerja yang
ditempatkan di depan pintu masuk ruang produksi berisi air disinfektan untuk
mengurangi kontaminasi tinggi. Sarana sanitasi yang ada di PT. Bumi Menara
Internusa II telah sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 dan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 23/MEN.KES/SK/I/197, sehingga dapat mendukung penerapan GMP pada
proses produksi di PT. Bumi Menara Internusa II dengan baik.
kimia serta media bekas dari laboratorium yang dapat dikategorikan sebagai bahan
beracun dan berbahaya. Sarana pembuangan ini dikondisikan dalam kondisi
tertutup dan jauh dari ruang proses produksi sehingga tidak mengkontaminasi
produk. Sarana pembuangan harus dapat membuang buangan padat, air dan gas
yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Pemasangan dan bahan sarana
pembuangan harus memenuhi ketentuan yang ditentukan dalam peraturan
perundan-undangan. PT. Bumi Menara Internusa II juga bekerja sama dengan dinas
kebersihan dan peternak bebek sekitar untuk menangani limbah padat secara rutin
2 kali dalam satu minggu.
IPAL merupakan instalasi pengolahan limbah cair yang dihasil dari kegiatan
produksi industri. IPAL merupakan hal terpenting dalam sebuah industri, karena
semua pabrik pasti akan mengeluarkan limbah cair terutama industi pengolahan
pangan. IPAL dibutuhkan karena limbah cair yang dihasilkan oleh PT. Bumi
Menara Internusa II tidak dapat dibuang secara langsung ke sungai. IPAL di PT.
Bumi Menara Internusa II terletak di bagian belakang pabrik.
Sistem IPAL di PT. Bumi Menara Internusa II mulai diterapkan pada tahun
2004. Pengolahan limbah cair di PT. Bumi Menara Internusa II menggunakan
lumpur aktif. Limbah cair yang dihasilkan oleh PT. Bumi Menara Internusa II pada
dasarnya merupakan limbah organik. Hasil pengolahan dari IPAL yang ada
dilakukan kontrol secara rutin untuk mengetahui kondisi hasil pengolahan sebelum
dikeluarkan ke lingkungan. Sarana pembuangan dan IPAL yang ada telah sesuai
dengan standar QS GMP infrastruktur yang ada dengan mengacu pada PERGUB
JATIM Nomor 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Industri dan /
atau Kegiatan Usaha Lainnya.
Toilet
Toilet merupakan fasilitas di luar ruang proses produksi yang dibutuhkan oleh
pekerja. Toilet juga memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi guna
mewujudkan penerapan GMP. Toilet yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II
disediakan dengan jumlah yang mecukupi sesuai dengan jumlah karyawan. Jumlah
toilet pria yang disediakan untuk para pekerja di ruang produksi sebanyak 5 yang
disesuaikan dengan jumlah pekerja pria yaitu 257 orang dan toilet wanita yang
disediakan sebanyak 12 yang disesuaikan dengan jumlah pekerja wanita yaitu 799
orang. Toilet antara wanita dan pria juga dipisahkan. Toilet di PT. Bumi Menera
23
PEMBAHASAN
Pada proses produksi produk PND 41-50 di PT. Bumi Menara Internusa II
terjadi beberapa ketidaksesuaian dengan work instruction. Ketidaksesuaian yang
terjadi pada proses produksi diantaranya seperti tidak dilakukannya pemberian es
pada awal proses sortir, ditemukannya 4% bahan baku udang yang mengalami red
saat awal masuk proses kupas dan suhu core udang yang tidak sesuai pada akhir
proses rendam. Setiap ketidaksesuaian yang terjadi memiliki beberapa alasan dan
bukan merupakan ketidaksengajaan. Setiap ketidaksesuaian yang terjadi juga
memiliki penanganan masing-masing agar mempengaruhi ataupun menurunkan
mutu produk.
Pada kegiatan sortir, tidak dilakukannya pemberian es ketika proses
pendistribusian bahan memungkinkan terjadinya penurunan mutu udang seperti
timbulnya red. Menurut penjelasan Karu dan QC terkait, proses penambahan es
tidak selalu dilakukan. Alasan tidak dilakukannya penambahan es karena ketika
proses analisa, suhu core udang berada dibawah 3˚C. Penambahan es hanya
dilakukan jika suhu udang hasil analisa sebelum proses sortir menunjukan lebih dari
3˚C. Selain itu proses sortir udang juga berjalan secara singkat serta tidak adanya
indikasi udang yang mengalami red juga menjadi salah satu alasan tidak
dilakukannya pemberian es.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, suhu udang yang terbaca sebelum
proses sortir berturut-turut adalah 1,5˚C; 1,3˚C; 1,8˚C; 1,3˚C, dan 1,4˚C. Selain itu
pada analisa bahan tidak ditemukan udang yang mengalami kerusakan berupa red.
