Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN

PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE PADA


PROSES PRODUKSI PRODUK UDANG PND 41-50 DI PT. BUMI
MENARA INTERNUSA II, MALANG

PRASETIA TRIYANTO PAMUNGKAS


F34150052

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan praktik lapangan ini dengan baik. Penyusunan laporan
praktik lapangan dengan judul “Penerepan Good Manufacturing Practice Pada Proses
Produksi Produk PND 41-50 di PT. Bumi Menara Internusa II, Malang” didasarkan pada
pengamatan selama praktik lapangan di PT. Bumi Menara Internusa II periode 11 Juli -
28 Agustus 2018.
Penyusunan laporan praktik lapangan ini, tidak akan berhasil tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-
besarnya kepada :
1. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan motivasi dan
menyediakan kebutuhan penulis selama melaksanakan praktik lapangan.
2. Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
laporan praktik lapangan.
3. Bapak Dr. Ir. I Wayan Astika, MSi, dan panitia praktik lapangan yang sudah
memberikan pembekalan persiapan untuk praktik lapangan.
4. Bapak Joko Yulianto selaku asisten manager produksi dan pembimbing lapang
yang telah membantu dan memberikan pengarahan bagi penulis selama
melakukan kegiatan praktik lapangan.
5. Seluruh karyawan PT. Bumi Menara Internusa II, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu atas kerjasama dan bantuan yang diberikan selama
penulis melaksanakan praktik lapangan.
6. Teman-teman seperjuangan praktik lapangan di PT. Bumi Menara Internusa II
yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan dan penulisan laporan praktik
lapangan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan praktik
lapangan ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan penyempurnaanya. Semoga laporan praktik lapangan ini dapat
memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan bagi siapapun yang membacanya.

Bogor, 22 November 2018


Penyusun,

Prasetia Triyanto Pamungkas


NIM. F34150052
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang merupakan salah satu komoditas penting dari sektor perikanan


Indonesia. Berdasarkan data International Trade Center (2017), pertumbuhan
ekspor komoditas perikanan Indonesia pada tahun 2012-2016 rata-rata tumbuh 2,37
persen pertahun. Produksi udang yang diekspor oleh Indonesia pada tahun 2015
mencapai 124 ribu ton, tahun 2016 sebanyak 131 ribu ton dan pada 2017 sebanyak
138 ribu ton. Udang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian
bangsa terutama sebagai sumber devisa, pendapatan nelayan/pembudidaya, serta
penyerapan tenaga kerja. Nilai ekspor udang pada 2015 mencapai 1,1 miliar US$,
pada 2016 sebesar 1,2 miliar US$ dan pada 2017 sebesar 1,4 miliar US$. Hal
tersebut menunjukan bahwa udang memiliki nilai jual yang tinggi sehingga harus
ditangani secara baik sehingga diperoleh mutu yang baik juga.
Seiring dengan perkembangan teknologi pada era globalisasi banyak
bertumbuhnya pabrik-pabrik yang bergerak dibidang pengolahan udang seperti PT.
Bumi Menara Internusa II. Pertumbuhan industri ini, khususnya indutri pengolahan
udang di Indonesia memberikan dampak positif. Dampak positif yang ditimbulkan
berupa peningkatan standar mutu sebagai salah satu daya saing antar industri untuk
menghasilkan produk yang bermutu baik dan memenuhi kebutuhan pasar. Upaya
penjaminan mutu produk yang dihasilkan oleh industri pangan, seharusnya
menerapkan Good Manufacturing Practice (GMP) dalam kegiatan proses
produksinya.
Good manufacturing Practice (GMP) merupakan suatu pedoman cara
memproduksi pangan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan yang
ditentukan untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu sesuai dengan
tuntutan konsumen. Perlunya penerapan GMP adalah untuk memberikan panduan
khusus yang diperlukan bagi setiap rantai pangan, proses pengolahan atau
penanganan komoditi bahan pangan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan
peningkatan prinsip pelaksanaan persyaratan hygiene yang spesifik bagi masing-
masing bidang (Winarno 2011). GMP merupakan persyaratan minimum untuk
pengolahan dan sanitasi yang harus diterapkan di semua industri terutama industri
pengolahan pangan guna menghasilkan produk yang memiliki mutu baik dan aman
secara konsisten. Sehingga perlu dilakukan pengamatan terkait penerapan GMP
pada proses pengolahan udang di PT. Bumi Menara Internusa II melalui kegiatan
praktik lapang.

Tujuan

Tujuan umum dari kegiatan praktek lapangan ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa melalui
latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai dengan bidang
keahliannya.
2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi, merumuskan,
dan memecahkan permasalahan sesuai dengan bidang keahliannya di lapangan
secara sistematis dan interdisiplin.
2

3. Memperkenalkan dan mendekatkan IPB, khususnya Fakultas Teknologi


Pertanian IPB dengan masyarakat, dan mendapatkan masukan bagi
penyusunan kurikulum sebagai langkah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan sehingga sesuai dengan kemajuan IPTEK dan kebutuhan
masyarakat pengguna.
Tujuan khusus dari kegiatan praktek lapangan ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami aspek proses produksi di PT. Bumi Menara Internusa II Malang,
Jawa Timur.
2. Memahami implementasi Good Manufacturing Practices (GMP) di PT. Bumi
Menara Internusa II Malang, Jawa Timur.
3. Mengobservasi, dan menganalisis permasalahan penerapan Good
Manufacturing Practice (GMP) dalam proses produksi di PT. Bumi Menara
Internusa II Malang, Jawa Timur.
4. Memberikan masukan serta saran terkait penerapan Good Manufacturing
Practice (GMP) di PT. Bumi Menara Internusa II Malang, Jawa Timur.
5. Memperkuat hubungan kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian IPB
dan PT. Bumi Menara Internusa II.
6. Memperoleh pengalaman bekerja sesuai dengan bidang profesi dan menambah
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerja pada suatu wilayah industri.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan praktik lapang dilakukan di PT. Bumi Menara Internusa II, Dampit,
Malang. Perusahaan ini terletak di Jalan Pahlawan No. 1-3, Dampit, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur. Waktu Pelaksanaan mulai dari 11 Juli 2018 hingga
25 Agustus 2018.

Metode Praktik Lapang

Metode yang digunakan dalam kegiatan praktik lapang ini yaitu :


1. Pengamatan di Lapangan
Pengamatan yang dilakukan dengan mengamati langsung dan berpartisipasi
terhadap proses produksi udang Red Chamber PND 41-50 di PT. Bumi Menara
Internusa II.
2. Wawancara dan Diskusi
Wawancara dan diskusi dilakukan dengan pembimbing lapangan, staff, dan
operator bagian produksi yang terkait dengan proses produksi udang Red
Chamber PND 41-50.
3. Pengambilan Data
Pengambilan data dapat dilakukan dengan cara pengamatan langsung,
wawancara dengan pihak perusahaan serta stakeholder lain yang terlibat dalam
proses produksi udang PND 41-50 di PT. Bumi menara Internusa II, serta
diperoleh dari dokumen atau laporan perusahaan yang relevan.
4. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari referensi teori yang relevan
dengan permasalahan yang ada melalui jurnal, skripsi, dan internet.
3

KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTIK LAPANG

Profil Perusahaan

PT. Bumi Menara Internusa II berdiri sejak 11 November 1992 yang


merupakan cabang dari PT. Bumi Menara Internusa Surabaya. PT. Bumi Menara
Internusa II berlokasi di jalan Pahlawan nomor 1-3 Kecamatan Dampit, Kabupaten
Malang, Jawa Timur. Perusahaan ini menempati area seluas ±4,3 hektar dengan
jumlah karyawan ±1100 orang dan kapasitas produksi ±350 ton / bulan. Perusahaan
ini berada disekitar pemukiman warga, dibagian selatan dan barat berbatasan
langsung dengan perkampungan dan lahan pertanian, pada bagian utara berbatasan
dengan Jalan Segaluh dan pada bagian timur berbatasan dengan Jalan Pahlawan.

Gambar 1 Peta lokasi PT. Bumi Menara Internusa II

PT. Bumi Menara Internusa merupakan perusahaan yang bergerak dibidang


pengolahan pangan baik ekspor maupun lokal mulai dari udang segar, kepiting,
berbagai spesies ikan, sayur, serta produk olahan lainnya. PT. Bumi Menara
Internusa saat ini juga mengoperasikan sejumlah pabrik di Surabaya, Lamongan,
Kendari dan Makasar untuk membantu memenuhi perrmintaan akan produk yang
dihasilkan. Produk-produk yang dihasilkan PT. Bumi Menara Internusa diantaranya
Raw Frozen Shrimp, Cooked Frozen Shrimp dan Frozen Valued Added Product
(Breaded). Negara yang menjadi tujuan ekspor produk-produk tersebut seperti
Amerika, Eropa dan negara-negara lainnya.

Gambar 2 Logo PT. Bumi Menara Internusa

PT. Bumi Menara Internusa dalam operasinya memiliki visi “Menjadi


Perusahaan Pangan yang Unggul Terpercaya Internasional”. Guna mewujudkan
visi tersebut, PT. Bumi Menara Internusa memiliki misi “Kami Berkomitmen
Menyediakan Pangan Bagi Dunia Melalui Inovasi dan Organisasi yang
4

Berkesinambungan”. PT. Bumi Menara Internusa juga selalu memperbarui sistem


keamanan pangan dan didukung penuh oleh teknologi proses dan peralatan yang
lengkap dan modern. Implementasi sistem yang diterapkan di PT Bumi Menara
Internusa saat ini antara lain, HACCP sejak 1997, Best Aquaculture Practice sejak
2005, Yum Brands sejak 2009, British Retail Consortium sejak 2005, Sistem
Jaminan Halal sejak 2012, Zero Accident untuk K3 dan Manajemen Lingkungan
(PROPER) sejak 2015. Selain itu juga adanya supporting system seperti internal
laboratorium mikrobiologi, fasilitas kesehatan beserta dokter dan tenaga kesehatan,
sistem IPAL, pengebangan SDM melalui training internal dan eksternal serta
corporate social responsibility.

Struktur Organisasi

Pada sebuah perusahaan, struktur organisasi berfungsi mengetahui tugas dari


masing-masing departemen atau jabatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Struktur organisasi menjadi salah satu bentuk sistem manajemen agar dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari setiap jabatan maupun departemen
tidak terbentur satu sama lain sehingga hasil yang diperoleh lebih jelas dan terarah.
PT. Bumi Menara Internusa Dampit dipimpin oleh seorang direktur yang juga
termasuk pendiri perusahaan ini. Direktur dalam menjalankan tugasnya dibantu
oleh sekretaris dan controller. Sesuai dengan tugasnya, seorang direktur langsung
membawahi Plant Manager. Plant Manager akan membawahi beberapa
departemen seperti Departemen Produksi, Departemen QA (Quality Assurance)/
QC (Quality Control), Departemen Infrastruktur dan Lingkungan, Departemen
HRD (Human Resources Development), Departemen PPIC (Production Planning
and Inventory Control) dan Departemen Teknik. Secara sistematis, struktur
organisasi PT. Bumi Menara Internusa Dampit, dapat dilihat dalam Lampiran 1.

Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan hal yang penting dalam sebuah industri,


khususnya pada industri padat karya. Ketenagakerjaan di PT. Bumi Menara
Internusa II menjadi tanggungjawab dari bagian personalia. Tenaga kerja di PT.
Bumi Menara Internusa terbagi atas 2 status yaitu karyawan tetap dan karyawan
kontrak. Karyawan kontrak terbagi lagi atas 2 jenis yaitu kontrak harian dan kontrak
borongan. Jumlah tenaga kerja di PT. Bumi Menara Internusa II sebanyak 1148
orang dengan pembagian 92 orang tenaga kerja tetap, 627 orang tenaga kerja
kontrak harian, dan 429 orang tenaga kerja kontrak borongan.
PT. Bumi Menara Internusa II menetapkan hari dan jam kerja berdasarkan
kebutuhan perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembagian hari dan jam kerja di PT. Bumi Menara Internusa II menggunakan 6
hari kerja dengan waktu kerja 7 jam sehari dan 40 jam seminggu serta terbagi atas
3 shift. Shift 2 dan shift 3 hanya berlaku untuk bagian mesin, limbah dan satpam.
Setiap pekerja diharuskan menaati dan menjalankan hari kerja dan jam kerja yang
telah diatur di PT. Bumi Menara Internusa II yang tercantum dalam Tabel 1.
5

Tabel 1 Jam kerja di PT. Bumi Menara Internusa II


Hari Kerja Jam Kerja
Shift 1
Senin – Kamis 07.00 – 15.00 Istirahat 11.00 – 12.00
Jum’at 07.00 – 15.30 Istirahat 11.30 – 12.30
Sabtu 07.00 – 13.00 Istirahat 11.00 – 12.00
Shift 2
Senin – Jum’at 15.00 – 23.00 Istirahat 19.00 – 20.00
Sabtu 15.00 – 21.00 Istirahat 19.00 – 20.00
Shift 3
Senin – Jum’at 23.00 – 07.00 Istirahat 03.00 – 04.00
Sabtu 23.00 – 05.00 Istirahat 03.00 – 04.00
Sumber : Peraturan Perusahaan PT. Bumi Menara Internusa II (2018)

Sistem pengupahan di PT. Bumi Menara Internusa II diatur menurut status


tenaga kerja yaitu sistem pengupahan berdasarkan upah bulanan dengan mengacu
pada ketentuan Pemerintah yang berlaku. Upah yang diberikan minimum sesuai
dengan UMK (Upah Minimum Kerja) kabupaten Malang yaitu Rp. 2.574.807 dan
upah tertinggi Rp. 5.750.000. Selain upah juga diberikan beberapa tunjangan pada
golongan tertentu sepeti tunjangan masa kerja, tunjangan jabatan, tunjangan makan
dan transport, tunjangan hari raya, tunjangan prestasi serta tunjangan kehadiran.
Beberapa fasilitas juga diberikan untuk menunjang kesejahteraan para pekerja,
seperti BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, perlengkapan kerja, fasilitas ibadah,
fasilitas minum, fasilitas penyimpanan pakaian dan barang, bantuan duka cita dan
suka cita, koperasi karyawan, serta fasilitas olahraga.
6

ASPEK PRODUKSI

Jenis Udang

PT. Bumi Menara Internusa II merupakan perusahan pengolahan pangan dari


udang segar, kepiting, berbagai spesies ikan, serta produk olahan lainnya. Pada
kegiatan praktik lapang ini fokus utama yang menjadi pengamatan adalah produk
olahan udang. Pada kegiatan produksinya, PT. Bumi Menara Internusa II
membutuhkan banyak sekali udang sebagai bahan bakunya. Jenis udang yang
digunakan sangatlah beragam, beberapa diantaranya adalah udang vannamei
(Litopenaeus vannamei), udang putih, udang pink, udang black pink, udang flower
(Penaeus sp.), udang black tiger (Penaeus monodon), udang cat prawn dan udang
banana yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
Jenis udang yang digunakan pada produk PND 41-50 adalah jenis udang
vannamei. Udang jenis vannamei (Litopenaeus vannamei) memiliki karakteristik
warna abu-abu keputihan, memiliki kaki berwarna putih, terdapat bercak abu-abu
yang lebih kecil halus dibanding dengan jenis udang putih serta warna ekor yang
cenderung sama dengan warna badannya. Sementara itu, udang putih memiliki
warna tubuh putih cerah dengan bercak abu-abu keputihan yang lebih besar, serta
pada ujung dan tepi ekor serta kaki-kaki yang berwarna kemerahan. Udang
vannamei memiliki rostrum dengan 9 buah gerigi pada tepi atas dan 2 buah gerigi
pada tepi bawah (Amri, 2008). Sementara udang putih pada bagian rostrum
bergerigi 8 buah di tepi atas dan 2 sampai 5 buah di tepi bawah (Suyanto, 2009).
Udang jenis lain yang memiliki karakteristik hampir menyerupai udang
vannamei yaitu udang banana. Udang banana merupakan jenis udang yang masih
satu spesies dengan udang putih (Penaeus merguirnsis). Secara umum, karakteristik
udang ini menyerupai udang putih. Perbedaan udang ini dengan udang putih
terletak pada warnanya yang cenderung kuning menyerupai warna kulit pisang.
Udang vannamei juga memiliki berbagai kelebihan seperti lebih mudah
dibudidayakan dan produksi stabil serta relatif tahan terhadap penyakit. Namun jika
dibandingkan dengan udang black tiger ukuran tubuh udang vannamei relatif lebih
kecil. Udang black tiger (Penaeus monodon) yang memiliki kulit yang tebal dan
keras serta ukuran yang lebih besar di banding udang vannamei. Udang ini memiliki
warna abu-abu kebiruan dengan garis melintang yang lebih gelap. Warna udang ini
lebih gelap dibandingkan jenis udang vannamei. Ciri khas lain dari udang ini
terdapat ring berwarna kekuningan dibagian ekornya. Menurut Suyanto (2009),
memiliki ukuran yang relatif besar dan warna tubuh bergaris-garis hitam putih. Ciri
khas udang ini adalah rostrum yang panjang dan kuat serta ujungnya sedikit
melengkung ke atas. Pada bagian tepi atas rostrum bergerigi 7 buah dan pada tepi
bawah bergerigi 3 buah.

Mutu Udang

Setiap udang sebagai bahan baku haruslah memiliki mutu yang baik untuk
menghasilkan produk yang bermutu dan berkualitas baik. Penerapan mutu udang di
PT. Bumi Menara Internusa II didasarkan pada kondisi udang. Kondisi yang
7

diamati meliputi kondisi kulit, daging dan ekor. Masing-masing bagian


diklasifikasikan lagi sesuai dengan kondisi mutunya.
Mutu pada kulit udang terbagi atas beberapa jenis seperti kulit udang menjadi
lunak, mengalami kerusakan, hilang ataupun cacat. Kulit udang yang menjadi lunak
disebut dengan soft shell dan moulting. Soft shell sendiri merupakan kondisi kulit
udang yang melunak pada ruas 1 sampai dengan 5. Sementara yang disebut
moulting adalah kondisi kulit udang yang melunak pada ruas 1 sampai dengan 6.
Bentuk mutu lainnya adalah kulit mengalami kerusakan yang disebut sebagai
broken shell dan split shell. Broken shell merupakan kondisi kulit mengalami
kerusakan antara ruas 1 sampai ruas 5, sementara split shell kerusakan terjadi pada
ruas 6. Mutu kulit udang yang hilang disebut sebagai lost shell, kondisi ini diartikan
bahwa kulit udang tidak ada sama sekali dari ruas 1 hingga 6. Mutu kulit udang
yang terakhir yaitu mengalami cacat. Bentuk kecacatan yang dialami yaitu terdapat
bercak hitam pada bagian kulit yang disebut dengan black spot. Kondisi ini
diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan menjadi black spot ringan dan black
spot parah.
Seperti mutu kulit, mutu daging udang juga terbagi atas beberapa jenis seperti
kerusakan, tidak rata, kemerahan dan bercak hitam. Kerusakan pada daging udang
dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu broken dan damage. Broken merupakan kondisi
udang yang rusak dan cenderung tidak utuh dari ruas 1 sampai 6, sementara damage
kondisi udang cenderung masih utuh hanya saja mengalami kerusakan. Mutu
daging udang yang tidak rata atau disebut keriting merupakan kondisi daging udang
yang terjadi pembengkakan pada ruas tertentu atau ruas tertentu yang tidak sama
dengan ruas lainnya. Mutu kemerahan atau disebut red merupakan kondisi
kemerahan pada daging udang. Kondisi ini diakibatkan karena pertumbuhan bakteri
pada udang yang mengalami peningkatan suhu. Mutu yang terkahir yaitu bercak
hitam atau black spot yaitu kondisi dimana pada daging terdapat bercak kehitaman.
Mutu ekor pada udang juga dibagi kedalam beberapa jenis seperti broken tail,
tailes, tail rot, black tail dan dark tail. Broken tail merupakan kondisi ekor udang
yang hilang sebanyak 1 sampai 3 daun ekor. Tailes juga merupakan kondisi ekor
yang hilang, bedanya tailes merupakan kondisi keempat daun ekor udang hilang.
Tail rot merupakan kondisi ekor udang yang keriting atau tidak utuk sempurna,
robek atau terkikis. Black tail merupakan kondisi ekor udang yang berwarna gelap
tidak tembus cahaya. Jika kondisi kehitaman terjadi pada ujung hingga pangkal
udang maka disebut dengan black tail parah, sementara jika hanya terjadi pada
ujung-ujung ekor maka disebut black tail ringan. Mutu ekor yang terakhir yaitu
dark tail kondisi ekor berwarna kehitaman namun dapat ditembus cahaya dan jika
mengalami pemasakan warna ekor akan tetap berubah kemerahan.

Tipe Produk

PT. Bumi Menara Internusa II menghasilkan berbagai jenis produk yang


berasal dari udang, berbagai jenis ikan, dan lain sebagainya. Produk berasal dari
udang sendiri memiliki berbagai tipe produk yang diproduksi. Tipe produk pada
udang didasarkan pada perbedaan perlakuan masing-masing tipe produk dalam
proses kupas. Tipe-tipe produk udang yang diproduksi di PT. Bumi Menara
Internusa II diantaranya BTO, BTF, PDTO, PTO, PND, PUD, dan HL EZ Peel.
8

Tipe produk BTO atau Butterfly Tail On merupakan tipe produk dengan
bentuk menyerupai kupu-kupu. Tipe produk ini udang yang sudah dihilangkan
kepalanya dilakukan pengupasan dari ruas 1 hingga 5 dengan ekor yang dibiarkan
tetap menempel. Kemudian dilakukan pembelahan dengan sisi kanan dan kiri sama
tebal serta usus dihilangkan. Hasil akhir dari perlakuan tersebut udang akan
menyerupai bentuk kupu-kupu. Serupa dengan BTO terdapat pula produk BTF atau
Butterfly Tail Off. Perlakuan pada produk ini serupa dengan produk BTO,
perbedaannya terletak pada bagian ekor produk BTF dihilangkan sehingga
pengupasan dilakukan hingga ruas keenam. Hasil akhir produk BTF juga serupa
dengan produk BTO, hanya saja tidak terdapat ekor pada produk BTF.
PDTO atau Peeled Deveined Tail On merupakan tipe produk dengan
perlakuan pengupasan pada ruas 1 sampai 5 dan ekor tetap dipertahankan
menempel. Kemudian dilakukan penghilangan usus dengan beberapa cara.
Beberapa cara pengambilan usus yang dapat dilakukan seperti menarik usus melalui
depan tanpa melakukan pembelahan, menarik usus melalui ruas kelima dengan
menggunakan tusuk, membelah udang dari ruas 1 hingga 5 disebut sebagai full cut,
membelah udang dari ruas 2 sampai 5 disebut partial cut atau membelah udang dari
ruas 2 sampai 4 disebut sebagai special cut. Tipe produk yang serupa yaitu PND
atau Peeled and Deveined, perbedaan terletak pada bagian ekor yang dihilangkan
sehingga proses pengupasan dilakukan pada ruas 1 hingga 6.
Tipe produk selanjutnya adalah PTO atau Peeled Tail On. Pada tipe produk
ini udang dilakukan pengupasan pada ruas 1 sampai 5 dengan ekor dipertahankan
menempel dan usus tidak dihilangkan. Tipe produk yang sejenis yaitu PUD atau
Peeled Undeveined, bedanya terletak pada ekor yang dihilangkan sehingga
pengupasan dilakukan dari ruas 1 hingga 6. Tipe produk lain yang juga diproduksi
di PT. Bumi Menara Internusa II yaitu HL Ez Peel. Tipe produk ini, udang
diperlakukan hanya dengan mengambil ususnya dengan cara membelah udang
tanpa melakukan pengupasan dan ekor tetap dipertahankan menempel.

Spesifikasi Produk

Setiap produk yang diproduksi oleh PT. Bumi Menara Internusa II memiliki
spesifikasi produk yang disesuaikan dengan keinginan pembeli. Pada kegiatan ini
produk yang diamati adalah PND 41-50 dengan pembekuan IQF. Produk ini
memiliki spesifikasi sebagai tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2 Spesifikasi produk PND 41-50 di PT. Bumi Menara Internusa II


Spesifikasi Keterangan
Tipe Produk Raw PND
Ukuran 41-50
Bahan Vannamei
Jenis Kupas PND
Rendemen 92%-94%
Deglazed 2270 g
Glazing 10%-14%
Packing 5 lb/bag x 4 bag/MC
Sumber : PT Bumi Menara Internusa II (2018)
9

Produk PND 41-50 dengan pembekuan IQF merupakan jenis produk raw
frozen shrimp. Produk raw merupakan produk udang yang tanpa dilakukan
pemasakan ataupun penepungan, udang hanya dilakukan proses pengupasan sesuai
dengan tipe produk kemudian dibekukan. Sementara itu, tipe produk PND sendiri
merupakan merupakan tipe produk yang dilakukan pengupasan dan penghilangan
ekor serta usus. Cara penghilangan usus pada produk ini dengan pembelahan full
cut. Ukuran 41-50 pada spesifikasi merupakan ukuran produk akhir udang dengan
artian terdapat 41 sampai 50 udang dalam satu pounds. Bahan yang digunakan yaitu
udang dengan jenis vannamei.
Produk ini menggunakan pembekuan IQF atau Individual Quick Frezer yang
berarti udang mengalami pembekuan secara satuan atau individual. Rendemen dari
akhir produk ini disesuaikan dengan spesifikasi yaitu diantara 92%-94% tidak boleh
kurang ataupun lebih dari rentan yang sudah ditentukan karena dapat merugikan
pihak pembeli maupun perusahaan. Artian dari deglazed 2270 gram pada
spesifikasi adalah ketika produk dicairkan sebelum pemasakan harus memiliki berat
2270 gram setiap masing-masing bagnya. Sementara artian glazing 10%-14%
adalah produk ini dilakukan glazing atau pelapisan dengan air ozone setelah proses
pembekuan dengan berat udang setelah proses glazing bertambah 10%-14% dari
berat udang sebelum glazing. Glazing bertujuan untuk menghilangkan bunga es
sehingga permukaan udang menjadi rata dan mengkilap. Produk ini menggunakan
pengemasan primer berupa polibag dengan berat masing-masing polibag lima
pounds, kemudian dilakukan pengemasan sekunder menggunakan MC dengan
masing-masing MC berisi empat polibag.

