D DENGAN DIAGNOSA
CHORION CARCINOMA DI RUANG RAWAT INAP KEBIDANAN
ONKOLOGI RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
OLEH :
KELOMPOK F1
1. Ahmad musohur
2. Desfiana siregar
3. Reska ulfa Yunengsih
4. Sri Ulfa Afriwan Chantya
5. Sutri Syafiani
(Ns. Rini Rahmayanti M.Kep Sp Kep Mat) ( Ns. Yani Fitria S.Kep )
ANGGOTA KELOMPOK F1:
A. Latar Belakang
Korion karsinoma merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional
( PTG ) dimana sejumlah 15-28% wanita dengan molahidatidosa mengalami
degenerasi keganasan menjadi PTG. Penyakit gestasional tropoblastik
(gestational trophoblastic disease/GTD) adalah spektrum proliferatif seluler
dari trofoblas villi plasenta yang meliputi 4 bentuk klinikopatologi utama:
mola hidatidosa (komplit dan parsial), mola invasif, koriokarsinoma dan
placental site trophoblastic tumor (PSTT). Istilah gestational trophoblastic
neoplasia (GTN) telah diterapkan secara kolektif untuk 3 kondisi terakhir,
bersifat progresif, invasif, metastasis, dan menyebabkan kematian jika tidak
ditangani (Lurain, 2010).
Korion karsinoma ialah suatu keganasan, berasal dari jaringan
trofoblas dan kanker yang bersifat agresif, biasanya dari plasenta. Hal ini
ditandai dengan metastase perdarahan yang cepat ke paru-paru (Berek, 2009).
Korion karsinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan yang
mengandung trofoblas, seperti: lapisan trofoblas ovum yang sedang tumbuh,
vili dari plasenta, gelembung mola, dan emboli sel-sel trofoblas dimanapun di
dalam tubuh (Dito, 2008).
Angka kejadian tertinggi korion karsinoma di dunia menurut WHO
tahun 2010 ditemukan terbanyak pada daerah Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Juga disebutkan bahwa angka kejadian rata-rata terendah secara signifikan
terlihat di daerah Amerika Utara, Eropa dan Australia. Di Amerika angka
kejadian korion karsinoma berkisar 1 dari 20-40 ribu kehamilan, dimana
diperkirakan angka kejadiannya 1 dari 40 kehamilan mola hidatidosa, 1 dari
5.000 kehamilan ektopik, 1 dari 15.000 kasus abortus, dan 1 dari 150.000
kehamilan normal. Sedangkan di Indonesia sendiri disebutkan bahwa angka
kejadian penyakit trofoblas secara umum bervariasi, di antara 1/120 hingga
1/200 kehamilan (Schorange et al, 2010).
Angka kejadian dari mola hidatidosa bervariasi antara berbagai tempat,
terdapat 1 kejadian mola dalam 125 kelahiran hidup di Taiwan, 2 kejadian
dalam 1000 kehamilan di Asia Selatan dan Jepang, 1 dari 1000 di Eropa, dan 1
dari 1500 di Amerika Serikat (Schorage et al. 2010). Di Amerika Utara
terdapat sekitar 0.6 – 1.1 kejadian dalam 1000 kehamilan, dan korion
karsinoma muncul dalam setiap 20.000 sampai 40.000 kehamilan (Ngan et al,
2012). Angka kejadian penyakit tropoblastik gestasional sepertinya lebih
tinggi pada populasi orang Asia dibandingkan dengan populasi non-Asia
(1/387 dibanding 1/752) (Royal College of Obstetricians and Gynaecologists,
2010).
Angka kejadian korion karsinoma di Sumatera Barat yaitu 1 per 120
sampai 1 per 200 kehamilan. Dan yang terbanyak adalah didahului oleh
kehamilan molahidatidosa. Penyakit ini sering dijumpai pada wanita usia 14-
49 tahun dengan rata-rata usia 30-32 tahun (Schorage et al, 2010).