Hasil analisa menunjukkan bahwa tidak dilakukannnya penambahan es pada proses
pendistribusian tidak menurunkan mutu udang. Selain itu tidak dilakukannya
pemberian es pada setiap pendistribusian bahan mampu menghemat biaya produksi,
karena pada setiap pendistribusian memerlukan 1-2 kg es yang pada akhirnya hanya
terbuang begitu saja. Sebaiknya untuk menghindari ketidaksesuaian, dilakukan
revisi terhadap work instruction yang ada. Penggantian work instruction dapat
dilakukan karena berdasarkan analisa yang dilakukan pemberian es pada
pendistribusian diawal proses sortir tidak berpengaruh terhadap penurunan mutu
udang.
Temuan ketidaksesuaian selanjutnya yaitu terdapat 4% udang yang
mengalami red pada awal analisa bahan sebelum masuk proses kupas. Udang yang
mengalami red merupakan udang yang berasal dari proses defrost sementara udang
yang berasal dari proses sortir tidak ditemukan terjadinya kerusakan mutu pada
udang. Udang yang mengalami red dapat dilakukan analisa penyebabnya sesuai
dengan yang tercantum pada Gambar 3.
25
bahan baku yaitu dilakukan analisa mutu udang sebelum dan sesudah tiap proses
serta pengecekan mutu pada saat bahan baku datang. Penanganan lainnya yaitu
penambahan rutin es serta pengecekan suhu core secara rutin. Selain itu ketika
menunggu untuk proses kupas udang juga selalu dilakukan pengecekan suhu dan
penambahan es secara rutin untuk menjaga mutu udang agar tidak mengalami red.
Ketidaksesuaian pada proses produksi selanjutnya yaitu suhu core udang
setelah proses rendam yang berada diatas suhu core udang seharusnya. Berdasarkan
hasil analisa suhu core udang setelah proses rendam yaitu 5,2˚C yang seharusnya
suhu core udang ≤ 5˚C. Penyebab suhu core udang dianalisa sebagai berikut
tercantum pada Gambar 4.
Berdasarkan diagram sebab akibat yang ada dan hasil analisa yang telah
dilakukan faktor utama terjadinya kenaikan suhu core udang adalah tidak
dilakukannya penambahan es selama proses rendam berlangsung. Faktor-faktor lain
yang ada tidak terjadi selama proses pengamatan berlangsung. Tidak dilakukannya
penambahan es selama proses rendam berlangsung dikarenakan kenaikan suhu
tidak terlalu signifikan, proses rendam yang berlangsung cukup singkat, dan tidak
adanya indikasi udang yang mengalami red. Menurut keterangan QC terkait
penambahan es tidak perlu dilakukan karena kenaikan suhu yang tidak signifikan
dan udang yang telah selesai direndam langsung menuju proses selanjutnya,
sehingga kemungkinan udang mengalami red cukup kecil. Penanggulangan yang
dilakukan agar udang tidak mengalami red akibat kenaikan suhu core yaitu dengan
menjaga suhu ruang proses ≤ 18 ˚C. Selain itu bak penampung udang ditutup rapat
setelah dan sebelum proses rendam berlangsung untuk menjaga suhu serta
menghindari kontaminasi.
Pada kegiatan praktik lapang ini juga dilakukan analisis terhadap kapasitas
actual mesin pembekuan IQF. Menurut keterangan supervisor terkait, kapasitas
mesin pembekuan IQF untuk membekukan produk PND 41-50 yaitu 700 kg / jam.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan didapatkan kapasitas mesin berkisar pada
709,77 kg / jam. Kapasitas tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan berat udang
per longpan dikalikan jumlah longpan dalam satu kali proses pembekuan dan
dikalikan dengan banyaknya proses pembekuan dalam satu jam. Berat udang per
longpan diperoleh dengan menimbang udang hasil susun longpan sebanyak 3 kali
27
pengulangan sehingga diperoleh berat rata-rata per longpan 334,8 gram. Jumlah
longpan dalam satu kali pembekuan yaitu sebanyak 424 longpan yang dihitung
dengan cara dalam satu kali pembekuan terdiri atas 8 longpan dikalikan dengan
banyaknya longpan dari pangkal hingga ujung mesin yaitu 53 longpan. Jumlah 53
longpan diperoleh dari panjang mesin dibagi lebar longpan. Sementara itu
banyaknya proses pembekuan dalam satu jam diperoleh sebanyak 5 kali yaitu 1 jam
dibagi dengan lama waktu satu kali pembekuan adalah 11 menit. Hasil dari analisa
perhitungan kapsitas mesin tidak berbeda jauh dengan pernyataan yang diberikan
oleh supervisor terkait.