Proses Produksi

Proses produksi adalah metode dan teknik untuk menciptakan atau


menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber
antara lain tenaga kerja, bahan-bahan, dana, dan sumberdaya lain (Rafsandjani,
2017). Proses produksi di PT. Bumi Menara Internusa II secara umum diatur dalam
work instruction dan quality standar untuk menjaga agar proses produksi yang
dilakukan sesuai dengan standar keamanan pangan dan menghasilkan produk yang
bermutu. Proses produksi di PT. Bumi Menara Internusa II berlangsung dari
penerimaan luar hingga pengiriman.
Udang yang diterima di PT. Bumi Menara Internusa II ada yang berupa udang
segar head on maupun headless dalam bentuk block frozen. Udang yang diterima
akan dilakukan proses penerimaan luar untuk memeriksa kandungan antibiotik dan
menentukan ukuran serta jenis udang untuk menentukan harga. Setelah itu proses
dianjutkankan ke penerimaan dalam melakukan pengecekan mutu udang dan
pemisahan udang head on dengan udang headless. Udang head on akan menuju
proses potong kepala kemudian dilanjutkan sortir, sementara udang headless
langsung dilakukan proses sortir. Setelah melalui proses sortir udang akan menuju
proses kupas untuk dilakukan pengupasan sesuai dengan tipe produk. Proses
kemudian dilanjutkan ke perendaman, setelah itu dilanjutkan ke proses pembekuan
untuk produk raw. Sementara untuk produk cooked akan mengalami proses
pemasakan dan produk breaded akan dilakukan penepungan baru selanjutnya
dibekukan. Udang yang telah beku kemudian dilakukan pengemasan dan kemudian
10

disimpan di cold storage untuk menunggu proses pengiriman. Alur proses produksi
yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II secara umum dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Pada produk PND 41-50 pada pengamatan ini menggunakan bahan udang
headless dalam bentuk blok bahan yang diambil dari cold storage, sehingga tidak
ada kegiatan penerimaan dan potong kepala. Proses produksi produk ini terdiri dari
proses defrost, sortir, kupas, rendam, pembekuan IQF, pengemasan dan
penyimpanan. Hasil dari masing-masing proses harus disesuaikan dengan ketentuan
dan size hasil tiap proses yang tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3 Size hasil masing-masing proses dari produk PND 41-50


Keterangan Size
HL 44,6 – 46,0
PND 54,4 – 56,1
Dipp 46,9 – 48,4
IQF 47,6 – 49,1
Dglz 48,0 – 49,5
UF 1,5
Sumber : PT Bumi Menara Internusa II (2018)

Defrost
Defrost merupakan proses pencairan blok bahan dengan cara meniupkan
udara melalui alat tiup khusus ke dalam box yang sudah terisi bahan. Proses defrost
terbagi atas 2 macam, yaitu defrost tiup langsung cair dan defrost tampung
semalam. Defrost tiup langsung cair merupakan proses pencairan blok bahan baku
udang yang langsung dilakukan proses lanjutan setelah blok bahan mencair.
Sementara defrost tampung semalam merupakan proses pencairan blok bahan yang
dilanjutkan dengan penampungan semalam setelah blok bahan mencair, baru
keesokan harinya dilakukan proses lanjutan.
Berdasarkan work instruction, control poin pada proses defrost terletak pada
suhu core udang selama proses yang harus dibawah 3˚C. Suhu core udang selama
proses ini berlangsung harus terjaga dibawah 3˚C agar udang tidak mengalami
penurunan mutu yaitu berupa red. Hal tersebut dijalankan oleh seluruh personil
bagian defrost dengan baik dengan pengawasan kepala regu (karu), quality control
(QC), dan supervisor. Kegiatan defrost yang dijalankan telah sesuai dengan work
instruction dan tidak terjadi penyimpangan proses maupun ketidaksesuaian hasil
dari proses defrost.

Sortir
Proses sortir udang di PT. Bumi Menara Internusa II dilakukan secara
manual. Hal tersebut dipilih karena bahan baku udang yang diterima oleh PT. Bumi
Menara Internusa II kebanyakan berupa blok bahan. Berbeda dengan udang segar
head on, udang berupa blok bahan memiliki ukuran yang sudah seragam dalam satu
bloknya, sehingga penggunaan proses sortir mekanis tidak dapat dilakukan karena
mesin yang ada hanya dapat membedakan ukuran udang saja. Sama sperti proses
defrost, proses sortir di PT. Bumi Menara Internusa II juga diatur didalam work
instruction untuk menjaga mutu produk yang dihasilkan.
11

Sebelum dilakukan proses sortir, udang perlu dilakukan analisa terlebih


dahulu untuk memastikan udang sesuai dengan spesifikasi. Analisa yang dilakukan
meliputi cek size, mutu dan uniformity. Analisa mutu dilakukan untuk melihat
kondisi udang apakah masih baik untuk digunakan. Sementara analisa size dan
uniformity berujuan untuk mengetahui ukuran udang dan keseragaman udang
sehingga dapat diketahui ukuran udang yang harus dikeluarkan dalam proses sotir.
Pada produk PND 41-50 ukuran udang dalam kondisi headless adalah 44,6 – 46,0
dengan uniformity 1,5 sesuai dengan Tabel 3. Jika hasil analisa menunjukan cek
size dibawah batas yang ditentukan, maka udang yang berukuran besar harus
dikeluarkan. Sementara jika hasil analisa cek size menunjukan diatas batas yang
ditentukan maka udang kecil yang dikeluarkan selama proses sortir. Cara
menentukan size dan uniformity udang adalah sebagai berikut

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑢𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 10% 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑐𝑒𝑘


𝑈𝐹 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑢𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 10% 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑐𝑒𝑘
𝑆𝑖𝑧𝑒 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑑𝑎𝑛𝑔/454𝑔
𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡 454 𝑔
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑑𝑎𝑛𝑔
𝑆𝑖𝑧𝑒 = 𝑋 454 𝑔
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑢𝑑𝑎𝑛𝑔
Udang yang telah dilakukan analisa kemudian didistribusikan kepada
personil sortir. Proses distribusi dilakukan dengan mengambil udang menggunakan
keranjang kapasitas 2 kg kemudian ditambahkan es diatas bahan dan barulah
didistribusikan. Setelah itu lakukan proses sortir, keluarkan udang yang sesuai ke
atas conveyor dan yang tidak sesuai tampung pada keranjang fitrit. Pada produk
PND 41-50 mutu udang yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan harus dikeluarkan
adalah black spot, red, pound flavor, dan broken. Selama proses sortir suhu core
udang tidak boleh lebih dari 3˚C.
Pada proses sortir yang dilakukan, ditemukan ketidaksesuaian kegiatan yang
dilakukan dengan work instruction yaitu tidak dilakukan pemberian es diatas bahan
pada proses distribusi bahan. Ketidaksesuaian ini memungkinkan terjadinya
kerusakan dan penurunan mutu terhadap udang yang dihasilkan. Sementara itu
kondisi udang yang masuk pada proses sortir telah sesuai dengan spesifikasi yang
ada. Pada hasil keluaran proses sortir kondisi mutu udang juga sesuai dengan
spesifikasi dan tidak ada yang mengalami kerusakan mutu udang.

Kupas
Proses kupas merupakan proses penghilangan atau pengupasan kulit udang
sesuai dengan tipe dan spesifikasi produk yang diminta oleh pembeli. Tujuan dari
proses kupas adalah untuk membersihkan udang serta mengurangi bahaya fisik
yang dapat ditimbulkan oleh kulit udang. Pada proses kupas produk PND 41-50
maka pengupasan dilakukan dari ruas 1 hingga 6 dan menghilangkan ekor udang.
Selain itu, udang juga dilakukan penghilangan usus dengan cara pembelahan full
cut yaitu membelah udang dari ruas 1 hingga 5.
Seperti proses yang lain, proses kupas juga diatur dalam work instruction.
Sebelum proses kupas dilakukan analisa bahan, perisapan dan pendistribusian sama
halnya pada proses sortir. Control poin pada proses kupas adalah tidak boleh ada
usus yang tertinggal, genjer 1 segmen, tidak ada genjer kuning atau hijau, dan
broken, red, serta black spot dikeluarkan. Pada proses kupas dilakukan juga
12

pemisahan warna udang antara yang gelap dan terang, agar produk yang dihasilkan
seragam. Hasil dari proses kupas dilakukan analisa untuk mengetahui ukuran dan
uniformity udang sesuai atau tidak dengan spesifikasi.
Pada produk PND 41-50, bahan yang digunakan berasal dari dua bahan yang
berbeda yaitu bahan yang berasal dari proses sortir dan ada bahan yang berasal dari
proses defrost tanpa melalui sortir. Berdasarkan hasil analisa sampling yang
dilakukan, bahan yang berasal dari proses defrost langsung memiliki ukuran 45,6
dengan prosentase udang red 4%. Sementara bahan dari proses sortir memiliki
ukuran 44,4 dan tanpa ada udang yang mengalami kerusakan. Jika kedua bahan
dibandingkan dari segi ukuran maka udang hasil defrost lebih layak digunakan
karena ukuran masuk dalam spesifikasi yaitu 44,6 – 46,0. Sementara jika dilihat
dari analisa hasil kupas, udang yang berasal dari proses defrost memiliki ukuran
55,2 dan udang dari hasil sortir memiliki ukuran 54,5 tanpa ada kerusakan mutu
dikeduanya. Hasil analisa menunjukan bahwa hasil kupas dari kedua bahan tersebut
memiliki ukuran yang sesuai ketentuan yaitu 54,4 – 56,1.

Rendam
Proses rendam merupakan proses perendaman udang di dalam larutan
ingredient yang dilakukan dengan tujuan untuk menambah cita rasa pada udang.
Larutan ingredient dibuat dengan menggunakan campuran air chiller, es, garam dan
ingredient serta suhu larutan ingredient harus dibawah 5˚C. Proses rendam sendiri
terbagi atas 2 jenis yaitu rendam langsung dan rendam tampung semalam. Rendam
langsung merupakan proses perendaman udang dengan waktu singkat yang
kemudian dilanjutkan ke proses selanjutnya. Sedangkan rendam tampung semalam
yaitu proses perendaman yang memerlukan waktu semalaman dan baru keesokan
harinya dilakukan proses lanjutan.
Berdasarkan work instruction perbandingan banyak udang dengan air
ingredient untuk produk PND 41-50 adalah 1 : 1,25 atau dapat diartikan sebanyak
1kg udang maka banyak larutan ingredient adalah 1,25 L. Proses rendam dilakukan
dengan dengan kecepatan pengadukan 6rpm selama 4 sampai 5 jam. Selama proses
rendam suhu juga harus dijaga agar tetap dibawah 5˚C dengan tujuan agar udang
tidak mengalami penurunan mutu berupa red.
Berdasarkan hasil pengamatan tercatat suhu core udang dan suhu larutan
ingredient pada awal perendaman berturut-turut adalah 3,2˚C dan 3,5˚C. Sementara
itu suhu core udang dan suhu larutan ingredient pada proses perendaman berturut-
turut 4,4˚C dan 4,1˚C. Pada akhir proses rendam tercatat suhu core udang dan suhu
larutan ingredient berturut-turut 5,2˚C dan 4,8˚C. Terlihat dari data hasil
pengamatan menunjukan suhu core udang pada akhir proses rendam menunjukkan
ketidak sesuaian dengan work instruction.