Korion karsinoma ini sering terjadi pada usia 14-49 tahun dengan rata-
rata 31,2 tahun. Resiko terjadinya PTG yang non metastase 75% didahului
oleh mola hidatidosa dan sisanya oleh abortus, kehamilan ektopik atau
kehamilan aterm. Resiko terjadinya PTG yang metastase 50% didahului oleh
mola hidatidosa, 25% oleh abortus, 22% oleh kehamilan aterm dan 3% oleh
kehamilan ektopik (Schorage et al, 2010).
Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik.
Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva.. Pada beberapa kasus, di uterus
atau pelvis tidak mungkin dijumpai korion karsinoma karena lesi aslinya telah
lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif. Apabila
tidak di terapi, korion karsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas
kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Apabila tidak
diatasi maka tumor ganas ini dapat bermetastase ke organ lainnya seperti paru-
paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Sehingga hal tersebut mengakibatkan
tumor atau kanker dapat terjadi pada serviks, vagina, paru-paru, usus, dan
otak. Dimana hal yang paling mengerikan yaitu dapat menyebabkan kematian
(Schorage et al. 2010).
Kebanyakan pasien dengan GTN berhasil diterapi sempurna dengan
tetap mempertahankan fungsi reproduksinya. Gestational trophoblastic
neoplasia sangat sensitif dengan kemoterapi bahkan pada pasien stadium
lanjut. Dilaporkan overall survival 5 tahun pasien dengan GTN risiko rendah
100%, GTN risiko tinggi 75-90%, dengan metastase hepar 27 %, metastase
otak 70% dan metastase keduanya sekitar 10% (Schorage et al, 2010).
Kriteria prognostik yang mempengaruhi survival rate antara lain
diameter massa tumor terbesar, jenis kehamilan, dan tempat metastasis
mengambil bagian dalam skor FIGO. Skor FIGO tinggi dikaitkan dengan
survival yang jelek, di mana kematian tidak hanya terkait dengan resisten
kemoterapi tetapi juga karena adanya komplikasi dini dan berat, seperti
metastasis, hemoragik, infeksi, kegagalan multi organ, atau tumor lysis
syndrome (Schorage et al, 2016).
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan untuk pasien sangat
penting untuk kesembuhan pasien dan menghindari komplikasi yang dapat
mengakibatkan kondisi pasien semakin buruk. Perawat yang selama 24 jam
berada di dekat pasien melakukan pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi serta dokumentasi, hal ini sangat
dibutuhkan untuk mengetahui keluhan yang dirasakan pasien, sehingga
masalah yang dirasakan pasien dapat teratasi.
Selama 1 minggu kelompok F1 dinas di ruang Onkologi Kebidanan,
pasien yang dirawat dengan diagnosa Chorion Carsinoma sebanyak 1 orang.
Berdasarkan angka kejadian diatas dan jarangnya hal ini ditemukan kelompok
F tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada kasus korion karsinoma.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan dengan pasien Chorion
Carsinoma berdasarkan pendekatan proses keperawatan di ruang rawat
inap kebidanan onkologi RSUP Dr. M. Djamil Padang
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny. D dengan korion karsinoma
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny. D dengan korion
karsinoma
c. Melakukan intervensi keperawatan pada Ny. D dengan korion
karsinoma
d. Melakukan implementasi dan evaluasi pada Ny. D dengan korion
karsinoma
e. Melakukan dokumentasi pada Ny. D dengan korion karsinoma
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP TEORI
1. Definisi Koriokarsinoma
Korion karsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik
Gestasional (PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari
sel-sel sito-trofoblas serta sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang
menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh
darah sehingga menyebabkan perdarahan ( Berek, 2009 ).
Korion karsinoma ialah suatu keganasan, berasal dari jaringan
trofoblas dan kanker yang bersifat agresif, biasanya dari plasenta. Hal ini
ditandai dengan metastase perdarahan yang cepat ke paru-paru (Berek, 2009).