tahan lama, mudah dibersihkan, pertemuan antara lantai dengan dinding harus
melengkung dan kedap air, serta permukaan lantai harus halus, tidak kasar, tidak
bergerigi dan tidak berpori. Kondisi lapisan lantai yang mengelupas serta
pertemuan antara dinding dengan lantai yang tidak melekung membuat proses
pembersihan lebih sulit sehingga memungkinkan potensi penumpukan kotoran dan
kontaminasi terhadap produk.
Pertemuan dinding dengan lantai tidak dibuat melengkung karena
pembangunan awal pabrik, lantai seluruhnya masih menggunakan keramik
sehingga pertemuan dinding dengan lantai dibuat dengan sudut kemiringan tertentu
menggunakan keramik. Menurut keterangan Asisten manager produksi memang
pertemuan dinding dengan lantai tidak melengkung namun diupayakan membentuk
sudut kemiringan 45˚ dengan ujung-ujung sudut ditutup dengan pelapis untuk
mengurangi potensi penumpukan kotoran dan memudahkan pembersihan.
Sementara itu, lapisan lantai yang mengelupas diakibatkan beberapa faktor. Lapisan
lantai yang mengelupas dilakukan analisa untuk mengetahui faktor-faktor
penyebabnya sesuai dengan Gambar 5.
lapisan u-crete juga harus dilakukan secara rutin untuk menjaga kondisi u-crete
tetap baik. Pada pertemuan dinding dengan lantai juga sebaiknya dibuat
melengkung dan dilapisi dengan bahan kedap air seperti u-crete. Hal tersebut
bertujuan untuk memudahkan pembersihan sehingga tidak terjadi penumpukan
kotoran.
Temuan ketidakseusaian yang terakhir yaitu peralatan distribusi pada proses
sortir banyak yang rusak. Peralatan sortir yang ditemukan banyak rusak adalah
keranjang ukuran 2kg yang digunakan untuk pendistribusian udang ke personil
sortir. Kerusakan yang terjadi yaitu keranjang yang berlubang atau pecah. Hal
tersebut dapat membahayakan bagi produk seperti kemungkinan kontaminasi,
merusak bentuk udang, dan masuknya material pecahan kedalam produk. Faktor
penyebab kerusakan tersebut dapat dianalisis seperti yang ada pada Gambar 6.
Berdasarkan hasil analisa sesuai dengan diagram sebab akibat diatas, faktor
utama penyebab kerusakan keranjang distribusi 2 kg adalah penggunaan keranjang
yang tidak hati-hati serta peletakan keranjang yang telah digunaakan dibagian
bawah konveyor yang sedang berjalan. Penanganan yang dilakukan menurut
keterangan supervisor terkait, kerusakan keranjang ditolerir selama tidak
mengakibatkan kerusakan pada udang. Selain itu keranjang yang terindikasi terjadi
patahan maka bagian patahan dipotong agar tidak mengkontaminasi dan merusak
udang. Jika memang keranjang mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga
tidak mungkin untuk digunakan barulah dilakukan penggantian keranjang baru.
Keranjang yang mengalami kerusakan tidak begitu saja diganti dengan
keranjang yang baru, karena hal tersebut dapat menyebabkan pembekakan biaya
pada peralatan. Pengondisian keranjang yang rusak, selama dapat digunakan dan
tidak membahayakan produk maka akan tetap digunakan. Selain itu peningkatan
keamanan dan kualitas peralatan semakin mendekati proses akhir merupakan upaya
menjaga keamanan dan kualitas mutu produk. Namun, sebaiknya upaya menjaga
kualitas dan mutu peralatan sebaiknya sudah diperketat sejak awal proses.
Kerusakan perlatan khususnya keranjang dapat dicegah dengan perawatan dan
penggunggaan yang baik, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan pada peralatan
yang mengakibatkan penggantian alat. Jika hal tersebut dapat diterapkan oleh
seluruh pekerja, kondisi peralatan akan tetap baik dan tidak perlu dilakukan
penggantian.