Pembekuan IQF
Pada produk PND 41-50, udang mengalami proses pembekuan menggunakan
mesin individual quick freezer (IQF). Pembekuan IQF merupakan pembekuan
udang yang dilakukan secara individual dan cepat dengan tujuan menghambat
pertumbuhan udang serta mempertahankan kesegaran serta mutu produk. Proses
awal sebelum dibekukan, udang dilakukan cek size, uniformity, dan mutu.
Selanjutnya udang dilakukan penyusunan pada longpan dengan jarak udang satu
sama lain tidak saling menempel dan tidak meringkuk. Ukuran longpan yang
13

digunakan yaitu 40 X 30 cm dengan kapasitas rata-rata masing-masing longpan


sebanyak 40 udang. Selama proses susun juga dilakukan pengecekan mutu udang,
jika ada udang yang mengalami red maka akan dikeluarkan.
Setelah proses susun longpan, dilanjutkan dengan pembekuan menggunakan
mesin IQF. Mesin IQF yang digunakan pada pembekuan produk PND 41-50
memiliki kapasitas mencapai 700Kg per jam dengan susunan longpan satu barisnya
berisikan 8 longpan. Suhu mesin yang digunakan berkisar pada -37,7˚C dan lama
proses disesuaikan dengan suhu mesin agar suhu core udang sesuai dengan
spesifikasi yaitu -18˚C. Ketika suhu mesin diatas -35˚C maka kecepatan yang
digunakan berkisar pada 13 menit. Sementara ketika suhu bisa mencapai kurang
dari -37,7˚C hingga -40˚C kecepatan yang digunakan bisa mencapai 11 menit.
Produk udang yang telah beku akan keluar pada ujung mesin, dan setiap 30
menit sekali hasil pembekuan dilakukan pengecekan suhu oleh QC terkait. Suhu
yang terbaca selama proses analisa yaitu -20˚C, -21˚C dan -22˚C. Setelah itu, udang
dilakukan pelapasan dari longpan dengan menggunakan palu kecil. Selanjutnya
dilakukan pengecekan terhadap bentuk udang, bentuk udang yang tidak sesuai
seperti meringkuk maupun pipih dikeluarkan untuk dilakukan pembekuan ulang.
Udang yang sudah sesuai dilakukan penimbangan seberat 1141 – 1143 gram untuk
kemudian dilakukan glazing menggunakan air ozone.
Glazing dilakukan dengan tujuan menghilangkan bunga es dan menghasilkan
udang yang mengkilat serta mengurangi resiko dehidrasi. Glazing dilakukan 10-
14% atau diartikan setelah mengalami proses glasing produk mengalami
peningkatan berat 10-14% dari berat sebelum glasing. Setelah dilakukan glazing,
kemudian dilakukan pemerataan hasil glaszing dan pemisahan terhadap udang-
udang yang masih menempel satu sama lain. Setelah proses ini selesai, udang
selanjutnya masuk pada proses akhir yaitu pengemasan.

Pengemasan
Produk PND 41-50 menggunakan 2 macam kemasan yaitu kemasan primer
berupa polibag dan kemasan sekunder berupa master carton atau MC. Setiap
polibag berisikan produk PND 41-50 seberat 2564 – 2628 gram dan dalam satu MC
terdiri atas 4 polibag dengan berat sesuai spesifikasi yaitu 10,256 – 10,512 kg. Pada
proses penimbangan dilakukan analisa untuk mengetahui ketepatan operator dalam
melakukan penimbangan. Analisa dilakukan dengan 10 kali iterasi pada masing-
masing penimbangan. Hasil analisa menunjukan pada proses penimbangan polibag
dan penimbangan MC tidak ada berat yang diluar batas yang ditentukan dengan
rata-rata polibag 2594,5 g dan berat rata-rata MC 10,47 kg.
Setiap kemasan polibag yang telah diseal dilewatkan melalui metal detektor
untuk memeriksa keberadaan benda asing. Benda asing yang dapat dideteksi oleh
metal detector adalah Fe dengan diameter 1,5 mm, stainless diameter 2,5 mm dan
almunium diameter 2 mm. Selain benda-benda serta ukuran yang lebih kecil dari
diameter tersebut maka tidak akan terdeteksi oleh metal detektor. Polibag yang
lolos dari metal detektor kemudian disusun ke dalam MC. Setelah MC terisi 4
polibag dilakukan penyegelan dan penimbangan untuk selanjutnya disimpin pada
cold storage.
14

EVALUASI PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP)


DI PT. BUMI MENARA INTERNUSA II

Penerapan GMP Infrastruktur

GMP merupakan persyaratan minimum untuk pengolahan dan sanitasi yang


harus diterapkan di semua industri terutama industri pengolahan pangan guna
menghasilkan produk yang memiliki mutu baik dan aman secara konsisten. GMP
yang ada di PT. Bumi Menara Internusa terbagi menjadi 4 aspek yaitu penyediaan
secara umum, bangunan dan fasilitas, peralatan dan pengendalian proses produksi.
Hal tersebut serupa dengan Dewanti (2013) yang mangatakan bahwa GMP terbagi
kedalam 4 persyaratan yaitu pekerja, bangunan, peralatan dan pengendalian proses.
GMP infrastruktur merupakan aspek yang penting untuk mendukung
kegiatan produksi yang mampu menghasilkan produk yang aman dan bermutu
tinggi bagi konsumen. GMP infrastruktur sendiri merupakan acuan untuk
menyusun dan menerapkan GMP dibagian bangunan di lingkungan suatu
perusahaan untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam menghasilkan
produk makan yang bermutu dan aman. GMP Infrastruktur di PT. Bumi Menara
Internusa II diatur dalam Quality Standar (QS). Sistem GMP yang diterapkan
meliputi gedung, bangunan dan lingkungan di PT. Bumi Menara Internusa II. Pada
prinsipnya gedung, bangunan dan lingkungan sekitarnya harus memenuhi
persyaratan dari segi teknis, higenis, nyaman dan representatif.

Lokasi dan Luas Lahan


Pengamatan dan analisa yang telah dilakukan, PT. Bumi Menara Internusa II
memiliki lokasi yang bebas dari banjir karena merupakan daerah dataran tinggi dan
memiliki saluran drainase yang baik. Selain itu lokasi PT. Bumi Menara Internusa
II ini bebas dari pencemaran, hal tersebut dapat dilihat dari lokasi yang tidak dekat
dengan rawa, tidak dekat daerah pembuangan kotoran dan sampah, tidak berada di
daerah kering dan berdebu, serta tidak ada daerah lain yang diduga dapat mecemari
hasil produksi. Penanganan terhadap hama juga dilakukan dengan sangat baik di
PT. Bumi Menara Internusa II dengan mengaturnya dalam QS Pest Control dan
bekerja sama dengan perusahaan penanganan hama yaitu PT. Rentokil Indonesia.
Lokasi yang dipilih memiliki sumber air yang melimpah dan saluran pembuangan
air yang lancar. Fasilitas seperti listrik dan telepon juga memadai di lokasi PT. Bumi
Menara Internusa II ini. Lokasi yang dekat dengan jalan utama juga memudahkan
proses transportasi serta memiliki akses yang mudah.
Luas lahan yang dimiliki PT. Bumi Menara Internusa II juga diatur sehingga
memiliki lahan untuk pengembangan pabrik. Lokasi ini juga memiliki lahan hijau
yang terletak dibagian belakang pabrik yang cukup memadai, lahan parkir yang
cukup serta memiliki jarak cukup jauh dari banguan produksi. Selain itu lokasi PT.
Bumi Menara Internusa II juga memiliki lahan cukup untuk lalu lintas kendaraan
besar seperti truck container. PT. Bumi Menara Internusa II juga memiliki lahan
khusus untuk penglohaan limbah cair serta limbah padat yang terletak cukup jauh
dari banguan ruang produksi serta sumber air. Pengendalian limbah padat juga
dilakukan dengan bekerja sama dengan dinas kebersihan untuk mengambil sampah
secara rutin dan limbah kulit udang yang bekerjasama dengan peternak bebek
sekitar. Secara umum penerapan GMP dari segi lokasi dan luas lahan yang dimiliki
15

PT. Bumi Menara Internusa II sudah memenuhi persyaratan yang pada QS GMP
infrastrutuk dan literatur.

Lingkungan Sekitar Pabrik


Lingkungan sekitar pabrik juga menjadi salah satu faktor pendukung
penerapan GMP yang baik. Pencegahan polusi akibat debu dan asap kendaraan dari
lingkungan sekitar di PT. Bumi Menara Internusa II dilakukan dengan membuat
desain bangunan yang tertutup serta memiliki pagar yang cukup tinggi sehingga
mencegah debu dan asap kendaraan masuk kedalam pabrik. Sementara itu tempat
sampah tersedia dihampir setiap sudut tempat dan dipisahkan antara sampah
organik dan anorganik. Tempat sampah yang ada, memiliki kondisi yang baik dan
tertutup. Selain itu terdapat area pembuangan dan penyimapan barang bekas di
bagian belakang pabrik yang cukup jauh dari area produksi dan dalam keadaan
tertutup. Area pembuangan dan penyimpanan barang bekas di pisahkan
berdasarkan jenis masing-masing.
Penerapan di PT. Bumi Menara Internusa II sudah sangat baik, sarana jalan
yang ada sudah diaspal dan mampu dilalui oleh truk-truk besar dan kendaraan
lainnya. Saluran pembuangan air yang ada juga tertutup dan tedapat beberapa bak
kontrol di titik-titik tertentu. Saluran pembuangan yang terhubung dengan area
produksi memiliki model seperti leher angsa, sehingga serangga tidak dapat masuk
dan tidak menimbulkan bau. Air limbah yang dikeluarkan ke lingkungan juga sudah
sesuai dengan standar dan dilakukan pengecekan secara rutin. Saluran air untuk
produksi juga tidak kontak dengan permukaan tanah, saluran air yang ada umumnya
terletak dibagian atas dengan menggunakan pipa. Secara umum kondisi lingkungan
sekitar yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II sudah sesuai dengan standar yang
ada pada QS GMP infrastruktur dan mampu mendukung penerapan GMP yang ada
di PT. Bumi Menara Internusa II.

Desain Gedung
Bangunan di PT. Bumi Menara Internusa II didesain memiliki fasilitas alat
pemadam api ringan (APAR) yang cukup memadai sebagai penanggulangan
terjadinya kebakaran. Bangunan juga didesain agar hama dan debu tidak masuk
dengan membuat tirai plastik pada pintu-pintu masuk ruang produksi serta
memasang jarring-jaring pada bagian ventilasi udara. Luas bangunan setiap ruang
produksi sudah disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Ruangan produksi antara
produk bersifat kering dan produk bersifat basah juga sudah dibedakan dengan baik.
Bangunan juga didesain menggunakan bahan-bahan yang awet dan dilakukan
perawatan serta perbaikan secara rutin serta mudah dilakukan perbaikan dan
sanitasi. Bangunan PT. Bumi Menara Internusa II terdiri dari 9 ruangan sesuai
dengan yang tercantum pada Lampiran 4, yaitu :
1. Ruang 1 merupakan ruang defrost, ruang sortir, ruang tampungan dan terdapat
ruang penggilingan es.
2. Ruang 2 merupakan ruang timbang produk, ruang contact freezer 1, 2, dan 3
serta cold storage 1 dan 2.
3. Ruang 3 adalah ruang packing.
4. Ruang 4 adalah ruang contact freezer 4, 5, dan 6.
5. Ruang 5 adalah ruang rendam.
6. Ruang 6 merupakan area pembekuan IQF.
16

7. Ruang 7 merupakan ruang kupas.


8. Ruang 8 dan 9 merupakan ruang breaded.
Penerapan desain gedung di PT. Bumi Menara Internusa II secara konstruksi
dan fasilitas sudah sesuai dengan standar dan mendukung penerapan GMP. Namun
ketidaksesuaian desain gedung terletak pada layout ruang proses produksi yang
susunan bagian antar proses masih dapat menimbulkan kontaminasi silang. Hal
tersebut dapat dilihat pada denah ruang produksi pada Lampiran 4 yang
menunjukkan antara ruang proses sortir dengan ruang proses kupas melewati
beberapa ruangan proses lain. Selain itu, lalu lintas proses berjalan bolak-balik tidak
satu arah khususnya pada area rendam. Ketidaksesuaian tersebut memungkinkan
kontaminasi dan membuat lalu lintas kerja simpang siur.