3. Klasifikasi Koriokarsinoma
Klasifikasi klinik penyakit trofoblas ganas ( PTG )
1. PTG non metastasis
2. PTG bermetastasis
a. Prognosis baik
hCG < 100.000 IU/urin 24 jam atau < 40.000 IU/ml serum
Siptom <4 bulan
Tidak ada metastasis di otak, liver
Belum pernah dapat kemoterapi
Bukan berasal dari kehamilna aterm
b. Prognosis buruk
hCG > 100.000 IU/ urin 24 jam atau > 40.000
simptom > 4 bulan
metastasis di otak, liver
gagal dengan khemoterapi sebelumnya
didahului kehamilan aterm
Stadium Koriokarsinoma
Berdasarkan jauhnya penyebaran koriokarsinoma dibagi menjadi 4, yaitu:
Stadium I yang terbatas pada uterus
Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan
vagina
Satadium III, mengalami metastasis ke paru-paru
Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.
Usia < 40 ≥ 40 - -
4. Etiologi Koriokarsinoma
Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas
normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-
lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui
pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling
sering adalah paru-paru ﴾75%﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa
kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak ﴾
Arief, 2013﴿.
Arief (2013) menyebutkan bahwa koriokarsinoma selama kehamilan
bisa didahului oleh:
Mola hidatidosa ( 50% kasus )
Aborsi spontan ( 20% kasus )
Kehamilan ektopik ( 2% kasus )
Kehamilan normal ( 20-30% kasus )
Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain:
a. Faktor ovum
Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
b. Immunoselektif dari trofoblast
Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi
menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi
hyperplasia sel-sel trofoblast.
c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi
ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum
abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.
d. Paritas tinggi
Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya
abnormalitas pada kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan
kehamilan berkembang menjadi mola hidatidosa dan berikutnya
menjadi koriokarsinoma.
e. Kekurangan protein
Sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus
sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan
gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan
jonjot-jonjot korion
f. Infeksi virus dan faktor kromosom
5. Patofisiologis
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai
suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan
metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam
transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada koriokarsinoma,
kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan
menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai
endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan.
Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di
uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus
peritoneum.
Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda
dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik
unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya
mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang
bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan
dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan
evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis
koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di
diagnosis sebagai koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan
umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah.
Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus,
kehamilan ektopik atau kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak
selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai
subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan
perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium.
Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik.
Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan
mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada
beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma
karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang
tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, koriokarsinoma akan berkembang cepat
dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa
bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi.
Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan,
kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau
hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan
kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan
kemoterapi kombinasi yanitu menggunakan etoposid, metotreksat,
aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin (Schorage et al, 2010).
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Uji Sonde
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan sonde diputar
setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola
atau koriokarsinoma.
2) Foto rontgen abdomen
Tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan)
3) Ultrasonografi
Khusus pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin (merupakan diagnosa pasti), waspadai juga koriokarsinoma.
4) Pemeriksaan Laboratorium
Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology
(FIGO) menetapkan beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis PTG termasuk koriokarsinoma adalah:
Menetapnya kadar ß hCG pada empat kali penilaian dalam 3
minggu atau lebih (misalnya hari 1,7, 14 dan 21)
Kadar ß hGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut
atau lebih (misalnya hari 1,7 dan 14)
Tetap terdeteksinya ß hCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola.
8. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan terapi korikarsinoma bisa dilakukan dengan:
a. Kemoterapi
Koriokarsinoma merupakan tumor yang sensitif terhadap obat-obatan
kemoterapi, dari hasil survey menunjukkan bahwa dengan kemoterapi
pasien dengan koriokarsinoma mengalami kesembuhan 90-95%.
Terapi dengan agen single methotrexate or actinomycin D
Terapi ini digunakan untuk koriokarsinoma yang belum bermetastase
meluas ke seluruh tubuh atau dengan skala ringan.
Terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin D,
cyclosphosphamide and oncovin)
Terapi komplek ini digunakan untuk koriokarsinoma dengan skala
sedang atau berat.
b. Hysterektomi
Biasa dilakukan pada wanita dengan usia ≥ 40 tahun atau pada wanita
yang memang menginginkan untuk dilakukan hysterektomi.