30
PENUTUP
Kesimpulan
bangunan dan lingkungan di PT. Bumi Menara Internusa II. Sementara itu
pengendalian proses produksi diatur dalam work instruction pada masing-
masing proses.
4. Secara keseluruhan penerapan GMP yang ada di PT. Bumi Menara Internusa
II sudah berjalan dengan baik. Namun berdasarkan hasil analisa dan observasi
yang dilakukan ditemukan beberapa ketidaksesuaian yang terjadi dalam
penerapan GMP di PT. Bumi Menara Internusa II. Permasalahan yang terjadi
pada penerapan GMP infrastruktur pada bagian desain gedung di PT. Bumi
Menara Internusa II adalah ketidaksesuaian layout ruang produksi yang tidak
disusun secara linier dari awal proses hingga akhir proses khususnya pada
produk PND 41-50. Penyebab utama ketidaksesuaian ini adalah adanya
pengembangan produk yang dihasilkan oleh PT. Bumi Menara Internusa II
sehingga pada bagian ruang awal digunakan sebagai ruang penanganan awal
bahan-bahan dari berbagai jenis produk. Selain itu permasalahan penerapan
GMP insfrastruktur lainnya yaitu pada lantai ruang produksi ditemukannya
lapisan u-crete pada lantai yang mengelupas serta pertemuan antara dinding
dengan lantai yang tidak melengkung. Penyebab utama pertemuan dinding dan
lantai tidak melengkung adalah perencanaan pembangunan awal pabrik, lantai
seluruhnya masih menggunakan keramik sehingga pertemuan dinding dengan
lantai dibuat dengan sudut kemiringan tertentu menggunakan keramik.
Sementara penyebab utama ketidaksesuaian lapisan lantai yang mengelupas
adalah sering kontak antara lantai dengan peralatan dan sering dilalui oleh
perlatan berat serta kurangnya tindakan untuk perawatan dan perbaikan.
Permasalahan terakhir yang ditemukan yaitu peralatan pada proses sortir yang
digunakan dalam kondisi rusak yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
produk. Penyebab utama ketidaksesuaian ini adalah penggunaan keranjang
yang tidak hati-hati serta peletakan keranjang yang telah digunaakan dibagian
bawah konveyor yang sedang berjalan.
5. Perbaikan terhadap ketidaksesuaian yang ada perlu dilakukan guna
meninggkatkan standar perenapan GMP yang ada di PT. Bumi Menara
Internusa II. Usulan perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
penerapan GMP diantaranya menata ulang layout ruang produksi sehingga alur
proses produksi khususnya produk PND 41-50 dapat berjalan secara linier dari
awal proses hingga akhir proses. Selain itu pada lapisan lantai yang
mengelupas dapat dilakukan perbaikan segera serta perawatan dan pelapisan
dilakukan secara rutin. Sementara itu pada pertemuan dinding dengan lantai
sebaiknya dibuat melengkung dengan dilapisi oleh u-crete untuk memudahkan
pembersihan. Usulan perbaikan selanjutnya yaitu penanganan terhadap
peralatan sortir lebih ditingkatkan lagi, penggunaan secara berhati-hati dan
peletakkan pada tempat yang sesuai dapat meminimalisir kerusakan.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amri K, Iskandar K. 2008. Budi Daya Udang Vaname. Jakarta (ID): PT. Gramedia.
Bratt. 2009. Fish Canning Handbook. Singapura (SG): Wiley Blackwell.
Dewanti R, P Hariyadi. 2013. HACCP (Hazard Anlysis Critical Control Point).
Bogor (ID): Dian Rakyat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 23/MEN.KES/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara
Produksi yang Baik untuk Makanan. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Khairuman, Khairul A. 2004. Budi Daya Udang Galah secara Intensif. Depok (ID):
PT. AgroMedia Pustaka.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang
Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. Jakarta (ID):
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Purnomowati I, Diana H, Cahyo S. 2008. Aneka Kudapan Berbahan Ikan. Jakarta
(ID): Kanisius.
Rafsandjani, Rieza. 2017. Pengantar Bisnis Bagi Pemula. Malang (ID): Kautsar
Abadi.
Rina A. 2008. Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan pada Perusahaan
Jasa Boga. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2(6): 1 – 10.
Suyanto R, Enny P T. 2009. Panduan Budi Daya Udang Windu. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Winarno F G. 2011. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor (ID): M-
Brio Press.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur organisasi PT. Bumi Menara Internusa II
35
36
Lampiran 5 Denah usulan perbaikan tata ruang PT. Bumi Menara Internusa II