Penerapan GMP Pada Ruang Proses Produksi

Ruangan proses produksi merupakan ruangan yang digunakan untuk


melakukan kegiatan proses pengolahan mulai dari area preparasi sampai dengan
area finish product termasuk cold storage. Area-area tersebut terbagi atas beberapa
ruangan antara lain yaitu area preparasi yang meliputi penerimaan dalam dan
potong kepala, area proses yang meliputi desfrost, sortir, kupas, rendam dan raw
atau cook atau breaded serta area finish product yang meliputi pembekuan
Individual Quick Freezer (IQF) atau Contact Freezer (CF), packing, cold storage,
dan Loading Dock. Secara umum setiap ruangan memiliki persyaratan standarisasi
yang sama. Penerpan GMP yang diamati merupakan penerapan GMP yang ada
pada ruang proses produksi produk PND 41-50 yaitu ruang defrost, ruang sortir,
ruang kupas, ruang rendam, ruang pembekuan IQF, ruang packing, cold storage
dan loading dock.

Lantai
Lantai yang digunakan pada ruang proses produksi di PT. Bumi Menara
Internusa II khususnya pada ruang penanganan produk PND 41-50 terdiri atas 2
jenis yaitu lantai berlapis u-crete dan lantai beton. Lantai jenis u-crete digunakan
pada ruang defrost, sortir, kupas, rendam, pembekuan IQF, dan packing. U-crete
merupakan jenis pelapis lanta i yang kuat, tidak menyerap air, tidak mudah rusak
dan tidak licin. U-crete adalah lapisan yang ideal untuk digunakan pada lantai
pabrik terutama pabrik pengolahan pangan. Ketebalan lapisan u-crete yang
digunakan di PT. Bumi Menara Internusa II berkisar 3 mm dengan pelapisan ulang
setiap 3 tahun sekali pada jalur transportasi dan 5 tahun sekali pada area lainnya.
Pelapisan pada jalur transportasi lebih sering dilakukan karena pada jalur
transportasi, kemungkinan lapisan terkikis lebih besar akibat lebih sering terjadi
gesekan dengan benda-benda lain.
Material lantai lain yang digunakan pada ruang proses produksi yaitu beton.
Material beton digunakan oleh PT. Bumi Menara Internusa II pada ruang cold
storage. Hal tersebut dipilih karena dianggap dapat menahan beban yang berat pada
cold storage. Namun beton juga memiliki kelemahan seperti warnanya yang gelap
sehingga debu atau kotoran lebih sulit untuk terlihat. Penanggulangan yang
dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa yaitu dengan proses sanitasi yang rutin
dan lebih ketat. Selain itu penggunaan palet dan rak sebagai alas produk juga
17

bertujuan agar produk tidak menyentuh lantai langsung sehingga mengurangi


kontaminasi. Beton memiliki kinerja yang lebih baik sebagai lantai pabrik
pengolahan pangan jika ditambahkan polimer sebagai campuran (Bratt 2009).
Lantai pada keseluruhan ruang proses produksi yang ada di PT. Bumi Menara
Internusa II dipelihara secara rutin, proses sanitasi dilakukan secara rutin minimal
sebelum proses produksi, sebelum istirahat dan setelah proses produksi.
Pembersihan lantai dilakukan secara rutin terhadap seluruh permukaan lantai yang
kontak langsung dengan produk agar tidak menimbulkan kontaminasi (Rina, 2008).
Lantai dibuat dengan kemiringan ± 2˚ ke arah saluran pembuangan yang terletak
pada ujung lantai, sehingga tidak menimbulkan genangan. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Winarno (2011) yang menyatakan bahwa lantai ruang proses
memiliki kemiringan maksimal 5˚ menuju arah saluran pembuangan. Saluran
pembuangan yang ada mempunyai lubang dan tetutup menggunakan stainless
sehingga dapat menahan bau. Serta pada saluran pembuangan juga terdapat bak
kontrol.
Namun ditemukan beberapa lapisan u-crete yang mengelupas seperti yang
terjadi pada ruang defrost dan sortir serta ruang kupas. Pada ruang defrost dan sortir,
u-crete yang mengelupas cukup besar sehingga memungkinkan timbulnya
genangan, dapat menyebabkan kontaminasi serta dapat membahayakan pekerja
yang melewatinya. Sementara itu pada ruang rendam, pembekuan dan packing
kondisi u-crete cenderung lebih baik dan tidak terdapat kerusakan berarti.
Pertemuan antara lantai dengan dinding pada ruang proses di PT. Bumi Menara
Internusa II semuanya masih belum melengkung, namun dibuat tidak membentuk
sudut mati. Pertemuan dinding dengan lantai dilapisi keramik sehingga kotoran
tidak mudah menempel dan memudahkan proses pembersihan. Sambungan antara
lantai dengan dinding disegel untuk mencegah pengumpulan buangan produk dan
sarang hama. Penyegelan dilakukan menggunakan perekat pada retakan, lubang dan
celah sambungan.

Tangga
Tangga merupakan akses penghubung antar ruang yang berada di bawah
dengan ruang yang berada di atas. Penggunaan tangga pada ruang proses produksi
di PT. Bumi Menara Internusa II khususnya pada ruang proses produk PND 41-50
terletak pada ruang rendam menuju ruang pembekuan IQF dan packing yang
terletak di bawahnya. Pada area didekat tangga juga diberikan kolam air. Kolam air
terletak tidak tepat pada ujung tangga, namun terletak tepat di depan pintu masuk
ruang pembekuan. Kolam air juga dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan bak
klorin bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi dan meningkatkan personal
hygiene setiap pekerja. Kolam air dan bak klorin berisi campuran air dengan klorin
yang berfungsi sebagai desinfektan pada alas kaki dan tangan pekerja.
Tangga yang ada pada ruang rendam memiliki konstruksi yang praktis yaitu
lurus menuju ruang pembekuan IQF. Bahan yang digunakan untuk melapisi tangga
yaitu keramik dan pada bagian ujung-ujung anak tangga diberi list keramik agar
tidak licin. Selain itu juga terdapat pegangan yang terbuat dari stainless pada sisi
tangga. Tangga juga dibuat sedikit miring agar tidak terjadi genangan dan
memudahkan proses sanitasi. Proses sanitasi minimal dilakukan sebelum proses
produksi dan setelah proses produksi. Secara keseluruhan, kondisi tangga yang ada
18

telah sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor


75/M-IND/PER/7/2010 serta mampu mendukung penerapan GMP dengan baik.

Dinding
Dinding pada ruang proses produksi produk PND 41-50 di PT. Bumi Menara
Internusa II menggunakan bermacam-macam material pelapis seperti keramik,
panel, dan plat stainless. Material yang banyak digunakan untuk melapisi dinding
di PT. Bumi Menara Internusa II adalah keramik. Keramik yang digunakan berwana
putih sehingga kotoran maupun keretakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Winarno (2011) yang mengatakan bahwa warna dinding pada ruang proses
produksi harus berwarna terang. Pada ruang defrost dan sortir dinding
menggunakan lapisan keramik serta pada bagian-bagian yang sering dilalui perlatan
menggunakan pelapis plat stainless setinggi ± 1,5 m. Pelapisan juga dilakukan pada
bagian sudut-sudut dinding seperti pada pintu. Pemberian pelapis stainless
bertujuan untuk menghindari kerusakan pada dinding akibat benturan dengan
perlatan.
Pada ruang rendam dan kupas, material pelapis dinding yang digunakan
adalah keramik dan panel. Material panel terletak pada dinding bagian atas,
sementara ± 1,5 m kebawah menggunakan material keramik. Penggunaan material
tersebut hanya pada sisi-sisi dinding tertentu yang dianggap memiliki resiko
benturan yang lebih kecil. Selain itu pemilihan material tersebut karena mudah
dibersihkan dan memiliki warna yang terang. Pada kedua ruangan ini hanya pada
sudut-sudut dinding tertentu yang menggunakan pelapis steiless yang memiliki
resiko benturan tinggi seperti pada sudut ruangan dan sudut pintu. Pada ruang
pembekuan IQF dan packing material dinding banyak menggunakan keramik dan
panel serta beberapa sisi yang memiliki resiko tinggi dilapisi oleh stainless.
Sementara itu dinding pada cold storage menggunakan pelapis panel karena
dianggap tidak berbahaya, ringan, kokoh dan mudah dibersihkan.
Secara umum, dinding yang ada pada ruang proses produksi di PT. Bumi
Menara Internusa II memiliki tinggi ± 5 m serta permukaan yang halus, mudah
dibersihkan, rata dan berwarna terang. Retakan dan lubang pada dinding dilakukan
penyegelan dengan baik sehingga dinding kedap air dan tahan terhadap bahan
kimia. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Kementrian Perindustrian (2010) yang
menyatakan dinding ruang produksi setinggi minimal 2 m dari lantai dan kedap air,
tahan bahan kimia, halus, rata, berwarna terang, mudah dibersihkan serta tidak
beracun.

Pintu
Pintu yang ada pada ruang proses produksi di PT. Bumi Menara Internusa II
menggunakan jenis yang sangat beragam. Namun, pintu pada ruang antar proses
umumnya dalam kondisi terbuka dengan diberi tirai angin. Hal tersebut lakukan
untuk memudahkan proses transportasi dalam kegiatan proses produksi dan
pemberian tirai bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi dan mencegah hama
masuk. Pada sudut-sudut pintu juga diberi pelapis stainless untuk mengurangi
kerusakan akibat benturan dengan peralatan yang lalu-lalang.
Jenis pintu lain yang banyak digunakan adalah pintu sliding dan pintu manual.
Bahan yang umum digunakan sebagai pintu merupakan pintu stainless, pemilihan
bahan tersebut dengan tujuan kedap air, tidak mudah berkarat dan mudah
19

dibersihkan. Pintu dipasang secara rapat, rata dan mudah difungsikan. Pada area
deforts juga terdapat pintu sliding yang dilengkapi dengan penyemprot air otomatis.
Pintu ini digunakan sebagai keluar masuknya bahan, fungsi penyemprotan air untuk
mencegah serangga dan debu ikut masuk kedalam ruang produksi.
Setiap ruang proses produksi juga dilengkapi dengan petunjuk jalur evakuasi
menuju pintu darurat terdekat. PT. Bumi Menara Internusa II memiliki 14 pintu
darurat dan kesemuanya berfungsi dengan baik. Di dekat pintu darurat dilengkapi
dengan lampu emergency yang menunjukkan posisi pintu darurat. Material yang
digunakan sebagai pintu darurat adalah steinlees supaya ringan dan mudah
dibersihkan. Sama seperti infrastruktur lainnya, pintu juga dilakukan sanitasi secara
rutin sebelum proses produksi dan setelah proses produksi. Secara umum, kondisi
pintu yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II telah sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan dan mampu mendukung penerapan GMP sesuai dengan Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010.

Ventilasi
Ventilasi disediakan di semua area untuk memelihara kondisi lingkungan dan
kesehatan yang seperlunya bagi mmaterial bahan, produk jadi, peralatan dan
pengepakan. Semua sistem ventilasi harus bersih, berfungsi seperlunya dan
didesain dengan cara yang dapat mencegah kontaminasi produk dari kondensasi,
jamur, bakteri, serangga, dan bau. Secara umum, kondisi pada ventilasi yang di PT.
Bumi Menara Internusa II telah sesuai dengan standar yang ada pada literatur dan
QS GMP infrastruktur.

Plafond
Plafond yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II menggunakan panel.
Pemilihan plafon jenis panel ini memiliki beberapa keuntungan. Panel memliki
karakteristik yang tidak mudah menyerap air serta mudah dibersihkan. Plafond
merupakan jenis plafond yang ideal bagi pabrik pengolahan pangan, namun
memiliki harga yang relatif lebih mahal.
Kondisi plafond yang ada di PT Bumi Menara Internusa II secara umum
dalam kondisi baik. Sambungan pada plafond dibuat sangat rapat untuk mencegah
penumpukan kotoran maupun hama. Plafond yang digunakan juga memiliki warna
putih cerah dan selalu dalam kondisi bersih. Selain itu juga tidak ditemukan
terjadinya kondensasi pada plafond. Instalasi air juga tidak menempel pada plafond
maupun dinding. Instalasi tergantung menggunakan pipa yang diberi lapisan
pelindung serta dibedakan warna antara air ozon yang berwarna kuning dan
instalasi air menggunakan warna merah. Kondisi plafond yang ada telah sesuai
dengan penerapan GMP infrastruktur.

Peralatan
Peralatan yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II, pada ruang sortir banyak
ditemukan keranjang yang digunakan sebagai alat distribusi udang dalam kondisi
rusak. Menurut keterangan supervisor terkait kerusakan ditolerir selama tidak
mengakibatkan kerusakan pada udang. Selain itu keranjang yang terindikasi terjadi
patahan maka bagian patahan dipotong agar tidak mengkontaminasi udang. Jika
memang keranjang mengalami kerusakan yang sangat parah barulah dilakukan
penggantian keranjang baru. Pada dasarnya semakin ujung proses tersebut maka
20

toleransi kerusakan pada peralatan semakin kecil, sehingga pada proses pembekuan
dan pengemasan tidak ditemukan kerusakan pada peralatan. Pada peralatan ukur
seperti timbangan juga dilakukan kalibrasi secara rutin 3 sampai 6 bulan sekali.
Kondisi peralatan yang digunakan pada proses produksi di PT. Bumi Menara
Internusa II secara keseluruhan sudah sesuai dengan persyaratan penerapan GMP
dan tidak membahayakan produk.