Hysterektomi juga disarankan pada infeksi berat dan perdarahan yang
tidak terkendali.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Biasanya kepala tidak ada edema, rambut tampak bersih
2) Mata
Biasanya mata simetris kiri dan kanan, sklera ikterik, konjungtiva
biasanya anemis
3) Hidung
Biasanya tidak simetris dan tidak ada masalah
4) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah
5) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering dan pucat
6) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan pembesaran
vena jugularis
d. Dada
I : biasanya simetris kri dan kanan
P : biasanya tidak ada nyeri tekan
P : biasanya terdengar pekak
A : biasanya terdengar vesikular
e. Abdomen
I : biasanya tidak ada asites
P : biasanya ada nyeri tekan
P : biasanya terdengar tympani
A : biasanya terdengar bising usus
f. Ektremitas
Atas : biasanya tidak ada edema
Bawah : biasanya tidak ada edema
g. Genitalia
Biasanya terjadi gangguan seksualitas
h. Integumen
Biasanya kulit kering
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d perdarahan, proses penjalaran penyakit.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
asupan oral, ketidaknyamanan mulut, mual sekunder akibat peningkatan
kadar ß-hCG.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
4. Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder
akibat penyakit.
5. Ketidakefektifan pola seksualitas b.d ketakutan terkaitan perdarahan per
vaginam penyakitnya.
INTERVENSI KEPERAWATAN
N
Dx. Keperawatan NOC NIC
o
Nyeri akut b.d Pengontrolan Nyeri Manajemen nyeri
Menilai faktor penyebab
perdarahan, proses Aktivitas :
Recognize lamanya nyeri
penjalaran penyakit Penggunaan mengurangi 1. Lakukan pengakajian nyeri
nyeri dengan non analgesic secara komprehensif
Gunakan tanda – tanda
termasuk lokasi,
vital memantau perawatan
karakteristik, durasi,
Laporkan tanda / gejala
frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri pada tenaga
presifasi
kesehatan professional
2. Observasi reaksi nonverbal
Gunakan catatan nyeri
Gunakan sumber yang dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi
tersedia
Menilai gejala dari nyeri terapeutik untuk mengatahui
Tingkat Nyeri
pengalaman nyeri pasien
Melaporkan nyeri
4. Kai kultrul yang
Merintih dan Menangis
Lama episode nyeri mempengaruhi respons nyeri
Ekspresi oral ketika nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri
Ekspresi wajah ketika nyeri
masa lampau
Posisi tubuh melindungi
6. Evaluasi bersama pasien dan
Gelisah
Kekuatan otot tim kesehatan lain tentang
Perubahan frekuensi nafas
ketidakefektifan kontrol nyeri
Perubahan frekuensi nadi
Perubahan tekanan darah masa lampau
Keringat 7. Kontrol lingkungan yang
Hilang nafsu makan dapat mempengarui nyeri
seperti suhu ruangan
percahayaan dan kebisingan
8. Kurangi faktor presivitasi
nyeri
9. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
10. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervesi
11. Ajarkan tentang teknik
nonformakologi
12. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
13. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
14. Tingkatkan istrirahat
15. Monitor penerimaan pasien
tentang manajement nyeri
Pemberian analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Tentukan pilihan anagesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
5. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
6. Monitor vitalsign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali.
2. Ketidakseimbangan Peningkatan status Manajement nutrisi
nutrisi kurang dari nutrisi Aktivitas:
Indikator: 1. Tentukan status nutrisi pasien
kebutuhan tubuh b.d
Toleransi makanan
dan kemampuan untuk
penurunan asupan Berat badan
Serum albumin memenuhi kebutuhan nutrisi
oral, mual, akibat
Intek nutrisi 2. Ketahui makanan alergi
peningkatan kadar ß-
pasien dan intoleransi
hCG. 3. Tentukan pilihan makanan
pasien
4. Bantu pasien untuk
menetukan petunjuk atau
pyramid makanan
5. Tentukan jumlah kalori dan
tipe nutrisi yang dibutuhkan
6. Mengatur diet jika
dibutuhkan
7. Bantu pasien membuka
bungkusan makanan,
memotong makanan, dan
makan jika diperlukan
8. Menawarkan nutrisi dengan
makanan berat
9. Monitor kalori dan intek
makanan
10. Monitor kecendrungan
penurunan berat badan dan
penambahan berat
Memantau gizi
Aktivitas:
1. Berat pasien
2. Monitor turgor kulit dan
mobilitas pasien
3. Tentukan pola makan
4. Pantau kepucatan, kemerahan
dan jaringan konjungtiva
kering
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas Klien
Nama : Ny. D
Umur : 26 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Solok Selatan
No. MR : 0100xxxx
Tanggal Masuk : 09 Desember 2018
B. Alasan Masuk
Ny. D usia 26 tahun datang ke Poli Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang
dengan rencana kemoterapi ke II dengan diagnosa Chorio Carsinoma.