Fasilitas Pendukung Penerapan GMP

Pada penerapan GMP, selain penerapan infrastruktur yang berkaitan dengan


proses produksi langsung, dibutuhkan juga fasilitas-fasilitas pendukung. Fasilitas
pendukung merupakan fasilitas diluar area proses produksi yang berfungsi
mendukung proses produksi dari awal hingga akhir. Fasilitas pendukung yang ada
di PT. Bumi Menara Internusa II diatur dalam QS GMP yang ada.

Ruang Laboratorium
Sebagai salah satu perusahaan pengolahan pangan, PT. Bumi Menara
Internusa II memiliki laboratorium untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan
baku, bahan tambahan dan bahan penting yang digunakan, sampai dengan produk
akhir. Laboratorium yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II telah memenuhi
standarisasi mutu yang sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian (2010) yang
menyatakan bahwa perusahaan yang memproduksi pangan olahan seharusnya
memiliki laboratorium sendiri untuk melakukan pengendalian mutu dan keamanan
bahan baku, bahan setengah jadi dan produk akhir. Laboratorium di PT. Bumi
Menara Internusa II juga telah menerapkan cara berlaboratorium yang baik atau
Good Laboratory Practices dan alat ukur yang digunakan dikalibrasi secara rutin
untuk menjamin ketelitiannya.

Saluran
Saluran merupakan fasilitas pendukung dalam proses produksi yang
berfungsi untuk mengalirkan buangan menuju tempat penampungan atau
pengolahan limbah. Saluran yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II dibuat
dengan kemiringan 1.5% - 2% agar air dapat mengalir dengan lancar. Saluran juga
dilengkapi dengan water trap yang dapat menangkap material padat serta
dibuatkan neck of goose atau leher angsa untuk mencegah bau masuk kembali ke
dalam ruang produksi. Saluran bagian horizontal dibuat secara melingkar dengan
kedalaman tertentu agar tidak terjadi overflow. Saluran dibuat sekurang-kurangnya
memiliki lebar 20 cm dan kedalaman 20 cm dengan dasar saluran membentuk
setengah lingkaran.
Permukaan saluran diberi lapisan yang sama dengan lapisan pelindung lantai.
Saluran dibuat dengan permukaan licin dan tahan terhadap bahan kimia atau bahan
sanitizer. Saluran dibuat tidak menempel pada dinding, diberi jarak 5 cm – 10 cm
agar kotoran tidak menempel pada dinding saat dilakukan tidakan sanitasi. Tutup
saluran dibuat menggunakan bahan stainless sehingga dapat diangkat
menggunakan tangan dan tepasang dengan rata pada lantai. Penerapan standar
dalam pembuatan saluran di PT. Bumi Menara Internusa II sesuai dengan
21

pernyataan Winarno (2010). Kondisi saluran tersebut sudah sesuai untuk


mendukung penerapan GMP yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II.

Sarana Penyediaan Air


Kondisi fasilitas penyediaan air yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II
telah sesuai dengan standar yang ditetapkan pada QS GMP infrastruktur dan
mampu mendukung penarapan GMP di PT. Bumi Menara Internusa II. Air yang
diperuntukan air minum telah memenuhi persyaratan terkini sesuai pedoman
DepKes atau BPOM. Air minum tersebut dipasok oleh distributor air minum
setempat setiap satu minggu sekali. Sementara itu, air yang digunakan untuk proses
produksi di PT. Bumi Menara Internusa II berasal dari sumber air yang ada di dalam
lokasi perusahaan. Penyediaan air di PT. Bumi Menara Internusa II dapat
memenuhi kebutuhan air pada proses produksi dan kebutuhan perusahaan. Selain
itu, pemasangan dan bahan sarana penyediaan air telah memenuhi ketentuan yang
sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sarana Sanitasi
Fasilitas sanitasi yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II sangat beragam
seperti bak cuci tangan, sarana sanitasi perlatan dan bak sanitasi kaki. Bak cuci
tangan berfungsi sebagai sarana untuk sanitasi tangan para pekerja. Bak cuci tangan
yang ada di PT. Bumi menara Internusa II ditempatkan di tempat-tempat yang
diperlukan, misalnya dekat pintu masuk ruangan proses produksi. Bak cuci tangan
dilengkapi dengan air mengalir yang tidak boleh dipakai berulang. Selain itu juga
dilengkapi sabun serta bak klorin yang berfungsi sebagai disinfektan, dan pengering
tangan. Perlengkapan lainnya terdapat tempat sampah tertutup, saluran air buangan
cuci tangan tersendiri dan tidak melalui ruang produksi. Cuci tangan juga dilakukan
secara rutin setiap 1 jam sekali untuk menjaga personal hygiene dari masing-masing
pekerja.
Sarana sanitasi peralatan berfungsi sebagai alat sanitasi pada peralatan dan
mesin. Sarana sanitasi peralatan sangat beragam seperti bak sanitasi, kran air, kain
lap, klorin dan lain sebagainya. Sanitasi peralatan dilakukan sebelum dan sesudah
proses produksi. Selain itu, sanitasi pada peralatan dilakukan ketika peralatan jatuh
ke lantai sebagai upaya meminimalisir kontaminasi. Sementara itu bak sanitasi kaki
merupakan sarana sanitasi khusus yang berfungsi mensterilkan sepatu pekerja yang
ditempatkan di depan pintu masuk ruang produksi berisi air disinfektan untuk
mengurangi kontaminasi tinggi. Sarana sanitasi yang ada di PT. Bumi Menara
Internusa II telah sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 dan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 23/MEN.KES/SK/I/197, sehingga dapat mendukung penerapan GMP pada
proses produksi di PT. Bumi Menara Internusa II dengan baik.

Sarana Pembuangan dan IPAL


Perusahaan pengolahan pangan harus dilengkapi dengan sarana pembuangan
dan pengolahan limbah cair atau IPAL yang letaknya tidak boleh berdekatan
dengan ruang proses produksi. Sarana pembuangan yang ada di PT. Bumi Menara
Internusa II terdiri atas, saluran dan pembuangan buangan, tempat buangan padat,
sarana pengolahan buangan dan sarana pembuangan buangan terolah. Pihak PT.
Bumi Menara Internusa II menyediakan sarana pembuangan khusus dari bahan
22

kimia serta media bekas dari laboratorium yang dapat dikategorikan sebagai bahan
beracun dan berbahaya. Sarana pembuangan ini dikondisikan dalam kondisi
tertutup dan jauh dari ruang proses produksi sehingga tidak mengkontaminasi
produk. Sarana pembuangan harus dapat membuang buangan padat, air dan gas
yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Pemasangan dan bahan sarana
pembuangan harus memenuhi ketentuan yang ditentukan dalam peraturan
perundan-undangan. PT. Bumi Menara Internusa II juga bekerja sama dengan dinas
kebersihan dan peternak bebek sekitar untuk menangani limbah padat secara rutin
2 kali dalam satu minggu.
IPAL merupakan instalasi pengolahan limbah cair yang dihasil dari kegiatan
produksi industri. IPAL merupakan hal terpenting dalam sebuah industri, karena
semua pabrik pasti akan mengeluarkan limbah cair terutama industi pengolahan
pangan. IPAL dibutuhkan karena limbah cair yang dihasilkan oleh PT. Bumi
Menara Internusa II tidak dapat dibuang secara langsung ke sungai. IPAL di PT.
Bumi Menara Internusa II terletak di bagian belakang pabrik.
Sistem IPAL di PT. Bumi Menara Internusa II mulai diterapkan pada tahun
2004. Pengolahan limbah cair di PT. Bumi Menara Internusa II menggunakan
lumpur aktif. Limbah cair yang dihasilkan oleh PT. Bumi Menara Internusa II pada
dasarnya merupakan limbah organik. Hasil pengolahan dari IPAL yang ada
dilakukan kontrol secara rutin untuk mengetahui kondisi hasil pengolahan sebelum
dikeluarkan ke lingkungan. Sarana pembuangan dan IPAL yang ada telah sesuai
dengan standar QS GMP infrastruktur yang ada dengan mengacu pada PERGUB
JATIM Nomor 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Industri dan /
atau Kegiatan Usaha Lainnya.

Tempat Ganti Pakaian


Tempat ganti pakaian pekerja di PT. Bumi Menara Internusa II terletak
didalam bangunan proses produksi, sebelum memasuki ruang produksi. Letaknya
tempat ganti pakaian terpisah antara pekerja laki – laki dengan pekerja perempuan.
Tempat ganti yang ada dilengkapi dengan loker untuk menyimpan tas dan pakain
pekerja. Loker dibuat dapat menjamin keamanan barang karyawan dengan
diberikan kunci pengaman dan mudah di kontrol.
Tempat ganti difungsikan untuk memudahkan pekerja untuk berganti pakaian
menggunakan baju proses. Baju proses hanya boleh digunakan ketika berada diarea
proses sehingga mengurangi resiko kontaminasi terhadap produk. Ruang ganti
dikondiskan cukup terang serta udara yang berventilasi. Udara pada ruang diatur
agar tidak mengalir ke ruang produksi. Kondisi tempat ganti pakaian yang ada telah
sesuai penerapan GMP yang tercantum pada QS GMP Infrastruktur.

Toilet
Toilet merupakan fasilitas di luar ruang proses produksi yang dibutuhkan oleh
pekerja. Toilet juga memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi guna
mewujudkan penerapan GMP. Toilet yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II
disediakan dengan jumlah yang mecukupi sesuai dengan jumlah karyawan. Jumlah
toilet pria yang disediakan untuk para pekerja di ruang produksi sebanyak 5 yang
disesuaikan dengan jumlah pekerja pria yaitu 257 orang dan toilet wanita yang
disediakan sebanyak 12 yang disesuaikan dengan jumlah pekerja wanita yaitu 799
orang. Toilet antara wanita dan pria juga dipisahkan. Toilet di PT. Bumi Menera
23

Internusa II didesain sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan terjadinya


kontaminasi ke ruang produksi baik dari udara maupun saluran airnya. Dinding dan
lantai toilet dipasang keramik dan air yang tidak menggenang serta selalu dijaga
kebersihannya.
Toilet dikondisikan tidak terbuka langsung ke ruang proses produksi dengan
mengguankan ruang terpisah yang tertutup menggunakan pintu stainless serta
cukup terang dan berventillasi. Toilet yang ada dilengkapi dengan bak pencuci
tangan, sabun disinfektan, serta alat pengering tangan. Pengoperasian bak cuci
tangan menggunakan lutut untuk mengaktifkan shower air. Pada dinding diberi
petunjuk keharusan mencuci tangan dan cara mencuci tangan yang benar. Kondisi
dan jumlah toilet yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II telah sesuai dengan
Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 hal tersebut dapat
mendukung terwujudnya penerapan GMP yang baik.
24

PEMBAHASAN

Evaluasi Ketidaksesuaian Pada Proses Produksi

Pada proses produksi produk PND 41-50 di PT. Bumi Menara Internusa II
terjadi beberapa ketidaksesuaian dengan work instruction. Ketidaksesuaian yang
terjadi pada proses produksi diantaranya seperti tidak dilakukannya pemberian es
pada awal proses sortir, ditemukannya 4% bahan baku udang yang mengalami red
saat awal masuk proses kupas dan suhu core udang yang tidak sesuai pada akhir
proses rendam. Setiap ketidaksesuaian yang terjadi memiliki beberapa alasan dan
bukan merupakan ketidaksengajaan. Setiap ketidaksesuaian yang terjadi juga
memiliki penanganan masing-masing agar mempengaruhi ataupun menurunkan
mutu produk.
Pada kegiatan sortir, tidak dilakukannya pemberian es ketika proses
pendistribusian bahan memungkinkan terjadinya penurunan mutu udang seperti
timbulnya red. Menurut penjelasan Karu dan QC terkait, proses penambahan es
tidak selalu dilakukan. Alasan tidak dilakukannya penambahan es karena ketika
proses analisa, suhu core udang berada dibawah 3˚C. Penambahan es hanya
dilakukan jika suhu udang hasil analisa sebelum proses sortir menunjukan lebih dari
3˚C. Selain itu proses sortir udang juga berjalan secara singkat serta tidak adanya
indikasi udang yang mengalami red juga menjadi salah satu alasan tidak
dilakukannya pemberian es.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, suhu udang yang terbaca sebelum
proses sortir berturut-turut adalah 1,5˚C; 1,3˚C; 1,8˚C; 1,3˚C, dan 1,4˚C. Selain itu
pada analisa bahan tidak ditemukan udang yang mengalami kerusakan berupa red.
Hasil analisa menunjukkan bahwa tidak dilakukannnya penambahan es pada proses
pendistribusian tidak menurunkan mutu udang. Selain itu tidak dilakukannya
pemberian es pada setiap pendistribusian bahan mampu menghemat biaya produksi,
karena pada setiap pendistribusian memerlukan 1-2 kg es yang pada akhirnya hanya
terbuang begitu saja. Sebaiknya untuk menghindari ketidaksesuaian, dilakukan
revisi terhadap work instruction yang ada. Penggantian work instruction dapat
dilakukan karena berdasarkan analisa yang dilakukan pemberian es pada
pendistribusian diawal proses sortir tidak berpengaruh terhadap penurunan mutu
udang.
Temuan ketidaksesuaian selanjutnya yaitu terdapat 4% udang yang
mengalami red pada awal analisa bahan sebelum masuk proses kupas. Udang yang
mengalami red merupakan udang yang berasal dari proses defrost sementara udang
yang berasal dari proses sortir tidak ditemukan terjadinya kerusakan mutu pada
udang. Udang yang mengalami red dapat dilakukan analisa penyebabnya sesuai
dengan yang tercantum pada Gambar 3.
25