C. Data Kesehatan Umum
1) Riwayat Kesehatan Saat ini
Ny. D usia 26 tahun masuk ke ruangan ginekologi kebidanan pada tanggal
09 Desember 2018 pukul 13.14 WIB. Pada saat dilakukan pengkajian
tanggal 11 desember 2018 didapatkan bahwa klien mengeluhkan mual dan
muntah, rambut mulai rontok, mukosa bibir tampak kering, keadaan umum
klien tampak lemah, klien tampak terpasang infus RL 20 tetes/i ditangan
kiri pasien, klien mengeluhkan BAB keras sejak 4 hari yang lalu dan
berwarna kecoklatan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan sebelumnya sudah pernah 4x masuk Rumah Sakit dalam
setahun ini. Klien mengatakan masuk Rumah Sakit yang pertama pada
tttanggal 5 Januari 2018 dengan keluhan perdarahan setelah melahirkan ,
masuk Rumah Sakit yang kedua pada tanggal 27 Juli 2018 dengan kuretase
dengan indikasi adanya plasenta tertinggal di rahim, selanjutnya masuk
Rumah Sakit yang ketiga pada tanggal 12 September 2018 dengan keluhan
perdarahan setelah kuretase dan sudah melakukan tindakan histerektomi,
masuk Rumah Sakit yang keempat pada tanggal 5 November 2018 dengan
melakukan kemoterapi ke I, dan sekarang masuk Rumah Sakit yang kelima
pada tanggal 9 Desember 2018 dengan rencana kemoterapi ke II.
b) Pola eliminasi
1. Buang Air Besar (BAB)
Klien mengeluhkan sudah 4 hari tidak BAB, karena BAB keras dan
sulit untuk dikeluarkan.
2. Buang Air Kecil (BAK)
Klien mengatakan buang air kecil lancar 6-7x sehari dengan warna
kuning dan bau yang khas. Klien tidak ada mengalami keluhan saat
buang air kecil.
c) Pola tidur dan istirahat
Klien mengatakan waktu tidur dan istirahat cukup yaitu 7-8 jam dalam
sehari. Klien mengatakan tidak ada mengalami kesulitan atau gangguan
untuk tidur.
d) Pola aktivitas dan latihan
Selama dirumah aktivitas klien secara mandiri, namun selama dirumah
sakit klien mengatakan setelah selesai kemoterapi aktivitas klien dibantu
oleh keluarganya karena klien setelah melakukan kemoterapi badan klien
terasa lemah dan adanya efek nyeri setelah selesai kemo.
e) Pola bekerja
Klien hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus suami serta
kedua anaknya.
E. Riwayat Lingkungan
Kebersihan
Klien mengatakan lingkungan sekitar rumahnya bersih.
Bahaya
Klien mengatakan lingkungan sekitarnya jauh dari bahaya, karena klien tinggal
tidak ditepi jalan raya/tidak dekat dengan jalan raya.
Polusi
klien mengatakan tidak ada polusi udara karena klien tinggal didalam gang, motor
dan mobil jarang berlalu lalang disana.
F. Aspek Psikososial
1. Persepsi diri
a) Hal yang amat dipikirkan saat ini
Klien mengatakan tidak terlalu memikirkan penyakitnya saat ini, klien
mengatakan ikhlas menerima keadaannya saat ini
b) Harapan setelah menjalani perawatan
Klien mengharapkan agar dirinya cepat sembuh dan kembali beraktivitas
seperti sebelum-sebelumnya.
2. Pertahanan koping
3. Sistem nilai dan kepercayaan
Klien beragama islam dan mempercayai semua ketetapan yang telah ditetapkan
Allah SWT. Klien yakin dan percaya setiap penyakit pasti ada obatnya yang
penting terus berdo’a agar allah memberikan yang terbaik.
G. Aspek Sosial Ekonomi
Klien mengatakan suaminya hanya bekerja sebagai wiraswasta dan Ny. D sendiri
tidak bekerja dan hanya sebagai seorang ibu rumah tangga yang mengurus suami
serta kedua anaknya. Penghasilan yang didapatkan dari suaminya perbulan ±
2.500.000 perbulan.
H. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-tanda vital
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 70x/menit
Suhu : 37ᵒc
Pernafasan : 20x/menit
b) Kepala
Bentuk kepala normal, rambut berwarna hitam, rambut tampak tipis dan
rontok, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan, tidak ada ketombe dan
kebersihan baik.
c) Mata
Mata bulat dan simetris kiri kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
tidak ada pembengkakan palpebra.
d) Mulut
Mukosa bibir kering, tidak ada perdarahan gusi, lidah bersih dan indra
pengecapan baik.
e) Pernapasan
Tidak ada masalah, klien tidak ada mengeluh sesak. Suara nafas normal
yaitu vesikuler. Tidak ada bunyi suara nafas tambahan.
f) Abdomen
Abdomen datar, tidak ada pembengkakan, adanya nyeri tekan pada
abdomen kuadran bawah dengan skala nyeri 4.
g) Reproduksi
Klien mengatakan rahimnya telah diangkat pada tanggal 12 September
2018 karena adanya sel ganas yang tumbuh disekitar rahim .
h) Neurologi
Tidak ada masalah dan kesadaran compos mentis.
i) Muskuloskeletal
Tidak ada masalah, klien tidak ada kelainan tulang.
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1 DS :
Kegagalan
- Klien mengatakan mual Kekurangan
- Klien mengatakan muntah sebanyak 2x mekanisme
volume cairan
- Klien mengatakan badannya terasa regulasi
lemah
- Klien mengatakan sering haus
DO :
- Klien tampak lemah
- Mukosa bibir tampak kering
- Intake 1000 cc
- Output 500cc
2 DS :
- Klien mengeluhkan sudah 2 hari tidak Konstipasi Asupan serat
BAB tidak cukup
- Klien mengeluhkan sulit BAB
- Klien mengeluhkan perut terasa tegang
- Klien mengeluhkan BAB keras
DO :
- Klien tampak lesu
- Klien tampak gelisah
- Abdomen terlihat tegang
3 DS :
- Klien mengeluhkan badannya terasa
Intoleransi Kelemahan
lemah otot
- Klien mengatakan aktivitasnya dibantu
oleh keluarga
DO :
- Pasien tampak lemah
- Mukosa bibir tampak kering
- ADL dibantu keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
2. Konstipasi berhubungan dengan asupan serat tidak cukup
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Kep NOC NIC
1 Kekurangan Fluid balance Manajemen Cairan
volume cairan Hydration - Pertahankan catatan intake
berhubungan Nutritional status : dan output yang akurat
dengan food and fluid intake - Monitor status hidrasi
kegagalan (kelembaban membran
mekanisme mukosa, nadi adekuat, TD
regulasi Kriteria hasil : ortostatik)
- Mempertahankan urine - Monitor hasil lab
output sesuai usia dan - Monitor vital sign
BB - Kolaborasi pemberian cairan
- Tekanan darah, nadi, IV
suhu dalam batas - Monitor status nutrisi
normal - Berikan cairan oral
- Tidak ada tanda-tanda - Dorong keluarga untuk
dehidrasi membantu pasien makan
- Elastisitas turgor kulit - Kolaborasi dengan dokter jika
baik, membran mukosa tanda cairan berlebih muncul
lembab, tidak ada rasa memburuk
haus yang berlebihan - Atur kemungkinan transfusi
- Elektrolit, Hb, Ht - Persiapan untuk transfusi
dalam batas normal
- Pasang kateter jika perlu
- Intake oral dan
- Monitor intake dan urine
intravena adekuat
output setiap 8 jam