Gambar 3 Diagram Sebab Akibat Udang Red

Berdasarkan diagram sebab akibat dan analisa yang dilakukan munculnya


udang red diakibatkan udang tidak melewati proses sortir sebelumnya. Udang yang
mengalami red merupakan udang yang berasal dari proses defrost. Tidak
dilakukannnya proses sortir merupakan kebijakan dari perusahaan karena bahan
baku yang digunakan merupakan blok bahan dengan ukuran dan mutu yang
seragam. Penghilangan proses sortir menurut perusahaan mampu menghemat biaya
produksi Rp 800 – 1000 / kg. Namun, penghilangan proses sortir memunculkan
potensi penurunan mutu berupa terjadinya red pada udang. Hal tersebut jika
dibiarkan dapat membahayakan dan menurunkan mutu produk. Berdasarkan analisa
dan pengamatan yang dilakukan, upaya untuk mengurangi potensi bahaya red
akibat hilangnya proses sortir yaitu pada saat proses kupas dilakukan juga proses
sortir. Hal tersebut dianggap lebih efisien dan lebih hemat biaya dibandingkan
dengan proses sortir yang terpisah.
Penyebab udang red selanjutnya adalah dari segi lingkungan khususnya tata
letak ruang proses produksi. Jarak antara ruang defrost menuju ruang kupas cukup
jauh dan melewati beberapa ruang produksi lainnya. Hal tersebut memungkinkan
terjadinya penurunan suhu dan kontaminasi terhadap udang sehingga menimbulkan
potensi terjadinya red pada udang. Penangan yang telah dilakukan yaitu dengan
memberikan es setelah proses defrost dan ketika akan menuju proses kupas. Selain
itu untuk mencegah kontaminasi, selama proses transportasi menggunakan wadah
berupa box yang tertutup rapat dan steril. Berdasarkan analisa, penanganan tersebut
cukup mengurangi potensi timbulnya red.
Penyebab timbulnya udang red selanjutnya adalah dari segi bahan baku.
Bahan baku berupa udang dapat timbul red akibat tumbuhnya bakteri yang
disebabkan peningkatan suhu udang diatas suhu core udang. Berdasarkan analisa
peningkatan suhu core udang dapat disebabkan karena penambahan es ketika
proses defrost dan transportasi kurang serta terlalu lama menunggu antara proses
defrost menuju proses kupas. Selain itu timbul red pada udang juga dapat
diakibatkan dari mutu bahan baku yang digunakan sudah mengalami kerusakan
berupa red. Penanganan yang dilakukan untuk mengurangi timbulnya red dari segi
26

bahan baku yaitu dilakukan analisa mutu udang sebelum dan sesudah tiap proses
serta pengecekan mutu pada saat bahan baku datang. Penanganan lainnya yaitu
penambahan rutin es serta pengecekan suhu core secara rutin. Selain itu ketika
menunggu untuk proses kupas udang juga selalu dilakukan pengecekan suhu dan
penambahan es secara rutin untuk menjaga mutu udang agar tidak mengalami red.
Ketidaksesuaian pada proses produksi selanjutnya yaitu suhu core udang
setelah proses rendam yang berada diatas suhu core udang seharusnya. Berdasarkan
hasil analisa suhu core udang setelah proses rendam yaitu 5,2˚C yang seharusnya
suhu core udang ≤ 5˚C. Penyebab suhu core udang dianalisa sebagai berikut
tercantum pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram Sebab Akibat Suhu Core Udang > 5 ˚C

Berdasarkan diagram sebab akibat yang ada dan hasil analisa yang telah
dilakukan faktor utama terjadinya kenaikan suhu core udang adalah tidak
dilakukannya penambahan es selama proses rendam berlangsung. Faktor-faktor lain
yang ada tidak terjadi selama proses pengamatan berlangsung. Tidak dilakukannya
penambahan es selama proses rendam berlangsung dikarenakan kenaikan suhu
tidak terlalu signifikan, proses rendam yang berlangsung cukup singkat, dan tidak
adanya indikasi udang yang mengalami red. Menurut keterangan QC terkait
penambahan es tidak perlu dilakukan karena kenaikan suhu yang tidak signifikan
dan udang yang telah selesai direndam langsung menuju proses selanjutnya,
sehingga kemungkinan udang mengalami red cukup kecil. Penanggulangan yang
dilakukan agar udang tidak mengalami red akibat kenaikan suhu core yaitu dengan
menjaga suhu ruang proses ≤ 18 ˚C. Selain itu bak penampung udang ditutup rapat
setelah dan sebelum proses rendam berlangsung untuk menjaga suhu serta
menghindari kontaminasi.
Pada kegiatan praktik lapang ini juga dilakukan analisis terhadap kapasitas
actual mesin pembekuan IQF. Menurut keterangan supervisor terkait, kapasitas
mesin pembekuan IQF untuk membekukan produk PND 41-50 yaitu 700 kg / jam.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan didapatkan kapasitas mesin berkisar pada
709,77 kg / jam. Kapasitas tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan berat udang
per longpan dikalikan jumlah longpan dalam satu kali proses pembekuan dan
dikalikan dengan banyaknya proses pembekuan dalam satu jam. Berat udang per
longpan diperoleh dengan menimbang udang hasil susun longpan sebanyak 3 kali
27

pengulangan sehingga diperoleh berat rata-rata per longpan 334,8 gram. Jumlah
longpan dalam satu kali pembekuan yaitu sebanyak 424 longpan yang dihitung
dengan cara dalam satu kali pembekuan terdiri atas 8 longpan dikalikan dengan
banyaknya longpan dari pangkal hingga ujung mesin yaitu 53 longpan. Jumlah 53
longpan diperoleh dari panjang mesin dibagi lebar longpan. Sementara itu
banyaknya proses pembekuan dalam satu jam diperoleh sebanyak 5 kali yaitu 1 jam
dibagi dengan lama waktu satu kali pembekuan adalah 11 menit. Hasil dari analisa
perhitungan kapsitas mesin tidak berbeda jauh dengan pernyataan yang diberikan
oleh supervisor terkait.

Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP)

Penerapan GMP yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II secara


keseluruhan sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan standar yang telah
dibuat. Namun terdapat beberapa pemasalahan atau ketidaksesuaian yang
ditemukan. Ketidaksesuaian yang ditemukan yaitu pada desain ruang proses
produksi yang tidak berjalan satu arah, lapisan u-crete yang mengelupas, pertemuan
antara dinding dengan lantai yang tidak melengkung, serta peralatan sortir yang
banyak ditemukan rusak. Ketidaksesuaian tersebut dilakukan analisis dan kemudian
dilakukan usulan perbaikannya.
Ketidaksesuaian pertama adalah desain layout ruang proses produksi yang
tidak berjalan satu arah. Desain ruang proses produksi yang ada memiliki susunan
yang tidak linier khususnya pada proses produksi produk PND 41-50. Jarak antara
ruang sortir dengan ruang kupas cukup jauh dan melewati beberapa ruang proses
produksi lain seperti yang terlihat pada denah ruang produksi pada Lampiran 4. Hal
tersebut dapat menimbulkan kontaminasi dari produk serta penumpukan arus
transportasi pada titik tertentu. Menurut keterangan asisten manager terkait,
penataan ruang proses produksi memang tidak berjalan satu arah. Penataan ruang
proses produksi yang tidak sesuai khususnya pada produk PND 41-50 tersebut
karena adanya pengembangan produk yang dihasilkan oleh PT. Bumi Menara
Internusa II sehingga pada bagian ruang awal digunakan sebagai ruang penanganan
awal bahan-bahan dari berbagai jenis produk.
Sebagai upaya untuk menghindari kontaminasi terhadap bahan, PT. Bumi
Menara Internusa II melakukan penanganan berupa penggunaan bak penampung
bertutup rapat ketika proses transportasi. Selain itu pada jalur lalu lintas proses
tersebut dibuat area yang cukup luas untuk memudahkan proses transportasi antar
proses serta dinding yang dilapisi dengan steinlees. Namun, penanggulangan
tersebut belum memudahkan proses kegiatan produksi. Sebaiknya dilakukan
panataan ulang terhadap ruang proses produksi khususnya pada produk PND 41-50
sesuai dengan layout ruang proses produksi yang diusulkan pada Lampiran 5.
Berdasarkan denah yang diusulkan dapat mengefisienkan kegiatan proses produksi
dan memudahkan aliran serta kegiatan transportasi selama produksi.
Ketidaksesuaian selanjutnya yaitu pada lantai ruang proses produksi. Pada
lantai ruang proses produksi terdapat dua ketidaksesuaian yaitu lapisan u-crete pada
ruang sortir dan ruang kupas yang mengelupas serta pertemuan antara dinding
dengan lantai yang tidak melengkung. Menurut Winarno (2011), standar lantai
seharusnya adalah lantai yang bersifat basah harus terbuat dari bahan kedap air,
28

tahan lama, mudah dibersihkan, pertemuan antara lantai dengan dinding harus
melengkung dan kedap air, serta permukaan lantai harus halus, tidak kasar, tidak
bergerigi dan tidak berpori. Kondisi lapisan lantai yang mengelupas serta
pertemuan antara dinding dengan lantai yang tidak melekung membuat proses
pembersihan lebih sulit sehingga memungkinkan potensi penumpukan kotoran dan
kontaminasi terhadap produk.
Pertemuan dinding dengan lantai tidak dibuat melengkung karena
pembangunan awal pabrik, lantai seluruhnya masih menggunakan keramik
sehingga pertemuan dinding dengan lantai dibuat dengan sudut kemiringan tertentu
menggunakan keramik. Menurut keterangan Asisten manager produksi memang
pertemuan dinding dengan lantai tidak melengkung namun diupayakan membentuk
sudut kemiringan 45˚ dengan ujung-ujung sudut ditutup dengan pelapis untuk
mengurangi potensi penumpukan kotoran dan memudahkan pembersihan.
Sementara itu, lapisan lantai yang mengelupas diakibatkan beberapa faktor. Lapisan
lantai yang mengelupas dilakukan analisa untuk mengetahui faktor-faktor
penyebabnya sesuai dengan Gambar 5.