- Monitor mual muntah
- Monitor tingkat Hb dan Ht
2 Konstipasi Bowl eliminasi Manajemen Konstipasi
berhubungan Hidrasi - Monitor tanda dan gejala
dengan asupan Kriteria hasil : konstipasi
serat tidak - Pola BAB dalam batas - Monitor feses : frekuensi,
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
- Anjurkan diet
tinggi serat dan
cairan
P : Intervensi
dilanjutkan
- Pantau aktivitas
klien
- Pantau TTV
- Kolaborasi
dengan dokter
P : Intervensi
dilanjutkan
- Anjurkan makan
dan minum
sedikit tapi
sering
- Anjurkan minum
teh panas
- Kolaborasi
dengan dokter
- Memberikan
aromaterapi
peppermint
2 Rabu, 12 2 - Mengevaluasi S:
Desember pasien/keluarga - Klien
2018 manfaat diet (cairan mengatakan
18.00 dan serat) terhadap masih sulit BAB
eliminasi - Klien
- Memonitor feses :
mengatakan BAB
frekuensi, konsistensi
masih sedikit
dan volume
keras
- Mengkolaborasikan
O:
dengan ahli gizi diet
- Klien masih
tinggi serat dan cairan
tampak lemas
- BAB berwarna
kecoklatan
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
- Anjurkan sering
makan buah
- Anjurkan minum
susu
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
- Anjurkan
beraktivitas
ringan
- Pantau TTV
P : Intervensi
dihentikan
2 Kamis, 13 2 - Mengevaluasi S:
Desember pasien/keluarga - Klien
2018 manfaat diet (cairan mengatakan BAB
20.00 dan serat) terhadap sudah mulai
eliminasi lancar dan sudah
- Memonitor feses :
tidak keras
frekuensi, konsistensi
dan volume
O:
- Mengkolaborasikan
- Klien tampak
dengan ahli gizi diet
membaik
tinggi serat dan cairan
- Klien sudah
mulai BAB 1x
sehari dengan
konsistensi
lembek dan
berwarna kuning
kecoklatan
A:
- Masalah
konstipasi teratasi
P:
- Intervensi
dihentikan
A : Masalah teratasi
P : Intervensi
dihentikan
WOC
Faktor ovum Infeksi virus dan Imunoselektif
Sosial ekonomi
patologik Defisiensi protein faktor kromosom Paritas tinggi dari trofoblas
rendah
Pengeluaran
Proliferasi jaringan
gelembung Produksi Uterus Perdarahan trofoblas tak menentu
mola hidatidosa hCG>normal membesar per vaginam
KORIOKARSINOMA
MK:
Mual Ketidakseimbangan
berlebihan nutrisi kurang dari MK:
Hysterektomi kebutuhan tubuh Kelemahan
MK: gangguan
konsep diri
BAB IV
PEMBAHASAN
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan
Pada pasien ditemukan keluhan mual dan muntah, mengeluh badan
terasa lemah dan sering haus, mukosa bibir tampak kering, dan Ht
35%.
Evidence base practice yang digunakan adalah pengunnaan
aromaterapi peppermint selama 5 menit dapat berpengaruh
terhadap penurunan skala mual pada pasien kemoterapi. Halk ini
karena aromaterapi peppermint berpengaruh secara langsung
terhadap saraf-saraf di otak sehingga efeknya dapat dirasakan
secara langsung oleh pasien setelah menghirupnya.
b. Konstipasi b.d kurang asupan serat
Hal ini ditegakkan karena pasien mengeluh sering konstipasi, dan
pasien terlihat kurang banyak minum dan memakan makanan
berserat. Pasien lebih banyak mengkonsumsi kue dan roti.
c. Intoleransi aktifitas
Hal ini ditegakkan karena pasien mengeluh badannya terasa lemah,
pasien tampak dibantu oleh keluarga dalam beraktiftas, pasien juga
tampak lebih banyak berbaring dan istirahat.
Pada pasien diagnosa yang tidak ditemukan berdasarkan
diagnosa teoritis yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, nyeri , ansietas, dan ketidakefektifan pola
seksualitas.
Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh tidak terjadi dikarenakan Ny. D memiliki nafsu
makan yang baik, tidak ada terjadi penurunan selera makan. Ny. D
mengatakan dia merasa sangat lapar terutama setelah dilakukan
kemoterapi. Menurut Cherwin (2012), pasien setelah dikemoterapi
akan terjadi penurunan nafsu makan dikarenakan sinyal dari
hipotalamus untuk makan berkurang. Hal ini juga disebabkan mulut
terasa pahit,dikarenakan terjadinya disfungsi persepsi sensorik pada
pasien setelah kemoterapi.
Pada diagnosa ansietas tidak terjadi pada Ny. D dikarenakan
Ny. D mengatakan tidak merasa cemas, justru dia bersemangat agar
dapat kembali sehat dan beraktifitas. Selain itu dukungan dari keluarga
merupakan hal yang menguatkan Ny. D untuk selalu menjalani
kemoterapi, terutama suami Ny. D yang selalu mendampinginya saat
melakukan kemoterapi.Menurut Holland dan Alici (2010) gangguan
kecemasan yang umum ditandai dengan kecemasan yang berlebihan
dan kekhawatiran.
Pada diagnosa ketidakefektifan pola seksualitas tidak terjadi
karena saat dilakukan pengkajian Ny. D mengatakan tidak ada
gangguan saat melakukan hubungan seksual dan suami menerima
keadaan yang terjadi pada Ny. D.
3. Intervensi Keperawatan
a. Kekurangan volume vairan
- Mempertahankan intake output yang akurat
- Memonitor status hidrasi (kelembaban mukosa)
- Memonitor vital sign
- Memonitor hasil lab (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)
- Memonitor mual muntah
- Berkolaborasi pemberian cairan IV
b. Konstipasi
- Memonitor tanda dan gejala konstipasi
- Memonitor feses : frekuensi, konsistensi dan volume
- Menjelaskan pada pasien/keluarga manfaat diet (cairan dan serat)
terhadap eliminasi
- Mengkolaborasikan dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
A. Kesimpulan
Koriokarsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik
Gestasional (PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari
sel-sel sito-trofoblas serta sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang
menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh
darah sehingga menyebabkan perdarahan ( Berek, 2009 ).
Asuhan keperawatan yang diberikan yaitu sesuai dengan keluhan yang
dirasakan pasien, karena diagnosa keperawatan yang ditemukan pada setiap
pasien berbeda, dan respon fisik maupun psikologis pada setiap individu
berbeda. Asuhan keperawatan yang dilakukan tidak hanya harus sesuai dengan
teori yang ada tapi juga harus melihat data subjektif dan objektif yang
ditemukan pada pasien, sehingga implementasi yang diberikan pada pasien
sesuai dengan teori dan juga hal yang dirasakan pasien.
B. Saran
Diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara
holistik. Dan hendaknya selalu meningkatkan keilmihan di bidang asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo, Dito. 2008. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta : CV. Andi
Arief, N. 2013. Panduan Lengkap Kehamilan dan Kelahiran Sehat. Yogyakarta: AK
Group
Avilla. 2011. Pharmacologic treatment of constipation in cancer patients. Journal of
department pharmacy
Berek, J. (2008). Gynecologia Novak’s Gynecology. California: Lippincott Williams
& Wilkins
Broocker, Christine. 2009. Kamus Saku Keperawatan edisi 31.Jakarta: EGC.
Cunningham, MacDonald,Gant. Gestationnal Trofoblastic Tumors, Willm Obstetric
9th. 1990:746-50.
Coadjane, et al. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Bidan. Jakarta: EGC.
Dutton, Lauren A, Jessica E.Densmore, Meredith B.Turner.2010. Rujukan Cepat
Kebidanan. EGC. Jakarta
Hawkins R. & Grunberg. 2009. Journal of Supportive Oncology
Lara, S.K. 2012. Gastrointestinal symptoms. British journal of Nutrition
Manjoer , Arif, et al .2013. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius.
Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Schorage et all. 2008. Menopause dalam Williams Gynecologyedisi 23. New York:
The McGraw-Hill Companies
Soekimin. 2015. Penyakit Trofoblas Ganas. Sumatera: Fakultas Kedokteran USU.
Wiknjosastro, Hanifa, et al,. 2010.Ilmu Kandungan edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.