Gambar 5 Diagram Sebab Akibat Lapisan Lantai Mengelupas

Berdasarkan hasil analisa, penyebab utama mengelupasnya lapisan u-crete


pada lantai yaitu sering kontak antara lantai dengan peralatan dan sering dilalui oleh
perlatan berat. Hal tersebut dikarenakan temuan kerusakan lapisan u-crete pada
ruang sortir dan ruang kupas merupakan lantai pada area atau jalur transportasi.
Pada jalur transportasi lapisan u-crete akan lebih cepat mengelupas atau menipis
akibat bergesekan dengan peralatan transportasi. Selain itu pengecekan yang tidak
rutin serta kurangnya penangan perbaikan terhadap lapisan u-crete yang
mengelupas juga menjadi faktor mengelupasnya u-crete semakin melebar.
Penangan yang dilakukan hanya berupa proses sanitasi yang lebih intensif
dibanding dengan area yang lapisan u-crete masih baik. Hal tersebut bertujuan
untuk menghindari penumpukan kotoran serta kemungkinan kontaminasi terhadap
produk.
Penangan terhadap u-crete yang rusak sebaiknya segera dilakukan perbaikan
agar tidak menimbulkan genangan, penumpukan kotoran dan kontaminasi produk.
Selain itu, pelapisan terhadap area-area yang sering mengalami kontak dengan
perlatan seperti jalur transportasi sebaiknya dilakukan pelapisan ulang u-crete lebih
sering dan lebih tebal dibandingkan area lain. Pengecekan dan perawatan terhadap
29

lapisan u-crete juga harus dilakukan secara rutin untuk menjaga kondisi u-crete
tetap baik. Pada pertemuan dinding dengan lantai juga sebaiknya dibuat
melengkung dan dilapisi dengan bahan kedap air seperti u-crete. Hal tersebut
bertujuan untuk memudahkan pembersihan sehingga tidak terjadi penumpukan
kotoran.
Temuan ketidakseusaian yang terakhir yaitu peralatan distribusi pada proses
sortir banyak yang rusak. Peralatan sortir yang ditemukan banyak rusak adalah
keranjang ukuran 2kg yang digunakan untuk pendistribusian udang ke personil
sortir. Kerusakan yang terjadi yaitu keranjang yang berlubang atau pecah. Hal
tersebut dapat membahayakan bagi produk seperti kemungkinan kontaminasi,
merusak bentuk udang, dan masuknya material pecahan kedalam produk. Faktor
penyebab kerusakan tersebut dapat dianalisis seperti yang ada pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram Sebab Akibat Keranjang Distribusi 2 kg Rusak

Berdasarkan hasil analisa sesuai dengan diagram sebab akibat diatas, faktor
utama penyebab kerusakan keranjang distribusi 2 kg adalah penggunaan keranjang
yang tidak hati-hati serta peletakan keranjang yang telah digunaakan dibagian
bawah konveyor yang sedang berjalan. Penanganan yang dilakukan menurut
keterangan supervisor terkait, kerusakan keranjang ditolerir selama tidak
mengakibatkan kerusakan pada udang. Selain itu keranjang yang terindikasi terjadi
patahan maka bagian patahan dipotong agar tidak mengkontaminasi dan merusak
udang. Jika memang keranjang mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga
tidak mungkin untuk digunakan barulah dilakukan penggantian keranjang baru.
Keranjang yang mengalami kerusakan tidak begitu saja diganti dengan
keranjang yang baru, karena hal tersebut dapat menyebabkan pembekakan biaya
pada peralatan. Pengondisian keranjang yang rusak, selama dapat digunakan dan
tidak membahayakan produk maka akan tetap digunakan. Selain itu peningkatan
keamanan dan kualitas peralatan semakin mendekati proses akhir merupakan upaya
menjaga keamanan dan kualitas mutu produk. Namun, sebaiknya upaya menjaga
kualitas dan mutu peralatan sebaiknya sudah diperketat sejak awal proses.
Kerusakan perlatan khususnya keranjang dapat dicegah dengan perawatan dan
penggunggaan yang baik, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan pada peralatan
yang mengakibatkan penggantian alat. Jika hal tersebut dapat diterapkan oleh
seluruh pekerja, kondisi peralatan akan tetap baik dan tidak perlu dilakukan
penggantian.
30

PENUTUP

Kesimpulan

1. PT. Bumi Menara Internusa II merupakan perusahaan pengolahan udang beku.


Pada proses produksinya PT. Bumi Menara Internusa II menggunakan bahan
baku udang yang sangat beragam jenisnya. Pada produk PND 41-50 yang
diamati, jenis udang yang digunakan yaitu udang vannamei. Setiap udang yang
digunakan berusaha dijaga agar tidak terjadi kerusakan dan penurunan mutu.
Klasifikasi mutu udang yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II didasarkan
pada kerusakan yang terjadi pada bagian daging, ekor dan kulit. Tipe produk
yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II terbagi atas beberapa jenis yaitu
BTO, BTF, PDTO, PTO, PND, PUD, dan HL EZ Peel. Tipe produk yang ada
didasarkan pada jenis kupasan yang dilakukan, seperti produk PND 41-50 yang
dilakukan dengan cara mengupas seluruh kulit dari ruas 1 – 6 kemudian
menghilangkan ekor serta usus dengan dilakukan pembelahan full cut. Setiap
produk yang ada juga memiliki spesifikasi masing-masing sesuai dengan
keinginan pembeli. Pada spesifikasi produksi terdapat beberapa informasi
seperti, tipe produk, ukuran akhir produk, jenis udang yang digunakan, jenis
kupasan, rendemen yang harus dihasilkan, deglazed, glazing, dan jenis
kemasan yang digunakan.
2. Proses produksi yang ada di PT. Bumi Menara Internusa II secara umum terdiri
atas penerimaan luar, penerimaan dalam, potong kepala, defrost, sortir, kupas,
rendam, cooked, breaded, raw, pembekuan, pengemasan, penyimpanan dan
pengiriman. Sementara itu untuk produk PND 41-50 pada pengamatan ini
menggunakan bahan udang headless dalam bentuk blok bahan yang diambil
dari cold storage, sehingga tidak ada kegiatan penerimaan dan potong kepala.
Proses produksi produk ini terdiri dari proses defrost, sortir, kupas, rendam,
pembekuan IQF, pengemasan dan penyimpanan. Secara umum, proses
produksi yang berjalan di PT. Bumi Menara Internusa II diatur dalam work
instruction pada masing-masing proses. Berdasarkan hasil pengamatan, secara
umum kegiatan proses produksi khususnya pada produk PND 41-50 telah
berjalan sesuai dengan work instruction. Namun ditemukan beberapa
ketidaksesuaian seperti tidak dilakukannya penambahan es pada
pendistribusian bahan di proses sortir, bahan yang akan dilakukan pengupasan
ditemukan mengalami red, serta suhu akhir udang pada proses rendam yang
berada diatas 5 ˚C. Setiap ketidaksesuaian yang terjadi telah dilakukan
penanggulangan agar tidak mengakibatkan penurunan mutu pada produk.
Selain itu perlu dilakukan penyesuaian agar tidak terjadi ketidaksesuaian
tersebut, seperti melakukan perevisian terhadap work instruction pada proses
sortir serta peningkatan penerapan work instruction dalam proses produksi.
3. GMP merupakan persyaratan minimum untuk pengolahan dan sanitasi yang
harus diterapkan di semua industri terutama industri pengolahan pangan guna
menghasilkan produk yang memiliki mutu baik dan aman secara konsisten.
GMP yang ada di PT. Bumi Menara Internusa terbagi menjadi 4 aspek yaitu
penyediaan secara umum, bangunan dan fasilitas, peralatan dan pengendalian
proses produksi. GMP Infrastruktur di PT. Bumi Menara Internusa II diatur
dalam Quality Standar (QS). Sistem GMP yang diterapkan meliputi gedung,
31

bangunan dan lingkungan di PT. Bumi Menara Internusa II. Sementara itu
pengendalian proses produksi diatur dalam work instruction pada masing-
masing proses.
4. Secara keseluruhan penerapan GMP yang ada di PT. Bumi Menara Internusa
II sudah berjalan dengan baik. Namun berdasarkan hasil analisa dan observasi
yang dilakukan ditemukan beberapa ketidaksesuaian yang terjadi dalam
penerapan GMP di PT. Bumi Menara Internusa II. Permasalahan yang terjadi
pada penerapan GMP infrastruktur pada bagian desain gedung di PT. Bumi
Menara Internusa II adalah ketidaksesuaian layout ruang produksi yang tidak
disusun secara linier dari awal proses hingga akhir proses khususnya pada
produk PND 41-50. Penyebab utama ketidaksesuaian ini adalah adanya
pengembangan produk yang dihasilkan oleh PT. Bumi Menara Internusa II
sehingga pada bagian ruang awal digunakan sebagai ruang penanganan awal
bahan-bahan dari berbagai jenis produk. Selain itu permasalahan penerapan
GMP insfrastruktur lainnya yaitu pada lantai ruang produksi ditemukannya
lapisan u-crete pada lantai yang mengelupas serta pertemuan antara dinding
dengan lantai yang tidak melengkung. Penyebab utama pertemuan dinding dan
lantai tidak melengkung adalah perencanaan pembangunan awal pabrik, lantai
seluruhnya masih menggunakan keramik sehingga pertemuan dinding dengan
lantai dibuat dengan sudut kemiringan tertentu menggunakan keramik.
Sementara penyebab utama ketidaksesuaian lapisan lantai yang mengelupas
adalah sering kontak antara lantai dengan peralatan dan sering dilalui oleh
perlatan berat serta kurangnya tindakan untuk perawatan dan perbaikan.
Permasalahan terakhir yang ditemukan yaitu peralatan pada proses sortir yang
digunakan dalam kondisi rusak yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
produk. Penyebab utama ketidaksesuaian ini adalah penggunaan keranjang
yang tidak hati-hati serta peletakan keranjang yang telah digunaakan dibagian
bawah konveyor yang sedang berjalan.
5. Perbaikan terhadap ketidaksesuaian yang ada perlu dilakukan guna
meninggkatkan standar perenapan GMP yang ada di PT. Bumi Menara
Internusa II. Usulan perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
penerapan GMP diantaranya menata ulang layout ruang produksi sehingga alur
proses produksi khususnya produk PND 41-50 dapat berjalan secara linier dari
awal proses hingga akhir proses. Selain itu pada lapisan lantai yang
mengelupas dapat dilakukan perbaikan segera serta perawatan dan pelapisan
dilakukan secara rutin. Sementara itu pada pertemuan dinding dengan lantai
sebaiknya dibuat melengkung dengan dilapisi oleh u-crete untuk memudahkan
pembersihan. Usulan perbaikan selanjutnya yaitu penanganan terhadap
peralatan sortir lebih ditingkatkan lagi, penggunaan secara berhati-hati dan
peletakkan pada tempat yang sesuai dapat meminimalisir kerusakan.

Saran

Penerapan work instruction perlu ditingkatkan dan diawasi lebih ketat


sehingga dapat dipastikan kegiatan produksi sesuai dengan work instruction. Jika
memang kegiatan yang tercantum pada work instruction dapat dihilangkan atau
diubah berdasarkan penelitian maupun literature yang jelas maka dapat dilakukan
32

penyesuaian teradap work instruction. Susunan pada ruang produksi sebaiknya


diatur ulang sehingga alur proses produksi dapat berjalan secara linier untuk
mengurangi kontaminasi dan alur yang simpang siur. Perawatan dan perbaikan
terhadap lantai perlu ditingkatkan sehingga tidak terjadi lantai yang terkelupas.
Selain itu pertemuan dinding dengan lantai sebaiknya dibuat melengkung untuk
memudahkan proses sanitasi dan mengurangi kontaminasi. Pada perlatan yang
rusak lebih baik dilakukan penggantian sehingga tidak membahayakan produk.
Selain itu pewaratan dan penggunggaan yang baik, sehingga tidak mengakibatkan
kerusakan pada peralatan. Selain itu, upaya menjaga kualitas dan mutu peralatan
sebaiknya sudah diperketat sejak awal proses.
33

DAFTAR PUSTAKA

Amri K, Iskandar K. 2008. Budi Daya Udang Vaname. Jakarta (ID): PT. Gramedia.
Bratt. 2009. Fish Canning Handbook. Singapura (SG): Wiley Blackwell.
Dewanti R, P Hariyadi. 2013. HACCP (Hazard Anlysis Critical Control Point).
Bogor (ID): Dian Rakyat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 23/MEN.KES/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara
Produksi yang Baik untuk Makanan. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Khairuman, Khairul A. 2004. Budi Daya Udang Galah secara Intensif. Depok (ID):
PT. AgroMedia Pustaka.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang
Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. Jakarta (ID):
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Purnomowati I, Diana H, Cahyo S. 2008. Aneka Kudapan Berbahan Ikan. Jakarta
(ID): Kanisius.
Rafsandjani, Rieza. 2017. Pengantar Bisnis Bagi Pemula. Malang (ID): Kautsar
Abadi.
Rina A. 2008. Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan pada Perusahaan
Jasa Boga. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2(6): 1 – 10.
Suyanto R, Enny P T. 2009. Panduan Budi Daya Udang Windu. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Winarno F G. 2011. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor (ID): M-
Brio Press.
34

LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur organisasi PT. Bumi Menara Internusa II

35
36

Lampiran 2 Gambar jenis-jenis udang

Udang Penaeus merguiensis Udang Litopenaeus vannamei

Udang Metapenaeus endeavouri Udang Black Pink

Udang Flower Udang Penaeus monodon


37

Lampiran 3 Alur proses produksi


38

Lampiran 4 Denah dan tata ruang PT. Bumi Menara Internusa II


39

Lampiran 5 Denah usulan perbaikan tata ruang PT. Bumi Menara Internusa II

Anda mungkin juga menyukai